BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

UNIVERSITAS INDONESIA

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jalan Sukabumi No. 61

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

UNIVERSITAS INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

UNIVERSITAS INDONESIA

Oleh : Bambang Priyambodo

UNIVERSITAS INDONESIA

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar (Combined Imperial Pharmaceutical Incorporation)

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

Produksi di Industri Farmasi

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar (Combined Imperial Pharmaceutical Incorporation)

UNIVERSITAS INDONESIA

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

DOKUMENTASI

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

UNIVERSITAS INDONESIA

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

UNIVERSITAS INDONESIA

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

TUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

PERSONALIA

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah tangga yang memproduksi antibiotika, analgetika, dan sirup obat batuk OBH Combiphar, yang sampai sekarang masih diproduksi dan dipasarkan. Pada tanggal 27 Juni 1981, divisi produksi PT. Combiphar berpindah lokasi ke Jl. Raya Simpang 383 Padalarang dan diresmikan oleh Direktur Jenderal POM Depkes RI, DR. Midian Sirait, sedangkan kantor pusatnya tetap di Jl. Sukabumi 61 Bandung. Kemudian pada tahun 1985, PT. Combiphar membawa Anugerah Group dengan visi, keahlian manajerial serta pengalamannya dalam mengelola industi farmasi. Kehadiran Anugerah Group mempengaruhi divisi dan manajemen PT. Combiphar. Tahun 1987 kantor pusat PT. Combiphar pindah ke Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Jakarta Timur. Namun, sejak 8 April 1998 kantor pusat PT. Combiphar menetap di Jl. Tanah Abang II/9 Jakarta Pusat dan selanjutnya pindah ke Graha Atrium lantai 14-16 Jl. Senen Raya 135 Jakarta sejak pertengahan tahun 2007. Pada dekade kedua terjadi perubahan yang signifikan. Suatu manajemen baru mempelopori penataan ulang fasilitas produksi dan prosedur pengoperasian standar. Hal ini terbukti dengan terpilihnya PT. Combiphar menjadi kontributor utama dalam memperoleh Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB/GMP) pada tahun 1991, dan tercatat sebagai salah satu dari 5 Perusahaan Farmasi Nasional yang mendapat penghargaan sertifikat ini. Hingga saat ini PT.

Combiphar telah mempunyai 22 sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Selama dua dasawarsa dalam persaingan industri farmasi yang ketat, PT. Combiphar dapat mempertahankan reputasinya sebagai penghasil obat berkualitas tinggi, dan formulasi canggih, dan itu akan tetap dilanjutkan untuk masa yang akan datang. 2.2 Visi dan Misi PT. Combiphar PT Combiphar memiliki visi yaitu menjadi salah satu industri farmasi yang terkemuka dan disegani di Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut PT Combiphar memiliki misi yaitu ikut berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup melalui program COMBIPHAR yaitu Care, Optimize, Motivated, Be Different, Integrity, Pride, Harmony, Alert, Responsibility. 2.3 Lokasi dan Bangunan PT. Combiphar a. Lokasi PT. Combiphar PT. Combiphar memiliki dua lokasi untuk melakukan aktivitasnya. Kantor pusat dan divisi pemasaran berada di Graha Atrium Lt. 14 Jl. Senen Raya 135 Jakarta Pusat, sedangkan divisi pabrik berada di Jl. Raya Simpang 383 Padalarang Jawa Barat. b. Bangunan PT. Combiphar Bangunan pada divisi pabrik PT. Combiphar yaitu : 1. Bangunan induk, yang terdiri dari : a. Kantor b. Ruangan produksi (Solid Building) c. Gudang meliputi gudang bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi

2. Bangunan QA dan Prodev 3. Gedung Pharma Health Care 4. Gedung Peditox 5. Ruangan produksi (Liquid Building) disertai gudangnya 6. Instalasi Pengolahan Air Limbah 7. Gudang (Warehouse) 8. Bagian umum (kantin, mushola, tempat laundri, mess karyawan, dan lain-lain) 2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik Cara Pembuatan Obat yang baik atau dikenal dengan istilah CPOB merupakan suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan menjamin agar setiap obat senantiasa dibuat untuk mencapai mutu yang sudah ditetapkan sebelumnya. Aspek aspek dari CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. 2.4.1 Manajemen Mutu Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu yang merupakan pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya. Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu Pemastian Mutu CPOB Pengawasan Mutu Manajemen Mutu

(Memberikan arahan kebijakan tentang mutu) Pemastian Mutu (Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu) CPOB (Menghindarkan atau meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk) Pengawasan Mutu (Bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar) 2.4.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggungjawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggungjawab satu terhadap yang lain. Kepala bagian Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan

keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Masing masing kepala bagian tersebut memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu. 2.4.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Di dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah dipertimbangkan kesesuaian dengan kegiatan lain, tata letak ruang produksi agar mengikuti urutan tahap produksi, luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan terlaksananya kegiatan, dan pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses. 2.4.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur, serta dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Perawatan juga hendaklah dilakukan menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar batas yang telah ditentukan. 2.4.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan sumber lain yang menjadi pencemar pada produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur pembersihan, sanitasi dan higienie hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan. 2.4.6 Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyartan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Tahapan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Bahan awal Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok. b. Validasi proses Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. c. Sistem penomoran Bets dan Lot Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang. d. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara lengkap. e. Pengolahan Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap pengolahan. f. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu. g. Obat kembalian Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Produk jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali

atau diolah ulang ke bets berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh bagian pengawasan mutu. h. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang produk jadi Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum produk jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu bets atau lot, produk jadi tersebut hendaklah dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang produk jadi. i. Pengawasan distribusi produk jadi Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu. j. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. k. Perjanjian kontrak Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan dikontrakan. l. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB. 2.4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang essensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak hanya terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. 2.4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas

pemenuhan CPOB, baik yang kritis yang berdampak besar maupun yang berdampak kecil. Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB adalah : a. Kritis (C) Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan dapat mempengaruhi mutu obat dan dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan konsumen sampai kematian. Contoh : Pencemaran silang bahan atau produk, air murni atau air untuk injeksi tercemar. b. Berdampak Besar (M) Adalah kekurangan yang mempengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen. Contoh : Peralatan ukur utama tidak dikalibrasi atau diluar batas kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak didokumentasi dengan benar. c. Berdampak Kecil (m) Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen. Contoh : Pembersihan gudang tidak sesuai jadwal, catatan ditulis dengan pensil. 2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Produk kembalian adalah produk jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, kemanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis. Penarikan kembali produk jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh produk jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang merugikan kesehatan. Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjutnya yang sesuai. 2.4.10 Dokumentasi Dokumentasi merupakan bagian essensial dalam mengoperasikan suatu industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Untuk memenuhi kebutuhan ini ada berbagai jenis dokumen yang diperlukan, antara lain Spesifikasi Dokumen Produksi

Induk/Formula Pembuatan. Prosedur tetap (Protap), metode dan instruksi, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan saja. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk jadi dari awal sampai akhir. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia. 2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Sebelum surat perjanjian kontrak ditandatangani hendaklah Pemberi Kontrak mengaudit calon Penerima Kontrak dengan menggunakan daftar periksa

yang dapat menyimpulkan bahwa calon Penerima Kontrak dapat melakukan pekerjaan pembuatan produk yang akan dikontrakkan dengan memuaskan. Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten, yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. 2.4.12. Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. a. Kualifikasi Kegiatan kualifikasi bertujuan untuk mendokumentasikan dan menjamin bahwa alat/sistem yang dikualifikasi sesuai dengan design yang diinginkan, dirakit/dipasang sesuai dengan spesifikasi, dapat beroperasi sesuai dengan petunjuk pengoperasian dan memberikan kinerja yang sesuai dengan pengadaan alat/sistem. Kualifikasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1. Kualifikasi Rancangan atau Design Qualification (DQ).

Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa spesifikasi teknik peralatan yang dipakai telah memenuhi rancangan untuk proses pembuatan, pemeriksaan, dan sesuai dengan persyaratan CPOB terbaru. 2. Kualifikasi Instalasi atau Installation Qualification (IQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, peralatan penunjang (utility) atau peralatan untuk proses pembangunan telah dibangun atau dipasang sesuai dengan spesifikasi rancangannya. 3. Kualifikasi Operasi atau Operational Qualification (OQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, sarana penunjang (utility) dan peralatan untuk proses produksi beroperasi sesuai dengan spesifikasi rancangannya. 4. Kualifikasi Kinerja atau Performance Qualification (PQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa pabrik, sistem, atau peralatan beroperasi secara konsisten dan akan selalu menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi atau kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Validasi Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan.

2.5 Kompetensi Apoteker dalam Industri Farmasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur tentang pekerjaan kefarmasian, dalam bagian ketiga yaitu tentang pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, menyebutkan bahwa industri farmasi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Peran farmasis dalam industri farmasi yang digariskan oleh WHO (Eight star pharmacist) meliputi : 1. Care giver: pemberi pelayanan di industri dalam bentuk informasi obat, efek samping obat, informasi analitis mengenai hal yang berhubungan dengan obat kepada dokter, sejawat, dan profesi kesehatan lain. 2. Decision maker: pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri seperti pengendalian bahan awal dan produk jadi, alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan, operasi mesin-mesin produksi, pemanfaatan sumber daya manusia, dan strategi yang tepat dalam memasarkan obat. 3. Communicator: mampu berhubungan dan berkomunikasi secara internal maupun eksternal, oleh karena itu ia harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, secara lisan maupun tulisan dalam bentuk leaflet/brosur. 4. Leader: Seorang pharmacist harus punya jiwa kepemimpinan yang kuat, baik memimpin diri sendiri, atau orang lain dan tanggung jawab dalam semua hal yang menyangkut kualitas hidup pasien.

5. Manager: pengelola seluruh sumber daya yang ada di industri farmasi dan dapat mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu. 6. Life-long-learner: belajar terus menerus dan melakukan interaksi yang baik dengan rekan-rekan sejawat di industri farmasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan. 7. Teacher: bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan dunia industri kepada sejawat dalam praktek kerja lapangan, dalam seminar mengenai aspek-aspek industri farmasi, dan lain-lain. 8. Researcher: seorang farmasis harus bisa menggunakan sesuatu berdasarkan bukti (ilmiah, praktek farmasi, sistem kesehatan) dan selalu melakukan pencarian informasi serta teknologi kefarmasian yang terbaru.