BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen"

Transkripsi

1 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan Pemerian Kelarutan Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen Persyaratan (Ditjn POM DepKes RI, 1995) Serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, metanol, aseton, dan kloroform Hasil Serbuk hablur putih berbau khas Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol (1:3); larut dalam metanol (1:1,5); larut dalam aseton (1:2,5); larut dalam kloroform (1:1,5) Jarak lebur 75,0-78,0 C 75,1-77,5 C λ Identifikasi Puncak pada 263 nm dan 273 nm Puncak pada 263 nm dan 273 nm Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku HPMC Pemeriksaan Persyaratan (Wade, 2003) Sertifikat Analisis Pemerian Serbuk putih atau putih krem, Serbuk putih atau hampir berserat atau bergranul putih berserat atau bergranul Viskositas (cp) 4,8-7,2 5,77 Sisa pemijaran (%) Tidak lebih dari 1,5 0,62 Kandungan gugus metoksi (%) 28,0-30,0 28,9 Kandungan gugus hipropropoksi (%) 7,0-12,0 9,0 ph 6,6 6,6 Penentuan panjang gelombang maksimum ibuprofen pada dapar fosfat ph 7,2 adalah 221 nm. Kurva kalibrasi dibuat dari konsentrasi 3 sampai 20 bpj untuk menghitung kadar ibuprofen yang melarut pada uji kelarutan dan uji disolusi tablet. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi pada dapar fosfat ph 7,2. Hasil kurva kalibrasi memberikan persamaan Y = 0,0382 X + 0,101 dengan harga r = 0,

2 26 Tabel 4.3 Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi Ibuprofen Konsentrasi (bpj) Absorbansi 3 0, , , , , , , ,8673 Pada tahap awal penelitian ini pembuatan dispersi padat ibuprofen-hpmc dicoba dengan menggunakan teknik pelarutan dan pengendapan (copresipitate). Pada pembuatan dispersi padat menggunakan teknik pelarutan divariasikan rasio HPMC yang digunakan (Tabel 3.1). Ibuprofen dan HPMC dilarutkan dalam campuran pelarut etanol dan diklorometan. Kemudian larutan diuapkan menggunakan heating plate hingga terbentuk massa kental. Massa kental dipindahkan ke atas plat logam kemudian dikeringkan di dalam oven 40 ºC. Pada formula dispersi padat dengan perbandingan 1:1; 1:1,5; dan 1:2 terbentuk lapisan putih yang elastis. Sedangkan pada formula dispersi padat dengan perbandingan 1:0,5 dan 1:0,25 terbentuk granul dan serbuk. Perbedaan bentuk padatan yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah HPMC yang digunakan. Semakin tinggi jumlah HPMC yang digunakan maka padatan kering yang dihasilkan akan semakin elastis. Hal ini diperkirakan disebabkan pada saat proses penguapan pelarut, suhu pemanasan melebihi suhu transisi gelas HPMC sehingga menghasilkan padatan yang elastis. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan proses penguapan pelarut mengunakan penangas air dengan suhu 40 C. Dengan komposisi bahan dan formula yang sama seperti pada Tabel 3.1 dilakukan penelitian pembuatan dispersi padat ibuprofen:hpmc dengan metode pelarutan tetapi pada proses penguapan pelarut digunakan penangas air dengan suhu 40 C. Proses penguapan pelarut dari satu formula dibutuhkan waktu lebih dari 2 jam dan setelah terbentuk massa kental, massa kental dipindahkan ke atas plat logam dan dikeringkan di dalam oven 40 ºC. Pada proses ini tetap menghasilkan padatan yang elastis dan tidak dapat diserbukkan secara mekanik. Dengan perkiraan bahwa proses pemanasan yang berlebih (pemanasan pada suhu

3 27 tinggi atau pemanasan dalam jangka waktu yang lama) akan menyebabkan tercapainya suhu transisi gelas HPMC maka dikembangkan metode lain yang tidak menggunakan pemanasan untuk menghilangkan pelarut. Selanjutnya pembuatan sistem dispersi padat akan menggunakan teknik pengendapan yang menggunakan prinsip salting out. Tahap selanjutnya pada pembuatan sistem dispersi padat ibuprofen HPMC adalah menggunakan teknik pengendapan. Ibuprofen dan HPMC dilarutkan dalam campuran pelarut organik (etanol-diklorometan) sesuai dengan perbandingan pada Tabel 3.2, kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan sejumlah air sedikit demi sedikit hingga terbentuk larutan koloidal putih sambil diaduk menggunakan pengaduk magnetik. Campuran didiamkan selama waktu tertentu agar massa koloidal mengendap. Endapan putih lalu dipisahkan dari lapisan atas. Endapan dipindahkan ke atas plat logam kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 C selama 1 hari. Setelah proses pengeringan terbentuk masa berupa lapisan elastis yang tidak dapat diserbukkan secara mekanik. Padatan berupa lapisan elastis dicoba untuk diserbukkan menggunakan alat penghancur granul dengan kecepatan 1500 ppm selama 30 menit dan dihasilkan fragmen-fagmen kecil dari lapisan tersebut. Penyerbukan dilanjutkan menggunakan blender selama 15 menit agar dihasilkan fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil kemudian dilakukan pengujian kelarutan ibuprofen hasil dispersi padat dalam dapar fosfat ph 7,2 dibandingkan dengan campuran fisik dan senyawa murninya. Hal ini untuk mengetahui pengaruh HPMC terhadap kelarutan ibuprofen. Hasil penetapan kadar ibuprofen dari campuran fisik dan dispersi padat dengan metode pengendapan ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dari data kelarutan sistem dispersi padat dan campuran fisik ditunjukkan bahwa jumlah HPMC optimum untuk meningkatkan kelarutan ibuprofen adalah sebesar 60% (rasio ibuprofen-hpmc = 1:1,5). Jumlah HPMC yang lebih besar mengakibatkan penurunan kelarutan ibuprofen. Hal ini disebabkan pada saat melarut, HPMC pertama kali akan mengembang (swealing) membentuk lapisan gel menyelubungi ibuprofen kemudian tererosi dan ibuprofen akan berdifusi melalui lapisan gel HPMC tersebut. Sehingga peningkatan jumlah HPMC akan menghambat kecepatan pelarutan ibuprofen karena barier lapisan gel HPMC yang dilewati semakin tebal. Pada uji kelarutan

4 28 menggunakan dapar fosfat ph 7,2 dilakukan selama 30 menit sehingga tidak dimungkinkan seluruh HPMC untuk mengembang dan melarut sempurna. konsentrasi ibuprofen yang terlarut (ug/ml) Rasio HPMC % b/b Tabel 4.4 Pengaruh HPMC terhadap kelarutan ibuprofen ( ) = ibuprofen murni, ( )=dipsersi padat, ( )=campuran fisik. Padatan yang dihasilkan pada penelitian di atas tidak dapat dilakukan pencetakan tablet sehingga dikembangkan suatu metode pelarutan dengan penguapan menggunakan rotavapor. Tahap yang paling penting pada pembuatan dispersi padat menggunakan teknik pelarutan adalah tahap pemilihan pelarut, cara penguapan pelarut, dan kecepatan penguapan pelarut. Pelarut yang akan digunakan adalah yang dapat melarutkan baik ibuprofen maupun HPMC, yaitu: etanol, campuran etanol-diklorometan, metanol, dan campuran metanol-diklorometan. Penguapan pelarut dilakukan menggunakan rotavapor dengan kecepatan 40 ppm dan suhu penangas air sebesar 40 C. Pembuatan dispersi padat dengan metode pelarutan dengan penguapan menggunakan rotavapor pada berbagai pelarut seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 tidak dihasilkan padatan serbuk melainkan endapan kering seperti lateks. Hal ini kemungkinan karena adanya interaksi atau inkompatibilitas antara ibuprofen dan HPMC. Oleh karena itu untuk membuktikan dugaan tersebut ibuprofen dihilangkan dari formula (formula 4, 5, dan 6).

5 29 Akan tetapi hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan formula sebelumnya sehingga dugaan adanya interaksi ibuprofen-hpmc tidak terbukti. Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa salah satu karakteristik alamiah HPMC adalah merupakan polimer non-thermoplastik yang akan melunak karena pemasasan tetapi pada saat pendinginan akan membentuk lapisan elastis yang kuat karena adanya ikatan hidrogen yang kuat dan banyak antar rantai polimer. Oleh sebab itu untuk proses pembuatan dispersi padat ibuprofen-hpmc dikembangkan metode yang meminimalkan penggunaan panas dan pelarut agar dapat diperoleh padatan yang dapat dibuat menjadi tablet. Berdasarkan hal tersebut, maka metode granulasi basah digunakan dalam penelitian ini untuk pembuatan dispersi padat ibuprofen-hpmc. Larutan ibuprofen dalam etanol digunakan untuk menggranulasi serbuk HPMC dan diharapkan pada saat pencampuran dan pengeringan granul, ibuprofen yang semula pada keadaan terlarut dapat memadat dan terdispersi merata dalam HPMC. Orientasi formula dispersi padat dilakukan dengan membuat variasi formula dengan komposisi seperti pada Tabel 3.5 dengan bobot tablet 500 mg. Pada Tabel 4.5 ditunjukkan karakteristik granul yang diperoleh pada masing-masing formula. Tabel 4.5 Evaluasi Granul No. Evaluasi F1 F2 F3 1 Kandungan lembab (%) 1,89 1,61 1,70 2 Kecepatan aliran (g/detik) 3,96 3,07 3,52 3 Distribusi ukuran partikel (%) < 500 µm 18,83 19,72 20, µm 22,67 15,42 17, µm 37,89 52,20 41,95 > 1000 µm 20,60 12,66 20,50 Granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hpmc dengan ukuran µm diuji kelarutannya selama 24 jam dalam dapar fosfat ph 7,2 dan dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen dalam campuran fisik serta ibuprofen murni.

6 30 Pada Tabel 4.6 ditunjukkan hasil uji kelarutan F1, F2, F3, campuran fisik, dan ibuprofen murni. Dari data tersebut diketahui bahwa kelarutan ibuprofen hasil dispersi padat F2 meningkat sebesar 43% dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murninya. Formula F2 dipilih sebagai formula optimum karena dapat meningkatkan kelarutan ibuprofen yang sebanding dengan peningkatan kelarutan pada F3 tetapi F2 memiliki rasio HPMC yang lebih sedikit. Tabel 4.6 Kelarutan Ibuprofen dari Granul Dispersi Padat (Metode Granulasi) dan Campuran Fisik (selama 24 jam) Formula Jumlah Zat Terlarut (mg) Rata-rata ± SB CF 73,77 74,15 71,50 73,14 ± 1,43 F1 97,51 97,85 95,18 96,84 ± 1,45 F2 106,75 108,32 105,11 106,73 ± 1,60 F3 108,74 109,58 108,08 108,80 ± 0,74 Ibuprofen 75,49 74,92 73,20 74,54 ± 1,19 Keterangan : CF = campuran fisika Kemudian dilakukan pengujian disolusi granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hpmc yang berukuran µm dan dibandingkan dengan profil disolusi ibuprofen murni. Percobaan disolusi dilakukan selama 45 menit, dengan waktu pengambilan sampel pada 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45 menit. Pada 5 menit pertama jumlah ibuprofen yang terdisolusi dari granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hmpc adalah sebesar 100% sedangkan jumlah ibuprofen murni yang terdisolusi sebesar 70%. Untuk memperoleh profil disolusi yang lebih baik, kadar ibuprofen ditingkatkan menjadi 200 mg. Kemudian dibuat formula dengan variasi komposisi seperti pada Tabel 3.6 dengan bobot tablet 700 mg. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat karakteristik granul yang diperoleh pada masing-masing formula. Granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hpmc yang berukuran µm dilakukan pengujian kelarutan selama 24 jam dalam dapar fosfat ph 7,2 dan dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murni serta campuran fisika. Jumlah sampel yang ditimbang setara dengan 200 mg ibuprofen. Tabel 4.8 menunjukkan hasil kelarutan F2, campuran fisik, dan ibuprofen murni selama 24 jam. Dari data tersebut diketahui bahwa kelarutan

7 31 ibuprofen hasil dispersi padat F2 batch pertama, kedua, dan ketiga meningkat sebesar 116,3% hingga 122,8% dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murninya. Tabel 4.7 Evaluasi granul Evaluasi F1 F2 F3 F4 Kandungan lembab (%) 1,29 1,41 1,11 2,15 Kecepatan aliran (g/detik) 3,17 3,49 3,23 3,52 Berat jenis nyata (g/ml) 0,37 0,38 0,37 0,32 Berat jenis mampat (g/ml) 0,46 0,45 0,43 0,43 Kadar mampat (% T) 9,75 10,27 11,91 25,00 Kompresibilitas (%K) 19,56 15,52 13,95 25,58 Distribusi ukuran partikel (%) < 500 µm 18,60 28,12 25,43 71, µm 37,08 28,00 29,04 18, µm 30,52 22,33 22,37 6, µm 12,16 13,42 18,12 3,56 > 1000 µm 1,64 8,13 5,04 0,00 Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3, F4 = granulasi menggunakan PVP K-30 sebagai pengikat. Tabel 4.8 Hasil Uji Kelarutan F2 Dibandingkan dengan Campuran Fisik dan Ibuprofen Murni No. Formula Jumlah Zat Terlarut (mg) F2B1 F2B 2 F2B 3 Rata-rata ± SB 1 CF (1:1,5) 194,50 198,46 179,09 194,51 ± 10,23 2 F2B1 191,85 197,84 193,85 194,51 ± 3,05 3 F2B 2 184,55 187,66 184,62 185,61 ± 1,78 4 F2B 3 90,28 83,64 90,67 88,20 ± 3,95 5 Ibuprofen 89,79 83,44 84,20 85,81 ± 3,47 Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3. Kemudiaan dilakukan evaluasi menggunakan difraktometer sinar X terhadap ibupofen; campuran fisika ibuprofen:hpmc (1:1,5); granul dispersi padat ibuprofen HPMC (1:1,5); dan HPMC dengan hasil seperti pada Gambar 4.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahawa HPMC berpengaruh dalam merubah sifat kristalinitas dari ibuprofen. Penambahan HPMC secara fisika maupun dengan pembentukan sistem dispersi padat menghasilkan perubahan difraktogram ibuprofen. Pola difraksi dispersi padat ibuprofen sangat berbeda dengan pola difraksi ibuprofen murni. Pola difraksi ibuprofen dispersi padat tidak menunjukkan puncak karakterisasi. Hal ini menunjukkan bahwa ibuprofen dalam dispersi

8 32 padat berada dalam keadaan amorf. Penurunan puncak difraksi ibuprofen dalam sistem dispersi padat menunjukkan bahwa terjadi perubahan bentuk kristal selama proses granulasi. Gambar 4.1 Difraktogram Sinar X (A) = ibuprofen murni; (B) = campuran fisika ibuprofen:hpmc (1:1,5); (C) = granul dispersi padat ibuprofen:hpmc (1:1,5); (D) = HPMC murni. Kemudian granul ditambahkan fasa luar berupa amprotab, talk, dan magnesium stearat. Jumlah fasa luar yang ditambahkan ditunjukkan pada Tabel 3.7. Kemudian dilakukan pencetakan tablet dan tablet dievaluasi dengan hasil yang tercantum dalam Tabel 4.9. Tabel 4.9 Evaluasi Tablet Evaluasi F2B1 F2B2 F2B3 F4 Diameter (mm) 13,03 ± 0,08 12,98±0,02 12,99±0,02 12,98±0,03 Tebal (mm) 4,07 ± 0,19 4,36±0,08 4,27±0,11 3,54±0,10 Kekerasan (kg/cm 2 ) 6,50 ± 0,58 6,35±0,28 6,83±0,31 5,50±1,16 Keragaman bobot 683,53 ± 675,43 ± 688,33 ± 5,76 612,97 ± 29,15 (mg) 4,65 16,10 Friabilitas (%) 0,49 0,29 0,67 0,24 Friksibilitas (%) 0,6 0,44 0,63 0,32 Penetapan kadar (%) 97,25 97,25 92,80 - Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3, F4 = granulasi menggunakan PVP K-30 sebagai pengikat.

9 33 F4 merupakan formula dengan kadar 200 mg ibuprofen yang digranulasi menggunakan cairan pengikat PVP-K30 dalam etanol. Persen kompresibilitas F4 masih kurang baik karena berada di atas 20%. Diperkirakan pengikatan granul kurang baik karena pada saat pengayakan kedua menggunakan ayakan mesh 16 menyebabkan granul pecah. Hal ini disebabkan distribusi pengikat yang tidak homogen. PVP K-30 dilarutkan semua dalam etanol dan menghasilkan larutan yang sangat kental sehingga sulit untuk mendistribusikan pengikat secara homogen. Sebaiknya proses penambahan pengikat dilakukan secara kering dan basah, dengan sebagian pengikat ditambahkan dalam masa granul dan sisanya dilarutkan dalam larutan penggranul sehingga efektifitas pengikat bisa lebih baik. Pada saat pencetakan tablet F4 terdapat masalah pencetakan, yaitu capping. Capping terjadi karena adanya udara yang terjerap dalam granul sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan kemudian mengembang pada saat daya kempa dilepaskan. Jeratan udara dalam granul bisa dikarenakan jumlah fine yang terlalu banyak. Peningkatan jumlah fine karena pecahnya granul akibat pengayakan menggunakan mesh 16. Capping juga dapat dikarenakan kandungan lembab massa cetak yang terlalu tinggi. Hal ini dimungkinkan karena PVP bersifat higroskopis sehingga dapat terjadi peningkatan kandungan lembab massa cetak. Tablet F4 memiliki kekerasan yang tidak memenuhi syarat, kekerasan tablet F4 sebesar 5,50±1,16 kg/cm 2. Uji disolusi dilakukan selama 45 menit terhadap tablet F2, granul F2, tablet F4, dan dibandingkan dengan tablet ibuprofen yang beredar di pasaran, dan ibuprofen murni. Diperoleh profil disolusi seperti pada Gambar 4.2. Pada 5 menit pertama uji disolusi, tablet F4 sudah hancur dan hampir 100% ibuprofen terdisolusi dibandingkan dengan tablet F2 dan tablet komersial. Hal ini dikarenakan porositas tablet F4 yang tinggi dan komposisi laktosa yang merupakan bahan larut air sebesar lebih dari 60% sehingga penetrasi pelarut kedalam tablet lebih cepat. Dan pada formula ini digunakan acdisol sebagai penghancur dalam sehingga daya hancur tablet F4 lebih cepat. Tablet F2 menunjukkan profil disolusi yang buruk dan menunjukkan profil pelambatan pelepasan ibuprofen jika dibandingkan dengan tablet komersial. Hal ini dapat disebabkan oleh porositas tablet yang rendah sehingga medium disolusi sulit berpenetrasi ke dalam tablet.

10 % ibuprofen terdisolusi waktu (menit) Gambar 4.2 Profil disolusi ( ) tablet F2, ( ) = granul F2, ( ) = tablet F4, ( ) = tablet ibuprofen yang beredar di pasaran, (*) = ibuprofen murni. Hambatan disolusi tablet F2 juga disebabkan oleh sifat HPMC yang akan mengembang membentuk lapisan gel saat kontak dengan cairan kemudian tererosi, dan ibuprofen akan berdifusi melalui lapisan gel HPMC tersebut. Lapisan difusi gel HPMC yang tebal menyebabkan laju difusi dan pelepasan ibuprofen akan terhambat. Dari hasil disolusi diperoleh bahwa jumlah zat yang terdisolusi selama 45 menit sebesar 60 mg. Sebagian besar ibuprofen masih tertahan (sustained) dalam tablet. Hal ini dapat diperjelas dengan tidak hancurnya tablet F2 sampai akhir uji disolusi dan tablet F2 menjadi mengembang. Untuk perbaikan dapat dicoba dengan meningkatkan jumlah laktosa (bahan larut air) pada F2 ditingkatkan. Granul F2 memiliki profil disolusi yang lebih baik dari pada tablet komersil. Pada 5 menit pertama 100% ibuprofen terdisolusi. Sehingga proses pengempaan granul F2 menyebabkan penurunan disolusi ibuprofen karena terjadi penurunan luas permukaan kontak antara padatan dan cairan. Luas permukaan granul F2 jauh lebih besar dibandingkan dengan tablet F2 sehingga permukaan yang berinteraksi dengan media disolusi semakin besar dan penetrasi pelarut menjadi lebih cepat. Penggunaan laktosa sebagai pengisi larut air meningkatkan penetrasi larutan ke dalam granul dan penambahan acdisol sebagai penghancur dalam menyebabkan granul lebih cepat hancur.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Percobaan Ibuprofen, HPMC 6 cps (Shin-Etsu), PVP K-30, laktosa, acdisol, amprotab, talk, magnesium stearat, kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, natrium dihidrogen fosfat,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%). Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%). Dibuat formula untuk 100 tablet, berat pertablet 00 mg dan penampang tablet 9 mm. Berat

Lebih terperinci

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 17 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet Lampiran. Perhitungan Karakteristik Pati Kentang Merah Berat kentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui perbedaan karakter masing-masing manitol, dilakukan serangkaian penelitian berupa penentuan bentuk polimorf dan pemeriksaan ukuran partikel. Struktur

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI Dwi Elfira Kurniati*, Mirhansyah Ardana, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

Kentang. Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong. Diblender hingga halus. Residu. Filtrat. Endapan. Dibuang airnya. Pati

Kentang. Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong. Diblender hingga halus. Residu. Filtrat. Endapan. Dibuang airnya. Pati Lampiran 1. Flow Sheet Pembuatan Pati Kentang Kentang Residu Filtrat Ditimbang ± 10 kg Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong Diblender hingga halus Disaring dan diperas menggunakan kain putih yang bersih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco chemical),

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid Sebagai contoh diambil tablet Isoniazid dengan konsentrasi 11.5% (Formula 4). Dibuat formula untuk 100 tablet, dengan berat tablet 50 mg dan diameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel 56 Lampiran 2. Gambar tanaman singkong (Manihot utilissima P.) Tanaman Singkong Umbi Singkong Pati singkong 57 Lampiran 3. Flowsheet isolasi pati singkong Umbi singkong

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur PEMBUATAN GRANUL 1. Cara Basah Zat berkasiat,zat pengisi dan pengkancur dicampur baik bai,laludibasahi dengan larutan bahan pengikat,bila perlu ditambah bahan pewarna.setelah itu diayak menjadi granul,dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI... xv ABSTRACT... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Berbagai Jenis Kentang. Kentang Putih. Kentang Kuning. Kentang Merah. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar Berbagai Jenis Kentang. Kentang Putih. Kentang Kuning. Kentang Merah. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar Berbagai Jenis Kentang Kentang Putih Kentang Kuning Kentang Merah 53 Lampiran 2. Gambar Mikroskopik Pati Kentang Pati Kentang Kuning dengan perbesaran 10x10 Keterangan; Lamela tampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV Vis V-530 (Jasco, Jepang), fourrier transformation infra red 8400S (Shimadzu, Jepang), moisture analyzer

Lebih terperinci

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI FAHMI AZMI 10703066 FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 Pada kutipan atau saduran skripsi ini harus tercantum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirih hijau (Piper betle, L) diperoleh dari PT. Borobudur Natural Herbal Industry,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Widhi Astuti (1), Maria Faizatul Habibah (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di seluruh dunia, karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2 LAMPIRAN Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2 NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2 1 3,0000 0,226 0,678 9,0000 0,051076 2 4,2000 0,312 1,310 17,64 0,0973 3 5,4000 0,395 2,133

Lebih terperinci

Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco

Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco Lampiran 1. Gambar Nata de Coco dan Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco Gambar Nata de Coco basah Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco Lampiran. Hasil Uji Mikroskopik Selulosa Mikrokristal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGARUH ph MEDIUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau Uji KLT dilakukan sebagai parameter spesifik yaitu untuk melihat apakah ekstrak kering daun sirih yang diperoleh dari PT. Industry

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. vii DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR. xi DAFTAR TABEL. xiii DAFTAR LAMPIRAN. xiv INTISARI.. xv ABSTRAC. xvi BAB I. PENDAHULUAN. 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH.. 1 B. PERUMUSAN MASALAH..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

1 Pemerian Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa Sesuai sedikit pahit 2 Identifikasi

1 Pemerian Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa Sesuai sedikit pahit 2 Identifikasi Jl. Raya Sentosa Blok A-3 Kawasan Industri MM20100 No. 02/III/QC/14 Nama bahan baku : Parasetamol Asal bahan baku : PT. Brataco, Indonesia Nomor bets : CS1002 Tanggal Pembuatan : 12Januari 2014 Tanggal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 % PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan tablet dengan cara Granulasi Kering. Tablet yang dibuat sebanyak 300 buah. Komposisi tablet yang akan kami buat adalah sebagai berikut : R/ Acetosal

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa (Meggle), HPMC (hidroksi propil metil selulosa)

Lebih terperinci

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Lampiran 15. Etiket PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Nama Produk/Bahan No. Batch/Lot Pabrik Pemasok No. Penerimaan Barang Jumlah No. Sertifikat Analisis Tanda Tangan DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN A HASIL DETERMINASI TANAMAN PISANG AGUNG

LAMPIRAN A HASIL DETERMINASI TANAMAN PISANG AGUNG LAMPIRAN A HASIL DETERMINASI TANAMAN PISANG AGUNG LAMPIRAN B HASIL RENDEMEN AMILUM KULIT PISANG AGUNG Jenis Hasil Uji Rep. Serbuk Amilum Perhitungan A A A Rendemen (%),,0, Hasil Rendemen Serbuk Amilum

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR As-Syifaa Vol 08 (02) : Hal. 64-74, Desember 2016 ISSN : 2085-4714 FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 D. Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 D. Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR PERSAMAAN... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI... xvi ABSTRACT... xvii BAB I. PENDAHULUAN A...Latar Belakang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Buah Stroberi

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Buah Stroberi Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Buah Stroberi 48 Lampiran 2. Gambar tumbuhan, buah, dan simplisua buah stroberi (Fragaria vesca L. ) ( A ) ( B ) 49 Lampiran 2 (lanjutan) ( C ) ( D ) Keterangan : A

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan oral berupa sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan formulasi pelet ekstrak air sambiloto (Andrographis paniculata) yang disalut dengan Eudragit E-100 untuk menutupi rasa pahit sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tablet Secara Umum Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Sinonim : Paracetamolum Asetaminofen. Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida. Rumus molekul : C 8 H 9 NO 2 Rumus bangun :

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Rini Agustin 1 & Hestiary Ratih 2

ARTIKEL PENELITIAN. Rini Agustin 1 & Hestiary Ratih 2 ARTIKEL PENELITIAN Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2), 176-183 Profil Disolusi Tablet Sustained Release Natrium Diklofenak dengan Menggunakan Matriks Metolose 90 SH 4000 Dissolution Profile of Sustained

Lebih terperinci

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 Supomo *, Dayang Bella R.W, Hayatus Sa`adah # Akademi Farmasi Samarinda e-mail: *fahmipomo@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PERBAA DA PEMBAASA Faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik mikrokapsul yang diteliti adalah kecepatan pengadukan, perbandingan konsentrasi ibuprofen dan gelatin, serta waktu pengerasan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang dilaksanakan dalam kajian ini meliputi studi referensi, observasi, dan eksperimen di laboratorium dengan penjelasan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 Rancangan formula R/ Ketokenazol PVP Amilum Sagu pregelatinasi Avicel ph 102 Tween 80 Magnesium Stearat Talk HOME 200 mg

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

Pembuatan Tablet Asetosal dengan Metode Granulasi Kering

Pembuatan Tablet Asetosal dengan Metode Granulasi Kering Pembuatan Tablet Asetosal dengan Metode Granulasi Kering A. Tujuan 1..Mahasiswa mampu membuat sediaan tablet naproksen dengan metode granulasi basah sesuai dengan prosedur 2. Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong Gambar 2.1 Tumbuhan singkong (Prastika, 2012) Singkong Manihot esculenta Crantz merupakan tanaman tipikal daerah tropis. Tanaman singkong tumbuh pada iklim yang panas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kunyit (Curcuma longa L.) Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah dan obat. Kunyit secara umum dapat digunakan sebagai bumbu masakan, bahan obat tradisional untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA IPB, di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL

POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL Awal P, Yun Astuti Nugroho Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbang Kesehatan Kem Kes RI E-mail: b2p2to2t@gmail.com

Lebih terperinci

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat NP 4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat C 19 H 36 2 (296.5) 10 9 SnCl 4 H 2 Me (260.5) + H 3 C C N C 2 H 3 N (41.1) NH + 10 10 9 9 Me Me C 21 H 41 N 3 (355.6) NH Klasifikasi Tipe reaksi

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci