UNIVERSITAS INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

Produksi di Industri Farmasi

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

Oleh : Bambang Priyambodo

UNIVERSITAS INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT INDOFARMA (PERSERO) TBK. JALAN RAYA INDOFARMA NO. 1 CIBITUNG-BEKASI 3 31 OKTOBER 2011

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II. TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

UNIVERSITAS INDONESIA

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

UNIVERSITAS INDONESIA

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JALAN SOEKARNO-HATTA NO. 789 BANDUNG 03 APRIL 26 MEI 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016

DOKUMENTASI

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

Transkripsi:

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.INDOFARMA (PERSERO) TBK JALAN INDOFARMA NO.1 CIBITUNG, BEKASI PERIODE 07 JANUARI 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ERNI DWI NOVIYANTI, S.Farm. 1206313034 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.INDOFARMA (PERSERO) TBK JALAN INDOFARMA NO.1 CIBITUNG, BEKASI PERIODE 07 JANUARI 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ERNI DWI NOVIYANTI, S.Farm. 1206313034 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

iii

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi. Pada penyelesaian penyusunan laporan ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada: 1. Bapak Djakfarudin Junus selaku Direktur Utama PT. Indofarma (Persero) Tbk yang telah berkenan memberi ijin pelaksanaan praktek kerja. 2. Ibu Irma Kusheninggar, S,Si., Apt., sebagai Asisten Manager Pemastian Mutu dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal bagian pemastian mutu di PT.Indofarma (Persero) Tbk. 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi. 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 5. Ibu Dr. Silvia Surini, M. Pharm.Sc., Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi yang sudah membimbing dan mendukung penulis. 6. Bapak Supriyadi, selaku koordinator PKPA PT. Indofarma (Persero) Tbk. 7. Seluruh staf dan karyawan PT. Indofarma (Persero) Tbk. yang telah membantu dan memberikan pengarahan selama pelaksanaan praktek kerja profesi apoteker ini. 8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 9. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 atas dukungan dan kerja sama selama ini. iv

10. Keluargaku, Ibu dan Bapakku tercinta, kakak dan adikku tersayang yang tidak putus memberikan dukungan moril maupun materil serta doa untuk penulis selama penyusunan laporan ini. 11. Seluruh pihak yang telah membantu baik moril maupun materil selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih belum sempurna sehingga penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada. Penulis menerima dengan tangan terbuka segala saran maupun kritik yang bersifat membangun bagi penyusunan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2013 v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Erni Dwi Noviyanti, S.Farm NPM : 1206313034 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek KerjaProfesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya akhir saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.Indofarma (Persero) Tbk, Jalan Indofarma No.1 Cibitung, Bekasi Periode 7 Januari 28 Februari 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 5 Juli 2013 Yang menyatakan Erni Dwi Noviyanti vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan...... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI... 3 2.1 Industri Farmasi... 3 2.1.1 Persyaratan Industri Farmasi... 3 2.1.2 Pembinaan dan Pengawasan... 5 2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi... 6 2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)... 6 2.2.1 Manajemen Mutu... 8 2.2.2 Personalia... 9 2.2.3 Bangunan dan Fasilitas... 10 2.2.4 Peralatan... 13 2.2.5 Sanitasi dan Higiene... 13 2.2.6 Produksi... 14 2.2.7 Pengawasan Mutu... 18 2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu... 18 2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian... 19 2.2.10 Dokumentasi... 19 2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 20 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi... 20 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT.INDOFARMA... 22 3.1 Sejarah dan Perkembangan PT.Indofarma... 22 3.2. Visi, Misi, Motto dan Logo PT.Indofarma... 26 3.2.1 Visi... 26 3.2.2 Misi... 27 3.2.3 Logo... 27 3.2.4 Motto... 27 3.3 Kedudukan, Fungsi, dan Peranan PT.Indofarma... 29 3.3.1 Kedudukan... 29 3.3.2 Fungsi... 29 3.3.3 Peranan... 30 3.4 Lokasi dan Bangunan... 30 vii

3.5 Kebijakan Mutu Perusahaan... 31 3.6 Produk PT.Indofarma... 31 3.6.1 Produk Ethical (OGB, Lisensi, Nama Dagang)... 32 3.6.2 OTC dan Herbal Medicine... 33 3.6.3 Alat Kesehatan... 34 3.7 Struktur Organisasi... 35 3.7.1 Direktorat... 35 3.7.1.1 Direktorat Produksi... 36 3.7.1.2 Direktorat Keuangan dan SDM... 59 3.7.1.3 Direktorat Riset dan Pemasaran... 62 3.7.1.4 Direktorat Operasi dan Pengembangan... 63 3.7.2 Non-Direktorat... 64 BAB 4 PEMBAHASAN... 68 4.1 Manajemen Mutu... 69 4.2 Personalia... 69 4.3 Bangunan, Peralatan dan Fasilitas... 72 4.4 Sanitasi dan Higiene... 73 4.5 Produksi... 74 4.5.1 Bidang Produksi I... 75 4.5.2 Bidang Produksi II... 75 4.5.3 Bidang Produksi Herbal... 76 4.5.4 Bidang Pengadaan... 77 4.5.5 Bidang Logistik Bahan awal... 77 4.5.6 Bidang Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan (PPPP)... 77 4.5.7 Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang)... 78 4.6 Pengawasan Mutu... 79 4.7 Inspeksi Diri dan Audit Mutu... 79 4.8 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian... 80 4.9 Dokumentasi... 81 4.10 Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak... 82 4.11 Kualifikasi dan Validasi... 82 4.12 Sistem Pengelolaan Lingkungan... 83 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 84 5.1 Kesimpulan... 84 5.2 Saran... 84 DAFTAR ACUAN... 85 viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Logo PT Indofarma (Persero) Tbk.... 27 Gambar 3.2 Struktur Organisasi PT Indofarma (Persero) Tbk... 36 Gambar 3.3 Struktur PPPP dalam Bidang Produksi... 37 Gambar 3.4 Alur Penelitian Produk Baru... 50 ix

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kegiatan Bidang Logistik Bahan Awal... 57 x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Lokasi PT. Indofarma (Persero) Tbk.... 88 Lampiran 2. Tata Letak Bangunan di PT. Indofarma (Persero) Tbk.... 89 Lampiran 3. Struktur Organisasi Staf Direksi... 90 Lampiran 4. Struktur Organisasi Non Direktorat... 91 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Produksi... 92 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Pemasaran... 93 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Umum dan SDM... 94 Lampiran 8. Struktur Organisasi Direktorat Keuangan... 95 Lampiran 9. Alur Proses Pembuatan Sediaan Tablet... 96 Lampiran 10. Alur Proses Peluncuran Produk Baru... 97 Lampiran 11. Alur Proses Pembuatan Sediaan Kapsul... 98 Lampiran 12. Alur Proses Produksi Sediaan Cair Oral (Sirup)... 99 Lampiran 13. Alur Proses Pembuatan Sediaan Serbuk... 100 Lampiran 14. Alur Proses Produksi Sediaan Salep... 101 Lampiran 15. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup Kering... 102 Lampiran 16. Alur Proses Produksi Sediaan Steril... 103 Lampiran 17. Alur Proses Produksi Sediaan Steril Aseptis (Dibawah LAF) 104 Lampiran 18. Alur Proses Produksi Sediaan Steril Non Aseptis... 105 Lampiran 19. Alur Proses Produksi Sediaan β-laktam... 106 Lampiran 20. Alur Produk dalam Pengemasan... 107 Lampiran 21. Aspek Pelaksanaan Bagian PPPP... 108 Lampiran 22. Sistem Informasi Dalam Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan... 109 Lampiran 23. Skema Peran PPPP/PPIC... 110 Lampiran 24. Sistem Pengolahan Air PT.Indofarma (Persero) Tbk... 111 Lampiran 25. Instalasi Pengolahan Air di PT.Indofarma (Persero) Tbk.... 112 Lampiran 26. Sistem Pengolahan Air Limbah PT.Indofarma (Persero) Tbk.... 113 Lampiran 27. Sistem Pengaturan Udara di Ruang Produksi... 114 xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri farmasi mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan memproduksi obat yang bermutu dan berkualitas. Untuk menjamin tercapainya pemenuhan obat yang berkualitas, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan telah berupaya memberikan suatu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mutlak harus diterapkan oleh semua industri farmasi. Jaminan mutu suatu produk obat jadi tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian akan tetapi mutu harus dibentuk dan dibangun pada seluruh proses tahapan produksi dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, pelaksanaan CPOB terkini harus diterapkan pada seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pengawasan dan pengendalian mutu dilakukan mulai dari pengadaan bahan awal, proses pembuatan dan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mutu seperti bangunan, peralatan, personalia sampai suatu produk siap untuk dipasarkan. Pelaksanaan CPOB terkini merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat. PT Indofarma yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan CPOB seperti di atas, dipercaya pemerintah untuk memenuhi tersedianya obat bermutu dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Salah satu bentuk nyata dari upaya tersebut adalah menyerahkan produksi obat generik berlogo (OGB) kepada PT Indofarma (Persero) Tbk. Sebagai perusahaan farmasi dengan tanggung jawab yang besar maka peran apoteker sangat dibutuhkan dalam menghasilkan produk obat bermutu dan berkualitas tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu adanya peningkatan wawasan dan pengetahun tentang industri farmasi. Seorang apoteker dalam industri farmasi harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan diadakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa profesi 1

2 Fakultas Farmasi, sehingga diharapkan mahasiswa dapat mengenal, mengetahui, memperdalam fungsi dan peran apoteker di industri farmasi. Dengan demikian calon Apoteker mendapatkan bekal ketrampilan dan pengalaman praktis yang kelak akan membantu ketika memasuki dunia kerja terutama di industri farmasi. 1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Tujuan diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Indofarma (Persero) Tbk. adalah : 1. Mengetahui dan memahami penerapan CPOB di industri farmasi, khususnya di PT. Indofarma (Persero) Tbk. 2. Memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam industri farmasi yang diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.

BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/PER/XII/2010, proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Sedangkan bahan obat adalah bahan yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat baik untuk semua tahapan maupun sebagian tahapan saja. Industri farmasi yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan, harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk sebagai hasil ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.1.1. Persyaratan Izin Usaha Industri Farmasi Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Badan Pengawas Obat dan Makanan. Industri farmasi yang membuat obat dan atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permenkes RI No.1799/MENKES/PER/XII/2010, persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi tersebut adalah sebagai berikut : a) Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b) Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 3

4 d) Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. e) Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. *Dikecualikan dari persyaratan bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk memperoleh izin industri farmasi, diperlukan sebuah persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dan akan diberikan persetujuan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan. Setelah persetujuan prinsip diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalansi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip berlaku selama 3 tahun. Dalam hal pemohonan persetujuan prinsip oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, diharuskan memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Surat izin permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut : a) Fotokopi persetujuan prinsip industri farmasi b) Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri c) Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan d) Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya e) Fotokopi sertifikat upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan atau analisis mengenai dampak lingkungan f) Rekomendasi kelengkapan administrative izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi.

5 g) Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari kepala badan h) Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir i) Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. j) Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan k) Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu l) Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Permenkes RI No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 dapat dikenakan sanksi administratif berupa : a) Peringatan secara tertulis b) Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, atau mutu. c) Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu d) Penghentian sementara kegiatan e) Pembekuan izin industri farmasi f) Pencabutan izin industri farmasi 2.1.2 Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh direktur jenderal. Sedangkan Pengawasan industri farmasi dilakukan oleh kepala badan. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan pemeriksaan dan :

6 a) Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat. b) Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat. c) Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut. d) Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan obat dan bahan obat. 2.1.3. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat dilakukan apabila perusahaan farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi : a) Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin b) Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar c) Melakukan pemindahtanganan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri kesehatan d) Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, serta obat palsu e) Tidak memenuhi ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1799/Menkes/Per/XII/ 2010 tentang Industri Farmasi. 2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Peraturan Menkes RI No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 menyebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

7 patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (CPOB, 2006) Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja. Namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaanya. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Pedoman CPOB pertama kali diterbitkan pada tahun 1988 dan disusul dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB pada tahun 1989. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi, Pedoman CPOB edisi pertama sekaligus Petunjuk Operasional Penerapan CPOB telah direvisi pada tahun 2001 yang terdiri atas 10 bab dan 3 addendum. Kemudian, untuk mengantisipasi era globalisasi dan harmonisasi dalam bidang farmasi terutama pemenuhan terhadap persyaratan dan standar produk farmasi global terkini, Pedoman CPOB diperbaiki secara berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pergeseran paradigma dalam pengawasan mutu obat. Oleh karena itu, Pedoman CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi Pedoman CPOB yang dinamis edisi 2006.

8 Pedoman CPOB edisi 2006 tersebut mengalami perbaikan sesuai persyaratan CPOB dinamis, antara lain Kualifikasi dan Validasi, Pembuatan dan Analisis Obat Berdasarkan Kontrak, Pembuatan Produk Steril dan penambahan beberapa bab serta aneks yaitu Manajemen Mutu, Pembuatan Produk Darah, Sistem Komputerisasi dan Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinis (Badan POM, 2006). Pedoman CPOB edisi 2006 terdiri dari 12 aspek dan 7 aneks yakni : Bab 1. Manajemen Mutu Bab 2. Personalia Bab 3. Bangunan dan Fasilitas Bab 4. Peralatan Bab 5. Sanitasi dan Higiene Bab 6. Produksi Bab 7. Pengawasan Mutu Bab 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Bab 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali dan Produk Kembalian Bab 10. Dokumentasi Bab 11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak Bab 12. Kualifikasi dan Validasi Aneks 1. Pembuatan Produk Steril Aneks 2. Produksi Produk Biologi Aneks 3. Pembuatan Gas Medisinal Aneks 4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol) Aneks 5. Pembuatan Produk Darah Aneks 6. Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis Aneks 7. Sistem Komputerisasi. 2.2.1. Manajemen Mutu Melalui suatu Kebijakan Mutu, Manajemen industri farmasi bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan pembuatan obat yang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (Registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaannya. Unsur dasar manajemen mutu adalah :

9 a) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, proses dan sumber daya b) Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOB dan Pengawasan Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Ketiga unsur tersebut memegang peranan penting dalam produksi dan pengendalian obat. Quality Assurance (QA) adalah suatu konsep yang luas yang mencakup semua aspek yang secara kolektif maupun individual mempengaruhi mutu dari konsep desain hingga produk tersebut ditangan konsumen. Sedangkan Quality Control (QC) adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu (QC) dan independen dari bagian lain. 2.2.2. Personalia Sumber daya manusia merupakan bagian yang penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu serta pembuatan obat yang benar. Jumlah karyawan di setiap tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Sehingga diperlukan personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai serta tidak dibebani kerja yang berlebihan guna menghindari resiko buruk terhadap mutu obat. Struktur organisasi dalam industri farmasi diatur sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu sama lain. Masing-masing penanggung

10 jawab diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial. Pelatihan diberikan kepada setiap personil yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Personil baru diupayakan mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktek kerja CPOB. Pelatihan berkesinambungan diberikan dengan efektifitas penerapan yang dinilai secara berkala. Personil yang bekerja di area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi diberikan pelatihan spesifik. Pelatihan kepada seluruh personil tersebut diberikan oleh orang yang terkualifikasi 2.2.3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas pembuatan obat sebaiknya memiliki ukuran, rancangan bangunan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan. Sarana kerja harus memadai untuk menghindari resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat. Adapun syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a) Lokasi bangunan dipilih sedemikian rupa sehingga mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran udara, tanah, dan air maupun dari kegiatan industri lain yang berdekatan. b) Kontruksi bangunan dan fasilitas dirancang dan dipelihara dengan tepat sehingga terlindung dari pengaruh luar seperti cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya. c) Seluruh bagian bangunan dan fasilitas dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Peninjauan dilakukan secara berkala dan diperbaiki apabila diperlukan. d) Instalasi dan pengaturan listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi dirancang secara tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang

11 merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk. e) Area produksi, penyimpanan dan pengawasan mutu tidak menjadi jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. f) Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak sebaiknya dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Kesesuaian dengan kegiatan lain yang dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan; Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan; Luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif; Pencegahan penggunaan kawasan industri sebagai lalu lintas umum. g) Produksi obat tertentu seperti antibiotik penisilin dan sefalosporin, hormon seks dan sitotoksik disediakan sarana khusus dan self-contained serta peralatan pengendali udara untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat pencemaran silang. h) Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. i) Area penyimpanan memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk dan didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan dengan baik. j) Tersedia sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. k) Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah dibersihkan, bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis hendaklah dibentuk lengkungan. Fasilitas terdiri atas Sistem Tata Udara/Air Handling System (AHS) dan Pengolahan Air/Water System. Suatu perusahaan akan menghasilkan suatu

12 produk yang berkualitas jika memenuhi faktor-faktor kritis salah satunya yaitu kondisi lingkungan tempat dimana produk tersebut diproduksi. Kondisi lingkungan yang kritis terhadap kualitas produk antara lain, cahaya, suhu, kelembaban relative (RH), kontaminasi mikroba dan kontaminasi partikel. Sebagai upaya untuk mengendalikan kondisi lingkungan tersebut, maka setiap industri farmasi diwajibkan untuk mempunya Sistem Tata Udara atau Air Handling System/AHS. AHS sering disebut juga HVAC (Heating, Ventilating, and Air Conditioning). AHS atau HVAC berfungsi mengontrol suhu ruangan, kelembaban, tingkat kebersihan sesuai dengan kelas ruangan yang dipersyaratkan, tekanan udara dan sebagainya. Pada dasarnya, penggunaan AHU/HVAC tergantung dari jenis produk yang dibuat dan tingkat kelas ruang yang digunakan, misal ruang produksi steril, beta laktam, non steril, sefalosporin dan sebagainya. Air Handling Unit (AHU) merupakan seperangkat alat/unit sistem yang dapat mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian udara, dan sebagainya di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan. AHU terdiri dari alat yang masing-masing memiliki fungsi yang bebeda, antara lain: a) Cooling Coil/evaporator, berfungsi mengontrol suhu dan RH udara yang akan didistribusikan ke ruang produksi. b) Static Pressure Fan/Blower, berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya. c) Filter, untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme serta partikel asing yang mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. d) Ducting, sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Ducting merupakan sebuah sistem saluran udara yang menghubungkan blower dengan ruangan produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluran udara yang keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU. e) Dumper, merupakan bagian dari ducting AHU yaitu sebagai pengatur jumlah/debit udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi.

13 Air merupakan salah satu aspek kritis (vital) dalam pelaksanaan c-gmp. Tujuan dari sistem pengelolaan air untuk produksi adalah untuk menghilangkan cemaran sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan. Kualitas air yang digunakan untuk produksi, tergantung dari persyaratan air yang digunakan produk yang dibuat. Berikut adalah standar air yang digunakan untuk produksi sesuai dengan persyaratan CPOB 2006. Purified water system merupakan sistem pengelolaan air yang dapat menghilangkan berbagai cemaran (ion, bahan organik, partikel, mikroba dan gas) yang terdapat di dalam air yang digunakan untuk produksi. Looping system berfungsi untuk mensirkulasi air secara terus menerus selama 24 jam dan harus dilengkapi dengan Total organic carbon (TOC) monitor untuk memantau jumlah senyawa karbon yang terdapat di dalam air (Priyambodo, 2007). 2.2.4. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi secara tepat sehingga mutu produk obat terjamin secara seragam untuk tiap bets dan memudahkan pembersihan serta perawatannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi atau mengabsorpsi bahan lain sehingga dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya diluar batas yang telah ditentukan. Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun luar serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pemeliharaan dan perawatan peralatan dilakukan menurut jadwal yang tepat untuk mempertahankan fungsi kerjanya tetap dalam kondisi baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk. 2.2.5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap

14 hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Semua karyawan sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan dan menerapkan higiene perorangan yang baik. Prosedur higene perorangan sebaiknya diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik (misalnya karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur). Hal ini dilakukan untuk menjamin produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil. Bagi karyawan yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk dilarang menangani bahan maupun proses produksi sampai sembuh kembali. Bangunan untuk pembuatan obat dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Setelah penggunaan, peralatan dibersihkan secara keseluruhan sesuai prosedur yang ditetapkan. Selanjtnya peralatan disimpan dan dijaga dalam kondisi bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa kembali untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa penetapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan. 2.2.6. Produksi Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai CPOB sehingga menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Aspek penting dalam kegiatan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut: 2.2.6.1 Bahan Awal Pengadaan bahan awal hanya diperoleh dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi. Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh Pemastian Mutu berdasarkan spesifikasi tertentu dan dikarantina sampai diluluskan untuk dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat disimpan terpisah untuk dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan.

15 2.2.6.2 Validasi Proses Semua proses produksi divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan sebaiknya disertai dengan tindakan validasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Semua proses dan prosedur yang ada dievaluasi ulang secara rutin untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. 2.2.6.3 Pencegahan Pencemaran Silang Pencemaran silang dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat seperti produksi dalam gedung terpisah (diperlukan untuk penicillin, hormon seks, sitotoksik tertentu dan lain-lain), tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara, memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak memadai, memakai pakaian pelindung yang sesuai, melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang efektif, menggunakan sistem self-contained, dan pengujian residu dan menggunakan label status kebersihan pada alat. 2.2.6.4 Sistem Penomoran Bets/Lot Sistem yang menjabarkan cara penomoran bets atau lot dibuat secara rinci untuk mempermudah identifikasi dan penelusuran produk antara, produk ruahan atau obat dengan nomor batch atau lot tertentu. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak digunakan secara berulang. 2.2.6.5 Penimbangan dan Penyerahan Perhitungan, penimbangan, penyerahan dan penanganan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi yang harus tercakup dalam prosedur tertulis dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. 2.2.6.6 Pengembalian Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan didokumentasikan dan dicek kembali

16 dengan baik. Bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali jika telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. 2.2.6.7 Pengolahan Pemeriksaan awal pada pengolahan, baik bahan, kondisi daerah pengolahan, peralatan, wadah dan penutup mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan. Pencegahan pencemaran silang harus dilakukan pada seluruh tahap pengolahan. 2.2.6.8 Bahan dan Produk Kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaknya diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. 2.2.6.9 Bahan Pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. 2.2.6.10 Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi yang dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas produk jadi yang telah dikemas. Kegiatan pengemasan dilaksanakan berdasar instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. 2.2.6.11 Pengawasan-selama-proses (IPC) Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetuji oleh kepala bagian Manajemen Mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan. 2.2.6.12 Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di restricted area. Bahan atau produk tersebut dapat dikembalikan

17 kepada pemasoknya, diolah ulang atau dimusnahkan. Bahan atau produk dapat diolah ulang dan dipulihkan asalkan layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya. Sisa produk yang tidak layak untuk diolah ulang atau bahan pulihan yang tidak memenuhi spesifikasi, mutu, kemanjuran atau keamanan tidak boleh ditambahkan ke dalam bets berikutnya. Langkah apapun yang dilakukan terhadap bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan harus mendapat persetujuan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) terlebih dahulu dan terdokumentasi baik. 2.2.6.13 Karantina Obat Jadi dan Penyerahan Gudang Obat Jadi Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan ketat dilakukan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. 2.2.6.14 Catatan Pengendalian Pengiriman Obat Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk (first-in-first-out (FIFO)) dan obat jadi yang waktu kadaluarsanya (first-expired-first-out (FEFO)) paling mendekati didistribusikan terlebih dahulu. 2.2.6.15 Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan dan Obat Jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko pencampuran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas. 2.2.6.16 Pengiriman dan Pengangkutan Bahan dan produk jadi diangkut sedemikian rupa sehingga tidak merusak keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga. Pengiriman dan pengangkutan bahan obat dilaksanakan setelah terdapat pesanan pengiriman. Tanda terima pesanan pengiriman dan pengangkutan didokumentasikan.

18 2.2.7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung jawab semua unsur yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan menjadi penting untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat hingga pada distribusi obat. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas on going, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya. 2.2.8. Inspeksi dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah semua aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri telah memenuhi ketentuan CPOB. Kegiatan ini dirancang untuk mengevaluasi kelemahan pelaksanaan CPOB sehingga dapat ditetapkan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan. Inspeksi diri dilakukan secara berkala minimal satu kali dalam setahun. Pelaksanaannya melibatkan tim inspeksi yang minimal terdiri dati tiga anggota tim. Setiap anggota merupakan personil yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan. Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang paling sedikit terdiri dari tiga anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim dapat dibentuk dari dalam atau luar perusahaan. Tiap anggota hendaklah independen dalam melakukan inspeksi dan evaluasi. Inspeksi diri dapat dilakukan perbagian perusahaan dan dilakukan minimal 1 tahun sekali.

19 Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. 2.2.9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Seluruh keluhan dan laporan diteliti dan dievaluasi dengan cermat kemudian diambil tidak lanjut yang sesuai dan dibuat laporan. Keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti. Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dari bagian produksi, pengawasan mutu, gudang dan pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedik, klinik, rumah sakit, apotek, distributor. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau lebih bets atau seluruh produk jadi tertentu. Penarikan ini dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan kepada industri karena adanya keluhan, kerusakan, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi fisik obat. 2.2.10. Dokumentasi (Ketentuan Dokumentasi) Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap

20 petugas mendapatkan instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Setiap dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat yang lengkap dari setiap batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch atau lot produk tersebut. Sistem dokumentasi digunakan juga dalam pemantauan dan pengendalian seperti lingkungan, perlengkapan dan personalia. 2.2.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu industri membuat produk di industri lain atau sebaliknya. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat mempengaruhi mutu produk atau kinerja personil. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pengawasan mutu. 2.2.12. Kualifikasi dan Validasi Kegiatan kualifikasi dan validasi merupakan persyaratan yang tercantum dalam CPOB untuk industri farmasi sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan serta perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuasi (match & reliable) untuk memberikan kepastian (certainty) bahwa alat, prosedur, kondisi (ruangan dan lingkungan) berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Validasi dibagi empat yaitu: validasi pembersihan, validasi metode analisis, validasi proses, dan validasi ruangan. Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat yaitu: kualifikasi desain (KD), kualifikasi instalasi (KI), kualifikasi operasional (KO), dan kualifikasi kinerja

21 (KO). KD adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa desain yang dilakukan telah memenuhi ketentuan CPOB dan didokumentasikan. KI adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang terpasang baik sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan untuk peralatan atau sistem penunjang tersebut. KO adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dapat dioperasikan dengan baik sesuai spesifikasi yang ditentukan. KK adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan dan sistem penunjang dapat memberikan kinerja atau sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. INDOFARMA 3.1. Sejarah dan Perkembangan PT Indofarma PT. Indofarma (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Departemen Kesehatan, berdiri pada tahun 1918 berupa unit produksi kecil dari Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda dengan kegiatan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa pembalut yang dilakukan di Centrale Burgelijke Zienkeninrichring (CBZ) dengan lokasi yang terpisah pisah dan yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pabrik tersebut dipimpin Drs. J.A.R. Benhke, Apt., seorang warga Negara Belanda keturunan Jerman. Kemudian lokasi pabrik dipindahkan ke Jalan Tambak No 2 Manggarai Jakarta, sehingga dikenal dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Pengadaan obat berkembang dengan jenis produksi yang bertambah yaitu obat suntik dan tablet pada tahun 1931. Pada tahun 1931 Dienst der Volk Gezondheids (DVG) atau Dinas Kesehatan Rakyat mulai memproduksi tablet dan Injeksi. Pabrik Obat tersebut berada dibawah pemerintah Belanda hingga tahun 1942, kemudian akibat pengalihan penjajah diserahkan kepada perusahaan farmasi Jepang Takeda. Selama masa tersebut kegiatan produksi tidak banyak mengalami perkembangan sehingga tidak banyak mengalami perubahan. Pada saat penyerahan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1950, Pabrik Obat Manggarai diambil alih oleh Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Farmasi di bawah naungan Departemen Kesehatan RI. Pada tahun 1960 1967 pabrik tersebut berada dibawah naungan Badan Perlengkapan Kesehatan (BAPERKES), disamping dua badan yang lain yaitu Depo Farmasi Pusat dan Lembaga Farmakoterapi (yang kemudian disebut Lembaga Farmasi Nasional) yang pada perkembangan selanjutnya disebut Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM). Pada tanggal 14 Pebruari 1967, melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.008/III/Ad.Am/67, nama Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan RI dan ditetapkan sebagai Unit Operatif setingkat Direktorat Jenderal Farmasi. Tugas 22

23 pokok dari pabrik tersebut adalah memproduksi obat obat berdasarkan pesanan Departemen Kesehatan RI. Pada tahun 1969-1975 pabrik direnovasi dan tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.125/IV/KAB/BU/75 tentang struktur organisasi Departemen Kesehatan yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 dan 45 tahun 1974. Namun pabrik farmasi Departemen Kesehatan ini tidak tercakup dalam keputusan tersebut sehingga statusnya tidak jelas. Hal ini berlangsung hingga tahun 1978. Adanya kebijakan pemerintah tanggal 15 Nopember 1978 dalam bidang Ekonomi dan Keuangan, harga obat mendadak melambung tinggi sehingga persediaan obat terutama di Puskesmas mengalami kekosongan karena kesulitan mendapatkan obat. Peristiwa ini menyadarkan pemerintah untuk memenuhi penyediaan obat, sehingga diperlukan alat dan sarana yang dapat digunakan untuk mengendalikan mekanisme pengadaan obat dalam jumlah yang cukup, dengan khasiat keamanan dan mutu yang terjamin serta distribusi yang merata dan teratur, dengan harga terjangkau oleh kemampuan dan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Pabrik Farmasi diaktifkan kembali sesjuai dengan fungsinya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 418/Menkes/SK/XII/78 tanggal 6 Desember 1978. Disebutkan pula tentang Pusat Produksi Farmasi bertugas membantu usaha Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibidang Kesehatan, yaitu memproduksi obat-obat untuk Rumah Sakit Pemerintah dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Obat-obatan yang dimaksud bersifat essensial, artinya obat tersebut banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk mewujudkannya, maka diputuskan untuk mendirikan pabrik sebagai pengganti sekaligus memperluas Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan RI. Pada tahun 1980 mulai dilakukan studi kelayakan pembangunan pabrik farmasi. Berdasarkan PP No.20 tahun 1981 yang diterbitkan tanggal 11 Juli 1981, Pusat Produksi Farmasi diubah menjadi Perusahaan Umum dengan nama Indonesia Farma (Perum Indofarma). Realisasi pelaksanaan PP tersebut baru diwujudkan pada tanggal 1 April 1983. Tonggak penting lain perjalanan bisnis

24 Indofarma terjadi pada tahun 1988 dengan membangun Pabrik Modern berkapasitas besar dilahan seluas 20 Hektar dikawasan Cibitung, Jawa Barat. Pabrik dibangun sesuai konsep dan persyaratan CPOB dengan bantuan peralatan dan teknologi dari Italia. Tahun 1990 pembangunan pabrik modern dapat diselesaikan dan mulai pertengahan tahun 1991 hampir seluruh proses produksi di Manggarai Jakarta dipindahkan ke Cibitung, kecuali sediaan steril. Pada tahun 1993 fasilitas pabrik sudah dilengkapi dengan membangun unit produksi steril termasuk fasilitas produksi Cepalosphorin. Bangunan pabrik yang baru dirancang sesuai dengan konsep CPOB yang dilengkapi dengan mesin, peralatan laboratorium serta instalasi pabrik yang modern selesai pada tahun 1994. Pada tanggal 31 Januari 1995 fasilitas produksi steril diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI, dimana seluruh pembangunan yang telah diselesaikan seluruh dana ditanggung 100% oleh Perum Indofarma. Dalam rangka mengantisipasi perubahan dan meningkatkan keunggulan daya saing, dikeluarkanlah melalui PP No. 34 tanggal 20 September 1995 tentang pengubahan status sehingga Perum Indofarma berubah status menjadi Perseroan Terbatas (PT. Indofarma) pada tanggal 26 Januari 1996. Hal tersebut membuat perusahaan dapat bergerak lebih leluasa, sehingga dapat mengembangkan diri ke hilir. Selain bergerak di manufaktur Obat, perusahaan juga merambah sampai ke distribusi dan perdagangan (trading) Produk Farmasi dan Alat Kesehatan. Pada tahun yang sama juga dilakukan akuisisi dengan PT Riasima Abadi yang merupakan produsen bahan baku farmasi sehingga dilakukan renovasi pada bagian Penelitian dan Pengembangan pada tahun 1996-1997. Tahun 1999 PT. Indofarma membangun Pusat Ekstrak (Extract Center) yang selesai tahun 2000 dan juga mendirikan anak perusahaan dengan nama PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM) sebagai distributor dan pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan, sampai saat ini PT. IGM mempunyai 28 cabang diseluruh tanah air. Pada tahun 2000, bisnis distribusi dan trading Produk Farmasi dan Alat Kesehatan dipisahkan dan diserahkan ke Anak Perusahaan yang baru dibentuk, yaitu PT. IGM. Pengembangan ini sekaligus memungkinkan Indofarma memfokuskan diri pada bisnis inti di bidang produksi dan pemasaran produk-

25 produk farmasi. Pabrik makanan bayi dibangun di Lippo Cikarang Industrial Estate Jawa Barat pada tahun 2000. Pada 17 April 2001 Indofarma melakukan penawaran saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perusahaan di bursa efek Jakarta dan bursa efek Surabaya yang berkode INAF, serta resmi menjadi sebuah perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero) Tbk.. PT. Indofarma (Persero) Tbk. meningkatkan investasi penyertaan modal pada PT. Riasima Abadi Farma dari 43,5% ditingkatkan menjadi 50% sebagai pemegang saham mayoritas. Dengan struktur pemodalan yang lebih kuat, indofarma mengembangkan produksi sehingga tidak hanya membuat obat-obat essensial dan generik, melainkan juga obat dengan nama dagang baik etikal maupun OTC, obat tradisional (herbal) dan makanan kesehatan. PT. Indofarma memperoleh Sertifikat ISO 9002 pada bulan Mei 2001. Unit Produksi Steril yang pada tahun 2002 ditingkatkan menjadi ISO 9001 versi 1994 untuk seluruh unit produksi termasuk unit produksi herbal medicine dan Litbang. Sedangkan untuk produksi makanan memperoleh sertifikat ISO 9001 versi 2000 untuk seluruh unit produksi termasuk unit Direktorat Produksi, Direktorat Umum dan Direktorat Pemasaran dan IT. Dalam rangka untuk merealisasikan dengan visi dan misi perusahaan, maka mulai dikembangkan kerjasama dengan patner-patners trategis yang dirintis sejak Oktober 2001 telah dilaksanakan antara lain dengan Oxford Natural Product (England), Praporn Darsut Ltd (Thailand), Lupin (India), Guangda Produksi (Cina), Cowick (Polandia), Nowicky Pharma (Austria) dan lain-lain. Pada bulan Juli 2003 PT. Indofarma (Persero) Tbk. mengalami pergantian Direksi yang diakibatkan adanya masalah pengelolaan manajemen perusahaan. Beberapa bulan kemudian diadakan evaluasi, sehingga pada akhir bulan Desember 2003 tersusun struktur Organisasi yang baru dengan berbagai perubahan didalamnya. Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero)Tbk. tersebut diberlakukan dan disosialisasikan mulai bulan April 2004. Manajemen Indofarma yakin bahwa kunci keberhasilan untuk memenangkan persaingan di era globalisasi adalah operational execellence. Guna memperkuat struktur bisnis, pada tahun 2007 perusahaan mengoptimalkan fungsi

26 bisnis yang ada melalui restrukturisasi lanjutan yang memberikan otonomi luas kepada IGM, terutama dalam hal penggarapan penjualan institusi. Dengan demikian, indofarma dapat lebih memfokuskan pada kegiatan produksi sedangkan IGM pada kegiatan distribusi dan trading produk farmasi dan alat kesehatan. Dalam rangka meningkatkan fasilitas produksi guna memenuhi ketentuan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini, PT. Indofarma (Persero) Tbk. sejak tahun 2008 mulai melaksanakan renovasi fasilitas produksi di Cibitung. Pada tahun 2009, telah masuk pada tahap penyelesaian. Dampak positif renovasi adalah peningkatan kapabilitas untuk menciptakan kondisi yang ideal guna terjaminnya kualitas dan stabilitas produk yang baik. Perkembangan yang terjadi setelah restrukturisasi lanjutan yang bersifat once for all inilah yang membuat Indofarma pada tahun 2008 secara konsolidasian meraih penjualan bersih Rp 1.273,11 milyar dengan membukukan laba bersih Rp 6,67 milyar ditengah pasar OGB, yang masih merupakan produk utama perusahaan. Pada tahun-tahun mendatang, organisasi baru yang lebih terspesialisasi diharapkan dapat mencetak kinerja yang lebih baik. Saat ini, Indofarma memproduksi 218 item obat, 53 diantaranya termasuk produk fast moving. Guna meletakkan fondasi bisnis yang kuat, perseroan senantiasa berupaya menetapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Pada 22 Februari 2007 organ utama perseroan telah bersama-sama menandatangani pernyataan komitmen implementasi GCG. Yang tak kalah penting, perseroan juga berupaya membangun kompetensi personal yang profesional melalui program pengembangan sumber daya manusia yang terarah, agar mampu membawa perseroan memasuki era perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi terkemuka di kawasan ASEAN. 3.2. Visi dan Misi 3.2.1 Visi Visi PT. Indofarma ( Persero ) Tbk. adalah menjadi perusahaan yang berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan memberi solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

27 3.2.2 Misi Misi PT. Indofarma ( Persero ) Tbk. adalah sebagai berikut : a) Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga terjangkau untuk masyarakat. b) Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas untuk mengobati penderita penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi. c) Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia sehingga memiliki kepedulian, profesionalisme dan kewirausahaan yang tinggi. 3.2.3 Logo Gambar 3.1. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. Perusahaan memiliki logo INF yang melambangkan kependekan nama perusahaan. Logo tanpa bingkai menggambarkan pengabdian perseroan di bidang kesehatan masyarakat. Warna biru melambangkan sifat pengabdian perseroan yang tidak terbatas. Keluasan pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang memiliki dimensi yang luas. Upaya pelayanan perseroan pada masyarakat tersirat pada ritme dari garis luas dan lengkung. Kesatuan garisnya memberikan kesan melindungi dan saling mendukung, artinya perseroan siap melindungi masyarakat dari penyakit dan mendukung masyarakat untuk mewujudkan kesehatan. Posisi miring melambangkan dinamika perseroan yaitu tidak terpaku pada konvensikonvensi yang sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif tetapi mengikuti gerak laju teknologi. 3.2.4 Moto Motto PT. Indofarma (Persero) Tbk., adalah Pilihan Rasional untuk Sehat. Insan Indofarma memiliki nilai-nilai inti yang telah disepakati bersama dan dianut serta mencerminkan budaya korporat yang membentuk filosofi bisnis dan budaya kerja Compassionate, Professional, Entrepreneurship yang disingkat CPE dalam rangka untuk mewujudkan visi dan misi perseroan.