VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM"

Transkripsi

1 VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM Hasil dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo kebun Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang diteliti adalah jumlah pohon yang hilang atau mati, penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (SLF), curah hujan, biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN), dan produksi sebelumnya. Salah satu yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktorfaktor-faktor sumber risiko produksi yang dapat mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo adalah dengan menggunakan software Eviews 6 dan metode regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Uji asumsi klasik pada metode ini telah dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut telah memenuhi semua uji atau tidak (Lampiran 4, 5, dan 6). Sehingga selanjutnya untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo dapat dilakukan. Kesesuaian hasil regresi dapat dilihat dari kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga. Hasil estimasi dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ) adalah 0,58 atau 58 persen (Lampiran 1). Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebesar 58 persen dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 42 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Menggunakan taraf nyata 20 persen (α = 0,2), maka dapat dijelaskan bahwa apabila Prob (F-statistic) < α akan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, yaitu produksi, tetapi apabila Prob (F-statistic) > α, maka menunjukkan bahwa tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi. Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel

2 Tabel 17. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi Karet Alam PT Socfindo Labuhan Batu Utara Sumatera Utara Tahun 2012 Variabel Koefisien Std. Error F-Statistic Probability Konstanta , ,5-0, ,886 Jumlah pohon yang mati (X 1 ) -1, , , ,327 Jumlah penderes yang salah (X 2 ) -2522, ,66-1, ,177 Jumlah pohon yang dideres (X 3 ) 0, , , ,336 Jumlah blok terkena SLF (X 4 ) -3126, ,44-2, ,010 Biaya perawatan BB/BN (X 5 ) -0, , , ,936 Curah hujan (X 6 ) 181,39 113,52 1, ,122 Produksi sebelumnya (Y (t-1) ) 0, , , ,0001 Tabel 17 menunjukkan hasil yang signifikan ada empat variabel, sedangkan untuk hasil yang tidak signifikan ada tiga variabel. Variabel yang signifikan adalah Jumlah penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ), jumlah blok yang terkena SLF (X 4 ), Curah Hujan (X 6 ), dan produksi sebelumnya Y (t-1), sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah variabel Jumlah pohon yang mati (X 1 ), jumlah pohon yang dideres (X 3 ), dan Biaya perawatan BB/BN (X 5 ). Hasil tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk model, yaitu : Y = ,96 1,102137X ,678X 2 + 0,267069X ,435 X 4 0,000113X ,3940X 6 + 0,614157Y (t-1) Model tersebut menyatakan bahwa terdapat enam variabel yang memenuhi hipotesis, sedangkan ada satu yang tidak memenuhi hipotesis, yaitu variabel curah hujan. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo adalah sebagai berikut : 1) Jumlah pohon yang mati (X 1 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel Jumlah pohon yang mati (X 1 ) memiliki 58

3 tanda negatif pada taraf nyata 20 persen (0,2). Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah pohon yang mati meningkat satu pohon, maka produksi akan menurun sebesar 1, kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam yang dikarenakan dalam kurun waktu , pohon yang mati akibat angin, fomes, atau Brown Bast/Bark Necrosis di dalam perkebunan karet Aek Pamienke tidak memiliki jumlah yang sangat besar dibandingkan dari jumlah pohon karet secara keseluruhan. Pada tahun 2011, luas pohon karet yang tumbang atau mati mencapai ± 38 Ha yang diakibatkan oleh bencana puting beliung. Walaupun demikian, jumlah pohon yang tumbang atau mati dari luas tersebut tidak dalam jumlah yang besar dibandingkan keseluruhan jumlah pohon karet yang ditanami di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo. Akibat serangan angin yang berat, luas areal ± 38 Ha akan diremajakan kembali karena mengalami kerusakan berat hingga > 60 persen, yaitu pohon pada areal tersebut tidak dapat dipertahankan untuk dirawat karena pohon sudah tumbang atau patah pada batang utama sehingga tidak mungkin untuk dieksploitasi/dideres kembali. Angin merupakan bencana iklim yang tidak dapat diduga kejadiannya, karena termasuk faktor alam. Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah bagian tanaman PT Socfindo melakukan analisis lanjut mengenai arah atau pola angin dari yang sering terjadi, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang sering terkena serangan angin, seperti angin putting beliung. Berdasarkan pola atau daerah tersebut, PT Socfindo akan menanam jenis klon karet yang tahan akan angin agar dapat diminimalisir dengan baik. Selain itu, untuk pohon karet yang sudah terlalu tinggi dan akan rentan terkena angin, maka perusahaan akan melakukan topping. Topping adalah suatu pekerjaan untuk mengurangi tinggi tanaman karet dengan cara memotong atau memangkas cabang tanaman karet pada ketinggian tertentu untuk mencegah dan mengurangi risiko patah ataupun tumbang akibat angin kencang. Cara topping juga dapat digunakan untuk memotong pohon karet yang hanya patah karena serangan angin. Tujuannya agar pohon karet dapat tumbuh kembali dan juga dengan diberi tambahan pupuk. Cara perusahaan dalam mengatasi penyakit fomes adalah dengan cara perusahaan berusaha melakukan upaya-upaya agar penyakit ini tidak dapat 59

4 menular kepada pohon karet lainnya. Strategi yang dilakukan perusahaan adalah dengan cara mencabut pohon karet hingga akar-akarnya, kemudian membersihkan lahan bekas fomes tersebut. Kebersihan lahan merupakan hal yang sangat penting untuk penyakit ini, karena jamur Rigidoporus Lignosus sifatnya adalah menular atau parasit fakultatif yang berarti bahwa jamur tersebut dapat hidup pada jaringan tanaman yang telah mati. Selain itu, jamur ini juga tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sumber makanan. Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya fomes sangat ditentukan oleh adanya sisa-sisa tunggul dan akar tanaman di lahan areal perkebunan karet. Daerah Sumatera dan Malaysia merupakan negara yang menduduki urutan teratas akibat kerugian dari penyakit fomes dibandingkan seluruh penyakit karet lainnya (Sujatno dan Pawirosoemardjo 2001). Berdasarkan penelitian divisi bagian tanaman PT Socfindo, rentannya daerah Sumatera akan fomes diduga karena faktor cuaca atau iklim dan sebagian besar lahan perkebunannya adalah bekas lahan hutan atau tanaman tua. Maka dari itu, pengelolaan tanah yang kurang sempurna akan menyebabkan dan dapat dipastikan penyakit jamur akar putih ini akan menjadi masalah sepanjang tahun. Penanggulangan untuk penyakit Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) adalah perusahaan melakukan pengobatan dengan cara melakukan deteksi terlebih dahulu kepada pohon yang sakit. Deteksi ini dilakukan dengan cara penusukan kulit (tes pembusukan) pada bagian kulit yang mongering setiap 10 centimeter sampai dijumpai tusukan yang mengeluarkan lateks (kulit sehat), selanjutnya dilakukan isolasi antara kulit sehat dan kulit sakit menggunakan pisau deres, dan kemudian dilakukan pengerokan kulit pada kulit yang sakit kemudian didiamkan selama satu hari. Setelah itu, pengobatan dengan mengoleskan formulasi NoBB atau TB 192. Formulasi NoBB adalah suatu formulasi yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan diproduksi oleh Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, sedangkan TB 192 adalah zat yang digunakan untuk menutup setiap luka pada tanaman karet. Selain itu, penyemprotan insektisida dilakukan setelah sehari kulit diolesi yang bertujuan untuk melindungi pohon dari serangan kumbang penggerek (rayap). Setelah semua tahapan selesai dilakukan, pohon tersebut dibiarkan istirahat dalam waktu 4-6 bulan. Pohon yang 60

5 tidak dapat berproduksi kembali setelah masa istirahat tersebut, maka pohon akan mati dan diremajakan kembali. 2) Jumlah Penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ) Variabel kedua dalam penelitian ini adalah variabel jumlah penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ). Hasil dari analisis ini bertanda negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah penderes yang melakukan kesalahan meningkat satu orang, maka produksi akan menurun sebesar 2522,678 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan hasil dari lapangan yang menyatakan bahwa penderes merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya karet alam. Besar kecilnya produksi karet berdasarkan lateks yang diperoleh dari setiap pohon karet. Tenaga kerja harus dapat menggoreskan atau melukai kulit karet agar lateks dapat dikeluarkan dari pohonnya. Tenaga kerja tersebut disebut penderes atau nama lainnya adalah penyadap. Setiap penderes harus dapat melukai pohon karet dengan teknik-teknik tertentu atau keahlian khusus dalam menderes lateks agar umur produktif atau produksi karet tidak menurun dari yang diharapkan. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan penuh kehatian-hatian. Konsistensi dari penderes yang sangat diharapkan oleh perusahaan untuk menghasilkan mutu terbaik. Proses penerimaan karyawan sebagai penderes terlebih dahulu melakukan tes jasmani. Tes ini bertujuan untuk melihat seberapa kuat jasmani dari calon penderes, karena seorang penderes harus memiliki badan yang kuat dan tidak mudah sakit. Di perkebunan karet, setiap harinya penderes harus memanen lateks dari satu ancak atau 500 pohon dalam sehari. Oleh karena itu, dengan menggunakan sistem panel empat kali sehari, maka setiap penderes dalam waktu empat hari harus memanen lateks dari 2000 pohon karet. Pekerjaan ini tidak mudah jika belum terbiasa dilakukan. Setelah tes jasmani, selanjutnya tes training untuk memberitahukan cara-cara menderes atau melukai pohon karet dengan baik dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Konsistensi waktu juga dapat dilihat dari ketepatan mereka hadir untuk melakukan setiap tahapan tes yang dilakukan perusahaan. 61

6 PT Socfindo menyediakan Tapping School sebagai cara untuk mengurangi risiko apabila masih terdapat penderes yang melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Tujuannya agar setiap penderes memiliki keahlian khusus sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Perusahaan. Sejauh ini, strategi tersebut sangat membantu untuk setiap penderes yang baru masuk atau penderes yang melakukan kesalahan. Pengontrolan setiap mandor kepada setiap penderes menjadi salah satu cara dilapangan dalam meminimalisir risiko tersebut. 3) Jumlah pohon yang dideres (X 3 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel Jumlah pohon yang di deres (X 3 ) bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah pohon yang di deres meningkat satu pohon, maka produksi akan meningkat sebesar 0, kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Hal ini dapat disebabkan karena di dalam perkebunan karet, khususnya untuk kejadian dilapangan, salah satu faktor yang dapat menyebabkan produktivitas dari setiap pohon itu berbeda adalah jenis klon dan sistem panelnya. Persentase jenis klon karet yang ditanami di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo dapat dilihat pada Tabel 16. Jenis klon yang dapat memberikan produksi tinggi adalah PB 340, PB 217, dan PB 260, sedangkan sisa klon yang hanya dapat memberikan distribusi produksi standar atau tidak terlalu tinggi sesuai jenis nya masing-masing. Sistem panel yang dapat memberikan produksi tinggi adalah sistem panel A pada umur tanaman tahun. Pengaruh yang tidak nyata ini menunjukkan bahwa adanya persentase jumlah pohon untuk klon yang produksi nya tidak optimum lebih besar dibandingkan persentase klon yang dapat memberikan produksi lebih tinggi. Persentase RRIC 100 adalah 30,05 persen dan klon tersebut termasuk klon yang produktivitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga seberapa banyak jumlah pohon tidak menjelaskan terlalu nyata terhadap data produksi tahun Penanaman klon RRIC 100 sebagai antisipasi adanya serangan angin yang dikarenakan lahan perkebunan Aek Pamienke merupakan salah satu jalur lintasan angin. 62

7 Tabel 18. Persentase Jumlah Pohon Berdasarkan Jenis Klon Karet Alam PT Socfindo Tahun 2011 Klon Persentase Jumlah Pohon (%) IRCA 111 0,37% IRCA 18 0,94% IRCA 230 1,08% PB 217 3,06% PB 235 0,66% PB 254 0,58% PB ,01% PB ,66% PB 340 2,79% RRIC ,05% RRIM 901 1,54% RRIM 911 1,54% RRIM ,99% Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 4) Jumlah Blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X 4 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X 4 ) memiliki tanda negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah blok yang terkena SLF meningkat satu blok, maka produksi akan menurun sebesar 3126,435 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Setiap tanaman memerlukan fotosintesis untuk cadangan makanannya. Proses fotosintesis berlangsung dengan bantuan sinar matahari yang dimulai dari daun. Tanaman karet akan menggugurkan daunnya sebagai siklus hidupnya. Pengguguran daun tersebut akan menyebabkan proses fotosintesis terganggu, sehingga cadangan makanan berkurang dan produksi akan mengalami penurunan. Daun-daun karet yang telah tumbuh kembali (revoliasi) dan mengalami gugur daun kedua (Secondary Leaf Fall) kembali akan mengakibatkan produksi juga akan mengalami penurunan kembali. Hal ini bukan dikarenakan siklus tapi dikarenakan penyakit, yaitu Corynespora Cassiicola. Perusahaan berusaha dengan memberikan pupuk 45 hari setelah gugur daun kedua selesai untuk mengurangi risiko akibat SLF. Pupuk bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan daun kembali agar proses fotosintesis tanaman dapat berlangsung dengan baik kembali. 63

8 SLF ini tidak terjadi setiap bulan pada waktu satu tahun, tetapi luas areal yang mengalami gugur daun kedua ini cukup luas dengan rata-rata dalam kurun waktu tiga tahun adalah ± 833 Ha dengan perbandingan luas perkebunan Aek Pamienke secara keseluruhan adalah ± 2500 Ha yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Luas Areal Pekebunan Aek Pamienke dengan Luas yang Terkena SLF Tahun Tahun Luas (Ha) Luas yang terkena SLF (Ha) Persentase (%) ,33 696,32 25, ,19 651,32 25, , ,08 53,07 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) Selain itu, berdasarkan penelitian bagian tanaman PT Socfindo, gugur daun kedua ini dapat menurunkan produksi sebesar 30 persen. Maka dari itu, hal ini telah dapat menunjukkan bahwa hasil Secondary Leaf Fall ini akan berpengaruh nyata terhadap produksi. 5) Biaya Perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (X 5 ) Variabel biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) menunjukkan hasil yang bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap biaya perawatan BB/BN meningkat satu rupiah, maka dapat menurunkan produksi sebesar 0, kilogram karet kering (KgKK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis ini menjelaskan bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk penyakit Brown Bast/Bark Necrosis, maka pohon yang sakit akan semakin banyak sehingga mengakibatkan adanya penurunan produksi. Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk merawat atau mengobati pohon yang terkena penyakit Brown Bast/Bark Necrosis. Penyakit Brown Bast/Bark Necrosis adalah penyakit yang berasal dari fisiologis tanaman akibat over stimulasi. Stimulasi adalah pemberian stimulant kepada tanaman karet untuk merangsang pembuluh lateks yang bertujuan mendapatkan kenaikan hasil lateks seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan terjadinya kering alur sadap pada pembuluh aliran lateks. Klon yang rentan terkena BB/BN adalah PB

9 Biaya yang dikeluarkan PT Socfindo untuk perawatan BB/BN adalah racun biothion yang bersifat insektisida kontan, biaya upah tenaga kerja, dan TB 192. Data sebelumnya menjelaskan bahwa jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis memiliki jumlah yang tidak terlalu besar dibandingkan dari jumlah keseluruhan pohon karet yang ditanam oleh perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo, sehingga hasil dari biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berkorelasi dengan hasil jumlah pohon yang mati (X 1 ). Salah satu faktor yang termasuk jumlah pohon yang mati adalah jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis. 6) Curah Hujan (X 6 ) Variabel curah hujan (X 6 ) menjadi variabel keenam dan menunjukkan hasil dengan tanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap curah hujan meningkat satu milimeter, maka produksi juga akan meningkat sebesar kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Selain itu, variabel curah hujan ini dinyatakan tidak dapat memenuhi hipotesis awal. Hal ini ditunjukkan dari hasil yang diperoleh bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin tinggi produksi karet PT Socfindo, sedangkan hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka produksi karet akan semakin menurun. Awalnya hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Sungei putih (2012), semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi kerentanan pohon karet terhadap penyakit seperti gugur daun kedua yang berkepanjangan, sehingga dapat menurunkan produksi. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh, salah satunya adalah datangnya hari hujan di pagi, siang, sore, atau malam hari dan kisaran curah hujan yang masih dalam batas normal atau optimal. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa hujan datang tidak pada pagi hari sehingga tidak dapat mengganggu penderes dalam menderes lateks dan data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini masih berkisar antara mm sesuai batas normal atau optimal sehingga dapat meningkatkan produksi lateks. Dinas pertanian (2012) menjelaskan bahwa untuk budidaya karet dengan curah hujan masih berkisar antara mm, maka masih dapat 65

10 meningkatkan produksi dengan baik, karena kandungan air di dalam tanah juga cukup baik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa produksi meningkat akibat adanya curah hujan apabila mm curah hujan masih berkisar antara mm. Air yang cukup akan membantu tanaman dalam proses fotosintesis yang akhirnya akan meningkatkan volume aliran lateks pada tanaman yang dapat menambah produksi. Cadangan air yang mengalami defisit akibat rendahnya curah hujan selama beberapa bulan akan berdampak pada penurunan produksi. Siklus ini biasanya terjadi pada bulan-bulan Maret dan April. Curah hujan yang terlalu tinggi sehingga melebihi daya dukung lingkungan akan dapat menimbulkan run off yang memungkinkan terjadinya banjir. Curah hujan merupakan faktor alam, sehingga perusahaan tidak dapat melakukan pengendalian atau pencegahan untuk mengurangi risiko tersebut. Terjadinya curah hujan yang tinggi melebihi kisaran semestinya akan menimbulkan kerentanan penyakit terhadap pohon karet, sehingga perusahaan dapat mengobati pohon tersebut dengan cara-cara atau obat yang telah ditetapkan sesuai prosedur perusahaan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Balai penelitian Sungei Putih (2012), penurunan produksi akibat curah hujan yang tinggi berkisar antara persen, tetapi hal ini tidak terjadi pada perkebunan karet Aek Pamienke PT Socfindo dalam kurun waktu karena curah hujan masih dalam kisaran mm yang ditetapkan. Curah hujan secara umum memiliki korelasi dengan hari hujan. Beberapa pengaruh dari curah hujan yang tinggi adalah hari hujan yang sering dan hal ini akan berpotensi mengganggu proses eksploitasi (produksi) karena kehilangan hari sadap (jika hujan pagi sampai siang). Hujan akan berpengaruh pada proses penyadapan dan pengumpulan hasil, mencairkan cup lump, dan meningkatkan potensi serangan penyakit pada tanaman. Bagi perusahaan, strategi yang dapat dilakukan adalah : 1) Manajemen hari deres dimana, pengurus/manajemen kebun akan memberlakukan ganti hari kerja menjadi hari libur, dengan pertimbangan penderes akan mendapatkan uang ekstra untuk bekerja pada hari libur tersebut. 2) Aplikasi asam cuka (formic acid) sebagai bahan pengumpal lateks dalam (mangkok). Hal ini dilakukan untuk mengamankan lateks yang 66

11 terkumpul di mangkok sehingga tidak membubur terkena air hujan. Larutan asam cuka akan mempercepat penggumpalan lateks sehingga menjadi cup lump yang tidak rusak terkena air hujan. 3) Manajemen drainase untuk areal rendahan, dan penggunaan rain guard untuk mengurangi limpasan air hujan. Beberapa strategi ini dapat dijadikan saran untuk perusahaan PT Socfindo ketika mengalami curah hujan yang cukup tinggi atau melebihi kisaran mm curah hujan. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya apabila terjadi curah hujan yang rendah maka akan menimbulkan kekeringan. Hal ini akan berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan adanya penurunan pertumbuhan dari tanaman karet. Dampaknya, penurunan produksi pun akan terjadi. Strategi yang dapat dijadikan saran untuk kedepannya adalah membangun irigasi, membangun rorak/embung penangkap air, dan pengurangan penggunaan stimulan saat terjadi defisit air. 7) Produksi Sebelumnya (Y (t-1) ) Hasil pendugaan parameter persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel lag Y( -1 ) bertanda positif pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap kenaikan produksi pada bulan sebelumnya (t-1) sebesar satu kilogram, maka akan menaikkan produksi pada bulan berjalan (tahun t) sebesar 0, kilogram karet kering (Kg KK). Variabel produksi sebelumnya Y (t-1) ini adalah variabel tambahan yang digunakan dalam model produksi (Y) untuk menekan pengaruh autokorelasi yang muncul (Lampiran 1). Variabel ini memiliki pengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada bulan berjalan (tahun t) yang membuktikan bahwa produksi per bulan di kebun Aek Pamienke memiliki trend atau dipengaruhi oleh waktu (t). 67

12 Gambar 14. Grafik Bulanan Produksi Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) Grafik produksi pada Gambar 14 menunjukkan bahwa pola produksi karet setiap bulan di setiap tahunnya adalah sama sehingga setiap tahunnya, bagian tanaman PT Socfindo telah membuat distribusi produksi setiap bulannya yang hasilnya akan tetap 100 persen di akhir tahun. Distribusi produksi tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisis rata-rata produksi karet alam dari 5 sampai 10 tahun sebelumnya. Maka dari itu, pola produksi setiap bulannya cenderung sama dalam kurun waktu Walaupun demikian, hasil produksi setiap bulannya berbeda pada tahun yang berbeda. Hal ini dapat menjelaskan bahwa produksi bulan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap produksi pada bulan saat ini. Produksi rata-rata setiap bulan dan setiap tahun di PT Socfindo yang dapat dianalisis dengan baik mengakibatkan PT Socfindo dapat mengetahui tehniktehnik budidaya yang baik dan benar dalam membudidaya karet. Walaupun demikian, faktor-faktor sumber risiko yang terjadi di dalam produksi karet alam masih sering terjadi yang menyebabkan produksi dan produktivitas karet alam dalam kurun waktu mengalami fluktuasi. Beberapa penyebabnya dapat dikarenakan adanya faktor risiko dari alam, sumber daya manusianya, penyakit yang berdasarkan cuaca, dan lain sebagainya. Perusahaan hanya dapat mengantisipasi tetapi tidak dapat dicegah untuk faktor alam, misalnya untuk faktor risiko angin, bagian tanaman PT Socfindo 68

13 dapat menganalisis lebih lanjut untuk melihat bagaimana arah dari serangan angin tersebut, bagaimana arahnya pada tahun-tahun sebelumnya sehingga untuk tahuntahun berikutnya perusahaan telah mengetahui arah angin dan dapat mengantisipasinya dengan cara tidak menanam klon yang rentan akan angin pada arah-arah tersebut. Risiko untuk curah hujan yang terjadi pada bulan-bulan dimana curah hujan yang sedang tinggi, maka target produksi karet perusahaan akan disesuaikan sehingga untuk bulan-bulan dimana cuaca cukup baik dan produksi sedang tinggi-tingginya, maka target perusahaan dapat disesuaikan. Selain itu, cara lain untuk mengantisipasinya adalah curah hujan sangat berkorelasi dengan hari hujan. Salah satu dampaknya dapat kehilangan hari menderes yang meneybabkan penderes tidak dapat menderes karena aliran lateks akan memancar ke segala arah akibat air, sehingga tidak dapat dikumpulkan di mangkok lateks. Oleh karena itu, perusahaan akan memakai hari sabtu dan minggu menjadi hari ganti yang akan menggantikan hari dimana penderes tidak dapat menderes pada hari hujan tersebut sedangkan untuk faktor risiko sumber daya alam, perusahaan mengharapkan konsistensi penderes dalam melukai pohon karet dengan teknik-teknik yang telah ditetapkan dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur perusahaan. Perusahaan juga akan memberikan bonus atau premi dari hasil lateks yang mereka dapatkan dan dari pekerjaan yang telah mreka kerjakan, sedangkan pada faktor risiko penyakit, perusahaan telah berusaha untuk dapat mencegah, mengobati, dan merawat pohon-pohon yang karet yang sakit agar tetap masih dapat menghasilkan lateks atau menghindari penyakit agar tidak tertular ke pohon karet lainnya. Pohon karet yang tidak dapat berproduksi kembali akan diremajakan. 69

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Pemilihan provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil Perusahaan PT Socfin Medan didirikan pada tahun 1930 dengan nama Socfin Medan (Socliete Finaciere Des Conchocs Medan Siciete Anonyme). Perusahaan ini didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

PENYAKIT BIDANG SADAP

PENYAKIT BIDANG SADAP PENYAKIT BIDANG SADAP KERING ALUR SADAP (KAS) Penyakit ini merupakan penyakit fisiologis yang relative terselubung, karena secara morfologis tanaman tampak sehat, malah seringkali menampakkan pertumbuhan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet Tanaman karet (Havea Brasiliensis) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, tumbuh secara liar di lembah-lembah Amazon. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA

RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI REGINA PRAMEISA H34080113 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet) Karet memiliki peranan sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas ini merupakan salah satu penghasil devisa utama dari sektor perkebunan dengan nilai ekspor sekitar US$ 11.8 milyar pada tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat memberikan kontribusi dalam devisa negara dari sektor non migas. Karet juga merupakan sumber penghasilan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja, III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series dari tahun 1995 sampai tahun 2009. Data yang digunakan dalam model

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP GAMBARAN UMUM Tanamankaret(Haveabrasiliensis) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil lateks

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok Sistem manajemen perkebunan kelapa sawit pada umumnya terdiri atas Kebun (Estate) yang dikepalai oleh seorang Estate Manager. Seorang Estate Manager membawahi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate 48 PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate Dalam kegiatan agribisnis kelapa sawit dibutuhkan keterampilan manajemen yang baik agar segala aset perusahaan baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh Desianty Dona Normalisa Sirait dan Syahnen Laboratorium Lapangan Balai

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP REKOMENDASI PENGENDALIAN PENYAKIT VSD (Vascular Streak Dieback) PADA TANAMAN KAKAO (Theobromae cocoa) di PT. PERKEBUNAN HASFARM SUKOKULON KEBUN BETINGA ESTATE KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA Christina

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS.

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS. PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan JL. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus:

Lebih terperinci

BISNIS BUDIDAYA KARET

BISNIS BUDIDAYA KARET BISNIS BUDIDAYA KARET TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: Syarat tumbuh tanaman karet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan 8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan

Lebih terperinci

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET DI SUSUN OLEH: ROBIANTO, SP Latar Belakang Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Potensi Pucuk

PEMBAHASAN Potensi Pucuk 52 PEMBAHASAN Potensi Pucuk Hasil tanaman teh adalah kuncup dan daun muda yang biasa disebut pucuk. Pengambilan pucuk yang sudah memenuhi ketentuan dan berada pada bidang petik disebut pemetikan. Ketentuan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Prosedur Gudang

PEMBAHASAN Prosedur Gudang 44 PEMBAHASAN Pemupukan merupakan salah satu kegiatan penting di Unit Perkebunan Tambi selain pemetikan. Hal ini terkait dengan tujuan dan manfaat dari pemupukan. Tujuan pemupukan di Unit Perkebunan Tambi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi Konversi Lestari (2009) dalam Irsalina (2009) mendefinisikan bahwa alih fungsi lahan atau lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi

Lebih terperinci

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT Peremajaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu peremajaan karet yang dilakukan oleh petani karet di Kabupaten Banyuasin. Peremajaan yang dilakukan petani akan dianalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pergajahan Kahan, Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan yang terhitung mulai dari 14 Februari hingga 14 Juni 2011. Kegiatan ini bertempat di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lokasi Penelitian Kegiatan penyadapan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang terletak di wilayah Sukabumi Jawa Barat, tepatnya pada Petak Penelitian

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Lamp. : 1 eks Administratur Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX di Getas Dengan ini disampaikan dengan hormat laporan hasil kunjungan staf peneliti

Lebih terperinci

Keywords: Cost analysis, control, dry tapping grooves.

Keywords: Cost analysis, control, dry tapping grooves. ANALISIS BIAYA PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) DI AFDELING II PT PERKEBUNAN ABC LAMPUNG Astria Wulandari¹, Fitriani², Sri Handayani³ ¹Mahasiswa Program Studi Agribisnis, ²Dosen Program Studi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.2. Data dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.2. Data dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian mengenai risiko harga dan perilaku penawaran apel dilakukan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang beralamat di Jalan Abdul Gani Atas, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten. Labuhanbatu pada bulan Maret 2016 sampai April 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten. Labuhanbatu pada bulan Maret 2016 sampai April 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu pada bulan Maret 2016 sampai April 2016. 3.2. Metode Penelitian Metode

Lebih terperinci

Oleh : Ulfah J. Siregar

Oleh : Ulfah J. Siregar 11 MODULE PELATIHAN BUDIDAYA TANAMAN KARET Oleh : Ulfah J. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev.

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisi : Angiospermae ; Kelas : Dicotyledonae ; Ordo : Euphorbiales ; Family:

TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisi : Angiospermae ; Kelas : Dicotyledonae ; Ordo : Euphorbiales ; Family: 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta ; Subdivisi : Angiospermae ; Kelas : Dicotyledonae ; Ordo : Euphorbiales ; Family: Euphorbiaceae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

Lebih terperinci

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN MENGETAHUI PENGARUH KUALITAS KULIT PULIHAN KLON GT1, PR 300, DAN PR 303 TEHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brasiliensis.l) DI KEBUN GETAS SALATIGA Galuh Banowati Pengajar PS Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae (tumbuh-tumbuhan) :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

Charloq 1) Hot Setiado 2)

Charloq 1) Hot Setiado 2) ANALISIS STRES AIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KARET UNGGUL (Hevea brasiliensis Muell. Arg) (Water Stress Analysis on the Growth of the Excellent Rubber Varieties) Charloq 1) 2) 1) Staf pengajar PS Agronomi,

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MARGARETH THACHER MANURUNG AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI OLEH : MARGARETH THACHER MANURUNG AGROEKOTEKNOLOGI PENGARUH CURAH HUJAN DAN HARI HUJAN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) UMUR 6, 10 DAN 14 TAHUN PADA PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR SKRIPSI OLEH : MARGARETH

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2008 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik

PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik Tinggi bidang petik tanaman teh adalah salah satu hal yang penting dalam menunjang pelaksanaan kegiatan pemetikan. Kenaikan bidang petik setiap tahunnya berkisar antara 10-15

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah ini dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2012 dilaksanakan di Kebun Kelompok Wanita Tani Ilomata Desa Huntu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan lahan pertanian yang cukup besar, sebagaian besar penduduk Indonesia hidup pada hasil

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (13):

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (13): Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Influence of Rainfall and Rain Day on Rubber Production

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman karet Pohon karet pertama kali tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara,dimana

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan ZPT terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat dilaksanakan

Lebih terperinci