BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU

TRANSFORMASI LAPLACE. Matematika Lanjut 2. Achmad Fahrurozi-Universitas Gunadarma

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor

Transformasi Laplace

BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL. menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

TUGAS AKHIR RESUME PID. Oleh: Nanda Perdana Putra MN / 2010 Teknik Elektro Industri Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Padang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

Persamaan Diferensial

PEMODELAN STATE SPACE

ANALISIS SISTEM KENDALI

BAB II LANDASAN TEORI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Model Matematik Sistem Mekanik

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

BAB II LANDASAN TEORI

MATERI PENGOLAHAN SINYAL :

Pemodelan Sistem Dinamik. Desmas A Patriawan.

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Fungsi Alih & Aljabar Diagram Blok. Dasar Sistem Kendali 1

KALKULUS MULTIVARIABEL II

Department of Mathematics FMIPAUNS

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

FIsika KTSP & K-13 TERMODINAMIKA. K e l a s. A. Pengertian Termodinamika

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin.

Diktat TERMODINAMIKA DASAR

PENGGAMBARAN SISTEM KENDALI

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

Invers Transformasi Laplace

Model Matematis, Sistem Dinamis dan Sistem Kendali

SISTEM KENDALI SISTEM KENDALI. control signal KENDALIAN (PLANT) Isyarat kendali. Feedback signal. Isyarat umpan-balik

BAB II DASAR SISTEM KONTROL. satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Kesalahan Tunak (Steady state error) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 6

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

REKAYASA GEMPA GETARAN BEBAS SDOF. Oleh Resmi Bestari Muin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

TRANSFORMASI LAPLACE

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE UNTUK SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINIER KOEFISIEN FUNGSI

5/12/2014. Plant PLANT

FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, PENYELESAIAN MASALAH NILAI BATAS PERSAMAAN DIFERENSIAL MATHIEU HILL

1. Mahasiswa dapat mengetahui blok diagram sistem. 2. Mahasiswa dapat memodelkan sistem kendali analog

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB III DINAMIKA PROSES

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER

Model Matematika dari Sistem Dinamis

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS

BAB II TEORI. Proses pengaturan atau pengendalian suatu atau beberapa besaran

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Kalkulus Multivariabel I

4. Hukum-hukum Termodinamika dan Proses

BAB PDB Linier Order Satu

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Persamaan Differensial Biasa

TE Dasar Sistem Pengaturan

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari

Pengantar Persamaan Differensial (1)

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

Persamaan Diferensial Biasa

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan

BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Persamaan linear tingkat tinggi menarik untuk dibahas dengan 2 alasan :

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

SINYAL DISKRIT. DUM 1 September 2014

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

SRI REDJEKI KALKULUS I

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi suatu fungsi lain F(s) dimana s menyatakan suatu bidang kompleks yang dapat dituliskan dengan s = σ + jω. σ adalah bagian nyata (riel) dan ω adalah bagian khayal (imajiner) dari s; sedangkan j = 1. Dalam analisis proses dinamis, variabel proses dan sinyal pengendali adalah merupakan fungsi waktu, t. Transformasi laplace dari sebuah fungsi waktu, f(t), diberikan oleh rumus : F(s) = L[f(t)] = f(t)e st dt (2.1) Di mana F(s) = L[f(t)] menyatakan transformasi Laplace dari sebuah fungsi f(t). Dalam proses transformasi ini fungsi t berubah menjadi s yaitu F(s). Batas integrasi adalah (nol), yaitu permulaan respon sistem sampai tak terhingga. Batas ini menunjukkan bahwa transformasi Laplace mengandung informasi pada fungsi f(t) hanya untuk waktu positif ( proses ke masa yang akan datang). Hal ini dapat diterima dengan baik, karena dalam proses pengendalian, seperti dalam kehidupan, tidak ada yang dapat diselesaikan kearah masa lalu (waktu negatif); aksi pengendalian hanya dapat mempengaruhi proses di masa depan. 2.1.1 Sifat-sifat Transformasi Laplace

Linearisasi dan differensiasi serta teorema integrasi adalah penting untuk mentransformasikan persamaan differensial menjadi persamaan aljabar. Hasil akhir dari teorema ini sangat berguna untuk memprediksi hasil keadaan steady state dari fungsi waktu dari transformasi Laplace, dan teorema translasi berguna untuk hal yang berhubungan dengan fungsi waktu tunda. Sifat-sifat yang lain berguna untuk mendapatkan transformasi dari fungsi kompleks dari transformasi fungsi yang lebih sederhana seperti yang berada pada table 2.1. Tabel 2.1 Transformasi Laplace dari Fungsi Umum f(t) F(s) = L[f(t)] δ(t) 1 u(t) 1 s t 1 s 2 t n n! s n+1 e at 1 s + a te at 1 (s + a) 2 t n e at sin ωt cos ωt e at sin ωt e at cos ωt (Sumber : Carlos A. S dan Armando B. C, 1997) n! (s + a) n+1 ω s 2 + ω 2 s s 2 + ω 2 ω (s + a) 2 + ω 2 s + a (s + a) 2 + ω 2 2.1.1.1 Linearisasi

Linearisasi sangat penting untuk menyelesaikan transformasi Laplace ke dalam bentuk operasi Linear. Jika a adalah konstanta, maka : L[af(t)] = al[f(t)] = af(s) (2.2) Hal ini juga dapat dituliskan ke dalam bentuk penjumlahan : L[af(t) + bg(t)] = af(s) + bg(s) (2.3) Di mana a dan b adalah konstanta. 2.1.1.2 Teorema Differensiasi Teorema ini menentukan sebuah hubungan dari transformasi Laplace pada sebuah fungsi dan turunannya, adalah sangat penting dalam transformasi persamaan differensial dari persamaan aljabar. a. Variabel t Fungsi waktu (t) : L d f(t) = d dt dt f(t)e st dt = e st df(t) dengan integral parsial = e st f(t) f(t)( s)e st dt = f() + s f(t) e st dt = sf(s) f() b. Variabel s F(s) = Lf(t) d ds F(s) = d ds f(t)e st dt = f(t) d ds e st dt

= f(t)( t)e st dt = tf(t)e st dt d F(s) = L[ t f(t)] ds Dengan cara yang sama maka diperoleh : Secara umum dituliskan : L d2 dt 2 f(t) = s2 F(s) sf() d dt f() L dn f(t) = dt n sn F(s) s n 1 f() dn 1 f dt n 1 t= (2.4) Pada proses pengendalian, normalisasi dimisalkan kondisi awal dalam keadaan steady state yaitu turunan dari waktu adalah nol dan bahwa variabel selisih dari kondisi awal (nilai awal adalah nol). 2.1.1.3 Teorema Integrasi Teorema ini menentukan kedua hubungan sebuah fungsi transformasi Laplace dan integral. Bentuknya adalah : t L f(t)dt = 1 F(s) (2.5) s Bukti dari teorema ini adalah membawa integrasi defenisi dari transformasi Laplace. Transformasi Laplace dari integral ke-n sebuah fungsi ditransformasikan ke fungsi s n. 2.1.1.4 Teorema Translasi Bentuk teorema ini adalah :

L[f(t t )] = e st F(s) (2.6) Persamaan ini menyatakan bahwa transformasi Laplace dari fungsi waktu f(t) yang ditranslasikan sebesar t sama dengan perkalian F(s) dengan e st. 2.1.2 Transformasi Laplace Balik Proses matematik dalam mengubah ekspresi variabel kompleks menjadi ekspresi waktu disebut transformasi balik, dinotasikan sebagai L 1. Persamaannya adalah : L 1 [F(s)] = f(t) (2.7) Perhatikan bahwa metoda yang lebih sederhana untuk mencari transformasi Laplace balik ini adalah didasarkan pada kenyataan bahwa berlaku hubungan yang unik antara fungsi waktu dan transformasi Laplace balik, untuk setiap fungsi waktu yang kontinu, (Smith, 1997) 2.1.2.1 Metoda Uraian pecahan Parsial Jika F(s) adalah transformasi Laplace dari f(t), diuraikan atas komponenkomponennya : F(s) = F 1 (s) + F 2 (s) + + F n (s) dan jika transformasi Laplace balik dari F 1 (s), F 2 (s),, F n (s) telah tersedia, maka : L 1 [F(s)] = L 1 [F 1 (s)] + L 1 [F 2 (s)] + + L 1 [F n (s)] = f 1 (t) + f 2 (t) + + f n (t) (2.8) di mana f 1 (t), f 2 (t),, f n (t) masing-masing adalah transformasi Laplace balik dari F 1 (s), F 2 (s),, F n (s). Untuk masalah dalam sistem pengendalian, F(s) sering mempunyai bentuk :

F(s) = B(s) A(s) di mana A(s) dan B(s) adalah polynomial dalam s, dan derajat B(s) tidak lebih tinggi dari A(s). Untuk mencari transformasi Laplace balik dari F(s), terlebih dahulu mengetahui akar-akar polynomial penyebut A(s), (Katsuhiko, 1995) 2.1.2.2 Persamaan Differensial Persamaan Differensial (P.D) adalah persamaan yang mengandung suku-suku variabel bebas dan tidak bebas di mana terdapat bentuk differensial (turrunan). Persamaan differensial dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Persamaan Differensial Parsial 2. Persamaan Differensial Biasa : - Persamaan Differensial Biasa (tidak linear) - Persamaan Differensial Biasa (linear) dengan koefisien variabel dan koefisien konstan. Selanjutnya koefisien konstan dibagi atas homogen dan non homogen. Sebuah persamaan disebut Persamaan Differensial parsial jika didalam persamaan tersebut terdapat lebih dari satu variabel bebas, yang disebut sebagai Persamaan Differensial Biasa. Perhatikan persamaan berikut : d 2 y dt 2 + xy = t2 (2.9) d 2 y dt dy + 1 + 3 = (2.1) 2 dt Pada persamaan (2.9), variabel bebas adalah x dan t sedangkan y adalah variabel tidak bebas. Pada persamaan (2.1), variabel bebas adalah t. Persamaan differensial ini dapat ditetapkan dalam kebanyakan sistem pengontrolan. Orde (tingkat) sebuah persamaan differensial adalah tingkat dari turunan (derivatif) tertinggi yang terdapat dalam persamaan tersebut; sedangkan derajat sebuah persamaan differensial adalah eksponen pada turunan tertinggi tersebut dinaikkan, (Sahat, 1994)

2.1.2.2 Solusi Persamaan Differensial Dengan Metoda Transformasi Laplace Dalam menyelesaikan persamaan differensial dengan metoda transformasi Laplace, menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mentransformasikan persamaan differensial menjadi suatu persamaan aljabar ke dalam transformasi Laplace variabel s dan mencari solusi transformasi Laplace variabel yang bergantung dengan menyusun kembali persamaan aljabar tersebut. 2. Ekspresi waktu untuk persamaan differensial diperoleh dengan mencari transformasi Laplace balik dari variabel yang saling berkaitan. (Smith, 1997) Secara umum, bentuk persamaan differensial linear yang tidak homogen orde n dapat dituliskan sebagai berikut : a n (t) dn y dt n + a n 1(t) dn 1 y dt n 1 + + a (t)y = f(t) (2.11) di mana t adalah variabel bebas dan f(t) adalah fungsi eksitasi (fungsi masukan) yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Dari persamaan (2.11) dapat diperoleh keadaan-keadaan berikut : a. Jika f(t) =, persamaan differensial adalah homogen. b. Jika n = 2, persamaan differensial adalah orde dua. c. Jika n = 1, persamaan differensial adalah orde satu. d. Jika a n (t) = konstan, persamaan adalah persamaan differensial dengan koefisien tetap. 2.1.3 Respon Sistem Dinamis

Sifat dinamis sebuah sistem fisis sangat penting dalam pengontrolan, di mana dengan diterimanya masukan (baik berupa perintah maupun gangguan) yang kontinu dan berubah-ubah, akan terjadi perubahan-perubahan terhadap keluaran. Respon terhadap masukan ini harus dianalisis untuk mengetahui dan mencapai performansi yang memuaskan dari sistem fisis tersebut. Respon dari sebuah sistem adalah keluaran yang diperoleh sistem tersebut setelah menerima masukan. Suatu cara untuk menyatakan sistem adalah persamaan differensial. 2.1.3.1 Fungsi Masukan Fungsi masukan diberikan terhadap sebuah sistem untuk mengevaluasi performansi dinamis daripada sistem tersebut. Keuntungan dari fungsi ini adalah : 1. Dengan mengetahui model matematis untuk sebuah sistem, maka respon (keluaran) sistem tersebut juga dapat dianalisis secara otomatis. 2. Fungsi masukan ini dapat digunakan sebagai dasar untuk meramalkan hasil eksperimen secara teoritis. 2.1.3.2 Fungsi Tangga (Step Function) Fungsi ini paling banyak dipakai sebagai masukan dalam analisis dinamis. Fungsi ini dapat digambarkan sebagai berikut : r A t Gambar 2.1 Fungsi tangga (step function) Secara matematis fungsi tangga ini dapat dituliskan sebagai berikut : r = untuk t < r = A untuk t

Jika A = 1, maka bentuk fungsi tersebut menjadi : r = untuk t < r = 1 untuk t, dan fungsi ini disebut fungsi tangga dengan amplitudo satu-satuan (unit step function). Tentunya dalam sistem sebenarnya tidak mungkin terjadi perubahan seketika dari nol ke level A atau satu, tetapi perubahan ini terjadi dengan menimbulkan kesalahan (error) yang kecil. 2.1.3.3 Variabel Deviasi Penggunaan variabel deviasi sangat penting dalam menganalisis dan mendesain proses sistem pengendali, sehingga harus dipahami dengan baik. Keuntungan penggunaan variabel deviasi adalah : 1. Nilai variabel ini mengindikasikan tingkat penyimpangan dari nilai operasi keadaan steady state (nilai variabel yang diinginkan). 2. Nilai awal adalah nol (dimulai dari keadaan steady state) untuk menyederhanakan solusi persamaan differensial. Untuk menghilangkan nilai dasar dari keluaran, dengan mengganti variabel keluaran dengan simpangan dari nilai dasar. Hal ini memberikan hasil variabel simpangan yang dinyatakan sebagai : Y(t) = y(t) y() (2.12) Dimana Y(t) = Variabel simpangan. y(t) = Nilai total dari variabel. Dalam hal ini, untuk keseimbangan, variabel penyimpangan akan dinyatakan oleh huruf besar dan variabel mutlak oleh huruf kecil. Apabila memungkinkan dari defenisi sebuah variabel penyimpangan, nilai dasarnya adalah nol. Y() = y() y() =

Untuk menggambarkan penyederhanaan yang dihasilkan dari penggunaan variabel penyimpangan, dianggap bahwa orde ke-n adalah persamaan differensial linier. a n d n y(t) dt n + a d n 1 y(t) d n 1 + + a dt n 1 y(t) = b m x(t) m + b d m 1 x(t) dt m m 1 + + dt m 1 b x(t) + c (2.13) dimana n > m, y(t) adalah variabel keluaran, x(t) adalah variabel masukan dan c adalah konstanta. Pada keadaan dasar steady state semua turunan waktu adalah nol, dan dapat dituliskan : a y(t) = b x(t) + c (2.14) Penjabaran persamaan (2.12) dari persamaan (2.11) menghasilkan : a n d n Y(t) dt n b X(t) + a n 1 d n 1 Y(t) d + + a dt n 1 Y(t) = b m X(t) m + b d m 1 X(t) dt m m 1 + + dt m 1 (2.15) Dimana Y(t) = y(t) y(), X(t) = x(t) x(), dan variabel penyimpangan dapat disubstitusikan secara langsung untuk variabel yang diharapkan pada hubungan turunan karena perbedaannya hanya pada konstanta biasa. d k Y(t) dt k = dk [y(t) y()] dt k = dk y(t) dt k dk y() dt k = dk y(t) (2.16) dtk Perlu diingat bahwa persamaan (2.13) pada variabel penyimpangan adalah pada dasarnya sama dengan persamaan (2.12) dalam variabel aslinya kecuali untuk konstanta c, yang dibatalkan, (Smith, 1997) 2.1.4 Fungsi Alih Di dalam wawasan fungsi waktu (t), jika sebuah sistem diberi masukan dan menghasilkan keluaran maka perbandingan antara keluaran terhadap masukan disebut fungsi alih dalam bentuk t dari sebuah elemen linear atau sistem; dengan anggapan bahwa antara keluaran dan masukan terdapat hubungan linear.

Di dalam praktek, terdapat banyak elemen sistem yang menghasilkan jawaban (respon) yang berubah terhadap waktu. Dalam wawasan waktu, karakteristik dinamis ini dinyatakan oleh persamaan differensial; tetapi tidak dapat digunakan secara langsung sebagai suatu fungsi alih. Karakteristik dinamis dapat dinyatakan oleh sebuah fungsi alih dalam variabel S dimana untuk sebuah elemen linear atau sistem, fungsi alih ini didefinisikan sebagai perbandingan antara transformasi Laplace dari keluaran terhadap transformasi Laplace masukan dengan anggapan bahwa semua syarat awal adalah nol. G(s) = Y(s) X(s) = K(a ms m +a m 1 s m 1 + +a 1 s+1) (b n s n +b n 1 s n 1 + +b 1 s+1) (2.17) Dengan G(s) adalah perbandingan antara proses keluaran, Y(s) terhadap proses masukan, X(s). Sifat-sifat fungsi alih adalah sebagai berikut : 1. n m. 2. menghubungkan transformasi Laplace variabel deviasi masukan dan keluaran dari keadaan mantap (steady state). Sebaliknya, kondisi awal bukan nol punya kontribusi tambahan pada transformasi variabel keluaran. 3. Sistem stabil yaitu hubungan mantap antara variabel keluaran dan variabel masukan diperoleh dengan lim s G(s), (Sahat, 1994) 2.1.5 Diagram Blok Diagram Blok menunjukkan urutan operasi secara fungsional melalui elemenelemen yang membangunnya dan dinyatakan dengan kotak seperti pada gambar berikut. x A y Gambar 2.2 Simbol diagram blok Dalam simbol ini, A menyatakan suatu sistem atau proses (mekanis, termis, elektris, hidraulik, pneumatik) sedang tanda panah menunjukkan arah proses yang

dinyatakan oleh variabel x dan y. Pada umumnya, variabel yang berada di sebelah kiri tanda kotak merupakan masukan terhadap kotak, sedangkan variabel sebelah kanan menunjukkan keluaran terhadap kotak tersebut; atau lebih umum; tanda panah yang menuju kotak adalah masukan sedang tanda panah yang menjauhi kotak adalah keluaran daripada kotak tersebut. Variabel biasanya dinyatakan dengan huruf kecil. Kotak A adalah suatu sistem. Sistem adalah kombinasi komponen-komponen yang saling mempengaruhi bersama dan membentuk suatu proses yang dapat dinyatakan secara matematis. Contohnya adalah sistem fisis, biologis, kimia, maupun kombinasinya. Secara simbolis sistem dinyatakan oleh huruf besar, sedangkan hubungan antara keluaran dan masukan dinyatakan oleh : y = Ax (2.18) Dari hubungan ini dapat dilihat bahwa sebuah kotak sebetulnya merupakan faktor pengali terhadap masukan, atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kotak A adalah sebuah sistem yang berfungsi untuk mengubah harga masukan. Contohnya adalah penguat (amplifier), filter dan lain-lain, (Sahat, 1994) 2.2 Sistem Sistem adalah kombinasi atas beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan suatu pekerjaan tertentu. Komponen ini dapat berdiri sendiri maupun berupa komponen yang saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Adapun komponen utama dari sistem adalah : Input PROSES Output Gambar 2.2 Komponen dalam suatu sistem di mana, input adalah komponen masukan yang dapat berupa data atau informasi, Proses adalah operasi atau perkembangan alami yang berlangsung secara kontinu yang

ditandai oleh suatu deretan perubahan kecil yang berurutan dengan cara yang relatif tetap dan menuju ke suatu hasil atau keadaan tertentu, Sedangkan Output adalah hasil dari perubahan yang dilakukan terhadap data atau informasi yang diberikan pada input. Sistem Eksperimen dengan sistem nyata Eksperimen dengan model sistem Model Fisis Model Matematika Solusi Analitik Solusi numerik Gambar 2.4 Studi sistem 2.2.1 Hukum Termodinamika Pertama Dalam sistem termal, proses-proses dasarnya adalah pencampuran fluida (cairan atau gas) panas dan dingin, pembangkitan panas melalui pembakaran, pembangkitan panas melalui benda-benda yang disambungkan/berdekatan, reaksi kimia, induksi dan disintegrasi atom. Dalam sistem termal, digunakan hukum termodinamika I dan II yang mengatur jumlah dan cara pembangkitan energi panas dan juga mengatur aliran panas tersebut. Kalor (q) merupakan energi yang berpindah

dari satu benda ke benda yang lain akibat adanya perbedaan suhu. Berkaitan dengan sistem dan lingkungan, bisa dikatakan bahwa kalor merupakan energi yang berpindah dari sistem ke lingkungan atau energi yang berpindah dari lingkungan ke sistem akibat adanya perbedaan suhu. Jika Kalor berkaitan dengan perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu, maka Kerja (W) berkaitan dengan perpindahan energi yang terjadi melalui cara-cara mekanis. Misalnya jika sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, maka energi dengan sendirinya akan berpindah dari sistem menuju lingkungan. Sebaliknya jika lingkungan melakukan kerja terhadap sistem, maka energi akan berpindah dari lingkungan menuju sistem. Energi dalam sistem merupakan jumlah seluruh energi kinetik molekul sistem, ditambah jumlah seluruh energi potensial yang timbul akibat adanya interaksi antara molekul sistem. Dengan demikian, dari kekekalan energi, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan energi dalam sistem sama dengan kalor yang ditambahkan pada sistem (sistem menerima energi) dikurangi kerja yang dilakukan oleh sistem (sistem melepaskan energi). Secara matematis, dituliskan : du = dq dw (2.19) Keterangan : du = Perubahan energi dalam, Joule dq = Banyaknya panas yang ditambahkan pada system, Joule W = Kerja yang dilakukan oleh sistem, Joule Jadi besarnya energi dalam tergantung pada perbedaan panas yang diberikan dari suatu keadaan lain dari suatu cairan dan kerja yang dihasilkan. Jika perubahan itu mengalami suhu konstan maka dt =, dan dq = dw. Jumlah panas yang disalurkan sama dengan jumlah kerja yang dihasilkan. Jadi jumlah panas yang disalurkan pada suatu sistem sama dengan jumlah kerja yang dihasilkan oleh sistem itu sendiri.(bustani, 24)