adalah pemanfaatan potensi lokal dan perluasan jaringan yang dilakukan oleh pekerja mandiri tersebut. Masyarakat di Kelurahan Jamika Kecamatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "adalah pemanfaatan potensi lokal dan perluasan jaringan yang dilakukan oleh pekerja mandiri tersebut. Masyarakat di Kelurahan Jamika Kecamatan"

Transkripsi

1 VI. JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS BAG1 PEKERJA MANDIRI SEKTOR INFORMAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL DI KELURAHAN JAMIKA KECAMATAN BOJONGLOA KALER Jaminan sosial mempakan ha1 mendasar dalam menghadapi resiko yang mungkin dan bakal terjadi dalam kehidupan seseorang. Hal ini juga sekaligus menyediakan sistem perlindungan sosial terhadap individu yang menghadapi ketidakpastian secara spesifik. Jaminan sosial tidak hanya mempakan prakarsa dari pemerintah saja, akan tetapi dapat juga inisiatif dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka. Bentuk jaminan sosial yang dilakukan oleh masyarakat umumnya terkoordinir melalui institusi lokal. Peran institusi lokal tersebut tidak saja sebagai jawaban terhadap ketidakmampuan negara dalam menyediakan jaminan sosial yang masih sangat terbatas bagi warganya, tetapi juga mendekatkan masyarakat terhadap penyediaan pelayanan alternatif sejak sumber-sumber keluarga dan mekanisme pasar tidak mampu lagi menyediakan pelayanan kepada warga lokal. Keberadaan institusi lokal di masa sekarang sangat membantu terhadap komunitas lokal, karena institusi tersebut dirasakan banyak memberi manfaat pada warga setempat. Meskipun pelayanan yang diberikan cenderung sangat sederhana, namun hal ini sangat mendukung pada tingkat kehidupan warga setempat. Mekanisme yang diatur dalam pola pelayanan institusi tersebut sangat mudah dan tidak berbelit-belit. Untuk mengetahui bagaimana sistem jaminan sosial berbasis komunitas, khususnya bagi pekerja mandiri sektor informal (PMSI) yang ada di Kelurahan Jamika, maka perlu dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan tingkat pendapatan mereka sebagai upaya menjaga kekuatan ekonominya dalam menghadapi resiko yang mungkin akan terjadi, seperti sakit, kecelakaan ataupun meninggal dunia. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat internal, yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan dan persepsi serta sikap yang dimiliki oleh pekerja mandiri tersebut. Sedangkan yang bersifat ekstemal,

2 adalah pemanfaatan potensi lokal dan perluasan jaringan yang dilakukan oleh pekerja mandiri tersebut. Masyarakat di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan masyarakat yang kompleks, ha1 ini terlihat dari keragaman usahalprofesi dan heterogenitas penduduknya. Pekerja Mandiri Sektor Informal yang berada di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan bagian dari komunitas dan mereka mempunyai potensi sebagai penggerak perekonomian daerah setempat. Jumlah PMSI sebanyak orang dan yang berada pada lapisan bawah yang termasuk dalam golongan Pra KS dan KS 1 berjumlah orang. Mereka berpendidikan rata-rata tamat SD dan SLTP, sehingga untuk memperoleh pekerjaan yang layak tidak terpenuhi. Pekerja Mandiri Sektor Informal yang merupakan kepanjangan tangan industri besar, kewajiban mereka sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pegawai yang statusnya resmi. Perbedaannya adalah hubungan-hubungan produksi yang terjadi tidak diatur oleh peraturan-peraturan yang formal. Hal ini mengakibatkan perlindungan dan berbagai hak yang biasanya diperoleh pegawai tetap, tidak dapat dinikmati oleh mereka yang bekerja di sektor informal. Oleh karenanya, perlindungan dan jaminan sosial di sektor informal merupakan sebuah isu yang perlu ditindaklanjuti secara lebih serius. Pekerja Mandiri Sektor Informal mempunyai usaha yang beragam, seperti warungan, pengolahan makanan, usaha jahitan, tukang becak, tukang ojeg, penjual jamu gendong, jasa tambal ban, dan lain-lain. Dalam usahanya tersebut mereka tidak pernah terpikirkan bagaimana untuk tetap bertahan apabila terjadi resiko seperti sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Hal ini merupakan kondisi yang rentan bagi mereka untuk menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pemanfaatan program-program yang telah diluncurkan di Kelurahan Jamika, seperti program P2KP, UP2K-PKK, dan program pemberdayaan lainnya secara umum relatif berjalan dengan lancar dan partisipasi masyarakat cukup baik. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, semakin berkembangnya program tersebut akhirnya "patah" juga oleh ulah beberapa kelompok yang kurang bertanggung jawab, sehingga program tersebut berjalan dengan tertatih-tatih.

3 Adapun evaluasi yang dilakukan terhadap program Askesos dan Institusi Lokal "Tunas Harapan", menunjukan belum sepenuhnya dapat diakses oleh PMSI. Beberapa faktor penyebabnya adalah internalisasi tentang program Askesos kurang optimal dan Tim Pengelola dilaksanakan bukan oleh lembaga yang ada di lokasi proyek melainkan oleh lembaga sosial yang ada di luar lokasi proyek. Sedangkan program yang dilaksanakan oleh Institusi Lokal "Tunas Harapan" sebagai inisiasi warga hanya merupakan jaminan bagi para lansia yang berada di lingkungan RW 11, meskipun pada akhirnya dikuti juga oleh warga di luar RW 11 di Kelurahan Jamika. Sistem pelaksanaannya masih bersifat tradisional dalam arti tidak sepenuhnya memberikan perlindungan secara maksimal, hanya sekedar memberikan aktivitas bagi para lansia yang masih mampu melakukan suatu kegiatan. Program-program pembangunan masyarakat tersebut pada dasarnya telah mampu membangkitkan partisipasi warga masyarakat dengan keikutsertaan mereka dalam program tersebut. Namun sangat disayangkan bahwa program Askesos yang diluncurkan oleh Departemen Sosial pada akhirnya terhenti kegiatannya karena ketidaksanggupan tim pengelola untuk melanjutkan program dimaksud, sedangkan institusi lokal "Tunas Harapan" yang terlihat berpotensi untuk melaksanakan jaminan sosial lebih lanjut, temyata tidak menyanggupi untuk mengelola kegiatan asuransi sosial dimaksud. Alasan yang mereka kemukaan adalah kurangnya pengetal~uan mereka terhadap sistem manajemen asuransi, tidak adanya kaderisasi, dan belum sepenuhnya memahami aturan main dalam perasuransian. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Dw selaku ketua Tunas Harapan : Terus ierang bu, saya tidak berani rnenerima tawaran untuk mengelola rencana kegiatan asuransi ini. Bztkan apa-apa, tetapi khawatir akan mengecewakan nasabah nantinya, karena ketidakmampuan saya dalam pengelolaannya. Selain iiu, kuderisasi pun tidak ada. Saya sendiri masih was-was dengan kelanjuian Tunas Harapan ini, karena belzrm tahu siapa bakal pengganti kami yattg sudah tua-tua ini. Berdasarkan hasil kajian, bila digambarkan dalam tipologi kelembagaa (Nasdian & Utomo: 2005), maka kondisi governance berada pada kuadran satu, yaitu socio-economic well being.

4 Gambar 8 Tipologi Kelembagaan Latenl Conflict I Good Governance Socio-econonzic well being (Cross ct~fl~tzg ties of soc~al gro~r[~s) Tinggi Bad Governalice Sementara itu, dalam pengembangan kelembagaan yang perlu dicermati adalah keberhasilan dalam membentuk kerjasama antar pihak, yaitu civil society, pemerintah public sector, private sector ( Nasdian & Utomo : 2005), dimana masing-masing sektor stakeholder dan shareholder berperan dengan setara. Dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 9 Stakeholder & Shareholder Public Sector =A!!? Partnership-Based Governance System Civil Society Stakeholder & Shareholder u Pvivate Sector Stakeholder & Shareholder Melihat fakta tersebut, akhirnya penulis mencoba untuk mencari sumber lain yang dapat melanjutkan rancangan program yang akan dilaksanakan. Pada kesempatan lain, penulis juga mengamati dan memperdalam program lainnya, seperti program P2W. Ketertarikan penulis pada program tersebut yaitu, yang menjadi anggota adalah para pekerja mandiri sektor informal yang secara

5 langsung juga merupakan sasaran dari program Askesos, clan ini tentunya ada keterkaitan untuk diteliti bagaimana karakter para anggota P2KP tersebut dalam mengikuti program dimaksud. Melalui kajian dan analisis yang dilakukan terhadap program-program pembangunan masyarakat tersebut, berbagai kesenjangan maupun isu yang mencuat yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan dapat teridentifikasi. Kajian ini tidak hanya melihat peran, aktifitas, tetapi juga hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya "siapa mengerjakan apa", tetapi juga meliputi: siapa yang membuat keputusan, siapa yang memperoleh keuntungan, siapa yang menggunakan sumberdaya pembangunan seperti kredit, program pembangunan dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut. 6.1 Keragaan Pekerja Mandiri Sektor Informal di Kelurahan Jamika Saat ini banyak penduduk yang berusaha di sektor informal baik dibidang jasa maupun perdagangan. Keberadaan sektor informal ternyata mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan keluarga. Alma (2004) berpendapat bahwa sektor informal merupakan benih-benih kewiraswastaan yang berfungsi mendorong perekonomian kota. Sektor informal sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekejaan dengan penyerapan tenaga ke rja secara mandii atau menjadi safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja. Sayangnya pemerintah belum dapat memberikan jaminan manakala mereka mengalami resiko pada saat mencari nafkah, sehingga bila terjadi resiko tersebut mereka akan semakin terpuruk keberadaannya dan rentan menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pekerja Mandii Sektor Informal (PMSI) yang berada di Kelurahan Jamika sebagian besar adalah pendatang dari berbagai daerah dan tidak sedikit yang berasal dari etnis Cina, Arab, dan India. Jenis usaha yang mereka lakukan sangat beragam, mulai dari membuka warungan, tukang kue keliling, tukang bakso, jual jamu gendongan, tukang becak, tukang ojeg, buruh bangunan, dan lain-lain. Tempat tinggal mereka tidak jauh dari lokasi mereka berusaha atau berjualan. Kondisi fingkungan dimana mereka tinggal

6 sebenamya tidak layak huni, rumah satu dengan yang lainnya saling berdempetan, apalagi ditunjang dengan berbagai usaha yang mereka lakukan di rumanya sendii membuat suasana semakin kumuh. Keberadaan program Asuransi kesejahteraan Sosial (Askesos) memberikan angin segar bagi para PMSI tersebut karena banyak manfaat yang mereka rasakan. Namun belurn semua PMSI ikut dalam kegiatan dimaksud dan lebih disayangkan kegiatan Askesos tidak dilanjutkan karena berbagai kendala seperti yang telah diuraikan pada bab sebelurnnya. PMSI sendiri baik yang pernah mengikuti kegiatan Askesos maupun yang belum, sangat berharap ada kegiatan sejenis yang bisa membantu mereka untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya terutama diia mereka mengalami resiko. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Sm : Upami YASBU kapungkur mah sue, unggal bulan aya pertemuan, urang teh tiasa sasadu naon anu janten kahoyong sareng hambatan salami usaha teh, tapi nu ayeuna mah kirang sue kumargi pertemuan ge mung dihadiri ku penvakilan sareng tara masihan transport. Ah.. percuma ari diwakili rnah da benten-benten atuh masalah anu dihadapi ku urang-urang teh. Pokokna nu ayeuna mah kirang perhatosan ka anggota teh. Sareng ayeuna oge dadanguan sapertos anu dicarioskeun ku bu Noneng bade dibubarkeun. Ari gosip eta rnah saleresna tos beredar lami, mung diprotes ku anggota, maenya bade bubar di tengah jalan, akhirna YASBU neraskeun dugi kaseep masa pertanggunganana. Duka tah ping 13 enjing, da saurna bade aya keputusan diperpanjang atanapi henteu. Urang tingal we neng kumaha jung nu. Ari perkmvis pak Lurah mah sue perhatosanana, anjeuna ngartos kahoyong anggota nyaeta hoyong diteraskeun. (Kalau YASBU yang lalu baik, setiap bulannya ada pertemuan untuk membicarakan apa yang menjadi keinginan dan hambatan yang dialami selama berusaha, narnun yang sekarang kurang baik karena pertemuan hanya dihadiri oleh perwakilannya saja dan tidak ada transport. Ya... percuma kalau diwakili, namanya orang kan bedabeda permasalahannya. Pokoknya yang sekarang ini kurang perhatian sama anggota dan dengar-dengar seperti yang dibicarakan oleh bu Noneng akan dibubarkan. Sebetulnya gosip itu sudah lama beredar, tapi diprotes oleh anggota, masa iya bau berhenti di tengah jalan, akhirnya YASBU meneruskan sampai selesai masa pertanggungan. Belum tahu besok tanggal 13, katanya akan ada keputusan apakah akan dilanjutkan atau tidak. Kita lihat saja bagaimana hasilnya. Kalau pak Lurah mengerti apa yang anggota mau, yaitu tetap diteruskan). Untuk itulah peneliti berusaha merealisasikan keinginan mereka melalui forum diskusi dengan harapan aspirasi dan solusi muncul dari mereka sendiri.

7 6.2 Karakteristik Pekerja Mandiri SeMor Informal di Kelurahan Jamika Struktur masyarakat Kelurahan Jamika, sebahagian besar mengandalh kehidupan ekonomi mereka dari sektor jasa dan industri. Hal ini ditunjang oleh letak yang berada di pusat kota. Dilihat dari segi sosial, Kelurahan Jamika merupakan suatu wilayah yang heterogen dengan latar belakang penduduknya berasal dari beragam etnis. Penduduk aslinya berasal dari etnis Sunda, sedangkan para pendatang sebagaian besar berasal dari etnis Jawa, Sumatera, dan daerah lainnya di Indonesia serta yang tidak kalah banyaknya adalah etnis Cina. Pelapisan sosial yang terjadi pada masyarakat Kelurahan Jamika dapat dilihat dengan mengkategorikan anggota-anggota masyarakatnya berdasarkan status yang disandangnya dalam komunitas tersebut. Status sosial tersebut dapat dibedakan dalam lingkup formal dan informal. Dalam lingkup formal ada posisi atau jabatan seperti Ketua RT atau RW, Ketua KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), Ketua Karang Taruna, Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), Ketua P2KP, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Kalangan yang memiliki status sosial paling tinggi, selain berada dan memiliki banyak usaha, juga menjabat bebempa jabatan sosial dan pemerintahan daerah di masyarakat, juga diienal dan diakui sebagai tokoh masyarakat. Untuk lapisan sosial menengah, tokoh yang aktif dikegiatan sosial di masyarakat, atau dikenal sebagai orang kaya. Dan lapisan sosial paling bawah, yaitu warga masyarakat biasa yang bekerja sebagai buruh serta pedagang-pedagang kecil yang tidak kaya dan juga tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Kondisi dan peran PMSI yang berada di Kelurahan Jamika cukup beragam baik diliit dari sisi pendidikan, keterampilan, pengalaman, jenis usaha, maupun latar belakang kehidupan mereka. Hal ini berpengamh pada pola pikir dan sistem operasioanal usaha mereka. Untuk jenis usaha dapat dilihat pada tabel berikut :

8 Tabel 7 Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Berdasarkan Jenis Usaha NO JENIS USAHA Pertokoan Warungan Pedagang kecil Pedagang asongan Penjual jasa JUMLAH (ORANG) Yo 34,59 16,19 29,12 12,ll 7, Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa jenis usaha pertokoan sangat tinggi, yaitu 34,59 %, usaha pertokoan ini lebih didominasi oleh etnis Cina dan taraf ekonomi mereka sudah sangat mapan. Usaha warungan dan pedagang kecil (kueljajanan), yaitu 16,19 % dan 29,12 %. Apabila melihat usaha yang mereka lakukan, hal ini menunjukkan bahwa potensi lokal dalam mengembangkan ekonomi keluarga relatif cukup besar. Dan ini juga merupakan surnberdaya yang pemanfaatannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Hasil wawancara mengeiiai manfaat yang dirasakan oleh pengguna program dapat tergambar dari penuturan salah seorang nasabah Askesos, yaitu ibu Sm, berikut penuturannya : Ngawitan ngiring Askesos tahun dua rebu, kaleresan abdi aya nu ngajakan dimana anjeuna tos ngiringan ti tahun Abdi nyobi-nyobi ngiringan, kaleresan pun lanceuk oge ngawidian. Leres saatosna abdi ngiring Askesos ieu, abdi tiasa nabung. Sateuacana abdi nyarios ka eneng da kapungkur rnah abdi sama sekali teu tiasa nabung, seep wae, biasalah seueur pangabutuh. Tapi waktos abdi ngiring Askesos, da kapaksa tea kedah iuran premi, abdi tiasa nyisihkeun sapuluh rebu per bulana, eta teh mayar premi tapi bakal diuihkeun deui upami masa kontrak atosan. Alhamdulillah, akhirna karaos ku abdi yen nabung teh seueur manfaatna sareng ngiring Askesos oge manfaatna ageung pisan. Memang ari ditingal tina bantosanana mah sok leu mencukupi kanggo biaya pengobatan tapi da ngemutan perjanjianana bantosan eta teh sanes kanggo biaya pengobatan tapi kanggo ngagento.~an penghasilan pedah urang teh teu damang atanapi mengalami kecelakaan sareng pupus. Nya... hatur 1umayanIah kanggo nambih-nambih rnah.

9 (Awal ikut Askesos tahun 2000, kebetulan saya ada yang mengajak dimana dia sudah ikut dari tahun Saya mencoba ikut, kebetulan suami saya juga mengijinkan. Benar, setelah saya ikut Askesos saya bisa menabung. Sebelumnya saya pernah bilang kalu dulu saya tidak bisa menabung, habis terus, biasa banyak keperluan. Akan tetapi ketika saya ikut Askesos, terpaksa saya hms menyisihkan dana sepuluh ribu untuk membayar premi namun akan dikembaliian pada masa habis kontrak. Alhamdulillah, akhirnya terasa oleh saya bahwa menabung itu banyak manfaatnya dan ikut Askesos juga manfaatnya besar sekali. Bila dilihat dari jumlah bantuan sering tidak mencukupi untuk biaya pengobatan tapi sesuai perjanjian bahwa dana tersebut bukan untuk biaya pengobatan tetapi biaya penggantian penghasilan karena kita sakit atau kecelakaan dan meninggal. Ya... lumayanlah untuk tambah-tambah). Selain itu ibu Sm juga menuturkan : Saatosna abdi ngiringan Askesos, abdi kenging bantosan kanggo nambihan modal, saurna mah dana eta teh sanes ngahaja aya artosna tapi eta mah pinter-pinter nu yayasan anu tiasa nambutkeun ti dana kleim. Kukituna abdi sareng nusanesna anu kenging bantosan kedah pasti tiasa nguihkeun sametan eta, kumargi eta mah dana simpenan bilih aya anggota anu feu damang, kecelakaan atampipupus, kaleresun dicicil nguihkeuna teh. Insya Allah abdi rnah sanggem da dugikeun kaayeuna oge tos lunas. Ayeuna mah abdi teh kumaha carana hoyong tiasa ngicalan di sisi jalan supados tiasa nambihan penghasilan, kahirupan ayeuna teh mani sesah pisan, dina ayana artos oge pabetotbetot sareng kabutuhan anu sejen. (Setelah saya ikut Askesos, saya mendapat bantuan untuk tambahan modal, katanya dana tersebut bukan sengaja ada dananya tapi kepintaran dari yayasan yang bisa meminjarnkan dari dana klaim. Untuk itu, saya dan yang lainnya yang mendapat bantuan hams pasti mampu mengembalikan pinjaman tersebut, berhubung dana tersebut dana simpanan untuk anggota yang mengalami sakit, kecelakaan atau meninggal, kebetulan pengembaliannya dengan mencicil. Insya Allah saya sanggup karena sampai sekarang juga sudah lunas. Yang saya mau sekarang adalah bagaimana caranya supaya bisa berjualan di pinggir jalan supaya bisa menambah penghasilan, kehidupan sekarang sangat susah, kalaupun ada uang tarik menarik dengan kebutuhan yang lain). Namun, sayangnya ha1 ini belum d i a n oleh sebagian warga lainnya yang bekerja sebagai PMSI, keberadaan mereka tersebut belum ditunjang oleh pengetahuan untuk memelihara pendapatannya agar senantiasa te rjaga apabila terjadi resiko dikala mereka mengalami hambatan dalam melakukan usahanya atau dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. alami. Lebii jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut tingkat pendidikan yang mereka

10 Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Yang Mengikuti Program Askesos Berdasarkan Pendidiin NO. I JENIS PENDIDIKAN SD JUMLAEI 89 Yo 51,15 2 SMP 57 32, SMU PT ,95 1, Data di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dialami oleh para PMSI relatif cukup rendah, sehingga pemahaman mereka baik terhadap pengembangan usaha maupun pengetahuan tentang pemeliharaan pendapatan sangat minim. Hal ini dapat tergambar dari apa yang dikatakan oleh salah seorang PMSI yang tidak mengikuti program Askesos, yaitu bapak AM. Berikut penuturannya : Bapak mah neng, boro-boro ngiringan itu ieu, ngartos ge henteu. Nu penting ari bapak mah, kumaha carana tiasa ngahirupan keluarga. Kumargi eneng ge terang, jaman ayeuna sadayana tos serba marahal, boro-boro hoyong gaduh barang, nya eta kanggo emam sadidinten oge hararese. Teu acan kanggo sakola barudak, ieu ge hatur lumayan tiasa narik becak sareng dibantosan ku pun bojo ngicalan kueh. Bapak tara ngadangu naon eta ni disebut Askesos, nembe terang teh nya pedah eneng we nyarios. (Bapak sih boro-boro mau ikut ini itu, mengerti juga tidak. Yang penting bagi bapak bagaimana caranya menghidupi keluarga. Saudara juga tahu, jaman sekarang semuanya serba mahal, boro-boro mau punya barang, untuk makan saja susah. Belum lagi sekolah anak-anak, ini juga lumayan bapak bisa narik becak clan dibantu oleh isteri be jualan kue. Bapa tidak pernah mendengar apa yang disebut dengan Askesos, baru tahu juga karena saudara yang bicara). Berdasarkan uraian di atas berupa hasil wawancara dengan warga setempat baik yang sebagai anggota Askesos maupun non anggota, dapat tergambar masih ada masyarakat yang belum memahami arti pentingnya jaminan bagi penghidupan mereka untuk di masa mendatang. Mereka hanya berpikir bagaimana untuk menghidupi hari ini dan tidak berpikir untuk masa yang akan datang. Hal ini

11 dipengaruhi baik oleh tingkat' pendidikan yang kurang memadai, tingkat ekonomi yang masih rendah dan juga adanya perbedaan persepsi pada pola pikir mereka terhadap sistem pemeliharaan pendapatan... Kelurahan Jamika Kecamatan ~hjon~loa Kaler lebih dari separuh lahannya merupakan lahan pemukiman. Pekerjaan produktif dalam komunitas adalah wiraswasta dan lebih banyak dilakukan di nunahnya masing-masing. Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh PMSI adalah warungan atau berjualan makanan ataupun sayuran. Di sepanjang jalan atau gang-gang yang ada di kelurahan tersebut, berjejer toko-toko dan warung-warung serta dagangan dimeja-meja kecil yang menyediakan kebutuhan sehari-hari dan perlengkapan-perlengkapan untuk produksi usaha masing-masing. Sebagian PMSI dapat mengakses permodalan yang diperoleh dari program pembangunan yang ada di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler, tetapi sebagian lagi tidak dapat mengaksesnya. Hal tersebut disebabkan adanya kekhawatiran baik dari pihak pengelola maupun dari pribadinya sendiri, yaitu bahwa warga yang tidak ikut serta dalam program Askesos karena dianggap tidak dapat membayar premi, sedangkan dari pribadi warga itu sendii karena terlalu banyaknya persyaratan yang hams dipenuhi, terutarna mengenai KTP dan Kartu Keluarga, sementara mereka kurang memperdulikan masalah tersebut, boleh dibilang mengabaikan masalah KTP maupun Kartu Keluarga. Kontrol PMSI pada surnberdaya sangat terbatas, sehingga menghambat dalam penambahan modal. Modal yang diperoleh rata-rata berasal dari keluarga dan bila PMSI dapat mengakses program pembangunan, maka ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan jenis usahanya. Modal usaha diperoleh PMSI yang mengikuti Askesos melalui program Askesos itu sendiri, walaupun tidak semua memperolehnya karena keterbatasan anggaran dan dana bersifat bergulir. Kelembagaan formal yang dapat diakses oleh PMSI adalah P2W, LPM, dan PKK. Kontrol dalam lembaga ini tetap diiendalikan oleh Lurah, karena semua program-programnya ditentukan oleh Lurah. Kegiatan rapat rutin bulanan dari setiap program selalu diiadiri oleh Lurah. Rencana program pengembangan wilayah selalu diinformasikan karena jaringan informasi yang dilakukan cukup baik dan aktivitas dari setiap Ketua RW dan Tokoh Masyarakat sangat besar.

12 6.3 Pemanfaatan Potensi Lokal Oleh Pekerja Mandiri Sektor Informal Manfaat kegiatan pembangunan terhadap PMSI dapat dilihat dari sumberdaya yang ada di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler, seperti penghasilan, kesempatan kerja, pendidikanlpelatihan dan kekuasaan untuk status yang lebii tinggi. Adanya program Askesos maupun kegiatan yang dilakukan atas inisiasi warga yang dikoordii warga RW 11, yaitu Institusi Lokal "Tunas Harapan", masih d iia kurang memberikan manfaat dalam mengakses sumberdaya atau potensi lokal tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Lurah Kelurahan Jamika, yaitu : Sebenarnya warga Jamika bila dilihat dari cara berpakaiannya, bisa diiatakan jauh dari kata "miskin". Mereka layaknya orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang kuat, dimana pakaian-pakaian mereka sangat modis dan tidak kalah bagusnya dengan orang berduit. Selain itu, apabila diminta sumbangsihnya untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya gotong royong, mereka tidak segan-segan untuk menyumbang, walaupun jumlah yang diberikan relatif tidak besar, akan tetapi dengan melihat cara seperti itu tentunya kita dapat melihat bahwa mereka tidak miskin-miskin amat. Namun, apabila kita meliiat rumah yang mereka tempati, barulah kita tahu bahwa sebenanmya kehidupan mereka tersebut jauh di bawah garis kerniskinan, karena untuk makan sehari-hari pun masih dirasa kurang, sehingga untuk menyekolahkan anakpun agak susah. Ini berarti sifat mereka yang kosumerisme. Paling banter mereka tamatan SMP. Ibu bisa lihat dicacatan kami bahwa tingkat pendidiian rata-rata di Kelurahan Jamika relatif sangat rendah. Padahal mereka hidup di kota besar yang tantangan hidupnya lebih besar pula. Tapi perlu ibu ketahui pula, bahwa sebenarnya rata-rata dari mereka yang hidup sebagai pekerja di sektor informal merupakan pendatang dari berbagai daerah sekitar Jawa Barat, namun ada juga yang dari luar Jawa Barat, seperti Medan, Padang, atau orang-orang dari Jawa Tengah. Karena tingkat pendidikan mereka yang cukup rendah, makanya akses mereka terhadap potensi yang ada pun sangat rendah. Mereka hang memanfaatkannya. Walaupun berbagai program pemerintah dalam bentuk pemberdayaan telah diturunkan pada warga disini, namun masih dirasa kurang baik perkembangannya. Angka kerniskinan tetap saja tinggi. Warga disini narnpaknya bukan hanya sekedar diberi banatau suntikan dana, namun perlu juga diberi latihan atau ketrampilan untuk menunjang usaha mereka. Masalah pemanfaatan potensi lokal ini perlu mendapat perhatian khusus, karena bila dilihat secara ekonomis sangat membantu bagi pengembangan wilayah bersangkutan secara umum, dan secara khusus membantu peningkatan tata kehidupan mereka.

13 Beberapa potensi yang sebenamya dapat dikembangkan di kalangan komunitas lokal, antara lain adalah adanya persoalan bersama ketika menghadapi ketidakpastian dalam mendapatkan penghasilan yang permanen, yang berakibat menmya keberfungsian sosial mereka. Pengorganisasi komunitas lokal terutama PMSI dapat terbentuk dalam konteks relasi produksi, dan juga dalam konteks relasi sosial. Meskipun bentuk pengorganisasian tersebut masih bersifat tradisional dan terbatas fimgsionalnya, namun dapat diianfaatkan secara maksimal dengan memberikan pemberdayaan. Manfaat yang dapat dirasakan adalah lancamya proses usaha, adanya pertahanan pada saat terjadinya resiko, seperti sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Intinya adalah pengorganisasian dilakukan sebagai sarana memperlancar komunikasi anta pelaku produksi (pemilik usaha dan buruh), dan sebagai wadah untuk mencari solusi bagi persoalan-persoalan ketidakpastian pendapatan, selain itu juga sebagai ajang tukar pengalaman dan keterampilan, yang tentunya hal ini tidak terlepas dari peran pendamping agar kegiatan berlangsung dengan baik, lancar dan terarah. Pendamping dapat diambil dari berbagai profesi, antara lain adalah pekerja sosial yang bekerja sama dengan instansillembaga terkait. Sebagai PMSI, mereka memiliki keterbatasan modal untuk membuka usaha lebih besar, sehingga apa yang mereka lakukan hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa ada jaminan untuk masa depan. Sebagian PMSI pernah mendapat bantuan modal dari program-program pemberdayaan yang ada, namun seringkali modal tersebut "tersedot" oleh kebutuhan sehari-hari, sehingga modal habis tanpa adanya pengembangan usaha. Di samping itu adanya PMSI yang masih menganggap bahwa bantuan yang diberikan tersebut merupakan hibah, seperti pada program-program lainnyq sehingga tidak dikembalikan. Kesalahpaharnan ini sebagaian besar diakibatkan kurangnya internalisasi dan rendahnya pemahaman PMSI. Pemanfaatan potensi lokal lainnya, PMSI sebenamya mempunyai akses terhadap pasar, karena untuk keperluan usaha yang dijalankan tidak bisa terlepas dari adanya pasar. Pasar terdekat yang biasa diakses oleh PMSI adalah pasar Jamika. Ini menunjukkan bahwa sebenamya warga sekitar dapat mengakses potensi lokal yang ada, yaitu dengan adanya pasar tersebut, terutama bagi PMSI yang memproduksi barang (he, jahitan, dan lain-lain). Mereka dapat membeli bahan baku dengan harga

14 beli murah dan dapat dipasarkan kembali selain di lingkungan setempat juga meluas ke pasar atau toko-toko terdekat. Sebagai gambaran dapat dilihat pada tabel berikut potensi-potensi yang dapat diakses oleh PMSI. Potensi Lokal Yang Dapat Diakses Oleh Pekerja Mandiri Sektor Informal NO. 1 2 JEMS POTENSI Pam besar dan kecil Super Market I Mall JUMLAH Yo 4 44, Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa PMSI dapat membentuk pengorganisasian untuk memudahkan mereka beraktivitas dalam berbagai hal, misalnya saja untuk ajang tukar informasi, pengalaman, dan juga masalah pemasaran barang yang mereka produksi. Bentuk pengorganisasian tersebut dapat berupa relasi produksi, yaitu PMSI dapat memberikan jaminan pada apa yang mereka lakukan, seperti pengadaan bahan baky pemasaran, tenaga kerja terhadap sesamanya dengan aturan main yang mereka buat sendii. Selain itu, pengeorganisasian dapat juga terbentuk karena relasi sosial, yaitu adanya jaminan karena adanya hubungan kekerabatan atau kedekatan antar mereka. Secara tidak langsung, hal ini merupakan potensi yang mereka miliki dalam memberikan jaminan kepada sesamanya. Ini merupakan modal untuk dikembangkannya bentuk jaminan yang lebih luas dan profesional, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan usahanya dan adanya peningkatan dalam pemeliharaan pendapatan. 6.4 Perluasan Jejaring Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal Akses dan kontrol PMSI terhadap kelembagaan formal dan informal digunakan untuk melihat bagaimana jejaring sosial PMSI terhadap kelembagaan tersebut dan pola hubungan yang terjadi antara mereka. Kesempatan dan kewenangan pengambilan keputusan untuk ikut terlibat dalam kelembagaan formal dan informal dapat dilihat pada tabel berikut :

15 Tabel 10 Akses dan Kontrol Pekerja Mandiri di Sektor Informal Terhadap Kelembagaan Formal dan Informal Serta Faktor Pendukung Tabel 10 menunjukan akses dan kontrol PMSI terhadap lembaga formal dan informal yang terdiri dari informasi tentang harga, produk dan pasar, kepercayaan terhadap PMSI, pemberian pinjaman dan perangkat publik serta sumber potensi masyarakat. Lembaga informal terdiri dari keluarga, teman usaha dan teman yang berperan sebagai rentenir serta kelompok arisan. Lembaga formal terdii dari pasar, media audio visual yang dapat digunakan sebagai informasi, dan Kelompok Askesos dalam program Askesos. Pekerja Mandiri Sektor Informal mempunyai kesempatan atau akses terhadap lembaga formal dan informal, baik dalam aspek informasi, kepercayaan, pinjaman dan sumber potensi masyarakat, tetapi mereka lebih banyak tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan terhadap aspek tadi, karena dibatasi oleh berbagai kendala, seperti modal yang minim, lemahnya SDM dan krisis kepercayaan. PMSI mempunyai akses terhadap informasi dari lembaga informal seperti keluarga, teman usaha dan teman arisan. Sesarna teman mereka biasa mengutarakan kesulitan yang mereka alami dan berbicara mengenai harga serta barang-barang yang dijual apabila jenisnya sama. Antara sesama PMSI biasanya mengetahui bagaimana jenis usaha temannya dan mengetahui berapa keuntungan yang diperoleh, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu St (Nasabah Askesos) yang mengelola masakan matang :

16 Usaha warungan sareng dagangan asak nu aya di lingkungan ieu, aya pasang surutna, kunaon abdi nyebat kitu, soalna masing-masing usaha aya bentena dina kauntungan, sapertos usaha warungan mah untungna teh diakhir bulan, sedengkeun dagang asakan mah sapertos nu abdi, untungna teh diawal bulan. Uraian di atas menggambarkan bahwa sesama PMSI saling mengetahui bagaimana kondisi usaha yang dikelola oleh temannya. Mereka mengetahui kapan usaha maju dan kapan merugi, sehingga mereka dapat membuat antisipasi terhadap usahanya, seperti mengurangi stok barang yang dijual pada saat pembeli banyak. PMSI dapat mengambil keputusan untuk menentukan berapa harga jual dari barang yang dijualnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari temannya. Informasi tentang harga dan produk yang dijual tersebut diperoleh dari lembaga formal seperti pasar, media dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pekerja Mandiri Sektor Informal dalam menjalankan usahanya mempunyai akses terhadap kepercayaan dari keluarga, mereka memperoleh dukungan dan bantuan dari keluarga seperti bantuan modal usaha. Mereka juga memperoleh kepercayaan yang dapat memutuskan untuk meminjam uang sebagai modal usaha dari temannya yang menjadi rentenir. PMSI juga diberikan kepercayaan untuk mengambil barang di pasar dan membayarnya di kemudian hari. Pemberian pinjaman juga dilakukan pada kelompok Askesos dengan sistem pengembalian dicicil. Namun banyak juga PMSI yang mengambil keputusan untuk meminjam dari rentenir, karena prosesnya mudah dan tidak rumit, serta cara penagihannyapun ramah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu On (usaha warungan) : Saya sebetulnya juga ingin pinjam uang ke tempat yang lebih ringan bunganya, seperti ke Bank misalnya, tapi kalau melihat persyaratannya, saya jadi sebel, soalnya pabaliut dun lama pencairannya. Kalau ke rentenir, sudah prosesnya cepet, terus uangnya juga langsung bisa kita terima. Selain itu, karena sesama teman, mereka kalau nagih juga enak gak kasar. Uraian di atas menjelaskan bahwa warga masyarakat terutama PMSI dalam mengatasi masalah permodalan usahanya lebii banyak meminjam kepada rentenir atau mereka biasa menyebutnya bank keliling. Mereka mempunyai anggapan bahwa dengan meminjam kepada rentenir prosesnya lebih mudah, hanya mengandalkan

17 kepercayaan dan cam mereka menagih pun cukup ramah, sehingga mereka lebih percaya kepada rentenir. Akses PMSI terhadap perangkat publik dan sumber potensi masyarakat terbatas pada teman usahanya dan Kelompok Askesos. Lembaga tersebut dapat digunakan oleh PMSI untuk memperoleh dukungan modal usaha dan berkelompok untuk mengembangkan usaha. 6.5 Faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi Pekerja Mandiri Sektor Informal Faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi PMSI dalam melakukan usahanya mencakup aspek politik, ekonomi, budaya dan pendidikan. Hal tersebut melatarbelakangi aktivitas PMSI dalam melakukan usahanya. Beragamnya latar belakang mereka tersebut, membuat dinamis keberadaan mereka, sehingga cenderung berkompetisi untuk perbaikan usahanya yang tentunya ini akan berdampak pada tingkat kehidupan mereka. Namun, sayangnya hal tersebut belurn sepenuhnya diikuti para PMSI, masih banyak PMSI yang hanya mengandalkan usahanya pada pandangan unnc hari ini saja tanpa berpikir untuk masa depan. Penduduk asli cendemg untuk mempertahankan kondisi yang ada dan belurn ada keinginan untuk merubah keadaan. Kalaupun masyarakat ada motivasi untuk berubah, itu karena ada dorongan yang bersifat material, seperti bantuan-bantuan pemerintah yang dianggap hibah, sehingga mereka merasa tidak terbebani untuk mengembalikan. Faktor budaya memberikan dampak bagi PMSI, yaitu adanya hubungan kekerabatan yang kuat antar suku. Namun demikian bukan berarti mereka tidak hidup dengan rukun, akan tetapi setiap perkumpulan suatu daerah akan saling tukar pengalaman, sehingga ding mamberi masukan untuk kelangsungan usahanya. Disini jelas terlihat bahwa jaminan sosial yang mereka bentuk merupakan pola relasi sosial. Lain halnya dengan program Askesos, dimana bentuk jaminan sudah mengarah pada pola relasi produksi dan di dalamnya sudah ada jaminan sebagai pemeliharaan pendapatan mereka diiala mereka mengalami resiko. Di samping itu mereka juga memberikan kontribusi berupa premi yang harus dibayarkan sesuai aturan main yang telah disepakati bersama. Namun sayangnya, program Askesos

18 bel~un sepenuhnya menyentuh para PMSI secara keseluruhan yang ada di Kelurahan Jamika. Faktor pendidikan juga mempengaruhi pola pikir PMSI. Terbatasnya pendidikan yang dimiliki oleh mereka memberikan dampak terhadap keterampilan yang dimiliki oleh mereka, sehingga mempengaruhi jenis usaha yang dikelola. 6.6 Identifikasi Jaminan Sosial dalam Komunitas Penguatan kapasitas PMSI yang dilakukan di Kelurahan Jamika helm sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari angka kemiskinan yang cukup mencolok, yaitu 34% dari jumlah penduduk yang berjumlah jiwa. Kegiatan sosial kemasyarakatan masih berkisar pada penyantunan kepada jompo miskin dan pemberian beasiswa bagi anak terlantar. Selebihnya adalah kegiatan bina keluarga balita yang kegiatannya sangat menonjol karena ada dukungan kuat dari PLKB dan Puskesmas. 6.7 Ikhtisar Pekerja Mandiri Sektor Infonnal yang berada di Kelurahan Jamika relatif cukup banyak, yaitu orang atau 23,28 % dari jumlah penduduk jiwa. Yang mengakses program Asuransi Kesejahteraan Sosial masih sedikit jumlahnya, yaitu 174 orang (2,93%) dari jumlah PMSI orang. Ini menunjukkan bahwa program tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Masih perlu perbaikan dalam proses intemalisasi, dengan harapan para PMSI dapat memanfaatkan jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan adanya inisiasi dari warga untuk membentuk sendiri pola jaminan sosial yang berbasis pada komunitas, sehingga pemanfaatannya akan lebih terasa oleh masyarakat, khususnya PMSI. Pernberdayaan dapat dilakukan pada lembaga yang dibentuk sendiri oleh warga dan dana digali dari berbagai sumber, seperti dana sosial yang ada di perusahaan BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta yang besar. Pemhentukan lembaga ini akan lebih terasa kepemilikannya karena terbentuk oleh keinginan dan kebutuhan warga. Hal inilah yang perlu ditekankan keberhasilannya, karena jaminan sosial yang berbasiskan komunitas akan lebih bermaha dihati warga lokal.

19 Selama ini hasil usaha yang dijalankan oleh PMSI belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena habis untuk membayar hutang ke rentenir dan membiayai kebutuhan hidup sehari-hari rurnahtangganya. Program pembangunan yang digulikan oleh pemerintah yaitu program Askesos belum mampu memecahkan masalah PMSI, karena tidak selnua PMSI mendapatkan atau mengetahui keberadaan program tersebut. Akses dan kontrol PMSI terhadap kelembagaan formal masih terbatas. Ikatan erat PMSI terbatas pada kelembagaan informal dalam masyarakat, seperti untuk mendapatkan pinjaman dan modal usaha, hubungan dengan keluarga, teman, tetangga dan rentenir sangat dekat. Akses PMSI dengan lembaga formal sangat terbatas, karena kebijakan dari Kelurahan berupa program pembangunan belum menyentuh masalah dan kebutuhan PMSI.

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

Oleh: Elfrida Situmorang

Oleh: Elfrida Situmorang 23 Oleh: Elfrida Situmorang ELSPPAT memulai pendampingan kelompok perempuan pedesaan dengan pendekatan mikro kredit untuk pengembangan usaha keluarga. Upaya ini dimulai sejak tahun 1999 dari dua kelompok

Lebih terperinci

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka

Lebih terperinci

BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT

BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 56 BAB VII TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 7.1 Identifikasi Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga Miskin Peserta Program Misykat Ukuran yang menyatakan tingkat keberdayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Pemahaman terhadap pemberdayaan usaha sektor informal terlebih dahulu dilandasi oleh pemahaman terhadap kondisi sistem perekonomian penduduk Kelurahan Campaka.

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Desa Limehe Timur Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo yang proporsi rumah tangga miskinnya

Lebih terperinci

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK 48 BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK 7.1 Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak Fenomena mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa sebenarnya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2

KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Abstrak an ini mengkaji aspek sosial berupa gender dikaitkan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Kelurahan Kelurahan Kebomas terletak di Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Penduduk Kelurahan Kebomas

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran. Avini Martini 1. Abstrak

Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran. Avini Martini 1. Abstrak Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran Avini Martini 1 Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi adanya ketertarikan mengenai penggunaan variasi bahasa di suatu daerah. Ketika sedang mempelajari

Lebih terperinci

(Damanik dan Sasongko. 2003). dimana TR adalah total penerimaan dan C adalah total biaya. TR didapat dari P x Q

(Damanik dan Sasongko. 2003). dimana TR adalah total penerimaan dan C adalah total biaya. TR didapat dari P x Q II. TINJAUAN PUSTAKA Setiap pedagang berusaha untuk memaksimalkan laba usaha dagangnya. Untuk mencapai hal tersebut maka pedagang perlu menambah modal untuk memperbanyak jenis maupun jumlah dagangannya.

Lebih terperinci

BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN

BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN 40 BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN Proses pelaksanaan program Misykat dinilai berdasarkan tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Ukuran proses pelaksanaan

Lebih terperinci

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT Pendataan terhadap responden yang menerima kredit mikro menujukkan 17,08% atau 27 keluarga responden menerima bantuan kreditlpinjaman dari 158 keluarga sampel. Gambar

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

PERAN-EKONOMI PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERAN-EKONOMI PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 35 PERAN-EKONOMI PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Kondisi Kehidupan dan Permasalahan Ekonomi Keluarga yang Terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah Kondisi kehidupan keluarga PHK di Kelurahan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE

ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE 60 ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE Untuk meminimalisai kekeliruan dalam menganalisis kelembagaan KUBE, diperlukan data dan informasi secara lengkap. Adapun data dan informasi yang diperlukan mengenai manfaat

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

Lebih terperinci

METODE KAJIAN Tipe dan Aras Kajian Strategi Kajian

METODE KAJIAN Tipe dan Aras Kajian Strategi Kajian METODE KAJIAN Tipe dan Aras Kajian Tipe kajian dalam rancangan kajian ini adalah tipe evaluasi sumatif, yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan, dan lain-lain),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

Pertanyaan Penelitian 1 : Bagaimana Pola kegiatan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh BKM?

Pertanyaan Penelitian 1 : Bagaimana Pola kegiatan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh BKM? Site Report Tim (IV) Kegiatan Sosial Waktu : 8 Juni-17 Juni 2009 Lokasi : Kota Gorontalo Propinsi Gorontalo A. Ringkasan Hasil Sangat Sementara Kedua kelurahan ini merupakan sasaran dari program P2KP tahun

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR

BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR 49 BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR 6.1 Perubahan Orientasi Nilai Terhadap Lahan Orientasi nilai terhadap lahan yang dimaksud dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai keuntungan, nilai

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang yang di survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAFTARAN ONLINE LATIHAN KAPAMINGPINAN MAHASISWA SUNDA ( MIMITRAN GABUNGAN 2017)

PANDUAN PENDAFTARAN ONLINE LATIHAN KAPAMINGPINAN MAHASISWA SUNDA ( MIMITRAN GABUNGAN 2017) PANDUAN PENDAFTARAN ONLINE LATIHAN KAPAMINGPINAN MAHASISWA SUNDA ( MIMITRAN GABUNGAN 2017) Tata Cara Pendaftaran Online Mimitran Damas 2017 1. Léngkah nu munggaran nyaéta buka http://mimitran.damas.or.id,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dari penelitian ini didapati kesimpulan dan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik permukiman kampung

Lebih terperinci

BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN

BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN 33 BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN Tanah adalah faktor produksi utama bagi aktor pemanfaat sumber daya agraria. Aktor pemanfaat sumberdaya agraria dibagi menjadi tiga yaitu pemerintah,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, pada dasarnya manusia hanya sebagai makhluk individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, pada dasarnya manusia hanya sebagai makhluk individu tetapi juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak terlepas dari kebutuhan berinteraksi dan berintegrasi dalam lingkungan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengatasi masalah kemiskinan (hal I, Pedoman Teknis Pengamanan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengatasi masalah kemiskinan (hal I, Pedoman Teknis Pengamanan Sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan) adalah program yang bertujuan memberdayakan masyarakat agar mampu mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN KAPASITAS PEREMPUAN PENGUSAHA MELALUI KEADILAN GENDER

BAB VII PENGEMBANGAN KAPASITAS PEREMPUAN PENGUSAHA MELALUI KEADILAN GENDER BAB VII PENGEMBANGAN KAPASITAS PEREMPUAN PENGUSAHA MELALUI KEADILAN GENDER 7.1 Analisis Pembagian Peran Gender Pembagian peran yang dimaksud dalam analisis ini adalah pembagian peran antara perempuan pengusaha

Lebih terperinci

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN 35 PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Adapun orbitasi, jarak dan waktu tempuh dengan pusat-pusat

Lebih terperinci

BAB IV PETA SOSIAL DESA CIBAREGBEG KECAMATAN CIBEBER

BAB IV PETA SOSIAL DESA CIBAREGBEG KECAMATAN CIBEBER BAB IV PETA SOSIAL DESA CIBAREGBEG KECAMATAN CIBEBER 4.1. Keadaan Umum Lokasi Desa Cibaregbeg masuk wilayah Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur, yang merupakan tipologi desa dataran rendah dengan luas

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN LIVELIHOOD

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN LIVELIHOOD IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN LIVELIHOOD (SUL) (Studi Kasus : Kelurahan Tamansari, Bandung) Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2006

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

Proceeding IICLLTLC

Proceeding IICLLTLC KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Pamulang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI FISIK DAN SOSIAL KELURAHAN PAKEMBARAN KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL PROPINSI JAWA TENGAH

BAB IV KONDISI FISIK DAN SOSIAL KELURAHAN PAKEMBARAN KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL PROPINSI JAWA TENGAH BAB IV KONDISI FISIK DAN SOSIAL KELURAHAN PAKEMBARAN KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL PROPINSI JAWA TENGAH 4.1. Kondisi Geografis Kelurahan Pakembaran Di Kecamatan Slawi terdapat 5 Kelurahan dan 5 Desa.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN WAWANCARA. A. Wawancara Kepada Koordinator BKM Rukun Makmur pada tanggal 14

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN WAWANCARA. A. Wawancara Kepada Koordinator BKM Rukun Makmur pada tanggal 14 84 Lampiran 1 DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN WAWANCARA A. Wawancara Kepada Koordinator BKM Rukun Makmur pada tanggal 14 November 2016 di Kelurahan Tambakbayan 1. Selamat siang pak, maaf mengganggu waktunya

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang di rancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA Ascosenda Ika Rizqi Dosen, Universitas Merdeka Pasuruan, Jl. H. Juanda 68, Kota Pasuruan Abstrak Desa merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

MEMBANGUN MASYARAKAT YANG CERDAS, MANDIRI, DAN SEJAHTERA

MEMBANGUN MASYARAKAT YANG CERDAS, MANDIRI, DAN SEJAHTERA MEMBANGUN MASYARAKAT YANG CERDAS, MANDIRI, DAN SEJAHTERA BIDANG KEGIATAN: 1. PEMBUATAN SANITASI: 2 MCK, 1 TEMPAT CUCI & PENAMPUNGAN AIR 2. PENDIRIAN USAHA BERSAMA PENJUALAN SEMBAKO 3. PELATIHAN PENGURUS

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada Proses peralihan kepemilikan lahan kosong terjadi sejak akhir 2004 dan selesai pada tahun 2005, dan sejak

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

penelitian 2010

penelitian 2010 Universitas Udayana, Bali, 3 Juni 2010 Seminar Nasional Metodologi Riset dalam Arsitektur" Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset DESAIN PERMUKIMAN PASCA-BENCANA DAN METODA PARTISIPASI:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia salah satu negara dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ /30621/4/chapter%20i.pdf)

BAB I PENDAHULUAN. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ /30621/4/chapter%20i.pdf) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan kota yang semakin pesat tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang Mengingat : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

Tabel 2 Jarak Kantor Kelurahan ke Pusat-Pusat Pemerintahan 1 NO.! OKBITASI JARAK. 2 km. 5 km. 7 km. 180 kn~.

Tabel 2 Jarak Kantor Kelurahan ke Pusat-Pusat Pemerintahan 1 NO.! OKBITASI JARAK. 2 km. 5 km. 7 km. 180 kn~. IV. PETA SOSIAL KELURAHAN JAMIKA Kondisi peta sosial Kelurahan Jamika menggambarkan potensi sosial ekonomi yang dimiliki oleh Kelurahan Jamika yang dapat digunakan untuk merancang suatu bentuk dan model

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA BABAKAN PARI Desa Babakan Pari berada di ketinggian 600 m dpl, luas wilayah desa 212.535 ha adalah bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala. di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mardana. 2013).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala. di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mardana. 2013). I. PENDAHULUAN Latar belakang masalah Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUSIN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUSIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUSIN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak BAB 4 PEMBAHASAN Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat (1) yang saat ini berlaku di Indonesia mengandung pengertian bahwa, yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci