Perbaikan Kualitas Citra

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbaikan Kualitas Citra"

Transkripsi

1 Bab 7 Perbaian Kualitas Citra P erbaian ualitas citra (image enhancement) merupaan salah satu proses awal dalam pengolahan citra (image preprocessing). Perbaian ualitas diperluan arena seringali citra yang dijadian obje pembahasan mempunyai ualitas yang buru, misalnya citra mengalami derau (noise) pada saat pengiriman melalui saluran transmisi, citra terlalu terang/gelap, citra urang tajam, abur, dan sebagainya. Melalui operasi pemrosesan awal inilah ualitas citra diperbaii sehingga citra dapat digunaan untu apliasi lebih lanjut, misalnya untu apliasi pengenalan (recognition) obje di dalam citra 7.1 Lingup Proses Perbaian Kualitas Citra Yang dimasud dengan perbaian ualitas citra adalah proses mendapatan citra yang lebih mudah diinterpretasian oleh mata manusia. Pada proses ini, ciri-ciri tertentu yang terdapat di dalam citra lebih diperjelas emunculannya [DUL97]. Secara matematis, image enhancement dapat diartian sebagai proses mengubah citra f(, y) menjadi f (, y) sehingga ciri-ciri yang dilihat pada f(, y) lebih ditonjolan. Proses-proses yang termasu e dalam perbaian ualitas citra [DUL97]: 1. Pengubahan ecerahan gambar (image brightness) 2. Peregangan ontras (contrast stretching) 3. Pengubahan histogram citra.. Pelembutan citra (image smoothing) 5. Penajaman (sharpening) tepi (edge). 6. Pewarnaan semu (pseudocolouring) 7. Pengubahan geometri Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 91

2 Beberapa operasi image enhancemnent ( dan 5) dapat dipandang sebagai operasi penapisan untu memperoleh citra yang lebih bai. Operasi penapisan adalah adalah operasi onvolusi citra f(, y) dengan penapis h(, y): f (, y) = h(, y) * f(, y) (7.1) atau dalam ranah freuensi: F (u, v) = H(u, v)f(u, v) (7.2) Pada umumnya, f(,y) sudah dietahui sehingga persoalannya adalah memilih h(,y) sedemiian rupa sehingga f (, y) merupaan citra yang menonjolan ciri tertentu dari f(, y). 7.2 Pengubahan Kecerahan Gambar (Image Brightness) Untu membuat citra lebih terang atau lebih gelap, ita melauan pengubahan ecerahan gambar. Kecerahan/ecemerlangan gambar dapat diperbaii dengan menambahan (atau mengurangan) sebuah onstanta epada (atau dari) setiap piel di dalam citra. Aibat dari operasi ini, histogram citra mengalami pergeseran. Secara matematis operasi ini ditulis sebagai f(, y) = f(, y) + b (7.3) Jia b positif, ecerahan gambar bertambah, sebalinya jia b negatif ecerahan gambar berurang. Algoritma pengubahan ecerahan gambar ditunjuan pada Algoritma 7.1. Citra masuan mempunyai 256 derajat eabuan yang nilai-nilainya dari sampai 255. Intensitas piel disimpan di dalam Image[..N-1,..M-1], sedangan hasil pengubahan tetap disimpan di dalam citra Image. void ImageBrightness(citra Image, int N, int M, int b) /* Mengubah ecerahan citar Image yang beruuran N M dengan penambahan intensitas setiap piel sebesar b. */ { int i, j, n; for(i=;i<=n-1;i++) for(j=;j<=m-1;j++) Image[i][j]+=b; } Algoritma 7.1. Perhitungan histogram citra 92 Pengolahan Citra Digital

3 Nilai piel hasil pengubahan mungin derajat eabuan minimum () atau derajat eabuan masimum (255). Karena itu, piel tersebut perlu dilauan clipping e nilai eabuan minimum atau e nilai eabuan masimum. Sebagai contoh, Gambar 7.1(a) adalah citra Zelda (beserta histogramnya) yang tampa gelap, sedangan Gambar 7.1(b) adalah citra Zelda (beserta histogramnya) yang lebih terang (nilai b = ). Perhatian histogramnya. Sebelum operasi penambahan ecerahan, histogramnya menumpu di bagian iri. Setelah penambahan ecerahan, histogramnya bergeser e bagian anan. (b) Histogram citra Zelda (orisinil) (a) Citra Zelda (orisinil) (d) Histogram citra Zelda setelah penambahan ecerahan (c) Citra Zelda setelah penambahan ecerahan dengan b = Gambar 7.1. Citra Zelda; Atas: sebelum operasi penambahan ecerahan terlihat aga gelap; Bawah: Zelda setelah operasi penambahan ecerahan dengan b =. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 93

4 7.3 Peregangan Kontras Kontras menyataan sebaran terang (lightness) dan gelap (darness) di dalam sebuah gambar. Citra dapat dielompoan e dalam tiga ategori ontras: citra ontras-rendah (low contrast), citra ontras-bagus (good contrast atau normal contrast), dan citra ontras-tinggi (high contrast). Ketiga ategori ini umumnya dibedaan secara intuitif. Citra ontras-rendah dicirian dengan sebagian besar omposisi citranya adalah terang atau sebagian besar gelap. Dari histogramnya terlihat sebagian besar derajat eabuannya terelompo (clustered) bersama atau hanya menempati sebagian ecil dari rentang nilai-nilai eabuan yang mungin. Jia pengelompoan nilai-nilai piel berada di bagian iri (yang berisi nilai eabuan yang rendah), citranya cenderung gelap. Jia pengelompoan nilai-nilai piel berada di bagian anan (yang berisi nilai eabuan yang tinggi), citranya cenderung terang. Tetapi, mungin saja suatu citra tergolong ontras-rendah mesipun tida terlalu terang atau tida terlalu gelap bila semua pengelompoan nilai eabuan berada di tengah histogram. Citra ontras-bagus memperlihatan jangauan nilai eabuan yang lebar tanpa ada suatu nilai eabuan yang mendominasi. Histogram citranya memperlihatan sebaran nilai eabuan yang relatif seragam. Citra ontras-tinggi, seperti halnya citra ontras bagus, memilii jangauan nilai eabuan yang lebar, tetapi terdapat area yang lebar yang didominasi oleh warna gelap dan area yang lebar yang didominasi oleh warna terang. Gambar dengan langit terang denganlatar depan yang gelap adalah contoh citra ontras-tinggi. Pada histogramnya terlihat dua punca, satu pada area nilai eabuan yang rendah dan satu lagi pada area nilai eabuan yang tinggi. Citra dengan ontras-rendah dapat diperbaii ualitasnya dengan operasi peregangan ontras. Melalui operasi ini, nilai-nilai eabuan piel aan merentang dari sampai 255 (pada citra -bit), dengan ata lain seluruh nilai eabuan piel terpaai secara merata. Gambar 7.2 memperlihatan tiga buah citra Lena yang masing-masing memilii ontras-rendah, ontras-tinggi, dan ontras-bagus. Ketiga histogram ini dihasilan dengan program Adobe Photoshop. 9 Pengolahan Citra Digital

5 (a) Citra Lena yang terlalu gelap (ontras rendah) Histogram (b) Citra Lena yang terlalu terang (ontras tinggi) Histogram (c) Citra Lena yang bagus (normal) Histogram (ontras bagus) Gambar 7.2. Tiga buah citra Lena dengan tiga macam ontras. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 95

6 Algoritma peregangan ontras adalah sebagai beriut: 1. Cari batas bawah pengelompoan piel dengan cara memindai (scan) histogram dari nilai eabuan terecil e nilai eabuan terbesar ( sampai 255) untu menemuan piel pertama yang melebihi nilai ambang pertama yang telah dispesifiasian. 2. Cari batas atas pengelompoan piel dengan cara memindai histogram dari nilai eabuan tertinggi e nilai eabuan terendah (255 sampai ) untu menemuan piel pertama yang lebih ecil dari nilai ambang edua yang dispesifiasian. 3. Piel-piel yang berada di bawah nilai ambang pertama di-set sama dengan, sedangan piel-piel yang berada di atas nilai ambang edua di-set sama dengan Piel-piel yang berada di antara nilai ambang pertama dan nilai ambang edua dipetaan (disalaan) untu memenuhi rentang nilai-nilai eabuan yang lengap ( sampai 255) dengan persamaan: r rma s = 255 (7.) r r min ma yang dalam hal ini, r adalah nilai eabuan dalam citra semula, s adalah nilai eabuan yang baru, r min adalah nilai eabuan terendah dari elompo piel, dan r ma adalah nilai eabuan tertinggi dari elompo piel (Gambar 7.3). r r ma s Gambar 7.3 Peregangan ontras 96 Pengolahan Citra Digital

7 7. Pengubahan Histogram Citra Untu memperoleh histogram citra sesuai dengan einginan ita, maa penyebaran nilai-nilai intensitas pada citra harus diubah. Terdapat dua metode pengubahan citra berdasaran histogram: 1. Perataan historam (histogram equalization) Nilai-nilai intensitas di dalam citra diubah sehingga penyebarannya seragam (uniform). 2. Spesifiasi histogram (histogram spesification) Nilai-nilai intensitas di dalam citra diubah agar diperoleh histogram dengan bentu yang dispesifiasian oleh pengguna. Kedua macam pengubahan histogram citra ini dibahas lebih rinci di dalam upabab 7.5 dan 7.6 di bawah ini. 7.5 Perataan Histogram Sebagaimana telah dijelasan pada pembahasan terdahulu, histogram citra memberian informasi tentang penyebaran intensitas piel-piel di dalam citra. Misalnya, citra yang terlalu terang atau terlalu gelap memilii histogram yang sempit. Agar ita memperoleh citra yang bai, maa penyebaran nilai intensitas harus diubah. Teni yang lazim dipaai adalah perataan histogram (histogram equalization). Tujuan dari perataan histogram adalah untu memperoleh penyebaran histogram yang merata, sedemiian sehingga setiap derajat eabuan memilii jumlah piel yang relatif sama. Karena histogram menyataan peluang piel dengan derajat eabuan tertentu, maa rumus menghitung histogram ditulis embali sebagai fungsi peluang n Pr ( r ) = (7.5) n yang dalam hal ini, r =, L 1 (7.6) L 1 yang artinya, derajat eabuan () dinormalan terhadap derajat eabuan terbesar (L 1). Nilai r = menyataan hitam, dan r = 1 menyataan putih dalam sala eabuan yang didefinisian. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 97

8 Contohnya, jia L =, maa nilai-nilai r dinyataan di dalam tabel 7.1. Tabel 7.1 Nilai-nilai r jia L = r /7 = 1 1/7 2 2/7 3 3/7 /7 5 5/7 6 6/7 7 7/7 = 1 Yang dimasud dengan perataan histogram adalah mengubah derajat eabuan suatu piel (r) dengan derajat eabuan yang baru (s) dengan suatu fungsi transformasi T, yang dalam hal ini s = T(r). Gambar 7. memperlihatan transformasi r menjadi s. Dua sifat yang dipertahanan pada transformasi ini: 1. Nilai s merupaan pemetaan 1 e 1 dari r. Ini untu menjamin representasi intensitas yang tetap. Ini berarti r dapat diperoleh embali dari r dengan transformasi invers: 1 s r = T ( ), s 1 (7.7) 2. Untu r i 1, maa T(r) 1. Ini untu menjamin pemetaan T onsisten pada rentang nilai yang diperbolehan. s 1 s = T(r ) r 1 r Gambar 7. Fungsi transformasi 9 Pengolahan Citra Digital

9 Untu fungsi histogram yang menerus, r s = T ( r) = Pr ( w) dw, r 1 (7.) yang dalam hal ini w adalah peubah bantu. Dalam bentu disrit, nilai-nilai s diperoleh dengan persamaan beriut: s n j = T ( r ) = = Pr ( rj ) (7.9) n j= j= yang dalam hal ini, r 1, =, 1, 2,, L 1 Contoh 7.1. [GON77] Misalan terdapat citra yang beruuran 6 6 dengan jumlah derajat eabuan (L) = dan jumlah seluruh piel (n) = 6 6 = 96: r n P r (r ) = n /n /7 = /7 = /7 = /7 = /7 = /7 = /7 = /7 = Gambar 7.5 adalah histogram citra semula sebelum perataan. P r (r ) /7 3/7 5/7 1 r Gambar 7.5. Histogram citra sebelum perataan Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 99

10 Perhitungan perataan histogram adalah sbb: s s s = T( r ) = P r ( r ) = ( r ) =. 19 j j= 1 P r = T ( r ) = P r ( r ) = P r ) + P ( r ) = j j = 2 r ( r 1 = = T ( r ) = P r( r ) = P r ) + P ( r ) + P ( r ) = j j = dan seterusnya, diperoleh: s 3 =.1 s 6 =.9 s =.9 s 7 = 1. s 5 =.95 r ( r 1 r 2 = Karena pada citra ini hanya ada nilai intensitas, maa nilai-nilai s harus dibulatan e nilai-nilai r yang terdeat: s =.19 lebih deat e nilai 1/7 ( =.1), maa s = 1/7 s 1 =. lebih deat e nilai 3/7 ( =.3), maa s 1 = 3/7 s 2 =.65 lebih deat e nilai 5/7 ( =.71), maa s 2 = 5/7 s 3 =.1 lebih deat e nilai 6/7 ( =.6), maa s 3 = 6/7 s =.9 lebih deat e nilai 6/7 ( =.6), maa s = 6/7 s 5 =.95 lebih deat e nilai 7/7 ( = 1.), maa s 5 = 7/7 s 6 =.9 lebih deat e nilai 7/7 ( = 1.), maa s 6 = 7/7 s 7 = 1. lebih deat e nilai 7/7 ( = 1.), maa s 7 = 7/7 Hasil transformasinya : r s 1/7 1 1/7 3/7 2 2/7 5/7 3 3/7 6/7 /7 6/7 5 5/ / Terlihat dari contoh di atas hanya lima nilai intensitas yang terisi (1/7, 3/7, 5/7, 6/7, dan 1). 1 Pengolahan Citra Digital

11 Notasi untu tiap hasil transformasi didefinisi ulang menjadi: s = 1/7, s 1 = 3/7, s 2 = 5/7, s 3 = 6/7, s = 1 Karena r = dipetaan e s = 1/7, terdapat 79 piel hasil transformasi yang memilii nilai intensitas 1/7. Selanjutnya, s 1 = 3/7 memilii 123 piel, s 2 =5/7 memilii 5 piel. Juga, arena r 3 dan r dipetaan e nilai yang sama, s 3 = 6/7, maa jumlah piel yang bernilai 6/7 adalah = 95. Jumlah piel hasil transformasi diringas pada tabel di bawah ini: s n P s (s ) = n /n 1/ / / / = / =.11 Gambar 7.5 adalah histogram citra hasil perataan. P s (s ) /7 3/7 5/7 1 s Gambar 7.5. Histogram citra hasil perataan Gambar 7.6 memperlihatan perataan histogram pada citra anjing collie. Pada mulanya citra collie terlihat terlalu gelap. Histogramnya menumpu pada daerah derajat eabuan bagian iri. Dengan teni perataan histogram, citra anjing collie terlihat lebih bagus. Hal ini dapat dilihat juga pada histogramnya yang tersebar merata di seluruh daerah derajat eabuan. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 11

12 Mesipun perataan histogram bertujuan menyebaran secara merata nilai-nilai derajat eabuan, tetapi seringali histogram hasil perataan tida benar-benar tersebar secara merata (misalnya pada contoh di atas). Alasannya adalah : 1. Derajat eabuan terbatas jumlahnya. Nilai intensitas baru hasil perataan merupaan pembulatan e derajat eabuan terdeat. 2. Jumlah piel yang digunaan sangat terbatas. Agar hasil perataan benar-benar seragam sebarannya, maa citra yang diolah haruslah dalam bentu malar (continue), yang dalam prate ini jelas tida mungin. (a) Kiri: citra anjing collie yang terlalu gelap; Kanan: histogramnya (b) Kiri: citra anjing collie setelah perataan histogram; anan: histogramnya Gambar 7.6. Contoh perataan histogram pada citra anjing collie 12 Pengolahan Citra Digital

13 Algoritma perataan histogram ditunjuan pada Algoritma 7.2 [HEN95]. Citra masuan mempunyai 256 derajat eabuan yang nilai-nilainya dari sampai 255. Intensitas piel disimpan di dalam Image[..N-1][..M-1]. Histogram citra semula disimpan di dalam tabel Hist[..255] yang bertipe riil. Histogram hasil perataan disimpan di dalam HistEq[..255] yang bertipe integer. void PerataanHistogram(citra Image, int N, int M) /* Mengubah citra Image yang beruuran N M dengan melauan perataan histogram (histogram equalization). */ { int i, j; float sum, float Hist[256]; int HistEq[256]; /* histogram hasil perataan */ histogram(image,n,m,hist); /* hitung histogram citra */ for(i=;i<256;i++) { sum=.; for (j=;j<=i;j++) sum=sum+hist[j]; HistEq[i]=floor(255*sum); } /* update citra sesuai histogram hasil perataan */ for(i=;i<=n-1;i++) for(j=;j<=m-1;j++) Image[i][j]=HistEq[Image[i][j]]; Algoritma 7.2 Perataan histogram citra 7.6 Spesifiasi Histogram Perataan histogram memetaan histogram citra semula menjadi histogram yang seragam. Bila histogram yang diinginan tida seragam, maa cara ini tida dapat digunaan. Metode spesifiasi histogram (histogram spesification) memberian cara menghasilan histogram yang ditentuan oleh pengguna. Cara pembentuan histogramnya memanfaatan sifat pada perataan histogram. Bila fungsi transformasi pada perataan histogram menghasilan histogram semula menjadi histogram yang seragam, maa fungsi baliannya (inverse) memetaan histogram yang seragam menjadi histogram semula. Sifat ini dapat dimanfaatan untu mengubah histogram citra menjadi histogram lain yang tida seragam. Dasar teorinya adalah sebagai beriut: misalan P r (r) dan P z (z) masing-masing adalah histogram citra semula dan histogram yang diinginan. Fungsi transformasi T mula-mula memetaan intensitas citra semula menjadi histogram yang seragam dengan cara perataan histogram, Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 13

14 s = T ( r) = Pr ( w) dw r Jia histogram yang diinginan sudah dispesifiasian, ita dapat melauan perataan histogram pula dengan fungsi transformasi G: z v = G( z) = Pz ( w) dw (7.1) Balian (invers) dari fungsi G, 1 v z = G ( ) (7.11) aan menghasilan histogram yang diinginan embali. Dengan mengganti v dengan s pada persamaan yang terahir, 1 s z G ( ) (7.12) maa ita dapat memperoleh nilai intensitas yang diinginan. Hasil yang diperoleh merupaan hampiran arena ita mencoba menemuan nilai s yang transformasinya mendeati nilai z. Algoritma spesifiasi histogram adalah sebagai beriut: 1. Misalan P r (r) adalah histogram citra semula. Lauan perataan histogram terhadap citra semula dengan fungsi transformasi T, s = T ( r) = Pr ( w) dw r Dalam bentu disrit, nilai-nilai s diperoleh dengan persamaan beriut: s = T ( r ) = j= n n j = j= P ( r ) r j 2. Tentuan histogram yang diinginan, misalan P z (z) adalah histogram yang diinginan. Lauan perataan histogram dengan fungsi transformasi G, v = G( z) = Pz ( w) dw z 1 Pengolahan Citra Digital

15 Dalam bentu disrit, nilai-nilai v diperoleh dengan persamaan beriut: v = G( z ) = j= n n j = j= P ( z ) z j 3. Terapan fungsi transformasi balian, z = G -1 (s) terhadap histogram hasil langah 1. Caranya adalah dengan mencari nilai-nilai s yang memberi nilai z terdeat. Dengan ata lain, histogram nilai-nilai intensitas pada citra semula dipetaan menjadi intensitas z pada citra yang diinginan dengan fungsi z = G -1 [T(r)] Ketiga langah di dalam algoritma spesifiasi histogram di atas digambaran dalam bagan pada Gambar 7.7. T(r) G -1 (s) P r (r) Histogram Seragam P z (z) Gambar 7.7 Langah-langah metode spesifiasi histogram Contoh 7.2. [GON77] Tinjau embali citra yang beruuran 6 6 dengan jumlah derajat eabuan (L) = dan jumlah seluruh piel (n) = 6 6 = 96. Tabel histogram citra semula dan tabel histogram yang diinginan adalah sebagai beriut: Tabel histogram citra semula Tabel histogram yang diinginan r n P r (r ) = n /n z P z (z ) /7 = /7 =.. 1/7 = /7 =.1. 2/7 = /7 =.29. 3/7 = /7 =.3.15 /7 = /7 = /7 = /7 = /7 = /7 =.6.2 7/7 = /7 = Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 15

16 Histogram citra semula dan histogram yang diinginan diperlihatan secara grafis pada Gambar 7.. P z (z ) P r (r ) /7 3/7 5/7 1 r 1/7 3/7 5/7 1 z Histogram citra semula: Histogram yang diinginan Gambar 7. Histogram citra semula dan histogram yang diinginan Langah-langah pembentuan histogram adalah sebagai beriut: Langah 1: Hasil perataan histogram terhadap citra semula, s = T ( r ) = j= n n j = j= P ( r ) r j telah dilauan (lihat Contoh 7.1), dan ini hasilnya: r j fi s n P s (s ) = n /n r s = 1/ r 1 s 1 = 3/ r 2 s 2 = 5/ r 3, r s 3 = 6/ = r 5, r 6, r 7 s = 7/ =.11 Langah 2: Lauan perataan terhadap histogram yang diinginan, P z (z), dengan persamaan v = G( z ) = j= n n j = j= P ( z ) z j 16 Pengolahan Citra Digital

17 Hasilnya adalah sbb: v = G(z ) =. v = G(z ) =.35 v 1 = G(z 1 ) =. v 5 = G(z 5 ) =.65 v 2 = G(z 2 ) =. v 6 = G(z 6 ) =.5 v 3 = G(z 3 ) =.15 v 7 = G(z 7 ) = 1. Langah 3: Gunaan transformasi z = G -1 (s) untu memperoleh nilai z dari nilai s hasil perataan histogram. s = 1/7.1 paling deat dengan.15 = G(z 3 ), jadi G -1 (.1) = z 3 =1/7 s 1 = 3/7.3 paling deat dengan.35 = G(z ), jadi G -1 (.3) = z =/7 s 2 = 5/7.71 paling deat dengan.65 = G(z 5 ), jadi G -1 (.71) = z 5 =5/7 s 3 = 6/7.6 paling deat dengan.5 = G(z 6 ), jadi G -1 (.6) = z 6 =6/7 s = 1 1. paling deat dengan 1. = G(z 7 ), jadi G -1 (1.) = z 7 =1 Diperoleh pemetaan langsung sebagai beriut: r = z 3 = 3/7 r = /7 z 6 = 6/7 r 1 = 1/7 z = /7 r 5 = 5/7 z 7 = 1 r 2 = 2/7 z 5 = 5/7 r 6 = 6/7 z 7 = 1 r 3 = 3/7 z 6 = 6/7 r 7 = 1 z 7 = 1 Penyebaran piel: Karena r = dipetaan e z 3 = 3/7, maa terdapat 79 piel hasil transformasi yang memilii nilai intensitas 3/7. Karena r 1 = 1/7 dipetaan e z = /7, maa terdapat 123 piel hasil transformasi yang memilii nilai intensitas /7. Karena r 2 = 2/7 dipetaan e z 5 = 5/7, maa terdapat 5 piel hasil transformasi yang memilii nilai intensitas 5/7. Karena r 3 = 3/7 dan r = /7 dipetaan e z 6 = 6/7, terdapat = piel hasil transformasi yang memilii nilai intensitas 1. Selanjutnya, tida ada piel yang mempunyai intensitas z =, z 1 = 1/7, dan z 2 = 2/7, arena tida ada r yang dipetaan e nilai-nilai z tersebut. z n P z (z ) = n /n. 1/7. 2/7. 3/ / / / Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 17

18 Histogram yang terbentu: P z (z ) /7 3/7 5/7 1 z Seperti yang sudah disebutan sebelum ini, histogram yang diperoleh merupaan hampiran dari histogram yang dispesifiasian arena ita mencoba menemuan nilai s yang transformasinya mendeati nilai z. Dalam prate, mungin terdapat ambiguitas pada nilai transformasi balian, G - 1 (s). Dengan ata lain, nilai transformasi balian dari s e z tida tunggal. Hal ini terjadi arena: (i) proses pembulatan G -1 (s) e nilai intensitas terdeat, atau (ii) terdapat nilai intensitas yang tida terisi di dalam histogram spesifiasi. Solusi termudah untu masalah ini adalah memilih nilai z yang terdeat dengan histogram yang dispesifiasian. Algoritma Spesifiasi Histogram ditunjuan pada Algoritma 7.3. Citra masuan mempunyai 256 derajat eabuan yang nilai-nilainya dari sampai 255. Intensitas piel disimpan di dalam Image[..N-1][..M-1]. Hasil perataan histogram dari citra semula disimpan embali di dalam matris Image[..N- 1][..M-1]. Histogram yang dispesifiasian disimpan di dalam Spec[..255]. Histogram hasil perataan dari Spec disimpan di dalam tabel SpecEq[..255]. Histogram hasil transformasi balian disimpan di dalam tabel InvHist[..255]. void SpesifiasiHistogram(citra Image, int N, int M, float Spec[256]) /* Mengubah citra Image yang beruuran N M berdasaran histogram yang dispesifiasian oleh pengguna (Spec). */ { float sum, Hist[256]; int i, j, minj, minval, HistEq[256], SpecEq[256], InvHist[256]; /* lauan perataan histogram terhadap citra semula */ histogram(image,n,m,hist); /* hitung histogram citra */ for(i=;i<256;i++) { sum=.; 1 Pengolahan Citra Digital

19 for (j=;j<=i;j++) sum=sum+hist[j]; HistEq[i]=floor(255*sum); } /* lauan perataan histogram terhadap citra Spec */ for(i=;i<=255;i++) { sum=.; for (j=;j<=i;j++) sum=sum+spec[j]; SpecEq[i]=floor(255*sum); } /* lauan transformasi balian */ for(i=;i<=n-1;i++) { minval=abs(histeq[i] SpecEq[]); minj=; for(j=;j<=255;j++) if (abs(histeq[i] SpecEq[j]) < minval) { minval = abs(histeq[i] SpecEq[j]); minj=j; } InvHist[i]=minj; } /* update citra setelah pembentuan histogram */ for(i=;i<=n-1;i++) for(j=;j<=m-1;j++) Image[i][j]]=InvHist[Image[i][j]]; Algoritma 7.3 Pengubahan citra berdasaran histogram yang dispesifiasian 7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) Pelembutan citra (image smoothing) bertujuan untu menean gangguan (noise) pada citra. Gangguan tersebut biasanya muncul sebagai aibat dari hasil peneroan yang tida bagus (sensor noise, photographic grain noise) atau aibat saluran transmisi (pada pengiriman data). Gangguan pada citra umumnya berupa variasi intensitas suatu piel yang tida berorelasi dengan piel-piel tetangganya. Secara visual, gangguan mudah dilihat oleh mata arena tampa berbeda dengan piel tetangganya. Gambar 7.9 adalah citra Lena yang mengalami gangguan berupa spie atau specle yang tampil pada gambar dalam bentu berca putih atau hitam seperti beras. Piel yang mengalami gangguan umumnya memilii freuensi tinggi (berdasaran analisis freuensi dengan transformasi Fourier). Komponen citra yang berfreuensi rendah umumnya mempunyai nilai piel onstan atah berubah sangat lambat. Operasi pelembutan citra dilauan untu menean omponen yang berfreuensi tinggi dan melolosan omponen yang berfreuensi rendah. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 19

20 Gambar 7.9. Citra Lena yang mengalami gangguan berupa spie Operasi pelembutan dapat dilauan pada ranah spsial maupun pada ranah freuensi. Pada ranah spasial, operasi pelembutan dilauan dengan mengganti intensitas suatu piel dengan rata-rata dari nilai piel tersebut dengan nilai pielpiel tetangganya. Jadi, diberian citra f(,y) yang beruuran N M. Citra hasil pelembutan, g(,y), didefinisian sebagai beriut: m n g (, y) = f ( + r, y + s) (7.13) d r= m1 s= n1 yang dalam hal ini d adalah jumlah piel yang terlibat dalam perhitungan ratarata. Gambar 7.1 memperlihatan dua buah sema perata-rataan [GON77]. Pada sema pertama, tetangga sebuah piel adalah piel-piel yang berjara, sedangan pada sema edua tetangga sebuah piel adalah piel-piel yang berjara paling jauh 2. Operasi perata-rataan di atas dapat dipandang sebagai onvolusi antara citra f(,y) dengan penapis h(,y): g(,y) = f(,y) h(,y) (7.1) Penapis h disebut penapis rerata (mean filter). Dalam ranah freuensi, operasi onvolusi tersebut adalah G(u,v) = F(u,v)H(u,v) (7.15) 11 Pengolahan Citra Digital

21 Tetangga piel radius = (a) Tetangga piel radius = 2 (b) Gambar 7.1. Sema perata-rataan Contoh penapis rerata yang beruuran 3 3 dan 2 2 adalah seperti di bawah ini (elemen yang bertanda menyataan posisi (, ) dari piel yan dionvolusi)): (i) 1/9 1/9 1/9 1/9 1/ 9 1/9 1/ 9 1/ 9 1/ 9 (ii) 1/ 1/ 1/ 1/ Algoritma pelembutan citra dengan penapis 3 3 ditunjuan pada Algoritma 7.. void PerataanCitra(citra Image, citra ImageResult, int N, int M) /* Melembutan citra Image yang beruuran N M dengan melauan onvolusi citra Image dengan penapis rerata yang beruuran 3 3. Hasil pelembutna disimpan di dalam ImageResult. */ { int i, j; for (i=1; i<=n-1; i++) Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 111

22 } for(j=1; j<=m-1; j++) { ImageResult[i][j]= Image[i-1][j-1] + Image[i-1][j] + Image[i-1,j+1]+ Image[i][j-1] + Image[i][j] + Image[i,j+1] + Image[i+1][j-1] + Image[i+1][j] + Image[i+1,j+1]; ImageResult[i][j]=ImageResult[i][j]/9; } Algoritma 7.. Operasi pelembutan citra dengan penapis rerata 3 3. Operasi penapisan ini mempunyai efe pemerataan derajat eabuan, sehingga gambar yang diperoleh tampa lebih abur ontrasnya. Efe pengaburan ini disebut efe blurring. Gambar 7.11 adalah hasil pelembutan citra Lena dari Gambar 7.9 dengan penapis rata-rata 3 3. Efe pengaburan yang dihasilan dari penapis rata-rata dapat diurangi dengan prosedur pengambangan beriut: m2 n2 m2 n2 1 1 f + r y + s f y g y = d (, ) jia (, ) (, ) d r= m1 s= n1 r= m1 s= n1 f (, y), lainnya dengan T adalah nilai ambang yang dispesifiasian. f ( + r, y + s) > T (7.16) Gambar Citra Lena yang sudah dilembutan dengan penapis rerata Pengolahan Citra Digital

23 Penapis h(,y) pada operasi pelembutan citra disebut juga penapis lolos-rendah (low-pass filter), arena penapis tersebut menean omponen yang berfreuensi tinggi (misalnya piel gangguan, piel tepi) dan melolosan omponen yang berfreuensi rendah. Penapis Lolos-Rendah Penapis rata-rata adalah salah satu penapis lolos-rendah yang paling sederhana. Aturan untu penapis lolos-rendah adalah [GAL95]: 1. Semua oefisien penapis harus positif 2. Jumlah semua oefisien harus sama dengan 1 Jia jumlah semua oefisien lebih besar dari 1, maa onvolusi menghasilan penguatan (tida diinginan). Jia jumlah semua oefisien urang dari 1, maa yang dihasilan adalah penurunan, dan nilai mutla setiap piel di seluruh bagian citra berurang. Aibatnya, citra hasil pelembutan tampa lebih gelap. Ilustrasi onvolusi dengan penapis rata-rata 3 3 terhadap citra yang mengandung piel derau diperlihatan di bawah ini. Piel yang mengalami gangguan dimisalan bernilai 17, sedangan nilai piel tetangganya (yang tida mengalami gangguan) bernilai rendah, misalan. Efe dari penapis lolos-rendah adalah sbb: piel-piel tetangga tida mengalami perubahan (ecuali bila terdapat perbedaan nilai atau gradien antara piel-piel yang bertetangga), sedangan piel derau nilainya turun menjadi 9: 17 (i) sebelum onvolusi 9 9 (ii) setelah onvolusi Nilai 9 ini diperoleh dari hasil perhitungan onvolusi: f (1,1) = ( )/9 = 1/9 = 9 Selain dengan penapis rata-rata, penapis lolos-rendah lain yang dapat digunaan pada operasi pelembutan adalah: 1/16 (i) 1/ 1/16 1/ 1/ 1/ 1/16 1/ 1/16 1/1 (ii) 1/1 1/1 1/1 1/ 5 1/1 1/1 1/1 1/1 (iii) 1/16 1/ 1/16 1/ 1/ 1/ 1/16 1/ 1/16 Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 113

24 Jia citra hasil penapisan lolos-rendah diurangi dari citra semula (yang mengandung derau), maa yang dihasilan adalah peningatan relatif omponen citra yang berfreuensi tinggi tanpa peningatan omponen derau. Aibatnya, citra hasil pengurangan muncul lebih tajam dari citra semula. Ini dapat digunaan untu menonjolan bagian citra yang tida jelas, misalnya tertutup oleh abut atau awan. Apliasi ini dapat diterapan untu mendapatan citra ota Jaarta yang lebih bagus daripada citra ota Jaarta yang tertutup oleh abut. Penapis lolos-rendah yang disebutan di atas merupaan penapis lanjar (linear). Operasi pelembutan dapat juga dilauan dengan menggunaan penapis nirlanjar, yaitu: a. Penapis minimum (min filter) b. Penapis masimum (ma filter) c. Penapis median (median filter) Penapis nirlanjar sebenarnya tida termasu ategori operasi onvolusi yang lazim. Cara erja penapis tersebut berbeda dari penapis lanjar. Operasi dengan penapis nirlanjar dihitung dengan mengurutan nilai intensitas seelompo piel, lalu mengganti nilai piel yang sedang diproses dengan nilai tertentu dari elompo tersebut (misalnya nilai median dari elompo piel, nilai masimum atau nilai minimum dari elompo piel) Penapis Median Penapis nirlanjar yang aan dijelasan adalah penapis median. Penapis ini diembangan oleh Tuey. Pada penapis median, suatu jendela (window) memuat sejumlah piel (ganjil). Jendela digeser titi demi titi pada seluruh daerah citra. Pada setiap pergeseran dibuat jendela baru. Titi tengah dari jendela ini diubah dengan nilai median dari jendela tersebut. Sebagai contoh, tinjau jendela berupa elompo piel (berbentu ota diarsir) pada sebuah citra pada Gambar 7.12(a). Piel yang sedang diproses adalah yang mempunyai intensitas 35. Urutan piel-piel tersebut: Median dari elompo tersebut adalah 1 (diceta tebal). Titi tengah dari jendela (35) searang diganti dengan nilai median (1). Hasil dari penapis median diperlihatan pada Gambar 7.12(b). Jadi, penapis median menghilangan nilai piel yang sangat berbeda dengan piel tetangganya. 11 Pengolahan Citra Digital

25 (a) Piel bernilai 35 terena derau (b) 35 diganti dengan median dari elompo 3 3 piel Gambar Penghilangan derau dengan penapis median 3 3. Selain berbentu ota, jendela pada penapis median dapat bermacam-macam bentunya, seperti palang (cross), lajur vertial (vertical strip), atau lajur horizontal (horizontal strip). Gambar 7.13 adalah hasil pelembutan citra dari Gambar 7.9 dengan penapis median 3 3. Dari edua contoh penapis (penapis rerata dan penapis median), dapat dilihat bahwa penapis median memberian hasil yang lebih bai dibandingan penapis rerata untu citra yang mengalami gangguan dalam bentu spie berupa bercaberca putih. Gambar Citra Lena yang dilembutan dengan penapis median. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 115

26 Cara lain yang dapat dilauan pada pelembutan citra adalah merata-rataan derajat eabuan setiap piel dari citra yang sama yang diambil berali-ali. Misalnya untu gambar yang sama diream dua ali, lalu dihitung intensitas ratarata untu setiap piel: f (,y) = 2 1 { f1 (, y) + f 2 (, y) } (7.16) 7. Penajaman Citra (Image Sharpening) Operasi penajaman citra bertujuan memperjelas tepi pada obje di dalam citra. Penajaman citra merupaan ebalian dari operasi pelembutan citra arena operasi ini menghilangan bagian citra yang lembut. Operasi penajaman dilauan dengan melewatan citra pada penapis lolos-tinggi (high-pass filter). Penapis lolos-tinggi aan melolosan (atau memperuat) omponen yang berfreuensi tinggi (misalnya tepi atau pinggiran obje) dan aan menurunan omponen berfreuensi rendah. Aibatnya, pinggiran obje telihat lebih tajam dibandingan seitarnya. Karena penajaman citra lebih berpengaruh pada tepi (edge) obje, maa penajaman citra sering disebut juga penajaman tepi (edge sharpening) atau peningatan ualitas tepi (edge enhancement). Gambar 7.1 adalah citra Lena setelah ditajaman gambarnya. (a) (b) Gambar 7.1 (a) Citra Lena semula, (b) Citra Lena setelah penajaman 116 Pengolahan Citra Digital

27 Selain untu mempertajam gambar, penapis lolos-tinggi juga digunaan untu mendetesi eberadaan tepi (edge detection). Dalam hal ini, piel-piel tepi ditampilan lebih terang (highlight) sedangan piel-piel buan tepi dibuat gelap (hitam). Masalah pendetesian tepi aan dibahas dalam poo bahasan tersendiri. Penapis Lolos-Tinggi Aturan penapis lolos-tinggi [GAL95]: 1. oefisien penapis boleh positif, negatif, atau nol 2. jumlah semua oefisien adalah atau 1 Jia jumlah oefisien =, maa omponen berfreuensi rendah aan turun nilainya, sedangan jia jumlah oefisien sama dengan 1, maa omponen berfreuensi rendah aan tetap sama dengan nilai semula. Contoh-contoh penapis lolos-tinggi: (i) (ii) (iii) = = 1 = 1 (iv) (v) 2 2 (vi) = 1 = = Nilai oefisien yang besar di titi pusat penapis memainan peranan unci dalam proses onvolusi. Pada omponen citra dengan freuensi tinggi (yang berarti perubahan yang besar pada nilai intensitasnya), nilai tengah ini dialian dengan nilai piel yang dihitung. Koefisien negatif yang lebih ecil di seitar titi tengah penapis beerja untu mengurangi fator pembobotan yang besar. Efe nettonya adalah, piel-piel yang bernilai besar diperuat, sedangan area citra dengan intensitas piel onstan tida berubah nilanya. Gambar 7.15 mempelihatan onvolusi dengan penapis lolos-tinggi, gambar (a) adalah citra yang tida mempunyai piel tepi, dan gambar (b) adalah citra yang mempunyai piel tepi. Penapis lolos-tinggi yang digunaan adalah penapis (i) dan (ii). Karena oefisien penapis mengandung nilai negatif, maa onvolusi mungin saja menghasilan piel bernilai negatif. Mesipun intensitas bernilai negatif menari, tetapi ita tida dapat menampilannya. Untu alasan terahir ini, implementasi onvolusi men-set nilai negatif menjadi nilai. Cara lainnya adalah dengan mengambil nilai mutlanya atau mensalaan semua nilai-nilai piel secara menai sehingga nilai yang paling negatif menjadi. Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 117

28 11 Pengolahan Citra Digital Citra semula: Citra semula: Kurva yang merepresentasian citra: f(,y) Kurva yang merepresentasian citra: f(,y) Hasil onvolusi dengan penapis (i): Hasil onvolusi dengan penapis (i): Hasil onvolusi dengan penapis (ii): (a) Hasil onvolusi dengan penapis (ii): (b) Gambar 7.15 Hasil onvolusi dengan penapis lolos-tinggi: (a) citra yang tida memilii piel tepi, (b) citra yang mengandung piel-piel tepi

29 Gambar 7.16 adalah contoh lain penajaman gambar terhadap citra girl, masingmasing dengan penapis (ii), (iii), dan (iv). (a) (b) (c) (d) Gambar 7.16 (a) citra girl sebelum penajaman; (b), (c), dan (d) masing-masing adalah hasil penajaman dengan penapis lolos-tinggi (ii), (iii), dan (iv) Bab 7_Perbaian Kualitas Citra 119

30 7.9 Pewarnaan Semu Pewarnaan semu adalah proses memberi warna tertentu pada nilai-nilai piel suatu citra sala-abu pada suatu citra berdasaran riteria tertentu, misalnya suatu warna tertentu untu suatu interval derajat eabuan tertentu. Hal ini dilauan arena mata manusia mudah membedaan banya jenis warna. 7.1 Koresi Geometri Koresi geometri dilauan pada citra yang memilii gangguan yang terjadi pada watu proses pereaman citra, misalnya pergeseran oordinat citra (translasi), perubahan uuran citra, dan perubahan orientasi oordinat citra (sew). Proses oresi geometri untu meningatan ualitas citra tersebut disebut juga oresi geometri. Koresi geometri yang sederhana adalah dengan operasi geometri sederhana seperti rotasi, translasi, dan pensalaan citra. Gambar 7.17 iri adalah citra ota San Fransisco yang condong (sew) e anan. Rotasi sejauh 6 berlawanan arah jarum jam menghasilan perbaian yang ditunjuan pada Gambar.11 anan. (a) (b) Gambar 7.17 (a) Citra San Fransisco yang condong e anan; (b) Hasil rotasi sejauh 6 berlawanan arah jarum jam. 12 Pengolahan Citra Digital

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing)

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) 7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) Pelembutan citra (image smoothing) bertujuan untuk menekan gangguan (noise) pada citra. Gangguan tersebut biasanya muncul sebagai akibat dari hasil penerokan yang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Watu : 1x 3x 50 Menit Pertemuan : 7 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Citra

Perbaikan Kualitas Citra Bab 7 Perbaikan Kualitas Citra P erbaikan kualitas citra image enhancement merupakan salah satu proses awal dalam pengolahan citra image preprocessing. Perbaikan kualitas diperlukan karena seringkali citra

Lebih terperinci

PERBAIKAN KUALITAS CITRA MENGGUNAKAN HISTOGRAM LINEAR CONTRAST STRETCHING PADA CITRA SKALA KEABUAN

PERBAIKAN KUALITAS CITRA MENGGUNAKAN HISTOGRAM LINEAR CONTRAST STRETCHING PADA CITRA SKALA KEABUAN PERBAIKAN KUALITAS CITRA MENGGUNAKAN HISTOGRAM LINEAR CONTRAST STRETCHING PADA CITRA SKALA KEABUAN Murinto Program Studi Teni Informatia Universitas Ahmad Dahlan Kampus III UAD Jl. Prof. Soepomo Janturan

Lebih terperinci

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK Rinaldi Munir Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 E-mail: rinaldi@informatika.org ABSTRAKSI

Lebih terperinci

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK Rinaldi Munir Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 E-mail: rinaldi@informatika.org Abstrak

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

MAKALAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. ( Histogram Citra ) Disusun Oleh : : 1. Agus Riyanto (2111T0238) 2. M. Yazid Nasrullah ( 2111T0233 )

MAKALAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. ( Histogram Citra ) Disusun Oleh : : 1. Agus Riyanto (2111T0238) 2. M. Yazid Nasrullah ( 2111T0233 ) MAKALAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( Histogram Citra ) Disusun Oleh : Nama : 1. Agus Riyanto (2111T0238) 2. M. Yazid Nasrullah ( 2111T0233 ) Jurusan : Tehnik Informatika ( Semester VI ) Kampus : STIMIK HIMSYA

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Oleh : Pandapotan Siagia, ST, M.Eng (Dosen tetap STIKOM Dinamia Bangsa Jambi) Abstra Sistem pengenal pola suara atau yang lebih dienal dengan

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Pandapotan Siagian, ST, M.Eng Dosen Tetap STIKOM Dinamia Bangsa - Jambi Jalan Sudirman Theoo Jambi Abstra Sistem pengenal pola suara atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 Latar Belaang PENDAHULUAN Sistem biometri adalah suatu sistem pengenalan pola yang melauan identifiasi personal dengan menentuan eotentian dari arateristi fisiologis dari perilau tertentu yang dimilii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham Materi IF37325P - Grafia Komputer Geometri Primitive Menggambar garis Irfan Malii Jurusan Teni Informatia FTIK - UNIKOM IF27325P Grafia Komputer 2008 IF27325P Grafia Komputer 2008 Halaman 2 Garis adalah

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Lup [1] Sistem endali dapat diataan sebagai hubungan antara omponen yang membentu sebuah onfigurasi sistem, yang aan menghasilan tanggapan sistem yang diharapan.

Lebih terperinci

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak KORELASI ANARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISEM ADAPIF Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1 Abstra Masud pembahasan tentang orelasi dua sinyal adalah orelasi dua sinyal yang sama aan tetapi

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Dijital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Dijital Bab 4 Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Dijital C itra dijital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra dijital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen-elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untu Merancang Algoritma Kriptografi Klasi Hendra Hadhil Choiri (135 08 041) Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL MENGGUNAKAN MOMENT INVARIANT, TEKSTUR DAN BACKPROPAGATION

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL MENGGUNAKAN MOMENT INVARIANT, TEKSTUR DAN BACKPROPAGATION UPN Veteran Yogyaarta, 30 Juni 2012 CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL MENGGUNAKAN MOMENT INVARIANT, TEKSTUR DAN BACKPROPAGATION Ni G.A.P Harry Saptarini 1), Rocy Yefrenes Dilla 2) 1) Politeni Negeri Bali 2)

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoko Sumaryono ABSTRACT

ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoko Sumaryono ABSTRACT Jurnal Teni Eletro Vol. 3 No.1 Januari - Juni 1 6 ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoo Sumaryono ABSTRACT Noise is inevitable in communication

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k Kumpulan soal-soal level selesi Kabupaten: 1. Sebuah heliopter berusaha menolong seorang orban banjir. Dari suatu etinggian L, heliopter ini menurunan tangga tali bagi sang orban banjir. Karena etautan,

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Ragam (Anara) Untu menguji esamaan dari beberapa nilai tengah secara sealigus diperluan sebuah teni yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

Lebih terperinci

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

PENDETEKSIAN GERAK TANGAN MANUSIA SEBAGAI INPUT PADA KOMPUTER

PENDETEKSIAN GERAK TANGAN MANUSIA SEBAGAI INPUT PADA KOMPUTER PENDETEKSIAN GERAK TANGAN MANUSIA SEBAGAI INPUT PADA KOMPUTER Wiaria Gazali 1 ; Haryono Soeparno 2 1 Jurusan Matematia, Faultas Sains dan Tenologi, Universitas Bina Nusantara Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PENGENALAN POLA GEOMETRI WAJAH MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK Muhamad Tonovan *, Achmad Hidayatno **, R. Rizal Isnanto ** Abstra - Pengenalan waah adalah

Lebih terperinci

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR 3. Dimensi Partisi Graf Kipas (F n ) Berdasaran Proposisi dan Proposisi, semua graf G selain graf P n dan K n memilii 3 pd(g) n -. Lebih husus, graf Kipas

Lebih terperinci

PROGRAM SIMULASI UNTUK REALISASI STRUKTUR TAPIS INFINITE IMPULSE RESPONSE UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN DIGITAL SIGNAL PROCESSING

PROGRAM SIMULASI UNTUK REALISASI STRUKTUR TAPIS INFINITE IMPULSE RESPONSE UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN DIGITAL SIGNAL PROCESSING Konferensi asional Sistem dan Informatia 28; Bali, ovember 15, 28 KS&I8-44 PROGRAM SIMULASI UTUK REALISASI STRUKTUR TAPIS IFIITE IMPULSE RESPOSE UTUK MEDIA PEMBELAJARA DIGITAL SIGAL PROCESSIG Damar Widjaja

Lebih terperinci

Ukuran Pemusatan Data

Ukuran Pemusatan Data Uuran Pemusatan Data Atina Ahdia, S.Si., M.Si. Universitas Islam Indonesia Uuran Pemusatan Data 1. Mean (rata-rata) 2. Median (nilai tengah) 3. Modus Mean 1. Rata-rata Hitung Misalan terdapat N observasi,

Lebih terperinci

PENGENALAN KAPAL PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN IMAGE PROCESSING DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENALAN KAPAL PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN IMAGE PROCESSING DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENALAN KAPAL PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN IMAGE PROCESSING DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Sutino 1, Helmie Arif Wibawa 2, Priyo Sidi Sasongo 3 123 Jurusan Ilmu Komputer/Informatia, FSM,

Lebih terperinci

OSN 2014 Matematika SMA/MA

OSN 2014 Matematika SMA/MA Soal 5. Suatu barisan bilangan asli a 1, a 2, a 3,... memenuhi a + a l = a m + a n untu setiap bilangan asli, l, m, n dengan l = mn. Jia m membagi n, butian bahwa a m a n. Solusi. Andaian terdapat bilangan

Lebih terperinci

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming JURAL TEKIK POMITS Vol. 2, o. 2, (2013) ISS: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming Yunan Helmy Amrulloh, Rony Seto Wibowo, dan Sjamsjul

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi Genap 2016/2017 Outline Pengertian Konvolusi Pengertian Frekuensi Filter Lolos-Rendah (Lowpass Filter) Filter Lolos-Tinggi

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks. Soal-Jawab Fisia OSN - ( poin) Sebuah pipa silinder yang sangat besar (dengan penampang lintang berbentu lingaran berjarijari R) terleta di atas tanah. Seorang ana ingin melempar sebuah bola tenis dari

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway Rea Racana Jurnal Online Institut Tenologi Nasional Teni Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Penentuan Nilai Eivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perotaan Menggunaan Metode Time Headway ENDI WIRYANA

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Waktu : 1 x 3x 50 Menit Pertemuan : 6 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID Ferry Tan, Giovani Gracianti, Susanti, Steven, Samuel Luas Jurusan Teni Informatia, Faultas

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER Oleh: Supardi SEKOLAH PASCA SARJANA JURUSAN ILMU FISIKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 1 PENDAHULUAN Liquid Crystal elastomer (LCE

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disampaian beberapa pengertian dasar yang diperluan pada bab selanutnya. Selain definisi, diberian pula lemma dan teorema dengan atau tanpa buti. Untu beberapa teorema

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar Tugas Ahir PENDETEKSI POSISI MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER MMA7260Q BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 Muhammad Riyadi Wahyudi, ST., MT. Iwan Setiawan, ST., MT. Abstract Currently, determining

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi: Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

Pengenalan Pola. Klasifikasi Linear Discriminant Analysis

Pengenalan Pola. Klasifikasi Linear Discriminant Analysis Pengenalan Pola Klasifiasi Linear Discriminant Analysis PTIIK - 2014 Course Contents 1 Analisis Disriminan 2 Linear Classification 3 Linear Discriminant Analysis (LDA 4 Studi Kasus dan Latihan Analisis

Lebih terperinci

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing . DISTRIUSI INOMIL pabila sebuah oin mata uang yang memilii dua sisi bertulisan ambar () dan nga () dilempar satu ali, maa peluang untu mendapatan sisi ambar adalah,5 atau. pabila oin tersebut dilempar

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan

Lebih terperinci

Transformasi Wavelet Diskret Untuk Data Time Series

Transformasi Wavelet Diskret Untuk Data Time Series SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 015 Transformasi Wavelet Disret Untu Data Time Series S - 11 11 Vemmie Nastiti Lestari, Subanar Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Multipath, LOS, N-LOS, Network Analyzer, IFFT, PDP. 1. Pendahuluan

Kata Kunci : Multipath, LOS, N-LOS, Network Analyzer, IFFT, PDP. 1. Pendahuluan Statisti Respon Kanal Radio Dalam Ruang Pada Freuensi,6 GHz Christophorus Triaji I, Gamantyo Hendrantoro, Puji Handayani Institut Tenologi Sepuluh opember, Faultas Tenologi Industri, Jurusan Teni Eletro

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB

PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB Wirda Ayu Utari Universitas Gunadarma utari.hiaru@gmail.com ABSTRAK Program pengenalan pola ini merupaan program yang dibuat

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Departemen

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Program

Lebih terperinci

Pendeteksi Rotasi Menggunakan Gyroscope Berbasis Mikrokontroler ATmega8535

Pendeteksi Rotasi Menggunakan Gyroscope Berbasis Mikrokontroler ATmega8535 Maalah Seminar Tugas Ahir Pendetesi Rotasi Menggunaan Gyroscope Berbasis Miroontroler ATmega8535 Asep Mubaro [1], Wahyudi, S.T, M.T [2], Iwan Setiawan, S.T, M.T [2] Jurusan Teni Eletro, Faultas Teni, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

Metode Penggerombolan Berhirarki

Metode Penggerombolan Berhirarki 4 TINJAUAN PUSTAKA Analisis gerombol dalam bidang riset pemasaran sering diistilahan sebagai analisis segmentasi, merupaan alat statistia peubah ganda yang bertujuan untu mengelompoan n indiidu data e

Lebih terperinci

MODUL V PENCACAH BINER ASINKRON (SYNCHRONOUS BINARY COUNTER)

MODUL V PENCACAH BINER ASINKRON (SYNCHRONOUS BINARY COUNTER) MOUL V PENH INE SINON (SYNHONOUS INY OUNTE) I. Tujuan instrusional husus 1. Membuat rangaian dan mengamati cara erja suatu pencacah iner (inary counter). 2. Menghitung freuensi output pencacah iner. 3.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA Iing Mutahiroh, Fajar Saptono, Nur Hasanah, Romi Wiryadinata Laboratorium Pemrograman dan Informatia

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

UJI BARTLETT. Elty Sarvia, ST., MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung. Scheffe Multiple Contrast Procedure

UJI BARTLETT. Elty Sarvia, ST., MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung. Scheffe Multiple Contrast Procedure 8/9/01 UJI TUKEY UJI DUNCAN UJI BARTLETT UJI COCHRAN UJI DUNNET Elty Sarvia, ST., MT. Faultas Teni Jurusan Teni Industri Universitas Kristen Maranatha Bandung Macam Metode Post Hoc Analysis The Fisher

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA APRIORI UNTUK MEMPEROLEH ASSOCIATION RULE ANTAR ITEMSET BERDASARKAN PERIODE PENJUALAN DALAM SATU TRANSAKSI

PENERAPAN ALGORITMA APRIORI UNTUK MEMPEROLEH ASSOCIATION RULE ANTAR ITEMSET BERDASARKAN PERIODE PENJUALAN DALAM SATU TRANSAKSI PENERAPAN ALGORITMA APRIORI UNTUK MEMPEROLEH ASSOCIATION RULE ANTAR ITEMSET BERDASARKAN PERIODE PENJUALAN DALAM SATU TRANSAKSI Devi Fitrianah, Ade Hodijah Program Studi Teni Informatia, Faultas Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

BAB III MODEL KANAL WIRELESS

BAB III MODEL KANAL WIRELESS BAB III MODEL KANAL WIRELESS Pemahaman mengenai anal wireless merupaan bagian poo dari pemahaman tentang operasi, desain dan analisis dari setiap sistem wireless secara eseluruhan, seperti pada sistem

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS KELOMPOK DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST

KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS KELOMPOK DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST KAJIAN METODE BERBASIS MODEL PADA ANALISIS KELOMPOK DENGAN PERANGKAT LUNAK MCLUST Timbul Pardede (timbul@mail.ut.ac.id) Jurusan Statisti FMIPA, Universitas Terbua ABSTRAK Metode Ward dan metode K-rataan

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Faultas Teni Informatia, Institut Tenologi Telom Jl. Teleomuniasi No.1 Bandung 40286 Telp. (022) 7564108

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

DESAIN SENSOR KECEPATAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILTER KALMAN UNTUK ESTIMASI KECEPATAN DAN POSISI KAPAL

DESAIN SENSOR KECEPATAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILTER KALMAN UNTUK ESTIMASI KECEPATAN DAN POSISI KAPAL DESAIN SENSOR KECEPAAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILER KALMAN UNUK ESIMASI KECEPAAN DAN POSISI KAPAL Alrijadjis, Bambang Siswanto Program Pascasarjana, Jurusan eni Eletro, Faultas enologi Industri Institut

Lebih terperinci

Agar Xn berperilaku acak yang dapat dipertanggungjawabkan :

Agar Xn berperilaku acak yang dapat dipertanggungjawabkan : ara memperoleh data Zaman dahulu, dgn cara : 1. Melempar dadu 2. Mengoco artu Zaman modern (>1940), dgn cara membentu bilangan aca secara numeri/ aritmati(menggunaan omputer), disebut Pseudo Random Number

Lebih terperinci

METODE WATERMARKING UNTUK PENYISIPAN INDEKS DATA PADA IMAGE MENGGUNAKAN HAAR TRANSFORMASI WAVELET

METODE WATERMARKING UNTUK PENYISIPAN INDEKS DATA PADA IMAGE MENGGUNAKAN HAAR TRANSFORMASI WAVELET METODE WATERMARKING UNTUK PENYISIPAN INDEKS DATA PADA IMAGE MENGGUNAKAN HAAR TRANSFORMASI WAVELET Maryanti 1, Nana Juhana, ST. 1, Manahan P.Siallagan S.Si, MT. 1 1) Jurusan Teni Informatia, FT, UNIKOM

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial

Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial Dr. Aniati Murni (R.1202) Dina Chahyati, M.Kom (R.1226) Universitas Indonesia DC - OKT 2003 1 Tujuan Peningkatan Mutu Citra Sumber Pustaka:

Lebih terperinci

ESTIMASI TRAJECTORY MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE ENSEMBLE KALMAN FILTER SQUARE ROOT (ENKF-SR)

ESTIMASI TRAJECTORY MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE ENSEMBLE KALMAN FILTER SQUARE ROOT (ENKF-SR) SEMINAR NASIONAL PASCASARJANA SAL ESIMASI RAJECORY MOBILE ROBO MENGGUNAKAN MEODE ENSEMBLE KALMAN FILER SQUARE ROO (ENKF-SR) eguh Herlambang Zainatul Mufarrioh Firman Yudianto Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL. Sistem Bilang Real. Fungsi dan Grafi. Limit dan Keontinuan 4. Limit Ta Hingga 5. Turunan Fungsi 6. Turunan Fungsi Trigonometri 7. Teorema Rantai 8. Turunan Tingat Tinggi 9.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 ObjePenelitian Obje penelitian merupaan hal yang tida dapat dipisahan dari suatu penelitian. Obje penelitian merupaan sumber diperolehnya data dari penelitian yang dilauan.

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016 Outline Pengertian Konvolusi Pengertian Frekuensi Filter Lolos-Rendah

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar ugas Ahir Simulasi Penapisan Kalman Dengan Kendala Persamaan Keadaan Pada Kasus Penelusuran Posisi Kendaraan (Vehicle racing Problem Iput Kasiyanto [], Budi Setiyono, S., M. [], Darjat,

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012 KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB Konsep Kinetia/ Laju Reasi Laju reasi menyataan laju perubahan onsentrasi zat-zat omponen reasi setiap satuan watu: V [ M ] t Laju pengurangan onsentrasi

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU

PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU PENENTUAN FAKTOR KALIBRASI ACCELEROMETER MMA7260Q PADA KETIGA SUMBU Wahyudi 1, Adhi Susanto 2, Sasongo P. Hadi 2, Wahyu Widada 3 1 Jurusan Teni Eletro, Faultas Teni, Universitas Diponegoro, Tembalang,

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PADA SIFAT ELASTISITAS BAHAN

PENGARUH GAYA PADA SIFAT ELASTISITAS BAHAN PENGARUH GAYA PADA SIAT ELASTISITAS BAHAN SMA Kelas XI Semester Standar Kompetensi. Menganalisis gejala alam dan eteraturannya dalam caupan meania benda titi Kompetensi Dasar.3 Menganalisis pengaruh gaya

Lebih terperinci