Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK."

Transkripsi

1 BAB II KETERBAGIAN PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Mata Kuliah Mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberikan kemampuan pada mahasiswa untuk belajar bukti matematika. Materi dalam mata kuliah ini sangat sarat dengan pembuktian. Strategi pembuktian dikembangkan dalam memahami suatu konsep teori bilangan. Kemampuan membuktikan dalam mata kuliah ini diharapkan dapat menjembatani pemahaman mahasiswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika yang lebih abstrak ditingkat selanjutnya. Topik-topik pekuliahan yang dibahas dalam perkuliahan ini meliputi : Induksi Matematika, Algoritma Pembagian, Pembagi Persekutuan Terbesar, Algoritma Euclid, Kelipatan Persekutuan Terkecil, Sifat-sifat Dasar Kongruensi, Uji Pembagian, Kongruensi Liner dan Sistem Kongruensi Linear. B. Manfaat Mata kuliah teori bilangan merupakan dasar untuk mata kuliah matematika terapan dan matematika analisis sehingga mahasiswa diharapkan dapat mempelajari dan menguasai materi mata kuliah teori bilangan. C. Relevansi D. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 1. Mendefinisikan relasi habis dibagi. 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK. 3. Menentukan FPB dan KPK bilangan bilangan bulat. 4. Mendefinisikan bilangan prima, dan bilangan komposit dari bilangan bilangan bulat. 5. Membuktikan beberapa teorema yang berkenaan dengan habis dibagi

2 6. Membuktikan teorema yang berkenaan dengan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB dan KPK. 7. Menerapkan konsep dan sifat sifat habis dibagi, factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB dan KPK dalam matematika itu dalam persoalan sehari hari.

3 E. MATERI I. Sifat-Sifat Keterbagian Sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbagian ( divisibility ) merupakan dasar pengembangan teori bilangan, sehingga konsep- konsep tentang keterbagian akan banyak dijumpai di dalam uraian-uraian selanjutnya. Konsep-konsep keterbagian ini juga sering muncul dalam buku-buku yang membahas struktur aljabar atau aljabar modern. Jika suatu bilangan bulat dibagi oleh suatu bilangan bulat lain, maka hasil pembagiannya adalah bilangan bulat atau bukan bilangan bulat. Misalnnya jika 30 dibagi 5 maka hasl baginya adalah bilangan bulat 6 ; tetapi jika 30 dibagi 4, maka hasil baginya adalah 7,5 bukan bilangan bulat. Keadaan inilah yang mendasari definisi keterbagian. Definisi 2.1 Suatu bilangan bulat n adalah habis dibagi oleh suatu bilangan bulat m 0 jika ada suatu bilangan bulat x sehingga n = mx Notasi : m n dibaca m membagi n, n habis dibagi m, m faktor n, atau n kelipatan dari m M n dibaca m tidak membagi n, n tidak habis dibagi m, m bukan faktor n, atau n bukan kelipatan dari m Contoh sebab ada bilangan bulat 3 sehingga 12 = 4.3 atau = sebab ada bilangan bulat 8 sehingga 56 = 7.8 atau = sebab tidak ada bilangan bulat x sehingga 12 = 9x atau bukan bilangan bulat sebab ada bilangan bulat -9 sehingga -27 = (-9) (3) atau = -9

4 sebab ada bilangan bulat -6 sehingga 30 = (-6)(-5) atau = sebab ada bilangan bulat 8 sehingga -48 = 8(-6) atau = 8 7. Pembagi-pembagi atau faktor- faktor dari 4 adalah ± 1, ± 2, dan ± 4 8. Pembagi-pembagi atau faktor- faktor dari 8 adalah ± 1, ± 2, ± 4, dan ± 8 9. Pembagi-pembagi atau faktor- faktor dari 11 adalah ± 1, ± 11 Jika m n dan 0<m<n, maka m disebut pembagi murni dari n. Notasi m k n digunakan untuk menyatakan m k n tetapi m k+i n. Dengan Definisi 2.1 d atas, pembagian di dalam Z dapat dilakukan tanpa memperluas Z menjadi Q. kemudian, jika m, n Z dan mn = 0, maka m = 0 atau n = 0, dan dikatakan bahwa Z tidak mempunyai pembagi nol. Sifat ini mungkin dilakukannya penghapusan ( pengkanselan ), misalnya : Jika m,n Z dan 5m = 5, maka 5m 5n = 0, 5 (m n ) = 0 atau m n = 0 Karena 5 0, maka m n = 0 atau m = n. Jadi, persamaan 5m = 5n menjadi m = n tidak diperolah dengan mengalikan ruas kiri dan ruas kanan dengan (1/5) sebab (1/5) bukan bilangan bulat. Untuk selanjutnya, pernyataan m n sudah dianggap m 0 Dari Definisi 2.1 dapat ditentukan bahwa : 1. 1 x untuk setiap x Z karena ada x Z sehingga x = x. 1 Pernyataan-pernyataan 1 3, 1 5, 1 101, dan semuannya bernilai benar 2. X 0 untuk setiap x Z dan x 0 karena ada 0 Z sehinggga 0 = 0. X Pernyataan-pernyataan 3 0, 10 0, -5 0, dan semuannya bernilai benar 3. x x untuk setiap x Z dan x 0 karena ada 1 Z sehingga x = 1. X. Pernyataan-pernyataan 2 2, -3-3, 9 9, dan -5-5 semuannya bernilai benar

5 4. Jika x y, maka kemungkinan hubungan antara x dan y adalah x < y, x = y, atau x > y Misalnya 2 4 dengan 2 < 4, 2 2 dengan 2 > -2 Berikut ini akan di bahas dalil-dalil dasar. Sebelum dalil-dalil dasar dibuktikan, akan ditunjukkan peragaan-peragaan khusus, terutama diarahkan untuk memberikan masukan data atau fakta : 3 12 sebab ada 4 Z sehingga 12 = Apakah , , , dan 3 x. 12 untuk sebarang x Z? 3 60 sebab ada 20 Z sehingga 60 = 20.3, berarti sebab ada 28 Z sehingga 84 = 28. 3, berarti sebab ada 60 Z sehingga 180 = 60.3, berarti Bagaimana dengan 3 x.12 jika x Z? Dalil 2.1.a Bukti : Jika a,b, Z dan a b, maka a bc untuk semua x Z Karena diketahui bahwa a b, maka sesuai dengan definisi 2.1, ada suatu x Z Sehingga b = ax b = ax berarti bc = axc atau bc = a (cx). Ini berarti ada y = cx Z sehingga bc = ay jadi : a bc Untuk selanjutnya, uraian tentang pembuktian akan ditulis seringkas-ringkasnya sebab ada 4 Z sehingga 12 = sebab ada 5 Z sehingga 60 = sebab ada 20 Z sehingga 60 = 20.3

6 Apakah terjadi transsitivitas dalam keterbagian? Perhatikan sekali lagi : Mengapa 7 84 dan ? Apakah 7 252? sebab ada 36 Z sehingga 252 = 36.7 Dalil 2..1.b Jika a,b,c, Z, a b dan b c, maka a c Bukti : a b b = ax untuksuatu x Z b c c = by untuk suatu y Z ( c = by dan b = ax ) ( c = axy atau c = a ( xy ) ( c = a (xy) untuk suatu w = xy Z } a c Jadi : a c 3. Apakah 2 2 dan 2-2? Mengapa? Apakah 3 3 dan 3-3? Mengapa? Apakah a a dan a -a? Mengapa? Jika a b dan b a, mungkinkah a > b atau b < a? Mengapa? Jika a b dan b a, mungkinkah a = b? Mengapa? Jika a b dan b a, mungkinkah a = b? Mengapa? Dalil 2.1c Jika a,b ϵ Z, a b dan b a maka a = b

7 Bukti : a b b = ax untuk suatu x Z b a ( a = by untuk suatu y Z ( a = by dan b = ax ) ( a = ( ax) yaitu a = a ( xy)} a b a 0 a = a (xy) a ( 1 xy ) = 0 } xy = 0 { a 0 dan a ( 1 xy) = 0 } (1- xy = 0 ) ( 1 xy = 0 ) xy = 1 xy = 1 {( x = 1 dan y = 1 ) atau ( x = -1 atau y = -1 )} x = y = 1 a = by = b x = -y = -1 a = by = -b Jadi : a = b dan 3 27, apakah 3 ( ) dan 3 ( 12 27)? 3 39 sebab ada 13 Z sehingga 39 = sebab ada -5 Z sehingga -15 = -5.3 Dalil 2.2 Jika b = aq + r dengan 0 r < a, maka b disebut bilangan yang dibagi (dividend) a disebut bilanngan pembagi (divisor) q disebut bilangan hasil bagi (quotient) r disebut bilangan sisa (remainder)

8 Dalil 2.2 adaah dalil algoritma pembagian. Suatu algoritma adalah sustu metode atau prosedur matematis untuk memperoleh hasil tertentu, yang dilakukan menurut sejumlah langkah berurutan yang terhingga. Uraian tentang pembuktian dapat memberikangambaran adanya suatu metode, cara, atau prosedur matematis untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat q dan r sehingga b = qa + r Jika a = 2 dan b sebarang bilangan bulat positif, maka menurut dalil 2.2, b dapat dinyatakan dengan : b = 2q + r, 0 r < 2 Ini berarti bahwa niai-nilai b yang mungkin dapat ditentukan oleh nilai-nilai r yang mungkin yaitu r = 0 atau r = 1. Untuk r = 0, b = 2q + r = 2q + 0 = 2q b = 2q dengan q ϵ Z d disebut dengan bilangan bulat genap (even integer) Untuk r = 1, b = 2q + r = 2q + 1 b = 2q + 1 dengn q ϵ Z d disebut dengan bilangan bulat ganjil (odd integer) Berdasarkan dalil algoritma pembagian, setiap bilangan dapat dinyatakan sebagi bilangan bulat genap 2q atau bilangan ganjil (2q + 1). Perhatikan langkah berturut-turut dalam pembagian algoritma untuk menuliskan 567 dalam basis 2 dan 567 dalam basis = = = = = = = = = =

9 17 = = = = = = (567) 10 = ( ) 2 (567) 10 = (210000) 3 Contoh 2.2 diketahui : n adalah sebarang biangan bulat Buktikan : 2 (n 3 n) Bukti : menurut dalil pembagian algoritma, ada suatu bilangan bulat q sehingga n = 2q atau n = 2q + 1 Untuk n = 2q, dapat dicari ; n 3 n = n(n 2 1) = n(n-1)(n+1) n 3 n = 2{q(2q+1)(2q+2)} n 3 n = 2{q(2q-1)(2q+1)} Jadi 2 (n 3 n) Untuk n = 2q + 1, dapat dicari : n 3 n = n(n 2 1) = n(n-1)(n+1) = (2q+1)(2q+1-1)(2q+1+1) = (2q+1)(2q)(2q+2) = 2q(2q-1)(2q+1) Jadi 2 (n 3 n)

10 Dengan demikian 2 (n 3 n) untuk semuan n ϵ Z Contoh 2.3 diketahui : n adalah sebarang bilangan bulat Tunjukkan bahwa : 3 (n 3 n), untuk semua n ϵ Z Jawab : menurut dalil pembagian algoritma, ada suatu bilangan bulat q sehingga n = 3q, n = 3q + 1, atau n = 3q + 2 Untuk n = 3q dapat ditunjukkan : n 3 n = n(n-1)(n+1) = 3q(3q-1)(3q+1) n 3 n = 3{q(3q-1)(3q+1)} Jadi 3 (n 3 n) Untuk n = 3q + 1 dapat ditunjukkan bahwa : n 3 n = n(n-1)(n+1) = (3q+1)(3q+1-1)(3q+1+1) = (3q + 1)(3q)(3q + 2) n 3 n = 3{q(3q+1)(2q+2)} Jadi 3 (n 3 n) Untuk n = 3q + 2 dapat ditunjukkan bahwa : n 3 n = n(n-1)(n+1) = (3q+2)(3q+2-1)(3q+2+1) = (3q + 2)(3q + 1)(3q + 3) n 3 n = 3{(3q + 2)(3q + 1)(q + 1)} Jadi 3 (n 3 n) Dengan demikian 3 (n 3 n), untuk semua n ϵ Z

11 Contoh 2.4 Tunjuukan 4 (n 2 + 2), untuk semua n ϵ Z Jawab : dengan menggunakan bukti tidak langsung, anggaplah 4 (n 2 + 2). Sesuai dengan dalil pembagian algoritma, n ϵ Z dapat dinyatakan sebagai n = 2q atau n = 2q + 1 dengan q ϵ Z Untuk n = 2q : n = (2q) = 4q { 4 (n 2 + 2) dan n = 4q 2 + 2} { 4 (4q 2 + 2) } { 4 (4q 2 + 2) dan 4 (4q 2 ) } 4 2 Karena terjadi kontradiksi, yaitu 4 2 dan 4 2 maka anggapan bahwa 4 (n 2 + 2) adalah salah, berarti 4 (n Untuk n = 2q + 1 : n = (2q + 1) = 4q 2 + 4q n = 4(q 2 + q) + 3 { 4 (n 2 + 2) dan n = 4(q 2 + q) + 3 } { 4 4(q 2 + q) + 3 } { 4 (4(q 2 + q) + 3 dan 4 4(q 2 + q) } 4 3 Karena terjadi kontradiksi, yaitu 4 3 dan 4 3 maka anggapan bahwa 4 (n 2 + 2) adalah salah, berarti 4 (n 2 + 2) Jadi 4 (n 2 + 2) untuk semua n ϵ Z B. Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) Perhatikan dua bilangan bulat a = 6 dan b = 8 Jika A adalah himpunan semua faktor dari a, dan B adalah himpunan semua faktor dari b, serta C adalah himpunan faktor persekutuan dari a dan b, maka :

12 A = {-6, -3, -2, -1, 1, 2, 3, 6} B = {-8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8} C = A B = {-2, -1, 1, 2} Unsur (anggota, elemen) dari C yang terbesar adalah 2 2 merupakan FPB dari a = 6 dan b = 8 2 juga merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi a = 6 dan b = 8. Misalkan a = -6 dan b = 8 A = {-6, -3, -2, -1, 1, 2, 3, 6} B = {-8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8} C = A B = {-2, -1, 1, 2} Unsur (anggota, elemen) dari C yang terbesar adalah 2 2 merupakan FPB dari a = -6 dan b = 8 2 juga merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi a = -6 dan b = 8. Dengan jalan yang sama, jika diambil a = -6 dan b = -8, maka juga akan diperoleh faktor persekutuan terbesar dari a da b adalah 2. Untuk menyatakan FPB dari a dan b digunakan lambang (a, b), maka dapat ditentukan bahwa : (6, 8) = 2 (-6, 8) = 2 (-6, -8) = 2 Sekarang kita menentukan FPB, jika a atau b (tidak keduanya ) bernilai nol? Ambil a = 0 dan b = 6 A = himpunan semua faktor a = 0 = {,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7, }

13 B = himpunan semua faktor b = 6 = {-6,,,-3,-2,-1,1,2,3,,6} C = A B = {-6,-3,-2,-1,1,2,3,6} Unsur yang terbesar dari C adalah 6, berarti (a,b) = (0,6) = 6 Untuk a = 0 dan b = 0, perhatikan bahwa : A = {,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7, } B = {,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7, } C = A B = {,-7,-6,-5,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,5,6,7, } Sehingga tidak mungkin menemukan unsur yang terbesar dari C, atau FPB dari a = 0 dan b = 0 tidak ada. Definisi 2.3 Ditentukan x, y ϵ Z, x dan y keduanya tidak bersama-sama bernilai 0, a ϵ Z disebut pembagi (faktor) persekutuan dari x dan y jika a x (a membagi x) dan a y ( a membagi y) a ϵ Z disebut pembagi (faktor) persekutuan terbesar (gcd = greatest common divisor, gcf = greatest common factor) dari x dan y jika a adalah bilangan bulat positif terbesar yang membagi x (yaitu a x (a membagi x) dan a y ( a membagi y). Notasi : d = (x, y) dibaca d adalah faktor (pembagi) persekutuan terbesar dari x dan y. d = (x 1, x 2,.., x n ) dibaca d adalah faktor (pembagi) persekutuan terbesar dari x 1, x 2,.., x n Perlu diperhatikan bahwa d = (a,b) didefinisikan untuk setiap pasang bilangan bulat a,b ϵ Z kecuali a = 0 dan b = 0

14 Demikian pula, perlu dipahami bahwa (a,b) selalu bernilai bilangan bulat positif, yaitu d ϵ Z dan d 0 (atau d 1). Contoh Himpunan semua faktor 16 adalah : A = {-16,-8,-4,-2,-1,1,2,4,8,16} Himpunan semua faktor 24 adalah : B = {-24,-12,-8,-6,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,6,8,12,24} Himpunan semua faktor pesekutuan dari 16 dan 24 adalah: C= {-8,-4,-2,-1,1,2,4,8} karena unsur C yang terbesar adalah 8, maka (16,24) = 8 Tentukan (-16,24), (16,-24),(-16,-24),(24,-16) dan (-24,16)? 2. Himpunan semua faktor 12 adalah : {-12.-6,-3,-4,-2,-1, 1, 2, 3, 4, 6, 12} Himpunan semua faktor 18 adalah : {-18,-9,-6,-3,-2,-1,1, 2, 3, 6, 9, 18} Himp. semua faktor persekutuan 12 dan 18 adalah : {-6, -3, -2, -1, 1, 2, 3, 6} jadi : (12, 18) = 6 3. Perhatikan : (6, 9) = 3 dan 3 = (2) (6) + (-1) (9) (16,40) = 8 dan 8 = (3) (16) + (-1) (40) (60,105) = 15 dan 15 = (2) (60) + (-1) (105) dari ketiga kasus di atas nampak adanya kecenderungan bahwa (x, y) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear (ax + by) dengan a, b ϵ Z. 4. Perhatikan bahwa (6, 9) = 3

15 sekarang dibentuk kombinasi linear (6a + 9b dengan a, b ϵ Z. Nilai-niai (6a + 9b) adalah sebagai berikut : a = 0 dan b = 0 6a + 9b = 0 a = 0 dan b = 1 6a + 9b = 9 a = 1 dan b = 0 6a + 9b = 6 a = 1 dan b = -1 6a + 9b = -3 a = -1 dan b = 1 6a + 9b = 3 a = -1 dan b = 2 6a + 9b = 12 a = 2 dan b = -1 6a + 9b = 3 a = 1 dan b = -2 6a + 9b = -12 a = 0 dan b = -1 6a + 9b = -9 a = 2 dan b = -2 6a + 9b = -6 Nilai-nilai itu dapat disusun menjadi barisan :,-12,-9,-6,-3,0,3,6,9,12, Ambila S = {3,6,9,12, }, yaitu himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur-unsur yang positif, yaitu : S = {6a + 9b 6a + 9b 0 dan a, b ϵ Z} Karena S с N dan N adalah himpunan terurut, maka S mempunyai unsur terkecil, yaitu 3. Karena 3 ϵ S, maka 3 = 6a + 9b dengan a = 2 dan b = -1, atau a = -1 dan b = 1. Jadi bahwa 3 6 dan 3 9.

16 Dalil 2.4 Jika m ϵ Z dan m 0, maka (mx, my) = m(x, y) Bukti : Misalkan (ma, mb) = g g = max + mby dengan x, y ϵ Z (a, b) = t t = ra + sd mt = mra + msb (a, b) = t t a dan t b t a mt ma mt max t b mt mb mt mby mt max dan mt mby mt (max + mby) mt (max + mby) dan (max + mby) = g mt g (ma, mb) = g g ma dan g mb g mra dan g msb g (mra + msb) g mt Karena mt g dan g mt g = mt g = mt (ma, mb) = m(a, b) Jadi : (ma, mb) = m(a, b) Perhatikan : (6, 9) = 3, ternyata (6/3, 9/3) = (2, 3) = 1 (10, 25) = 5, ternyata (10/5, 25/5) = (2, 5) = 1 (21, 49) = 7, ternyata (21/7, 49/7) = (3, 7) = 1 Dari tiga kasus di atas, pola apa yang nampak? Dapatkah anda menduganya? Jika k = (24, 60), maka berapakah nilai k? carilah nilai (24/k, 60/k) Dalil 2.5 Jika x, y ϵ Z dan d = (x, y) maka (x/d, y/d) = 1

17 Bukti : d = (x, y) d x dan d y) x/d, y/d ϵ Z (x, y) = (d. x/d, d. y/d) = d(x/d, y/d)d d = d(x/d, y/d) Karena d 0 dan d = d(x/d, y/d) 1 = (x/d, y/d) (x/d, y/d) = 1 Perhatikan : 6 60 atau , ternyata (6, 5) = 1 dan atau , ternyata (5, 7) = 1 dan atau , ternyata (14, 5) = 1 dan atau , ternyata (3, 9) 1 dan atau , ternyata (7, 14) 1 dan 7 8 Dari kasus-kasus di atas, cobalah membuat dugaan adanya pola yang mungkin. Jika 2 t. 5, apakah 2 t? Jika 3 p. 11, dan p adalah bilangan prima, apakah 3 11? Jika 5 q. 10, apakah selalu 5 q? Dalil 2.6 Jika p,g,r ϵ Z, p qr, dan (p, q) = 1, maka p r Bukti: (p, q) = 1 1 adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk pa + qb dengan a,b ϵ Z pa + qb = 1 p qr r(pa + qb) = r (1) par + qrb = r p qrb p par dan p qrb p (par + qrb) p (par + qrb) dan (par + qrb) = r p r

18 Perhatikan : (2, 5 ) = 1 dan (3, 5) = 1, ternyata (2.3, 5) = (6, 5) = 1 (3, 7 ) = 1 dan (4, 7) = 1, ternyata (3.4, 7) = (12, 7) = 1 (10, 17) = 1 dan (15, 17) = 1, ternyata (10.15, 17) = (150, 17) = 1 (4, 15 ) = 1 dan (10, 15) = 5, ternyata (4.10, 15) = (40, 15) = 5 (6, 21 ) = 3 dan (8, 21) = 1, ternyata (6.8,21) = (48, 21) = 3 Apakah kasus-kasus di atas dapat memberikan gambaran adanya suatu pola? Dari (5, 8) = 1 dan (7, 8) = 1, berapakah (35, 8)? Dari (9, 10) = 1 dan (7, 10) = 1, berapakah (63, 10)? Dari (5, 13) = 1 dan (12, 13) = 1, berapakah (60, 13)? Dari (6, 12) = 6 dan (7, 12) = 1, berapakah (42, 12)? Dari (9, 14) = 1 dan (7, 14) = 7, berapakah (63, 14)? Dalil 2.7 Jika (x, y) = 1 dqn (y, t) = 1, maka (x, y, t) = 1 Bukti : (x, t) = 1 ada p, q ϵ Z sehingga px + qt = 1 (y, t) = 1 ada r, s ϵ Z sehingga ry + st = 1 px + qt = 1 ry + st = 1 px = 1 qt ry = 1 st (px)(ry) = (1 qt)(1 st) = 1 qt st + qst 2 = 1 (q + s qst)t (xy)(ry) = 1 (q + s qst)t (pr)(xy) + (q + s qs)t = 1

19 Jika u = pr dan v = q + s qs, maka u ϵ z dan v ϵ Z, sehingga : uxy + vt = 1 Karena 1 merupakan bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk u(xy) + v(t) = 1 Dan tidak mungkin ada bilangan bulat positif yang kurang dari 1 dan mempunyai bentuk itu, maka haruslah (x y, t) = 1 Perhatikan Kasus Berikut : Jika diketahui a = 12 dan b = 18, serta : A = himpunan semua faktor 12 B = himpunan semua faktor 18 C = himpunan semua faktor persekutuan dari 12 dan 18 Maka dapat ditentukan bahwa : A = {-12,-6,-4,-3,-2,-1,1,2,3,4,6,12} B = {-18,-9,-6,-3,-2,-1,1,2,3,6,9,18} C = {-6,-3,-2,-1,1,2,3,6} Sehingga : d = (a, b) = (12, 18) = 6 Dalil 2.8 Ditentukan x, y ϵ Z d = (x, y) jika dan hanya jika d 0, d x, d y, dan f d untuk setiap f pembagi persekutuan dari x dan y. Bukti : d = (x, y), maka menurut definisi, d adalah bilangan bulat positif yang membagi x dan y, berarti d 0, d x dan d y

20 d = (x, y) berarti pula d adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk (ax + by) dengan a,b ϵ Z, yaitu d = ax + by Misalkan f adalah sebarang pembagi persekutuan dari x dan y, maka f x dan f y, sehingga f ax, f by, atau f (ax + by) {f (ax + by) dan d = (ax + by) f d Sebaliknya, jika d 0, d x, d y, dan f d (f adalah sebarang pembagi persekutuan dari x dan y), maka d f (sebab d = kf, kϵz Karena d dan f adalah faktor-faktor persekutuan dari d f, berarti d adalah faktor persekutuan terbesar ari x dan y, yaitu d = (x, y) Perhatikan beberapa peragaan berikut : Diketahui a = 4 dan b = 6, jelas bahwa (4, 6) =2 dan (6, 4) = 2 selanjutnya (4, -6) = 2 dan (-4, 6) = 2, serta (-4, -6) = 2 Jelas bahwa (a,b) = (b,a) = (a,-b) = (-a,b) = (-a,-b) Cobalah anda selesaikan jika a = 8 dan b = 12? Bila permasalahan diperluas, maka dapat ditentukan bahwa : (4,10) = 2 atau (4,6+4) = 2 (4,6) (4,14) = 2 atau (4,6+2.4) = 2 = (4,6) (4,18) = 2 atau (4,6+3.4) = 2 = (4,6) (4,26) = 2 atau (4,6+5.4) = 2 = (4,6) Apakah (4,6) = (4,6+k.4), untuk k = 1,2,3,5? Apakah (14,35) = (14,35+t.14), untuk t = 1,2,3,4,5,6? Apakah (14,35) = (14,35+t.14), untuk sebarang t ϵ Z?

21 Dalil 2.3 Jika d =( x, y), maka d adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk mx + ny dengan m,n Z Bukti : Dibentuk kondisi linear (ax + by ) dengan a,b, Z Barisan bilangan (ax + by ) memuat bilangan-bilangan yang bernilai negatif, Bilangan nol ( untuk a = 0 dan b = 0 ), dan yang bernilai positif. Ambil S = { ax + by ax + by > 0 dan a,b Z ), maka dapat ditentukkan bahwa S N. karena S N dan N merupakan himpunan yang terurut, maka S mempunyai unsure terkecil, sebutlah dengan t. Karena t S, maka tentu ada a, = m dan b = n sehingga t = mx + ny. selanjutnya dapat dibuktikan bahwa t x dan t y. Untuk membuktikan t x digunakan bukti tidak langsung. Misalkan t x, maka menurut dalil 2.2 ada q,r Z sehingga x = tq + r dengan 0 < r < t r = x tq = x (mx + ny)q = (1 mq)x + (-nq)y r = ix + jy dengan i = (1 mq) Z dan j = -nq Z Jadi: r = (ix + jy) S Dengan keadaan r,t S, t adalah unsur terkecil S dan r < t, berarti terjadi kontradiksi, dengan demikian anggapan t x adalah tidak benar. Jadi: t x Dengan jalan yang sama dapat ditunjukan bahwa t y

22 Dari t x dan t y berarti t adalah faktor persekutuan dari x dan y. Karena t adalah faktor persekutuan dari x dan y, dan d adalah faktor persekutuan terbesar dari x dan y, maka d t. Cara lain untuk manunjukan bahwa d t adalah sebagai berikut : d = (x,y) d x ada v Z sehingga x = dv d = (x,y) d y ada w Z sehingga y = dw t = mx + ny = m(dv) + n(dw) t = d(mv + nw) d t karena d t, d > 0, dan t > 0, maka sesuai dengan dalil 2.1.f, d t d < t sebab t adalah faktor persekutuan dari x dan y, dan d adalah faktor persekutuan terbesar dari x dan y Jadi: d = t = mx +by Dari uraian bukti dalil 2.3 jelas bahwa: d = (x,y) merupakan bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk (ax + by) dangan a,b Z. Dalil 2.4 Jika m Z dan m > 0, maka (mx,my) = m(x,y) Bukti : Misalkan (ma,mb) = g g = max + mby dengan x,y Z (a,b) = t t = ra + sb mt = mra + msb (a,b) = t t a dan t b t a mt ma mt max

23 t b mt mb mt mby mt max dan mt mby mt (max + mby) mt (max + mby) dan (max + mby) = g mt g (ma,mb) = g g ma dan g mb g mra dan g msb g (mra + msb) g mt karena mt g dan g mt g = mt g = mt (ma,mb) = m(a.b) Jadi: (ma,mb) = m(a,b) Dalil 2.2 Jika b = aq + r dengan 0 r < a, maka b disebut bilangan yang dibagi (dividend) a disebut bilanngan pembagi (divisor) q disebut bilangan hasil bagi (quotient) r disebut bilangan sisa (remainder) Dalil 2.2 adaah dalil algoritma pembagian. Suatu algoritma adalah sustu metode atau prosedur matematis untuk memperoleh hasil tertentu, yang dilakukan menurut sejumlah langkah berurutan yang terhingga. Uraian tentang pembuktian dapat memberikangambaran adanya suatu metode, cara, atau prosedur matematis untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat q dan r sehingga b = qa + r Jika a = 2 dan b sebarang bilangan bulat positif, maka menurut dalil 2.2, b dapat dinyatakan dengan : b = 2q + r, 0 r < 2

24 Ini berarti bahwa niai-nilai b yang mungkin dapat ditentukan oleh nilai-nilai r yang mungkin yaitu r = 0 atau r = 1. Untuk r = 0, b = 2q + r = 2q + 0 = 2q b = 2q dengan q ϵ Z d disebut dengan bilangan bulat genap (even integer) Untuk r = 1, b = 2q + r = 2q + 1 b = 2q + 1 dengn q ϵ Z d disebut dengan bilangan bulat ganjil (odd integer) Berdasarkan dalili algoritma pembagian, setiap bilangan dapat dinyatakan sebagi bilangan bulat genap 2q atau bilangan ganjil (2q + 1). Perhatikan langkah berturut-turut dalam pembagian algoritma untuk menuliskan 567 dalam basis 2 dan 567 dalam basis = = = = = = = = = = = = = = = = (567) 10 = ( ) 2 (567) 10 = (210000) 3 Contoh 2.2 diketahui : n adalah sebarang biangan bulat Buktikan : 2 (n 3 n)

25 Bukti : menurut dalil pembagian algoritma, ada suatu bilangan bulat q sehingga n = 2q atau n = 2q + 1 Untuk n = 2q, dapat dicari ; n 3 n = n(n 2 1) = n(n-1)(n+1) = (2q+1)(2q)(2q+2) = 2q(2q-1)(2q+1) n 3 n = 2{q(2q+1)(2q+2)} n 3 n = 2{q(2q-1)(2q+1)} Jadi 2 (n 3 n) Jadi 2 (n 3 n) Dengan demikian 2 (n 3 n) Untuk n = 2q + 1, dapat dicari : untuk semuan n ϵ Z n 3 n = n(n 2 1) = n(n-1)(n+1) = (2q+1)(2q+1-1)(2q+1+1) Contoh 2.3 diketahui : n adalah sebarang bilangan bulat Tunjukkan bahwa : 3 (n 3 n), untuk semua n ϵ Z Jawab : menurut dalil pembagian algoritma, ada suatu bilangan bulat q sehingga n = 3q, n = 3q + 1, atau n = 3q + 2 Untuk n = 3q dapat ditunjukkan : n 3 n = n(n-1)(n+1) = 3q(3q-1)(3q+1) n 3 n = 3{q(3q-1)(3q+1)} Jadi 3 (n 3 n) Untuk n = 3q + 1 dapat ditunjukkan bahwa : n 3 n = n(n-1)(n+1)

26 = (3q+1)(3q+1-1)(3q+1+1) = (3q + 1)(3q)(3q + 2) n 3 n = 3{q(3q+1)(2q+2)} Jadi 3 (n 3 n) Untuk n = 3q + 2 dapat ditunjukkan bahwa : n 3 n = n(n-1)(n+1) = (3q+2)(3q+2-1)(3q+2+1) = (3q + 2)(3q + 1)(3q + 3) n 3 n = 3{(3q + 2)(3q + 1)(q + 1)} Jadi 3 (n 3 n) Dengan demikian 3 (n 3 n), untuk semua n ϵ Z Contoh 2.4 Tunjuukan 4 (n 2 + 2), untuk semua n ϵ Z Jawab : dengan menggunakan bukti tidak langsung, anggaplah 4 (n 2 + 2). Sesuai dengan dalil pembagian algoritma, n ϵ Z dapat dinyatakan sebagai n = 2q atau n = 2q + 1 dengan q ϵ Z Untuk n = 2q : n = (2q) = 4q { 4 (n 2 + 2) dan n = 4q 2 + 2} { 4 (4q 2 + 2) } { 4 (4q 2 + 2) dan 4 (4q 2 ) } 4 2 Karena terjadi kontradiksi, yaitu 4 2 dan 4 2 maka anggapan bahwa 4 (n 2 + 2) adalah salah, berarti 4 (n Untuk n = 2q + 1 : n = (2q + 1) = 4q 2 + 4q

27 n = 4(q 2 + q) + 3 { 4 (n 2 + 2) dan n = 4(q 2 + q) + 3 } { 4 4(q 2 + q) + 3 } { 4 (4(q 2 + q) + 3 dan 4 4(q 2 + q) } 4 3 Karena terjadi kontradiksi, yaitu 4 3 dan 4 3 maka anggapan bahwa 4 (n 2 + 2) adalah salah, berarti 4 (n 2 + 2) Jadi 4 (n 2 + 2) untuk semua n ϵ Z DALIL 2.10 DALIL ALGORITMA EUCLIDES Jika r 0, r 1 ϵ Z, r 0 r 1, dan dengan langkah-langkah algoritma pembagian diberikan suatu barisan menurun bilangan-bilangan bulat : r 0, r 1, r 2,.., r k-1, r k, r k+1 = 0 Yaitu : r 0 = q 1 r 1 + r 2 0 r 2 < r 1 r 1 = q 1 r 2 + r 3 0 r 3 < r 2... r k-2 = q k-1 r k-1 + r k 0 r k < r k-1 r k-1 = q k r k + r k+1 r k+1 = 0 maka (r 0, r 1 ) = r k Contoh 2.5 Carilah (105, 60) dengan Algoritma Euclides Penyelesaian :

28 105 = , 0 45 < = , 0 15 < = , Jadi : (105, 60) = 15 Contoh 2.6 Carilah (570, 1938) dengan Algoritma Euclides Penyelesaian : 1938 = , < = , < = , Jadi : (1938, 570) = 114 Contoh 2.7 Nyatakan (105,60) sebagai 105a + 60b Penyelesaian : 15 = 60-1(45) 45 = 105 1(60) Sehingga : 15 = 60 1(45) = 60 1(105 60) = = = (-1)105 + (2)60 Jadi : a = -1 dan b = 2 Contoh 2.8 Carilah nilai a dan b sehingga : (570,1938) = 570a b Penyelesaian : 114 = 570 2(228)

29 228 = (570) Sehingga : 114 = 570 2(228) = 570 2(1938 (3.570) = 7(570) 2(1938) 114 = 7(570) 2(1938) Jadi : a = 7 dan b = -2 Dalil 2.11 Jika a,b ϵ Z, maka r(k) = a s(k) + b t(k) Dimana : 1. n = 0, 1, 2, 2. s(n) adalah suku-suku barisan yang didefinisikan secara rekursif dengan : s(0) = 1 dan s(1) = 0 s(n) = s(n-2) q(n-1) s(n-1), n = 2, 3,, k 3. t(n) adalah suku-suku barisan yang didefinisikan secara rekursif dengan : t(0) = 0 dan t(1) = 1 t(n) = t(n-2) q(n-1) t(n-1), n = 2, 3,, k 4. q(n) adalah hasil bagi dalam langkah-langkah pembagian algoritma Contoh 2.9 Carilah (120,75) dan nyatakan sebagai kombinasi linear dari 120 dan 75 Penyelesaian : 120 = q(1) = 1 75 = q(2) = 1 45 = q(3) = 1 30 = 2.15 Jadi : (120,75) = 15

30 s(0) = 1 t(0) = 0 s(1) = 0 t(1) = 1 s(2) = s(0) s(1)q(1) t(2) = t(0) t(1)q(1) = 1 0 = = 1 = -1 s(3) = s(1) s(2)q(2) t(3) = t(1) t(2)q(2) = = 1 (-1).1 = -1 = 2 s(4) = s(2) s(3)q(3) t(4) = t(2) t(3)q(3) = 1 (-1).1 = = 2 = -3 Jadi : (120, 75) = 15 = Definisi 2.4 Jika x, y ϵ Z, x 0 dan y 0 maka : a. m disebut kelipatan persekutuan (common multiple) dari x dan y jika x m dan y m b. m disebut kelipatan persekutuan terkecil dari x dan y jika m adalah bilangan bulat positif terkecil sehingga x m dan y m Notasi : m = [x, y] dibaca m adalah kelipatan persekutuan terkecil dari x dan y. Dengan jalan yang sama dapat didefinisikan kelipatan persekutuan tekecil dari 3 bilangan, 4 bilangan,, n bilangan, misalnya : n = [x,y,z] dibaca n adalah KPK dari x, y, dan z q = [a,b,c,d] dibaca q adalah KPK dari a, b, c, dan d

31 Contoh 2.10 Carilah [12, 16] Jawaban ; Karena [12,16] bernilai positif, maka [12,16] dapat dicari dari kelipatan-kelipatan persekutuan 12 dan 16 yang positif. Kelipatan 12 yang positif adalah 12,24,36,48,60,72,84,96, 108, 120,132,144,156, Kelipatan 16 yang positif adalah 16,32,48,64,80,96,112,128, 144, 160,176, 48 adalah KPK 12 dan 16 sebab dan adalah KPK dari 12 dan 16 sebab dan Kelipatan kelipatan persekutuan dari 12 dan 16 adalah 48, 96, 144, 192, Dari barisan bilangan KPK dari 12 dan 16 yang terkecil adalah 48, sehingga [12, 16] = 48 Dalil 2.11 Ditentukan x,y ϵ Z, x 0, dan y 0 m = [x, y], jika dan hanya jika x m, y m, m 0 dan untuk sebarang kelipatan persekutuan n dari x dan y berlaku m n. Contoh : [2, 3] = 6 dan [6, 9] = [3.2, 3.3] = 18 = 3.6 [2, 5] = 10 dan [8, 20] = [4.2, 4.5] = 40 = 4.10 [3, 5] = 15 dan [30, 50] = 10.3, 10.5] = 150 = Dalil 2.12 untuk sebarang m ϵ N berlaku [mn,my] = m[x,y] Contoh : (2, 3) = 1, [2, 3] = 6, dan 2.3 = 6 (2, 5) = 1, [2, 5] = 10 dan 2.5 = 10 (3, 4) = 1, [3, 4] = 12 dan 3.4 = 12

32 (4, 9) = 1, [4, 9] = 36 dan 4.9 = 36 (8,15) = 1, [8, 15] = 120 dan 8.15 = 120 Apakah (2,3)[2,3] = 2.3, (2,5)[2,5] = 2.5, (3,4)[3,4] = 3.4, (4,9)[4,9] = 4.9, dan (8,15)[8,15] = 8.15? Dalil 2.13 Jika a,b ϵ N, dan (a, b) = 1, maka (a,b)[a,b] = a.b Contoh : (4, 6) = 2, [4, 6] = 12, dan 4.6 = 24 = 2.12 (6, 8) = 2, [6, 8] = 24, dan 6.8 = 48 = 2.24 (9, 15) = 3, [9, 15] = 45 dan 9.15 = 135 = 3.45 Apakah (4,6)[4,6] = 4.6, (6,8)[6,8] = 6.8, dan (9,15)[9,15] = 9.15? Dalil 2.14 Jika a,b ϵ N, maka (a,b)[a,b] = ab

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS Program Studi : Pendidikan Matematika Semester : IV (Empat) Oleh : Nego Linuhung, M.Pd Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dan Kelipatan

Lebih terperinci

TEORI BILANGAN (3 SKS)

TEORI BILANGAN (3 SKS) BAHAN AJAR: TEORI BILANGAN (3 SKS) O l e h Drs. La Misu, M.Pd. (Dipakai dalam Lingkungan Sendiri) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima BAB II KETERBAGIAN 2.1 Pendahuluan Pada pertemuan minggu ke-3, dan 4 ini dibahas konsep keterbagian, algoritma pembagian dan bilangan prima pada bilangan bulat. Relasi keterbagian pada himpunan semua bilangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori dalam aljabar dan teori bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan carmichael akan dibutuhkan definisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan N a m a : NIM/Kelas : Waktu Kuliah : Kompetensi Dasar dan Indikator: 1. Memahami pengertian faktor dan kelipatan bilangan bulat. a) Menuliskan denisi faktor suatu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-nya lah dan hidayah-nya jualah penulisan makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu. Makalah ini

Lebih terperinci

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

BAB I INDUKSI MATEMATIKA BAB I INDUKSI MATEMATIKA 1.1 Induksi Matematika Induksi matematika adalah suatu metode yang digunakan untuk memeriksa validasi suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Dalam pembahasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi penjumlahan dua bilangan kuadrat sempurna. Seperti, teori keterbagian bilangan bulat, bilangan prima, kongruensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11

Lebih terperinci

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN Oleh. Nikenasih B 1.1 SIFAT HABIS DIBAGI PADA BILANGAN BULAT Untuk dapat memahami sifat habis dibagi pada bilangan bulat, sebelumnya perhatikan

Lebih terperinci

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

Keterbagian Pada Bilangan Bulat Latest Update: March 8, 2017 Pengantar Teori Bilangan (Bagian 1): Keterbagian Pada Bilangan Bulat Muhamad Zaki Riyanto Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Lebih terperinci

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout Latest Update: March 10, 2017 Pengantar Teori Bilangan (Bagian 3): Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout M. Zaki Riyanto Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan prima, bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas (square free), keterbagian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep bilangan bulat, bilangan prima,modular, dan kekongruenan. 2.1 Bilangan Bulat Sifat Pembagian

Lebih terperinci

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Induksi Matematika Induksi matematika adalah : Salah satu metode pembuktian untuk proposisi perihal bilangan bulat Induksi matematika merupakan teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai 1 TEORI KETERBAGIAN Bilangan 0 dan 1 adalah dua bilangan dasar yang digunakan dalam sistem bilangan real. Dengan dua operasi + dan maka bilangan-bilangan lainnya didenisikan. Himpunan bilangan asli (natural

Lebih terperinci

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0. TEORI BILANGAN Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0. Sifat Pembagian pada Bilangan Bulat Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan

Lebih terperinci

Pengantar Teori Bilangan

Pengantar Teori Bilangan Pengantar Teori Bilangan Kuliah 2 2/2/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 1 Materi Kuliah 2 Teori Pembagian dalam Bilangan Bulat Algoritma Pembagian Pembagi Persekutuan Terbesar 2/2/2014 2 Algoritma Pembagian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Sejak tiga abad yang lalu, pakar-pakar matematika telah menghabiskan banyak waktu untuk mengeksplorasi dunia bilangan prima. Banyak sifat unik dari bilangan prima yang menakjubkan.

Lebih terperinci

Teori Bilangan (Number Theory)

Teori Bilangan (Number Theory) Bahan Kuliah ke-3 IF5054 Kriptografi Teori Bilangan (Number Theory) Disusun oleh: Ir. Rinaldi Munir, M.T. Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung 2004 3. Teori Bilangan Teori bilangan

Lebih terperinci

Pemfaktoran prima (2)

Pemfaktoran prima (2) FPB dan KPK Konsep Habis Dibagi Definisi: Jika a suatu bilangan asli dan b suatu bilangan bulat, maka a membagi habis b (dinyatakan dengan a b) jika dan hanya jika ada sebuah bilangan bulat c demikian

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

BAB V BILANGAN BULAT

BAB V BILANGAN BULAT BAB V BILANGAN BULAT PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibicarakan sistem bilangan bulat, yang akan dimulai dengan memperluas sistem bilangan cacah dengan menggunakan sifat-sifat baru tanpa menghilangkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Sebelum kita membahas mengenai uji primalitas, terlebih dahulu kita bicarakan beberapa definisi yang diperlukan serta beberapa teorema dan sifat-sifat yang penting dalam teori bilangan

Lebih terperinci

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul Training of Trainer (TOT) Olimpiade Matematika Tingkat Sekolah Menengah Atas Untuk Guru-guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan DIKTAT KULIAH ( sks) MX 17 Teori Bilangan (Revisi Terakhir: Juli 009 ) Oleh: Didit Budi Nugroho, S.Si., M.Si. Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana KATA

Lebih terperinci

BIDANG MATEMATIKA SMA

BIDANG MATEMATIKA SMA MATERI PENGANTAR OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG MATEMATIKA SMA DISUSUN OLEH: TIM PEMBINA OLIMPIADE MATEMATIKA TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA Juli 009 KATA PENGANTAR Olimpiade Sains Nasional (OSN)

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR TEORI BILANGAN DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 KATA PENGANTAR ب

Lebih terperinci

Contoh-contoh soal induksi matematika

Contoh-contoh soal induksi matematika Contoh-contoh soal induksi matematika Buktikan bahwa 2 n > n + 20 untuk setiap bilangan bulat n 5. (i) Basis induksi : Untuk n = 5, kita peroleh 2 5 > 5 + 20 adalah suatu pernyataan yang benar. (ii) Langkah

Lebih terperinci

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER Disusun : NIM : 12141424 Nama : Ristiana Prodi : Teknik Informatika B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN ILMU KOMPUTER EL RAHMA YOGYAKARTA 2016 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*) PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*) A. Faktor Prima Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan faktor prima sebuah bilangan adalah pembagi habis dari sebuah bilangan

Lebih terperinci

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP Kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari bab ini adalah sebagai berikut. (1) Dapat memberikan sepuluh contoh notasi dalam teori bilangan dan menjelaskan masing-masing

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING Dr. Adi Setiawan, M.Sc G R A F I K A Penerbit Tisara Grafika SALATIGA 2014 Katalog Dalam Terbitan 512.24 ADI Adi Setiawan d Dasar-dasar aljabar modern:

Lebih terperinci

TEORI KETERBAGIAN.

TEORI KETERBAGIAN. TEORI KETERBAGIAN 1 ALGORITMA PEMBAGIAN Teorema 2.1: (Algoritma Pembagian) Diberikan bilangan bulat a dan b, dengan b > 0, maka ada bilangan bulat tunggal q dan r yang memenuhi a = qb + r, 0 r < b. Bilangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40 DAFTAR ISI 1 TEORI KETERBAGIAN 1 1.1 Algoritma Pembagian............................. 2 1.2 Pembagi persekutuan terbesar........................ 5 1.3 Algoritma Euclides.............................. 12

Lebih terperinci

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa : TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa : 1 Menggunakan algoritma Euclid untuk menyelesaikan masalah. 2 Menggunakan notasi kekongruenan. 3 Menggunakan teorema Fermat dan teorema

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada II. LANDASAN TEORI Pada bilangan ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep bilangan sempurna, bilangan bulat, bilangan prima,faktor bilangan bulat dan kekongruenan. 2.1

Lebih terperinci

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011 0 KATA PENGANTAR Aljabar abstrak

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE Oleh: MUSTHOFA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2007 1 TEORI BILANGAN Dalam teori bilangan, semesta pembicaraan

Lebih terperinci

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika Pembaharuan Terakhir: 28 Maret 2017 Pengantar Teori Bilangan (Bagian 5): Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika M. Zaki Riyanto Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA HANDOUT TEORI BILANGAN MUSTHOFA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011 1 RELASI KETERBAGIAN Dalam teori bilangan, semesta pembicaraan

Lebih terperinci

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Matematika Diskrit Reza Pulungan Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta March 31, 2011 Teori Bilangan (Number Theory) Keterbagian (Divisibility) Pada bagian ini kita hanya akan berbicara

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

Materi Olimpiade Tingkat Sekolah Dasar BIDANG ALJABAR

Materi Olimpiade Tingkat Sekolah Dasar BIDANG ALJABAR Materi Olimpiade Tingkat Sekolah Dasar BIDANG ALJABAR Caturiyati M.Si. Jurdik Matematika FMIPA NY wcaturiyati@yahoo.com Operasi Dasar (penjumlahan pengurangan perkalian pembagian) Hal-hal yang perlu diperhatikan

Lebih terperinci

Pengantar Teori Bilangan

Pengantar Teori Bilangan Pengantar Teori Bilangan I Bilangan Bulat dan Operasinya Pembekalan dan pemahaman dasar tentang bentuk bilangan pada suatu kelompok/set/himpunan salah satunya adalah bilangan bulat (yang lazim disebut

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

1 INDUKSI MATEMATIKA

1 INDUKSI MATEMATIKA 1 INDUKSI MATEMATIKA Induksi Matematis Induksi matematis merupakan teknik pembuktian yang baku di dalam matematika. Melalui induksi matematis maka dapat mengurangi langkah-langkah pembuktian bahwa semua

Lebih terperinci

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan. Nama : Teori bilangan Kode /SKS : MAT- / 2 sks Program Studi : Pendidikan Matematika Semester : IV (Empat) TEORI BILANGAN Oleh : RINA AGUSTINA, M.Pd. NEGO LINUHUNG, M.Pd Mata kuliah ini masih merupakan

Lebih terperinci

Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) Ada suatu konsep yang paralel dengan konsep faktor persekutuan terbesar (FPB), yang dikenal faktor persekutuan terkecil (KPK). Suatu bilangan bulat c disebut kelipatan

Lebih terperinci

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. Dengan menggunakan ruas garis yang sudah ada, tentukan banyak jajar genjang tanpa sudut siku-siku pada

Lebih terperinci

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 202 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 203 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL BAGIAN PERTAMA Disusun oleh : BAGIAN PERTAMA. Tanpa mengurangi keumuman misalkan

Lebih terperinci

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih Mata Pelajaran Wajib Disusun Oleh: Ngapiningsih Disklaimer Daftar isi Disklaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu Guru melaksanakan pembelajaran. Materi powerpoint

Lebih terperinci

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS MODUL 1 Teori Bilangan Bilangan merupakan sebuah alat bantu untuk menghitung, sehingga pengetahuan tentang bilangan, mutlak diperlukan. Pada modul pertama ini akan dibahas mengenai bilangan (terutama bilangan

Lebih terperinci

FAKTORISASI SUKU ALJABAR

FAKTORISASI SUKU ALJABAR 1 FAKTORISASI SUKU ALJABAR Pernahkah kalian berbelanja di supermarket? Sebelum berbelanja, kalian pasti memperkirakan barang apa saja yang akan dibeli dan berapa jumlah uang yang harus dibayar. Kalian

Lebih terperinci

MENENTUKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) DAN FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) DENGAN METODE EBIK

MENENTUKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) DAN FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) DENGAN METODE EBIK MENENTUKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) DAN FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) DENGAN METODE EBIK Nuryadi, S.Pd, M.Pd. 1 A. PENDAHULUAN Pendidikan hendaknya mampu membentuk cara berpikir dan berprilaku

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Teori Himpunan Drs. Sukirman, M.Pd. M PENDAHULUAN odul ini memuat pembahasan teori himpunan dan himpunan bilangan bulat. Teori himpunan memuat notasi himpunan, relasi dan operasi dua himpunan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi, penjelasan, dan teorema yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang diberikan diantaranya adalah definisi

Lebih terperinci

Manusia itu seperti pensil Pensil setiap hari diraut sehingga yang tersisa tinggal catatan yang dituliskannya. Manusia setiap hari diraut oleh rautan

Manusia itu seperti pensil Pensil setiap hari diraut sehingga yang tersisa tinggal catatan yang dituliskannya. Manusia setiap hari diraut oleh rautan Manusia itu seperti pensil Pensil setiap hari diraut sehingga yang tersisa tinggal catatan yang dituliskannya. Manusia setiap hari diraut oleh rautan umur hingga habis, dan yang tersisa tinggal catatan

Lebih terperinci

2. Pengurangan pada Bilangan Bulat

2. Pengurangan pada Bilangan Bulat b. Penjumlahan tanpa alat bantu Penjumlahan pada bilangan yang bernilai kecil dapat dilakukan dengan bantuan garis bilangan. Namun, untuk bilangan-bilangan yang bernilai besar, hal itu tidak dapat dilakukan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIOPHANTINE

PERSAMAAN DIOPHANTINE http://muhammadalfaridzi.wordpress.com/014/06/07/persamaan-diophantine/ PERSAMAAN DIOPHANTINE A. Pendahuluan Persamaan Diophantine terdiri dari persamaan Diophantine Linier dan persamaan Diophantine non-linier.persamaan

Lebih terperinci

Pembuktian Sifat Barisan Keterbagian Kuat pada Barisan Fibonacci

Pembuktian Sifat Barisan Keterbagian Kuat pada Barisan Fibonacci Pembuktian Sifat Barisan Keterbagian Kuat pada Barisan Fibonacci Aufar Gilbran 13513015 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas anugrah yang diberikan sehingga penulisan Buku Diktat yang dilengkapi dengan Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) dan

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

Penulis : Tyas Rangga Kristianto, M.Si. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.

Penulis : Tyas Rangga Kristianto, M.Si. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn. Penulis : Tyas Rangga Kristianto, M.Si. Copyright 2013 pelatihan-osn.com Cetakan I : Oktober 2012 Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com Kompleks Sawangan Permai Blok A5 No.12 A Sawangan, Depok, Jawa Barat

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!!

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 006 TINGKAT PROVINSI TAHUN 005 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL Bidang Matematika Bagian Pertama Disusun oleh : Solusi Olimpiade Matematika Tk Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk melakukan penelitian ini terlebih dahulu harus memahami konsep yang terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar yang menunjang dan disajikan

Lebih terperinci

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan adalah bilangan bulat genap tak negatif. n = F P B(a, b + KP K(a, b a b Solusi. Misalkan d = F P B(a, b,

Lebih terperinci

1. Variabel, Konstanta, dan Faktor Variabel Konstanta Faktor

1. Variabel, Konstanta, dan Faktor Variabel Konstanta Faktor ALJABAR BENTUK ALJABAR adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat huruf-huruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR

BAB 2 PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR BAB 2 PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR MATERI A. Persamaan dan Pertidaksamaan Nilai Mutlak A. PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN YANG MEMUAT NILAI MUTLAK Dalam matematika, sesuatu yang nilainya selalu positif

Lebih terperinci

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 013 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 014 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL BAGIAN PERTAMA Disusun oleh : Solusi Olimpiade Matematika Tk Provinsi 013

Lebih terperinci

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8.

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8. BILANGAN CACAH a. Pengertian Bilangan Cacah Bilangan cacah terdiri dari semua bilangan asli (bilangan bulat positif) dan unsur (elemen) nol yang diberi lambang 0, yaitu 0, 1, 2, 3, Bilangan cacah disajikan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

BAB VI BILANGAN REAL

BAB VI BILANGAN REAL BAB VI BILANGAN REAL PENDAHULUAN Perluasan dari bilangan cacah ke bilangan bulat telah dibicarakan. Dalam himpunan bilangan bulat, pembagian tidak selalu mempunyai penyelesaian, misalkan 3 : 11. Timbul

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2007 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!!

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2007 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 007 TINGKAT PROVINSI TAHUN 006 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL Bidang Matematika Bagian Pertama Disusun oleh : Solusi Olimpiade Matematika Tk Provinsi

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

4. Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 5 dan x - 2y = -4 adalah... A.{ (1, 4) }

4. Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 5 dan x - 2y = -4 adalah... A.{ (1, 4) } 1. Diketahui himpunan P = ( bilangan prima kurang dari 13 ) Banyak himpunan bagian dari P adalah... 5 25 10 32 P = {Bilangan prima kurang dari 13} = {2, 3, 5, 7, 11} n(p) = 5 2. Dari diagram Venn di bawah,

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN BAHAN AJAR TEORI BILANGAN PENYUSUN NURYADI, S.PD.SI, M.PD. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2014 FKIP UMB-Yogyakarta Page 1 KETERBAGIAN

Lebih terperinci

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR PENGERTIAN ALJABAR Bentuk ALJABAR adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat hurufhuruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA)

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA) Pembahasan Soal OSK SMA 018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA 018 OSK Matematika SMA (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA) Disusun oleh: Pak Anang Pembahasan Soal OSK SMA 018 OLIMPIADE SAINS

Lebih terperinci

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) 1 B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN Bilangan Kompleks Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) Bilangan Rasional Bilangan Irrasional Bilangan Pecahan Bilangan Bulat Bilangan Bulat

Lebih terperinci

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL BILANGAN

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL BILANGAN PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 200 MODUL BILANGAN DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMP

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Dalam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan kait-mengkait

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W TEKNIK MEMBILANG Berikut ini teknik-teknik (cara-cara) membilang atau menghitung banyaknya anggota ruang sampel dari suatu eksperimen tanpa harus mendaftar seluruh anggota ruang sampel tersebut. A. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aljabar merupakan salah satu bagian dalam matematika yang mencakup berbagai materi yang dipelajari baik pada tingkat sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi.

Lebih terperinci

Beberapa Uji Keterbagian Bilangan Bulat

Beberapa Uji Keterbagian Bilangan Bulat Beberapa Uji Keterbagian Bilangan Bulat Untuk menguji suatu bilangan bulat dapat dibagi (habis dibagi) atau tidak dapat dibagi oleh bilangan bulat lain kita dapat menggunakan kalkulator atau dengan metode

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN BAHAN AJAR TEORI BILANGAN PENYUSUN NURYADI, S.PD.SI, M.PD. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2014 FKIP UMB-Yogyakarta Page 1 KETERBAGIAN

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat A Akar kuadrat GLOSSARIUM Akar kuadrat adalah salah satu dari dua faktor yang sama dari suatu bilangan. Contoh: 9 = 3 karena 3 2 = 9 Anggota Himpunan Suatu objek dalam suatu himpunan B Belahketupat Bentuk

Lebih terperinci

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) Perlu diingat kembali bahwa suatu bilangan bulat a tidak nol adalah faktor dari suatu bilangan bulat b, ditulis a b, jika ada bilangan bulat c sedemikian sehingga b =

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca.

PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca. PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca. Karena hampir semua rumus dan hukum yang berlaku tidak tercipta

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Pertemuan Standar kompetensi: mahasiswa memahami cara membangun sistem bilangan real, aturan dan sifat-sifat dasarnya. Kompetensi dasar Memahami aksioma atau sifat aljabar bilangan real Memahami fakta-fakta

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci