BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI DIVISI WELDING UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI DI PT. XX

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

Evaluasi Perencanaan Tata Letak Fasilitas Peleburan dan Pencetakan Terhadap Optimasi Proses Aliran Material pada PT. PANGERAN KARANG MURNI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS PERANCANGAN TATA LETAK DAN FASILITAS DALAM UPAYA MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI PADA OLT. METAL WORKS SKRIPSI. Oleh: Victor

Systematic Layout Planning

Tabel Uji Keseragaman Data Pada Work Center Pengukuran dan Pemotongan

USULAN PERBAIKAN LAYOUT PRODUKSI OBLONG PADA DIVISI GARMEN LOKAL DI PT MKF, LTD.

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

LAMPIRAN 1. (Tabel Pengujian Kenormalan Data)

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PANDUAN PRAKTIKUM PENANGANAN BAHAN DAN PERENCANAAN TATA LETAK FASILITAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI

USULAN PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN METODE SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (STUDI KASUS: PT. Kencana Andalan Nusantara) TUGAS AKHIR

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

DAFTAR ISI. Halaman. viii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran-1. Perhitungan Kapasitas Normal

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN HASIL

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. N= jumlah data tiap subgroup * jumlah subgroup = 6 * 6 = 36 data

Penjadwalan Produksi Job Shop dengan Menggunakan Metode Shifting Bottleneck Heuristic (SHB)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA LETAK PABRIK KULIAH 8: PEMILIHAN MESIN, JUMLAH/KAPASITAS, DAN PERANCANGAN STASIUN KERJA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Pembahasan Materi #10

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN LUAS LANTAI PERTEMUAN #9 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

ERGONOMI & APK - I KULIAH 4: PETA KERJA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PEMBUATAN ACTIVITY RELATION CHART (ARC)

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Sejarah singkat berdirinya CV. Catur tunggal Jaya Gorontalo, seiring

Perancangan Ulang Tata Letak Mesin pada Lantai Produksi di Biro Workshop PT. Semen Padang

DAFTAR ISI. Daftar Isi

FORMAT PENULISAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI 4 PTA 2016/2017 LABORATORIUM TEKNIK INDUSTRI

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA

Lampiran Perhitungan Uji Keseragaman dan Kecukupan Data

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PRODUK TEFFLON DAN GRINDING DENGAN METODE SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING & SIMULASI PROMODEL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Dasar Re-layout Perusahaan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Jakarta, 30 Maret Penulis

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. IV, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut :

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

RELAYOUT TATA LETAK FASILITAS UNTUK MEMINIMASI ONGKOS MATERIAL HANDLING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. meliputi pengaturan tataletak fasilitas produksi seperti mesin-mesin, bahan-bahan,

PABRIK DAN POLA ALIRAN BAHAN (STUDI KASUS GARUDA BRASS PATI)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Perencanaan Kebutuhan Luas Lahan pada Tata Letak Fasilitas Area Pelayanan Proses di Alya Jaya Motor

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

Universitas Bina Nusantara USULAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI PADA PT. ALAM LESTARI UNGGUL UNTUK MENGURANGI BIAYA MATERIAL HANDLING

PETA PETA KERJA. Nurjannah

practicum apk industrial engineering 2012

Universitas Kristen Maranatha

TUGAS AKHIR. Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratam akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata satu

Transkripsi:

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengaturan Jam Kerja Berikut adalah kebijakan jam kerja di PT. XX Tabel 4.1 Jam Kerja Reguler Reguler Hari Jam Kerja Istirahat Total Waktu Kerja Senin - Kamis 07.30-16.30 12.00-13.00 8 Jam Jum'at 07.30-17.00 11.30-13.00 8 Jam Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat jika dikalkulasikan jumlah jam kerja tiap tiap tahunnya adalah dengan perhitungan sebagai berikut : Jumlah Jam Kerja / Tahun = ( Total Waktu Kerja / hari ) x ( Total Rata Hari Kerja / Bulan ) x ( 12 Bulan / Tahun ) = 8 jam x 20 x 12 = 1920 jam / Tahun. 4.2 Tata Letak Lantai Produksi Yang Diamati Pada penelitian ini lantai produksi yang diamati yaitu lantai produksi untuk divisi welding. Luas lantai divisi welding pada saat ini adalah 792 m². berikut ini merupakan tata letak awal lantai produksi welding hanya pada pembuatan produk yang di analisa sebagai berikut : 69

Gambar 4.1 Tata Letak Lantai Produksi Welding Saat Ini 70

Gambar 4.2 Keterangan jenis mesin, operator dan aisle (gang). Berikut adalah penjelasan aliran material dari tata letak Lantai Produksi welding saat ini: 1. Work In Process : M.Las 2. Meja Ukur : G.Plat, G.Potong, M.Tek.Manual, Cut.Duduk, Bor Tangan, M.Potong, Bor Duduk, M.Tekuk, Kikir Tangan, Grinda Tangan. 3. Mesin Potong : Bor Duduk, Grinda Tangan, Meja Ukur 4. Mesin Tekuk : M,Las, Grinda Potong, Bor Tangan, Meja Ukur, Bor Duduk. 5. Mesin Tekuk Manual : M.Las 6. Mesin Bubut : M.Tab, Bor Tangan, M.Las. 7. M.Zigsaw : Kikir Tangan, Grinda Tangan. 8. M.Tab : M.Las 71

9. Cutter Duduk : M.Las 10. Bor Duduk : Work In Process, M.Bubut, M.Las, Meja Ukur 11. Bor Tangan : M.Zigsaw, Work In Process, Meja Ukur, Grinda Tangan. 12. Grinda Potong : M.Las, Grinda Tangan. 13. Grinda Tangan : M.Las, M.Zigsaw, Work In Process, M.Poles, Bor Tangan, Bor Duduk, M.Tek, Meja Ukur, Kikir Tangan. 14. Mesin Poles : Work In Process. 15. Kikir Tangan : Meja Tekuk, Gunting Plat, Meja Ukur, M.Las. 16. Gunting Plat : M.Tekuk, Kikir Tgn, Meja Ukur, Grinda Tangan. 17. Mesin Las : Work In Process, Grinda Tangan. 4.2.1 Produk Yang Di Amati Produk yang dihasilkan oleh PT. XX merupakan alat-alat kesehatan dengan kategori medical electronic maupun hospital furniture. Namun PT. XX dalam melakukan penjualan produknya ada yang diproduksi sendiri dan ada juga yang dilakukan secara subkontrak terhadap perusahaan lain. Dalam penelitian ini, produk yang akan dibahas yaitu produk yang hanya diproduksi oleh PT. XX saja. Produk-produk yang diamati yaitu sebagai berikut : Tabel 4.2 Type dan Nama Produk PT. XX Type TSN 910 SC TSN 910 SC-T TSN 876 MCD TSN 876 MCD-T TSN 87 Nama Produk Infant Incubator Serrvo Control Infant Incubator Serrvo Control-T Infant Incubator Cabinet Manual Control Digital Infant Incubator Cabinet Manual Control Digital-T Incubator Cabinet 72

Dari ke lima produk pada tabel 4.2 di atas merupakan produk yang sama secara fisik untuk divisi welding ini. Yang membedakan yaitu komponen elektroniknya yang mana komponen elektronik tersebut di divisi elektronik. 4.2.2 Mesin, Tool dan Meja Kerja yang Digunakan Pada divisi welding lantai produksi ini, nama dan dimensi mesin, tool, serta meja kerja yang digunakan untuk memproduksi produk yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah yaitu sebagai berikut : Tabel 4.3 Dimensi Mesin NO NAMA MESIN Simbol UKURAN ( m ) p l 1 MEJA UKUR MU 2.4 1.23 2 MESIN POTONG PLAT MP 3.2 1.48 3 MESIN TEKUK MT 2.3 1.3 4 MESIN TEKUK MANUAL MT-M 2.7 0.9 5 MESIN BUBUT MB 1.4 0.5 6 ZIGSAW TANGAN ZSW 0.5 0.5 7 MESIN TAB M-TB 0.5 0.5 8 CUTTER DUDUK CTD 0.5 0.5 9 MESIN BOR DUDUK BR-D 0.5 0.8 10 MESIN BOR TANGAN BR-T 0.5 0.5 11 GERINDA POTONG GR-P 0.5 0.5 12 GERINDA TANGAN GR-T 0.5 0.5 13 MESIN POLES M-POL 0.6 0.6 14 KIKIR TANGAN KT 0.5 0.5 15 GUNTING PLAT GP 0.5 0.5 16 MESIN LAS ML 2.4 1.25 Pihak perusahaan menyarankan agar setiap mesin mempunyai nilai effisiensi sebesar 75 %, yaitu disamakan dengan nilai pada effisiensi pabrik tersebut. 73

4.2.3 Kapasitas Produk Berikut ini merupakan jumlah kapasitas produksi selama beberapa periode untuk produk-produk TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87. Dikarenakan ke lima produk tersebut sama secara fisik pada bagian divisi welding, maka data kapasitas produk tiap tahunnya disatukan yaitu dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 4.4 Kapasitas Produksi PT. XX ( Inkubator TSN 910 SC dan SC-T, TSN 876 MCD DAN MCD-T, TSN 87 ) Tahun Kapasitas Produksi 2008 226 2009 186 2010 101 2011 120 Berdasarkan tabel 4.4 kapasitas produksi di atas, dengan permintaan perusahaan bahwa target produksi pada periode 2008 akan digunakan sebagai kapasitas produksi pada perhitungan kebutuhan jumlah mesin pada routing sheet. 4.2.4 Data Waktu Siklus Proses Produksi Data waktu siklus produksi pembuatan produk-produk yang dilakukan pada penelitian ini diambil pada periode 2012, yang mana pengukurannya dilakukan dengan menggunakan stopwatch. Pengambilan waktu dilakukan pada setiap operasi-operasi pada saat pemrosesan produk. Data waktu siklus ini didapat dari pengukuran langsung pada lantai produksi divisi welding yang dilakukan oleh penulis. Pada tabel 4.5 berikut ini merupakan hasil perhitungan waktu siklus operasi dari komponen Box Heater Alumunium keseluruhan. 74

Tabel 4.5 Waktu siklus Keseluruhan Pada Komponen Box Heater Alumunium Badan Box Heater Alumunium Tutup Box Heater Alumunium NAMA WAKTU NAMA WAKTU OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI UKUR PLAT 0.44 UKUR AL 0.44 POTONG 0.06 POTONG 0.06 UKUR GAMBAR 1.16 UKUR GAMBAR 0.40 POTONG 1.05 HALUSKAN 0.24 HALUSKAN 0.56 TEKUK 0.16 TEKUK 0.68 UKUR 0.84 LUBANGI 2.15 lampiran D. Sedangkan waktu siklus keseluruhan untuk komponen lainnya dapat dilihat di 4.2.5 Data Jumlah Mesin dan Operator Jumlah mesin dan operator yang dibutuhkan pada proses pembuatan produk di PT. XX pada saat ini dapat kita lihat pada tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6 Jumlah Mesin dan Operator saat ini No Nama Mesin Jumlah Mesin Saat Ini Jumlah Operator 1 MEJA UKUR 1 1 2 MESIN POTONG 1 2 3 MESIN TEKUK 1 1 4 MESIN TEKUK MANUAL 1 0 5 MESIN BUBUT 1 1 6 ZIGSAW TANGAN 1 0 7 MESIN TAB 1 1 8 CUTTER DUDUK 1 1 9 MESIN BOR DUDUK 2 1 10 MESIN BOR TANGAN 1 0 11 GERINDA POTONG 1 0 12 GERINDA TANGAN 3 0 13 MESIN POLES 2 2 14 KIKIR TANGAN 1 0 15 GUNTING PLAT 1 0 16 MESIN LAS 2 2 TOTAL 21 12 75

4.2.6 Data Dimensi Pelayanan dan Work In Process Pada perhitungan luas lantai produksi dibutuhkan data tambahan berupa data dimensi pelayanan lantai produksi welding dan work in process, data-data ini semua dapat dilihat pada tabel 4.7 dan 4.8 di bawah ini : Tabel 4.7 Luas Lantai Pelayanan Lantai Produksi NO NAMA BENDA UKURAN p ( m ) l ( m ) Luas ( m² ) 1 LEMARI ALAT 1 1.1 0.6 0.66 2 LEMARI ALAT 2 0.65 0.4 0.26 3 LEMARI ALAT 3 1.3 0.4 0.52 4 RAK SEPATU 0.87 0.42 0.3654 Sumber : Data luas lantai produksi PT. XX Tabel 4.8 Perhitungan Luas Lantai work in process NO NAMA KOMPONEN UKURAN AREA PANJANG LEBAR TEBAL ( m ) ( m ) ( m ) 1 Work In Process 1 2 1.25 2 2 Work In Process 2 3.02 1.02 2 3 Work In Process 3 3 3 2 Sumber : Data luas lantai work in process PT. XX 4.3 PERHITUNGAN WAKTU OPERASI Data proses operasi produk-produk yang diamati pada PT. XX digambarkan dalam peta proses operasi. Untuk pembuatan peta proses operasi dibutuhkan pengumpulan data waktu operasi. Setelah data waktu operasi ( waktu siklus ) didapat, langkah berikutnya yaitu melakukan uji keseragaman dan uji kecukupan terhadap 50 data waktu operasi. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan dari waktu siklus, waktu normal sampai dengan waktu baku. 76

4.3.1 Uji Keseragaman Data A. Langkah 1 : Pengelompokkan data ke dalam subgroup Data waktu operasi ( waktu siklus ) yang didapat dikelompokkan menjadi 10 subgrup ( k=10 ), yang masing-masing subgrup berisi 5 harga ( n=5 ) pengukuran yang diperoleh secara berturut-turut. Tingkat keyakinan yang dipakai 95% dan tingkat ketelitiannya sebesar 10% yang ditentukan oleh perusahaan. Contoh perhitungan uji keseragaman dan kecukupan data : pada Mesin Tekuk a. Nama Komponen : Badan Box pada Box Heater Alumunium b. Nama Operasi : Ditekuk c. Stasiun Kerja : Mesin Tekuk Pada tabel 4.9 dan 4.10 di bawah ini merupakan data waktu siklus dan data ratarata subgroup pada operasi penekukan yang nantinya akan digunakan untuk melakukan perhitungan uji keseragaman dan kecukupan data. Tabel 4.9 Data Waktu Siklus Operasi Penekukan sub grup ke- Waktu Penyelesaian X1 X2 X3 X4 X5 1 38 40 41 43 43 2 40 41 40 41 40 3 45 39 45 38 40 4 41 39 45 39 45 5 38 43 39 45 39 6 39 45 38 42 38 7 43 41 39 40 38 8 45 41 38 40 40 9 39 44 38 41 45 10 38 45 43 41 39 77

B. Langkah 2 : Menghitung rata-rata dari harga rata-rata subgroup dengan : Tabel 4.10 Data Rata-rata subgrup Operasi Penekukan sub grup Waktu Penyelesaian ke- Xi ( Xi )² ( Xi - x )² Xi² X1 X2 X3 X4 X5 1 38 40 41 43 43 205 41 42025 8423 8423 2 40 41 40 41 40 202 40.4 40804 8162 8162 3 45 39 45 38 40 207 41.4 42849 8615 8615 4 41 39 45 39 45 209 41.8 43681 8773 8773 5 38 43 39 45 39 204 40.8 41616 8360 8360 6 39 45 38 42 38 202 40.4 40804 8198 8198 7 43 41 39 40 38 201 40.2 40401 8095 8095 8 45 41 38 40 40 204 40.8 41616 8350 8350 9 39 44 38 41 45 207 41.4 42849 8607 8607 10 38 45 43 41 39 206 41.2 42436 33.138 8520 Jumlah 2047 409.4 419081 75616.138 84103 Dimana : adalah harga rata-rata dari masing-masing subgrup k adalah harga banyaknya subgrup yang terbentuk Sehingga : C. Langkah 3 : Menghitung Standar Deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian Rumus Standar Deviasi : 78

Dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan adalah Jumlah waktu penyelesaian dari masing-masing proses tiap subgrup dikurangi dengan rata-rata subgrup kemudian dikuadratkan. Sehingga : D. Langkah 4 : Menghitung Standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup Dimana : n adalah besarnya subgrup, sehingga : E. Langkah 5 : Menentukan Batas kendali atas ( BKA ) dan batas kendali bawah ( BKB ) dengan : = 40.94 + 3 ( 0.78 ) = 43.28 = 40.94 3 ( 0.78 ) = 38.60 79

Grafik 4.1 Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah Operasi Penekukan Pada Grafik 4.1 di atas menunjukkan bahwa data yang diambil penulis tidak ada yang keluar batas kendali atas maupun batas kendali bawah itu artinya data tersebut valid dan penulis dapat melanjutkan penelitian ketahap berikutnya. Batas kendali ini digunakan untuk menentukan apakah data yang ada seragam atau tidak. Jika rata-rata subgrup seluruhnya berada dalam batas kendali, baik kendali atas maupun kendali bawah, maka data yang ada dianggap seragam. Seperti yang ditunjukkan pada Grafik 4.1 diatas, semua rata-rata data subgroup berada di dalam Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah, maka data tersebut dikatakan seragam. 4.3.2 Uji Kecukupan Data Semua rata-rata subgrup berada dalam batas kendali maka semua harga yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan, yaitu dengan menggunakan rumus : 80

N = Jumlah data yang diuji = 50 data = Jumlah data yang diperlukan pada tingkat keyakinan 95% dan ketelitian 10% Berdasarkan perhitungan diatas, karena nilai maka data dikatakan cukup. Hasil perhitungan keseragaman dan kecukupan data untuk operasi serta komponen yang lain dapat dilihat pada lampiran. 4.3.3 Perhitungan Waktu Baku Waktu siklus operasi akan diberi factor penyesuaian sehingga akan didapat waktu normalnya, kemudian waktu normal tersebut akan diberi faktor kelonggaran untuk memperoleh waktu baku. Factor penyesuaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Schumard yang didasarkan pada kecepatan kerja operator secara wajar. 4.3.3.1 Memberikan Faktor Penyesuaian Untuk Mendapatkan Waktu Normal a. Nama Komponen = Badan Box pada Box Heater Alumunium b. Nama Operasi = Penekukan 81

c. Nama Mesin = Mesin Tekuk d. Waktu Siklus = 40.94 Detik 0.68 Menit Untuk mendapatkan waktu normal, waktu siklus ( waktu operasi ) operator dikalikan dengan factor penyesuaian berdasarkan metode Schumard. Waktu siklus ini didapatkan dari Peta Proses Operasi dari Pembuatan Komponen-komponen Produk TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87. e. Perhitungan Faktor Penyesuaian berdasarkan table Scuhamrd ( p1 ) = normal = 60, maka p = 60/60 = 1 f. Waktu Normal = Waktu Siklus x Faktor Penyesuaian ( p ) = 0.68 Menit x 1 = 0.68 Menit 4.3.3.2 Memberikan Faktor Kelonggaran Untuk Mendapatkan Waktu Baku a. Nama Komponen = Badan Box pada Box Heater Alumunium b. Nama Operasi = Penekukan c. Nama Mesin = Mesin Tekuk d. Waktu Siklus = 40.94 Detik 0.68 Menit e. Waktu Normal = 0.68 Menit Untuk mendapatkan waktu baku keseluruhan, waktu normal operator dikalikan dengan faktor kelonggaran sesuai dengan factor kelonggaran yang dilakukan oleh operator. 82

f. Kelonggaran untuk Rasa Fatique, Tak Terhindarkan dan Kebutuhan Pribadi Tabel 4.11 Kelonggaran untuk Rasa Fatique, Tak Terhindarkan dan Kebutuhan Pribadi pada Operasi Penekukan Faktor Kelas Kelonggara n ( % ) Rasa Fatique A. Tenaga Yang dikeluarkan Sangat Ringan 6% B. sikap Kerja Berdiri diatas dua kaki 1% C. Gerakan Kerja Normal 0% D. Kelelahan Mata Pandangan yang terputus-putus 1% E. Keadaan Temperatur Tempat Kerja Tinggi 5% F. Keadaan Atmosfer Baik 0% G. Keadaan Lingkungan yang Baik Sangat Bising 1% Tak Terhindarkan H. Tak Terhindarkan 2% Keb.Pribadi I. Kebutuhan Pribadi 4% Jumlah 20% Sumber : Tabel kelonggaran (Schumard) Tabel 4.11 di atas merupakan tabel dari factor kelonggaran yang akan digunakan pada saat melakukan perhitungan waktu baku pada semua proses yang terjadi di lantai produksi welding. g. Waktu Baku = Waktu Normal x ( 1 + kelonggaran ) = 0.68 Menit x ( 1 + 0.2 ) = 0.816 Menit Perhitungan waktu baku untuk operasi dan komponen yang lain dapat dilihat pada Lampiran D. 83

4.3.4 Peta Proses Operasi TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan TSN 87. Peta Proses Operasi pada gambar 4.3 di bawah ini adalah peta proses operasi Box Heater Alumunium dan untuk peta proses operasi pembuatan masing-masing komponen pada produk lainnya tedapat dilampiran C. Gambar 4.3 Peta Proses Operasi TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, 84

4.4 PEMBUATAN LEMBAR PENGURUTAN PRODUKSI ( ROUTING SHEET ) Lembar pengurutan produksi ( routing sheet ) dibuat bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah mesin dan meja kerja teoritis yang diperlukan untuk mencapai target produksi yang diinginkan. Data-data yang diperlukan dalam penyusunan routing sheet ini adalah nama komponen yang dibuat, kapasitas produksi produk yang dibuat dalam satu tahun, effisiensi departemen bagian welding, waktu baku serta persentase skrap. Penjelasan mengenai penyusunan routing sheet adalah sebagai berikut : a. Nama Komponen : Badan Box Pada Box Heater Alumunium b. Nama Operasi : Penekukan c. Area Kerja : Mesin Tekuk d. Jam kerja selama 1 tahun = 8 jam kerja/hari x 5 hari kerja/minggu x 4 minggu x 12 bulan = 1920 Jam / Tahun e. Waktu baku : 0.816 Menit f. Effisiensi pabrik : 75 % g. Kapasitas Produksi Maksimal : 226 Unit / tahun h. Kapasitas produksi terpasang ( KPT ) jumlah produk yang diinginkan / jam adalah: i. % skrap : 0 % 85

j. Produksi Mesin/Jam : satu jam ( 60 menit ) dibagi dengan Waktu Baku pada proses tekuk = 60 / Waktu Baku = 60 / 0.816 = 73.53 produk mesin / jam k. Jumlah Barang Jadi Yang Diminta = Jumlah yang diinginkan / jam diberikan kelonggaran untuk persentase buangan ( skrap) yang bekerja mundur ke operasi pertama. = 0.1177083 unit 0.12 unit l. Jumlah Barang Yang Disiapkan m. Produksi dengan Effisensi : n. Kebutuhan Mesin Teorotis : Kesimpulan yang diambil dari Perhitungan Routing sheet proses penekukan pada komponen badan box pada box heater alumunium adalah didapatkan 0.0021 mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi 0.12 setiap satuan barang dan tabel hasil 86

perhitungan routing sheet tersebut pada komponen badan box alumuinum terdapat di tabel 4.13 sedangkan untuk hasil perhitungan routing sheet komponen tutup box heater aluminum terdapat pada table 4.14. Sedangkan pada tabel 4.12 di bawah ini merupakan hasil dari perhitungan waktu siklus, waktu normal dan waktu baku pada komponen badan box heater alumunium. Tabel 4.12 Waktu Siklus, Normal dan Baku Pada Komponen Badan Box Heater Alumunium NAMA OPERASI WAKTU OPERASI WAKTU (MENIT) NORMAL WAKTU BAKU UKUR PLAT 0.44 0.44 0.528 POTONG 1 0.06 0.06 0.072 UKUR GMBR 1.16 1.16 1.392 POTONG 2 1.05 1.05 1.26 HALUSKAN 0.56 0.56 0.672 TEKUK 0.68 0.68 0.816 Tabel 4.13 Routing sheet Pada Komponen Badan Box Heater Alumunium No. Operasi Nama Operasi Nama Mesin Prod Mesin / Jam % Skrap Barang Jadi diminta jumlh barang disiapkan Effesiensi 75 % Kebutuhan mesin teoritis O-8 UKUR PLAT MEJA UKUR 113.6363636 0% 0.1225 0.1226 0.1634 0.0014 O-9 POTONG M.POTONG 833.3333333 2% 0.1201 0.1226 0.1634 0.0002 O-10 UKUR GMBR MEJA UKUR 43.10344828 0% 0.1201 0.1201 0.1601 0.0037 O-11 POTONG GUNTING PLAT 47.61904762 2% 0.1177 0.1201 0.1601 0.0034 O-12 HALUSKAN KIKIR TANGAN 89.28571429 0% 0.1177 0.1177 0.1569 0.0018 O-13, I-1 TEKUK M.TEKUK 73.52941176 0% 0.1177 0.1177 0.1569 0.0021 Tabel 4.14 Routing sheet Pada Komponen Tutup Box Heater Alumunium No Operasi Nama Operasi Nama Mesin Prod Mesin / Barang Jadi jumlh barang Effesiensi Kebutuhan % Skrap Jam diminta disiapkan 75 % mesin teoritis O-1 UKUR AL MEJA UKUR 113 6363636 0% 0 12248 0 1225 0 1634 0 0014 O-2 POTONG M POTONG 833 3333333 2% 0 12007 0 1225 0 1634 0 0002 O-3 UKUR GAMBAR MEJA UKUR 125 0% 0 12007 0 1201 0 1601 0 0013 O-4 HALUSKAN KIKIR TANGAN 208 3333333 0% 0 12007 0 1201 0 1601 0 0008 O-5 TEKUK M TEKUK 312 5 0% 0 12007 0 1201 0 1601 0 0005 O-6 UKUR MEJA UKUR 59 52380952 0% 0 12007 0 1201 0 1601 0 0027 O-7 LUBANGI BOR TANGAN 23 25581395 0% 0 12007 0 1201 0 1601 0 0069 87

Pada bagian box heater alumunium terdiri dari dua komponen yaitu tutup box dan badan box heater alumunium. Jadi untuk jumlah mesin teoritis mesin tekuk pada proses penekukan dibagian box heater alumunium adalah jumlah hasil Routing Sheet komponen badan Box Heater Alumunium + jumlah hasil Routing Sheet komponen tutup Box Heater Alumunium. Box Heater Alumunium = tutup Box Heater Alumunium + badan Box Heater Alumunium = 0.0005 + 0.0021 = 0.0026 Hasil perhitungan routing sheet keseluruhan dapat dilihat pada lampiran E yang memuat tentang Tabel Routing Sheet. 88

4.5 PERHITUNGAN KEBUTUHAN JUMLAH MESIN DAN MEJA KERJA Perhitungan routing sheet menghasilkan perhitungan jumlah mesin dan meja kerja secara teoritis yang dibutuhkan untuk masing-masing operasi. Oleh karena itu perlu dibuat Tabel kebutuhan jumlah mesin untuk masing-masing mesin yang ada dimana kebutuhan jumlah mesin merupakan hasil akumulasi dari jumlah mesin teoritis tiap operasi untuk masing-masing jumlah mesin yang sama. Pada tabel 4.14 di bawah ini merupakan tabel hasil perhitungan jumlah mesin teoritis mesin tekuk pada proses penekukan. Tabel 4.15 Jumlah Mesin Teoritis Mesin Tekuk Pada Proses Penekukan NO NAMA PRODUK JUMLAH MESIN TEORITIS 1 KABINET ATAS 0.0241 2 BOX MESIN ALUMUNIUM 0.0068 3 BOX HEATER ALUMUNIUM 0.0026 4 NAMPAN ALUMINIUM 0.0046 5 HANDLE KANAN 0 6 HANDLE KIRI 0 7 HANDLE TUTUP PINTU KOTAK 0.0004 8 TIANG INFUS 0 9 LAPISAN DALAM DUDUKAN TIANG INFUS 0.0006 10 DUDUKAN TIANG INFUS 0.0006 11 DUDUKAN TRAY 0.0024 12 TUTUP BOX OKSIGEN BAGIAN LUAR 0.1569 13 TUTUP SAMPING BOX MESIN PANEL 0.0035 14 KABINET BAWAH 0.0350 TOTAL 0.2377 AKTUAL 1 Dari Tabel 4.14 di atas menunjukkan kebutuhan mesin teoritis yang didapatkan adalah 0.2377, sehingga kebutuhan mesin sebenarnya ( aktual ) didapatkan dari pembulatan ke atas dari kebutuhan mesin teoritis yaitu 1 mesin tekuk aktual pada pembuatan produk TSN 910 SC, TSN 910 SC-T, TSN 876 MCD, TSN 876 MCD-T dan 89

TSN 87. Hasil perhitungan jumlah mesin teoritis keseluruhan dapat dilihat pada lampiran F. 4.6 PERHITUNGAN JUMLAH OPERATOR Salah satu contoh perhitungan jumlah operator adalah dengan melihat jumlah kebutuhan mesin yang sebenarnya. Operator yang dibutuhkan untuk 1 Mesin Tekuk dan Mesin Tekuk Manual adalah 1 orang. Sehingga jumlah operator untuk semua Mesin Tekuk dan Manual Plat yang ada = 1 Mesin x 1 orang = 1 orang operator. Pada tabel 4.15 di bawah ini merupakan tabel hasil perhitungan jumlah mesin actual yang nantinya akan didapatkan juga jumlah operator usulan untuk divisi welding sesuai dengan mesin yang ada. Dari tabel 4.15 terlihat bahwa setiap satu mesin tidak semua dipegang oleh satu operator, tetapi dilihat dari jumlah atau persentase dari mesin teoritis setiap mesin. Tabel 4.16 Jumlah Operator Nama Mesin Jumlah Mesin Jumlah Mesin Teoritis Aktual MEJA UKUR 0.6850 1 MESIN POTONG 0.1896 1 CUTTER DUDUK 0.0021 1 KIKIR TANGAN 0.0346 1 GUNTING PLAT 0.2043 1 MESIN BOR TANGAN 0.0439 1 MESIN BOR DUDUK 0.1973 1 MESIN TAB 0.0311 1 ZIGSAW TANGAN 0.0635 1 MESIN TEKUK 0.2377 1 MESIN TEKUK MANUAL 0.0012 1 Jumlah Operator MESIN LAS 0.8762 1 1 MESIN BUBUT 0.0450 1 1 GERINDA POTONG 0.0079 1 2 GERINDA TANGAN 0.4150 1 2 1 1 90

MESIN POLES 0.0363 1 TOTAL 16 8 4.7 PERHITUNGAN LUAS LANTAI PRODUKSI Perhitungan luas lantai produksi bertujuan untuk mengetahui besarnya luas lantai produksi yang dibutuhkan. Terdapat beberapa factor yang harus diperhatikan dalam perhitungan luas lantai produksi ini, yaitu data jumlah mesin yang diperlukan, ukuran mesin dan input outputnya, area kerja operator, kelonggaran untuk mesin, bahan dan orang. Contoh perhitungan luas lantai produksi untuk layout mesin tekuk : 1. Nama mesin = Mesin Tekuk Plat 2. Jumlah mesin = 1 Unit 3. Ukuran mesin = 2.3 m x 1.3 m 4. Kelonggaran mesin = 150 % 5. Kelonggaran bahan = 100 % 6. Kelonggaran orang = 120 % Perhitungan luas lantai produksi pada Mesin Tekuk Plat : 1. Luas mesin tanpa kelonggaran = 2.3 m x 1.3 m = 2.99 m² 91

2. Luas mesin dengan kelonggaran mesin = 2,99 m² x 150 % = 4.485 m² 3. Luas mesin dengan kelonggaran bahan = 2,99 m² x 100 % = 2.99 m² 4. Luas mesin dengan kelonggaran orang = 2,99 m² x 120 % = 3.588 m² 5. Luas lantai produksi total dari mesin tekuk adalah = ( luas mesin tanpa kelonggaran + luas mesin dengan kelonggaran mesin + luas mesin dengan kelonggaran bahan + luas mesin dengan kelonggaran orang ) x jumlah mesin = ( 2.99 m² + 4.485 m² + 2.99 m² + 3.588 m² ) x 1 unit = 14.503 m² 92

93

94

95

Tabel 4.20 Perhitungan Luas Lantai Keseluruhan NO NAMA TABEL KOMPONEN LUAS TOTAL LANTAI ( m² ) 1 PERHITUNGAN LUAS LANTAI PRODUKSI 91.9696 2 PERHITUNGAN LUAS LANTAI PELAYANAN PRODUKSI 2.16648 3 PERHITUNGAN LUAS LANTAI WORK IN PROCESS 8.74824 TOTAL KESELURUHAN LUAS LANTAI 102.88432 4.8 PERHITUNGAN MATERIAL HANDLING PLANNING SHEET MHPS yaitu tabel yang digunakan untuk mengetahui besarnya biaya penanganan material berdasarkan peralatan material handling yang digunakan. Perhitungan biaya perpindahan ini adalah perhitungan secara teoritis, sehingga perlu dilakukan suatu evaluasi lagi untuk mengetahui perkiraan biaya sebenarnya. Biaya perpindahan inilah yang nantinya dijadikan dasar untuk menentukan hubungan kedekatan antar mesin. Perpindahan material di perusahaan ini dilakukan secara manual. Salah satu contoh perhitungan MHPS pada mesin tekuk plat ke mesin gerinda potong adalah sebagai berikut : 1. Perpindahan dari mesin tekuk plat ke mesin grinda potong 2. Perpindahan bahan secara manual oleh 1 operator dengan harga per meter Rp 100 3. Luas area asal ( mesin tekuk plat ) = 2.99 m² 4. Luas area tujuan ( mesin grinda potong ) = 0.25 m² 96

5. Jarak 6. Ongkos Material Handling ( Rp ) Untuk perhitungan MHPS komponen lainnya apat dilihat pada lampiran G. 4.9 FROM TO CHART From To Chart sangat berguna apabila barang yang mengalir pada suatu wilayah berjumlah banyak. Hal ini juga berguna jika terjadi keterkaitan antara beberapa kegiatan dan jika diinginkan adanya penyusunan kegiatan yang optimal. Selain itu From To Chart berguna untuk menentukan faktor kedekatan antar mesin berdasarkan pola aliran bahan dan ongkos pemindahan bahan. Contoh perhitungan From To Chart : a. Perhitungan From To Chart Mesin Tekuk (MT) Ke Mesin Gerinda Potong (GR-P) b. c. Perhitungan From to Chart yang lainnya dapat dilihat pada tabel 4.21, 4.22 dan 4.23. pada halaman 97, 98, 99. 97

98

99

100

101

102

103

4.10 AREA RELATIONSHIP DIAGRAM PRODUKSI Area Relationship Diagram (ARD) adalah diagram balok yang menunjukkan keterkaitan kegiatan, dimana setiap kegiatan dianggap merupakan satu model kegiatan tunggal ( Tidak ada penekanan arti ruang pada tahapan proses perencanaan ini ). ARD ini dibuat dengan bahan acuan dari hasil perhitungan From To Chart. Pada Gambar 4.4 dan 4.5 di bawah ini merupakan gambar ARD yang didapat dari hasil perhitungan from to chart di atas. Contoh pembuatan ARD : 1. Diagram ini dibuat dalam bentuk balok dengan aturan penempatan sesuai dengan tingkat kepentingan / derajat kedekatan, dimana datanya bersumber dari From To Chart 2. Nomor mesin sesuai dengan nomor yang terdapat pada From To Chart biaya. 3. Jarak untuk tiap hubungan a. Hubungan A = Batu kotak berada di sekelilingnya. b. Hubungan E = Berjarak maksimum satu kotak. c. Hubungan I = Berjarak maksimum dua kotak. 104

d. Hubungan O = Berjarak maksimum tiga kotak. 105

106

107

108

4.11 AREA ALLOCATION DIAGRAM PRODUKSI Area Allocation Diagram (AAD) yang telah dibuat ini merupakan turunan dari Area Relationship Diagram berdasarkan faktor skala prioritas yang dituangkan dalam bentuk diagram balok tetapi dengan menggunakan ukuran sebenarnya. Area Allocation Diagram ini dapat dilihat pada gambar 4.6 di bawah ini : Bor Duduk Mesin Bor Tab Tangan Mesin Bubut Zigsaw Kikir Work In Process Tangan Tangan Mesin Las Meja Ukur Mesin Poles Cutter Duduk Gerinda Potong Gerinda Tangan Mesin Tekuk Manual Mesin Tekuk Gunting Plat Mesin Potong Plat 109

Gambar 4.6 Area Allocation Diagram Departemen Welding setelah perhitungan dengan skala 1:100 4.12 TEMPLATE Setelah AAD dibuat maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pembuatan template. Dalam penyusunan template tersebut, beberapa factor yang mempengaruhinya diantanya : ongkos material handling, area relationship diagram, area allocation diagram dan juga melakukan penyesuaian-penyesuaian pada lantai produksi. Pada gambar 4.7 dibawah ini merupakan hasil template setelah dilakukan perhitungan. 110

Gambar 4.7 Template Setelah Dilakukan Perhitungan 111

Gambar 4.8 Keterangan jenis mesin, operator dan aisle (gang). 112