RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI REGINA PRAMEISA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN REGINA PRAMEISA. Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI) Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang dapat diandalkan dalam menunjang perekonomian Indonesia. Pentingnya sektor pertanian dapat terlihat jelas sebagai penyedia utama pangan dan penyediaan lapangan pekerjaan sebesar jiwa atau 38,35 persen terhadap total nilai tenaga kerja. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor andalan sebagai penopang perekonomian pertanian di Indonesia. Peranannya dapat terlihat dalam penerimaan devisa negara pada tahun 2010 melalui kegiatan ekspor perkebunan sebesar US$22 miliar meningkat drastis dibanding tahun 2005 yang hanya US$9 miliar. Salah satu tanaman subsektor perkebunan adalah karet. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia, tetapi untuk produksi karet alam yang dicapai Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan produksi yang dicapai oleh Thailand dan Malaysia. Walaupun demikian, luas lahan perkebunan karet alam Indonesia terluas dibandingkan Thailand dan Malaysia. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, seperti risiko produksi alam, hama, atau penyakit. Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok untuk budidaya karet karena memiliki iklim yang basah. Perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan karet di Provinsi Sumatera Utara salah satunya adalah PT Socfin Indonesia (Socfindo). PT Socfindo menghadapi berbagai risiko dalam memproduksi karet alam, salah satunya adalah risiko produksi. Hasil produksi dan produktivitas karet alam yang berfluktuatif menjadi salah satu akibat dari adanya risiko produksi. Produksi dan produktivitas karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfindo mengalami fluktuasi mulai dari tahun Fluktuasi tersebut menunjukkan bahwa adanya target produksi yang tidak terpenuhi sesuai yang diharapkan perusahaan. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang dapat diakibatkan oleh beberapa faktor risiko produksi, seperti penggunaan teknologi, curah hujan, hama dan penyakit, sehingga menyebabkan total produksi karet alam setiap tahun mengalami penurunan dengan luas lahan setiap tahun yang tetap. Penanganan yang sangat tepat dibutuhkan untuk dapat mengurangi hal tersebut agar menghasilkan produksi maksimal dengan kualitas atau standar mutu karet alam yang diharapkan oleh perusahaan sesuai permintaan pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji gambaran umum perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo, (2) Menganalisis pengaruh faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo. Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok dalam budidaya karet. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan April 2012.

3 Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Uji asumsi klasik pada metode ini telah dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut telah memenuhi semua uji atau tidak. Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah pohon yang mati, penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (SLF), curah hujan, dan biaya perawatan Brown bast/bark necrosis (BB/BN). Hasil estimasi dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R-squared) adalah 0,58 atau 58 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebesar 58 persen dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 42 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan tanda positif untuk variabel jumlah pohon yang dideres, curah hujan, dan produksi sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 0,267069; 181,394; dan 0, Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah pohon yang dideres dan semakin banyak curah hujan, maka produksi karet alam akan semakin meningkat. Variabel terakhir adalah variabel produksi sebelumnya, artinya semakin banyak produksi karet alam pada bulan sebelumnya, maka produksi karet alam semakin meningkat pada bulan berikutnya, sedangkan variabel jumlah pohon yang mati, jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena SLF, dan biaya perawatan BB/BN menunjukkan tanda negatif, yaitu masing-masing sebesar -1,102137; -2522,678; -3126,435; dan -0, Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah pohon yang mati, jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena SLF, dan biaya perawatan BB/BN, maka produksi karet alam akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil dari ketujuh variabel diatas menunjukkan bahwa variabel curah hujan merupakan variabel yang tidak memenuhi hipotesis awal. Selain itu, variabel produksi sebelumnya merupakan variabel yang digunakan untuk menekan autokorelasi yang muncul pada data. Taraf nyata yang digunakan pada penelitian adalah 20 persen. Berdasarkan hasil dari nilai peluang menunjukkan bahwa untuk variabel jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena SLF, curah hujan, dan produksi sebelumnya mempunyai peluang masing-masing sebesar 0,177; 0,0102; 0,1217; dan 0,0001. Maka dari itu, untuk keempat variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam, sedangkan untuk variabel jumlah pohon yang mati, jumlah pohon yang dideres, dan biaya perawatan BB/BN mempunyai peluang masing-masing 0,3275; 0,3364; dan 0,9357 dan ketiga variabel tersebut dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam. Penelitian mengenai risiko produksi ini diharapkan perusahaan dapat melakukan percobaan-percobaan baru dalam penanganan penyakit pada tanaman karet yang bertujuan untuk dapat mengobati secara efektif dan mengefisienkan biaya. Selain itu, untuk dapat mengantisipasi apabila terjadi curah hujan yang tinggi adalah dengan cara melakukan strategi rainguard yang bertujuan menjaga panel deres agar tidak terlalu basah akibat air hujan.

4 RISIKO PRODUKSI KARET ALAM DI KEBUN AEK PAMIENKE PT SOCFINDO KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA REGINA PRAMEISA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi : Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara Nama : Regina Prameisa NIM : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Regina Prameisa H

7 RIWAYAT HIDUP Regina Prameisa lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 9 Mei 1991 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Subali Bratadilaga dan Ibu Henny Herawati. Menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Angkasa 3 Polonia Medan pada tahun 2002 dan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun Awal masuk Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung menjadi anggota di Organisasi Utusan Daerah (OMDA), yaitu Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan dan Sekitarnya (IMMAM). Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi yaitu sebagai anggota International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS), dan aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan sebagai Ketua Divisi Humas IAAS Olympic IPB 2009, Sekretaris Divisi Humas IPB Art Contest 2009, Staf Divisi Sponsorship Bakti Penerus Generasi Bangsa (BUGS) 2009, Staf Divisi Acara MPD/MPF FEM 2010, Staf Divisi Sponsorship FEM ART DAY 2010, dan Ketua Divisi Sponsorship SPORTAKULER FEM 2010.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengkaji gambaran umum perkebunan Aek pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) dan menganalisis pengaruh faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfin Indonesia (Socfindo). Hal ini dikarenakan adanya fluktuasi produksi dan produktivitas karet alam kebun Aek Pamienke yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti sumber daya manusia, penyakit, cuaca, dan iklim. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo). Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama penelitian berlangsung. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun pada skripsi ini agar bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juli 2012 Regina Prameisa

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberi dukungan, serta doa yang diberikan selama menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan sabar selama membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Wahyu Budi, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan dalam ujian skripsi. Terima kasih atas segala saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah menjadi pembimbing akademik selama masa perkuliahan. 5. Orang tua tercinta, Subali Bratadilaga dan Henny Herawati, beserta adikku tersayang Chyntia Dwi Novianti yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa dan dukungan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik untuk Ibu dan Bapak. 6. Arlan Adinata dan keluarga Bapak Gordon yang telah setia dan selalu menemani penulis, serta selalu memberikan dorongan semangat, bantuan, doa, dan kasih sayang. 7. Bapak Permadi, Bapak Sihombing, Bapak Irwan, Bapak Wandi, Bapak Dimas, Bapak Rustam, Bapak Hugo, Bapak Tobing, dan Staf PT Socfindo lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo.

10 8. Bapak Arief, Ibu Ida, dan Ibu Dian selaku staf Kependidikan Departemen Agribisnis yang telah membantu dan mendukung penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Agribisnis. 9. Sahabat berbagi suka dan duka Ratih, Andina, Bebby, Destia, Dinda, Julia, Meidina, Septiannisa, Tsamaniatul, Nurhutami, dan Restika terima kasih atas kebersamaan, perhatian dan kenangan terindah selama di Agribisnis. 10. Sahabat sebimbingan skripsi Haris Fatori dan Amelia atas semua diskusi, ilmu dan masukan yang sangat membantu. 11. Akbar Zainal Mutaqin yang telah menjadi pembahas dalam seminar penulis. 12. Teman-teman FEM IPB, IMMAM, Agribisnis 43, Agribisnis 44, Agribisnis 45, Agribisnis 46 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terima kasih atas semangat dan dukungannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2012 Regina Prameisa

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Karet Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Komoditi Perkebunan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet Alam Gambaran Umum Alur Produksi Ekonomi Karet Alam III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Dasar Risiko Bentuk dan sumber Risiko Teori Risiko Produksi Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Pengujian Hipotesis Hipotesis Uji Asumsi Klasik V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Profil Perusahaan Perkembangan Usaha Perkebunan Karet Struktur Organisasi Peraturan Ketenagakerjaan Kegiatan Utama Perkebunan Karet Faktor-Faktor Risiko Produksi VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM iv v vi

12 VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 76

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (Triliun Rupiah) Laju Pertumbuhan Subsektor Pertanian dalam Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Triliun Rupiah) Luas Lahan Perkebunan di Indonesia Tahun (Ribu Ha) Produksi Tanaman Perkebunan di Indonesia Tahun (Ton) Luas Areal Perkebunan Karet di Beberapa Provinsi Indonesia Tahun (Ribu Ha) Standar Mutu Komoditi Karet Estimasi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks Selang Nilai statistik Durbin Watson serta Keputusannya Penyebaran Kebun PT Socfin Indonesia (Socfindo) Perkembangan Produktivitas PT Socfindo Produktivitas Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Tahun Luas Areal Perkebunan Karet PT Socfindo Jumlah Pohon yang Mati Tahun Rata-Rata Produktivitas Karet per Pohon Tahun (Kg/Ha) Biaya Perawatan dan Jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis Tahun Hari Hujan dan Curah Hujan Kebun Aek Pamienke Tahun Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi Karet Alam PT Socfindo Labuhan Batu Utara Sumatera Utara Tahun Persentase Jumlah Pohon Berdasarkan Jenis Klon Karet Alam PT Socfindo Tahun Perbandingan Luas Areal Pekebunan Aek Pamienke dengan Luas yang Terkena SLF Tahun

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Produksi Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun Produktivitas Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun Gambaran Umum Alur Produksi Ekonomi Karet Alam Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Serta Kategori Pembuat Keputusan Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Grafik Produksi Karet Alam Enam Perusahaan Perusahaan Karet Struktur Organisasi Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Struktur Organisasi Setiap Afdeling Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Pohon yang terkena Fomes (Jamur Akar Putih) Sistem panel deres pohon karet Pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) Pohon karet yang terkena Secondary Leaf Fall Alat Pengukur Milimeter Curah Hujan Grafik Bulanan Produksi Karet Alam Kebun Aek Pmienke Tahun

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor Risiko Produksi Karet Alam PT Socfindo Labuhan Batu Utara Sumatera Utara Tahun Uji Normalitas Data Produksi, Produktivitas, dan Keenam Variabel Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun Uji Autokorelasi Data Produksi, Produktivitas, dan Keenam Variabel Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun Uji Heteroskedastisitas Data Produksi, Produktivitas, dan Keenam Variabel Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun Dokumentasi Perkebunan Karet di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo... 81

16 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang dapat diandalkan dalam menunjang perekonomian Indonesia. Pentingnya sektor pertanian dapat terlihat jelas sebagai penyedia utama pangan dan penyediaan lapangan pekerjaan sebesar jiwa atau 38,35 persen terhadap total jumlah tenaga kerja 1. Peranan sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, peternakan, kehutanan, dan peternakan) dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Indonesia secara signifikan yang dapat dilihat dari besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tabel 1. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (Triliun Rupiah) No Lapangan Usaha * 2010** 1 Pertanian, Peternakan, 433,2 541,9 716,6 857,2 985,1 Kehutanan, dan Perikanan 2 Pertambangan dan 366,5 440,6 541,3 591,9 591,9 Penggalian 3 Industri Pengolahan 919, , , , ,3 4 Listrik, Gas, dan Air 30,3 34,7 40,9 47,2 50,0 Bersih 5 Konstruksi 251,1 305,0 419,7 555,2 661,0 6 Perdagangan, Hotel, dan 501,5 592,3 691,5 744,1 881,1 Restoran 7 Pengangkutan dan 231,5 264,3 312,2 352,4 417,5 Komunikasi 8 Keuangan, Real Estate, 269,1 305,2 368,1 404,0 462,8 dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa 336,3 398,2 481,8 574,1 654,7 Total PDB Nasional 3.339, , , , ,9 Kontribusi (%) 13,0 13,7 14,5 15,4 15,3 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara 1 Badan Pusat Statistik Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, dan [5 Januari 2012] 1

17 Sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, peternakan, kehutanan, dan peternakan) mencakup beberapa subsektor, yaitu subsektor perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, pangan, dan beserta hasil-hasilnya. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor andalan penopang perekonomian pertanian di Indonesia. Peranannya dapat terlihat dalam penerimaan devisa negara pada tahun 2010 melalui kegiatan ekspor perkebunan sebesar US$22 miliar meningkat drastis dibanding tahun 2005 yang hanya US$9 miliar 2. Pemenuhan kebutuhan untuk konsumsi dalam negeri, bahan baku berbagai industri dalam negeri, perolehan nilai tambah, daya saing, dan optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan juga merupakan berbagai peranan dari subsektor ini. Departemen Pertanian telah menyusun rencanarencana strategis beserta program-program dan kebijakan pembangunan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan pengembangan masingmasing komoditas perkebunan yang bertujuan untuk meningkatkan peran subsektor perkebunan ini (Departemen Pertanian 2009) 3. Berdasarkan Produk Domestik Bruto, subsektor perkebunan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Atas dasar harga berlaku data Badan Pusat Statistik, mulai tahun 2006 sebesar 63,4 Triliun Rupiah tanaman perkebunan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2010 sebesar 135,2 Triliun Rupiah yang dapat dilihat pada Tabel 2. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman perkebunan masih banyak dibudidayakan karena memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Menghasilkan ouput maksimal dalam membudidaya tanaman perkebunan harus memiliki tehnik-tehnik khusus, seperti pencegahan atau pengobatan serangan hama dan penyakit, pengolahan tanah, dan mengantisipasi sumber risiko dari alam. Salah satu tujuan dengan adanya tehnik tersebut adalah untuk dapat menjaga pohon dengan baik dari sumber atau faktor risiko yang terjadi sehingga umur produktif tanaman dapat bertahan lama dan mengurangi kerugian perusahaan. 2 Media Indonesia Devisa dari sektor perkebunan. [5 Januari 2012] 3 [DEPTAN] Departemen Pertanian Outlook Komoditas Perkebunan. [6 Januari 2012] 2

18 Tabel 2. Laju Pertumbuhan Subsektor Pertanian dalam Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Triliun Rupiah) NO Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan * 2010** 1 Tanaman Bahan Makanan 214,3 265,1 349,8 419,2 483,5 2 Tanaman Perkebunan 63,4 81,7 106,0 111,4 135,2 3 Peternakan 51,1 61,3 83,3 104,9 119,1 4 Kehutanan 30,1 36,1 40,4 45,1 48,0 5 Perikanan 74,3 97,7 137,2 176,6 199,2 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Tanaman perkebunan merupakan tanaman yang memiliki luas areal terbesar di Indonesia. Salah satu keunggulan Indonesia adalah tersedianya lahan tropis yang cukup besar dan sesuai untuk penanaman berbagai tanaman perkebunan. Luas lahan perkebunan dari beberapa jenis tanaman perkebunan yang ditanam di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Lahan Perkebunan di Indonesia Tahun (Ribu Ha) Tahun Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Tembakau ,2 3748,5 101,2 53,6 5, ,0 4101,7 106,5 52,5 5, ,8 4451,8 98,4 58,3 4, ,7 4888,0 95,3 48,7 4,2 2010* 472,2 5032,8 95,9 48,7 4,2 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Keterangan : * Angka sementara Berdasarkan Tabel 3, terlihat jelas bahwa karet merupakan tanaman perkebunan kedua yang banyak diusahakan di Indonesia setelah kelapa sawit. Hal ini ditinjau dari luas areal perkebunan karet yang digunakan di Indonesia. Selain itu, luas areal perkebunan karet mulai tahun 2005 sampai 2008 mengalami peningkatan, sedangkan untuk tahun 2009 mengalami penurunan. Fluktuasi disebabkan karena adanya penurunan harga karet dunia pada tahun tersebut. Akibatnya, ketertarikan masyarakat Indonesia untuk membudidayakan karet menjadi berkurang sehingga luas lahan perkebunan untuk karet pun menjadi bertambah banyak di Indonesia. 3

19 Luas areal tanaman perkebunan yang masih cukup luas di Indonesia tidak selalu berkorelasi dengan produksi tanaman perkebunan yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa penghasil tanaman perkebunan di Indonesia tidak dapat membudidayakan sesuai teknik budidaya yang baik dan benar. Kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia menjadi salah satu kendala dalam permasalahan ini. Produksi tanaman perkebunan di Indonesia tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Tanaman Perkebunan di Indonesia Tahun (Ton) Tahun Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Tembakau Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Keterangan : * Angka sementara Berdasarkan Tabel 4, perbandingan total produksi dari lima tanaman perkebunan tahun menunjukkan bahwa total produksi karet merupakan total produksi terbesar kedua setelah kelapa sawit. Terlihat jelas bahwa total produksi karet di Indonesia mulai tahun mengalami peningkatan dan mengalami penurunan pada tahun 2009, kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun Penurunan tersebut dapat dikarenakan adanya risiko produksi dikaret yang menyebabkan adanya fluktuasi total produksi. Salah satu tanaman subsektor perkebunan adalah karet. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia selain Malaysia dan Thailand. Luas lahan perkebunan karet alam Indonesia, terluas dibandingkan Thailand dan Malaysia. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (2010) 4, Indonesia memiliki luas areal perkebunan karet sebesar Ha, sedangkan Thailand hanya sebesar Ha, dan untuk Malaysia sebesar Ha. Meskipun demikian, produksi karet alam Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan produksi yang dicapai oleh Thailand 4 [FAOSTAT] Food and Agriculture Organization Statistic Produksi dan Luas Areal Perkebunan Karet di Thailand, Malaysia, dan Indonesia. FAO. [6 Januari 2012] 4

20 dan Malaysia. Indonesia memiliki total produksi pada tahun 2010 sebesar Ton dengan produktivitas 909,8 Kg/Ha, sedangkan Thailand sebesar Ton dengan produktivitas 1.581,8 Kg/Ha. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, seperti risiko produksi alam, hama, atau penyakit. Produktivitas karet alam Indonesia masih rendah dalam penggunaan input-input pertanian yang berkualitas, masih minimnya pengetahuan mengenai pembudidayaan karet yang baik dan benar, dan masih kurangnya cara untuk dapat menanggulangi risiko yang terjadi pada tanaman karet alam, seperti hama dan penyakit. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi produksi karet alam yang dihasilkan. Akibatnya, produksi karet alam di Indonesia masih rendah dibandingkan produksi karet alam dari Thailand. Menurut data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar ton. Kurangnya produk karet alam dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh la-nina yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet. Asosiasi Natural Rubber Producing Countries di Thailand memperkirakan produk karet alam pada musim dingin yang berlangsung mulai Febuari-Mei berdampak pada menurunnya produk karet hingga 50 persen. Berdasarkan asumsi tersebut dipastikan Indonesia berpeluang besar untuk memasok karet alam hasil produk Indonesia ke luar negeri (ekspor) dan tentunya dengan catatan untuk produk karet Indonesia agar lebih ditingkatkan (Purba 2011) 5. Luas areal perkebunan karet berdasarkan penguasaannya terbagi atas tiga yaitu perkebunan karet milik rakyat, perkebunan besar milik negara, dan perkebunan besar milik swasta. Luas area perkebunan karet tahun 2011 tercatat mencapai lebih dari 3,4 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. 5 Purba FHK Potensi dan Perkembangan Pasar Ekspor Karet Indonesia di pasar Dunia. =54&fuse=1185. [7 Januari 2012] 5

21 Diestimasikan diantaranya sebesar ha merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya ha perkebunan besar negara serta ha perkebunan besar milik swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan 2011). Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan karena daerah tersebut memiliki iklim yang lebih basah. Hal tersebut dapat dilihat dari luas areal perkebunan karet di beberapa provinsi Indonesia pada Tabel 5. Terlihat jelas bahwa untuk bagian Sumatera, luas areal perkebunan karet Sumatera Utara lebih luas setelah Sumatera Selatan, sedangkan untuk luas areal perkebunan karet bagian Kalimantan dicapai oleh Kalimantan Barat. Luas areal perkebunan karet Sumatera Utara dari tahun terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 mengalami penurunan, kemudian mengalami peningkatan kembali tahun Hal ini masih dapat dikarenakan harga karet dunia yang masih berfluktuatif. Tabel 5. Luas Areal Perkebunan Karet di Beberapa Provinsi Indonesia Tahun (Ribu Ha) Provinsi * Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Kalimantan Barat Kalimatan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) Keterangan : * Angka sementara Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan karet di Provinsi Sumatera Utara adalah PT Socfin Indonesia (Socfindo). PT Socfindo merupakan salah satu perusahaan milik swasta yang resmi berdiri pada tahun 1930 dengan lokasi perkebunan yang tersebar di Sumatera Utara dan Aceh. Bertahannya PT Socfindo hingga saat ini, telah dapat membuktikan bahwa PT Socfindo berhasil mengendalikan berbagai risiko yang dihadapi dengan terdapat suatu manajemen di dalam perusahaan. Oleh karena itu, PT Socfindo dapat bersaing dalam persaingan pasar dunia karet baik dalam maupun luar negeri. 6

22 1.2 Perumusan Masalah PT Socfindo bergerak dalam bidang perkebunan karet dan kelapa sawit dengan lokasi perkebunan yang tersebar di Sumatera Utara dan Aceh. Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok untuk budidaya karet karena memiliki iklim yang basah. PT Socfindo menghadapi berbagai risiko dalam memproduksi karet alam, salah satunya adalah risiko produksi. Hasil produksi dan produktivitas karet alam yang berfluktuatif menjadi salah satu akibat dari adanya risiko produksi. Hal ini dapat mengakibatkan permintaan terhadap karet alam akan menurun. Produksi karet alam PT Socfindo menghasilkan tiga standart mutu sesuai kriteria yang telah ditetapkan, yaitu SIR 3CV50, SIR 3CV60, dan SIR 10. PT Socfindo harus melalui beberapa tahapan atau proses rangkaian produksi untuk menghasilkan karet alam sesuai standar mutu yang memiliki berbagai risiko. Balai Penelitian Karet Sungai Putih Sumatera Utara (2011) 6 menyatakan bahwa produktivitas nasional rata-rata untuk tanaman karet adalah 1400 kg/ha/tahun dalam bentuk karet alam. Pertumbuhan produksi karet alam PT Socfindo selama kurun waktu mengalami fluktuasi akibat adanya berbagai macam faktor risiko produksi yang mempengaruhi produksi dengan ratarata umur tanaman karet adalah 8-25 tahun dengan tahun tanam Pada tahun 2009, produksi mencapai Kg KK (Kilogram Karet Kering) dan terus mengalami penurunan pada tahun 2010 dan 2011 yaitu Kg KK dan Kg KK. Fluktuasi tersebut menunjukkan bahwa adanya target produksi yang tidak terpenuhi sesuai yang diharapkan perusahaan. Akibatnya, hal ini dapat menurunkan keuntungan bagi perusahaan. Ini merupakan salah satu dampak yang dihadapi PT Socfindo dari adanya faktor-faktor tersebut. Produksi (Kilogram Karet Kering) kebun Aek Pamienke PT Socfindo tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1. 6 [BALITSP] Balai Penelitian Sungai Putih [8 Januari 2012] 7

23 Gambar 1. Produksi Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun 2011 Sumber : Kebun Aek Pmienke PT Socfindo (2011) Produktivitas rata-rata karet alam tahun 2009 dan 2011 telah mampu memproduksi karet alam di atas total rata-rata produktivitas nasional yang telah ditetapkan. Produktivitas per tahun nya mengalami fluktuasi yang dapat dilihat mulai dari tahun 2009 yaitu 1547,68 kg/ha dan mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 1378,89 kg/ha, kemudian mengalami peningkatan kembali 1598,76 pada tahun Produktivitas (kg/ha/tahun) karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfindo tahun dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Produktivitas Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun 2011 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 8

24 Berdasarkan Gambar 1 dan 2, fluktuasi produktivitas dan kecenderungan produksi yang menurun menjadi suatu permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor-faktor sumber risiko produksi, seperti curah hujan, hama, dan penyakit juga menjadi suatu kendala yang menyebabkan total produksi karet alam setiap tahun mengalami penurunan dengan luas lahan setiap tahun yang tetap. Penanganan yang tepat sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko tersebut agar dapat menghasilkan produksi maksimal dengan kualitas atau standar mutu karet alam yang diharapkan oleh perusahaan sesuai permintaan pasar domestik maupun internasional. Risiko produksi merupakan risiko yang sangat berpengaruh besar dalam perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dari faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengkaji gambaran umum usaha karet alam di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo. 2) Menganalisis pengaruh faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Pihak perusahaan yaitu PT Socfindo, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam melakukan perencanaan, memperbaiki pembuatan keputusan, dan membantu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sehingga dapat di kurangi dengan baik. 2) Penulis, menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, serta melatih kemampuan analisis dalam pemecahan masalah. 3) Pembaca, agar dapat mengembangkan penelitian ini dan menjadi sebagai salah satu sumber rujukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya 9

25 sehingga dapat menggunakan variabel input-input produksi, seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1) Studi kasus pada penelitian ini dilakukan di PT Socfindo perkebunan Aek Pamienke Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara yang bergerak dalam bidang perkebunan karet. 2) Penelitian ini terfokus pada faktor-faktor sumber risiko yang mempengaruhi produksi karet alam, yaitu jumlah pohon yang mati, penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (SLF), curah hujan, biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN), dan produksi sebelumnya. Penelitian ini tidak menggunakan variabel-variabel input produksi, seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya dalam model. 3) Tanaman karet yang diteliti adalah tanaman karet menghasilkan yang berumur 8-25 tahun dalam tahun tanam ) Data yang digunakan adalah data produksi perusahaan dari tahun dalam perbulan. 10

26 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet Tanaman karet (Havea Brasiliensis) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, tumbuh secara liar di lembah-lembah Amazon. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3 20 centimeter. Panjang tangkai anak daun antara 3 10 centimeter. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung runcing, tepinya rata, gundul, dan tidak tajam. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Buah yang sudah masak akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah berukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Biji karet sebenarnya berbahaya karena mengandung racun. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Adapun beberapa jenis karet alam antara lain sebagai berikut (Swadaya 2008): 1) Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam, yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar. 2) Karet alam konvensional dapat dimasukkan ke dalam beberapa golongan mutu menurut Buku Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference (IRQPC). Berikut ini adalah jenis-jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional menurut Green Book, yaitu ribbed smoked sheet (RSS), white crepe dan pale crepe, estate 11

27 brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, pure smoked blanket crepe, dan off crepe. 3) Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. 4) Karet bongkah atau block rubber adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. 5) Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. 6) Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. 7) Karet reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas. Boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah di vulkanisir. Setiap jenis karet akan menghasilkan berbagai standar mutu yang harus dapat dipenuhi sesuai syarat atau kriterianya masing-masing, begitu juga dengan salah satu komoditas perkebunan seperti karet. Standar mutu karet alam menjelaskan berapa kadar kotoran yang ada didalam lateks dan berapa tingkat kelenturan (mooney viscosity) karet alam yang dihasilkan. Kadar kelenturan karet alam diukur dengan alat mooney viscometer dalam waktu lima menit dengan suhu 100 o C. Tingkat kelenturan karet tidak dapat menjelaskan seberapa baik standar mutu karet alam yang dihasilkan dibandingkan standar mutu karet alam lainnya. Karena hal tersebut diproduksi sesuai permintaan atau kebutuhan konsumen dalam penggunaannya. Beberapa standar mutu karet dapat dilihat pada Tabel [BI] Bank Sentral Republik Indonesia Standar Mutu Karet. [25 Desember 2011] 12

28 Tabel 6. Standar Mutu Komoditi Karet No Mutu Karet Nomor Standar Nasional Indonesia 1 Karet SIR 3CV SNI Karet Sir 3 L SNI Karet Sir 3 WF SNI Karet SIR 5 SNI Karet SIR 10 SNI Karet SIR 20 SNI Karet SIR lainnya SNI Karet Spesifikasi teknis (TSRN) lainnya SNI Ban dalam dari karet untuk sepeda motor SNI Ban dalam dari karet untuk scooter SNI Sarung tangan bedah dari karet SNI Sarung tangan lainnya dari karet SNI Sepatu olahraga dari karet SNI Sumber : Bank Sentral Republik Indonesia (2010) Semakin banyak standar mutu yang dihasilkan akan menunjukkan semakin banyak jumlah produksi karet alam dalam suatu perusahaan. Konsumsi karet alam pada saat ini masih jauh di bawah karet sentetis atau buatan pabrik. Hal ini dikarenakan karet alam memiliki beberapa kelebihan yang belum dapat digantikan oleh karet sintetis, di antaranya : 1) Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna 2) Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3) Tidak mudah panas (low heat build up) 4) Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance) Selain kelebihannya, karet alam juga memiliki kelemahan dalam penggunaannya. Kelemahan karet alam dalam penggunaannya terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam tidak dapat meningkatkan produksi dalam waktu singkat, sehingga harga cenderung tinggi. 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Komoditi Perkebunan Memproduksi komoditi perkebunan akan mengalami banyak kendala yang dapat mempengaruhi produksi komoditi tersebut dalam suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya produksi dapat diakibatkan oleh berbagai 13

29 faktor-faktor yang tidak terduga ataupun faktor yang dapat dikendalikan dengan baik oleh suatu perusahaan. Variabel yang dapat digunakan sebagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi, antara lain input-input produksi yang dapat mengurangi dan meningkatkan risiko, seperti pupuk, pestisida, tenaga kerja, luas lahan, bibit, urea, dan lain sebagainya. Sambudi (2005), Tumanggor (2009), Saragih (2010) menggunakan variabel input produksi tersebut sebagai faktorfaktor untuk melihat pengaruh terhadap produksi kopi arabika, kakao, dan kelapa sawit. Penelitian Sambudi (2005) dan Tumanggor (2009) menggunakan variabel luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida. Tetapi Sambudi (2005) menggunakan variabel tambahan yaitu urea dan bibit, sedangkan Tumanggor (2009) menggunakan variabel tambahan umur tanaman, dan pada penelitian Saragih (2010) hanya menggunakan tiga input produksi, yaitu luas lahan, tenaga kerja, dan pupuk. Pengaruh suatu variabel terhadap produksi dapat dilihat dari hasil perhitungan statistik yang menggunakan suatu metode untuk menghitung dan menganalisisnya. Variabel luas lahan, tenaga kerja, pupuk, bibit, urea, dan pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi kopi arabika pada penelitian Sambudi (2005) dan Saragih (2010) berpengaruh nyata terhadap produksi kelapa sawit yaitu luas lahan dan tenaga kerja. Sedangkan pada penelitian Tumanggor (2009), semua variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao dan termasuk umur tanaman. Maka dari itu, pengaruh nyata atau tidak nya suatu variabel input-input produksi terhadap suatu produksi, tergantung dari komoditi perkebunan yang diteliti yang dapat menjelaskan adanya perbedaan risiko produksi yang dihadapi. Penelitian terhadap produksi teh sangat berbeda dengan produksi kopi arabika, kakao, ataupun kelapa sawit. Karena variabel yang digunakan dalam produksi teh berbeda dengan variabel input-input produksi yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Variabel produksi yang digunakan untuk melihat pengaruh terhadap produksi teh olahan, yaitu teh basah, tenaga kerja, listrik, dan solar. Penelitian Verianti (2004), Septiana (2005), dan Sukmawati (2006) menyatakan bahwa untuk variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi teh olahan adalah teh basah. Berbeda dengan Penelitian Kartika (1999) yang menyatakan 14

30 bahwa teh basah menjadi variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi teh olahan. Variabel solar hanya berpengaruh nyata pada penelitian Septiana (2005), tetapi tidak berpengaruh nyata pada penelitian Kartika (1999) dan Verianti (2004). Variabel lainnya seperti tenaga kerja dan listrik menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi teh olahan. Metode yang digunakan untuk menghitung pengaruh pada umumnya adalah metode regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Untuk menggambarkan suatu proses produksi di dalam teori produksi dapat melalui fungsi produksi, yaitu fungsi produksi linier dan fungsi produksi Cobb-douglas. Berdasarkan alat analisis dan metode tersebut, maka pengaruh dari variabel-variabel faktor produksi terhadap produksi dapat dijelaskan melalui hasil nilai peluang yang lebih besar atau lebih kecil dari taraf nyata yang telah ditetapkan dan tanda koefisien akan menjelaskan masing-masing variabel dapat meningkatkan atau menurunkan produksi. Hasil etimasi model yang baik atau kurang baik dapat dilihat dari nilai r- squared yang menyatakan bahwa dari seluruh variabel yang digunakan telah dapat menjelaskan seluruh model fungsi produksi. Artinya, seberapa besar variabelvariabel yang digunakan dapat menjelaskan pengaruh terhadap seluruh kegiatan produksi. R-squared yang tinggi diperoleh oleh Septiana (2005) dengan 97,4 persen, Sambudi (2005) dengan 95,5 persen, kemudian Verianti (2004) dengan 94,4 persen, Saragih (2010) dengan 93,51 persen, dan Sukmawati (2006) dengan 92,3 persen. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian telah dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi arabika dan teh. Kesimpulan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada komoditi perkebunan. Faktor-faktor tersebut ada yang dapat dikendalikan dengan baik dan ada yang tidak dapat dikendalikan seperti risiko yang diakibatkan oleh faktor alam, seperti curah hujan. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan metode yang digunakan pada penelitian ini sama dengan metode yang digunakan pada penelitian sebelumnya, yaitu metode regresi linier berganda dengan menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). 15

31 Tujuannya adalah untuk dapat melihat pengaruh antara variabel dependen (Y) terhadap lebih dari satu variabel independen (X 1,X 2,.,X n ). Sedangkan untuk perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada fungsi produksi yang digunakan, komoditi perkebunan yang diteliti, dan variabel faktor produksi yang dianalisis. Fungsi produksi pada penelitian ini menggunakan fungsi produksi linier dan pada penelitian sebelumnya menggunakan fungsi Cobb- Douglas. Komoditi perkebunan yang diteliti pada penelitian ini adalah karet dan komoditi penelitian sebelumnya adalah kopi arabika dan teh. Sedangkan variabel faktor produksi yang dianalisis pada penelitian ini tidak dapat menggunakan variabel input-input produksi seperti yang digunakan pada penelitian sebelumnya. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet Alam Perusahaan menghadapi berbagai macam sumber risiko yang dapat mempengaruhi hasil produksi karet alam yang dihasilkan. Produksi karet alam dapat menghasilkan berbagai standar mutu sesuai Standard Indonesia Rubber (SIR). Penelitian Setyoningsih (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet alam adalah lump, silicon emulsion, solar listrik, tenaga kerja lepas, dan tenaga kerja tetap. Sitanggang (2011) menggunakan empat variabel yang diduga dapat mempengaruhi produksi karet, yaitu lahan, pupuk, ethrel dan curah hujan. Berbeda dengan penelitian Rachmawati (2003) yang menggunakan faktor lateks, asam semut, tenaga kerja, listrik, dan solar pada produksi pengolahan karet remah way berulu. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan metode regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh dari faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi produksi karet alam. Faktor-faktor produksi yang digunakan Rachmawati (2003) berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 1 persen. Setyoningsih (2005) menjelaskan bahwa faktor lump, listrik, dan tenaga kerja tetap berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen, sedangkan solar dan listrik berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Untuk faktor tenaga kerja lepas tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen ataupun 20 persen. Pada penelitian Sitanggang (2011), faktor ethrel menjadi faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada 16

32 taraf nyata 5 persen dan faktor luas lahan, pupuk, curah hujan menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Berbeda dengan penelitian Wiyanto (2009) yang membandingkan kualitas karet desa terprogram pengembangan karet dan desa tidak terprogram pengembangan karet. Hasil perbandingan kualitas menunjukkan bahwa kualitas karet yang diproduksi petani di desa terprogram lebih rendah dibandingkan kualitas karet petani di desa tidak terprogram. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan pembeku tambahan yaitu air ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) dan tercampurnya koagulump dengan kotoran seperti tatal, daun, dan karet kering yang berwarna hitam, sehingga petani karet dapat melakukan beberapa kegiatan atau upaya dalam meningkatan kualitas karet. Salah satu faktor lain yang dapat mempengaruhi karet alam adalah adanya sumber risiko yang diakibatkan oleh penyakit. Penyakit yang sering terkena pada tanaman menghasilkan (TM) karet alam adalah penyakit gugur daun kedua, jamur akar putih (fomes), kering alur sadap (Brown bast), dan kerusakan kulit batang karet (Bark Necrosis). Sujatno dan Pawirosoemardjo (2001) menjelaskan bahwa penyebab penyakit jamur akar putih pada tanaman karet adalah jamur Rigidoporus lignosus. Jamur ini termasuk kategori jamur yang bersifat parasit fakultatif yang berarti dapat hidup pada jaringan tanaman yang telah mati dan tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sumber makanan. Oleh karena itu, penyakit ini dapat timbul dikarenakan adanya sisa-sisa tunggul dan akar tanaman dilapangan, sehingga dapat menular ke tanaman karet lain yang masih sehat. Gejala penyakit ini ditandai dengan adanya perubahan warna daun secara mendadak, terutama pada daun-daun muda. Berbeda dengan jamur Fusarium sp. Jamur ini adalah penyebab penyakit kerusakan kulit batang pada tanaman karet. Fusarium merupakan patogen tular tanah (soil borne) yang mampu hidup dan bertahan lama dalam tanah (Sumarmadji 2001). Penelitian Budiman dan Suryaningtyas (2001) menyatakan bahwa tinggginya tingkat populasi jamur fusarium dapat diakibatkan oleh penggunaan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam. Gejala penyakit ini mulai timbul dengan adanya bercak-bercak coklat pada batang. Sedangkan penyakit gugur daun disebabkan oleh jamur corynespora. Gejala yang 17

33 ditimbulkan oleh penyakit ini adalah daun akan berubah berwarna kuning, menggulung, layu, dan kemudian akan gugur. Penelitian Nurhayati, Fatma, dan Aminuddin (2010) menyatakan bahwa untuk klon yang tahan akan penyakit gugur daun kedua adalah PB 260, sedangkan untuk klon yang rentan adalah IRR 39, GT 1, BPM 24, dan PR 261. Penyakit kering alur sadap tidak diakibatkan oleh jamur, tetapi disebabkan adanya gangguan fisiologis tanaman karet yang mengalami ketidakseimbangan antara lateks yang dieksploitasi dengan lateks yang terbentuk kembali (regenerasi/biosintesis). Tahap terakhir yang harus dilakukan adalah pohon harus diistirahatkan terlebih dahulu. Gejala yang timbul adalah tidak mengalirnya lateks apabila dideres atau disadap (Sumarmadji 2001). Tehnik penyadapan atau penderes lateks terbagi atas dua cara, yaitu dengan cara menderes ke arah bawah dan menderes ke arah atas. Setelah melakukan pembukaan pertama deresan, penderes melanjutkannya dengan menderes lateks ke arah bawah. Pohon karet yang telah selesai dideres dengan ketentuan menderes ke arah bawah, maka akan dilanjutkan untuk menderes ke arah atas. Penelitian Lukman (1996) menyatakan bahwa menderes ke arah atas dapat mengurangi terjadinya penyakit kering alur sadap daripada menderes ke arah bawah, tetapi disimpulkan tidak mempengaruhi kilogram karet kering lateks. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi karet alam adalah populasi tanaman karet. Siagian (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi populasi tanaman karet, maka akan semakin rendah produksi karet kering yang dihasilkan, tetapi pengaruhnya tidak nyata dalam statistik. Kesimpulan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi dan kualitas karet. Persamaan penelitian ini terdapat pada penelitian Rachmawati (2003), Setyoningsih (2005), dan Sitanggang (2011) yang menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) dan metode regresi linier berganda. Selain itu, persamaan juga terdapat pada variabel yang diteliti penelitian ini adalah variabelvariabel penyakit yang dijelaskan pada penelitian Sujatno dan Pawirosoemardjo (2001), Sumarmadji (2001), Budiman dan Suryaningtyas (2001), Nurhayati, Fatma, dan Aminuddin (2010). Perbedaan penelitian ini terdapat pada variabel 18

34 faktor-faktor produksi yang diteliti, seperti jumlah pohon yang mati, curah hujan, tenaga kerja yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena gugur daun kedua, biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis dengan variabel input produksi yang diteliti oleh penelitian sebelumnya, seperti solar, listrik, pupuk, lahan, asam semut, lump, dan silicon emulsion, dan ethrel. Tujuan penelitian ini juga menjadi perbedaan, yaitu untuk melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi karet alam, sedangkan penelitian Wiyanto (2009) yaitu untuk membandingkan kualitas karet alam desa terprogram dengan desa tidak terprogram. 2.4 Gambaran Umum Alur Produksi Karet Alam Faktor budidaya karet merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar karet dapat tumbuh dengan baik. Karet yang tumbuh dengan teknik budidaya yang baik dapat menghasilkan produksi karet maksimal dengan standar mutu yang tinggi. Kualitas karet tersebut mengakibatkan harga jual menjadi lebih tinggi sehingga keuntungan yang dihasilkan meningkat. Beberapa faktor budidaya karet dapat dilihat pada Gambar 3 (Swadaya 2008) : Pemilihan lokasi Pengolahan tanah dan persiapan tanam Penanaman bibit karet dengan jenis klon yang diinginkan Peremajaan Perawatan tanaman menghasilkan meliputi kegiatan : 1. Penyiangan 2. Pemupukan tanaman 4. Pemberantasan hama dan penyakit Perawatan tanaman sebelum menghasilkan meliputi kegiatan : 1. Penyulaman bibit 2. Penyiangan 3. Pemupukan tanaman 4. Seleksi dan penjarangan tanaman 5. Pemeliharaan tanaman penutup tanah Gambar 3. Tahapan Proses Produksi Karet Alam Sumber : Swadaya (2008) 19

35 Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, yaitu klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lain sebagainya. Estimasi produksi dapat didasarkan pada standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau Balai Penelitian Perkebunan yang bersangkutan. Produksi karet adalah lateks, maka estimasi produksi per hektar per tahun dikonversikan ke dalam satuan getah karet basah yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Estimasi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks Tahun Estimasi Produksi Estimasi Produksi Umur (Thn) Sadap KKK (Ton/Ha) Lateks (Liter/Ha) Sumber : Anwar (2000) Catatan : Estimasi produksi didasarkan atas asumsi kadar karet kering (KKK) = 25% 20

36 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai definisi dari risiko diharapkan dapat memahami konsep risiko secara jelas. Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian (Harwood et al. 1999). Menurut Robison dan Barry (1987), risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur dan didasarkan pada pengalaman. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak bisa diramalkan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan suatu usaha. Menurut Kountur (2004) risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Secara sederhana, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan dan memiliki tiga unsur penting bahwa risiko adalah (Kountur 2008): 1) Merupakan suatu kejadian 2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan 3) Jika terjadi, makan akan menimbulkan kerugian Pengaruh terjadi risiko atau terdapat kerugian dalam perusahaan dapat diakibatkan dengan adanya kesalahan perusahaan dalam perumusan strategi untuk meminimalisir risiko yang terjadi. Hal ini mengandung ketidakpastian sehingga akan menimbulkan risiko bagi para pengambil keputusan dalam suatu perusahaan. Sikap seorang pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, sebagai berikut (Debertin 1986) : 1) Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk averter) Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan. 21

37 2) Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker/lover) Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan return yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan. 3) Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral) Sikap ini menunjukkan jika terjadi kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan return yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan Bentuk dan Sumber Risiko Harwood et al. (1999) menyatakan bahwa risiko terdiri dari beberapa sumber yang dapat mempengaruhi perusahaan baik langsung maupun tidak langsung dalam bidang pertanian, yaitu : 1) Risiko produksi Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain. 2) Risiko pasar atau harga Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, dan persaingan, sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain, harga yang naik karena inflasi. 3) Risiko Kelembagaan Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain terdapat aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. 22

38 4) Risiko Kebijakan Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain terdapat suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor. 5) Risiko Finansial Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain, terdapat piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, putaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lainlain. Selain melihat dari sumber risiko tersebut, risiko juga dapat dibedakan dari hal yang lain, seperti yang dinyatakan oleh Kountur (2008) bahwa risiko dapat dibedakan dari beberapa sudut pandang, yaitu : 1) Risiko dari sudut pandang penyebab Apabila dilihat dari sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan yaitu manusia, teknologi, dan alam. 2) Risiko dari sudut pandang akibat Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Suatu kejadian bisa berakibat merugikan saja atau bisa berakibat merugikan atau menguntungkan. Suatu kejadian yang hanya berakibat merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut adalah risiko murni, misalnya risiko kebakaran. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi memungkinkan pula terjadinya keuntungan, misalnya risiko investasi. 3) Risiko dari sudut pandang aktivitas Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko, seperti pemberian kredit oleh bank risikonya disebut risiko kredit. Seseorang yang 23

39 melakukan perjalanan menghadapi risiko disebut risiko perjalanan. Pemberian nama risiko dilihat dari faktor penyebabnya bukan aktivitas. 4) Risiko dari sudut pandang kejadian Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya, seperti kejadian kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas. Suatu risiko dapat dilihat dari keempat sudut pandang ini. Misalnya risiko kebakaran, dari sudut pandang penyebabnya, risiko kebakaran masuk ke dalam kategori risiko operasional karena disebabkan oleh faktor-faktor operasional dan bukan faktor keuangan. Selain itu, dari sudut pandang akibatnya, risiko kebakaran masuk kategori risiko murni karena jika terjadi kebakaran, yang ada hanya rugi saja. Akan tetapi dari sudut pandang aktivitas, risiko kebakaran dapat dimasukkan sebagai salah satu bagian dari aktivitas, misalnya mengendarai mobil. Banyak akivitas yang bisa menimbulkan kebakaran seperti memasang kabel listrik, memasak, dan lain sebagainya Teori Risiko Produksi Teori risiko produksi terlebih dahulu menjelaskan mengenai dasar teori produksi. Serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan suatu output (barang atau jasa) merupakan suatu kegiatan produksi. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas ouput yang dihasilkan dinamakan fungsi produksi (Lipsey et al. 1995). Menurut Soekartawi (2003), produksi adalah perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam menciptakan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya yang mengubah input menjadi output. Input merupakan bahan baku yang digunakan atau diperlukan sebagai bahan dasar, sedangkan output adalah hasil dari input tersebut yang berupa suatu produk atau barang. Suatu proses produksi dalam teori produksi dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Soekartawi (2003) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Secara matematik fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: 24

40 Y = f (X1,X2,X3,...Xn) Dimana: Y Xn f = output atau produk = input atau faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Y = bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input ke dalam output. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (Law of Diminishing Returns) yang menjadi dasar dalam ekonomi produksi (Debertin 1986). Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan terus menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan dicapai suatu kondisi di mana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang. Fungsi produksi dikenal adanya istilah produk total, produk rata-rata dan produk majinal. Ketiga istilah tersebut menunjukkan hubungan antara input dengan output. Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor produksi dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor produksi variabel yang digunakan. Produk rata-rata (AP) adalah produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Semakin banyak faktor produksi variabel yang digunakan, produk rata-rata pada awalnya akan meningkat dan kemudian menurun. Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat adanya satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995). Setiap para pengambil keputusan dalam suatu perusahan harus dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan output sesuai yang diharapkan perusahaan. Keputusan apapun yang telah ditentukan akan memiliki risiko dan ketidakpastian dampak atau hasil dari keputusan tersebut. Risiko produksi adalah risiko yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi produksi maupun pendapatan perusahaan. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dalam penggunaan input dan kategori pembuat keputusan yang dapat dilihat pada Gambar 4. 25

41 Total Value Product Y (Rp) 0 X 2 X E X 1 Input X Gambar 4. Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Serta Kategori Pembuat Keputusan Sumber : Ellis (1993) Keterangan : TVP1 = Total value product in good years TVP2 = Total value product in bad years E(TVP) = Expected total value product Gambar 4 menjelaskan dampak dari kondisi baik dan buruk dalam penggunaan input yang dapat menghasilkan adanya variasi pendapatan dan akan mendorong untuk seorang pembuat keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang digunakan. Total Value Product (TVP) menggambarkan penerimaan yang didapatkan dari hasil produksi. Kondisi TVP terdiri dari tiga kondisi, yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik (TVP1), pada kondisi yang diharapkan (E(TVP)), dan pada kondisi buruk (TVP2). Penambahan kurva Total Cost (TC) bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X1, X2, XE dan terkait dalam risiko, yaitu : 1) Input yang digunakan sebanyak X1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi pada saat kondisi yang baik, maka keuntungan terbesar akan diperoleh sebesar ab. Jika TVP2 terjadi pada saat kondisi buruk, maka 26

42 akan terjadi kerugian sebesar bj. Kondisi ini berarti seorang pembuat keputusan memilih berani terhadap risiko (risk taking). 2) Input yang digunakan sebanyak X2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi pada saat kondisi baik, maka keuntungan sebesar ce dan jika TVP2 terjadi pada saat kondisi buruk, maka tidak akan mengalami kerugian tetapi tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut masih mampu untuk membayar biaya pembelian input (TVP > TC). Kondisi ini berarti seorang pembuat keputusan memilih takut terhadap risiko (risk averse). 3) Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi pada saat kondisi baik, maka keuntungan sebesar fh, tetapi bukan merupakan keuntungan terbesar. Jika TVP2 terjadi pada saat kondisi buruk, maka kerugian sebesar hi dan bukan merupakan kerugian terkecil. Kondisi ini berarti seorang pembuat keputusan memilih netral terhadap risiko (risk neutral). Risiko produksi dapat menggunakan berbagai fungsi produksi, salah satunya menggunakan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry 1987). Fungsi produksi Just dan Pope melibatkan masuknya sistem error yang dapat menjelaskan dua kondisi, yaitu kondisi pertama dapat menjelaskan pengaruh faktor tak terkendali seperti cuaca, inefisiensi teknis, dan lainnya dalam produksi, untuk kondisi yang kedua menjelaskan variabilitas dalam ouput (hasil). Model risiko fungsi produksi Just dan Pope terdiri dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi produksi variance yang digunakan untuk mengetahui faktor input yang dapat mengurangi risiko (risk reducing factors) dan yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru, sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987): 27

43 q = f(x) + h(x) dimana: q f(x) h(x) x = Hasil produksi yang dihasilkan (output) = Fungsi produksi rata-rata = Fungsi varian (fungsi risiko) = Input atau faktor produksi yang digunakan = Komponen error Risiko produksi yang terjadi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produksi yang menyebabkan data produksi bervariasi. Fungsi risiko dapat dijelaskan dalam fungsi varian pada model Just dan Pope karena fungsi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan Tveteras 1999). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kebun Aek Pamienke adalah salah satu perkebunan karet di PT Socfin Indonesia (Socfindo) yang memiliki luas perkebunan karet terbesar dibandingkan perkebunan karet lainnya yang ada di perusahaan ini. Perusahaan PT Socfindo terletak di daerah Kebupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Karet alam yang diproduksi pada perusahaan ini telah memiliki standar mutu sesuai yang di inginkan oleh permintaan pasar pada umumnya. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dengan daerah yang sangat cocok untuk pertanaman karet karena memiliki iklim yang basah. Risiko yang paling besar dihadapi oleh perusahaan adalah risiko produksi, seperti kerusakan tanaman pada karet akibat hama dan penyakit, curah hujan, dan lain sebagainya. Hal ini dapat mengakibatkan fluktuasi produksi yang akan mempengaruhi produksi karet alam pada perusahaan tersebut. Dampak dari fluktuasi menyebabkan produksi karet alam ini tidak dapat memenuhi permintaan pasar impor maupun ekspor sehingga ketidaktepatan waktu pengiriman tidak sesuai kesepakatan karena adanya keterlambatan, sehingga pendapatan yang diterima perusahaan juga akan mengalami fluktuasi sesuai risiko yang dihadapi. Ini yang harus diperhatikan perusahaan dalam mencari alternatif untuk mengantisipasi atau meminimalkan risiko agar produksi tetap stabil dan permintaan pasar domestik ataupun internasional dapat terpenuhi. Adapun beberapa faktor-faktor sumber risiko 28

44 produksi yang dapat mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo pada penelitian ini adalah adalah jumlah pohon yang mati, jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall, biaya perawatan Brown bast/bark necrosis (Rp), dan curah hujan (mm). Sumber Risiko Produksi Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit Sumber Daya Manusia Curah hujan 1. Jumlah Blok yang terkena Secondary Leaf Fall 2. Biaya perawatan Brown Bast/Bark necrosis 1. Jumlah Penderes yang Melakukan Kesalahan 2. Jumlah Pohon yang dideres Jumlah Pohon yang Mati Produksi Karet Alam Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo 29

45 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Pemilihan provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok dalam budidaya karet karena memiliki iklim yang basah. Penetapan perusahaan PT Socfin Indonesia (Socfindo) sebagai perusahaan yang diteliti karena produksi karet alam perusahaan tersebut pada tahun menjadi urutan pertama yang menghasilkan produksi karet alam paling besar dibandingkan lima perkebunan karet lainnya di Sumatera Utara, yaitu PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), PT Tolan Tiga Indonesia, London Sumatera (LONSUM), Bakrie, dan PT Ukindo Indonesia yang dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Grafik Produksi Karet Alam Enam Perusahaan Perusahaan Karet Tahun Sumber : PT Socfindo (2011) Gambar 6 menunjukkan bahwa produksi karet alam yang dihasilkan oleh PT Socfindo pada tahun 2011 adalah 24,976 ton/ha dengan peningkatan 0,031 persen dari tahun 2010, sedangkan untuk perkebunan Aek Pamienke sebagai daerah penelitian dikarenakan perkebunan tersebut merupakan perkebunan karet yang memiliki lahan terluas di PT Socfindo dibandingkan empat perkebunan karet 30

46 lainnya, yaitu 3.941,25 Ha. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan April Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan dan wawancara langsung dengan staf divisi bagian tanaman PT Socfindo dan staff manager, asisten kepala lapangan, asisten kepala pabrik, dan asisten setiap afdeling di perkebunan Aek Pamienke untuk mengetahui proses produksi, risiko produksi yang dihadapi perusahaan, penyebab terjadinya risiko dan mengetahui bagaimana penanganannya. Proses wawancara dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan. Data sekunder yang diperoleh dari PT Socfindo meliputi luas areal tanaman karet, harga karet, jumlah pohon yang mati akibat cuaca ataupun penyakit, biaya yang dikeluarkan untuk penanganan penyakit, dan data produksi dari tahun Selain itu, ada beberapa data yang dapat mendukung untuk mengetahui risiko antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan, Perpustakaan, dan situs atau literatur yang mendukung. 4.3 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer yang sangat dibutuhkan untuk dapat menjawab tujuan penelitian. Data sekunder dan data primer tersebut akan diolah dan dianalisis berdasarkan metode analisis yang digunakan. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diberikan oleh PT Socfindo terkait data-data yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut berupa data produksi, jumlah pohon yang hilang akibat sumber-sumber risiko dan peremajaan, jumlah pohon yang menghasilkan lateks, dll. Data penelitian ini disajikan dalam bentuk time series (antar waktu perbulan) mulai tahun

47 4.4 Metode Pengolahan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda. Metode regresi merupakan analisis metode statistika inferensia yang berkaitan dengan analisis data untuk peramalan atau penarikan kesimpulan dari pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih). Kegunaannya uji regresi ganda yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila variabel bebas minimal dua atau lebih. Pada penelitian ini analisis regresi berganda menghubungkan antara variabel terikat (Y) dihubungkan dengan lebih dari satu variable bebas (X 1, X 2, X 3,.,Xn) yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = f (X), Y = f (X 1, X 2,...,Xn) Y = c + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + b 6 X 6 + b 7 Y (t-1) Nilai dugaan parameter dari model ini adalah b 1, b 2, b 4, b 5, b 6 < 0 ; b 3, b 7 Y (t-1) > 0 Keterangan : Y = Produksi (Kk Kg) X 1 = Jumlah pohon yang mati c = Konstanta X 2 = Penderes yang melakukan kesalahan b = Koefisien regresi X 3 = Jumlah pohon yang di deres X 4 = Jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall X 5 = Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (Rp) X 6 = Curah hujan (mm) Y (t-1) = Produksi karet alam bulan Sebelumnya 4.5 Pengujian Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabelvariabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji hasil dari model faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet. Salah satu pengujiannya adalah koefisien determinasi dan uji F. 1) Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien Determinasi digunakan untuk melihat seberapa jauh tingkat keragaman oleh variabel bebas terhadap vaiabel tak bebas. Selain itu juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukan kedalam model 32

48 dapat menerangkan model (Gujarati 1993). Adapun sifat R 2 yaitu merupakan besaran non negatif dan batasnya adalah 0 R 2 1. Jika R 2 bernilai 1 artinya suatu kecocokan sempurna (adanya hubungan antar variabel baik bebas maupun terikat), sedangkan jika R 2 bernilai 0 artinya tidak ada hubungannya antara variabel bebas dan terikatnya. Dalam pengujian, R 2 secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : = Jumlah kuadrat regresi (SS regression ) = Jumlah kuadrat total (SS total ) 2) Uji F-Statistik Uji F ini digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh secara bersamasama oleh variabel independen terhadap variabel dependennya (Gujarati 1993). Hipotesis : H 0 = b 1 = b 2 = = 0 H 1 = b 1 0 Dalam pengujiannya, uji F secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : R 2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel (termasuk intercept) n = Jumlah data Kriteria ujinya adalah jika F hitung > F tabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H 0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H 0. Jika tolak H 0 berarti secara bersamasama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. 33

49 4.6 Hipotesis Hipotesis merupakan kesimpulan awal yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Adapun penjelasan hipotesis dari faktor-faktor risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo adalah sebagai berikut : 1) Jumlah pohon yang mati (X 1 ) b 1 < 0, artinya semakin banyak jumlah pohon karet yang mati, maka produksi karet alam akan berkurang. 2) Penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ) b 2 < 0, artinya semakin banyak jumlah penderes yang melakukan kesalahan, maka produksi karet alam akan berkurang. 3) Jumlah pohon yang dideres (X 3 ) b 3 > 0, artinya semakin banyak jumlah pohon yang dideres, maka produksi karet alam akan meningkat. 4) Jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X 4 ) b 4 < 0, artinya semakin banyak jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall, maka produksi karet alam akan berkurang. 5) Biaya Perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (X 5 ) b 5 < 0, artinya semakin banyak jumlah biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis yang dikeluarkan, maka produksi karet alam akan berkurang. 6) Curah Hujan (X 6 ) b 6 < 0, artinya semakin tinggi curah hujan, maka produksi karet alam akan berkurang. 7) Produksi Sebelumnya (Y (t-1) ) b 7 > 0, artinya semakin tinggi produksi pada bulan sebelumnya (t-1), maka produksi karet alam pada bulan saat ini akan meningkat. 4.7 Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik terhadap data penelitian yang meliputi pengujian normalitas data, multikolinieritas, heteroskedasitisitas dan autokorelasi. 34

50 a) Pengujian Normalitas Data Pengujian normalitas data dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, peubah bebas dan terikat mempunyai distribusi normal, atau tidak. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat berapa cara, antara lain adalah dengan nilai skewness, histrogam dan Normal P-Plot. Nilai ini digunakan untuk mengetahui bagaimana distribusi normal data dalam variabel dengan menilai kemiringan kurva serta letak tersebarnya titik-titik pada Normal P-Plot adalah menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah dengan garis diagonal (Suliyanto 2011). Pengujian normalitas ini akan dilakukan dengan uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. Uji Jarque-Bera dalam program eviews 6 dimunculkan dalam bentuk histogram. Walaupun pola distribusi normal Jarque-Bera dalam bentuk histogram tidak dapat terlihat mengikuti bentuk kurva normal, tetapi kenormalan data dapat dilihat dari nilai probability lebih besar dari α yang telah ditetapkan (Winarno 2009). b) Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinearitas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-f) dan memiliki nilai R-Squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (Winarno 2009). c) Pengujian Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan ragam dari sisa satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokesdasitas, atau tidak terjadi heteroskedasitas (Suliyanto 2011). Deteksi dapat dilakukan dengan menggunakan uji metode grafis dan statistik. Metode grafis yaitu melihat ada tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot. Sedangkan, metode statistik yaitu metode Glejser, 35

51 metode Park, metode White, metode Rank Spearman dan metode Bresch-Pagan- Godfrey (BPG). Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisistas, digunakan uji- Breusch-Pagan-Godfrey yang diperoleh dalam program Eviews 6. Pengolahan data menggunakan Eviews 6 dengan metode Ordinary least Square (OLS), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat Prob. Chi-Square apakah lebih besar dari α atau tidak. Apabila lebih besar dari α, maka data tersebut telah terbukti tidak ada heteroskedastisitas, sehingga data nya homoskedastisitas dan uji terpenuhi. Apabila kurang dari α, maka terbukti terdapat heteroskedastisitas, sehingga uji ini tidak terpenuhi (Winarno 2009). d) Pengujian Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu obsevasi dengan observasi yang berlainan waktu. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat deret waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Autokorelasi dapat berbentuk autokorelasi positif dan autokorelasi negatif. Dalam data deret waktu, lebih besar terjadi autokorelasi positif, karena variabel yang dianalisis pada umumnya cenderung meningkat (Winarno 2009). Ada beberapa metode untuk uji autokorelasi antara lain metode Breusch- Godfrey dan metode Durbin-Watson (DW). Uji korelasi Durbin-Watson relatif mudah dilakukan karena informasi nilai statistik hitungnya selalu diinformasikan setiap program komputer termasuk dalam Eviews versi 6. Dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dari 1,5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Selang Nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya Nilai Durbin-Watson Kesimpulan DW < 1,10 Ada autokorelasi 1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan 1,55 < DW < 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan DW > 2,91 Ada autokorelsi Sumber : Firdaus

52 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil Perusahaan PT Socfin Medan didirikan pada tahun 1930 dengan nama Socfin Medan (Socliete Finaciere Des Conchocs Medan Siciete Anonyme). Perusahaan ini didirikan berdasarkan Akte Notaris William Leo No. 45 tanggal 7 Desember 1930 dan merupakan perusahaan yang mengelola perusahaan perkebunan di daerah Sumatera Utara, Aceh Selatan, dan Aceh Timur. Pada tahun 1965 berdasarkan penetapan Presiden no. 6 tahun 1965, keputusan Presiden kabinet Dwikora no. A/d/50/65, Instruksi Menteri Perkebunan no. 20/MPR/M.Perk./65, no. 29/Mtr/M.perk/65 dan SK no.100/m.perk/65 semua perkebunan yang dikelola PT Socfin Medan berada di bawah pengawasan Pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 29 April 1968 dicapai suatu persetujuan antara pemerintah RI dengan PT Socfin Medan dengan tujuan mendirikan perusahaan perkebunan Belgia dalam bentuk Joint Venture dengan komposisi modal 60 persen bagi Pengusaha Belgia dan 40 persen Pemerintah Indonesia. Sejalan dengan perkembangan PT Socfin Medan berubah nama menjadi PT Socfin Indonesia (Socfindo), pada tahun 2001 anggaran dasar PT Socfindo mengalami beberapa perubahan berdasarkan akta perubahan dari Notaris Ny. R.Arie Soetardjo mengenai komposisi saham menjadi 90 persen bagi Pengusaha Belgia dan 10 persen bagi Pemerintah Indonesia. PT Socfindo merupakan sebuah perusahaan perkebunan dengan komoditi utamanya yaitu Kelapa Sawit dan Karet yang terletak di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan total areal seluruhnya 49, Ha. Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan industri perkebunan kelapa sawit dan karet kelas dunia yang efisien dalam produksi dan memberikan keuntungan kepada para stake holder dan misi perusahaan sebagai berikut : 1) Mengembangkan bisnis dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham 2) Memberlakukan sistem manajemen yang mengacu pada standar internasional dan acuan yang berlaku di bisnisnya 37

53 3) Menjalankan operasi dengan efisien dan hasil yang tertinggi (mutu dan produktivitas) serta harga yang kompetitif 4) Menjadi tempat kerja pilihan bagi karyawannya, aman dan sehat 5) Penggunaan sumber daya yang efisien dan minimalisasi limbah 6) Membagi kesejahteraan bagi masyarakat dimana kami beroperasi PT Socfin Indonesia berkantor pusat di Medan beralamatkan Jalan K.L. Yos Sudarso no. 106 Medan dipimpin oleh seorang Principal Director yang ditetapkan oleh Komisaris atau pemilik saham dan seorang General Manager, keduanya disebut Direksi. Penyelengaraan kegiatan perusahaan dilakukan Direksi dengan dibantu oleh Kepala-Kepala Bagian Departemen dan Group Manager yang memimpin satu rayon perkebunan dimana PT Socfindo memiliki tiga rayon perkebunan (Group I,II,III). Masing-masing Group Manager memimpin beberapa perkebunan di group masing-masing. Bagian Departemen di PT Socfindo adalah sebagai berikut : 1) Bagian Umum (General Department) 2) Bagian Perbelanjaan (Finance Department) 3) Bagian Pembelian (Purchase Department) 4) Bagian Tanaman (Agricultural Department) 5) Bagian Tehnik (Technic Department) 6) Bagian penjualan (Sales Department) 7) Bagian Informasi Teknologi (IT Department) PT Socfindo juga memiliki beberapa kebun yang terdiri dari tiga Group. Group satu terdiri dari kebun Sei liput, Seunagan, Seumayam, dan Lae Butar. Untuk group dua yaitu kebun Mata Pao, Bangun Bandar, Tanah Gambus, Tanah Maria, Tanah Besi, dan Lima Puluh, sedangkan group tiga terdiri dari Aek Loba, Padang Pulo, Negeri Lama, Aek Pamienke, dan Halimbe. Ketiga group kebun ini tersebar dibeberapa kabupaten yang dapat dilihat pada Tabel 9. 38

54 Tabel 9. Penyebaran Kebun di PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun 2012 No. Perkebunan Kebun Kabupaten 1 Kelapa Sawit Seumayam Aceh Barat 2 Kelapa Sawit Seunagan Aceh Barat 3 Kelapa Sawit Lae Butar Aceh Selatan 4 Kelapa Sawit Sei Liput Aceh Timur 5 Kelapa Sawit Mata Pao Serdang Badagai 6 Kelapa Sawit Bangun Bandar Serdang Badagai 7 Karet Tanjung Maria Serdang Badagai 8 Karet Tanah Besi Serdang Badagai 9 Karet Lima Puluh Batu Bara 10 Kelapa Sawit Tanah Gambus Batu Bara 11 Kelapa Sawit Aek Loba Asahan 12 Kelapa Sawit Padang Pulo Asahan 13 Kelapa Sawit Negeri Lama Labuhan Batu 14 Karet Aek Pamingke Labuhan Batu 15 Karet Halimbe Labuhan Batu Sumber : PT Socfindo (2012) 5.2 Perkembangan Usaha Perkebunan Karet PT Socfindo memiliki lima perkebunan karet yaitu Tanjung Maria, Tanah Besi, Lima Puluh, Aek Pamingke, dan Halimbe. Perkembangan usaha karet dari lima perkebunan di PT Socfindo dari tahun ke tahun mengalami produktivitas yang berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat dari penurunan produktivitas tahun 2007 ke 2008 pada Tabel 10. Setelah dari tahun 2008 sampai 2011 dan seterusnya, produktivitas karet mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan, sehingga dapat disimpulkan produktivitas karet untuk PT Socfindo secara keseluruhan masih mengalami perkembangan yang cukup baik. Tabel 10. Perkembangan Produktivitas PT Socfindo Tahun Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (KK Kg) Produktivitas (Kg/Ha) , , , , , * 6.925, Sumber : Divisi Bagian Tanaman PT Socfindo (2011) Keterangan : * Angka Sementara Penelitian ini dilakukan di salah satu perkebunan karet PT Socfindo, yaitu perkebunan Aek pamienke. Perkembangan produktivitas karet untuk kebun aek 39

55 pamienke dari tahun mengalami fluktuasi produktivitas yang dapat dilihat mulai dari 2006 sampai 2007 mengalami peningkatan produktivitas sebesar 11,04 persen, sedangkan pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 23,53 persen dari produktivitas pada tahun Pada tahun 2009 mengalami peningkatan kembali sebesar 1,56 persen dan menurun kembali sebesar 10,01 persen pada tahun Produktivitas (kg/ha/tahun) Kebun Aek Pamienke PT Socfindo dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Produktivitas Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Tahun Tahun Produktivitas (Kg/Ha) Pertumbuhan (%) , , , ,92 Sumber : Divisi Bagian Tanaman PT Socfindo (2011) Kebun Aek Pamienke PT Socfindo memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan perkebunan karet lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 12. Luas lahan tersebut adalah luas lahan yang ditanami tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM), dan sisanya berupa rawa, perumahan, pabrik, dan jalan kebun. Tanaman belum menghasilkan adalah tanaman yang berumur 0-5 tahun, sedangkan untuk tanaman menghasilkan berumur > 5 tahun. Tabel 12. Luas Areal Perkebunan Karet PT Socfindo Tahun 2012 Perkebunan Karet Luas Lahan yang ditanami Lain-lain( rawa, perumahan, pabrik, dan Total (Ha) (Ha) jalan kebun) Tanjung Maria 1.224,98 23, ,07 Tanah Besih 1.367,98 28, ,01 Lima Puluh 1.794,85 32, ,34 Aek Pamienke 3.820,25 121, ,25 Halimbe 1.406,46 145, ,94 Sumber : Divisi Bagian Tanaman PT Socfindo (2012) 5.3 Struktur Organisasi Kebun Aek Pamienke PT. Socfindo berada di group tiga dengan dipimpin oleh seorang Group Manager (GM), sedangkan untuk pengelolaan perkebunan Aek Pamienke dipimpin oleh seorang manager kebun yang disebut pengurus, 40

56 bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan operasi lapangan dan pabrik karet kebun Aek Pamienke. Pelaksanaan tugas yang berlaku adalah seorang pengurus di bantu oleh seorang asisten kepala beserta lima orang asisten divisi di lapangan (kebun), satu orang kepala pabrik dengan jabatan tekhniker I dan satu orang asisten teknik dengan jabatan tekniker II, serta satu orang Kepala Tata Usaha (KTU) yang bertanggung jawab terhadap administrasi kebun yang dibantu beberapa orang pegawai administrasi. Tenaga kerja yang bekerja di dalam perusahaan secari garis besar dapat dibagi dalam beberapa kategori atau golongan, yaitu : 1) Staf Karyawan dengan golongan staf merupakan karyawan yang berposisi sebagai suatu pengurus yang bertanggung jawab akan pengelolaan perkebunan, seperti manager, asisten kepala, kepala masing-masing afdeling, kepala pabrik, dan kepala tata usaha. Karyawan dengan golongan staf mendapatkan gaji dan berbagai macam tunjangan sesuai dengan posisinya masing-masing. 2) Non-Staf Golongan ini merupakan peralihan golongan dari karyawan tetap bulanan yang akan menuju staf, sehingga mendapatkan tunjangan yang masih sama dengan karyawan tidak bulanan, tapi selangkah lebih dekat menuju staf. 3) Karyawan Tetap Bulanan (KTB) Karyawan Tetap Bulanan (KTB) merupakan karyawan yang dianggap tetap secara bulanan, mendapatkan gaji dan tunjangan sesuai dengan status atau jumlah anggota keluarga yang ditanggung, seperti pegawai kantor, dan lain sebagainya. 4) Karyawan Tetap Harian (KTH) Karyawan Tetap Harian (KTH) merupakan karyawan tetap secara harian mendapatkan gaji dan tunjangan yang tidak tergantung pada jumlah anggota keluarga yang ditanggung, seperti pegawai deres, nyemprot, pabrik, dan lain sebagainya. 41

57 5) Buruh Harian Lepas (BHL) Golongan ini merupakan tenaga kerja yang masih dianggap sementara/ tidak tetap. BHL mendapatkan bayaran dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) sektor perkebunan. BHL memiliki tugas dalam merawat tanaman karet, seperti membersihkan rumput dan gulma. Pencarian BHL dapat dibantu melalui kerjasama yang dilakukan PT Socfindo kebun Aek Pamienke dengan koperasi lestari. Tugas koperasi lestari dalam hal ini adalah mencari BHL apabila diperlukan, kemudian PT Socfindo yang membayarnya ke pihak koperasi. Struktur organisasi untuk PT Socfindo kebun Aek Pamienke dapat dilihat rincian lengkapnya pada Gambar 7. Pengurus/Manager Asisten Kepala (ASKEP) Kepala Afdeling/Divisi KTU (Kepala Tata Usaha) Tekniker I Tekniker II Afd. I Afd. II Afd. III Afd. IV Afd. V Gambar 7. Struktur Organisasi Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) Setiap afdeling yang terdapat dalam perkebunan juga memiliki struktur organisasi masing-masing, yang terdiri dari mandor satu tanaman, mantri produksi, mantri tanaman, tap control, krani lateks, dan pembantu krani yang masing-masing memiliki tugasnya dalam setiap afdeling. Setiap afdeling rata-rata terdiri dari ha yang terbagi dalam beberapa blok. Struktur organisasi tiap afdeling dapat dilihat pada Gambar 8. 42

58 Kepala Asisten (ASKEP) Asisten Afdeling I, II, III, IV, V Tap Kontrol Mantri Tanaman Mantri Produksi Mandor I Tanaman Krani Lateks Karyawan Mandor Deres Karyawan Karyawan Gambar 8. Struktur Organisasi Setiap Afdeling Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 5.4 Peraturan Ketenagakerjaan 1) Jam Kerja dan Tata Tertib Kerja Waktu kerja karyawan kebun Aek Pamienke PT Socfindo adalah 7 jam satu hari atau 40 jam dalam satu minggu dimana dalam pelaksanaanya diatur sebagai berikut : a) Karyawan lapangan bekerja enam hari dalam seminggu. Khusus karyawan penderes yang masuk pada hari libur atau hari minggu akan diberi premi khusus (Uang Kontan) atau sering disebut kontanan. Karyawan mulai bekerja pukul WIB sampai pukul WIB dan diantaranya termasuk istirahat untuk makan pagi yang biasa di istilahkan wolon pada pukul WIB. b) Karyawan pabrik karet kebun Aek Pamienke juga bekerja enam hari dalam sepekan, jika mereka masuk pada hari minggu atau hari libur maka dianggap lembur. Waktu kerja karyawan pengolahan dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pertama bekerja mulai pukul WIB sampai pukul WIB, dan shift kedua bekerja mulai jam WIB berakhir sampai pukul WIB. 43

59 c) Pegawai kantor pengurus dan pabrik bekerja mulai pukul WIB sampai WIB dan diantaranya sudah termasuk waktu istirahat tengah hari dari pukul WIB sampai dengan pukul WIB untuk makan siang. Kelebihan jam kerja dihitung sebagai lembur. PT Socfindo memberikan hak cuti bagi seluruh pekerja perkebunan yang diatur sebagai berikut : a) Istirahat tahunan yang disebut juga cuti tahunan diberikan 12 hari dalam setahun, dan bila telah bekerja enam tahun mendapat cuti panjang selama tiga bulan. b) Bagi pekerja wanita yang sedang mempersiapkan proses kelahiran mendapat hak cuti selama tiga bulan. c) Bagi pekerja yang mendapat kemalangan, kawin/mengawinkan, mendapat hak cuti selama dua hari. d) Bagi pekerja yang mengikuti ibadah haji diberikan cuti selama mengikuti ibadah tersebut. 2) Sistem Upah Sistem upah yang diterapkan pada setiap karyawan berpedoman kepada Upah Minimum Provinsi (UMP) sektor perkebunan. Selain upah dasar, perusahaan juga menetapkan sistem pembayaran lainnya antara lain : a) Diterapkan premi jika karyawan dapat mencapai atau menyelesaikan pekerjaan melebihi target perusahaan. b) Lembur jika karyawan bekerja melebihi waktu yang sudah ditetapkan. c) Diberikan catu natura berupa beras untuk pekerja 15 kg, untuk istri 9 kg, dan untuk anak 7,5 kg maksimum tiga anak. d) Pemberian tunjangan Hari Raya pada setiap mendekati hari raya. e) Pemberian bonus tahunan yang besarannya dihitung dari keuntungan perusahaan 3) Fasilitas Kesejahteraan Karyawan Dan Sarana Sosial Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) memberikan Fasilitas kesejahteraan dan sarana sosial bagi pekerja dan keluarganya, baik fisik maupun non-fisik antara lain : 44

60 a) Perumahan Semua pekerja kebun diberikan sarana perumahan yang lokasinya disesuaikan dengan lokasi kerja dari masing-masing pekerja baik di divisi maupun di pabrik. Perumahan yang diberikan telah dilengkapi dengan instilasi jaringan listrik dan air dan telah memenuhi standar rumah sehat. Namun demikian banyak juga pekerja yang tidak tinggal di rumah yang telah disediakan perusahaan tetapi tinggal dirumah pribadi dengan lokasi kampung disekitar kebun b) Sarana Kesehatan Kebun Aek Pamienke mempunyai unit kesehatan berupa poliklinik yang tugas pokok setiap harinya memberikan pertolongan, pengobatan dan perawatan bagi pekerja dan keluarganya. Apabila karyawan atau keluarga dalam keadaan sakit parah atau berat dan tidak dapat ditangani lagi oleh para medis di poliklinik, maka pasien yang sakit akan dirujuk ke rumah sakit terdekat di daerah, di kota madya atau di ibu kota provinsi dan semua biaya akan ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan bila telah memenuhi prosedur pengobatan. 5.5 Kegiatan Utama Perkebunan Karet PT Socfindo Kebun Aek Pamienke memiliki tiga kegiatan utama dalam pengelolaan perkebunan karet alam, yaitu kegiatan perawatan, pemupukan, dan pemanenan. 1) Kegiatan Perawatan Kegiatan perawatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk merawat tanaman dan lingkungan sekitarnya, serta mengatasi hama, gulma, dan penyakit yang terjadi pada tanaman yang meliputi penyemprotan liringan (jalur untuk dapat dilewati oleh karyawan). Hal ini dilakukan agar gulma tidak tumbuh, pencegahan dan pengobatan hama penyakit, membersihkan gulma, memperdalam parit yang dangkal, dan merawat serta memperbaiki jalanan sekitar yang telah rusak. Hama yang paling banyak ditemukan pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah kutu dan rayap. Hama ini sangat banyak jenisnya pada umumnya menyerang tanaman karet yang masih kecil yang menghambat pertumbuhan untuk menjadi besar dan subur, karena zat-zat yang terdapat dalam batang serta daun di 45

61 hisap secara simultan yang pada akhirnya karet menjadi mati secara berlahan. Tanaman karet gejala kuning pada daun serta layu yang berguguran. Rayap pada umumnya mulai menyerang tanaman karet mulai dari akar yang mati serta pangkal kayu yang ada di sekitar batang karet. Pembasmian hama dilakukan dengan cara kimiawi (penyemprotan) menggunakan insektisida. Kegiatan pembasmian hama dikerjakan oleh karyawan dengan rekomendasi dari asisten afdeling atau mantri tanaman, sedangkan untuk pembasmian gulma dan penyakit dilakukan dengan cara yang sama seperti pembasmian hama, tetapi penyakit hanya ada pada Tanaman Menghasilkan (TM). Seluruh kegiatan perawatan dilakukan per afdeling dengan diketuai oleh mantri tanaman sesuai perintah dari asisten afdeling masing-masing dengan upah sesuai dengan UMP sektor perkebunan. 2) Kegiatan Pemupukan Kebun Aek Pamienke PT Socfindo melakukan pemupukan untuk tanaman TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) & TM (Tanaman Menghasilkan) dengan area, dosis, dan jenis pupuk yang telah ditetapkan oleh manajemen PT Socfindo. Pada tanaman TBM, aplikasi pemberian pupuk dilakukan dua kali, yaitu pada aplikasi pertama bulan Januari-April dan aplikasi kedua setelah 6 bulan dari aplikasi pertama, sedangkan untuk aplikasi pupuk pada TM diberikan setelah proses siklus gugur daun. Siklus gugur daun tersebut dapat melestarikan lingkungan karena daun yang berguguran dapat meningkatkan unsur tanah. Kebijakan pemupukan dapat berubah sewaktu-waktu karena kebijakan dari manajemen PT Socfindo yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain timbulnya gugur daun yang berkepanjangan, fisiologis tanaman yang sudah tidak baik, dan lain sebagainya. Aplikasi pupuk pada tanaman menghasilkan didasarkan kepada tiga faktor utama, yaitu posisi panel deres, efek topping, dan adanya serangan penyakit gugur daun (SLF). Berdasarkan hal tersebut, maka pemupukan dibedakan dalam dosis dan waktu aplikasi. Jenis Pupuk untuk tanaman umur enam tahun adalah NPK dan tanaman umur > 6 tahun menggunakan pupuk tunggal Urea, RP dan KCl dengan frekuensi Aplikasi satu kali per tahun. Aplikasi diantara jenis pupuk pada setiap blok, pupuk dapat diaplikasi pada waktu yang sama atau memiliki selang 46

62 waktu hari, tetapi harus selesai dalam waktu 30 hari kerja atau 75 hari sejak masa refoliasi. Sistem aplikasi pupuk ditentukan sebagai berikut : a) Sistem Penaburan : Urea, KCl, NPK (compound) ditabur merata, sedangkan pupuk RP ditabur secara strip. b) Lokasi/tempat penaburan : Semua jenis pupuk (Urea, RP dan KCl atau NPK) dilakukan pada salah satu sisi barisan dengan jarak sekitar dua meter dari tanaman, tahun berikutnya diaplikasikan pada sisi yang berlawanan. Pada tahun 2011 aplikasi pupuk dilaksanakan pada sisi utara dari barisan tanaman. c) Waktu penaburan : hal yang paling penting dalam aplikasi pupuk karena sangat berhubungan dengan efisiensi dan ketepatan waktu pupuk tersebut diperlukan oleh tanaman, sehingga dibedakan berdasarkan kondisi tanaman yang akan dipupuk, yaitu : i) Tanaman yang dipupuk berdasarkan posisi panel dan efek topping, aplikasi mulai dilaksanakan 45 hari setelah refoliasi dan harus selesai dalam waktu satu bulan untuk semua jenis pupuk pada semua blok yang dipupuk. Pengamatan waktu defoliasi dan refoliasi harus benarbenar dilaksanakan secara up to date dan kebutuhan tenaga aplikasi harus dihitung secara tepat. ii) Tanaman yang mengalami gugur daun : harus diaplikasi segera setelah gugur daun ke dua (SLF) selesai. Oleh sebab itu pengamatan dan pencatatan terhadap blok-blok yang mengalami gugur daun harus dilaksanakan secara tepat dan benar dan setiap tahun dilaporkan ke divisi bagian tanaman. 3) Kegiatan Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan inti dalam usaha perkebunan karet alam. Kegiatan pemanenan di perusahaan dilakukan oleh kelompok pemanen yang dipimpin oleh seorang mandor. Syarat untuk pohon karet dapat dipanen adalah 50 persen dari populasi dalam satu blok lilit batang pohon karet telah mencapai 50 centimeter. Setiap mandor memiliki karyawan atau dapat disebut penderes. Sistem yang digunakan dalam kegiatan panen adalah sistem panel A dan B dengan empat sesi. Sistem panel A dan B merupakan suatu sistem dimana pohon 47

63 karet terbagi akan dua panel yang dapat diambil lateksnya. Pohon karet diharapkan perusahaan dapat mencapai umur produktif 24 tahun dengan adanya sistem panel ini. Sistem panen menggunakan sistem empat sesi, yaitu A, B, C, dan D. Pengambilan lateks dilakukan dalam empat hari sekali dengan satu harinya atau satu sesinya penderes mengambil lateks dari 500 pohon. Maka jatah untuk satu penderes dalam empat sesi adalah 2000 pohon. Setelah penderes mengambil lateks dari 2000 pohon tersebut, kemudian dikumpulkan di tempat penampungan lateks atau rumah lateks. Mandor bertugas untuk mencatat dan mengawasi hasil produksi lateks yang dipanennya setiap akhir bulan. Penderes yang dapat mencapai atau menyelesaikan pekerjaan dalam memperoleh lateks yang melebihi target perusahaan dengan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan, maka setiap penderes berhak mendapatkan premi. 5.6 Faktor-faktor Risiko Produksi Risiko pada komoditi pertanian sangat rentan dalam mempengaruhi produksi yang dihasilkan, begitu pula pada komoditi perkebunan yaitu karet. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang diusahakan oleh PT Socfindo. Produksi karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfindo setiap tahun mengalami fluktuasi yang dapat di sebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, sebagai berikut : 1) Jumlah pohon yang mati Jumlah pohon yang mati adalah jumlah pohon yang tidak dapat berproduksi lagi di akibatkan oleh beberapa faktor, seperti jumlah pohon yang mati akibat penyakit fomes (jamur akar putih), jumlah pohon yang sakit akibat penyakit brown bast/bark necrosis (BB/BN), jumlah pohon yang tumbang karena angin, dan jumlah pohon yang diremajakan pada awal tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel

64 Tabel 13. Jumlah Pohon yang Mati Tahun Tahun Pohon yang tumbang akibat angin Pohon yang Mati akibat Fomes Pohon yang terkena BB/BN Pohon yang diremajakan TOTAL Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) Jumlah pohon yang mati atau tumbang akibat angin tahun 2011 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 2009 dan 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal ini mengakibatkan pada tahun 2011, perkebunan PT Socfindo Kebun Aek Pamienke mengalami bencana angin puting beliung, sehingga ± 38 Ha luas perkebunan mengalami serangan angin yang berat dan untuk serangan ringan. Angin adalah cuaca alam yang tidak dapat dikendalikan. Maka jumlah yang tumbang akibat serangan angin dapat beragam dan tidak dapat ditentukan jumlahnya. PT Socfindo dapat mengurangi permasalahan risiko tersebut dengan cara menanam klon karet yang berjenis tahan akan angin, kemudian ditanam pada daerah-daerah yang rawan karena angin, seperti daerah berbukit. Klon yang tahan akan angin adalah klon PB 260 dan PB 340, sedangkan untuk klon yang kuat akan angin adalah RRIC 100 dan PB 217. Perusahaan berharap engan adanya antisipasi ini, maka jumlah pohon yang tumbang atau mati karena angin tidak terlalu besar setiap bulan atau setiap tahunnya. Serangan angin puting beliung tahun 2011 terjadi pada tanggal 18 Juni 2011 jam WIB. Arah angin dari arah timur menuju barat dan kecepatan angin tidak tercatat. Hal tersebut dipastikan sangat kuat dan berputar (twister) sehingga menyebabkan banyak pohon yang patah dan terbongkar sampai ke akarnya. Jumlah pohon yang mati akibat fomes (jamur akar putih) tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2009 dan 2011 pada Tabel 13. Hal ini disebabkan pada tahun 2010, manajemen PT Socfindo melakukan perubahan pada teknik perawatan fomes terkait SOP untuk persiapan lahan bekas fomes yang kebersihannya harus diperhatikan dengan baik. Sifat jamur pada umumnya menular, sehingga apabila tanah atau lahan bekas fomes terjamin kebersihannya, maka jumlah pohon yang terkena fomes dapat dikurangi seminimal mungkin. 49

65 Tehnik yang membedakan adalah target umur tanaman yang disensus dan pemberian jumlah dosis fungisida. Fungisida berbentuk granular yang diberikan ke dalam tanah merupakan langkah pencegahan terhadap penyakit fomes. Pada tahun 2009, sensus pohon yang terkena penyakit fomes ini hanya sampai umur 10 tahun dengan dosis 10 gram per pohonnya, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011, target sensus tanaman karet sudah sampai umur 20 tahun dan dosis 30 gram per pohon dan 50 gram per pohon. Gambar 9. Pohon yang Terkena Fomes (Jamur Akar Putih) Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) Besar kecilnya jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) tergantung pada sistem panel dan jenis klonnya. Sistem panel karet PT Socfindo dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Sistem Panel Deres Pohon Karet Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 50

66 Klon yang rentan akan penyakit ini adalah PB 340 dan PB 260, sedangkan panel yang rentan adalah sistem panel B pada tahun deres yang ketujuh dan kedelapan dengan umur tanaman 12 tahun dan 13 tahun. Pada tahun 2009 terjadi penyerangan BB/BN pada umur tanaman 9 dan 10 tahun dengan tahun deres keempat dan kelima. Luas untuk umur tanaman tersebut adalah 1.297,14 Ha, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011 terjadi pada umur tanaman 12 tahun dan 13 tahun dengan luas 1.064,76 Ha dan 1.436,61 Ha. Walaupun luas tahun 2011 lebih luas dibandingkan tahun 2009, tetapi jumlah pohon yang terkena BB/BN tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal ini dapat disebabkan adanya jumlah pemberian rangsangan (stimulasi) yang terlalu berlebihan pada tahun Salah satu penyebab timbulnya penyakit BB/BN adalah pohon karet yang telah mengalami keletihan akibat pohon yang terus-terusan dilukai dan akibat dari rangsangan tersebut. Gambar 11. Pohon yang Terkena Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 2) Penderes yang melakukan kesalahan Penderes adalah nama lain tenaga kerja yang hanya bertugas untuk mengambil lateks atau disebut juga penyadap. Pada perkebunan karet, seorang penderes harus memiliki keahlian khusus dalam menderes lateks. Keahlian yang harus dimiliki adalah keahlian dalam melukai atau menderes pohon karet dengan kedalaman dan jarak yang telah ditetapkan. Tekniknya adalah penderes melakukan penderesan lateks dengan cara memotong kulit dengan kedalaman 1-1,5 milimeter dari kambium dan jangan sampai terjadi kerusakan kambium agar kulit pulihan dapat terbentuk dengan baik. Penderes yang melakukan kesalahan dapat menyebabkan produksi atau umur produktif tanaman karet berkurang 51

67 sehingga tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Kesalahan yang sering terjadi, seperti menderes yang tidak sesuai kedalaman atau jarak yang telah ditetapkan, tidak membawa alat-alat yang lengkap, dan alat-alat yang tidak higienis. Cara untuk mengetahui bagaimana penderes melakukan kesalahan adalah dari monitor setiap mandor masing-masing penderesnya. Satu mandor membawahi orang penderes. Setiap akhir bulan, mandor akan melaporkan hasil mutu deresan yang diperoleh oleh setiap penderes dan hal ini akan berpengaruh terhadap berapa jumlah premi yang akan diterima setiap bulannya. Penderes melakukan pekerjaannya yang dimulai pada pukul WIB sampai selesai. Hal ini dikarenakan tetesan karet sangat berpengaruh akan tinggi atau rendahnya tekanan turgor dan untuk suhu di pagi hari, tekanan turgor mencapai maksimum sehingga tetesan lateks yang keluar juga akan mengalir dengan cepat. Tekanan turgor adalah perbedaan antara tekanan suhu di dalam sel pohon karet dengan tekanan suhu dilingkungan pohon karet. Hari yang semakin siang akan mengakibatkan tekanan turgor semakin menurun sehingga lateks akan mengalir lambat dan produksi dapat berkurang. Hal tersebut membuat penderes dituntut untuk disiplin dalam waktu. Pengutipan lateks dilaksanakan mulai pukul WIB. Hasil kutipan lateks dikumpulkan di dalam blong/drijen dengan kapasitas 40 liter. Setelah semua pohon telah dikutip lateksnya, kemudian lateks disetor ke tempat penyetoran lateks dan diterima oleh krani lateks, lalu diangkut oleh truk yang akan mendistribusikan ke pabrik. 3) Jumlah pohon yang dideres Jumlah pohon yang dideres adalah jumlah pohon yang telah dapat menghasilkan lateks atau getah karet. Total jumlah pohon yang di deres mulai dari tahun adalah pohon dengan tahun tanam mulai dari Jumlah tersebut berkurang setiap tahunnya akibat dari ada nya kehilangan pohon yang mati akibat dari beberapa sumber risiko, seperti angin, penyakit fomes, penyakit BB/BN, dan pohon yang diremajakan. Pohon yang dapat dideres dengan baik adalah salah satu faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Semakin besar produksi lateks yang diperoleh tergantung dari berapa jumlah pohon karet yang dapat dideres dengan baik. Maka mulai dari masa tanaman belum menghasilkan (TBM), perusahaan telah dapat melakukan semua 52

68 antisipasi untuk mengurangi risiko yang terjadi. Hal ini dilakukan agar jumlah pohon yang dideres pada tahun deres yang telah dapat menghasilkan produksi lateks sesuai yang diharapkan dengan risiko yang semakin kecil. Pohon karet dapat dideres dan menjadi tanaman menghasilkan (TM) pada umur tanaman > 6 tahun. Pada umumnya, tanaman tahunan seperti karet akan mengalami masa-masa dimana produksi karet akan menurun sesuai dengan umur tanamannya masingmasing. Umur tanaman yang telah mencapai dimana titik produksi tidak dapat menghasilkan lateks sesuai yang diharapkan kembali, maka sistem panen yang dilakukan empat hari sekali untuk satu pohon akan diganti dengan sistem panen intensif yang dapat dilakukan dua hari sekali untuk satu ancak (500 pohon). Pohon yang sudah dalam kondisi tidak baik dan menghasilkan lateks yang tidak sesuai, maka pohon tersebut akan diremajakan kembali. Selain itu, setiap pohon yang dideres juga memiliki produktivitas yang berbeda-beda setiap pohonnya, yang salah satu penyebabnya dapat dikarenakan jenis klon atau adanya beberapa faktor risiko yang terjadi. Rata-rata produktivitas karet per pohon dan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-Rata Produktivitas Karet per Pohon Tahun (Kg/Ha) Tahun Luas (Ha) Produksi (KK Kg) Produktivitas per Pohon (Kg/Ha) , , , , , ,76 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 4) Jumlah blok yang terkena SLF (Secondary Leaf Fall) Secondary Leaf Fall adalah siklus gugur daun kedua yang diakibatkan oleh adanya penyakit Corynespora Cassiicola. Siklus ini akan terjadi setelah tanaman karet mengalami siklus gugur daun pertama yang telah menjadi siklus hidupnya. Tidak semua tanaman di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo yang terkena SLF, tetapi hanya beberapa jenis klon tanaman karet dan blok di setiap afdeling kebun Aek Pamienke PT Socfindo. Klon yang rentan terkena SLF adalah PB 330 dan RRIM 921, sedangkan untuk klon yang tidak rentan terhadap SLF adalah RRIC 100 dan PB 217. Penyakit SLF ini juga sangat rentan terhadap curah hujan. Semakin tinggi curah hujan yang ada, maka akan semakin banyak jumlah pohon 53

69 yang terkena SLF, sehingga jumlah blok yang terkena SLF pun akan semakin banyak. Penyakit SLF yang berkepanjangan ini akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman karet menjadi kerdil dan terhambat sehingga tidak mampu atau sedikit menghasilkan lateks. Serangan lanjut dapat mengakibatkan matinya tanaman karet karena banyaknya kehilangan daun yang gugur. Tanaman memiliki nutrisi lebih atau makanan cadangan yang dapat membuat pohon karet bertahan untuk tumbuh dengan baik yang dilihat dari daunnya. Keuntungan dari SLF ini adalah semakin banyak daun yang gugur ke tanah, maka unsur hara tanah akan semakin tinggi dan baik untuk tanaman, sedangkan kerugian dari SLF ini adalah dapat menurunkan produksi hingga 20 persen sesuai penelitian bagian tanaman PT Socfindo. Gambar 12. Pohon Karet yang Terkena Secondary Leaf Fall Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) 5) Biaya perawatan BB/BN (Brown bast/bark necrosis) Brown bast adalah penyakit kering alur sadap yang diakibatkan karena adaya gangguan fisiologis tanaman, sedangkan bark necrosis adalah penyakit busuk kulit tanaman karet yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Tanaman karet yang menghasilkan di PT Socfindo kebun Aek Pamienke mengalami kasus pada umumnya tanaman karet yang awalnya terkena brown bast, maka apabila fisiologis tanaman karet sudah sangat terganggu, kemungkinan untuk terkena penyakit bark necrosis semakin besar. Biaya perawatan BB/BN dikeluarkan untuk membeli extra urea yang digunakan 200 gram/pohonnya, sel TB 192 digunakan ± 50 mililiter/pohon, dan untuk insektisidanya menggunakan Biotion atau Hostation. Tujuan dalam pemberian pupuk urea adalah untuk memberikan nutrisi tambahan pada tanaman karet yang telah sakit, sedangkan untuk sel TB 192 berguna untuk menutup bekas kerokan yang dilakukan dalam pengobatan pohon 54

70 karet yang telah terserang BB/BN, dan untuk insektisida nya dilakukan untuk pencegahan rayap pada kayu pohon karet. Kayu pohon karet yang telah terkena kumbang penggerek atau sejenis rayap akan digerogoti sampai sel-sel yang terdapat pada pohon karet tersebut tidak dapat berfungsi kembali dan akibatnya akan menimbulkan kematian. Selain itu, total biaya yang dikeluarkan untuk perawatan ini juga termasuk biaya tenaga kerja yang digunakan. Satu orang hanya dapat mengerjakan tiga sampai empat pohon dan dibayar Rp ,- per hari nya. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah pohon yang terkena BB/BN, maka semakin tinggi biaya perawatan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Perawatan dan Jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis Tahun Tahun Biaya Perawatan BB/BN (Rp) Jlh Pohon yang terkena BB/BN TOTAL Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 6) Curah hujan (mm) Curah hujan yang baik untuk tanaman karet adalah mm dengan jumlah hari hujan hari yang dapat dilihat pada Tabel 14. (Departemen Pertanian 2012) 9. Pengukuran berapa besar curah hujan yang jatuh di perkebunan Aek Pamienke menggunakan alat yang dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Sumatera Utara yang bernama Hygrometer. Sampai saat ini, hasil dari alat tersebut dapat dinyatakan akurat dalam mengukur bersarnya air hujan yang jatuh. Selain itu, alat ini juga telah digunakan diberbagai perkebunan yang ada di Sumatera Utara dan sekitarnya. 9 [DEPTAN] Departemen Pertanian Budidaya Tanaman Karet. cybex.deptan.go.id/files/budidaya%20tan.%20karet.doc. [16 April 2012] 55

71 Gambar 13. Alat Pengukur Milimeter Curah Hujan Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012) Curah hujan yang melebihi batas normal akan menyebabkan kerentanan tanaman karet terhadap penyakit menjadi lebih besar, sehingga kemungkinan penurunan produksi akan semakin besar. Sebaliknya, curah hujan dan hari hujan yang cukup akan dapat memungkinan produksi meningkat lebih besar. Kerentanan penyakit yang dapat diakibatkan adalah penyakit yang disebabkan oleh Corynespora Cassiicola atau penyakit gugur daun kedua (SLF). Selain itu, curah hujan juga dapat menyebabkan penderes tidak menderes apabila curah hujan yang tinggi datang pada pagi hari. Penderes yang tetap melakukan penderesan dalam kondisi seperti ini dapat menyebabkan getah lateks mengalir ke segala arah dengan bantuan air hujan yang jatuh membasahi pohon, sehingga lateks tidak dapat dikumpulkan dengan baik, sedangkan hujan yang datang pada waktu siang hari sebelum lump membeku sempurna, maka lump tidak dapat menggumpal karena di mangkok akan banyak tergenang air. Hari hujan yang datang pada malam hari akan menyebabkan tekstur dari lump yang sudah menggumpal akan menjadi rusak. Tabel 16. Hari Hujan dan Curah Hujan Kebun Aek Pamienke Tahun Tahun Hari Hujan (HH) Curah Hujan (MM) TOTAL Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 56

72 VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM Hasil dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo kebun Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang diteliti adalah jumlah pohon yang hilang atau mati, penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (SLF), curah hujan, biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN), dan produksi sebelumnya. Salah satu yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktorfaktor-faktor sumber risiko produksi yang dapat mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo adalah dengan menggunakan software Eviews 6 dan metode regresi linier berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Uji asumsi klasik pada metode ini telah dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut telah memenuhi semua uji atau tidak (Lampiran 4, 5, dan 6). Sehingga selanjutnya untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo dapat dilakukan. Kesesuaian hasil regresi dapat dilihat dari kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga. Hasil estimasi dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ) adalah 0,58 atau 58 persen (Lampiran 1). Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebesar 58 persen dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 42 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Menggunakan taraf nyata 20 persen (α = 0,2), maka dapat dijelaskan bahwa apabila Prob (F-statistic) < α akan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, yaitu produksi, tetapi apabila Prob (F-statistic) > α, maka menunjukkan bahwa tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi. Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel

73 Tabel 17. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi Karet Alam PT Socfindo Labuhan Batu Utara Sumatera Utara Tahun 2012 Variabel Koefisien Std. Error F-Statistic Probability Konstanta , ,5-0, ,886 Jumlah pohon yang mati (X 1 ) -1, , , ,327 Jumlah penderes yang salah (X 2 ) -2522, ,66-1, ,177 Jumlah pohon yang dideres (X 3 ) 0, , , ,336 Jumlah blok terkena SLF (X 4 ) -3126, ,44-2, ,010 Biaya perawatan BB/BN (X 5 ) -0, , , ,936 Curah hujan (X 6 ) 181,39 113,52 1, ,122 Produksi sebelumnya (Y (t-1) ) 0, , , ,0001 Tabel 17 menunjukkan hasil yang signifikan ada empat variabel, sedangkan untuk hasil yang tidak signifikan ada tiga variabel. Variabel yang signifikan adalah Jumlah penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ), jumlah blok yang terkena SLF (X 4 ), Curah Hujan (X 6 ), dan produksi sebelumnya Y (t-1), sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah variabel Jumlah pohon yang mati (X 1 ), jumlah pohon yang dideres (X 3 ), dan Biaya perawatan BB/BN (X 5 ). Hasil tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk model, yaitu : Y = ,96 1,102137X ,678X 2 + 0,267069X ,435 X 4 0,000113X ,3940X 6 + 0,614157Y (t-1) Model tersebut menyatakan bahwa terdapat enam variabel yang memenuhi hipotesis, sedangkan ada satu yang tidak memenuhi hipotesis, yaitu variabel curah hujan. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo adalah sebagai berikut : 1) Jumlah pohon yang mati (X 1 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel Jumlah pohon yang mati (X 1 ) memiliki 58

74 tanda negatif pada taraf nyata 20 persen (0,2). Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah pohon yang mati meningkat satu pohon, maka produksi akan menurun sebesar 1, kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam yang dikarenakan dalam kurun waktu , pohon yang mati akibat angin, fomes, atau Brown Bast/Bark Necrosis di dalam perkebunan karet Aek Pamienke tidak memiliki jumlah yang sangat besar dibandingkan dari jumlah pohon karet secara keseluruhan. Pada tahun 2011, luas pohon karet yang tumbang atau mati mencapai ± 38 Ha yang diakibatkan oleh bencana puting beliung. Walaupun demikian, jumlah pohon yang tumbang atau mati dari luas tersebut tidak dalam jumlah yang besar dibandingkan keseluruhan jumlah pohon karet yang ditanami di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo. Akibat serangan angin yang berat, luas areal ± 38 Ha akan diremajakan kembali karena mengalami kerusakan berat hingga > 60 persen, yaitu pohon pada areal tersebut tidak dapat dipertahankan untuk dirawat karena pohon sudah tumbang atau patah pada batang utama sehingga tidak mungkin untuk dieksploitasi/dideres kembali. Angin merupakan bencana iklim yang tidak dapat diduga kejadiannya, karena termasuk faktor alam. Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah bagian tanaman PT Socfindo melakukan analisis lanjut mengenai arah atau pola angin dari yang sering terjadi, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang sering terkena serangan angin, seperti angin putting beliung. Berdasarkan pola atau daerah tersebut, PT Socfindo akan menanam jenis klon karet yang tahan akan angin agar dapat diminimalisir dengan baik. Selain itu, untuk pohon karet yang sudah terlalu tinggi dan akan rentan terkena angin, maka perusahaan akan melakukan topping. Topping adalah suatu pekerjaan untuk mengurangi tinggi tanaman karet dengan cara memotong atau memangkas cabang tanaman karet pada ketinggian tertentu untuk mencegah dan mengurangi risiko patah ataupun tumbang akibat angin kencang. Cara topping juga dapat digunakan untuk memotong pohon karet yang hanya patah karena serangan angin. Tujuannya agar pohon karet dapat tumbuh kembali dan juga dengan diberi tambahan pupuk. Cara perusahaan dalam mengatasi penyakit fomes adalah dengan cara perusahaan berusaha melakukan upaya-upaya agar penyakit ini tidak dapat 59

75 menular kepada pohon karet lainnya. Strategi yang dilakukan perusahaan adalah dengan cara mencabut pohon karet hingga akar-akarnya, kemudian membersihkan lahan bekas fomes tersebut. Kebersihan lahan merupakan hal yang sangat penting untuk penyakit ini, karena jamur Rigidoporus Lignosus sifatnya adalah menular atau parasit fakultatif yang berarti bahwa jamur tersebut dapat hidup pada jaringan tanaman yang telah mati. Selain itu, jamur ini juga tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sumber makanan. Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya fomes sangat ditentukan oleh adanya sisa-sisa tunggul dan akar tanaman di lahan areal perkebunan karet. Daerah Sumatera dan Malaysia merupakan negara yang menduduki urutan teratas akibat kerugian dari penyakit fomes dibandingkan seluruh penyakit karet lainnya (Sujatno dan Pawirosoemardjo 2001). Berdasarkan penelitian divisi bagian tanaman PT Socfindo, rentannya daerah Sumatera akan fomes diduga karena faktor cuaca atau iklim dan sebagian besar lahan perkebunannya adalah bekas lahan hutan atau tanaman tua. Maka dari itu, pengelolaan tanah yang kurang sempurna akan menyebabkan dan dapat dipastikan penyakit jamur akar putih ini akan menjadi masalah sepanjang tahun. Penanggulangan untuk penyakit Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) adalah perusahaan melakukan pengobatan dengan cara melakukan deteksi terlebih dahulu kepada pohon yang sakit. Deteksi ini dilakukan dengan cara penusukan kulit (tes pembusukan) pada bagian kulit yang mongering setiap 10 centimeter sampai dijumpai tusukan yang mengeluarkan lateks (kulit sehat), selanjutnya dilakukan isolasi antara kulit sehat dan kulit sakit menggunakan pisau deres, dan kemudian dilakukan pengerokan kulit pada kulit yang sakit kemudian didiamkan selama satu hari. Setelah itu, pengobatan dengan mengoleskan formulasi NoBB atau TB 192. Formulasi NoBB adalah suatu formulasi yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan diproduksi oleh Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, sedangkan TB 192 adalah zat yang digunakan untuk menutup setiap luka pada tanaman karet. Selain itu, penyemprotan insektisida dilakukan setelah sehari kulit diolesi yang bertujuan untuk melindungi pohon dari serangan kumbang penggerek (rayap). Setelah semua tahapan selesai dilakukan, pohon tersebut dibiarkan istirahat dalam waktu 4-6 bulan. Pohon yang 60

76 tidak dapat berproduksi kembali setelah masa istirahat tersebut, maka pohon akan mati dan diremajakan kembali. 2) Jumlah Penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ) Variabel kedua dalam penelitian ini adalah variabel jumlah penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ). Hasil dari analisis ini bertanda negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah penderes yang melakukan kesalahan meningkat satu orang, maka produksi akan menurun sebesar 2522,678 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan hasil dari lapangan yang menyatakan bahwa penderes merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya karet alam. Besar kecilnya produksi karet berdasarkan lateks yang diperoleh dari setiap pohon karet. Tenaga kerja harus dapat menggoreskan atau melukai kulit karet agar lateks dapat dikeluarkan dari pohonnya. Tenaga kerja tersebut disebut penderes atau nama lainnya adalah penyadap. Setiap penderes harus dapat melukai pohon karet dengan teknik-teknik tertentu atau keahlian khusus dalam menderes lateks agar umur produktif atau produksi karet tidak menurun dari yang diharapkan. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan penuh kehatian-hatian. Konsistensi dari penderes yang sangat diharapkan oleh perusahaan untuk menghasilkan mutu terbaik. Proses penerimaan karyawan sebagai penderes terlebih dahulu melakukan tes jasmani. Tes ini bertujuan untuk melihat seberapa kuat jasmani dari calon penderes, karena seorang penderes harus memiliki badan yang kuat dan tidak mudah sakit. Di perkebunan karet, setiap harinya penderes harus memanen lateks dari satu ancak atau 500 pohon dalam sehari. Oleh karena itu, dengan menggunakan sistem panel empat kali sehari, maka setiap penderes dalam waktu empat hari harus memanen lateks dari 2000 pohon karet. Pekerjaan ini tidak mudah jika belum terbiasa dilakukan. Setelah tes jasmani, selanjutnya tes training untuk memberitahukan cara-cara menderes atau melukai pohon karet dengan baik dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Konsistensi waktu juga dapat dilihat dari ketepatan mereka hadir untuk melakukan setiap tahapan tes yang dilakukan perusahaan. 61

77 PT Socfindo menyediakan Tapping School sebagai cara untuk mengurangi risiko apabila masih terdapat penderes yang melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Tujuannya agar setiap penderes memiliki keahlian khusus sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Perusahaan. Sejauh ini, strategi tersebut sangat membantu untuk setiap penderes yang baru masuk atau penderes yang melakukan kesalahan. Pengontrolan setiap mandor kepada setiap penderes menjadi salah satu cara dilapangan dalam meminimalisir risiko tersebut. 3) Jumlah pohon yang dideres (X 3 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel Jumlah pohon yang di deres (X 3 ) bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah pohon yang di deres meningkat satu pohon, maka produksi akan meningkat sebesar 0, kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Hal ini dapat disebabkan karena di dalam perkebunan karet, khususnya untuk kejadian dilapangan, salah satu faktor yang dapat menyebabkan produktivitas dari setiap pohon itu berbeda adalah jenis klon dan sistem panelnya. Persentase jenis klon karet yang ditanami di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo dapat dilihat pada Tabel 16. Jenis klon yang dapat memberikan produksi tinggi adalah PB 340, PB 217, dan PB 260, sedangkan sisa klon yang hanya dapat memberikan distribusi produksi standar atau tidak terlalu tinggi sesuai jenis nya masing-masing. Sistem panel yang dapat memberikan produksi tinggi adalah sistem panel A pada umur tanaman tahun. Pengaruh yang tidak nyata ini menunjukkan bahwa adanya persentase jumlah pohon untuk klon yang produksi nya tidak optimum lebih besar dibandingkan persentase klon yang dapat memberikan produksi lebih tinggi. Persentase RRIC 100 adalah 30,05 persen dan klon tersebut termasuk klon yang produktivitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga seberapa banyak jumlah pohon tidak menjelaskan terlalu nyata terhadap data produksi tahun Penanaman klon RRIC 100 sebagai antisipasi adanya serangan angin yang dikarenakan lahan perkebunan Aek Pamienke merupakan salah satu jalur lintasan angin. 62

78 Tabel 18. Persentase Jumlah Pohon Berdasarkan Jenis Klon Karet Alam PT Socfindo Tahun 2011 Klon Persentase Jumlah Pohon (%) IRCA 111 0,37% IRCA 18 0,94% IRCA 230 1,08% PB 217 3,06% PB 235 0,66% PB 254 0,58% PB ,01% PB ,66% PB 340 2,79% RRIC ,05% RRIM 901 1,54% RRIM 911 1,54% RRIM ,99% Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) 4) Jumlah Blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X 4 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X 4 ) memiliki tanda negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap jumlah blok yang terkena SLF meningkat satu blok, maka produksi akan menurun sebesar 3126,435 kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Setiap tanaman memerlukan fotosintesis untuk cadangan makanannya. Proses fotosintesis berlangsung dengan bantuan sinar matahari yang dimulai dari daun. Tanaman karet akan menggugurkan daunnya sebagai siklus hidupnya. Pengguguran daun tersebut akan menyebabkan proses fotosintesis terganggu, sehingga cadangan makanan berkurang dan produksi akan mengalami penurunan. Daun-daun karet yang telah tumbuh kembali (revoliasi) dan mengalami gugur daun kedua (Secondary Leaf Fall) kembali akan mengakibatkan produksi juga akan mengalami penurunan kembali. Hal ini bukan dikarenakan siklus tapi dikarenakan penyakit, yaitu Corynespora Cassiicola. Perusahaan berusaha dengan memberikan pupuk 45 hari setelah gugur daun kedua selesai untuk mengurangi risiko akibat SLF. Pupuk bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan daun kembali agar proses fotosintesis tanaman dapat berlangsung dengan baik kembali. 63

79 SLF ini tidak terjadi setiap bulan pada waktu satu tahun, tetapi luas areal yang mengalami gugur daun kedua ini cukup luas dengan rata-rata dalam kurun waktu tiga tahun adalah ± 833 Ha dengan perbandingan luas perkebunan Aek Pamienke secara keseluruhan adalah ± 2500 Ha yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Luas Areal Pekebunan Aek Pamienke dengan Luas yang Terkena SLF Tahun Tahun Luas (Ha) Luas yang terkena SLF (Ha) Persentase (%) ,33 696,32 25, ,19 651,32 25, , ,08 53,07 Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) Selain itu, berdasarkan penelitian bagian tanaman PT Socfindo, gugur daun kedua ini dapat menurunkan produksi sebesar 30 persen. Maka dari itu, hal ini telah dapat menunjukkan bahwa hasil Secondary Leaf Fall ini akan berpengaruh nyata terhadap produksi. 5) Biaya Perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (X 5 ) Variabel biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN) menunjukkan hasil yang bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap biaya perawatan BB/BN meningkat satu rupiah, maka dapat menurunkan produksi sebesar 0, kilogram karet kering (KgKK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis ini menjelaskan bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk penyakit Brown Bast/Bark Necrosis, maka pohon yang sakit akan semakin banyak sehingga mengakibatkan adanya penurunan produksi. Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk merawat atau mengobati pohon yang terkena penyakit Brown Bast/Bark Necrosis. Penyakit Brown Bast/Bark Necrosis adalah penyakit yang berasal dari fisiologis tanaman akibat over stimulasi. Stimulasi adalah pemberian stimulant kepada tanaman karet untuk merangsang pembuluh lateks yang bertujuan mendapatkan kenaikan hasil lateks seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan terjadinya kering alur sadap pada pembuluh aliran lateks. Klon yang rentan terkena BB/BN adalah PB

80 Biaya yang dikeluarkan PT Socfindo untuk perawatan BB/BN adalah racun biothion yang bersifat insektisida kontan, biaya upah tenaga kerja, dan TB 192. Data sebelumnya menjelaskan bahwa jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis memiliki jumlah yang tidak terlalu besar dibandingkan dari jumlah keseluruhan pohon karet yang ditanam oleh perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo, sehingga hasil dari biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berkorelasi dengan hasil jumlah pohon yang mati (X 1 ). Salah satu faktor yang termasuk jumlah pohon yang mati adalah jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis. 6) Curah Hujan (X 6 ) Variabel curah hujan (X 6 ) menjadi variabel keenam dan menunjukkan hasil dengan tanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap curah hujan meningkat satu milimeter, maka produksi juga akan meningkat sebesar kilogram karet kering (Kg KK) dengan asumsi peubah lainnya tetap. Selain itu, variabel curah hujan ini dinyatakan tidak dapat memenuhi hipotesis awal. Hal ini ditunjukkan dari hasil yang diperoleh bahwa semakin tinggi curah hujan, maka semakin tinggi produksi karet PT Socfindo, sedangkan hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi curah hujan, maka produksi karet akan semakin menurun. Awalnya hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Sungei putih (2012), semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi kerentanan pohon karet terhadap penyakit seperti gugur daun kedua yang berkepanjangan, sehingga dapat menurunkan produksi. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh, salah satunya adalah datangnya hari hujan di pagi, siang, sore, atau malam hari dan kisaran curah hujan yang masih dalam batas normal atau optimal. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa hujan datang tidak pada pagi hari sehingga tidak dapat mengganggu penderes dalam menderes lateks dan data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini masih berkisar antara mm sesuai batas normal atau optimal sehingga dapat meningkatkan produksi lateks. Dinas pertanian (2012) menjelaskan bahwa untuk budidaya karet dengan curah hujan masih berkisar antara mm, maka masih dapat 65

81 meningkatkan produksi dengan baik, karena kandungan air di dalam tanah juga cukup baik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa produksi meningkat akibat adanya curah hujan apabila mm curah hujan masih berkisar antara mm. Air yang cukup akan membantu tanaman dalam proses fotosintesis yang akhirnya akan meningkatkan volume aliran lateks pada tanaman yang dapat menambah produksi. Cadangan air yang mengalami defisit akibat rendahnya curah hujan selama beberapa bulan akan berdampak pada penurunan produksi. Siklus ini biasanya terjadi pada bulan-bulan Maret dan April. Curah hujan yang terlalu tinggi sehingga melebihi daya dukung lingkungan akan dapat menimbulkan run off yang memungkinkan terjadinya banjir. Curah hujan merupakan faktor alam, sehingga perusahaan tidak dapat melakukan pengendalian atau pencegahan untuk mengurangi risiko tersebut. Terjadinya curah hujan yang tinggi melebihi kisaran semestinya akan menimbulkan kerentanan penyakit terhadap pohon karet, sehingga perusahaan dapat mengobati pohon tersebut dengan cara-cara atau obat yang telah ditetapkan sesuai prosedur perusahaan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Balai penelitian Sungei Putih (2012), penurunan produksi akibat curah hujan yang tinggi berkisar antara persen, tetapi hal ini tidak terjadi pada perkebunan karet Aek Pamienke PT Socfindo dalam kurun waktu karena curah hujan masih dalam kisaran mm yang ditetapkan. Curah hujan secara umum memiliki korelasi dengan hari hujan. Beberapa pengaruh dari curah hujan yang tinggi adalah hari hujan yang sering dan hal ini akan berpotensi mengganggu proses eksploitasi (produksi) karena kehilangan hari sadap (jika hujan pagi sampai siang). Hujan akan berpengaruh pada proses penyadapan dan pengumpulan hasil, mencairkan cup lump, dan meningkatkan potensi serangan penyakit pada tanaman. Bagi perusahaan, strategi yang dapat dilakukan adalah : 1) Manajemen hari deres dimana, pengurus/manajemen kebun akan memberlakukan ganti hari kerja menjadi hari libur, dengan pertimbangan penderes akan mendapatkan uang ekstra untuk bekerja pada hari libur tersebut. 2) Aplikasi asam cuka (formic acid) sebagai bahan pengumpal lateks dalam (mangkok). Hal ini dilakukan untuk mengamankan lateks yang 66

82 terkumpul di mangkok sehingga tidak membubur terkena air hujan. Larutan asam cuka akan mempercepat penggumpalan lateks sehingga menjadi cup lump yang tidak rusak terkena air hujan. 3) Manajemen drainase untuk areal rendahan, dan penggunaan rain guard untuk mengurangi limpasan air hujan. Beberapa strategi ini dapat dijadikan saran untuk perusahaan PT Socfindo ketika mengalami curah hujan yang cukup tinggi atau melebihi kisaran mm curah hujan. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya apabila terjadi curah hujan yang rendah maka akan menimbulkan kekeringan. Hal ini akan berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan adanya penurunan pertumbuhan dari tanaman karet. Dampaknya, penurunan produksi pun akan terjadi. Strategi yang dapat dijadikan saran untuk kedepannya adalah membangun irigasi, membangun rorak/embung penangkap air, dan pengurangan penggunaan stimulan saat terjadi defisit air. 7) Produksi Sebelumnya (Y (t-1) ) Hasil pendugaan parameter persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan untuk variabel lag Y( -1 ) bertanda positif pada taraf nyata 20 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap kenaikan produksi pada bulan sebelumnya (t-1) sebesar satu kilogram, maka akan menaikkan produksi pada bulan berjalan (tahun t) sebesar 0, kilogram karet kering (Kg KK). Variabel produksi sebelumnya Y (t-1) ini adalah variabel tambahan yang digunakan dalam model produksi (Y) untuk menekan pengaruh autokorelasi yang muncul (Lampiran 1). Variabel ini memiliki pengaruh nyata terhadap produksi karet alam pada bulan berjalan (tahun t) yang membuktikan bahwa produksi per bulan di kebun Aek Pamienke memiliki trend atau dipengaruhi oleh waktu (t). 67

83 Gambar 14. Grafik Bulanan Produksi Karet Alam Kebun Aek Pamienke Tahun Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011) Grafik produksi pada Gambar 14 menunjukkan bahwa pola produksi karet setiap bulan di setiap tahunnya adalah sama sehingga setiap tahunnya, bagian tanaman PT Socfindo telah membuat distribusi produksi setiap bulannya yang hasilnya akan tetap 100 persen di akhir tahun. Distribusi produksi tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisis rata-rata produksi karet alam dari 5 sampai 10 tahun sebelumnya. Maka dari itu, pola produksi setiap bulannya cenderung sama dalam kurun waktu Walaupun demikian, hasil produksi setiap bulannya berbeda pada tahun yang berbeda. Hal ini dapat menjelaskan bahwa produksi bulan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap produksi pada bulan saat ini. Produksi rata-rata setiap bulan dan setiap tahun di PT Socfindo yang dapat dianalisis dengan baik mengakibatkan PT Socfindo dapat mengetahui tehniktehnik budidaya yang baik dan benar dalam membudidaya karet. Walaupun demikian, faktor-faktor sumber risiko yang terjadi di dalam produksi karet alam masih sering terjadi yang menyebabkan produksi dan produktivitas karet alam dalam kurun waktu mengalami fluktuasi. Beberapa penyebabnya dapat dikarenakan adanya faktor risiko dari alam, sumber daya manusianya, penyakit yang berdasarkan cuaca, dan lain sebagainya. Perusahaan hanya dapat mengantisipasi tetapi tidak dapat dicegah untuk faktor alam, misalnya untuk faktor risiko angin, bagian tanaman PT Socfindo 68

84 dapat menganalisis lebih lanjut untuk melihat bagaimana arah dari serangan angin tersebut, bagaimana arahnya pada tahun-tahun sebelumnya sehingga untuk tahuntahun berikutnya perusahaan telah mengetahui arah angin dan dapat mengantisipasinya dengan cara tidak menanam klon yang rentan akan angin pada arah-arah tersebut. Risiko untuk curah hujan yang terjadi pada bulan-bulan dimana curah hujan yang sedang tinggi, maka target produksi karet perusahaan akan disesuaikan sehingga untuk bulan-bulan dimana cuaca cukup baik dan produksi sedang tinggi-tingginya, maka target perusahaan dapat disesuaikan. Selain itu, cara lain untuk mengantisipasinya adalah curah hujan sangat berkorelasi dengan hari hujan. Salah satu dampaknya dapat kehilangan hari menderes yang meneybabkan penderes tidak dapat menderes karena aliran lateks akan memancar ke segala arah akibat air, sehingga tidak dapat dikumpulkan di mangkok lateks. Oleh karena itu, perusahaan akan memakai hari sabtu dan minggu menjadi hari ganti yang akan menggantikan hari dimana penderes tidak dapat menderes pada hari hujan tersebut sedangkan untuk faktor risiko sumber daya alam, perusahaan mengharapkan konsistensi penderes dalam melukai pohon karet dengan teknik-teknik yang telah ditetapkan dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur perusahaan. Perusahaan juga akan memberikan bonus atau premi dari hasil lateks yang mereka dapatkan dan dari pekerjaan yang telah mreka kerjakan, sedangkan pada faktor risiko penyakit, perusahaan telah berusaha untuk dapat mencegah, mengobati, dan merawat pohon-pohon yang karet yang sakit agar tetap masih dapat menghasilkan lateks atau menghindari penyakit agar tidak tertular ke pohon karet lainnya. Pohon karet yang tidak dapat berproduksi kembali akan diremajakan. 69

85 VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1) Produksi karet alam yang dihasilkan oleh PT Socfindo telah cukup baik sehingga dapat memenuhi permintaan pasar domestik maupun internasional dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Untuk faktor sumber risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yaitu sumber daya manusia, cuaca/iklim, hama, dan penyakit. 2) Hasil estimasi dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ) adalah 0,58 atau 58 persen, sedangkan sisa 42 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Hal ini telah dapat menunjukkan bahwa secara umum variabelvariabel bebas di dalam model mampu menjelaskan satu variabel terikat (Y). 3) Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi karet alam menunjukkan bahwa untuk variabel yang signifikan adalah jumlah penderes yang melakukan kesalahan (X 2 ), jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (X 4 ), curah hujan (X 6 ), dan produksi sebelumnya Y (t- 1), sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan ada tiga variabel, yaitu variabel jumlah pohon yang mati (X 1 ), jumlah pohon yang dideres (X 3 ), dan biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (X 5 ). 7.2 Saran 1) PT Socfindo dapat meningkatkan training teknik menderes untuk para penderes yang melakukan kesalahan dengan Tapping School.. 2) Dapat melakukan percobaan-percobaan baru dalam penanganan penyakit pada tanaman karet yang bertujuan untuk dapat mengobati secara efektif dan mengefisienkan biaya. 70

86 3) Salah satu cara untuk mengantisipasi apabila terjadi curah hujan yang tinggi dengan cara melakukan strategi rainguard yang bertujuan untuk menjaga panel deres agar tidak terlalu basah akibat air hujan. 71

87 DAFTAR PUSTAKA Anwar C Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Asche F, Teveteras R Modeling Production Risk With A Two-Step Prosedure. Journal of Agricultural and Resource Economics 24 (2): [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Nasional. Jakarta: BPS Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman di Indonesia. Jakarta: BPS Indonesia. Budiman A, Suryaningtyas H Penanggulangan Penyakit Lapuk Cabang dan Batang Tanaman Karet Hevea Akibat Serangan Fusarium Dengan Menggunakan Antico F-96. Warta Pusat Penelitian Karet 20 (1-3): Debertin, D. L Agricultural Production Economics. New York : Macmillan, inc. [DITJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan Luas Areal Karet Menurut Propinsi di Seluruh Indonesia. Jakarta: Ditjen Perkebunan. [DITJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. Jakarta: Ditjen Perkebunan. Ellis F Peasant Economics : Farm Housholds and Agrarian Development. Ed ke-2. New York : Cambridge University Press. Fahmi I Manajemen Risiko : Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung : Alfabeta. Firdaus M Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta : Bumi Aksara. Gujarati D Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa S. Zain. Jakarta : Airlangga. Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A Managing Risk in Farming : Concepts, Research, and Analysis. U.S : Economic Research Service. Hanafi M Manajemen Risiko. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. 72

88 Kartika Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Teh di PTPN VIII Parakan Salak [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kountur R Manajemen Risiko Operasional : Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional Perusahaan. Jakarta : Penerbit PPM. Kountur R Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta : Penerbit PPM. Lestari A Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lipsey, Courant, Purvis, Steiner Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Lubis NA Manajemen Risiko Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Lukman Penggunaan Sadapan Ke Arah Atas Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Karet Pada Iklim Tipe A di Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Karet 14 (1): Nurhayati, Fatma, Aminuddin IM Ketahanan Enam Klon Karet Terhadap Infeksi Corynespora cassiicola Penyebab Penyakit Gugur Daun. J. HPT Tropika Volume 10 No. 1:(47-51) Rachmawati Y Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Crumb Rubber (Studi Kasus Pabrik Pengolahan Karet Remah Way Berulu, PT Perkebunan Nusantara VII, Desa Kebagusan, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Lampung Selatan) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Resmisari Y Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PT Perkebunan Nusantara VIII [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Robison LJ, Barry PJ The Competitive Firm s Response To Risk. New York : Macmillan Publishing Company. Sambudi S Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Faperta, Institut Pertanian Bogor. 73

89 Saragih RW Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Kelapa Sawit (Studi Kasus PTPN VI Kebun Pasir Mandoge [skripsi]. Medan : Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara. Septiana K Analisis Efisiensi Faktor-faktor Produksi Teh Olahan Pada PTPN VIII Perkebunan Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setyoningsih T Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Crumb Rubber (Studi Kasus Pabrik pengolahan Karet Remah Sukamaju, PTPN VIII, Desa Warnajati, Kecamatan Cibadak) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siagian N Pengaruh Populasi dan Sistem Tanam Terhadap Pertumbuhan, Produksi Lateks, dan Volume Kayu Pada Tanaman Karet Taruna. Jurnal penelitian Karet 18 (1-3): Sitanggang E Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Karet di PTPN III Kebun Sarang Giting, Kabupaten Serdang Bedagai [skripsi]. Medan: Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sujatno dan Pawirosoemardjo Pengenalan dan Teknik Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih Pada Tanaman Karet Secara Terpadu. Warta Pusat Penelitian Karet 20 (1-3): Sukmawati G Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Teh Hitam Serta Peramalan Harga Jenis BOPF, PF, dan Dust Pada PTPN VIII Perkebunan Goalpara [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suliyanto Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sumarmadji Pengendalian Kering Alur Sadap dan Nekrosis Pada Kulit Tanaman Karet. Warta Pusat Penelitian Karet 20 (1-3): Swadaya P Panduan Lengkap Karet. Depok : Penebar Swadaya Tumanggor DS Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cokelat di Kabupaten Dairi [Tesis]. Medan : Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara. 74

90 Verianti PC Optimalisasi Produksi Teh Olahan di Perkebunan Teh Parakan Salak PTPN VIII, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno WW Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Ed 2. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN. Wiyanto Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat studi kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 75

91 LAMPIRAN 76

92 Lampiran 1. Hasil Pendugaan Persamaan Faktor Risiko Produksi Karet Alam PT Socfindo Labuhan Batu Utara Sumatera Utara Tahun 2012 Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 05/08/12 Time: 14:27 Sample (adjusted): 2009M M12 Included observations: 35 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. X X X X X X Y(-1) C R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid 1.20E+11 Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic)

93 Lampiran 2. Uji Normalitas Data Produksi, Produktivitas, dan Keenam Variabel Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun Series: Residuals Sample 2009M M12 Observations 35 Mean -5.63e-11 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

94 Lampiran 3. Uji Autokorelasi Data Produksi, Produktivitas, dan Keenam Variabel Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Prob. F(4,23) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(4)

95 Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas Data Produksi, Produktivitas, dan Keenam Variabel Kebun Aek Pamienke PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tahun Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Prob. F(7,27) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(7) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(7)

96 Lampiran 5. Dokumentasi Perkebunan Karet di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Pohon karet di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Kegiatan penderes dalam menderes lateks Kegiatan pengumpulan lateks di rumah lateks Pengeluaran lateks di pabrik 81

97 Pengentalan/pembukuan lateks Pemotongan lateks yang telah dikentalkan/dibekukan Standar Mutu yang dihasilkan oleh Kebun Aek Pamienke PT Socfindo Lump lateks 82

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet Tanaman karet (Havea Brasiliensis) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, tumbuh secara liar di lembah-lembah Amazon. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM

VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM Hasil dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo kebun Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Pemilihan provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16 Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) digetah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

pennasalahan-permasalahan yang diteliti.

pennasalahan-permasalahan yang diteliti. 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lokasi ~enelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengumpulan data di dalam negeri maupun di luar negeri dari berbagai sumber yang diduga dapat memberikan jawaban

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terluas di Asia Tenggara dengan total luas 5.193.250 km² (mencakup daratan dan lautan), hal ini juga menempatkan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet) Karet memiliki peranan sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas ini merupakan salah satu penghasil devisa utama dari sektor perkebunan dengan nilai ekspor sekitar US$ 11.8 milyar pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI EKSPOR KOPI TERHADAP PDRB SEKTOR PERKEBUNAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR KOPI SUMATERA UTARA SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI EKSPOR KOPI TERHADAP PDRB SEKTOR PERKEBUNAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR KOPI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI EKSPOR KOPI TERHADAP PDRB SEKTOR PERKEBUNAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR KOPI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : WILDA KARTIKA 090304095 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 ANALISIS PUCUK TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING, PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Oleh Wahyu Kusuma A34104041 PROGRAM STUDI AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini komoditas perkebunan masih memegang peran penting dalam menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... i iv v vi vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil Perusahaan PT Socfin Medan didirikan pada tahun 1930 dengan nama Socfin Medan (Socliete Finaciere Des Conchocs Medan Siciete Anonyme). Perusahaan ini didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci