BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR"

Transkripsi

1 49 BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR 6.1 Perubahan Orientasi Nilai Terhadap Lahan Orientasi nilai terhadap lahan yang dimaksud dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai keuntungan, nilai kepentingan umum, dan nilai sosial. Hal ini berdasarkan pada pengutamaan atau fungsi tertentu atas lahan yang disepakati dan dijalankan oleh suatu masyarakat. Tanah sebagai sumberdaya pada dasarnya diperlukan bagi semua kegiatan kehidupan dan penghidupan. Tanah bagi masyarakat memiliki nilai sosial, dimana masyarakat menggunakan tanah untuk lahan sawah dengan memanfaatkan potensi alaminya untuk menjaga kelestarian tanah tersebut. Nilai sosial ini berkaitan dengan peran ekonomis tanah yang merupakan aset dan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini diutarakan oleh Bapak AD (petani): lahan sawah nu digarap ku abdi teh sae kualitasna, pengairan na gampang. Biasana abdi nanam pare sareng palawija gantian. Pare dua kali nanam sareng palawija oge dua kali nanam tina sataun teh, supados kasuburan tanah na kajagi. lahan sawah yang digarap oleh saya bagus kualitasnya, pengairannya lancar. Biasanya saya menanami lahan dengan padi dan palawija bergatian. Padi dua kali tanam dan palawija juga dua kali tanam dalam satu tahun, supaya kesuburan tanahnya tetap terjaga. Tanah yang diusahakan untuk pertanian dilakukan dengan hati-hati dengan tetap menjaga kesuburan tanah dan kelestariannya. Prinsip ini sejalan dengan prinsip nilai sosial yang dikemukakan oleh Jayadinata (1999), tanah merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan (misalnya sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya), dan dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Tanah yang dikelola oleh petani merupakan lahan sawah irigasi teknis. Lahan sawah irigasi teknis ini pun mendapat perhatian dari pemerintah daerah berupa bantuan benih dan obat-obatan. Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis ini pun mendapatkan bimbingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) secara rutin yang bertempat di saung tani. Bantuan dari pemerintah provinsi pun khususnya untuk renovasi irigasi dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali.

2 50 Seperti yang dikemukakan Bapak AD (petani): ti pamerintah pusat aya bantuan neng kanggo renovasi irigasi, biasana dongkap na dua atawa tilu tahun sakali. dari pemerintah pusat ada bantuan untuk renovasi irigasi, biasanya dalam dua atau tiga tahun sekali. Seiring dengan dibutuhkannya tanah untuk pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah, orientasi nilai tanah cenderung kepada nilai kepentingan umum. Nilai kepentingan umum menurut Chapin (1995) dalam Jayadinata (1999), yang berhubungan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat. Pembangunan untuk fasilitas umum secara langsung tidak memanfaatkan potensi alami dari tanah, tetapi lebih ditentukan oleh adanya hubungan-hubungan tata ruang dengan penggunaan-penggunaan lain yang telah ada. Perubahan nilai lahan ini menyebabkan lahan yang subur tidak dapat lagi diusahakan. Petani yang mendapat bimbingan dengan mengikuti penyuluhan tidak dapat lagi mengaplikasikan ilmu yang didapatkan. Kelompok tani yang dibentuk untuk mengorganisir kegiatan petani dalam memperoleh informasi dan pembimbingan dari penyuluh sudah tidak berjalan lagi. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan adalah suatu wujud dari pemanfaatan tanah yang berkaitan dengan tata ruang. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini berkaitan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan kepentingan seluruh masyarakat dengan penggunaan peran sosiologis atas tanah. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan telah memberikan definisi kepentingan umum sebagai kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan kegiatannya haruslah dilakukan oleh pemerintah, kemudian dimiliki oleh pemerintah dan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan (Sumardjono, 2008). Instansi pemerintah (termasuk BUMN dan BUMD) dan badan-badan lain non pemerintah yang memerlukan tanah di luar yang diatur dalam Keppres No 55/1993 harus melakukannya secara langsung dengan para pemegang hak atas tanah (tanpa bantuan Panitia Pengadaan Tanah) melalui cara jual beli, tukar-menukar, atau cara

3 51 lain yang disepakati para pihak berdasarkan musyawarah. Sesuai dengan Keppres penggunaan tanah untuk kepentingan umum yaitu pembangunan terminal tipe A di Desa Kertawangunan, pemerintah daerah yang khususnya Dinas Perhubungan dan Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan mengadakan pembebasan tanah dari masyarakat pemilik tanah yang akan digunakan untuk terminal melalui aparat pemerintah desa sebagai fasilitatornya. Transaksi dalam pembebasan tanah untuk pembangunan terminal tipe A dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pemegang hak atas tanah di Desa Kertawangunan melalui jual beli dan sewa menyewa. Transfer pemilikan tanah dengan proses jual beli terjadi pada tanah milik pribadi. Transfer pemilikan tanah dengan aparat desa yang merupakan tanah bengkok melalui sewa menyewa. Transfer pemilikan tanah dengan sewa menyewa diatur pula dalam Peraturan Desa No. 147/01-Perdes/2004 yaitu mengenai sewa menyewa tanah hak pakai Desa Kertawangunan dengan pemerintah. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Perhubungan menggunakan tanah yang didapat dari masyarakat dan perangkat Desa Kertawangunan untuk pembangunan terminal tipe A. Tanah dijadikan inventaris pemerintah daerah dalam pemanfaatan ruang untuk fasilitas umum. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini mendapatkan izin operasional dan bantuan pembiayaan dari Departemen Perhubungan Pusat. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu pegawai Dinas Perhubungan yaitu Bapak NN: pembangunan terminal ini mendapatkan pembiayaan dari pemerintah pusat dan telah memiliki izin operasional dari Menteri Perhubungan Perubahan orientasi nilai tanah dari nilai sosial menjadi nilai kepentingan umum menyebabkan ketimpangan peruntukan tanah. Kepentingan umum merupakan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, namun kepentingan masyarakat (petani) terhadap tanah untuk memanfaatkan potensi alami tanah menjadi terpinggirkan.

4 Perubahan Hubungan Antar Aktor lahan sawah irigasi teknis menyebabkan berubah pula hubungan antar aktor di Desa Kertawangunan. Pertama, hubungan aktor ini terkait dengan pemilik lahan dan petani. Pemilik lahan semula memiliki hubungan dengan petani yang menggarap lahannya yaitu hubungan pemilik-penyewa dan pemilikpenggarap. Hubungan pemilik-penyewa yaitu hubungan antara pemilik tanah bengok dengan masyarakat yang menyewa lahan tersebut. Bagi pemilik tanah bengkok setelah tanah tersebut disewa oleh pemerintah daerah meningkatkan penghasilan sewa mereka. Tanah yang sebelumnya disewa oleh masyarakat dengan harga berkisar antara Rp ,00 sampai Rp ,00/100 bata per tahun. Harga sewa tersebut meningkat menjadi Rp ,00/100 bata per tahun dari pemerintah daerah. Bagi petani (penyewa) setelah tanah tersebut menjadi aset pemerintah daerah, mereka tidak memiliki lahan garapan untuk disewa. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu IYH: ayeuna mah neng entos henteu aya lahan garapan deui kanggo disewa, kapungkur tiasa nyewa 100 bata. Paling ayeuna mah kana memprekan batu wae. Harga batu oge saember tanggung teh Rp 1.800,00. sekarang sudah tidak ada lagi lahan untuk disewa, dulu bisa menyewa 100 bata. Sekarang yang dikerjakan adalah memecah batu saja. Harga batu untuk satu ember yang tanggung juga Rp 1.800,00. Dampak lain yang dirasakan adalah kehilangan kemampuan menyediakan beras secara mandiri. Petani harus membeli beras untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari. Selain itu, petani pun harus beralih mata pencahariannya. Bapak BHR (petani) menyatakan bahwa: saentos teu molah deui teh rugi atuh neng, biasana beas henteu kedah meser ayeuna kedah meser. Henteu aya ganti rugi kanggo abdi mah, ari kanggo anu gaduh sawah na mah aya ganti rugina. Paling ayeuna mah padamelan nu aya teh kanu meprekan batu, da kumargi di desa teh caket sareng sungai. sesudah tidak mengelola sawah lagi mengalami kerugian, biasanya beras tidak usah beli sekarang harus beli. Tidak ada ganti rugi untuk saya, kalau untuk pemilik sawah diberikan ganti rugi. Sekarang pekerjaan yang dilakukan yaitu sebagai buruh pemecah batu, soalnya lokasi desa berdekatan dengan sungai.

5 53 Adapun petani yang masih bisa menggarap mereka dapat menggarap sawah dengan sistem bagi hasil maro dengan pemilik lahan yang lainnya. Seperti yang dialami oleh Ibu NN, sebelum lahan tersebut dialihfungsikan menjadi terminal dia sering menyewa lahan dari perangkat desa (tanah bengkok). Namun, setelah lahan tersebut dibangun terminal Ibu NN tidak dapat menggarap lahan lagi dengan sistem sewa. Ibu NN hanya dapat menggarap di lahan Bapak MMN dengan sistem bagi hasil maro. Hal yang paling dirasakan Ibu NN adalah hasil yang didapat dari lahan sawah dengan sistem bagi maro yang sekarang dijalankan, berbeda dengan hasil sawah dengan menggarap sendiri dari menyewa lahan. Sebagaimana diungkapkan Ibu NN: ayeuna abdi molah anu Bapak MMN, biasana hasilna bagi dua saentos dipotong ku pupuk sareng benih. Ari pupuk sareng benih na mah tinu gaduh lahan na. Benten neng sareng kapungkur, nuju ngagarap lahan nu disewa mah melak naon bae tiasa kumaha cek urang, hasilna oge alhamdulillah. Tina hasil sawah teh tiasa kenging ngabangun rompok, sampe sok disalinder rompok teh bau bawang. Sanajan waktos eta lahan teh sok dipelakan ku bawang. sekarang saya mengelola sawah punya Bapak MMN, biasanya hasilnya bagi dua setelah dipotong dengan biaya pupuk dan benih. Pupuk dan benih biasanya diberikan oleh pemilik lahan. Beda dengan dulu, selagi saya menggarap lahan yang disewa menanam apa saja bisa gimana ingin kita, hasilnya juga alhamdulillah. Hasil dari sawah itu bisa sampai ngebangun rumah, sampai-sampai suka disindir rumahnya bau bawang. Hal ini dikarenakan dulu lahan saya sering ditanami bawang. Ada pula petani yang masih bisa menyewa tanah bengkok lainnya yang tidak digunakan untuk pembangunan terminal. Namun, harga sewa lahan ini semakin tinggi, harga sewa lahan mencapai Rp ,00/100 bata per tahun. Hubungan pemilik-penggarap dilakukan dengan sistem bagi hasil maro. Hubungan sistem bagi hasil ini memberikan penghasilan bagi pemilik lahan dan petani setiap kali panen (dalam setahun tiga kali panen). Keadaan ini berubah setelah lahan tidak digunakan lagi untuk lahan sawah. Perubahan ini berkaitan dengan penghasilan bagi pemilik lahan dari hasil sawah sekarang sudah berkurang, walaupun dengan penjualan lahan tersebut menambah keuangan keluarga.

6 54 Sebagaimana penuturan Bapak NN (putra dari Bapak JNL (Alm) pemilik lahan): ayeuna nu diraoskeun penghasilan tina sawah ngurangan, namung nambih artos tina ngical tanah. Hasil tina ngical tanah teh dianggo kangge sahari-hari. sekarang yang dirasakan mengurangi penghasilan dari hasil sawahnya, namun menambah uang dari penjualan tanah. Hasil dari menjual tanah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Bagi petani, tanah merupakan sumber penghidupan. Pemindahalihan pemilikan lahan yang telah dilakukan oleh pemilik tanah secara tidak langsung beralih pula penguasaan atas tanah. lahan menyebabkan hilangnya akses terhadap lahan sawah, sehingga harus beralih ke mata pencaharian lainnya. Mata pencaharian yang sekarang banyak digeluti oleh petani yakni menjadi buruh pemecah batu dan buruh bangunan. Pekerjaan sebagai pemecah batu dilakukan karena Desa Kertawangunan berdekatan dengan sungai. Bapak ADA menyatakan bahwa: kapungkur sateuacan dijantenkeun terminal abdi ngolah sawah 400 bata anu gaduh Bapak Lurah Parenca. Sentosna na dijantenkeun terminal henteu tiasa ngolah deui, paling ayeuna kanu buruh bagunan. Nuju molah sawah mah heunteu kedah meser beas, ayeuna mah meser beas. Kadangkadang meser beas tinu raskin sakarung Rp ,00 aya 15 kg, eta oge lamun aya artosna. Nembe tahun ayeuna aya nu miwarang molah deui. dulu sebelum dijadikan terminal saya menggarap sawah 400 bata punya Bapak Lurah Parenca. Sesudah dijadikan terminal tidak bisa menggarap lagi, sekarang pekerjaannya buruh bangunan. Ketika menggarap sawah beras tidak harus membeli, sekarang harus membeli. Kadangkalan membeli beras miskin sekarungnya Rp ,00 seberat 15 kg, itu juga kalau ada uangnya. Baru tahun ini saja ada yang menyuruh lagi untuk menggarap. Hubungan antar aktor yang kedua, berkaitan dengan pemerintah desa, pemerintah daerah dan petani. Petani yang sebelumnya dapat meyewa dan menggarap tanah dari pemilik tanah, menjadi kehilangan akses untuk pemanfaatan dan penguasaan lahan tersebut. Pada kenyataannya, konversi lahan yang terjadi berdampak pada semakin menyempitnya lahan pertanian khususnya lahan sawah irigasi teknis. Semakin menyempitnya lahan pertanian khususnya lahan sawah di Desa Kertawangunan, menyebabkan pergeseran mata pencaharian atau

7 55 kesempatan kerja penduduk. Pergeseran mata pencaharian ini lebih besar kepada sektor perdagangan dan buruh, mengingat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak DJDJ Kepala Desa Kertawangunan: setelah mengalami konversi penduduk desa yang bermatapemcaharian sebagai petani kehilangan mata pencahariannya. Sekarang mata pencahariannya ada yang sebagai pedagang biasanya jual bubur, ada yang sebagai buruh serabutan karena kebanyakan masyarakat hanya lulusan SD. Hal yang serupa dikemukakan oleh Bapak DSK: saentosna dibangun terminal teh, anu paling karaosna ku masyarakat Dusun Parenca. Soalna seseurna nu damel di sawah eta teh masyarakat Dusun Parenca. Ayeuna masyarakat Dusun Parenca seseurna damel teh jadi buruh memprekan batu, kan didieu caket sareng sungai. setelah dibangun terminal, yang paling terasa dampaknya pada masyarakat Dusun Parenca. Hal ini disebabkan yang bekerja di sawah tersebut adalah masyarakat Dusun Parenca. Sekarang masyarakat Dusun Parenca banyak yang bekerja sebagai buruh pemecah batu kali, karena lokasinya dekat dengan sungai. Tanah yang tadinya merupakan sumber penghidupan petani, telah menjadi aset daerah yang tidak dapat lagi digunakan oleh petani. Penguasaan akan tanah telah berada di pihak pemerintah daerah dan pemilik tanah tidak memiliki kekuasaan lagi terhadap tanah tersebut. Perubahan penguasaan lahan dari pemilik tanah kepada pemerintah daerah menyebakan masyarakat (petani) tidak memiliki akses lagi dalam pemanfaatan potensi alami tanah untuk penghidupan dan kehidupan mereka. Tuntutan dari masyarakat untuk keberlanjutan hidupnya yaitu memperoleh pekerjaan yang baru belum terealisasi. Pemerintah daerah menjanjikan pekerjaan yang baru kepada masyarakat yang menganggur dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan, namun sampai saat ini baru beberapa orang yang dipekerjakan di terminal tersebut. Pekerjaan yang diberikan pun yaitu sebagai satpam dan petugas kebersihan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat (petani). Sebagian besar petani tingkat pendidikannya lulusan Sekolah Dasar (SD). Realisasi dari janji pemerintah daerah belum benarbenar terlaksana, tidak sesuai dengan yang diharapkan masayarakat. Hal ini

8 56 disebabkan oleh terminal yang baru dibuka pada Tahun 2008 belum berjalan efektif, sehingga masyarakat yang dipekerjakan pun baru beberapa orang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak DJDJ Kepala Desa Kertawangunan: setelah pembangunan terminal tipe A banyak masyarakat desa yang menganggur, terutama masyarakat yang tinggal di Dusun Parenca yang berdekatan dengan terminal. Terdapat sekitar 150 orang yang menganggur, yang sudah dipekerjakan di terminal paling hanya beberapa orang. Pekerjaan yang diberikan di terminalpun hanya sebagai satpam dan pegawai kebersihan karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, sebagian besar hanya lulusan SD. Tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa dalam menanggulangi penurunan kondisi ekonomi para petani yaitu memasukkan mereka pada golongan keluarga prasejahtera. Hal ini dilakukan agar mereka dapat terdata untuk penyaluran beras miskin. Kebutuhan akan pangan sehari-hari para petani dapat terbantu dengan adanya beras miskin, walaupun beras miskin tersebut memiliki kualitas yang rendah. Kebutuhan akan beras miskin semakin meningkat, dahulu beras miskin yang disalurkan untuk desa sebanyak tiga kuintal, tetapi sekarang beras miskin yang disalurkan kepada masyarakat sebanyak 1,5 ton setiap tiga bulan sekali. Para petani untuk mendapatkan beras yang lebih layak dikonsumsi, mereka membeli beras yang kualitasnya lebih bagus untuk dicampurkan dengan beras miskin. Tindakan lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Kertawangunan untuk membantu para petani ini berkaitan dengan bidang kesehatan. Pemerintah desa memberikan pelayanan pembuatan Kartu Sehat kepada masyarakat yang kurang mampu untuk berobat. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

9 57 Tabel 7. Data Responden Mengenai Pekerjaan dan Luas Tanah (sebelum dan sesudah konversi), Harga Sewa Lahan (per 100 bata/ tahun) dan Dampak yang Dirasakan Setelah No. Responden Pekerjaan Sebelum 1. NN Petani- Penyewa 2. AD Petani, Pekebun- Penyewa 3. BHR Petani- Penyewa 4. YYN Petani- Penggarap (sistem bagi hasil maro) Pekerjaan Sesudah Petani dengan sistem bagi hasil maro, pemecah batu Petani- Penyewa Pemecah batu Pemecah batu Luas Tanah Sebelum Luas Tanah Setelah Harga Sewa Lahan (per 100 bata/tahun) Dampak yang Dirasakan Setelah 150 bata 200 bata Rp ,00 Tanah yang dapat digarap tanah milik masyarakat dengan sistem bagi hasil (tidak bisa menyewa lagi) Dulu ingin punya apa saja bisa sampai bisa membangun rumah penghasilan dari menggarap lahan Sekarang penghasilan hanya untuk mencukupi sehari-hari 200 bata 200 bata Rp ,00 Lahan sawah yang digarap sekarang harga sewanya semakin naik (Rp ,00/ 100 bata per tahun) 200 bata - Rp ,00 Dulu tidak usah membeli beras, sekarang harus membeli beras 150 bata - - Tidak ada lahan lagi untuk digarap Dulu bisa punya persediaan beras 1 kuintal sekarang tidak ada sama sekali

10 58 No. Responden Pekerjaan Sebelum 5. IYH Petani- Penyewa 6. ADA Petani Penggarap (sistem bagi hasil maro) 7. UD Petanipenyewa 8. MNH Petani Penggarap (sistem bagi hasil maro) Pekerjaan Sesudah Pemecah batu Buruh bangunan Petani Penggarap (sistem bagi hasil maro) Pemecah batu Luas Tanah Sebelum Luas Tanah Setelah Harga Sewa Lahan (per 100 bata/tahun) Dampak yang Dirasakan Setelah 100 bata - Rp ,00 Tidak ada lagi lahan untuk digarap Sekarang jadi pemecah batu saja 400 bata - - Dulu tidak usah membeli beras, sekarang harus membeli beras kadang-kadang beras miskin Menyekolahkan anak pun kerepotan, dulu kakaknya bisa sekolah sampai SMA 150 bata 150 bata Rp ,00 Penghasilan dari hasil menggarap sawah turun 50 persen Menggarap punya orang lain tidak bisa bebas menanam apa saja, bibit dan pupuk sudah disediakan 400 bata - - Sekarang beras harus beli, kadang-kadang beli beras miskin juga karena harganya murah walaupun jelek berasnya

11 59 Hubungan aktor yang ketiga yaitu terkait dengan aktor di dalam pemerintah daerah. Ketika perumusan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah ada perbedaan pendapat tentang fungsi Terminal Tipe A Kertawangunan. Perbedaan pendapat tersebut terkait dengan belum efektifnya Terminal Tipe A Kertawangunan, sehingga pada waktu itu fungsi terminal tipe A akan difungsikan menjadi terminal tipe B dengan fasilitas terminal tipe A. Sebagaimana diutarakan oleh salah seorang pegawai Bappeda: memang terjadi perbedaan pendapat untuk fungsi terminal tipe A, apakah tetap berfungsi sebagai terminal tipe A atau fungsinya berubah menjadi terminal tipe B. Mengingat terminal tipe A belum efektif untuk di Kabupaten Kuningan sendiri. Namun, Dinas Perhubungan sendiri menginginkan terminal tersebut tetap berfungsi sebagai terminal tipe A. Perubahan fungsi ini meliputi perubahan operasional, manajemen dan sirkulasi kendaraan bertujuan sebagai pengoptimalan atau kesesuaian fungsi dengan tetap menggunakan standar fasilitas terminal tipe A. Pihak Dinas Perhubungan sendiri menginginkan agar fungsi terminal tersebut sebagaimana fungsi awalnya yaitu sebagai terminal tipe A. Terminal tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi, dan atau angkutan lalu lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan. 6.3 Perkembangan Desa Perkotaan Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang pembagian wewenang antara sistem dan organisasi pemerintah pusat dan daerah, berpengaruh terhadap perkembangan desa. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dengan adanya pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah, dapat dilaksanakan. Terminal Tipe A Kertawangunan merupakan titik simpul utama pelayanan angkutan umum di Kabupaten Kuningan. Hal ini berdampak pada berkembangnya Desa Kertawangunan menjadi desa perkotaan. lahan sawah menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan meningkatkan laju konversi lahan di Desa Kertawangunan. Terminal Tipe A Kertawangunan belum efektif di Kabupaten Kuningan, karena baru beroperasi

12 60 pada Tahun Selain itu, trayek untuk ke propinsi lain pun masih terbatas pada trayek Kuningan-Jakarta. Trayek untuk Kuningan-Cilacap baru akan dikembangkan untuk direalisasikan. Meskipun terminal ini belum efektif, namun perkembangan terhadap pembangunan desa sangat dirasakan. Sampai saat ini, telah terbangun kios dan perumahan sebanyak 16 lokal di Desa Kertawangunan. Bapak DJDJ Kepala Desa Kertawangunan menuturkan bahwa: walaupun terminal belum efektif neng, untuk perkembangan desa sudah nampak. Sekarang saja sudah ada sekitar 16 lokal kios dan rumah untuk disewakan. Bahkan rencana kedepannya akan membangun pasar di Desa Kertawangunan. Selain itu, di Kecamatan Sindang Agung sudah ada pembangun perumnas selesai pada tahun ini. Setelah pembangunan perumnas ini selesai, langsung banyak yang membeli untuk ditempati, karena letaknya juga strategis dan akses ke daerah lain lebih mudah apalagi dengan adanya Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan membuka akses ke wilayah lain, terutama dengan akan dibangunnya jalan lingkar timur pada Tahun 2010 yang menghubungkan Kedungarum-Kertawangunan-Ancaran. Pembangunan terminal Tipe A ini menyebabkan pula meningkatnya harga tanah yang terdapat di sekitar Terminal Tipe A Kertawangunan. Pada saat pembebasan lahan sawah, tanah dihargai dua kali lipat dari harga pasaran. Setelah terminal terbangun, harga tanah meningkat menjadi 200 persen dari harga sebelumnya. Harga tanah pada waktu pembebasan lahan sebesar Rp ,00 per batanya, sekarang menjadi Rp ,00 per batanya. Perkembangan harga lahan sangat cepat, walaupun kondisi terminal belum efekif. Kondisi ini menjadi gambaran bahwa, perkembangan Desa Kertawangunan untuk pembangunan dari tahun ke tahun akan semakin meningkat. Kebutuhan akan lahan untuk pembangunan perumahan dan pertokoan pun semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan tanah, mengakibatkan meningkatnya harga tanah tersebut. Kondisi di Desa Kertawangunan sebagian besar lahannya merupakan lahan sawah irigasi teknis. Perkembangan desa perkotaan bagi Desa Kertawangunan akan mengorbankan lahan sawah irigasi teknis.

13 Ikhtisar lahan sawah irigasi teknis menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan berdampak pada perubahan hubungan aktor dalam pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya agraria tanah. Perubahan hubungan aktor ini berkaitan dengan perubahan orientasi nilai terhadap lahan, ketidakterjaminan petani dan perkembangan desa perkotaan. Perubahan orientasi nilai terhadap lahan yaitu pergeseran nilai suatu lahan. Lahan di Desa Kertawangunan yang sebelumnya memiliki nilai sosial dengan pemanfaatan potensi alami tanah berubah menjadi nilai kepentingan umum untuk pembangunan terminal. Perubahan orientasi tanah ini mengakibatkan adanya ketimpangan peruntukan tanah. Tanah digunakan untuk fasilitas umum kepentingan seluruh masyarakat, tetapi di sisi lain kebutuhan masyarakat (petani) untuk pemanfaatan potensi alami tanah menjadi terpinggirkan. Pemindahalihan kepemilikan tanah dari masyarakat kepada pemerintah desa berarti perpindahan penguasaan terhadap tanah. Perubahan penguasaan lahan dari pemilik tanah kepada pemerintah daerah menyebabkan masyarakat (petani) tidak memiliki akses lagi dalam pemanfaatan potensi alami tanah untuk penghidupan dan kehidupan mereka. Hilangnya akses ini pun mengakibatkan berubahnya mata pencaharian petani. Masyarakat yang sebelumnya bekerja sebagai petani beralih pada mata pencaharian baru yaitu sebagai buruh bangunan dan pemecah batu. Selain itu, petani tidak bisa lagi menyediakan pangan secara mandiri. Tuntutan dari masyarakat (petani) untuk keberlanjutan kehidupannya yaitu memperoleh pekerjaan yang baru, belum terealisasi. Sampai saat ini, petani yang menganggur akibat pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan baru beberapa orang yang dapat dipekerjakan di terminal tersebut. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan mengakibatkan berkembangnya Desa Kertawangunan menjadi desa perkotaan. Hal ini disebabkan oleh terbukanya akses ke wilayah lain dan semakin meluasnya pembangunan di Desa Kertawangunan, walaupun kondisi terminal belum efektif. Pembangunan membutuhkan tanah sebagai ruang, sementara di Desa Kertawangunan sebagian besar merupakan lahan pertanian. Semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah menyebabkan meningkatnya harga tanah tersebut.

BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN

BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN 33 BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN Tanah adalah faktor produksi utama bagi aktor pemanfaat sumber daya agraria. Aktor pemanfaat sumberdaya agraria dibagi menjadi tiga yaitu pemerintah,

Lebih terperinci

ALIH FUNGSI LAHAN: POTENSI PEMICU TRANSFORMASI DESA - KOTA (Studi Kasus Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan )

ALIH FUNGSI LAHAN: POTENSI PEMICU TRANSFORMASI DESA - KOTA (Studi Kasus Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ) ALIH FUNGSI LAHAN: POTENSI PEMICU TRANSFORMASI DESA - KOTA (Studi Kasus Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ) 1 Evi Novia Nurjanah dan 2 Heru Purwandari 1 Alumni Departemen SKPM Fakultas Ekologi

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING Menurut Sadiwak (1985) dalam Munir (2008) bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan Perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Bagi rakyat Indonesia, tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya wilayah Indonesia dan sebagian besar warganya yang bermatapencaharian di bidang pertanian.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang melaksanakan pembangunan disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional diantaranya sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian berperan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian dalam arti luas meliputi pembangunan di sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di wilayah tropis, dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi dan politik yang terjadi sejak akhir tahun 1997 telah menghancurkan struktur bangunan ekonomi dan pencapaian hasil pembangunan di bidang kesejahteraan sosial selama

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan

I. PENDAHULUAN. upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di daerah pedesaan hampir 60% penduduk bekerja di sektor pertanian (Hadi Prayitno, 1987:5). Dalam upaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

BAB III MAJALENGKA. terdapat beberapa bukit, parit dan sungai. Desa Cieurih ini. berbatasan dengan desa-desa sebagai berikut:

BAB III MAJALENGKA. terdapat beberapa bukit, parit dan sungai. Desa Cieurih ini. berbatasan dengan desa-desa sebagai berikut: 45 BAB III PRAKTEK UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA A. GAMBARAN UMUM DESA CIEURIH 1. Keadaan Geografis 63 a. Letak Daerah Desa Cieurih terletak sekitar +15 km di sebelah Timur kota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun Temukerep yaitu pelaksanaan bagi hasil pertanian di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan Kabupaten

Lebih terperinci

Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran. Avini Martini 1. Abstrak

Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran. Avini Martini 1. Abstrak Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran Avini Martini 1 Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi adanya ketertarikan mengenai penggunaan variasi bahasa di suatu daerah. Ketika sedang mempelajari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/ menyalurkan air,yang biasanya ditanami padi sawah

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD) 9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 49 BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Beralihnya komunitas petani padi sehat Desa Ciburuy

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang yang di survei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial TINJAUAN PUSTAKA Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Pada umumnya usahatani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI A. Gambaran umum Desa Pondowan Kecamatan Tayu Kabupaten Pati 1. Letak geografis Desa Pondowan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pertanian dan Petani Pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyediaan kebutuhan pangan melainkan sumber kehidupan.

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: HAK DENNY MIM SHOT TANTI L2D 605 194 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VIII FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA

BAB VIII FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA 63 BAB VIII FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA Fenomena mobilitas penduduk perempuan ke luar desa sebenarnya bukanlah merupakan suatu fenomena yang dianggap tabu oleh penduduk Desa

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK 48 BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK 7.1 Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak Fenomena mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa sebenarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk menaikan taraf hidup dan dapat dikatakan bahwa

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk menaikan taraf hidup dan dapat dikatakan bahwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk menaikan taraf hidup dan dapat dikatakan bahwa pembangunan bertujuan untuk menaikan mutu kehidupan. Azas pembangunan yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN SEWA MENYEWA LAHAN DI PEDESAAN LAMPUNG

ANALISIS PERKEMBANGAN SEWA MENYEWA LAHAN DI PEDESAAN LAMPUNG ANALISIS PERKEMBANGAN SEWA MENYEWA LAHAN DI PEDESAAN LAMPUNG Gatoet Sroe Hardono, Mewa, Aladin Nasutionn Abstrak Bertambahnya jumlah penduduk dan keberhasilan dalam pembangunan irigasi telah menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah populasi penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun 2000-2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat

Lebih terperinci

VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG

VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 101 VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG Akses dapat bermakna sebagai kemampuan dan karena itu permasalahan akses dapat dilihat dalam tatanan hubungan

Lebih terperinci

LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015

LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015 II. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 01. URUSAN PILIHAN PERTANIAN A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan pada Urusan Pertanian diarahkan pada terwujudunya pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal dengan

Lebih terperinci