VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN"

Transkripsi

1 VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan model GARCH (1,1) untuk mengetahui nilai variance produksi yang menunjukkan risiko produksi. Model tersebut akan menghasilkan nilai variance produksi yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan produksi dan persamaan variance produksi. Untuk melihat permodelan yang telah diperoleh maka terlebih dahulu dilakukan evaluasi model dugaan berdasarkan hasil output program Eviews 6 yang telah diperoleh. Hasil pendugaan model GARCH terhadap persamaan fungsi produksi rata-rata dan variance produksi pada komoditas caisin secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Lampiran 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 61,54 persen. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) tersebut memiliki arti bahwa sebear 61,54 persen dari keragaman atau variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 38,46 persen dapat dijelaskan oleh komponen error atau faktor-faktor lain yang ada diluar model. Faktor-faktor lain tersebut seperti, adanya hama dan penyakit serta ketidakpastian cuaca. Dengan nilai R 2 sebesar 61,54 persen artinya model tersebut sudah mampu menjelaskan pengaruh penggunaan input terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu. Risiko produksi musim sebelumnya ditunjukkan oleh error kuadrat musim sebelumnya (ε 2 t-1) dan variance error musim sebelumnya (σ 2 t-1). Sedangkan risiko produksi musim tertentu ditunjukkan oleh variance error musim tertentu (σ 2 t). Evaluasi model dugaan selain berdasarkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) juga dilakukan uji signifikansi model dugaan menggunakan uji F untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan uji F menghasilkan nilai F-hitung sebesar 4,21, maka nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yakni sebesar 2,04, dimana nilai F-tabel berasal dari F (9, = 8, 60). Selain itu, nilai P(Fstatistic) sebesar lebih kecil dari α lima persen. Oleh karena nilai F- hitung lebih besar dari F-tabel dan nilai P(F-statistic) lebih kecil dari nilai α, maka kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam 80

2 usahatani caisin secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi dan variance produksi caisin pada taraf nyata lima persen. 6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Caisin Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas caisin dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi rata-rata (mean production function). Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Variabel Koefisien Std. Error z-statistic Peluang Konstanta 5, , , ,0000 Benih (X 1 ) 0, , , ,0019 Pupuk Kandang (X 2 ) -0, , , ,4622 Kapur (X 3 ) 0, , , ,1231 Pupuk Urea (X 4 ) 0, , , ,9831 Pestisida Cair (X 5 ) -0, , , ,0001 Pestisida Padat (X 6 ) 0, , , ,0336 Pupuk Daun (X 7 ) -0, , , ,1136 Tenaga Kerja (X 8 ) 0, , , ,0000 Tabel 19 menunjukkan bahwa masing-masing variabel atau faktor produksi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap produktivitas caisin. Pengaruh tersebut dapat dilihat berdasarkan peluang dan tanda parameter koefisien hasil pendugaan persamaan fungsi produksi. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor produksi terhadap produktivitas caisin adalah sebagai berikut : 1. Benih (X 1 ) Hasil pendugaan parameter persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel benih memiliki tanda positif, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi caisin maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai positif sebesar 0,332313, artinya jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan 81

3 meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan nilai peluangnya, variabel benih mempunyai nilai peluang sebesar 0,0019. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel benih berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Pada kondisi di lapangan, jumlah penggunaan benih tidak selalu disesuaikan dengan luasan lahan atau jarak tanam yang telah dibuat. Sebagian besar petani menanam dengan jarak tanam yang rapat dan penggunaan benih yang berlebih agar hasil produksi lebih tinggi. Sebagian petani respoden yang menggunakan benih caisin lebih banyak, yakni sebanyak dua kilogram namun dengan jarak tanam yang lebih rapat, yaitu sekitar 10 x 10 centimeter atau 10 x 20 centimeter antara lubang tanam sehingga hasil produksi yang akan diperoleh akan lebih banyak. Berbeda dengan petani yang menggunakan benih caisin dalam jumlah yang lebih sedikit, yakni sebanyak satu kilogram namun dengan jarak tanam yang lebih renggang, yaitu 20 x 20 centimeter, sehingga hasil produksi yang akan diperoleh akan lebih sedikit. Selain itu, beberapa responden melakukan penanaman dengan hanya dibuat larik ataupun ditebar, sehingga kebutuhan benih akan semakin banyak, yakni sekitar tiga kilogram. Menurut petani responden yang menggunakan jarak tanam rapat ataupun sistem tebar, hasil produksi akan semakin meningkat karena tanaman caisin dapat tetap tumbuh dalam jarak tanam yang rapat, meskipun pertumbuhannya tidak sebaik pada tanaman yang tumbuh pada jarak yang lebih renggang. Rata-rata penggunaan benih para petani respoden per hektar sebanyak 2,5 kilogram dengan jarak tanam rata-rata 10 x 10 centimeter atau 10 x 20 centimeter, dimana pada satu lubang tanam diisi dengan 3-5 biji benih. Dengan rata-rata penggunaan benih dan jarak tanam tersebut jumlah produksi yang dihasilkan ratarata sekitar 18 ton per hektar. Berbeda halnya dengan Widiyazid (2008) dimana kebutuhan benih caisin sebanyak 2,0 kilogram dengan jarak tanam 10 x 15 centimeter, sehingga jumlah produksi yang dihasilkan rata-rata sekitar 10 ton per hektar. 82

4 2. Pupuk kandang (X 2 ) Pupuk kandang sudah banyak dikenal sebagai pupuk yang aman untuk digunakan dan baik untuk tanaman dibandingkan penggunaan pupuk kimia. Namun, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan pupuk kandang untuk komoditas pertanian khususnya sayuran. Umumnya petani responden di Desa Citapen menggunakan pupuk kandang yang masih mentah atau kotoran hewan basah tanpa dikeringkan terlebih dahulu sehingga masih mengandung urine yang tinggi, khususnya kotoran sapi. Pupuk kandang memang lebih memberikan dampak positif dibanding penggunaan pupuk kimia karena pupuk kandang mengandung unsur N yang cukup tinggi pada urine nya, yakni sekitar persen 11. Namun, penggunaan pupuk kandang yang masih basah tanpa proses pengeringan atau fermentasi akan mengganggu pertumbuhan tanaman karena pada kotoran kandang tersebut masih mengandung banyak urine, dimana dalam urine tersebut mengandung gas amoniak yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman caisin. Proses pengolahan atau fermentasi pupuk kandang bertujuan untuk menangkap N dari udara dan menghilangkan gas amoniak 12. Kondisi di atas sesuai dengan hasil pendugaan parameter pada persamaan fungsi produksi yang menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang mempunyai tanda negatif. Hal ini berarti, semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk kandang bernilai negatif sebesar - 0,047610, artinya jika terjadi penambahan pupuk kandang sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Variabel pupuk kandang mempunyai nilai peluang sebesar 0,4622. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Rata-rata penggunaan pupuk kandang para petani respoden per hektar sebanyak 6.662,2 kilogram per hektar, yang diberikan saat pengolahan lahan dan saat penanaman benih untuk menutup lubang tanam. Volume penggunaan pupuk 11 Biourine atau Urin Sebagai Pupuk Organik Cair Memilih Alternatif yang Lebih Baik. [01 September 2011] 12 BPTP Sulawesi Selatan Pemanfaatan Kencing Sapi Menjadi Pupuk Organik Cair. [01 September 2011] 83

5 kandang tersebut tergolong tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan yang berlebih dan pupuk kandang yang memiliki bobot tinggi karena masih mengandung urine yang tinggi. Sedangkan menurut Wahyudi (2010), kebutuhan pupuk kandang per hektar cukup sebanyak kilogram yang digunakan untuk pengolahan lahan. Penggunaan pupuk kandang cukup digunakan pada tanah saat pengolahan lahan, sehingga tidak terdapat penggunaan yang berlebihan yang nantinya akan menurunkan produksi caisin. 3. Kapur (X 3 ) Penggunaan kapur dalam usahatani caisin menunjukkan bahwa semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi caisin maka produktivitas caisin semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh tanda parameter dari hasil pendugaan persamaan fungsi produki, dimana nilai koefisien parameter penggunaan kapur bernilai positif sebesar 0, Artinya jika terjadi penambahan kapur sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi tersebut menunjukkan variabel kapur mempunyai nilai peluang sebesar 0,1231. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel kapur mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas caisin. Petani responden di Desa Citapen menggunakan kapur pertanian untuk meningkatkan meningkatan ph tanah menjadi netral. Rata-rata petani responden di Desa Citapen memiliki tanah dengan ph 4,5-7,0, sedangkan kondisi ph tanah yang optimum untuk tanaman caisin menurut Wahyudi (2010) adalah ph 6,0-6,8. Oleh karena itu, bagi petani yang memiliki tanah dengan ph rendah, maka penggunaan kapur akan lebih banyak. Rata-rata penggunaan kapur petani responden di Desa Citapen per hektar sebanyak 963,17 kilogram. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhun budidaya caisin menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan kapur per hektar sebanyak kilogram. Pada kondisi di lapangan, penggunaan kapur dalam setiap periode tanam dilakukan oleh petani responden karena tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Menurunnya tingkat kesuburan tanah ini disebabkan karena intensitas penggunaan lahan yang tinggi atau lahan yang tidak henti-hentinya digunakan 84

6 untuk bertani, sehingga membutuhkan kapur sebagai penetral ph tanah dan meningkatkan unsur hara tanah selain dari penggunaan pupuk kandang. Selain itu, kapur berfungsi juga dalam meningkatkan ketersedian unsur hara dalam tanah sehingga mudah diserap tanaman, menetralisir senyawa-senyawa beracun, baik organik maupun an-organik, dan meningkatkan populasi serta aktivitas mikro organisme tanah yang sangat menguntungkan terhadap ketersediaan hara tanah. Hal ini menjadi alasan bagi seluruh petani respoden yang selalu menggunakan kapur dalam kegiatan usahatani caisin. 4. Pupuk urea (X 4 ) Hasil pendugaan parameter pada persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk urea mempunyai tanda parameter positif. Hal ini berarti, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai positif sebesar 0,001976, artinya jika terjadi penambahan pupuk urea sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk urea mempunyai nilai peluang sebesar 0,9831. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas caisin pada taraf nyata sebesar 20 persen. Pada kondisi di lapangan, petani responden hanya menggunakan pupuk urea saja untuk pertumbuhan tanaman caisin dan tidak menggunakan jenis pupuk kimia lainnya. Hal inilah yang menyebabkan petani responden menggunakan pupuk urea dalam jumlah yang banyak. Pupuk urea dianggap sebagai pupuk terbaik yang dibutuhkan untuk tanaman caisin, yaitu untuk pertumbuhan batang, jumlah daun, dan warna hijau daun. Rata-rata penggunaan pupuk urea para petani respoden per hektar sebanyak 533,95 kilogram pada musim hujan dan sebanyak 563,24 kilogram pada musim kemarau. Penggunaan pupuk urea dalam jumlah yang lebih banyak pada musim kemarau tersebut dikarenakan menurut beberapa petani bahwa saat musim kemarau, tanaman caisin lebih membutuhkan asupan pupuk urea yang lebih banyak agar ketahanan pertumbuhan tanaman terjaga karena pada musim kemarau 85

7 serangan hama dan penyakit cenderung meningkat. Menurut Wahyudi (2010), budidaya caisin membutuhkan pupuk urea hanya sebanyak 300 kilogram. Namun selain pupuk urea, ada penggunaan pupuk kimia lainnya, yaitu pupuk SP-36 sebanyak 150 kilogram dan pupuk KCL sebanyak 150 kilogram. Untuk menyeimbangkan penggunaan pupuk kimia tersebut, petani responden di Desa Citapen menggunakan pupuk urea dalam jumlah yang lebih banyak. 5. Pestisida cair (X 5 ) Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai negatif sebesar -0,466096, artinya jika terjadi penambahan pestisida cair sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Tanda paramater variabel pestisida cair menunjukkan tanda negatif, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin menurun. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka penggunaan variabel pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida cair memiliki nilai peluang sebesar 0,0001. Pestisida cair yang digunakan petani responden terdiri dari dua jenis, yaitu curachron dan decis, dimana keduanya merupakan jenis insektisida. Semua petani responden menggunakan curachron sebagai pembasmi hama, tetapi sebagian kecil petani juga menggunakan decis untuk membasmi hama. Penggunaan pestisida cair yang terlalu banyak akan menurunkan produktivitas caisin karena penggunaan pestisida ini lebih dibutuhkan jika memang terdapat hama penyakit, karena fungsinya tersebut sebagai insektisida pembasmi hama, bukan pencegah hama. Kondisi yang terjadi di lapangan, petani tetap menggunakan pestisida cair disaat kondisi apapun, baik itu ketika tanaman dalam kondisi terserang hama ataupun tidak terserang hama. Kemudian pemberian pestisida ini juga diberikan pada seluruh tanaman. Akibatnya, akan terjadi overdosis insektisida pada tanaman. Rata-rata penggunaan pestisida cair para petani respoden per hektar sebanyak 3,66 liter saat musim hujan dan sebanyak 4,64 liter saat musim kemarau. Jumlah penggunaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan insektisida 86

8 menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan akan insektisida pada tanaman caisin hanya sebanyak dua liter per hektar. 6. Pestisida padat (X 6 ) Pestisida padat yang digunakan petani responden terdiri dari tiga jenis, yaitu kardan, lanet, dan antrakol, dimana antrakol merupakan jenis fungisida sedangkan kardan dan lanet mengandung fungsisida dan insektisida. Masingmasing petani responden menggunakan jenis pestisida padat yang berbeda-beda, ada yang menggunakan ketiga jenis pestisida padat sekaligus ataupun hanya menggunakan satu jenis. Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida padat mempunyai tanda parameter positif, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida padat bernilai positif sebesar 0,204067, artinya jika terjadi penambahan pestisida padat sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Penggunaan ketiga jenis pestisida padat tersebut mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas caisin pada taraf nyata sebesar 20 persen, dimana variabel pestisida padat mempunyai nilai peluang sebesar 0,0336. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa penggunaan ketiga jenis pestisida padat tidak menurunkan produktivitas caisin, karena ketiga pestisida padat ini mengandung zat-zat yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi. Sehingga sebaliknya, penggunaan pestisida padat dapat meningkatkan produktivitas caisin. Hal ini dikarenakan pestisida jenis fungi mengandung vitamin yang berfungsi untuk memperkuat tanaman sebagai usaha pencegahan munculnya hama, sehingga penggunaan pestisida padat tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Rata-rata penggunaan pestisida padat para petani respoden per hektar sebanyak 6,95 kilogram saat musim hujan dan sebanyak 8,34 kilogram saat musim kemarau. Penggunaan saat musim kemarau akan lebih ditingkatkan karena petani segera mengantisipasi akan datangnya serangan hama dan penyakit yang meningkat dengan pemberian yang lebih banyak. 87

9 7. Pupuk daun (X 7 ) Variabel pupuk daun mempunyai tanda parameter negatif, artinya semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk daun bernilai negatif sebesar -0,181706, artinya jika terjadi penambahan pupuk daun sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk daun mempunyai nilai peluang sebesar 0,1136. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk daun berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Pupuk daun berfungsi utama untuk meningkatkan warna hijau daun sehingga lebih menarik dan juga mengandung zat-zat penambah subur tanaman caisin. Menurut salah satu petani responden yang juga merupakan ketua Gapoktan Rukun Tani, penggunaan pupuk daun sebaiknya hanya pada waktu-waktu tertentu, yaitu sekitar 10 hari sebelum tanaman dipanen, informasi ini sesuai dengan hasil penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan hasil panen dengan warna daun yang menarik dan zat-zat yang dibutuhkan caisin cukup sehingga tidak berlebih. Namun, kondisi yang terjadi di lapangan bahwa, penggunaan pupuk daun diberikan dalam intensitas yang sering sehingga jumlah pupuk daun yang diberikanpun akan lebih banyak, yakni sekitar 80 persen petani responden menggunakan pupuk daun yang dibarengi kegiatan penyemprotan pestisida. Akibatnya, warna hijau daun yang dihasilkan akan terlalu tua sehingga kurang menarik serta daun cenderung akan terlihat kering dan mengecil karena kelebihan zat tumbuh pada daun. Semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin akan semakin menurun. Oleh karena itu, pengaturan waktu pemberian pupuk daun pada tanaman caisin harus tetap diatur sesuai kebutuhan tanaman tersebut. Rata-rata penggunaan pupuk daun para petani respoden per hektar sebanyak 2,51 kilogram, baik pada musim kemarau ataupun musim hujan. 8. Tenaga kerja (X 8 ) Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang cukup penting bagi usahatani caisin. Variabel tenaga kerja mempunyai tanda parameter positif, 88

10 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan tenaga kerja bernilai positif sebesar 0,625879, artinya jika terjadi penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai nilai peluang sebesar 0,0000. Pada kondisi di lapangan, usahatani caisin membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit, khususnya untuk kegiatan penyulaman, penyiangan, dan panen. Semakin sedikit penggunaan tenaga kerja maka akan mempengaruhi jumlah hasil produksi caisin. Contohnya, pada saat panen, jika tenaga kerja yang digunakan sedikit sedangkan lahan yang digunakan luas, maka hasil panen yang akan diperoleh tidak maksimal karena panen tidak dapat dilakukan dalam sehari, sehingga panen harus dilakukan beberapa hari. Akibatnya, kualitas caisin yang dihasilkan akan menurun dan kuantitas hasil produksi dapat berkurang terlebih pada intensitas hujan yang tinggi, dimana panen seharusnya dilakukan dengan cepat agar tanaman tidak terlalu lama tergenang air. Tanaman yang tergenang air akan mudah layu dan busuk. Rata-rata penggunaan tenaga kerja para kegiatan usahatani caisin per hektar sebanyak 324,75 HOK, baik itu tenaga kerja luar keluarga maupun tenaga kerja dalam keluarga, baik pada musim kemarau ataupun musim hujan. Sesuai kondisi di lapangan bahwa tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk kelancaran dan kemudahan kegiatan produksi caisin. Sehingga penambahan tenaga kerja akan dibarengi dengan peningkatan produktivitas caisin tersebut. 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variance Produktivitas Caisin Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi variance produktivitas caisin dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi (variance production function). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi dapat dilihat pada Tabel

11 Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Variabel Koefisien Std. Error z-statistic Peluang Konstanta 0, , , ,6116 Error kuadrat musim sebelumnya (ε 2 t-1) 0, , , ,8367 Variance error musim sebelumnya (σ 2 t-1) 0, , , ,0791 Benih (X 1 ) 0, , , ,3147 Pupuk Kandang (X 2 ) 0, , , ,9914 Kapur (X 3 ) -0, , , ,8743 Pupuk Urea (X 4 ) -0, , , ,8874 Pestisida Cair (X 5 ) 0, , , ,6869 Pestisida Padat (X 6 ) -0, , , ,7993 Pupuk Daun (X 7 ) -0, , , ,1014 Tenaga Kerja (X 8 ) -0, , , ,9059 Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing variabel atau faktor produksi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap variance produktivitas caisin. Pengaruh tersebut dapat dilihat berdasarkan peluang dan tanda parameter koefisien hasil pendugaan persamaan variance produksi. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor produksi terhadap variance produksi caisin adalah sebagai berikut : 1. Benih (X 1 ) Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi caisin menunjukkan bahwa variabel benih mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga variabel benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai positif sebesar 0, Artinya, jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel benih tidak berpengaruh nyata 90

12 terhadap variasi produktivitas caisin, dimana variabel benih mempunyai nilai peluang sebesar 0,3147. Pada penelitian ini variabel benih sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana faktor produksi selain pestisida merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. Selain itu, sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti (2008), dimana benih menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi bahwa semakin banyak penggunaan benih akan semakin meningkatkan rata-rata produktivitas caisin, maka ketika rata-rata produktivitas caisin meningkat, variasi produktivitas caisin tersebut juga akan semakin meningkat. Dengan demikian, variabel benih menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko produksi. Kondisi yang terjadi dilapangan ketika penggunaan varietas benih berkualitas baik ditingkatkan maka akan dapat meningkatkan rata-rata produktivitas caisin. Namun, ketika varietas benih yang digunakan berkualitas buruk maka jika penggunaan ditingkatkan petani akan mengalami kegagalan karena hasil produksi tersebut menurun yang disebabkan varietas yang buruk. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa varietas benih lokal yang digunakan petani tidak memiliki standar kualitas, sehingga benih yang digunakan terkadang berkualitas baik, tak jarang pula berkualitas buruk. Penggunaan benih dalam jumlah yang berlebih dengan jarak tanam yang rapat, misalnya penggunaan 2 kilogram benih untuk jarak tanam 10 x 10 centimeter kelak akan menghasilkan jumlah produksi yang tinggi. Namun, ketika penggunaan benih yang banyak diikuti serangan hama dan penyakit yang tinggi maka hasil produksi akan semakin bervariasi dan petani cenderung mengalami kerugian karena jumlah produksi yang menurun. 2. Pupuk kandang (X 2 ) Pada usahatani caisin di Desa Citapen, semakin banyak penggunaan pupuk kandang dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dari tanda koefisien variabel pupuk kandang yang bertanda positif. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk kandang bernilai positif sebesar 0,000228, artinya jika terjadi penambahan pupuk kandang 91

13 sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang mempunyai nilai peluang sebesar 0,9914. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Pupuk kandang yang banyak digunakan oleh para petani responden di Desa Citapen merupakan pupuk kandang yang masih basah dan belum melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Sehingga kandungan urine pada kotoran hewan tersebut masih tinggi, dimana dalam urine tersebut terdapat gas amoniak yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sehingga semakin banyak pupuk kandang yang digunakan pada produksi caisin di Desa Citapen maka variasi produktivitas caisin akan semakin meningkat. Pupuk kandang yang baik merupakan pupuk kandang yang telah diolah atau melalui tahap fermentasi terlebih dahulu. Selain itu, penggunaan pupuk kandang tersebut sudah overdosis, yaitu sebanyak 6.662,2 kilogram per hektar. Volume penggunaan pupuk kandang tersebut tergolong tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan yang berlebih dan pupuk kandang yang memiliki bobot tinggi karena masih mengandung urine yang tinggi. Sedangkan menurut Wahyudi (2010), kebutuhan pupuk kandang per hektar cukup sebanyak kilogram. Dengan adanya kondisi di atas menunjukkan bahwa dalam usahatani caisin, variabel pupuk kandang merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana faktor produksi selain pestisida merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. 3. Kapur (X 3 ) Penggunaan kapur umumnya dilakukan jika ph tanah dibawah standar yang seharusnya, sehingga kapur wajib diberikan untuk menetralkan atau meningkatkan ph tanah agar layak digunakan untuk kegiatan usahatani. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel kapur mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas 92

14 caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan kapur bernilai negatif sebesar -0,004680, artinya jika terjadi penambahan kapur sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Dalam usahatani caisin di Desa Citapen, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel kapur tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin, dimana nilai peluang variabel kapur sebesar 0,8743. Petani responden di Desa citapen menggunakan kapur dalam setiap periode tanam dikarenakan tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Menurunnya tingkat kesuburan tanah ini disebabkan karena intensitas penggunaan lahan yang tinggi atau lahan yang tidak henti-hentinya digunakan untuk bertani, sehingga membutuhkan kapur sebagai penetral ph tanah, meningkatkan unsur hara tanah selain dari penggunaan pupuk kandang, dan meremajakan tanah sehingga siap untuk digunakan kembali. Dengan adanya kondisi diatas maka semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Jika variasi produktivitas semakin menurun, artinya variabel kapur merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana faktor pengurang risiko produksi hanya pestisida. Belum ada penelitian lain yang menggunakan faktor produksi kapur sehingga tidak ada tolak ukur atau perbandingan untuk mengetahui pengaruh kapur terhadap produktivitas suatu komoditas. 4. Pupuk urea (X 4 ) Hasil pendugaan parameter persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk urea memiliki tanda negatif. Artinya, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Jika dilihat dari nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai negatif sebesar -0,004024, artinya jika terjadi penambahan pupuk urea sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Berdasarkan 93

15 hasil pendugaan persamaan variance produksi tersebut menunjukkan bahwa variabel pupuk urea mempunyai peluang sebesar 0,8874. Sesuai kondisi di lapangan bahwa pupuk urea sebagai satu-satunya jenis pupuk kimia paling digunakan dan dibutuhkan untuk pertumbuhan caisin di Desa Citapen. Dalam pertanian, penggunaan pupuk urea seperti halnya nasi yang merupakan makanan pokok manusia. Artinya, pupuk urea memiliki peran besar bagi pertumbuhan caisin, dimana kandungan Nitrogen yang paling tinggi terdapat pada pupuk urea yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan daun, batang, dan membantu proses fotosintesis pada tanaman caisin. Jadi, unsur N yang sangat dibutuhkan tanaman caisin hanya diperoleh dari pupuk urea sehingga tidak menggunakan jenis pupuk kimia yang lain, seperti pupuk KCL dan pupuk TSP. Oleh karena itu, penggunaan pupuk urea dalam usahatani caisin di Desa Citapen berperan cukup besar dalam menurukan variasi produktivitas caisin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pupuk urea merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana faktor pengurang risiko produksi hanya pestisida. Namun, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pupuk urea sebagai faktor pengurang risiko produksi kubis. 5. Pestisida cair (X 5 ) Berdasarkan temuan Just dan Pope bahwa pestisida sebagai faktor pengurang risiko produksi. Namun, temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian penulis bahwa ternyata variabel pestisida cair merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida cair mempunyai tanda parameter positif. Artinya, Semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai positif sebesar 0,017458, artinya jika terjadi penambahan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, nilai peluang 94

16 variabel pestisida cair yakni sebesar 0,6869. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa petani responden menggunakan pestisida cair dalam jumlah yang berlebih (overdosis), yakni sebanyak 3,66 liter saat musim hujan dan sebanyak 4,64 liter saat musim kemarau. Jumlah penggunaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan insektisida menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan akan insektisida pada tanaman caisin hanya sebanyak dua liter per hektar. Penggunaan pestisida cair yang berlebihan juga akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, dimana biaya yang dikeluarkan untuk pestisida cair akan lebih tinggi khususnya pada musim kemarau. Sementara itu, jumlah produksi yang diperoleh akan menurun karena penggunaan bahanbahan kimia yang berlebihan dan aplikasi pestisida tidak tepat pada waktunya. Selain itu, aplikasi penggunaan pestisida cair di Desa Citapen tidak tepat pada waktunya, dimana penyemprotan terhadap pestisida cair dilakukan setiap waktu atau dalam kondisi apapun, baik itu ketika tanaman dalam kondisi terserang hama ataupun tidak terserang hama. Penggunaan pestisida berjenis insektisida yang berlebihan dan pemberian dalam waktu yang tidak tepat justru akan menyebabkan risiko produksi. Oleh karena itu, dalam usahatani caisin penggunaan variabel pestisida caisin sebagai faktor yang menimbulkan risiko. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti (2008) dimana pestisida cair yang berjenis insektisida sebagai faktor yang menimbulkan risiko produksi. Dengan demikian, variabel pestisida cair memiliki ilustrasi yang berbeda dari ilustrasi teori Just dan Pope. Pada penelitian ini, ketika tidak terdapat hama pada tanaman, petani respoden tetap memberikan pestisida cair secara kontinyu, dimulai saat tanaman baru berumur lima hari setelah tanam. Tanaman caisin yang berumur muda akan lebih rentan terhadap penggunaan bahan kimia yang berlebihan sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Saat tanaman caisin sudah tumbuh besar, daun tanaman akan berwarna kekuningan dan hasil penyemprotan pestisida akan melekat pada daun. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi menjadi tidak normal. Sementara itu, ketika terdapat hama pada 95

17 waktu-waktu tertentu kemudian diberikan pestisida cair maka hasil produksi akan normal. Berdasarkan dua kondisi tersebut menunjukkan adanya gap atau penyimpangan untuk pembanding yang sama. Artinya, ada variasi hasil produksi, sehingga pestisida cair merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko. 6. Pestisida padat (X 6 ) Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida padat mempunyai tanda parameter negatif. Artinya, semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida padat bernilai negatif sebesar -0,005802, artinya jika terjadi penambahan pestisida padat sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin, dimana nilai peluang variabel pestisida padat yakni sebesar 0,7993. Pestisida padat yang digunakan petani responden terdiri dari jenis fungisida dan insektisida. Jenis fungisida selain sebagai pencegah hama penyakit, fungisida juga banyak mengandung vitamin dan zat-zat yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan caisin. Pada usahatani caisin di Desa Citapen menunjukkan bahwa semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan jenis pestisida padat yang digunakan petani responden mengandung zat-zat yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi. Bagi pestisida yang mengandung fungi maka akan ada kandungan vitamin yang berfungsi untuk memperkuat tanaman sebagai usaha pencegahan munculnya hama, sehingga penggunaan pestisida padat tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pestisida padat dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Hasil analisis ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana pestisida merupakan faktor pengurang risiko. Selain itu, hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pestisida sebagai faktor pengurang risiko produksi kentang. 96

18 Berkaitan dengan analisis pendapatan usahatani, penggunaan pestisida padat pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan musim hujan, yakni sebesar 8,33 kilogram. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama dan penyakit meningkat sehingga penggunaan pestisida padat akan sangat membantu dalam mencegah dan menjaga ketahan tumbuh tanaman. Besarnya penggunaan pestisida padat pada musim kemarau ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar, namun petani akan mendapatkan imbalan berupa manfaat yang besar dari penggunaan pestisida padat untuk mengurangi risiko produksi yang terjadi. 7. Pupuk daun (X 7 ) Pada usahatani caisin di Desa Citapen, semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Hal tersebut ditunjukkan dari parameter variabel pupuk daun yang bertanda negatif. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk daun bernilai negatif sebesar -0,052801, artinya jika terjadi penambahan pupuk daun sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi caisin menunjukkan bahwa variabel pupuk daun mempunyai peluang bernilai 0,1014. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk daun berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Penggunaan pupuk daun berfungsi sebagai penambah warna hijau daun dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan caisin sehingga dapat disebut juga sebagai vitamin daun. Jika penggunaan pupuk daun digunakan dalam jumlah dan waktu yang tepat maka pupuk daun tersebut dapat menurunkan variasi produktivitas caisin sehingga pupuk daun sebagai faktor pengurang risiko produksi. Tanpa bantuan pupuk daun, warna daun yang dihasilkan akan kurang menarik dan perkembangan daun cenderung tidak mudah berkembang. Petani responden yang menggunakan pupuk daun hanya pada waktu-waktu tertentu, yakni pada akhir-akhir panen sekitar 20 persen dari total seluruh responden. Jika penggunaan pupuk daun dapat menurunkan variasi produktivitas caisin maka variabel pupuk daun merupakan faktor pengurang risiko (risk 97

19 reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana hanya pestisida yang merupakan faktor pengurang risiko. Namun, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pupuk daun yang termasuk jenis pupuk kimia sebagai faktor pengurang risiko produksi. 8. Tenaga kerja (X 8 ) Tenaga kerja pada usahatani caisin dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak khususnya pada saat kegiatan penyulaman, penyiangan, dan panen, karena pada kegiatan tersebut pekerjaan lebih banyak dan harus dilakukan dengan lebih teliti. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja khususnya pada kegiatan-kegiatan tersebut akan mengganggu kegiatan usahatani caisin. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai tanda paramater negatif. Artinya, semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi caisin maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan tenaga kerja bernilai negatif sebesar -0,006754, artinya jika terjadi penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0, persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai peluang sebesar 0,9059. Fakta yang terjadi di lapangan mengenai penggunaan tenaga kerja bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat kegiatan penyulaman dan penyiangan di lahan seluas satu hektar, yakni beberapa petani responden menggunakan sebanyak tenaga kerja wanita yang dikerjakan selama dua hari, sehingga kebutuhan tenaga kerja tersebut sebanyak HKW (Hari Kerja Wanita) atau setara dengan 15 22,5 HKP (Hari Kerja Pria). Sama halnya menurut Wahyudi (2010) dimana jumlah kebutuhan tenaga kerja pada saat penyiangan adalah sebesar 20 HKW. Kebutuhan tenaga kerja tersebut juga harus disesuaikan dengan luasan 98

20 lahan garapan, jika lahan garapan usahatani luas sementara tenaga kerja yang digunakan terbatas maka akan mempengaruhi kegiatan usahatani caisin. Kondisi di atas mengambarkan bahwa semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi caisin maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Artinya, variabel tenaga kerja sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Jika dilihat dari kondisi di lapangan yang telah digambarkan di atas maka tenaga kerja memang menjadi faktor yang dapat mengurangi risiko produksi. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti (2008) dan Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti et.al (2007) dimana tenaga kerja sebagai faktor pengurang risiko produksi. Namun, hasil tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil analisis ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana hanya pestisida yang merupakan faktor pengurang risiko. Hasil pendugaan parameter variance error produksi periode tertentu pada persamaan variance produksi caisin menunjukkan bahwa error kuadrat musim sebelumnya mempunyai nilai peluang sebesar 0,8367. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka error kuadrat musim sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap variance produksi caisin. Sedangkan variance error musim sebelumnya mempunyai nilai peluang sebesar 0,0791. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variance error musim sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap variance produksi caisin. Oleh karena kedua parameter error kuadrat musim sebelumnya dan variance error musim sebelumnya bertanda positif, maka hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi caisin pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. 99

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MEIRANTI YUDI PRATIWI H34096061 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen 5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Risiko Produksi Fluktuasi yang terjadi pada suatu usaha, baik fluktuasi hasil produksi, harga dan jumlah permintaan yang berada dibawah standar yang ditetapkan merupakan indikasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya di Desa Lebak Muncang sebagian besar penduduknya adalah petani. Sebanyak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya sebagian besar penduduk Desa Citapen adalah bermata pencaharian

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Responden Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, penggunaan luas lahan, dan jumlah tanggungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2013 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan produk pertanian strategis yang ketersediaannya di Indonesia berlimpah sepanjang tahun. Konsumsi sayuran masyarakat Indonesia sendiri selalu meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomis Padi merupakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI 6.1. Analisis Faktor-Faktor Risiko Produksi Pada penelitian ini dilakukan pada peternak ayam broiler yang bekerja sama dengan pihak perusahaan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA 38 LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA Kabupaten : Bangka/Bateng Pewawancara :. Kecamatan :. Tgl. Wawancara :.. Desa

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013 ANALISIS EFISIENSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI DESA SUKOMAKMUR KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Rini Utami Sari, Istiko Agus Wicaksono dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif analisis, pelaksanaan penelitian ini menggunakan studi komparatif,

METODE PENELITIAN. deskriptif analisis, pelaksanaan penelitian ini menggunakan studi komparatif, III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, pelaksanaan penelitian ini menggunakan studi komparatif, yaitu salah satu metode penelitian dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan pembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan pembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopi Robusta Kedudukan tanaman kopi dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian 4.1.1. Letak Geografis Desa Penelitian BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data sekunder, Desa Batur merupakan salah desa di wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani dan Hasmari Noer *)

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani dan Hasmari Noer *) Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat 8 (1) Juni 2016 e-issn : 2527-7367 PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI DEBRINA PUSPITASARI H34096014 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sayuran. Kebutuhan pupuk untuk pertanian semakin banyak sebanding dengan

Lebih terperinci