Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies."

Transkripsi

1 Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur pada cookies meliputi kekerasan dan kemudahan untuk dipatahkan. Tekstur cookies dipengaruhi oleh jumlah dan jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya (Fellows, 2000). Alat yang umumnya digunakan dalam pengukuran profil tekstur adalah Texture Analyzer ,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 Time (second) Gambar 1. Contoh Grafik Hasil Pengukuran fracturability dan hardness pada Cookies Ubi Jalar (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Garis berwarna biru tua merupakan perlakuan A (tepung ubi jalar varietas shiroyutaka), garis berwarna merah perlakuan B (tepung ubi jalar varietas kumerot), garis berwarna hijau perlakuan C (pati ubi jalar varietas shiroyutaka) garis berwarna ungu perlakuan D (pati ubi jalar varietas kumerot) dan garis berwarna biru tua merupakan perlakuan E (terigu). Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan.

2 Hardness Hardness (Kekerasan) dan fracturability (kemudahan dipatahkan) dipandang sebagai dua indikator penting dalam menganalisis tekstur makanan terutama dalam produk-produk baked seperti roti dan biskuit (Pratama dkk., 2014). kekerasan dapat diukur dengan cara merekam gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan. Sedangkan kemudahan untuk dipatahkan diukur dengan mengkalkulasi gaya dan jarak yang dibutuhkan untuk menekan bahan sampai terjadinya crack (Kilcast, 2004). Apabila dibuat grafik antara gaya yang diberikan terhadap waktu akan terlihat bahwa nilai fracturability dapat dilihat pada peak yang pertama kali muncul pada grafik, sedangkan tingkat hardness dapat dilihat pada peak tertinggi yang menunjukan gaya maksimum yang terekam selama pengujian. Contoh grafik dalam pengukuran fracturability dan hardness dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap kekerasan cookies dapat dilihat Gambar [VALUE] c A (Tepung Ubi Jalar [VALUE] c B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 2. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Tekstur (Hardness) Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)

3 Fracturability Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa perbedaan bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies berpengaruh nyata terhadap kekerasan dari produk cookies yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut juga dapat diketahui bahwa cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan Cookies yang dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D). Dapat dilihat juga cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) dengan kekerasan 800,654 gforce merupakan perlakuan yang paling mendekati kontrol dengan tingkat kekerasan 808,80 gforce, dimana menurut penelitian Belinda, (2009) bahwa pada umumnya cookies memiliki tingkat kekerasan diatas 2000 gforce tidak lagi disukai oleh panelis [VALUE] c [VALUE] d b A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 3. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Tekstur (Fractuability) Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf

4 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan Gambar 9 perbedaan penggunaan tepung dan pati dari dua klon yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat kemudahan dipatahkanya produk cookies yang dihasilkan. Sama halnya dengan tingkat kekerasan, tingkat kemudahan dipatahkan produk cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) memiliki tingkat kemudahan dipatahkan yang lebih tinggi dibandingkan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D). Perlakuan C dan D merupakan perlakuan yang paling mendekati kontrol karena berdasarkan uji statistik menggunakan uji Duncan kedua perlakuan tersebut memiliki nilai yang perbedaanya tidak signifikan dengan kontrol. Menurut winarno (1981), tekstur dapat dipengaruhi perbandingan amilosa dari tepung atau pati yang digunakan. Komposisi amilosa setiap pati berbeda-beda dan sangat menentukan sifat pengembanganya. Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan suspensi pati membutuhkan waktu yang singkat untuk beretrogradasi (Eliason, 2006). Hal tersebut sesuai dengan data amilosa dari tepung yang digunakan pada penelitian ini. Menurut penelitian Marsetio, dkk., (2016), tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan bentuk tepung ubi jalar dari kedua klon tersebut, yang menyebabkan karakteristik cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandungkan dari cookies yang terbuat dari pati ubi jalar.

5 % Gula Pereduksi Kandungan gula pada bahan juga sangat mempengaruhi tekstur produk cookies yang dihasilkan. Menurut Matz (1978) jumlah gula yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tekstur, penampakan produk, dan flavor. Sifat adonan dan respon adonan terhadap kondisi oven juga berkaitan dengan tipe dan jumlah gula yang ditambahkan. Cookies dengan penambahan tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki kandungan gula pereduksi yang lebih tinggi yaitu sekitar 6,21-8,17% sedangkan dalam bentuk pati memiliki kandungan gula pereduksi sekitar 3,20-3,25%. Hal tersebut menyebabkan tekstur cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki kekerasan dan tingkat kemudahan dipatahkan lebih tinggi dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar kedua klon tersebut [VALUE] c A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Perlakuan Gambar 4. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Kadar Gula Pereduksi Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan.

6 Selain itu tekstur pada produk cookies juga sangat bergantung kepada sifat amilografi tepung atau pati yang digunakan. Menurut Siwi & Damardjati (1986) pati yang memiliki nilai viskositas setback yang rendah mempunyai sifat retrogradasi yang kuat cenderung mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan tinggi sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur atau remuk. Berdasarkan hasil penelitian Marsetio, dkk., (2016) diketahui bahwa ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot dalam bentuk tepung memiliki nilai viskositas setback yang lebih rendah yaitu berkisar antara cP dibandingkan kedua klon tersebut yang dibuat dalam bentuk pati dengan nilai viskositas setback berkisar antara cP. Perbedaan nilai viskositas setback ini menyebabkan cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot. Tekstur dari cookies juga dapat dipengaruhi oleh kadar air produk. Cookies memiliki kadar air 1-5% dan Aw yang rendah (Pareyt et al. 2009) sehingga menurut Pratiwi (2008), kekerasan merupakan fungsi dari jumlah air yang terikat pada matriks karbohidrat. Kandungan air yang tinggi membuat cookies lebih keras dan sulit untuk dipatahkan sehingga menyebabkan tekstur kurang disukai. Hal tersebut berkorelasi dengan kadar air produk cookies yang dianalisis pada penelitian ini. Data kadar air produk cookies dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

7 % Kadar Air (bb) 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 [VALUE] c A (Tepung Ubi Jalar [VALUE] c B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar b E (Tepung Terigu) Gambar 5. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Kadar Air %bb Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Duncan seperti tertera pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan A dan B yaitu cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar klon shiroyutaka dan kumerot memiliki nilai kadar air yang tidak berbeda nyata, dengan nilai kadar air masing-masing perlakuan berkisar antara 4,09-4,34% (bb). Namun kedua perlakuan tersebut memiliki nilai kadar air yang berbeda nyata dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon shiroyutaka dan kumerot (perlakuan C dan D) dengan kadar air berkisar antara 2,16-2,52% (bb). Perlakuan C yaitu produk cookies yang dibuat dari campuran pati ubi jalar klon shiroyutaka dan tepung terigu dengan perbandingan 80 : 20 (b/b) memiliki nilai kadar air yang paling rendah, yaitu sebesar 2,16% (bb). Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan uji duncan didapat bahwa perlakuan D

8 memiliki nilai kadar air yang paling mendekati kontrol yang dibuat dari 100% tepung terigu. 5.3 Warna Warna mempunyai peranan penting dalam produk pangan. Peranan itu sangat nyata pada tiga hal, yaitu daya tarik, tanda pengenal dan parameter mutu (deman, 1997). Selain untuk daya terima konsumen, warna juga memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti proses karamelisasi atau perubahan lainnya. Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap warna (L*) cookies dapat dilihat pada Gambar 12. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai L* produk cookies yang terbuat dari bahan tepung ubi jalar dari kedua klon yaitu Shiroyutaka dan Kumerot (perlakuan A dan B) memiliki nilai yang tidak berbeda nyata, sedangkan produk cookies yang terbuat dari kedua klon tersebut dalam bentuk pati (perlakuan C dan D) memiliki perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan. Cookies yang terbuat dari bahan pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) memiliki nilai L* yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Kumerot (perlakuan D) yang artinya perlakuan D memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan perlakuan C.

9 Nilai L* [VALUE] c c A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 6. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Warna (L*) Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Secara umum, cookies yang terbuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) memiliki nilai L* yang lebih kecil yaitu berkisar antara 47,10-45,77 dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari bahan pati ubi jalar (perlakuan C dan D), yang artinya perlakuan A dan B memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan perlakuan C dan D. Berdasarkan uji duncan dapat dilihat bahwa cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Kumerot (perlakuan D) dengan nilai L* sebesar 62,33, merupakan perlakuan yang paling mendekati cookies kontrol yang terbuat dari tepung terigu dengan nilai L* sebesar 56,75.

10 Nilai a* c c b [VALUE] c A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 7. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Warna (a*) Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai a* cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar baik klon Shiroyutaka (perlakuan A) maupun Kumerot (perlakuan B) tidak mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan, begitu juga dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) dan Kumerot (perlakuan C) masing-masing tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Namun terlihat perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan antara cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D), dimana perlakuan A dan B memiliki nilai a* lebih besar dibandingkan perlakuan C dan D yang artinya perlakuan A dan B memiliki warna yang lebih cenderung ke arah merah dibandingkan perlakuan C dan D. Berdasarkan Gambar 13 juga dapat disimpulkan bahwa cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot

11 Nilai b* (perlakuan A dan B) memiliki nilai a* yang tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol yang dibuat dari tepung terigu. Cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar klon Kumerot dengan nilai a* sebesar 11,95 merupakan nilai a* yang paling mendekati cookies kontrol dengan nilai a* sebesar 12, A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar [VALUE] c E (Tepung Terigu) Gambar 8. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Warna (b*) Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai b* cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar baik klon Shiroyutaka (perlakuan A) maupun Kumerot (perlakuan B) tidak mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan uji duncan, begitu juga dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) dan Kumerot (perlakuan C) masing-masing tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Namun terlihat perbedaan yang nyata berdasarkan uji duncan antara cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar (perlakuan C dan D), dimana perlakuan C dan D

12 memiliki nilai b* lebih besar dibandingkan perlakuan A dan B yang artinya perlakuan C dan D memiliki warna yang lebih cenderung ke arah kuning dibandingkan perlakuan A dan B. Cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dengan nilai b* sebesar 36,364 merupakan nilai b* yang paling mendekati cookies kontrol dengan nilai a* sebesar 40,988. Perbedaan nilai warna tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perbedaan yang signifikan antara tepung dan pati sebagai bahan baku awal yang digunakan. Tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot yang digunakan memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan ubi jalar Shiroyutaka dan Kumerot yang dibuat dalam bentuk pati, sehingga cookies yang dihasilkanya pun akan memiliki warna yang lebih gelap. Selain dipengaruhi oleh warna dari bahan baku, perbedaan warna cookies juga dipengaruhi oleh reaksi kimia yang terjadi selama pemanggangan. Pada saat cookies di panggang terjadi reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi, yang akan diikuti dengan terjadinya peristiwa pencoklatan yang dikenal dengan reaksi Maillard. Reaksi ini sangat bergantung kepada kadar gula pereduksi yang terkandung pada cookies. Kandungan gula pereduksi yang terkandung pada cookies tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Duncan diketahui bahwa perbedaan penggunaan tepung dan pati dari dua klon yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan gula pereduksi pada produk cookies yang dihasilkan. Berdasarkan Gambar 10, cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi

13 jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot memiliki kandungan gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan kadar gula pereduksi dari ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot yang dibuat dalam bentuk tepung dan pati sebagai bahan baku yang digunakan. Berdasarkan data hasil analisis gula pereduksi pada Gambar 10 diketahui bahwa cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar memiliki kadar gula pereduksi yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 6,21-8,17% dibandingkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar yang memiliki kadar gula pereduksi berkisar antara 3,20-3,25% dan tepung terigu dengan kadar gula pereduksi sebesar 3,19%. Hal tersebut menyebabkan cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot menghasilkan warna yang lebih gelap dibandingkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot juga cookies kontrol yang terbuat dari tepung terigu. 5.1 Volume Setelah Pemanggangan Cookies merupakan salah satu produk pangan yang masih membutuhkan pengembangan selama proses pembuatanya. Volume pengembangan adalah ukuran kemampuan bahan untuk mengalami pengembangan volume selama masa pemanggangan yang diukur dengan menggunakan metode seed displacement. Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap volume setelah pemanggangan cookies dapat dilihat pada Gambar 15.

14 Volume (ml) A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 9. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Volume Setelah Pemanggangan dalam Pembuatan Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji duncan cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar dari masing masing klon-nya (perlakuan A dan B) tidak memiliki perbedaan nilai volume setelah pemanggangan yang berbeda nyata. Begitu juga dengan cookies yang dibuat dari bahan pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot, (perlakuan C dan D) keduanya tidak memiliki nilai volume pengembangan yang berbeda nyata. Namun terdapat perbedaan nyata antara cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar dan pati ubi jalar. Cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar memiliki volume pengembangan yang lebih rendah yaitu berkisar antara 50,60-51,07 ml dibandingkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar dengan nilai volume pengembangan mencapai 59,10-60,17 ml.

15 % Amilosa Sedangkan cookies kontrol memiliki nilai volume pengembangan sebesar 59,90 ml, dimana nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan cookies yang dibuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot (perlakuan C dan D) A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 10. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam bentuk Tepung dan Pati terhadap Kadar Amilosa Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Perbedaan tingkat volume setelah pemanggangan cookies tersebut salah satunya dipengaruhi oleh perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul. Kandungan amilosa dari pati sangat berkorelasi dengan daya pembengkakan (Volume pengembangan) dan oleh karena itu aktivitas amilosa dapat mengurangi pembengkakan dan sifat gelatinisasi (Sasaki & Matsuki, 1998). Data kandungan amilosa cookies masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji duncan diketahui bahwa perlakuan A dan B yaitu cookies yang dibuat dengan penambahan tepung ubi jalar

16 tidak berbeda nyata dan memiliki kadar amilosa yang lebih rendah dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan tepung memiliki kadar amilosa dan amilopektin yang lebih rendah dibandingkan pati. Berdasarkan penelitian Marsetio, dkk., (2016) kandungan amilosa ubi jalar klon Shiroyutaka dalam bentuk tepung adalah 18,01% dan dalam bentuk pati sebesar 19,98% sedangkan ubi jalar klon Kumerot dalam bentuk tepung adalah 17,89% dan dalam bentuk pati sebesar 21,4%. Perbedaan kandungan amilosa tersebut disebabkan oleh proses pembuatan tepung dan pati yang berbeda. Pada pembuatan tepung prinsip yang digunakan yaitu pengecilan ukuran dan juga penguapan kandungan air yang terdapat pada ubi jalar, sedangkan pada pembuatan pati dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut air untuk memisahkan kompenen pati pada ubi jalar. Oleh karena itu pada tepung ubi jalar masih kompenen yang terkandung didalamnya lebih bervariasi dibandingkan dalam bentuk pati. Pada pati ubi jalar sebagian komponen yang terkandung didalamnya adalah karbohidrat yang berupa amilosa dan amilopektin, hal tersebut yang menyebabkan kandungan amilosa pada pati ubi jalar lebih tinggi dibandingkan pada tepung ubi jalar. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa cookies yang dibuat dengan penambahan tepung dan pati ubi jalar varietas shiroyutaka (perlakuan A dan C) memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan cookies yang dibuat dengan penambahan tepung dan pati ubi jalar varietas kumerot (perlakuan B dan D). Hal ini berkorelasi dengan volume pengembanganya, dimana cookies yang terbuat dari ubi jalar shiroyutaka memiliki nilai volume yang relatif lebih rendah.

17 Volume pengembangan cookies juga disebabkan oleh proporsi penambahan gula dan lemak tinggi dalam formula. Proporsi penambahan lemak dan gula dalam formula cookies cukup mempengaruhi ikatan pengembangan gluten. Cookies yang dibuat dengan metode wire-cut dengan kandungan lemak dan gula tinggi memiliki viskositas yang rendah. Viskositas yang rendah tersebut menyebabkan cookies melebar dengan cepat (Fustier et al. 2009). Pengembangan terjadi akibat larutnya gula-gula selama pemanggangan sehingga menyebabkan cookies melebar. Bahan pengembang dalam pembuatan cookies ini adalah soda kue. Hasil tersebut menandakan bahwa pengembang yang digunakan dalam pembuatan cookies memiliki kualitas yang cukup baik dalam menghasilkan gas selama pengembangan (Pratiwi 2008). Nilai pengembangan yang cukup besar pun menandakan kemampuan protein dari tepung terigu yang ditambahkan cukup baik dalam membentuk matriks dengan tepung atau pati ubi jalar yang dapat menahan keluarnya gas yang dihasilkan oleh bahan pengembang. Gas CO 2 yang diproduksi oleh bahan pengembang dan evaporasi air cookies mengalami pengembangan lebar dan tinggi cookies di awal pemanggangan. Cookies terlihat gagal mengembang (mengempis) di akhir pemanggangan karena struktur gluten dalam tepung yang terkandung dalam cookies lebih mendukung pembentukan film 2 dimensi yang menyebabkan pengempisan dibandingkan pembentukan ikatan film 3 dimensi (Hadinezhad dan Butler 2009). Volume pengembangan ini juga akan sangat berpengaruh terhadap

18 Tingkat kesukaan Warna tekstur produk. Produk yang lebih mengembang akan memiliki tekstur yang lebih renyah (Pratiwi 2008). 5.4 Uji Organoleptik Kesukaan Terhadap Warna Warna merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan daya terima konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Sehingga perlu dilakukanya pengujian kesukaan panelis terhadap warna, untuk mengetahui kelayakan produk cookies ini di pasaran. Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap tingkat kesukaan warna cookies dapat dilihat pada Gambar A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 11. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan Pati terhadap Nilai Kesukaan Warna Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan.

19 Nilai kesukaan panelis terhadap rasa berkisar antara 2,16-4,31, yang artinya menunjukan bahwa ada beberapa sampel yang dari segi warnanya cukup disukai panelis dan ada juga beberapa sampel yang dari segi warna yang tidak disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji duncan dapat dilihat bahwa cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot (perlakuan A dan B) memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara 2,16-2,29 dimana masuk kedalam kategori tidak disukai oleh panelis. Cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot (perlakuan C dan D) juga memiliki nilai kesukaan yang terhadap warna oleh panelis yang tidak berbeda nyata dengan kisaran nilai 3,75-4,04 yang artinya kedua perlakuan tersebut disukai oleh panelis dari segi warna. Selain itu dari Gambar 16 juga dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling mendekati kontrol dari segi kesukaan panelis terhadap warna adalah cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka. Perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap warna tersebut berkorelasi dengan hasil analisis nilai L*a*b* yang tercantum pada Gambar 12, 13 dan 14. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa perlakuan A dan B memiliki nilai L* yang lebih rendah dibandingkan perlakuan C, D dan juga kontrol, yang artinya perlakuan A dan B memiliki warna yang lebih gelap sehingga menyebabkan panelis kurang menyukai warna dari perlakuan tersebut.

20 Tingkat Kesukaan Aroma Kesukaan Terhadap Aroma Aroma menjadi atribut penting yang sangat menentukan daya terima konsumen terhadap suatu produk. Aroma dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama zat volatil yang terkandung dalam bahan. Penambahan jumlah protein dan lemak sangat berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan oleh cookies. Dapat dilihat pada Gambar 18 bahwa cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar klon Shiroyutaka dan Kumerot juga pati ubi jalar klon Kumerot (perlakuan A, B dan D) memiliki nilai kesukaan panelis terhadap aroma yang tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara 2,65-3,08 yang artinya cukup disukai oleh panelis A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 12. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan Pati terhadap Nilai Kesukaan Aroma Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Sedangkan cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon Shiroyutaka (perlakuan C) memiliki tingkat kesukaan panelis terhadap aroma yang lebih besar yaitu 3,91 atau disukai panelis,dimana nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sebesar 4,00 atau disukai

21 Tingkat Kesukaan Rasa oleh panelis. hal tersebut menandakan bahwa perlakuan C merupakan perlakuan dengan aroma yang paling disukai panelis dan paling mendekati cookies kontrol Kesukaan Terhadap Rasa Rasa merupakan salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pembuatan cookies. Pada umumnya cookies memiliki rasa manis dan gurih yang dihasilkan oleh kandungan protein, gula dan lemak yang terkandung didalamnya. Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa cookies yang terbuat dari tepung masingmasing klon (perlakuan A dan B) memiliki nilai kesukaan warna yang tidak berbeda nyata, begitu juga cookies yang dibuat dari bahan pati (perlakuan C dan D) yang memiliki tingkat kesukaan panelis tidak berbeda nyata dari masingmasing klon nya. Namun terdapat perbedaan yang nyata antara cookies perlakuan A dan B dengan cookies perlakuan C dan D. 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 13. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan Pati terhadap Nilai Kesukaan Rasa Produk Cookies (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf

22 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Perbedaan rasa tersebut disebebkan oleh kandungan tepung ubi jalar yang lebih kompleks dan mengandung senyawa lain seperti serat dibandingkan dengan pati yang kandungan utamanya hanya berupa pati ubi jalar saja. Hal tersebut menyebabkan pada cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar kurang disukai oleh panelis. Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa cookies dengan perlakuan C dan D dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa berkisar antara 3,71-3,77 yang artinya disukai oleh panelis, memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol, dimana cookies kontrol memiliki tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sebesar 4,31 atau disukai oleh panelis. Rasa yang dihasilkan juga sangat dipengaruhi oleh aftertaste pahit yang dihasilkan dari dari ubi jalar yang digunakan. Aftertaste didefinisikan sebagai rasa yang tertinggal pada saat produk di konsumsi. Menurut Shallenberger (1993), secara umum, aftertaste pahit pada ubi jalar biasanya disebabkan oleh senyawa kimia seperti alkaloid dan fenolik. Tetapi beberapa komponen organik seperti amida dan thiourea (thioamida) serta terpen juga berkontribusi menyebabkan rasa pahit Kesukaan Terhadap Tekstur Selain diukur secara kuantitatif dengan menggunakan texture analyzer, perlu dilakukan uji kesukaan untuk mengetahui daya terima konsumen terhadap

23 Tingkat Kesukaan Tekstur tekstur produk cookies yang dihasilkan. Tekstur merupakan atribut penting pada cookies yang membedakan produk cookies dengan produk lainnya. Menurut SNI (1992) cookies merupakan salah satu produk berbahan dasar tepung terigu yang mempunya tekstur tidak terlalu padat. Cookies yang baik memiliki tekstur mudah dipatahkan akibat strukturnya yang berongga. Data pengaruh perbedaan klon ubi jalar dalam bentuk tepung dan pati terhadap tingkat kesukaan tekstur cookies dapat dilihat pada Gambar 20. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Duncan dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nyata antara tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada sampel cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar (perlakuan A dan B) dan cookies yang dibuat dari bahan pati ubi jalar (perlakuan C dan D). Produk cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar memiliki tingkat kesukaan panelis terhadap rasa yang lebih rendah dibandingkan cookies yang dibuat dari bahan pati ubi jalar. 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 A (Tepung Ubi Jalar B (Tepung Ubi Jalar C (Pati Ubi Jalar Perlakuan D (Pati Ubi Jalar E (Tepung Terigu) Gambar 14. Pengaruh Perbedaan Klon Ubi Jalar Putih dalam Bentuk Tepung dan Pati terhadap Nilai Kesukaan Tekstur Produk Cookies

24 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menyatakan tidak berebeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Garis vertikal menyatakan standar deviasi dari masing-masing perlakuan. Nilai tersebut sesuai dengan hasil pengujian cookies dengan menggunakan texture analyzer dimana perlakuan A dan B menghasilkan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C dan D sehingga perlakuan C dan D lebih disukai oleh panelis. Data hasil pengaruh perlakuan terhadap tekstur cookies yang diukur menggunakan texture analyzer dapat dilihat pada Gambar 8.

25 5.5 Penentuan Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan metode Indeks Efektifitas (Degarmo et al.,1984) berdasarkan pengamatan kadar air, kadar lemak, kadar amilosa, kadar gula pereduksi, tekstur, warna, tekstur, volume pengembangan dan organoleptik pada masing-masing perlakuan. Pada setiap kriteria pengamatan diberikan bobot penilaian yang berbeda. Perlakuan terbaik ditentukan dengan mencari perlakuan yang paling mendekati kontrol. Tekstur merupakan parameter yang paling penting pada produk cookies karena tekstur merupakan karakteristik yang membedakan produk cookies dengan produk baking lainnya seperti biskuit, crackers dan produk sejenisnya. Berdasarkan Manley, (2001) tekstur merupakan salah satu dasar klasifikasi dari produk biskuit selain metode pembuatan adonan dan juga formulasi. Selain tekstur parameter warna, volume dan hedonik juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi daya terima konsumen terhadap produk cookies yang dihasilkan. Sedangkan karakteristik kimia seperti kadar air, kadar amilosa dan kadar gula pereduksi merupakan parameter pendukung yang dapat menjelaskan karakteristik utama yang dihasilkan dalam produk cookies. Matriks perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 9.

26 Tabel 1. Matriks Perlakuan Terbaik tekstur warna Volume Setelah Pemanggangan (ml) organoleptik Parameter perlakuan Bobot A B C D kontrol hardness (Gf) 0,09 0,26 0,26 0,44 0,35 0,44 fracturability (Gf) 0,09 0,35 0,26 0,44 0,44 0,44 L* 0,08 0,25 0,25 0,34 0,42 0,42 a* 0,08 0,42 0,42 0,25 0,34 0,42 b* 0,08 0,25 0,25 0,34 0,34 0,42 0,08 0,32 0,32 0,40 0,40 0,40 warna 0,08 0,34 0,34 0,42 0,42 0,42 aroma 0,08 0,34 0,34 0,42 0,34 0,42 rasa 0,08 0,34 0,34 0,42 0,42 0,42 tekstur 0,08 0,34 0,34 0,42 0,42 0,42 aftertaste 0,08 0,25 0,25 0,34 0,34 0,42 kadar air (%bb) 0,02 0,07 0,07 0,09 0,09 0,09 kadar lemak (%) 0,02 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 kadar amilosa (%) 0,02 0,07 0,07 0,09 0,09 0,09 kadar gula pereduksi (%) 0,02 0,05 0,07 0,09 0,09 0,09 Total 1 3,74 3,67 4,58 4,57 4,65 Keterangan: Nilai dari setiap perlakuan didapat dari hasil kali skor perlakuan dengan bobot setiap parameter. Sedangkan skor perlakuan diberikan berdasarkan kedekatan nilai setiap perlakuan dengan kontrol menurut uji statistik dengan metode duncan. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan C yaitu cookies yang dibuat dengan penambahan pati ubi jalar klon kumerot menghasilkan skor paling tinggi yaitu sebesar 4,58. Hal tersebut menandakan bahwa cookies dengan perlakuan D memiliki karakteristik yang paling menyerupai cookies kontrol yang dibuat dari terigu. Cookies dengan perlakuan D memiliki kadar air sebesar 2,160% (bb), kadar lemak 29,086%, kadar amilosa 11,719%, kadar gula pereduksi 3,247%, kekerasan 800,654 Gf, kemudahan dipatahkan 8,418 Gf, warna L*63,463, a* 8,322, b* 36,364, volume setelah pemanggan 59,10 ml, tingkat

27 kesukaan terhadap warna 4,04 atau disukai, aroma 3,91 atau disukai, rasa 3,77atau disukai, tekstur 4,27 atau disukai dan aftertaste sebesar 3,16 atau cukup disukai. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1) Cookies yang terbuat dari bahan pati ubi jalar varietas shiroyutaka dan kumerot cenderung memiliki karakteristik yang lebih mendekati kontrol dibandingkan cookies yang dibuat dari tepung ubi jalar varietas shiroyutaka dan kumerot, yang dikarenakan adanya kandungan serat kasar yang membuat tekstur cookies lebih keras. Kandungan gula pereduksi pada tepung ubi jalar lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar yang dibuat kedalam bentuk pati, sehingga menyebabkan warna yang lebih gelap akibat reaksi maillard selama pemanggangan. Pada tepung ubi jalar juga terdapat senyawa fenolik yang menyebabkan rasa dari produk cookies yang dihasilkan memiliki rasa pahit yang kurang disukai oleh panelis. 2) Berdasarkan matriks perlakuan terbaik, cookies yang terbuat dari pati ubi jalar klon shiroyutaka ditetapkan sebagai perlakuan yang paling mendekati cookies yang terbuat dari tepung terigu dengan total skor tertinggi yaitu sebesar 4,58. 3) Cookies pati ubi jalar klon shiroyutaka memiliki memiliki kadar air sebesar 2,160% (bb), kadar lemak 29,086%, kadar amilosa 11,719%, kadar gula pereduksi 3,247%, kekerasan 800,654 Gf, kemudahan dipatahkan 8,418 Gf, warna L*63,463, a* 8,322, b* 36,364, volume setelah pemanggan 59,10 ml, tingkat kesukaan terhadap warna 4,04 atau

28 disukai, aroma 3,91 atau disukai, rasa 3,77atau disukai, tekstur 4,27 atau disukai dan aftertaste sebesar 3,16 atau cukup disukai Saran 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil swelling volume pada cookies yang terbuat tepung dan pati ubi jalar, karena profil swelling volume akan sangat mempaengaruhi tekstur produk cookies yang akan dihasilkan. 2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan tepung atau pati dari komoditas lokal lain dalam pembuatan cookies tepung ubi jalar, karena pada penelitian ini produk cookies yang dibuat dari bahan tepung ubi jalar menghasilkan tekstur yang keras dan kurang disukai oleh panelis. 3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan dari produk cookies yang terbuat dari tepung dan pati ubi jalar.

29

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad

menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Putih Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Pendahuluan Hasil Uji Hedonik Imbangan Tepung Ubi Jalar Putih dan Terigu

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Pendahuluan Hasil Uji Hedonik Imbangan Tepung Ubi Jalar Putih dan Terigu LAMPIRAN Lampiran 1. Data Pendahuluan Hasil Uji Hedonik Imbangan Tepung Ubi Jalar Putih dan Terigu Pada penelitian ini dilakukan pendahuluan untuk mengetahui imbangan tepung atau ubi jalar dengan terigu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Volume pengembangan roti manis memilliki hubungan yang erat dengan kemampuan adonan dalam membentuk dan menahan gas yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

4.1. Uji Fisik Roti Ubi Kayu Original, Manifer, Ekstrudat, dan Tapioka

4.1. Uji Fisik Roti Ubi Kayu Original, Manifer, Ekstrudat, dan Tapioka 4. PEMBAHASAN Roti harus mengandung empat bahan utama yaitu tepung, yeast, garam, dan air serta dapat ditambahkan bahan bahan lain. Dalam penelitian ini, tepung yang digunakan bukan tepung terigu melainkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cake beras ketan hitam merupakan salah satu produk bakery dan tergolong sponge cake jika ditinjau dari proses pengolahannya. Cake beras ketan hitam memiliki karakteristik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian adalah tahap persiapan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cookies jagung yaitu tepung jagung. Kondisi bahan baku

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal tersebut yang belum termanfaatkan hingga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus)

EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus) EVALUASI MUTU KUKIS BERBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas L.), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus) EVALUATION QUALITY OF COOKIES WITH PURPLE SWEET POTATO FLOUR (Ipomea batatas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Sukrosa Hasil analisis sidik ragam dari perlakuan substilusi tepung terigu dengan tepung sagu dan tepung pisang daiam pembuatan roti manis memberikan pengaruh nyata

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR LAMPIRAN. viii

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR LAMPIRAN. viii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN. viii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat praktis. Salah satu contohnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat praktis. Salah satu contohnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup masyarakat modern cenderung memilih sesuatu yang bersifat praktis. Salah satu contohnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang lebih suka mengkonsumsi makanan

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume, Nomor, September 0 Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Didi Indrawan Bunta, Asri Silvana

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian. I PENDAHULUAN Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tertentu. Dengan maksud dan tujuan yang sudah jelas selanjutnya dikembangkan kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP berisiko mengalami defisiensi zat gizi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi Masalah, 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4. Manfaat Penelitian, 1.5. Kerangka Pemikiran, 1.6. Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. meliputi hasil analisis dan pembahasan akan dijelaskan di bawah ini.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. meliputi hasil analisis dan pembahasan akan dijelaskan di bawah ini. 53 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dan penelitian utama pada pembuatan tepung ubi jalar fermentasi dan aplikasinya dalam pembuatan biskuit yang telah dilakukan meliputi hasil analisis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI KORO PEDANG SKRIPSI. Oleh DELA HANDI VIANI

KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI KORO PEDANG SKRIPSI. Oleh DELA HANDI VIANI i KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI KORO PEDANG SKRIPSI Oleh DELA HANDI VIANI PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Tepung Pisang 4.2. Profil Fisikokimia Tepung Pisang

4. PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Tepung Pisang 4.2. Profil Fisikokimia Tepung Pisang 4. PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Tepung Pisang Tepung pisang yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan tiga varietas pisang berbeda yaitu pisang ambon, kepok, dan nangka. Proses pembuatan tepung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, salah satu industri yang berkembang sangat pesat adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, salah satu industri yang berkembang sangat pesat adalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, salah satu industri yang berkembang sangat pesat adalah industri kuliner atau makanan. Salah satu makanan yang sedang digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SUSENAS 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan bahwa pola konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. SUSENAS 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan bahwa pola konsumsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. Hasil data SUSENAS 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR PADA TEPUNG BERAS DALAM PEMBUATAN APEM DAN KUE MANGKOK

SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR PADA TEPUNG BERAS DALAM PEMBUATAN APEM DAN KUE MANGKOK SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR PADA TEPUNG BERAS DALAM PEMBUATAN APEM DAN KUE MANGKOK SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGOLAHAN BAHAN BAKU IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG Tujuan dari penepungan pisang ini adalah untuk meningkatkan umur simpan pisang dan memberikan karakteristik banana bars yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dewasa ini telah memandang pentingnya menjaga kesehatan sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang baik tetapi juga yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan bakunya banyak jenis kerupuk yang dapat dihasilkan seperti kerupuk ikan,

I. PENDAHULUAN. bahan bakunya banyak jenis kerupuk yang dapat dihasilkan seperti kerupuk ikan, I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerupuk merupakan jenis makanan kering yang sangat populer di Indonesia, mengandung pati cukup tinggi, serta dibuat dari bahan dasar tepung tapioka (Anonim, 2011). Kerupuk

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci