PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET DI PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh Desianty Dona Normalisa Sirait dan Syahnen Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia Telp. (061) , Fax. (061) , , , ABSTRAK Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Lebih dari 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet. Salah satu penyakit tanaman karet yang ditemukan pada perkebunan karet adalah Kering Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui teknologi yang tepat dalam pengendalian penyakit Kering Alur Sadap (KAS) pada tanaman karet. Pada kegiatan ini akan dikembangkan pengujian beberapa komponen PHT dalam pengendalian penyakit KAS pada tanaman karet. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuan dan 6 (enam) ulangan. Setiap plot perlakuan terdiri dari 5 (lima) pohon sampel. Perlakuan terdiri dari: PHT 1 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan; PHT 2 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Anti rot F95; PHT 3 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Kimia (bahan aktif Triadimefon 250 g/l); P 4 = Kontrol (tanpa perlakuan). Pengamatan setelah aplikasi dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan interval waktu sebulan sekali. Parameter yang diamati adalah luas kulit mati (mm 2 ), tebal kulit pulihan (mm) dan intesitas serangan (%). Hasil pengujian menunjukkan perlakuan pemupukan, pengikisan, pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan dan pengolesan fungisida Anti Rot F95 atau fungisida berbahan aktif Triadimefon 250 g/l dapat mengurangi serangan penyakit KAS pada tanaman karet. Kata Kunci : Karet, KAS, Brown bast 1

2 PENDAHULUAN Kering alur sadap (KAS) atau dikenal dengan istilah kulit dalam cokelat (bruine binnenbast atau brown bark atau bark dryness atau brown bast) yang sering disingkat menjadi BB merupakan penyakit yang sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab utamanya. Penyakit ini telah diketahui sejak awal budidaya karet dilakukan dan akhir-akhir ini mulai menimbulkan masalah serius di beberapa negara penghasil karet alam (Fairuzah, 2011). Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman (Anwar, 2006). Gejala KAS ditandai dengan terdapatnya bagianbagian alur sadap yang tidak mengeluarkan lateks. Bagian-bagian tersebut kemudian meluas dan akhirnya seluruh pohon tidak mengeluarkan lateks sama sekali. Kulit sebelah dalam bagian yang sakit berubah warna menjadi cokelat (Semangun, 2000). Akibat perubahan hormon di sekitar kulit yang mati adakalanya terbentuk kambium sekunder sehingga menjadi pecah-pecah atau terbentuk tonjolan-tonjolan yang tidak teratur, sehingga penyadapan sulit dilakukan (Fairuzah, 2011). CARA PENGENDALIAN Usaha-usaha untuk mencegah penyakit kekeringan kulit dapat dilakukan dengan cara penanaman klon tahan, kultur teknis yang sesuai dan eksploitasi yang tepat (Fairuzah, 2011). Dalam hubungannya dengan pengobatan, bagian kulit yang terserang sebaiknya diisolasi dengan membuat batas antara yang sakit dan yang sehat baik secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit selanjutnya ditoreh sampai menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian dikerok dan ditutup dengan obat penutup luka (Fairuzah, 2011). Menurut Fairuzah, 2011 batasan-batasan dalam hubungannya dengan frekuensi sadap dan penggunaan stimulant dibuat sebagai berikut: a. Jika jumlah tanaman yan terinfeksi mencapai 25% pada suatu areal dilakukan penurunan intensitas sadap 2

3 b. Jika jumlah tanaman yang terinfeksi sekitar 10% penyadapan normal tetap dilakukan tetapi tanpa menggunakan stimulant c. Jika terdapat infeksi 1/8S maka penyadapan normal tetap dilaksanakan dan penggunaan stimulant tetap dilakukan d. Jika infeksi sekitar antara 1/8S-3/8S pemakaian stimulant dihentikan selama 6 bulan dan kulit terinfeksi dikerok serta dibuat alur isolasi antara batas kulit sakit dan sehat e. Jika infeksi mencapai 4/8S atau lebih penyadapan dihentikan selama 6 bulan atau lebih f. Tanaman-tanaman yang terserang berat dimana pembuatan parit isolasi tidak mungkin dilakukan lagi, disarankan untuk disadap berat pada bagian yang masih mengeluarkan lateks. Mengistirahatkan tanaman tersebut tidak akan menyembuhkan penyakit. Penggunaan biofungisida NoBB atau Antico F-96 secara teratur dengan cara pelumasan. Pokok pokok utama penanggulangan KAS tersebut meliputi: a. Pembuangan/pengikisan/pengerokan kulit (bark scraping) hingga ke dalam 3 mm dari kambium pada hari ke-1. b. Untuk mencegah serangan hama bubuk dengan penyemprotan insektisida Decis, Matador, Akodan, atau Supracide pada hari ke-1 c. Aplikasi atau pengolesan formula NoBB sekitar 50 ml/pohon pada hari ke-2, 30 dan 60 d. Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai yakni mulai hari ke-90 e. Kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scraping dilakukan dan ketebalan kulit mencapai > 7 mm f. Fakta di lapangan efektivitas penyembuhan dengan teknik ini mencapai 85-95% (Fairuzah, 2011). Oleokimia sebagai bahan dasar Antico F-96 (disingkat Formant 96) adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, dan dapat berfungsi sebagai bahan perata, pelarut, penetran dan anti oksidan. Oleh adanya sifat tersebut Formant 96 sangat bermanfaat untuk menanggulangi gejala kering alur sadap (KAS), penyakit lapuk cabang dan batang, jamur upas 3

4 atau mouldy rot. Sama halnya dengan Anti rot F95 yang mengandung oleokimia 95 %, fungisida 1 %, ZPT sebanyak 200 ppm dan bahan lainnya 4%. Lateks adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang membeku ketika terkena udara. Ini merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin dan gom. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga atau merah. Untuk memperoleh hasil sadap yang baik, penyadapan harus mengikuti aturan tertentu agar diperoleh hasil yang tinggi, menguntungkan, serta berkesinambungan dengan tetap memperhatikan faktor kesehatan tanaman agar tanaman dapat berproduksi secara optimal dan dalam waktu yang lama (Siregar, 1995). Dalam praktiknya untuk kelangsungan produksi, hal yang sangat mendasar adalah di dalam pemulihan bidang sadap. Agar bidang sadap kembali pulih tentu ada yang diperlukan di dalam penyadapannya. Menghindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap adalah salah satu cara agar bidang sadap dapat kembali pulih dan pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit (Sianturi, 2001). Mengistirahatkan tanaman dalam waktu tertentu juga merupakan konsep pemulihan bidang sadap, karena tanaman akan mengoptimalkan kembali bagian-bagian tanaman yang telah mengalami pelukaan. Begitu juga dengan pemberian unsur hara untuk kelanjutan tanaman itu sendiri sehingga pertumbuhannya akan lebih optimal tentunya pemulihan bagian-bagian yang disadap (Nazaruddin dan Paimin, 1998). METODOLOGI PELAKSANAAN Kegiatan ini dilaksanakan di desa Limau, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, propinsi Sumatera Selatan pada bulan Maret s/d Desember Pengujian pengembangan beberapa komponen metode PHT dalam pengendalian penyakit KAS pada tanaman karet ini menggunakan Rancangan 4

5 Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuan dan 6 ulangan. Setiap plot perlakuan terdiri dari 5 (lima) pohon sampel. Perlakuan yang diaplikasikan: PHT 1 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan PHT 2 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Anti rot F95 PHT 3 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Kimia (bahan aktif Triadimefon 250 g/l) P 4 = Kontrol (tanpa perlakuan) Aplikasi fungisida dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval 2 (dua) bulan. Pupuk yang akan digunakan dalam pengujian ini adalah pupuk ZA, TSP dan ZK/KCl. Pemupukan dilakukan hanya sekali yaitu saat awal kegiatan dengan 1,5 x dari dosis anjuran yaitu 1,5 x 600 gr ZA/ph, 1,5 x 324 gr TSP/ph, dan 1,5 x 180 gr ZK/ph. Parameter yang diamati pada pengamatan ini adalah luas kulit mati (mm 2 ), tebal kulit pulihan (mm) dan intensitas serangan (%). Hasil pengamatan terhadap parameter dituangkan dalam form pengamatan. Jumlah pengamatan 7 kali dengan interval 1 bulan. Analisis dilakukan dengan membandingkan persentase tingkat serangan pada setiap perlakuan. Teknologi yang digunakan dalam pengujian a. Pupuk Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah ZA/Urea, TSP/SP36 dan ZK/KQ. ZA/Urea digunakan sebagai sumber N (Nitrogen), TSP/SP36 sebagai sumber P (Phospor) dan ZK/KQ sebagai sumber K (Kalium). Dosis untuk setiap jenis pupuk diberikan untuk setiap pohon ke tanaman menghasilkan menurut Setyamidjaja (1993) adalah sebagai berikut: 600 gr ZA (280 gr Urea) gr TSP/SP36, 180 gr ZK/KQ. Dan dosis ini dibuat 1,5 kali dari dosis anjuran. 5

6 b. Pengolesan Fungisida Anti rot F95 dan Fungisida berbahan aktif Triadimefon 250 g/l (Bayleton 250 EC) Aplikasi fungisida Anti rot F95 dan fungisida kimiawi (bahan aktif Triadimefon 250 g/l) dilakukan dengan cara pengolesan pada bagian tanaman terserang yang telah dikikis terlebih dahulu. c. Pengikisan Kulit Pengikisan kulit yang terserang dilakukan dengan menggunakan pisau scrap. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi pengujian berada di Desa Limau Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat ± 5 m dpl. Klon karet yang ditanam adalah PB260, GT, dan PR, jarak tanam 3 x 5 m. Kondisi kebun tempat pengujian adalah sebagai berikut: jenis tanah podzolik merah kuning (ultisol). Kelembaban rendah karena curah hujan rendah. Pemeliharaan tanaman seperti sanitasi dan pemupukan tergolong baik. Sesuai dengan rencana pengujian pada petak-petak perlakuan yang telah ditentukan dilakukan aplikasi pengendalian penyakit KAS. Pada petak perlakuan PHT1 dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit dibidang sadap yang terserang KAS, dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Pada petak perlakuan PHT2 dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit dibidang sadap yang terserang KAS, pengolesan Anti rot F95 dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Pada petak perlakuan PHT3 dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit dibidang sadap yang terserang KAS, pengolesan fungisida kimia (berbahan aktif Triadimefon 250 g/l) dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Dan petak perlakuan kontrol yaitu tanaman yang tidak diberi perlakuan pengendalian sama sekali. Pada Pada pengujian ini telah digunakan larutan fungisida Anti Rot F95 yang mengandung fungisida 1%, ZPT 200 ppm dan bahan lain 4%. Fungisida yang digunakan adalah berbahan aktif Triadimefon 250 g/l. 6

7 Dari lokasi hasil pengujian di Desa Limau, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, diperoleh data luas kulit mati (mm 2 ) untuk setiap pengamatan seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Luas Kulit Mati (mm 2 ) pada Pengamatan I s/d VII Perlakuan Luas Kulit Mati (mm 2 ) Pada Pengamatan I s/d VII I II III IV V VI VII Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%. Rata-rata Luas Kulit Mati (mm 2 ) PHT a PHT a PHT a Kontrol b Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata luas kulit mati terendah terdapat pada perlakuan PHT3 yaitu sebesar 18710,71 mm 2, diikuti perlakuan PHT1 yaitu sebesar 21022,86 mm 2, kemudian selanjutnya perlakuan PHT1 yaitu sebesar mm 2. Sedangkan luas kulit mati tertinggi adalah perlakuan kontrol sebesar 81052,14 mm 2. Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida dan pengistirahatan bidang sadap berpengaruh nyata dalam menekan perkembangan penyakit KAS di lapangan, hal ini sesuai dengan pernyataan Sianturi (2001) bahwa pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit. Dalam hubungannya dengan pengobatan, bagian kulit yang terserang sebaiknya diisolasi dengan membuat batas antara yang sakit dan yang sehat baik secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit selanjutnya ditoreh sampai menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian dikerok dan ditutup dengan obat penutup luka (Fairuzah, 2011). Nazaruddin dan Paimin (1998) juga menyatakan mengistirahatkan tanaman dalam waktu tertentu juga merupakan konsep pemulihan bidang sadap, karena tanaman akan mengoptimalkan kembali bagian-bagian tanaman yang telah mengalami pelukaan. 7

8 Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 tidak berbeda nyata sesamanya. Namun setelah dilihat di lapangan bahwa perlakuan PHT2 yang diolesi antirot, kulit pemulihan bertekstur lembek bila dibandingkan pada perlakuan PHT3 yang diolesi fungisida dan perlakuan PHT3 dimana kulit pemulihan lebih keras. Tetapi pada saat ditusuk untuk melihat lateksnya, pada perlakuan PHT2 lateksnya lebih banyak, lancar dan berwarna putih kekuningan sedangkan pada perlakuan PHT3 dan PHT1 lateksnya lebih sedikit dan warna lebih kusam. Untuk melihat perbandingan efek antar perlakuan PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol terhadap luas kulit mati (mm 2 ) dapat dilihat pada Gambar PHT1 PHT2 PHT3 Kontrol Gambar 2. Grafik Luas Kulit Mati Serangan KAS Pengamatan I s/d VII Pengaruh perlakuan terhadap tebal kulit pulihan (mm) akibat serangan KAS pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 2. berikut: Tabel 3. Data Tebal Kulit Pulihan (mm) pada Pengamatan I s/d VII Perlakuan Tebal Kulit Pulihan (mm) pada Pengamatan I II III IV V VI VII Rata-rata tebal kulit pulihan (mm) PHT b PHT b PHT b Kontrol a Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi huruf yang sama tidak berbeda nyat menurut Uji Duncan pada taraf 5%. 8

9 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata tebal kulit pulihan tertinggi terdapat pada perlakuan PHT3 yaitu sebesar 5,75 mm, diikuti perlakuan PHT2 sebesar 5,51 mm, lalu perlakuan PHT1 sebesar 5,21 mm. Sedangkan tebal kulit pulihan terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 4.01 mm. Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 juga berbeda nyata dengan kontrol. Sama halnya dengan luas kulit mati, perlakuan pemupukan, pengikisan, pengolesan antirot maupun fungisida dan pengsitirahatan selama 6 bulan, juga berpengaruh nyata pada ketebalan kulit pulihan bidang sadap akibat KAS. Sesuai dengan pernyataan Anwar (2006), pengerokan kulit kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan NoBB atau Antico F-96 sekali sebulan dengan 3 ulangan. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit. Perlakuan PH1, PHT2 dan PHT3 tidak berbeda nyata sesamanya. Hal ini disebabkan kurangnya waktu pengistirahatan bidang sadapan. Pemulihan jaringan memerlukan waktu yang panjang minimal 1 tahun, sedangkan pengujian ini dilakukan untuk melihat pemulihannya hanya selama 6 bulan. Sesuai dengan pernyataan Fairuzah (2011) bahwa kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scraping dilakukan dan ketebalan kulit mencapai > 7 mm. Untuk melihat perbandingan antara efek PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol terhadap tebal kulit pulihan (mm) dapat dilihat pada Gambar PHT1 PHT2 PHT3 Kontrol Gambar 3. Grafik Tebal Kulit Pulihan Serangan KAS Pengamatan I s/d VII 9

10 Pengaruh perlakuan terhadap intensitas serangan (%) akibat serangan KAS pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 3. berikut: Tabel 4. Data Intensitas Serangan (%) pada Pengamatan I s/d VII Perlakuan Intensitas Serangan (%) pada Pengamatan I II III IV V VI VII Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi huruf yang sama tidak berbeda nyat menurut Uji Duncan pada taraf 5%. Rata-rata intensitas serangan (%) PHT b PHT a PHT b Kontrol c Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan PHT2 yaitu sebesar 21,24%, diikuti perlakuan PHT3 sebesar 25,53%, lalu perlakuan PHT1 sebesar 26,67%. Sedangkan intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 29,24%. Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Semua perlakuan yang dilakukan sangat berpengaruh dalam menekan penyakit KAS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anwar (2006) bahwa pengendalian penyakit KAS adalah menghindari penyadapan terlalu sering dan mengurangi pemakain Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100, pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit, dan perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit. Perlakuan PHT1 tidak berbeda nyata PHT3, tetapi perlakuan PHT1 dan PHT3 berbeda nyata dengan PHT2. Hal ini disebabkan karena dalam perlakuan PHT2 diolesi antirot yang mengandung zat pengatur tumbuh sehingga dapat lebih mempercepat proses pemulihan kulit yang terserang KAS. Untuk melihat perbandingan antara efek PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol terhadap intensitas serangan (%) dapat dilihat pada Gambar 3. 10

11 PHT1 PHT2 PHT3 Kontrol Gambar 4. Grafik Intensitas Serangan KAS Pengamatan I s/d Pengamatan VII Proses pemulihan kulit akibat penyakit KAS ini juga dipengaruhi dengan iklim yang salah satunya adalah tinggi rendahnya curah hujan. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara mm sampai mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100sd. 150 HH/tahun. Namun jika sering hujan pada pagi hari, produksi lateks akan berkurang (Anwar, 2006). Pada lokasi pengujian curah hujan hanya mencapai mm/tahun, yang menyebabkan proses pemulihan kulit tidak cukup maksimal. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pengendalian penyakit KAS dapat dilakukan secara terpadu dengan pemupukan, pengikisan, pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan, pengolesan fungisida Anti rot F95 (mengandung fungisida 1%, ZPT 200 ppm dan bahan lain 4%) atau pengolesan fungisida berbahan aktif triadimefon 250 g/l. 2. Penekanan luas kulit mati dan tebal kulit pulihan oleh tindakan pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida kimia (Triadimefon 250 g/l) dan pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan lebih baik dari tindakan pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida Anti rot F95 dan pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan. Sedangkan terhadap intensitas serangan berlaku sebaliknya. 11

12 B. Saran 1. Dianjurkan bagi pemilik kebun memperhatikan kebersihan, pemupukan, dan tidak menyadap terlalu sering. Pada tanaman karet yang sudah terserang KAS dianjurkan diistirahatkan minimal 1 tahun guna pemulihan bidang sadap. DAFTAR PUSTAKA Anwar, C., Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Makalah yang disampaikan pada pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet oleh PT. FABA Indonesia Konsultan. Pusat Penelitian Karet. Medan. Fairuzah, Z., Manajemen Pengendalian KAS dan Penyakit Bidang Sadap. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Medan. Mayee, C.F and V.V. Datar., Phytopathometry. Department of Plant Pathology. Maratwada Agricultural. Univ. India. India Nazaruddin dan F.B. Paimin., Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyamidjaja, D., KARET Budidaya dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. Sianturi, H. S. D., Budidaya Tanaman Karet. USU Press. Medan Siregar, T.H.S., Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta. Umayah, A Penyakit KAS Tanaman Karet. karet.html?showall=1&limitstart. Diakses pada tanggal 24 Januari

PENYAKIT BIDANG SADAP

PENYAKIT BIDANG SADAP PENYAKIT BIDANG SADAP KERING ALUR SADAP (KAS) Penyakit ini merupakan penyakit fisiologis yang relative terselubung, karena secara morfologis tanaman tampak sehat, malah seringkali menampakkan pertumbuhan

Lebih terperinci

UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA

UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh Syahnen, Ida Roma T.U. Siahaan, Sry E.Pinem, dan desianty Dona N.S. Laboratorium Lapangan Balai Besar

Lebih terperinci

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS.

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS. PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan JL. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT Vascular Streak Dieback (VSD) PADA TANAMAN KAKAO DI PROPINSI SUMATERA BARAT ABSTRAK

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT Vascular Streak Dieback (VSD) PADA TANAMAN KAKAO DI PROPINSI SUMATERA BARAT ABSTRAK PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT Vascular Streak Dieback (VSD) PADA TANAMAN KAKAO DI PROPINSI SUMATERA BARAT Sry Ekanitha Br. Pinem dan Syahnen Laboratorium Lapangan Balai Besar

Lebih terperinci

VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM

VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM VI ANALISIS FAKTOR FAKTOR SUMBER RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI KARET ALAM Hasil dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo kebun Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu

Lebih terperinci

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET DI SUSUN OLEH: ROBIANTO, SP Latar Belakang Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet

Lebih terperinci

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP REKOMENDASI PENGENDALIAN PENYAKIT VSD (Vascular Streak Dieback) PADA TANAMAN KAKAO (Theobromae cocoa) di PT. PERKEBUNAN HASFARM SUKOKULON KEBUN BETINGA ESTATE KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA Christina

Lebih terperinci

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. OLEH: Syahnen, Yenni Asmar dan Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan

Lebih terperinci

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet) Karet memiliki peranan sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas ini merupakan salah satu penghasil devisa utama dari sektor perkebunan dengan nilai ekspor sekitar US$ 11.8 milyar pada tahun

Lebih terperinci

Keywords: Cost analysis, control, dry tapping grooves.

Keywords: Cost analysis, control, dry tapping grooves. ANALISIS BIAYA PENGENDALIAN PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) DI AFDELING II PT PERKEBUNAN ABC LAMPUNG Astria Wulandari¹, Fitriani², Sri Handayani³ ¹Mahasiswa Program Studi Agribisnis, ²Dosen Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus:

Lebih terperinci

SISTEM EKSPLOITASI OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN TANAMAN KARET

SISTEM EKSPLOITASI OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN TANAMAN KARET SISTEM EKSPLOITASI OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN TANAMAN KARET Potensi produksi lateks beberapa klon anjuran yang sudah dilepas disajikan pada Gambar di bawah ini Produksi lateks beberapa Klon anjuran (***,**

Lebih terperinci

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil lateks

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN Kriteria matang sadap Tanaman karet dapat disadap apabila telah memenuhi kriteria matang sadap pohon dan matang sadap kebun, yaitu: a. Matang sadap pohon - Umur tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta :

Lebih terperinci

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu) afrizon41@yahoo.co.id Pengkajian Keragaan

Lebih terperinci

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN MENGETAHUI PENGARUH KUALITAS KULIT PULIHAN KLON GT1, PR 300, DAN PR 303 TEHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brasiliensis.l) DI KEBUN GETAS SALATIGA Galuh Banowati Pengajar PS Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik

Lebih terperinci

BISNIS BUDIDAYA KARET

BISNIS BUDIDAYA KARET BISNIS BUDIDAYA KARET TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: Syarat tumbuh tanaman karet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha Chart Title Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha Data statistic Ditjen perkebunan tahun 2007, hanya 9 dari 33 propinsi yang tidak ditemukan pohon karet yaitu : DKI-Jakarta, Nusa Tenggara Barat,

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Rencana kegiatan dari tahun ke-1 hingga tahun ke-2 terdiri atas percobaan lapang, dan kegiatan di laboratorium. Pada tahun ke-1, dilakukan kultur/biakan jamur Lansioplodia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara

Lebih terperinci

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih BUDIDAYA SUKUN Sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir disemua daerah di Indonesia ini dapat tumbuh. Sukun dapat tumbuh di dataran rendah (0 m) hingga dataran tinggi (700 m dpl). Pertumbuhan optimal

Lebih terperinci

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM Soenartiningsih dan A. Haris Talanca Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros ABSTRAK Penyakit antraknosa yang

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK ( Piper ningrum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Tanaman

Lebih terperinci

SERANGAN BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) DI JAWA TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2014

SERANGAN BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) DI JAWA TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2014 SERANGAN BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) DI JAWA TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2014 Latar Belakang Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak tumbuh di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lokasi Penelitian Kegiatan penyadapan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang terletak di wilayah Sukabumi Jawa Barat, tepatnya pada Petak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET

TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET BUDIDAYA KARET TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: Syarat tumbuh tanaman karet Klon klon

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman karet Pohon karet pertama kali tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara,dimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pergajahan Kahan, Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari

Lebih terperinci

Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas.

Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas. 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam satu blok, yaitu di petak penelitian permanen teknologi penyadapan getah pinus (blok Cikatomas) dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000

BAHAN DAN METODE. Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

]PERKEMBANGAN SERANGAN PENYAKIT BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC)

]PERKEMBANGAN SERANGAN PENYAKIT BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) ]PERKEMBANGAN SERANGAN PENYAKIT BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) Pseudomonas syzygii DI PROPINSI JAWA TIMUR pada BULAN SEPTEMBER 2013 Oleh : Endang Hidayanti, SP dan Fitri Yuniarti, SP Tanaman cengkeh

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

JAP PADA TANAMAN KARET

JAP PADA TANAMAN KARET JAP PADA TANAMAN KARET Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazilia, Amerika Selatan, mulai dibudidayakan di Sumatera Utara pada tahun 1903 dan di Jawa tahun 1906. Tanaman karet dilihat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori TEKNIK PENGAMATAN PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK MAJEMUK DAN TUNGGAL PADA BEBERAPA VARIETAS KENTANG Engkos Koswara 1 Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori dan mineral yang penting bagi pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks Klon BPM 1 dan PB 260 KLON Jumlah Pembuluh Lateks Diameter Pembuluh Lateks 22.00 22.19 24.00 24.09 20.00 20.29 7.00 27.76 9.00 24.13 5.00 25.94 8.00 28.00

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks (getah kental yang membeku ketika terkena udara bebas) beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA BUDIDAYA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica) Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ReGrI Tanaman mangga (Mangifera indica L.) berasal dari India, Srilanka, dan Pakistan. Mangga

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat memberikan kontribusi dalam devisa negara dari sektor non migas. Karet juga merupakan sumber penghasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Aspek Agronomi Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG

PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG Oleh Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

OPT PENTING PADA TANAMAN KARET

OPT PENTING PADA TANAMAN KARET OPT PENTING PADA TANAMAN KARET OLEH SYUKUR, SP, MP WIDYAISWARA PERTAMA BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI ABSTRAK Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, antara lain masalah organisme pengganggu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET 1

MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET 1 MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET 1 Chairil Anwar Pusat Penelitian Karet P.O. Box 1415, Medan 2001 PENDAHULUAN Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan

Lebih terperinci

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor

Lebih terperinci

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan (land) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan (land) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Tanah dan Lahan Lahan (land) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Karet 1. Akar (radix) Tanaman karet memiliki system perakaran tunggang dan perakaran serabut. Akar tunggang tanaman karet menembus ke dalam tanah menuju pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

logo lembaga Kode Judul X.303 Idawanni, SP KAJIAN IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KARET RAKYAT DI KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI ACEH

logo lembaga Kode Judul X.303 Idawanni, SP KAJIAN IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KARET RAKYAT DI KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI ACEH logo lembaga Kode Judul X.303 KAJIAN IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KARET RAKYAT DI KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI ACEH Idawanni, SP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NAD BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo, Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro pada bulan Maret Mei 2014. Jenis tanah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kec. Natar Kab. Lampung Selatan dan Laboratorium

Lebih terperinci

MODUL BUDIDAYA KARET

MODUL BUDIDAYA KARET MODUL BUDIDAYA KARET I. PENDAHULUAN Tujuan utama pasaran karet (hevea brasiliensis) ndonesia adalah ekspor. Di pasaran internasional (perdagangan bebas) produk karet Indonesia menghadapi persaingan ketat.

Lebih terperinci

Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 2, Oktober 2016 ISSN P ISSN O

Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 2, Oktober 2016 ISSN P ISSN O Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 2, Oktober 2016 ISSN P 1412-6885 ISSN O 2503-4960 PENGARUH MACAM DAN DOSIS TERHADAP PRODUKSI ALUR SADAP TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI KAMPUNG SAKAQ LOTOQ KECAMATAN

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PERKEBUNAN KARET MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

TUGAS AKHIR KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PERKEBUNAN KARET MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS TUGAS AKHIR KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PERKEBUNAN KARET MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Wahid Hartomo Nim : 10.11.3761 Kelas : S1 TI C SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS Jurnal Penelitian Pertanian BERNAS, Volume 8, No 3 : 38-42 TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Tanaman kelapa kopyor (Cocos nucifera L var. Kopyor) merupakan tanaman kelapa yang secara genetik menghasilkan buah kelapa dengan ciri

PENDAHULUAN Tanaman kelapa kopyor (Cocos nucifera L var. Kopyor) merupakan tanaman kelapa yang secara genetik menghasilkan buah kelapa dengan ciri 0 PENDAHULUAN Tanaman kelapa kopyor (Cocos nucifera L var. Kopyor) merupakan tanaman kelapa yang secara genetik menghasilkan buah kelapa dengan ciri sebagai berikut daging buah (endosperma) lepas dari

Lebih terperinci

Karya Ilmiah tentang Penanaman Pohon Karet

Karya Ilmiah tentang Penanaman Pohon Karet Karya Ilmiah tentang Penanaman Pohon Karet Disusun oleh : Nama : Sutopo NIM : 11-12-5885 Tugas : Peluang Bisnis Jurusan : SISTEM INFORMASI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Abstraksi Peluang

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah Staf Pengajar fakultas pertanian Universitas Lancang kuning Jurusan Agroteknologi ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci