EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang di rancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat (Brokensha dan Hodge dalam Adi, 2003). Salah satu kegiatan program pengembangan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup keluarga miskin adalah peningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi, hal tersebut dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan dan partisipasi. Dalam hal ini program pengembangan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat agar mampu mengatasi permasalahannya dengan kekuatannya sendiri. Salah satu ciri mendasar dari suatu kegiatan program pengembangan masyarakat dalam kerangka pemberdayaan adalah adanya keberlanjutan dalam kegiatan pembangunan tersebut (sustainability). Dengan demikian untuk mengkaji sejauhmana keberhasilan program pengembangan masyarakat yang sudah dilaksanakan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat, dan bagaimana keberlanjutan program tersebut di daerah kajian, perlu dilakukan suatu evaluasi terhadap program-program pengembangan masyarakat tersebut. Tujuan evaluasi antara lain : (1) Ingin mengetahui bagaimana keberdayaan masyarakat di daerah kajian dalam meningkatkan kesejahteraan ekonominya setelah dilaksanakan program-program pengembangan masyarakat yang berkaitan dengan kemiskinan, (2) Sejauhmana program tersebut telah melakukan jejaring sosial dan jejaring usaha dengan stakeholders terkait, (3) Sejauhmana kemampuan kelembagaan di dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki masyarakat sebagai modal sosial bagi keberlanjutan program tersebut. Evaluasi juga dilakukan terhadap faktor-faktor yang akan menjadi penghambat dan yang akan mendukung keberhasilan program. Hasil dari evaluasi ini akan menjadi masukan bagi pelaksanaan program pada tahap-tahap selanjutnya.

2 Evaluasi dilaksanakan terhadap program-program penanggulangan kemiskinan PDM-DKE, P2KP yang sudah tidak eksis dan BMT yang masih eksis di daerah kajian. Hal ini disebabkan berdasarkan hasil observasi lapangan keberhasilan dari kedua program tersebut sangat variatif. Hasil evaluasi terhadap program pengembangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan di daerah kajian ini dapat diuraikan sebagai berikut: Deskripsi Kegiatan Kegiatan Modal Bergulir PDM-DKE PDM-DKE (Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi) merupakan salah satu program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dilaksanakan pemerintah, program ini bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat dengan tujuan untuk mengatasi berbagai dampak krisis ekonomi yang di mulai pada tahun Secara umum program-program JPS bertujuan untuk: 1. Memulihkan kecukupan pangan yang terjangkau oleh masyarakat miskin 2. Menciptakan kesempatan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat miskin 3. Memulihkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau bagi masyarakat miskin 4. Memulihkan kegiatan ekonomi rakyat Sebagai bagian dari program JPS, PDM-DKE bertujuan untuk: 1. Meningkatkan daya beli masyarakat miskin melalui peningkatan pendapatan, 2. Menggerakkan kembali ekonomi rakyat melalui pemberian modal usaha dan membangun atau merehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi serta sosial yang mendukung sistem produksi dan distribusi barang dan jasa, 3. Meningkatkan fungsi sarana dan prasarana sosial ekonomi rakyat dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuannya, penerima sasaran bantuan adalah penduduk miskin yang kehilangan pekerjaan dan yang penghasilannya tidak cukup bagi

3 pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (kebutuhan hidup: sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan) Secara garis besar kegiatan dalam program PDM-DKE ini dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu 1. Kegiatan modal bergulir, berupa pemberian dana bantuan modal bagi penduduk miskin yang harus dikembangkan dengan menggulirkan pada sebanyak mungkin penduduk miskin, 2. Kegiatan pemeliharaan/pembangunan sarana prasarana, berupa pemberian upah kerja bagi penduduk miskin yang bekerja pada kegiatan pemeliharaan/pembangunan sarana prasarana sosial ekonomi rakyat yang dikerjakan dengan sistem padat karya. Prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam pelaksanaan program PDM-DKE adalah: 1. Kegiatan yang dilaksanakan terbuka untuk diketahui seluruh masyarakat (Transparency) 2. Setiap kegiatan melibatkan peran aktif masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelestariannya. (Participation) 3. Penyaluran dana harus sesegera mungkin dapat dinikmati masyarakat miskin yang menjadi sasaran (Quick imbursement) 4. Kegiatan yang dilaksanakan harus dapat di pertanggungjawabkan baik secara teknis ataupun administrasi (Accountability) 5. Kegiatan yang telah dihasilkan dapat dikembangkan oleh masyarakat melalui wadah organisasi masyarakat setempat sehingga kegiatan tersebut dapat berkelanjutan (sustainability) PDM-DKE di daerah kajian dibentuk pada tahun 1998 dengan mekanisme pelaksanaan sebagai berikut: 1. Sosialisasi program di tingkat kecamatan menghadirkan Camat, Lurah, Ketua LKMD, perwakilan Tokoh Masyarakat, Pengawas PLKB dan Ketua Tim Penggerak PKK tingkat Kelurahan. 2. Sosialisasi dan pembentukan pengurus di tingkat kelurahan menghadirkan Lurah, anggota LKMD, Tokoh Masyarakat, PLKB, Pos KB, Ketua RW dan Ketua Pokja I-IV PKK kelurahan.

4 3. Musyawarah Kelurahan untuk merencanakan kegiatan ekonomi yang akan dilaksanakan, pembentukan kelompok dan menyusun prioritas sasaran 4. Melengkapi dokumen pencairan dana yang diajukan kepada pengelola di tingkat Kota. 5. Setelah dana cair dilakukan musyawarah pengurus untuk menentukan teknis pemberian dana terhadap sasaran 6. Penyerahan dana bergulir kepada ketua kelompok sasaran untuk diserahkan kepada anggotanya 7. Untuk mengawasi jalannya perguliran dana dan pemanfaatannya disusun jadwal pertemuan rutin antara ketua kelompok dengan kelompoknya dan ketua kelompok dengan pengurus tingkat Kelurahan Dana yang diterima dari program PDM-DKE tersebut sebesar Rp ,- pemanfaatan dana ini adalah untuk kegiatan modal bergulir sebesar Rp ,- dana ini harus dikembangkan dengan menggulirkan pada sebanyak mungkin masyarakat miskin yang memiliki usaha-usaha kecil. Modal usaha yang diberikan kepada setiap orang pelaku usaha kecil tersebut adalah sebesar 1 juta 7,5 juta yang dibagi dalam dua tahap, tahap I digulirkan kepada 28 orang sasaran sedangkan pada tahap ke II digulirkan kepada 15 orang sasaran. Untuk mendapatkan bantuan modal usaha ini, pelaku usaha kecil yang menjadi sasaran terlebih dahulu harus mengajukan proposal. Pembuatan proposal dipandu oleh pengurus secara massal, teknis pembuatan proposal yaitu seluruh calon penerima modal diundang ke kantor Kelurahan Sekeloa di mana seluruh pengurus juga ikut hadir. Dalam pertemuan ini, salah seorang pengurus yang telah dilatih pengisian proposal menjelaskan kepada semua yang hadir bagaimana cara mengisi proposal tersebut. Bagi yang tidak bisa menulis, pengisian proposal dilakukan dengan teknis wawancara. Proposal yang sudah selesai diberikan kepada ketua kelompok masing-masing untuk ditindak lanjuti dalam kegiatan survey lapangan, hasil survey dimusyawarahkan oleh pengurus untuk menentukan berapa dana yang akan diberikan kepada sasaran tersebut. Selain untuk modal bergulir, dana yang diterima juga dimanfaatkan untuk kegiatan pemeliharaan/pembangunan sarana prasarana seperti perbaikan jalan, gorong-gorong, kirmir dan MCK umum. Pelaksana dari kegiatan fisik ini adalah

5 masyarakat miskin dengan sistem padat karya, anggaran untuk kegiatan fisik ini adalah sebesar Rp ,-.Koordinator dari kegiatan fisik ini adalah ketua kelompok masing-masing dibantu oleh bendahara yang telah disepakati oleh ketua kelompok dan anggota sebagai pemegang keuangan. Pelaksanaan kegiatan fisik selesai pada waktunya sesuai dengan rencana, tetapi pada kegiatan modal bergulir sejak perguliran tahap I sudah muncul masalah. Dana yang digulirkan tidak kembali sepenuhnya, pada tahap I dari dana yang digulirkan sebesar Rp ,- yang kembali pada tahap I hanya Rp ,- dan pada tahap II terus menurun sampai hanya tinggal Rp ,-. Berdasarkan informasi dari mantan ketua PDM-DKE, faktor penyebab masalahnya adalah tersebarnya isu bahwa dana tersebut adalah hibah dari pemerintah dan tidak perlu dikembalikan. Dengan terus menyusutnya modal bergulir, akhirnya pada tahun 1999 kepengurusan PDM-DKE dianggap tidak berhasil dan dibubarkan. Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan BAPPEDA Kota Bandung bahwa jika PDM-DKE tidak dapat berlanjut, sisa dana yang ada harus dihibahkan kepada lembaga ekonomi masyarakat lain yang ada di daerah yang sama. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, harus dibentuk lembaga ekonomi masyarakat yang baru dan dana dihibahkan kepada lembaga ekonomi masyarakat yang baru dibentuk tersebut. Dengan adanya peraturan tersebut maka dibentuklah sebuah koperasi yang diberi nama Koperasi Gerakan Ekonomi Masyarakat Sekeloa (GEMA) pada tahun 2000, tetapi kondisinya tidak lebih baik, koperasi GEMA hanya bertahan 1 tahun dan selanjutnya tidak jelas pertanggungjawabannya dari pengurus koperasi yang baru tersebut. Kegiatan P2KP Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) telah berjalan di daerah kajian sejak tahun 2003, Proyek ini merupakan program pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan. Tujuan proyek ini adalah untuk merespon dampak krisis ekonomi yang menimpa masyarakat miskin di perkotaan. P2KP merupakan jenis bantuan yang bermotif pemberdayaan, arah pemberdayaan dalam program ini adalah memacu masyarakat untuk berusaha

6 mandiri dan ada tanggungjawab untuk menggulirkannya kepada orang lain. Fokus utama P2KP adalah pengembangan institusi lokal, pengembangan kapasitas dan pengembangan kewirausahaan baik secara individu maupun komunitas organisasi. P2KP di Kelurahan Sekeloa pada periode pertama dibentuk tahun 1999 dengan nama BKM Mandiri. Mekanisme dan langkah-langkah pembentukan P2KP BKM Mandiri adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi program di tingkat kecamatan yang dihadiri oleh Camat, Lurah, Ketua LKMD, perwakilan Tokoh Masyarakat, Pengawas PLKB dan Ketua Tim Penggerak PKK tingkat Kelurahan. 2. Sosialisasi di tingkat kelurahan yang dihadiri oleh Lurah, anggota LKMD, Tokoh Masyarakat, PLKB, Pos KB, Ketua Pokja I-IV PKK kelurahan dan perwakilan RW untuk menjelaskan tentang akan dibentuknya P2KP sebagai program penanggulangan kemiskinan di daerah kajian dan meminta dukungan untuk keberhasilan program tersebut. 3. Pembentukan BKM Mandiri, untuk membentuk pengurus di tingkat Kelurahan. Anggota dari kepengurusan BKM terdiri dari seluruh komponen masyarakat, Tokoh Masyarakat, perwakilan RT dan RW. 4. Sosialisasi Program, yang dihadiri oleh seluruh Ketua RW untuk memberi penjelasan mengenai program P2KP dan meminta dukungan untuk keberhasilan program tersebut. 5. Pembentukan KSM, dengan Ketua RW secara musyawarah menseleksi masyarakat yang berdomisili di wilayahnya yang sesuai dengan kriteria yang disyaratkan. Masyarakat yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota KSM yaitu memiliki Kartu Keluarga, KTP setempat serta memiliki usaha yang diperkirakan akan mampu mengembalikan pinjaman P2KP. Jumlah KSM yang dibentuk sebanyak 50 KSM. 6. Penyusunan usulan kegiatan KSM, fasilitator membimbing KSM tentang cara membuat proposal yang benar sehingga layak untuk mendapat bantuan pendanaan dari program P2KP. 7. Penetapan Prioritas usulan kegiatan KSM, kegiatan ini merupakan hasil keputusan final tentang jumlah dana bantuan yang akan disalurkan kepada masing-masing KSM. Dana disalurkan kepada KSM setelah dilakukan survey

7 terhadap kelayakan KSM, hasil presentasi proposal, nilai ajuan KSM yang dibandingkan dengan dana pada setiap tahap BLM, penelusuran terhadap pengaduan informasi dengan kasus KSM yang bersangkutan. 8. Penyaluran Dana Langsung Masyarakat (BLM) dari KPKN ke rekening BKM yang berada di Bank pemerintah yang dipilih BKM, dana tersebut selanjutnya diserahkan kepada KSM. Jumlah dana yang digulirkan kepada KSM sebesar Rp ,-. Sejak awal perguliran dana sudah menimbulkan banyak kotroversi baik dari KSM maupun dari masyarakat, mereka menilai P2KP sebagai ladang korupsi pengurus. Akibat dari adanya kontroversi tersebut KSM enggan untuk mengembalikan pinjaman, sehingga sampai tahun 2002 jumlah dana yang tidak kembali mencapai Rp ,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa munculnya kontroversi karena adanya praduga negatif terhadap pengurus dan kurangnya kepercayaan KSM terhadap kejujuran para pengurus. Adanya praduga negatif tersebut, diperkuat dengan adanya fakta yang disampaikan oleh pengurus P2KP (BKM) tahap II bahwa Kelurahan Sekeloa pada periode ke II tidak mendapat lagi dana bantuan untuk kegiatan ekonomi penyebabnya adalah pertanggungjawaban keuangan dari pengurus P2KP (BKM) tahap I belum diserahkan kepada pengurus tingkat kota. Selanjutnya menurut pengurus P2KP (BKM) tahap II, belum diserahkannya berkas pertanggungjawaban keuangan oleh pengurus P2KP (BKM) tahap I karena adanya ketidak beresan dalam pengadministrasian. Hal ini menyebabkan pengurus P2KP (BKM) tahap I mendapat kesulitan di dalam menelusuri perguliran dana yang tidak kembali tersebut. Adanya kemacetan pengembalian pinjaman yang cukup tinggi dan adanya ketidak beresan kepengurusan, akhirnya pada tahun 2002 kepengurusan P2KP tahap I dibubarkan. Kegiatan BMT Nurul Ummah BMT Nurul Ummah merupakan salah satu BMT di Kota Bandung dibentuk di Kelurahan Sekeloa pada tanggal 20 Januari 1997, dibentuknya BMT Nurul Ummah bermula dari inisiatif salah satu warga masyarakat (Ibu R) yang prihatin atas kondisi ekonomi masyarakat terutama para pedagang kecil. Hal yang

8 membuatnya prihatin adalah banyaknya pedagang kecil yang terlibat dengan para rentenir untuk menambah modal usahanya. Inisiatif untuk membentuk BMT Nurul Ummah muncul ketika Ibu R mengikuti pelatihan BMT yang diselenggarakan oleh Depnaker pada tahun 1996, bersama lima orang temannya yang sama-sama mengikuti pelatihan BMT Ibu R membentuk BMT Nurul Ummah. Modal awal untuk merintis BMT bersumber dari uang pribadi Ibu R sendiri dengan 5 orang temannya sebesar Rp.10 juta, dana tersebut dimanfaatkan untuk biaya perlengkapan (sarana operasional) Rp.4 juta dan untuk dipinjamkan kepada nasabah Rp.6 juta. Ibu R baru mampu melakukan kegiatan simpan pinjam, pernah juga membuat usaha sembako tetapi tidak berhasil karena kurang pengetahuan dalam bidang tersebut. Sejak mulai dibentuk nasabah BMT sudah mencapai 1589 yang tersebar di seluruh wilayah Kecamatan Coblong, wilayah kerja BMT adalah 10 Km dari lokasi kantor. Sasaran BMT adalah pelaku usaha sektor informal diutamakan yang memiliki modal kecil, memiliki identitas kependudukan sesuai dengan tempat tinggalnya. Seluruh nasabah BMT beragama Islam tetapi tidak menutup kemungkinan bagi pelaku usaha sektor informal yang bukan muslim untuk menjadi nasabah karena agama tidak menjadi persyaratan untuk seorang calon nasabah BMT. Nasabah merasakan sekali kemudahan meminjam modal kepada BMT karena persyaratan dan prosedur yang diminta tidak sulit, untuk menjadi nasabah BMT calon peminjam harus terlebih dahulu menjadi nasabah dan menabung minimal satu bulan aktif, menyerahkan Kartu Keluarga dan KTP serta ijin suami bagi istri dan ijin istri jika seorang suami, dan ijin dari orang tua bagi yang belum menikah. Persyaratan lainnya mempunyai usaha minimal 6 bulan berjalan dan minimal keuntungan 10 % dari modal yang dinilai dengan sistem prediksi. Proses pemberian pinjaman, dilakukan dengan wawancara dan tidak memakai fasilitas formulir karena menurut Ibu R jika memakai fasilitas formulir tidak pernah diisi oleh calon peminjam. Penentuan besarnya pinjaman, ditentukan pada saat wawancara berapa modal yang dibutuhkan dan untuk apa

9 penggunaannya, selanjutnya langsung ditetapkan berapa pinjaman yang akan diberikan. Jaminan untuk mendapat pinjaman hanya kondisi usaha calon peminjam saat akan meminjam, kecuali jika pinjaman agak besar jaminan yang diminta adalah BPKB kendaraan bermotor. Pinjaman tanpa jaminan biasanya untuk pinjaman antara 500 ribu rupiah sampai 3 juta rupiah, diatas itu ada yang diminta jaminan ada yang tidak tergantung keyakinan dari pihak BMT (90 % nasabah calon peminjam tidak diminta jaminan) Untuk profisi administrasi diminta 1 % dari pinjaman yang diterima, biaya ini juga digunakan untuk biaya dokumen dan materai. Selain profisi admisnistrasi, nasabah juga diminta untuk membayar infaq tetapi sifatnya sukarela dan tidak dipaksakan. Dalam jangka waktu, lebih diprioritaskan pada pembiayaan jangka pendek (kurang dari 6 bulan) namun demikian tidak tertutup kemungkinan lebih dari itu. Bagi hasil (nisbah) berdasarkan kesepakatan nasabah dan BMT, misalnya: 50 % - 50 %, 40 % - 60 %, 30 % - 70 % dan proporsi lainnya yang disepakati kedua belah pihak. Selain prosedur dan jaminannya yang mudah, nasabah juga merasa tidak direpotkan dengan pengembalian pinjaman karena untuk pengembalian pinjaman dan simpanan/tabungan, petugas BMT akan mengambil langsung kepada nasabah. Di dalam kegiatannya BMT Nurul Ummah memiliki tujuan, yaitu : 1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi dan peranan umat dalam program pengentasan kemiskinan, 2. Mensejahterakan kehidupan sosial masyarakat banyak melalui pemberdayaan dan peningkatan ekonomi, 3. Mendorong/ mengembangkan usaha-usaha produktif di tingkat bawah, 4. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi usaha kecilbawah, 5. Mengembangkan sikap hidup hemat melalui kegiatan menabung. Masalah yang sedang dihadapi BMT saat ini adalah masih cukup tingginya nasabah yang menunggak pengembalian pinjaman, faktor penyebabnya menurut pengakuan nasabah yang menunggak adalah karena usahanya tidak

10 berkembang/terhenti sehingga mereka tidak mampu mengembalikan pinjaman. Selain itu kesadaran nasabah dalam menabung masih rendah, menurut nasabah sistem bagi hasil dalam menabung belum difahami. Adanya masalah cukup tingginya kemacetan pengembalian pinjaman dari nasabah dan kurangnya aktivitas nasabah dalam menabung/simpanan berpengaruh pada kurang berkembangnya modal usaha BMT. Dengan tidak berkembangnya modal, BMT Nurul Ummah belum mampu memenuhi permintaan nasabah yang akan meminjam sehingga setiap ada peminjam baru harus menunggu pengembalian dari peminjam sebelumnya. Nasabah mempercayai BMT terutama yang berkaitan dengan simpanan dan pengembalian pinjaman, walaupun petugas BMT yang mengambil uang nasabah tidak selalu sama tetapi nasabah tidak pernah ragu untuk menyerahkan uangnya terhadap petugas BMT yang datang. Sebagai kelembagaan ekonomi masyarakat, masyarakat banyak yang tidak mengetahui, mereka hanya tahu bahwa BMT tersebut adalah BPR. Tokoh masyarakat yang tahu aktivitas BMT dan fungsinya hanya Ketua RW 13, beliau adalah ketua RW dimana BMT berlokasi. Selain sebagai lembaga simpan pinjam, BMT juga merupakan lembaga penghimpun ZIS, tetapi pengurus BMT belum mampu memfungsikannya. Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Kegiatan Pengembangan Masyarakat Program PDM-DKE dan P2KP tergolong baru di masyarakat, sebelum program ini di dilaksanakan mayarakat tidak memiliki persiapan baik teknis, data maupun kemampuan pengelolaan. Banyak kelemahan yang terjadi dari pelaksanaan program tersebut. Proses sosialisasi oleh pemerintah terlalu singkat, begitu juga dengan data yang dimiliki pemerintah daerah keakuratannya masih perlu dibenahi. Data yang dimiliki pemerintah daerah merupakan hasil pendataan dari setiap dinas instansi yang memiliki kepentingannya masing-masing seperti BPS, Dinas Kesehatan dan BKKBN. Kriteria kemiskinan yang ditetapkan kurang spesifik dan terlalu disamaratakan yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi kemiskinan di perkotaan. Pendata sering harus mengartikannya lebih mendalam,

11 sehingga terkadang kriteria kemiskinan lebih banyak menurut persepsi pendata itu sendiri. Kelemahan data, ketika program dilaksanakan tidak dilakukan updating data sehingga ketika dana bantuan digulirkan sering terjadi salah sasaran. Kelemahannya lain adalah adanya ketentuan penerima manfaat harus memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sementara tidak semua penduduk miskin mampu membuat KTP tersebut. Ketika sasaran penerima manfaat tidak memiliki KTP sasaran dialihkan kepada yang lain, karena dana harus diserap secepatnya oleh pengurus terkadang sasaran penerima manfaat tidak selalu masyarakat miskin. Inilah yang sering menjadi konflik dimasyarakat, penyebabnya adalah munculnya kecemburuan sosial pada masyarakat miskin yang merasa berhak tetapi tidak menerima sementara yang tidak berhak justru menerima. Menurut pendapat beberapa tokoh masyarakat, program PDM-DKE dan P2KP adalah program penanggulangan kemiskinan yang tidak menyentuh masyarakat miskin. Adanya ketentuan dalam pelaksanaan yang telah ditetapkan dalam juklak dan juknis, pelaksanaan kegiatan menjadi kaku dan kurang memberikan ruang bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan. Hal ini menyebabkan manfaat dan kelanjutan program tidak optimal untuk mengembangkan kelembagaan sosial yang telah ada pada masyarakat. Kelemahan lain dalam program ini adalah kurang mampu memanfaatkan potensi dan kemampuan modal sosial sasaran. Dalam situasi rescue program lebih diarahkan pada upaya mempertahankan kehidupan warga masyarakat tanpa memberikan muatan-muatan pemberdayaan. Dengan adanya hal tersebut keikutsertaan masyarakat dalam program ini juga terbatas pada pelaksanaan program, sementara perencanaan dan evaluasi kegiatan tidak terjangkau mereka. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan disebabkan kondisi krisis yang menimpa masyarakat telah membuat masyarakat tidak memikirkan proses belajar, tetapi lebih mementingkan kebutuhan hidup yang mendesak. Rancangan program tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Secara konseptual program ini cukup baik, tetapi dengan adanya kondisi tersebut diatas menyebabkan pelaksanaan program kurang optimal. Hal itu

12 terbukti dengan banyaknya terjadi kemacetan dalam pengembalian modal, munculnya kontroversi dan konflik di masyarakat. Sampai program ini berakhir, masyarakat tidak mengetahui bagaimana perkembangan dana tersebut karena dana yang dipegang pengelola tidak terdokumentasi dengan baik, di samping kurang ada keterbukaan dari pengelola pertanggungjawaban kepada masyarakat pun tidak ada. Kurangnya kemampuan pada pengelola program juga menjadi salah satu kelemahan ketidak berlanjutan program di Kelurahan Sekeloa. BMT Nurul Ummah, walaupun kondisinya berbeda dengan PDM-DKE dan P2KP tetapi permasalahan yang dihadapi tidak jauh berbeda, Konsep pemberdayaan pada nasabah belum optimal. Nasabah BMT banyak yang mengatakan tidak mengetahui program kegiatan BMT secara keseluruhan, pemahaman nasabah mengenai sistem bagi hasil pun yang merupakan trade mark nya BMT masih sangat kurang. Pemberian pinjaman modal hanya untuk memenuhi kebutuhan modal nasabah tetapi tidak ditindaklanjuti dengan pembinaan keberlanjutan usaha nasabah, sehingga menurut pandangan nasabah BMT hanya penyedia sarana pinjaman modal sedangkan BMT sebagai kelembagaan yang dapat dijadikan sarana peningkatan kemampuan usahanya tidak diketahui nasabah. Secara konseptual, BMT merupakan lembaga keuangan masyarakat mengerti kebutuhan masyarakat miskin. Adanya kegiatan Baituttamwil (komersil) yang memberi kemudahan dalam proses pemberian pinjaman dengan tidak meminta jaminan kepada nasabah dalam kegiatan komersilnya, memberi peluang pada masyarakat miskin untuk dapat mengaksesnya. Adanya kegiatan penghimpunan dana ZIS (Baitul Maal), dapat memberi peluang bagi pelaku usaha sektor informal miskin yang tidak mampu memiliki KTP untuk dapat mengakses modal produktif. Pelaksanaannya, pada kegiatan Baituttamwil BMT hanya memberikan bantuan pinjaman modal tanpa memperhatikan keberlanjutannya (sustainability) dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan nasabah dalam mengembangkan modal usahanya dari modal tersebut, selama ini menurut nasabah pengetahuan usaha yang mereka miliki bersifat otodidak. Pada kegiatan

13 Baitul Maal, BMT belum mampu memfungsikannya karena kurangnya pemahaman pengurus terhadap proses pelaksanaan penghimpunan ZIS. Kelemahan dari program penanggulangan kemiskinan melalui kelembagaan BMT adalah kurang tanggapnya pemerintah daerah terhadap fungsi BMT, selain itu ABSINDO sebagai koordinator BMT kurang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (community need) pada BMT sehingga upaya untuk meningkatkan kemampuan (capacity) pengelola BMT masih kurang. Kesimpulan dari hasil evaluasi pada kelembagaan masyarakat dalam program penanggulangan kemiskinan, bahwa program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan baik pada PDM-DKE maupun P2KP merupakan proses belajar bagi masyarakat, tetapi perlu disadari oleh pemerintah atau LSM-LSM yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan bahwa membentuk masyarakat sipil yang berdaya (civil society) merupakan proses yang berkesinambungan yang harus memperhatikan karakteristik lokal masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat tidak hanya dilaksanakan insidental ketika kehidupan masyarakat terhimpit kemiskinan, tetapi program pemberdayaan haruslah merupakan kebijakan yang selalu dikaji ulang, dievaluasi untuk kemudian dilanjutkan kembali dalam bentuk program yang lebih sempurna. Memperhatikan karakteristik lokal berarti suatu program pemberdayaan haruslah mampu memanfaatkan potensi lokal di samping mengenalkan masyarakat pada sistem sumber di luar yang mampu menunjang potensi dan kemampuan tersebut. Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan PDM-DKE dan P2KP serta BMT didapatkan bahwa suatu program pemberdayaan ternyata tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien manakala hanya mengusung satu kegiatan saja. Dari ketiga macam kegiatan program pemberdayaan tersebut diatas, BMT dapat dikatakan cukup berhasil dibanding dua program lainnya. Kelebihan yang BMT dari kedua program lainnya adalah BMT dibentuk oleh warga masyarakat, pemerintah hanya memberi fasilitas. Dana awal berasal dari pribadi perintis, hal ini menumbuhkan tanggungjawab dari pengurus pada keberlanjutan modal tersebut. Pengurus dibekali kemampuan yang cukup dalam pengelolaan manajemen kelembagaan, sehingga sedikitnya pengurus memahami apa yang harus dilakukan.

14 Sementara pada program PDM-DKE dan P2KP, fasilitas dan sarana disediakan oleh pemerintah baik modal maupun mekanisme kerjanya dan masyarakat hanya tinggal menjalankan, secara psikologis hal ini menumbuhkan sikap bahwa mereka menjalankan tugas pemerintah segala aturan dan ketentuan harus sesuai dengan yang telah ditentukan pemerintah, dengan adanya hal tersebut pelaksanaan kegiatan menjadi sangat kaku dan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal. Pengurus kurang memahami konsep pemberdayaan di dalam pengembangan masyarakat yang menjadi tujuan pemerintah, sehingga di dalam pelaksanaannya proses pemberdayaan tidak tersentuh oleh pengurus. Selain itu pengurus juga tidak dibekali kemampuan manajemen yang baik dengan adanya hal tersebut pengurus tidak mampu mengelola program baik teknis maupun administrasi, dampaknya adalah ketidak jelasan data dari penerima dana pinjaman. Dampak yang dirasakan masyarakat, mereka dapat menikmati dananya tetapi tidak mampu mengembangkannya.

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Program Pinjaman Bergulir adalah merupakan salah satu pilihan masyarakat dari berbagai alternatif kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan. Pinjaman bergulir

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT A. Profil Pelaksanaan Perjanjian dalam Program Nasional

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Jakarta, 9 Maret 1994 KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENAGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Pendahuluan Upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 Latar Belakang Audit Sempit: Pemenuhan kewajiban Loan/Grant Agreement.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANF PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN ORGANISASI LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN

V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pembangunan multidimensi sehingga cara pemecahannya diperlukan suatu strategi komprehensif, terpadu, dan terarah

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah kemiskinan telah

Lebih terperinci

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM Draft PETUNJUK PELAKSANAAN Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM I. Pendahuluan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu upaya penanganan masalah kemiskinan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Bermasalah di BMT Amanah Mulia Magelang Setelah melakukan realisasi pembiayaan ijarah, BMT Amanah Mulia menghadapi beberapa resiko

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum Pd T-05-2005-C Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (P BM) 1. Pedoman umum 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan umum dalam penyelenggaraan, kelembagaan, pembiayaan, pembangunan prasarana

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

B A B 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan

B A B 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan 5 B A B 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Tidak mudah bagi Pemda DKI Jakarta menemukan model pemberdayaan masyarakat yang tepat. Untuk merumuskan inovasi tersebut Pemda DKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM A. Tahap pelaksanaan kegiatan Pilot Pembekalan kepada Fasilitator mengenai Sosialisasi Konsep dan Substansi kepada Masyarakat oleh Fasiltator FGD Dinamika (berbasis hasil RPK dan PS) 2 Teridentifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 14.A 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR : 14. A TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS (P3BK) TAHUN 2013

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMBANGUNAN BKM (BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT) LOKASI BARU 2010

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMBANGUNAN BKM (BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT) LOKASI BARU 2010 PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2011 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMBANGUNAN BKM (BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT) LOKASI BARU 2010 1 P a g e Periode tahun 2011 1.1 LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat laten dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DIREKTORAT PENANGANAN FAKIR MISKIN PESISIR PULAU- PULAU KECIL DAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Arahan Presiden Rapat Terbatas Tentang Keuangan

Lebih terperinci

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2. Universitas Gunadarma ABSTRACT

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2. Universitas Gunadarma ABSTRACT TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN EKONOMI (Studi Kasus pada Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Di Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok) Ade Andriyani 1 Tety Elida 2 1 Mahasiswa PS.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa koperasi, usaha

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN Tety Elida Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat tety@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN BERITA ACARA PENYELESAIAN PEKERJAAN ( BAP2 ) Nomor :.

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN BERITA ACARA PENYELESAIAN PEKERJAAN ( BAP2 ) Nomor :. PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN BERITA ACARA PENYELESAIAN PEKERJAAN ( BAP2 ) Nomor. Pada hari ini. tanggal.. bulan. tahun 20, kami yang bertanda tangan di bawah ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DANA REVOLVING KEGIATAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA MISKIN DAN ALIH PROFESI PENAMBANG PASIR KABUPATEN BANTUL TAHUN

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 25 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN DANA BANTUAN HIBAH STIMULAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MELALUI BADAN KESWADAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MEDAN

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MEDAN Lingkungan Kegiatan bermanfaat Swadaya berjalan bagus, hampir 50% (uang + tenaga) Tepat sasaran Tingkat keberlanjutan kegiatan cukup bagus (air bersih) Bagi KSM kegiatan lingkungan telah menambah pengetahuan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP 1. PENDAHULUAN BKM adalah lembaga masyarakat warga (Civil Society Organization), yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DI KOTA MALANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DI KOTA MALANG S A L I N A N Nomor 19/C, 2001 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN BANTUAN (COMMUNITY DEVELOPMENT) UNTUK MENGENTASKAN KEMISKINAN (CDMK) BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1. Deskripsi Kegiatan Program-program pembangunan yang selama ini terdapat di Kelurahan Cicadas pada umumnya masih didominasi program yang berasal dari Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Pencegahan Pembiayaan Bermasalah di BMT Al Hikmah Ungaran BMT Al Hikmah merupakan sebuah lembaga keuangan syariah non bank yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. danusahanya sudah berjalan sejak tahun Pada tanggal 20 Juli 2007

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. danusahanya sudah berjalan sejak tahun Pada tanggal 20 Juli 2007 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Usaha Ekonomi Kelurahan Simpan Pinjam (UEK- SP) Usaha Ekonomi Kelurahan Simpan Pinjam sudah lama berkembang danusahanya sudah berjalan sejak

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2015 SERI : E A BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA KEUANGAN INFORMAL TERHADAP PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA INFORMAL

PERAN LEMBAGA KEUANGAN INFORMAL TERHADAP PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA INFORMAL PERAN LEMBAGA KEUANGAN INFORMAL TERHADAP PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA INFORMAL Oleh: Asis Riat Winanto Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo Titi Rapini Prodi Ekonomi

Lebih terperinci

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA - 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR 08 / Per / Dep.2 / XII / 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan di lapangan dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM. Gambaran Umum Unit Pengelola Keuangan (UPK) Di Kelurahan. Gumawang Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.

BAB III GAMBARAN UMUM. Gambaran Umum Unit Pengelola Keuangan (UPK) Di Kelurahan. Gumawang Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. BAB III GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Unit Pengelola Keuangan (UPK) Di Kelurahan Gumawang Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. A. Profil Kelurahan Gumawang Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan 1.

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN GOTONG ROYONG (PDPGR) KARTU BARIRI TANI DAN KARTU BARIRI TERNAK DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang Mengingat : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 618 TAHUN 2010 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA INVESTASI DAERAH NON PERMANEN UNTUK

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PENDAMPING PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN TERPADU PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE 77 STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GUNUNGREJO, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri - Perkotaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri - Perkotaan i ii PEDOMAN SELEKSI DAN PENETAPAN LOKASI PPMK Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi BAB IV. mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga

2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi BAB IV. mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga 2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga dan bagi hasil sangatlah berbeda. 3) Untuk mengetahui tingkat kejujuran para anggota mengenai

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN A. Gambaran Umum KJKS BMT Mandiri Sekjahtera Karangcangkring Jawa Timur 1. Latar Belakang Berdirinya

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA UNTUK JAMINAN HUTANG PIHAK KETIGA YANG DILAKUKAN OLEH KOPERASI SERBA USAHA DUA TIGA

BAB III PRAKTIK PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA UNTUK JAMINAN HUTANG PIHAK KETIGA YANG DILAKUKAN OLEH KOPERASI SERBA USAHA DUA TIGA BAB III PRAKTIK PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA UNTUK JAMINAN HUTANG PIHAK KETIGA YANG DILAKUKAN OLEH KOPERASI SERBA USAHA DUA TIGA A. Pelaksanaan Simpan Pinjam yang Dilakukan oleh Pihak Koperasi

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci