HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3). Berdasarkan kandungan lemaknya Winarno (1993) membagi tiga kelompok ikan, yaitu ikan berlemak rendah kurang dari 2%, ikan berlemak sedang 2-5% dan ikan berlemak tinggi 6-20%. Ikan gurami termasuk ikan yang berlemak tinggi. Tabel 3 Komposisi kimia daging ikan gurami (Osphronemous gouramy Lac.) Unsur Gizi Kadar air Protein (bk) Lemak (bk) Kadar abu (bk) bk : basis kering Persentase ± SD ± SD 7.85 ± SD 5.32 ± SD Rendemen Pembuatan Fillet Gurami Ikan gurami dengan bobot g yang dipuasakan selama 3-5 hari mengalami penurunan bobot sebesar sebesar 3.4 ± 6%. Fillet yang dapat dihasilkan dari ikan gurami mencapai 45 ± 3% dari bobot ikannya. Menurut Suzuki (1981) rendemen ikan bervariasi menurut bentuk, umur dan kondisi sebelum atau sesudah bertelur. Ikan yang berbentuk ellips mempunyai rendemen 60% ke atas, sedangkan ikan yang berkepala besar atau ikan yang pipih mempunyai rendemen daging 30-40%. Ikan gurami termasuk ikan yang berbentuk pipih, namun dagingnya agak tebal. Informasi mengenai rendemen dapat digunakan untuk memperkirakan nilai ekonomi setelah pengolahan. Rendemen fillet sebesar 45% atau 0.45 dari bobot ikan. Jika dikonversi dengan harga ikan maka nilai ekonomi fillet adalah 2.27 kali harga ikannya.

2 28 Deskriptif Fillet Gurami Karakteristik fillet ikan gurami diperoleh dengan pengamatan organoleptik deskripsi secara sederhana. Secara visual daging ikan gurami segar berwarna jernih putih kekuningan hingga merah muda sesuai jenis, ukuran dan kematangan seksual. Menurut Winarno (1993) ikan yang mengandung lemak 5% atau lebih dagingnya banyak mengandung pigmen kuning, merah muda atau abu-abu, sedangkan ikan yang berlemak rendah dagingnya cenderung putih. Fillet gurami segar nampak jernih, bersih, cemerlang dan menarik. Garis pada daging dekat tulang maupun linea lateralis berwarna merah cerah dan tidak terbelah. Tekstur fillet gurami segar (sangat segar) padat dan kompak. Jika ditekan atau dijapit dengan jari terasa kenyal. Bau fillet segar sangat spesifik. Fillet yang dihasilkan dari ikan yang kenyang memiliki bau lebih amis (menyengat dan kurang menarik), bau khas ikan-ikan air tawar. Bau tersebut menurut Sarwono (2001) karena adanya geosmin yang menimbulkan bau lumpur-lumut. Tekstur daging dari hasil pemfilletan sesaat segera setelah mati (pre rigor) berbeda dengan pemfilletan fase rigor, kurang kenyal. Fillet yang disimpan pada suhu 10 o C selama 4 hari memiliki bau yang masih segar, agak netral. Tidak terdapat bau seperti ikan sangat segar. Teksturnya masih kompak, cukup elastis tapi agak lunak. Kenampakannya mulai berbeda dengan ikan yang sangat segar, dagingnya tidak jernih namun masih bersih, rapi. Garis tulang belakang maupun linea lateralis tidak pecah. Pada penyimpanan hari ke-8, mulai nampak perbedaan sifat fillet karena perlakuan. Fillet yang dicuci dengan air jeruk-garam dan fillet yang dicuci dengan klorin 10 ppm nampak lebih bersih, bau kurang menyengat, dan teksturnya lebih kompak dibanding fillet dengan pencucian air garam, larutan air jeruk dan air bersih saja. Namun secara umum penampakan fillet sudah mulai tidak menarik, daging mulai tidak cemerlang, beberapa fillet nampak agak kehijauan atau terdapat garis/bercak berwarna hijau pada sebagian daging, linea lateralis dan garis tulang punggung mulai nampak merah

3 29 kecoklatan. Pada penyimpanan hari ke-12 daging kehijauan keseluruhan, sangat tidak menarik, garis pada tulang belakang dan linea lateralis coklat dan terbelah. Tekstur tidak elastis, sangat lunak dan tidak kompak, bau amoniak agak jelas, agak busuk. Pengaruh Pencucian terhadap Nilai TPC Pencucian berpengaruh terhadap penurunan nilai TPC dimana perlakuan pencucian dengan air garam ditambah jeruk dan klorin 10 ppm merupakan yang terbaik (Tabel 4). Penurunan kualitas fillet selama penyimpanan disebabkan proses autolisis dan aktivitas bakteri (Huss 1995). Upaya pengurangan jumlah bakteri pada awal penyimpanan fillet akan mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri pada daging ikan. Jumlah total bakteri (TPC) pada fillet yang dicuci dengan bahan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Nilai TPC fillet paling kecil ditunjukkan pada bahan pencuci klorin 10 ppm dan air jeruk yang ditambah garam sejak awal penyimpanan. Tabel 4 Nilai log jumlah total bakteri per g fillet pada beberapa perlakuan pencucian dan penyimpanan pada suhu 10 o C (rerata ± SD, koloni/g) Lama penyimpanan (hari ) Pencucian Air Bersih 4.89± 0.33 b 5.25± 0.02 ab 7.93± 0.10 b 10.25± 0.46 a Air Garam 4.96± 0.11 b 6.79± 1.08 b 7.99± 0.05 b 10.22± 0.62 a Air Jeruk 5.02± 0.15 b 5.51± 0.69 ab 6.78± 0.93 ab 10.07± 0.92 a Air 3.75± 0.06 a 5.01± 0.37 a 5.06± 0.24 a 9.23± 0.53 a Garam+Jeruk Air Klorin 3.80± 0.11 a 4.94± 0.08 a 5.84± 0.46 a 9.43± 0.51 a Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata Analisis statistik menunjukkan bahwa hingga penyimpanan hari ke- 8 nilai log TPC pada pencucian klorin dan air garam-jeruk berbeda nyata dengan nilai log TPC sebesar 5.06 pada fillet yang dicuci dengan air garamjeruk. Nilai log TPC ikan segar 5.69 per g (SNI ), sedangkan menurut Ditjen POM (SK No /B/SK/VII/89) menyatakan batas maksimum total bakteri 7.69.

4 30 Pengaruh Pencucian terhadap Nilai TVB Nilai TVB menunjukkan konsentrasi nitrogen volatil dalam daging ikan sebagai indikator adanya penguraian protein akibat autolisis dan aktivitas bakteri. TVB secara luas digunakan sebagai indikator awal kebusukan ikan (Huss 1995) namun kurang bagus untuk mendeteksi tingkat kesegaran ikan pada awal kemunduran mutu. Awal kemunduran mutu lebih disebabkan proses autolisis oleh enzim dalam daging ikan dan tidak menyebabkan meningkatnya TVB, tetapi hypoxantin (Botta, 1994). TVB lebih banyak disebabkan oleh aktivitas bakteri. Nilai TVB fillet ikan gurami disajikan dalam Tabel 5. Pada awal penyimpanan jumlah TVB semua perlakuan pencucian tidak berbeda nyata yaitu sekitar mg N/100 g daging ikan selanjutnya mengalami kenaikan selama penyimpanan selama 12 hari pada suhu 10 o C, dan mulai ada perbedaan jumlah pada hari ke-8. Tabel 5 Nilai TVB fillet gurami pada beberapa perlakuan pencucian dan penyimpanan pada suhu 10 o C (rerata ± SD, mg/100 g) Bahan pencuci Lama penyimpanan (hari) Air Bersih a a ab b Air Garam a a b bc Air Jeruk a a ab bc Air Garam Jeruk a a a a Air Klorin a a a a Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata Perlakuan pencucian tidak berpengaruh langsung terhadap perubahan nilai TVB pada fillet ikan gurami. Hal ini dapat dilihat pada hari ke-0 tidak ada perbedaan nilai TVB pada semua perlakuan pencucian. Perbedaan nilai TVB terjadi pada hari ke-8 dan 12, disebabkan oleh aktivitas bakteri. Pencucian secara langsung berpengaruh terhadap jumlah bakteri awal. Aktivitas bakteri akan meningkat secara tajam setelah autolisis menghasilkan

5 31 substrat yang sesuai bagi pertumbuhannya. Dengan demikian naiknya nilai TVB lebih banyak disebabkan oleh bakteri. Menurut Connell (1980), pada ikan cod sangat segar jumlah TVB sebesar 20 mg N/100 g daging ikan, sedangkan penyimpanan ikan cod dalam es jumlah TVB meningkat hingga 60 mg N/100 g pada hari ke-20 dan dinyatakan busuk pada hari ke-25 dengan nilai TVB 70 mg N/100 g. Pada kasus lain digunakan standar yang berbeda. Misalnya pada ikan tuna dan swordfish TVB tidak lebih dari 30 mg N/100 g digunakan untuk standar ikan tuna yang akan dibekukan. Ikan asin dan ikan kering antara mg N/100 g. Pengaruh Pencucian terhadap Nilai ph Nilai ph fillet berkisar antara 6.52 hingga Secara umum nilai ph mengalami kenaikan selama penyimpanan. Perubahan nilai ph pada penurunan kualitas fillet disebabkan oleh terbentuknya senyawa-senyawa basa yang bersifat volatil (Suwedo 1993). Tidak terdapat perbedaan nyata nilai ph antar perlakuan, sehingga perlakuan pencucian tidak berpengaruh terhadap nilai ph selama penyimpanan fillet. Tabel 6 Nilai ph fillet gurami pada beberapa perlakuan pencucian dan penyimpanan pada suhu 10 o C (rerata ± SD) Pencucian Lama penyimpanan (hari) Air Bersih 6.77± 0.05 a 6.99± 0.04 a 6.96± 0.02 a 7.20± 0.16 a Air Garam 6.99± 0.06 a 6.85± 0.28 a 7.02± 0.09 a 7.27± 0.11 a Air Jeruk 6.70± 0.25 a 6.65± 0.34 a 6.92± 0.08 a 7.10± 0.06 a Air Garam+Jeruk 6.65± 0.10 a 6.52± 0.06 a 7.05± 0.02 a 7.09± 0.07 a Air Klorin 6.57± 0.09 a 6.54± 0.08 a 6.88± 0.06 a 7.04± 0.05 a Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata

6 32 Umur Simpan Fillet pada 10 o C Umur simpan fillet pada percobaan 1 dihitung berdasarkan persamaan regresi nilai TVB dengan lama penyimpanan dan menggunakan titik potong (cut off) pada nilai TVB 30 mg N/100g daging ikan (Connell, 1980). Persamaan regresi antara nilai TVB dan lama penyimpanan pada percobaan 1 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Prediksi umur simpan dengan batas TVB maximal 30 mg N/100g daging ikan Perlakuan pencucian Persamaan regresi Nilai Y pada X = 30 Pembulatan Air bersih Y= - 1,03 + 0,19X 4,94 5 hari Air garam Y= 1,77 + 0,09X 4,52 4 hari Air jeruk Y= 0,89 + 0,11X 4,37 4 hari Air garam jeruk Y= - 5,48 + 0,41Xj 6,85 7 hari Larutan klorin 10 ppm Y = - 3,94 + 0,32X 5,93 6 hari Y lama peyimpanan (hari), X nilai TVB; X = 30, garis cut off menurut Connell (1980) Pengaruh MAP terhadap Nilai TPC Penggunaan modifikasi atmosfir menurunkan jumlah total bakteri fillet gurami setelah penyimpanan. Dengan merujuk batas maksimal TPC fillet yang masih dapat dikonsumsi sebesar 5x10 7 koloni/g atau 7.6 log (Ditjen POM No /B/SK/VII/89) pada perlakuan CO 2 60% dan 45% pada hari ke-21 penyimpanan masih dapat diterima. Pastoriza et al. (1996) menggunakan CO % untuk ikan hake yang disimpan pada suhu 5 o C masih dapat diterima hingga hari ke-21. Menurut Farber (1991), CO 2 akan menyebabkan alterasi dari fungsi membran sel dan berdampak pada uptake nutrisi dan absorbsi, penghambatan langsung dari sistem enzim, menembus membran menghasilkan perubahan ph intraselular dan perubahan dari sifat-sifat fisika kimia protein. Namun demikian efektivitas CO 2 sebagai agen antimikrobia tidak universal bergantung pada keberadaan mikroflora dan karakteristik produk.

7 33 Tabel 8 Nilai log jumlah total bakteri fillet gurami dengan perlakuan kemasan modifikasi atmosfir yang disimpan pada suhu 5 o C (rerata ± SD) Pencucia n Air garam + jeruk Air klorin CO 2 (%) Lama penyimpanan (hari) ±0.04 a 4.94±0.05 a 7.88±0.69 a 9.22±0.14 a 10.75±0.5 a ±0.04 a 4.28±0.43 b 4.74±0.56 c 7.52±0.48 b 9.09±0.19 b 9.93±0.07 ab ±0.04 a 3.96±0.15 b 4.19±0.21 c 7.27±0.48 b c 7.50±0.02 cd 9.69±0.39 b ±0.04 a 4.00±0.29 b 3.88±0.08 c 6.82±0.22 b c 7.01±0.08 d 8.92±0.30 c ±0.10 a 4.95±0.01 a 7.97±0.19 a 9.64±0.34 a 10.70±0.5 a 11.02±0.04 a ±0.10 a 4.37±0.53 b 4.98±0.32 b 7.45±0.39 b 9.15±0.58 b 10.43±0.46 ab ±0.10 a 4.25±0.21 b 5.06±0.13 b 6.87±0.53 b c 7.95±0.02 c 9.98±0.17 ab ±0.10 a 3.87±0.08 b 4.48±0.52 bc 6.77±0.11 c 7.35±0.22 cd 9.63±0.40 b Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata Pengaruh MAP terhadap Nilai TVB Nilai TVB fillet pada awal penyimpanan (hari ke-0) atau fillet dalam kondisi sangat segar sebesar 18.5 mg/100g daging ikan, jumlahnya meningkat selama penyimpanan. Perbedaan jumlah TVB akibat perlakuan MAP nampak pada hari ke-14 yang mana jumlah TVB paling tinggi pada perlakuan tanpa CO 2 (Tabel 9). Tabel 9 Nilai TVB fillet ikan gurami dengan perlakuan kemasan modifikasi atmosfir yang disimpan pada suhu 5 o C (rerata ± SD) Pencucian CO 2 Lama penyimpanan (hari) (%) a a a a a a a a b b ab a Air garam a a b bc ab b + jeruk a a bc c b b a a a a a a a a ab b a b a Air klorin a a b c b b a a c c b b Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata

8 34 Menurut Hanafiah dan Bustaman (1981), nilai TVB dihasilkan oleh aktivitas autolisis dan mikrobiologis. Nilai TVB pada perlakuan CO 2 45% dan 60% baik perlakuan pencucian dengan air jeruk yang ditambah garam maupun perlakuan pencucian dengan klorin adalah yang paling rendah. Hal ini berhubungan dengan jumlah nilai TPC yang rendah pada kedua perlakuan tersebut (Lampiran analisis korelasi). Pengaruh MAP terhadap Nilai ph Nilai ph fillet gurami yang disimpan pada modifikasi atmosfir dengan pencucian dengan air jeruk-garam dan pencucian dengan klorin 10 ppm berkisar antara dan secara umum menunjukkan adanya peningkatan selama penyimpanan. Tabel 10 Nilai ph fillet ikan gurami dengan perlakuan kemasan modifikasi atmosfir yang disimpan pada suhu 5 o C (rerata ± SD) Pencucian CO 2 Pengamatan Hari ke- (%) ±0.03 a 6.71±0.29 a 6.73±0.06 a 6.79±0.03 a 7.04±0.11 a 7.31±0.02 a Air ±0.03 a 6.70±0.26 a 6.68±0.02 a 6.70±0.39 a 6.88±0.34 a 7.20±0.21 a jeruk+garam ±0.03 a 6.81±0.13 a 6.58±0.01 a 6.66±0.22 a 6.85±0.03 a 7.12±0.04 a ±0.03 a 6.32±0.04 a 6.57±0.06 a 6.60±0.14 a 6.66±0.20 a 6.77±0.07 a ±0.10 a 6.63±0.02 a 6.83±0.29 a 6.93±0.03 a 6.99±0.16 a 7.25±0.08 a Air klorin ±0.10 a 6.75±0.22 a 6.60±0.08 a 6.66±0.04 a 6.96±0.04 a 6.96±0.04 a ±0.10 a 6.65±0.10 a 6.69±0.20 a 6.68±0.21 a 6.82±0.10 a 6.87±0.06 a Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata Naiknya nilai ph disebabkan adanya degradasi protein yang menghasilkan senyawa-senyawa basis (Hanafiah dan Bustaman 1981). Perlakuan CO 2 60% menunjukkan nilai ph yang paling kecil, hal ini karena pengaruh adanya CO 2 yang beraksi dengan air menyebabkan kondisi lebih asam (Ilyas 1983). Nilai Organoleptik Fillet Gurami Pengamatan secara organoleptik dilakukan dengan uji skor oleh 10 orang panelis tetap dengan form penilaian fillet sesuai SNI No

9 dan RSNI Penilaian organoleptik meliputi parameter penampakan, tekstur dan bau. Masing-masing parameter dinilai dengan skor tertinggi 9 untuk fillet gurami sangat segar dan terendah 1 fillet yang sudah busuk, batas netral atau garis penolakan 5 (Ilyas 1993). Hasil perhitungan skor organoleptik fillet gurami MAP disajikan pada Gambar XXXX. skor organoleptik lama penyimpanan (hari) k0 k30 k45 k60 j0 j30 j45 j60 Gambar Gambar Nilai organoleptik fillet gurami selama penyimpanan 24 hari dalam kemasan modifikasi atmosfir. skor organoleptik lama penyimpanan (hari) k0 k30 k45 k60 j0 j30 j45 j60

10 36 Hari ke- CO 2 0% Pencucian dengan air jeruk-garam CO 2 CO 2 30% 45% CO 2 60% CO 2 0% Pencucian dengan klorin 10 ppm CO 2 CO 2 30% 45% CO 2 60% Selama penyimpanan skor organoleptik menurun secara linear, hingga hari ke-7 tidak terdapat perbedaan. Pada hari ke-14 sampai akhir penyimpanan hari ke-24 terjadi perbedaan mana perlakuan CO 2 45% dan CO 2 60% pada kedua jenis pencuci memiliki skor paling tinggi dan keduannya tidak berbeda nyata. Pendugaan Umur Simpan Pendugaan umur simpan fillet dihitung berdasarkan persamaan regresi antara lama penyimpanan (hari) dan nilai bawah (rerata dikurang varian) skor organoleptik fillet dengan batas penolakan 5. Perkiraan umur simpan fillet gurami yang dalam kemasan MAP disajikan Tabel 12. Umur simpan fillet gurami MAP dapat mencapai 16 hari pada perlakuan CO 2 45% Tabel 12 Perkiraan umur simpan fillet dengan persamaan regresi lama penyimpanan dan skor organoleptik fillet Pencucian dengan Air jeruk+garam Pencucian dengan klorin10 ppm Perlakuan Persamaan Regresi Umur Simpan (hari) CO 2 0% Y = 24,7-2,63 x 12 CO 2 30% Y = 26,5-2,74 x 13 CO 2 45% Y = 32,9-3,31 x 16 CO 2 60% Y = 31,0-3,07 x 15 CO 2 0% Y = 26,1-2,68 x 12 CO 2 30% Y = 26,8-2,76 x 13 CO 2 45% Y = 31,5-3,10 x 16 CO 2 60% Y = 31,3-3,11 x 15 Y lama penyimpanan (hari), x skor organoleptik, umur simpan Y pada titik potong garis x = 5

11 37 Gambar 5. Fillet dicuci klorin, CO2 0%, 18 hari Gambar 6. Fillet dicuci klorin, CO2 45%, 18 hari Gambar 7. Fillet dicuci klorin, CO2 30%, 18 hari Gambar 8. Fillet dicuci klorin, CO2 60%, 18 hari

12 38 Gambar 9. Fillet dicuci air garam-jeruk, CO2 0%, 18 hari Gambar 10. Fillet dicuci air garam-jeruk, CO2 45%, 18 hari Gambar 11. Fillet dicuci air garam-jeruk, CO2 30%, 18 hari Gambar 12. Fillet dicuci air garam jeruk, CO2 60%, 18 hari

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Suhu Optimum Ekstraksi Inhibitor Katepsin Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin bertujuan untuk mengetahui suhu optimum untuk pemisahan antara kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah penentuan fase kemunduran mutu (post mortem) pada ikan bandeng. Penentuan fase post mortem pada ikan bandeng

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 43 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian terhadap bahan baku yaitu limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan bahan pewarna alami dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) Anna C.Erungan 1, Winarti Zahiruddin 1 dan Diaseniari 2 Abstrak Ikan cucut merupakan ikan yang potensi produksinya cukup

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP MUTU FILLET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hyphopthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Oleh Noviantari 1), Mirna Ilza 2), N. Ira

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat adalah es krim. Produk ini banyak digemari masyarakat, mulai dari anak anak hingga dewasa karena rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang dari kelas Bivalvia yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk Bali (Citrus grandis) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 SI (Satuan Internasional),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng LAMPIRAN 86 65 88 Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007 89 66 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan patin adalah ikan air tawar yang banyak ditemukan di perairan umum di Indonesia seperti sungai, waduk, dan rawa. Di Indonesia, ikan patin telah banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM Komariah Tampubolon 1), Djoko Purnomo 1), Masbantar Sangadji ) Abstrak Di wilayah Maluku, cacing laut atau laor (Eunice viridis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi lengkap yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi lengkap yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur merupakan salah satu produk unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Telur yang banyak dikonsumsi

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik Nama : No. Hp: Tgl. Uji : Intruksi Umum : 1. Di hadapan Anda tersedia sampel telur asin yang harus dinilai berdasarkan atribut yang tertera dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Pembuatan Tepung Ikan Nila menurut Dwiyitno (1995), yang dimodifikasi

Lampiran 1. Skema Pembuatan Tepung Ikan Nila menurut Dwiyitno (1995), yang dimodifikasi 57 Lampiran 1. Skema Pembuatan Tepung Ikan Nila menurut Dwiyitno (1995), yang dimodifikasi Ikan Nila Disiangi Difilet Direndam dengan air selama 30 menit, dibilas, ditiriskan Dikukus selama 15 menit Daging

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa (Cocos nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy) 4.1.1

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Kandungan β-karoten dan Aktivitas Vitamin A Selama Penyimpanan Metode pertanian mempengaruhi komposisi kandungan gizi pada produk buah dan sayuran segar (Worthington 2001),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci