IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan"

Transkripsi

1 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958) Analisis Data Analisis dilakukan dengan dengan cara mengkorelasikan profitabilitas dengan faktor agroiklimtologi pada daerah kajian. IV. PEMBAHASAN 4.1 Neraca Air Lahan Curah Hujan Curah hujan merupakan sumber air utama untuk perkebunan kentang di daerah Cikajang-Garut. Curah hujan bulanan di daerah Cikajang-Garut memiliki variabilitas yang cukup besar. Variabilitas curah hujan pada daerah ini terlihat pada perbedaan antara curah hujan minimum bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan yang cukup besar (Gambar 1). Data curah hujan ini akan digunakan untuk menentukan neraca air lahan untuk mengetahui produktifitas kentang di Cikajang-Garut. Berdasarkan data curah hujan periode tahun 1998 sampai tahun 2008 yang diperoleh dari BMKG. curah hujan rata rata tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan curah hujan rata-rata sebesar 394 mm, dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan rata rata 19 mm (Tabel 2) Variabilitas hujan terbesar besar terjadi selama musim hujan yaitu pada bulan Maret dan November. Pada musim kering variabilitas hujan tidak terlalu besar. Variabilitas hujan pada bulan Maret tercatat dengan curah hujan minimum sebesar 149 mm dan curah hujan maksimum sebesar 677 mm, rata-rata curah hujan pada bulan tersebut sebesar 394 mm. Variabilitas hujan pada bulan November dengan curah hujan minimum sebesar 29.8 mm, curah hujan maksimum sebesar 713 mm dan curah hujan rata-rata sebesar 318 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Maret 22 hari dan pada bulan November 17 hari (Tabel 2) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat besar. Variabilitas curah hujan terkecil terjadi pada musim kering yaitu pada bulan Agustus dengan curah hujan minimum 0 mm atau tidak terjadi hujan, curah hujan maksimum 83 mm dan dengan curah hujan rata-rata sebebsar 19 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Agustus adalah 2 hari dalam sebulan. Pada beberapa tahun data bulan Agustus tercatat tidak terjadi hujan seperti pada tahun 2003, 2006, 2007, dan tahun 2008 (Tabel 1) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat rendah. Tabel 1. Tabel jumlah hari hujan periode tahun di Cikajang-Garut Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Rata-rata Sumber : BMKG Pusat (2010) 3

2 Curah Hujan (mm) Tabel 2. Tabel curah hujan (mm) bulanan Cikajang periode Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des minimum maksimum rata-rata Ch rata rata Bulan Gambar 1. Rata-rata dan simpangan baku curah hujan bulanan Cikajang Periode Suhu dan Evaporasi Potensial Rata-Rata Suhu mempengaruhi evapotranspirasi melalui empat cara sebagai berikut. Pertama, jumlah uap air yang dapat dikandung udara (atmosfer) meningkat secara eksponensial dengan kenaikan suhu udara. Kedua, udara yang panas dan kering dapat mensuplai energi ke permukaan. Ketiga, akan dibutuhkan lebih sedikit energi untuk menguapkan air yang lebih hangat sehingga dengan masukan energi yang sama akan lebih banyak uap air yang dapat diuapkan pada air yang lebih hangat. Keempat, Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melalui pengaruhnya pada celah (lubang) stomata daun (Rosenberg et, al, dalam Usman 2004). Data suhu rata rata yang digunakan adalah data suhu rata rata bulanan daerah Bandung. Penggunaan Data suhu daerah Bandung dikarenakan tidak terdapat pengukuran suhu di wilayah kajian sehingga digunakan data daerah Bandung yang memiliki jarak terdekat dengan lokasi. Menduga suhu di Cikajang-Garut menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997). Berdasarkan data dapat diketahui suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu rata-rata 20.5 C dan terendah pada bulan Juli dengan suhu rata-rata 19.4 C (Tabel. 3). Evaporasi merupakan gabungan antara evaporasi tanah dan transpirasi tanaman. Evaporasi potensial (ETp) adalah penguapan terbesar dari suatu komunitas tanaman (Handoko, 1994a). Evapotranspirasi dihitung berdasarkan suhu pada daerah Cikajang dengan menggunakan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). Evapotranspirasi potensial terbesar terjadi pada bulan Oktober dengan evapotranspirasi potensial sebesar 74 mm, dan ETp terkecil pada bulan Juli dengan evapotranspirasi 64 mm (Tabel 6). 4

3 suhu ( C) Tabel 3. Estimasi suhu rata-rata ( C) di daerah Cikajang Tahun rata-rata Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember * Berdasarkan data suhu rata-rata bulanan Bandung diolah dengan persamaan Braak (Djaenuddin et al. 2003) (Sumber : BMKG Pusat, 2010) Bulan Gambar 2. Suhu rata-rata bulanan Cikajang Kelembaban Nisbi Berdasarkan Tabel 4, kelembaban nisbi rata-rata meningkat pada bulan November hingga bulan April dan mulai turun padan bulan Mei hingga Oktober. Kelembaban nisbi tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari, dengan kelembaban nisbi sebesar 83 % sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus, dengan kelembaban nisbi sebesar 71 %. Data kelembaban nisbi yang dipakai adalah data kelembaban nisbi daerah Bandung. Hal ini disebabkan tidak ada data kelembaban nisbi di daerah Cikajang. Data kelembaban nisbi daerah Bandung dipakai karena daerah Bandung merupakan daerah terdekat dari Cikajang sehingga diprediksi memiliki kelembaban yang relatif sama. Tabel 4. Kelembaban nisbi rata-rata di Bandung (%) Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Rata-rata Sumber : BMKG Pusat (2010) 5

4 4.1.4 Lama penyinaran matahari Tabel 5. Lama penyinaran matahari di Bandung (%) antara pukul Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep OKt Nov Des Rata-rata Sumber : BMKG Pusat (2010) Lama penyinaran matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas lama penyinaran matahari matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan lama penyinaran matahari matahari (Stark dan Wright, 1985). Berdasarkan Tabel 5, lama penyinaran matahari rendah pada bulan Januari dengan lama penyinaran rata rata sebesar 43 % dan terus naik sehingga mencapai puncak tertinggi pada bulan Juli dengan lama penyinaran sebesar 74 %, pada bulan Agustus sampai Desember lama penyinaran terus menurun. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan Januari hingga April, sedangkan pada bulan Mei hingga Agustus curah hujan rendah dan mulai meningkat pada bulan September hingga Desember Kadar Air Tanah Berdasarkan Tabel 6, kadar air tanah, pada bulan Januari hingga bulan Juni dengan kadar air tanah tidak berubah sebesar 300 mm. Pada bulan tersebut, curah hujan lebih besar dibandingkan evapotranspirasi sehingga kadar air tanah mengalami surplus. Kadar air tanah mulai berkurang pada bulan Juli dan mencapai titik terendah pada bulan September sebesar 197 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut curah hujan lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi potensial yang terjadi dan menyebabkan air tanah yang tersedia berkurang untuk evapotransiprasi sehingga mengalami defisit. Kadar air tanah mulai meningkat pada bulan Oktober dan mulai mengalami surplus pada bulan November. Pada bulan Oktober air tanah tidak mengalami surplus walaupun pada bulan tersebut curah hujan lebih tinggi dibandingkan evapotranspirasi. Runoff terjadi karena air tanah mengalami surplus sehingga terjadi limpasan sebagai kelebihan air tanah. Berdasarkan Tabel 5, runoff terjadi pada bulan Januari sampai Juni dan bulan November sampai Desember. Pada bulan tersebut, curah hujan sebagai input setelah dikurangi dengan evapotranspirasi yang terjadi lebih besar dari kapasitas lapang tanah, sehingga jumlah air yang tidak dapat ditampung oleh tanah tersebut akan menjadi runoff. Runoff terbesar terjadi pada bulan Maret sebesar 264 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi. Bulan Juli sampai September, tidak terjadi runoff karena curah hujan lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi tanah yang tersimpan pada bulan sebelumnya. Pada bulan Oktober curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan evapotranspirasi tapi tidak terjadi runoff. Hal ini terjadi karena curah hujan tersebut masih terserap oleh tanah untuk menutup kekurangan air pada bulan sebelumnya. 6

5 Tinggi air (mm) 4.2. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Biaya Produksi Kentang Faktor-faktor biaya produksi seperti biaya pupuk organik dan anorganik, biaya obat, dan biaya tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh waktu tanam. Faktor biaya produksi inilah yang nantinya akan mempengaruhi profitabilitas yang didapatkan oleh petani kentang. Pemilihan waktu tanam yang paling baik dapat memaksimalkan produksi yang dihasilkan dan meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Petani di Cikajang Garut menanam kentang sepanjang tahun dan dibagi dalam tiga musim tanam yaitu musim tanam bulan Januari sampai April, Mei sampai Agustus dan September sampai Desember. Analisis usahatani secara umum dapat dilihat pada Tabel 7. Musim tanam Januari-April menghasilkan produksi rata-rata terbesar yaitu 21 ton/ha, sedangkan pada musim tanam Mei-Agustus mengalami penurunan yang cukup tajam dengan produksi rata-rata 20.2 ton/ha. Musim tanam September- Desember petani menghasilkan produksi rata-rata sebesar 15.7 ton/ha. Hal ini berkaitan erat dengan kadar air tanah hasil analisis neraca air (Gambar 3). Penanaman pada musim tanam Januari akan dipanen pada bulan April, sedangkan pada bulan ini kadar air tanahnya masih tinggi. Penanaman pada musim tanam bulan Mei akan dipanen pada bulan Agustus. Pada pertengahan musim tanam ini mulai terjadi penurunan kadar air tanah tetapi kadar air tanah masih mencukupi untuk proses pertumbuhan kentang selama musim tanam. Pada musim tanam September yang akan dipanen pada bulan Desember mengalami kekurangan air dari awal musim tanam hingga bulan November sehingga hasil panen pada musim tanam ini sangat menurun drastis. Tabel 6. Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikajang Bulan CH ETP CH-ETP APWL KAT dkat ETA Defisit Surplus Run-off Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des bulan CH KAT ETP Gambar 3. Neraca air bulanan di daerah Cikajang 7

6 Tabel 7. Analisis usaha tani tanaman kentang di Cikajang-Garut waktu tanam produksi rata-rata (Ton/Ha) harga jual (Rp/Kg) hasil (Rp) total biaya(rp) Profit(Rp) Jan-Apr ,000 42,066,667 20,716,667 21,350,000 Mei-Agus ,000 40,416,667 21,960,417 18,456,250 Sep-Des ,000 34,944,444 21,748,611 13,195, Biaya Pupuk Berdasarkan survei yang dilakukan di Cikajang, pupuk organik yang digunakan oleh petani kentang di daerah tersebut adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea, TSP, dan ZA. Berdasarkan Gambar 4, pada ketiga musim tanam yaitu periode bulan Januari sampai April, Mei sampai Agustus, dan bulan September hingga Desember, terlihat bahwa biaya pupuk organik yang tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember sebesar 5.05 juta rupiah dan terendah pada periode Mei sampai Agustus sebesar 3.7 juta rupiah. Penggunaan pupuk organik dilakukan pada awal musim tanam. Pada periode ini, pada awal musim tanam memiliki curah hujan yang besar sehingga dibutuhkan pupuk yang banyak karena pupuk yang diberikan banyak yang terbawa bersama runoff, sedangkan pada periode Mei sampai Agustus, pada awal waktu tanam curah hujan kecil sehingga tidak terjadi runoff. Jumlah pupuk yang digunakan lebih sedikit karena pupuk yang digunakan tidak terbawa bersama runoff. Biaya pupuk anorganik tertinggi pada periode waktu tanam Januari-April sebesar 2.7 juta rupiah dan terendah pada periode waktu tanam Mei-Agustus sebesar 2.4 juta rupiah. Pemberian pupuk anorganik dilakukan pada pertengahan periode tanam. Pada periode tanam bulan Januari hingga April, curah hujan pada pertengahan waktu tanam sangat tinggi sehingga pupuk anorganik yang diberikan sebagian besar akan terbawa bersama runoff, sedangkan pada periode tanam Mei hingga Agustus, pada pertengahan waktu tanam curah hujan sangat kecil bahkan tidak ada curah hujan, sehingga pupuk yang diberikan tidak terbawa bersama runoff. Jumlah pupuk yang digunakan dipengaruhi oleh curah hujan dan runoff yang terjadi di daerah tersebut. Semakin besar curah hujan yang terjadi menyebabkan runoff semakin tinggi dan akan membawa sebagian besar pupuk organik bersama aliran runoff tersebut. (Snyder, 1998) Biaya Obat Pengobatan oleh petani kentang bertujuan untuk meminimalkan resiko gagal panen yang disebabkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman yang berjangkit selama musim tanam. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. (Wiyono, 2007) Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Penyakit tanaman lebih banyak menyerang pada saat musim hujan dibandingkan dengan musim kering (Wiyono, 2007). Berdasarkan Gambar 4, biaya obat yang dikeluarkan petani terbesar terjadi pada periode waktu tanam Januari sampai April dan biaya terendah terjadi pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus. Pada periode waktu tanam Januari samapai April dan September sampai Desember biaya obat yang dikeluarkan petani lebih tinggi dibanding biaya pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus, hal ini disebabkan karena curah hujan dan kelembaban nisbi yang tinggi pada priode waktu tanam tersebut, sehingga kondisi lingkungan tanaman pada waktu tersebut lebih lembab dan dapat mempercepat laju pertumbuhan penyakit. Berdasarkan survey yang dilakukan, jenis penyakit yang sering menyerang tanaman kentang di Cikajang seperti arok atau penyakit busuk daun, hama bereng yang menyerang daun, penyakit kresek yang menyerang umbi ulat dan gulma yang menjadi kompetitor kentang. Untuk antisipasi serangan hama dan penyakit tersebut petani biasanya menggunakan obat seperti Bemolish, Draconil, dan Antracol. 8

7 biaya(rp/ha) 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0 biaya pupuk organik biaya pupuk anorganik biaya obat biaya tenaga kerja waktu tanam Gambar 4. Biaya rata-rata pada setiap musim tanam Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama priode musim tanam antara lain biaya tenaga kerja untuk pengolahan lahan, biaya tenaga kerja untuk pemupukan, biaya tenaga kerja untuk perawatan gulma dan penyakit, biaya tenaga kerja untuk panen dan biaya tenaga kerja untuk distrtibusi hasil panen dari perkebunan kepada distributor atau agen pengumpul. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah pekerja dan jumlah hari kerja. Upah tenaga kerja di Cikajang-Garut berkisar antara Rp.10,000 sampai Rp.15,000 per hari untuk satu orang pekerja. Berdasarkan survey, biaya tenaga kerja tertinggi terjadi pada priode waktu tanam Januari, sampai April dan terendah pada priode waktu tanam Mei sampai Agustus (Gambar 4). Pada waktu tanam Januari sampai April, biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dikarenakan pada waktu tanam tersebut curah hujan tinggi sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk pemupukan dan pemberian obat. Selain itu, pada saat musim hujan upah tenaga kerja menjadi lebih tinggi karena para pekerja bekerja dengan kondisi hujan. Pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus biaya tenaga kerja terbesar dikeluarkan untuk pengairan. Biaya pemupukan dan pengobatan lebih kecil pada waktu tanam Mei sampai Agustus, hal ini disebabkan karena pada waktu tanam tersebut kondisi perkebunan kentang lebih kering sehingga pemupukan dan pengobatan lebih jarang dilakukan. 4.3 Pengaruh Musim Tanam Terhadap Produksi dan Profitabilitas Kentang Kentang dibandingkan dengan tanaman lain, lebih berakar dangkal dan lebih sensitif terhadap kekurangan air (Van Loon, 1981). Penurunan kadar air tanah mengakibatkan penurunan jumlah produksi kentang (Van Loon, 1981). Penurunan kadar air tanah selama proses pembentukan umbi akan menyebabkan ukuran umbi kentang tersebut menjadi lebih kecil (Fabeiro et, al, 2001). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, produksi kentang di Cikajang-Garut tertinggi pada waktu tanam Januari sampai April kemudian pada waktu tanam Mei sampai Agustus dan terendah pada waktu tanam September sampai Desember (Gambar 5). Produksi kentang sangat berkaitan dengan kadar air tanah yang tersedia selama waktu tanam. Selama waktu tanam Januari sampai April air yang dibutuhkan oleh tanaman kentang selama pertumbuhan tercukupi oleh kadar air tanah yang tersedia, pada musim tanam April sampai Agustus, kebutuhan air tanaman kentang mulai berkurang karena pada waktu tanam tersebut merupakan musim kering sehingga curah hujan rendah. Bulan-bulan sebelumnya merupakan musim hujan sehingga kebutuhan air tanaman kentang masih dapat dipenuhi oleh ketersediaan kadar air tanah. Pada musim tanam September sampai Desember, kondisi tanah kering karena kadar air tanah sangat sedikit akibat musim kering yang terjadi pada bulan sebelumnya dan kdaar air tanah yang ada telah diserap untuk pertumbuhan kentang pada periode musim tanam sebelumnya, sehingga produksi kentang pada musim 9

8 profitabilitas (Rp/Ha) produksi (Ton/Ha) tanam bulan September sampai Desember yang merupakan awal musim hujan sangat menurun akibat dari kondisi tanah yang cukup kering dan curah hujan sebagai masukan air untuk tanaman akan terjadi pada pertengahan musim tanam. Profitabilitas kentang di Cikajang- Garut dapat diketahui dengan cara mengurangkan jumlah produksi kentang rata rata dengan semua faktor biaya produksi yang dikeluarkan petani selama waktu tanam. Berdasarkan survei yang dilakukan, profitabilitas tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terendah pada priode waktu tanam September sampai Desember (Gambar. 5). Hal ini disebabkan oleh produksi kentang tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terus menurun pada priode waktu tanam berikutnya. Walaupun biaya produksi yang dikeluarkan selama waktu tanam pada bulan Mei sampai Agustus paling sedikit dibandingkan dengan periode waktu tanam yang lain (Gambar 4) akan tetapi produksi pada waktu tanam ini juga lebih kecil dibandingkan produksi pada periode tanam bulan Januari sampai April, sehingga profitabilitas yang dihasilkan lebih kecil. Pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember, biaya prduksi yang dikeluarkan cukup besar sedangkan produksi yang dihasilkan paling kecil dibandingkan dengan periode waktu tanam lainnya sehingga profitabilitas yang dihasilkan paling kecil diantara ketiga periode waktu tanam. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Waktu tanam di daerah Cikajang secara umum dibagi menjadi tiga yaitu: musim tanam Januari-April, Mei-Agustus dan September-Desember. Ketersediaan kadar air tanah pada setiap periode tanam berbeda karena perbedaan jumlah curah hujan yang terjadi selama periode tanam. Curah hujan juga berpengaruh pada runoff yang akan mempengaruhi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Semakin tinggi runoff maka semakin banyak pupuk yang digunakan oleh petani karena sebagian besar pupuk tersebut hanyut bersama runoff. Semakin besar curah hujan juga akan memacu pertumbuhan penyakit sehingga akan meningkatkan jumlah pemakaian obat. Profitabilitas kentang di sentra produksi kentang Cikajang-Garut tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan Januari sampai April sebesar Rp.21,350,000 kemudian bulan Mei sampai Agustus sebesar Rp.18,456,250 dan terendah pada bulan September hingga Desember sebesar Rp.13,195,833. Perbedaan tersebut berhubungan dengan kadar air tanah yang disebabkan oleh curah hujan pada masingmasing musim tanam. 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000, profitabilitas musim tanam produksi Gambar 5. Produksi dan profitabilitas kentang 10

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1.Neraca Air Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan persamaan (Penman 1948). Tabel 1. Hubungan antara rata-rata curah hujan efektif dengan evapotranspirasi Bulan

Lebih terperinci

rata-rata P 75%

rata-rata P 75% LAMPIRAN 21 Lampiran 1 Hasil Perhitungan Peluang Hujan Terlampaui Peluang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah rata-rata 200 192 255 276 207 133 157 170 206 264 328 269 2657 SD 96 124

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) BERDASARKAN METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI PENMAN DI KABUPATEN GORONTALO Widiyawati, Nikmah Musa, Wawan Pembengo ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI DI DESA CIKARAWANG IRZA ARNITA NUR

FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI DI DESA CIKARAWANG IRZA ARNITA NUR FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI DI DESA CIKARAWANG IRZA ARNITA NUR DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop) PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop) Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut

Lebih terperinci

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com

Lebih terperinci

corespondence Author ABSTRACT

corespondence Author   ABSTRACT Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 23 28 ISSN 2407-9049 PENETAPAN NERACA AIR TANAH MELALUI PEMANFAATAN INFORMASI KLIMATIK DAN KARAKTERISTIK FISIK TANAH Determination of soil water balance through

Lebih terperinci

A. Metode Pengambilan Data

A. Metode Pengambilan Data 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER RAHARDYAN NUGROHO ADI (dd11lb@yahoo.com) BPTKPDAS Pendahuluan Analisis Neraca Air Potensi SDA Berbagai keperluan (irigasi, mengatur pola

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk 62 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan dan menjaga keseimbangan hara di dalam tanah. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24 X. WATER AND IRRIGATION Acquaah, George. 2005. Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24 AIR DAN TANAMAN Air : bahan dasar semua aktivitas metabolik tanaman Air berperan penting dalam : respirasi,

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA WAKTU TANAM DENGAN HASIL DAN PROFITABILITAS BUDIDAYA KENTANG (Solanum tuberosum l.) DI CIKAJANG, GARUT

HUBUNGAN ANTARA WAKTU TANAM DENGAN HASIL DAN PROFITABILITAS BUDIDAYA KENTANG (Solanum tuberosum l.) DI CIKAJANG, GARUT Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet J.Agromet 24 (1) : 9-13, 2010 ISSN: 0126-3633 HUBUNGAN ANTARA WAKTU TANAM DENGAN HASIL DAN PROFITABILITAS BUDIDAYA KENTANG (Solanum tuberosum

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH 16 BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian secara geografis terletak pada koordinat 0,88340 o LU- 122,8850 o BT, berada pada ketinggian 0-500 m dpl (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj. 2013110060 Al Faisal Mulk 2013110067 M. Ibnu Haris 2014110011 Abstrak Kebijakan asuransi

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri 1 Evapotranspirasi adalah. Evaporasi (penguapan) didefinisikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Musyadik 1), Agussalim dan Pungky Nungkat 2) 1) BPTP Sulawesi Tenggara 2) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th XI.,1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Ramalan (ARAM) II produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/7/Th. IV, 1 Juli 216 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 215 PRODUKSI PADI TAHUN 215 NAIK 28,8 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 215 sebanyak 2,33 juta ton gabah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S Lampiran 1. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan Stasiun BMG Karang Panjang, Ambon Tahun 1997-2006 Curah hujan (mm) bulan Total Rataan Tahun Jan Peb Mar

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) No.22/03/35/Th XIII,2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,398 juta ton Gabah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Saldo Ratarata. Distribusi Bagi Hasil. Januari 1 Bulan 136,901,068,605 1,659,600, % 1,078,740, %

BAB IV PEMBAHASAN. Saldo Ratarata. Distribusi Bagi Hasil. Januari 1 Bulan 136,901,068,605 1,659,600, % 1,078,740, % 36 BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Sistem Pembagian Keuntungan Bagi Hasil deposito Syariah (Mudharabah) Pada Bank BTN Unit Usaha Syariah besar kecilnya pendapatan yang diperoleh nasabah dari deposito bergantung

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

FASE-FASE BULAN DAN JARAK BUMI-BULAN PADA TAHUN 2014

FASE-FASE BULAN DAN JARAK BUMI-BULAN PADA TAHUN 2014 FASE-FASE BULAN DAN JARAK BUMI-BULAN PADA TAHUN 2014 Bulan mengelilingi Bumi dalam bentuk orbit ellips sehingga pada suatu saat Bulan akan berada pada posisi terdekat dari Bumi, yang disebut perigee, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian Kondisi curah hujan di DAS Citarum Hulu dan daerah Pantura dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990-2009) dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia,

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia, Rata-rata Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia, 2012-2016 / Bulan Giling Kualitas (Rp/Kg) Kadar Air (%) Kadar Hampa/Kotoran (%) Panen Giling Panen Giling Panen HPP 1)

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. 6 Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. Kehilangan Air Tanaman Kentang Data yang digunakan untuk menduga nilai kehilangan air tanaman kentang melalui perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI PRAKTKUM V PERENCANAAN RGAS Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan keperluan irigasi perimbangan antara air yang dibutuhkan dan debit sungai dipelajari dengan cara menganalisis data yang tersedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

Pengelolaan Air Tanaman Jagung

Pengelolaan Air Tanaman Jagung Pengelolaan Air Tanaman Jagung M. Aqil, I.U. Firmansyah, dan M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan

Lebih terperinci