BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut juga dengan bahang atau kalor adalah energi yang ditransfer dari satu sistem ke sistem lain dengan interaksi termal. Berbeda dengan bekerja, kalor selalu disertai dengan pengalihan entropi. Aliran kalor adalah karakteristik dari objek makroskopik dan sistem, tetapi sumber dan sifatnya dapat dipahami dari segi konstituen mikroskopis mereka. Satuan untuk kalor ini adalah joule. Kalor dapat diukur dengan kalorimeter, atau ditentukan secara tidak langsung dengan perhitungan berdasarkan jumlah yang lain, bergantung misalnya pada hukum pertama termodinamika. Perpindahan kalor dapat terjadi dalam berbagai cara: dengan konduksi, radiasi, konveksi. Perpindahan kalor mencakup mengenai perpindahan energi karena perbedaan temperatur diantara dua benda atau material. Di samping itu perpindahan kalor juga meramalkan laju perpindahan kalor pada kondisi tertentu. Cara cara perpindahan kalor dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Konduksi 2. Konveksi 3. Radiasi Konduksi Konduksi adalah perpindahan kalor di dalam benda (elemen) padat dari suatu elemen bertemperatur lebih tinggi ke suatu elemen bertemperatur lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan pada benda benda padat khususnya dan untuk berbagai dimensi sebagai berikut : 1. Satu dimensi (mono dimensional) artinya perpindahan kalor secara perambatan (konduksi) dalam satu arah (satu garis lurus) atau antara dua titik

2 (berbeda temperaturnya) dalam elemen yang masih dalam satu bidang datar. Berlaku perumusan : = dengan: = laju aliran kalor (joule/detik atau watt) k = koefisien konduktivitas material (W/ m K) A = luas penampang tegak lurus aliran kalor satu dimensi (m 2 ) (2.1) = gradient penurunan temperatur dalam benda padat (K/m) Persamaan (2.1) disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor. Persamaan tersebut merupakan persaman dasar dari konduktivitas kalor. Tanda negatif pada persamaan di atas diberikan supaya memenuhi hukum termodinamika yaitu kalor mengalir ke suhu yang lebih rendah, ditunjukkan gambar di bawah ini: seperti Gambar 2.1 Sketsa yang Menunjukkan Arah Aliran Kalor Dari gambar di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa laju aliran kalor melalui bidang datar bergantung pada: a. Beda suhu di antara kedua permukaan T = T 1 T 2 ; makin besar beda suhu, makin cepat perpndahan kalor. b. Panjang logam (x); semakin panjang x maka semakin pelan perpindahan kalor. c. Luas permukaan A; makin besar luas permukaan, makin cepat perpindahan kalor.

3 2. Dua dimensi (dwi dimensional) artinya perpindahan kalor secara perambatan (konduksi) dalam satu arah (satu garis lurus) atau antara dua titik (berbeda temperaturnya) bias dalam dua bidang yang berlainan dan dalam satu bidang datar. 3. Tiga dimensi artinya perpindahan kalor secara perambatan (konduksi) dalam satu arah (satu garis lurus) atau antara dua titik (berbeda temperaturnya) bias dalam ruang (bidang tiga) yang berlainan temperaturnya dan berarah lurus dalam bidang yang berbeda Konveksi Konveksi adalah perpindahan kalor karena perpindahan zat. Peristiwa konveksi (aliran zat) terjadi pada perubahan suhu suatu zat. Zat cair atau gas yang terkena kalor molekul-molekulnya bertambah besar dan beratnya tetap. Hal ini akan menyebabkan massa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga zat cair atau gas yag terkena kalor tersebut naik ke atas. Posisinya digantikan oleh zat cair atau gas yang lebih dingin yang massa jenisnya lebih besar. Dari peristiwa aliran inilah, maka kalor dapat merambat secara konveksi. Contoh ketika memanaskan air menggunakan kompor, kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju dasar wadah (suhu lebih rendah). Karena mendapat tambahan kalor, maka suhu dasar wadah meningkat. Karena terdapat perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari bagian luar dasar wadah (yang bersentuhan dengan nyala api) menuju bagian dalam dasar wadah (yang bersentuhan dengan air). Suhu bagian dalam dasar wadah pun meningkat. Karena air yang berada di permukaan wadah memiliki suhu yang lebih kecil, maka kalor mengalir dari dasar wadah (suhu lebih tinggi) menuju air (suhu lebih rendah). Perpindahan kalor persatuan waktu secara konveksi dapat dinyatakan dengan persamaan: = h (T T ) (2.2) dengan : = laju aliran kalor (joule/detik atau watt)

4 h = koefisien perpindahan kalor konveksi (Btu/hr-ft 2. o F atau W/m 2.K) T s = suhu permukaan benda (K) T = suhu di bagian hulu benda (K) Hubungan ini dinamakan hukum Newton tentang pendinginan. Persamaaan ini mendefinisikan koefisien perpindahan kalor konveksi h yang merupakan konstanta proposional (tetapan kesebandingan) yang menghubungkan perpindahan kalor per satuan waktu dan satuan luar dengan beda suhu menyeluruh Radiasi Perpindahan kalor radiasi adalah pengetahuan mengenai transfer energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Tidak seperti perpindahan konduksi dan konveksi, gelombang elektromagnetik tidak memerlukan medium untuk perambatan energinya. Oleh karena kemampuannya merambat di ruangan vakum, radiasi kalor menjadi dominan pada transfer kalor di ruang hampa dan di luar angkasa. Bukti bukti dari percobaan menunjukkan bahwa perpindahan kalor radiasi sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak, sedangkan konduksi dan konveksi berbanding lurus dengan beda suhu. Hukum Stefan Boltzman yang fundamental menyatakan : dengan: = T (2.3) = laju aliran kalor (joule/detik atau watt) T = suhu mutlak (K) = Konstanta perpindahan kalor radiasi(w/m 2.K 4 ) Sebagai contoh, ketika duduk dan mengelilingi api unggun, maka rasa hangat akan terasa walaupun tidak bersentukan dengan apinya secara langsung.

5 2.2 Dasar Dasar Perpindahan Kalor Konduktivitas Kalor Konduktivitas atau keterhantaran kalor, k, adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan kalor. Nilai angka konduktivitas termal menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu. Secara umum, konduktivitas termal benda padat lebih besar dari pada gas. Benda yang memiliki konduktivitas termal (k) besar merupakan penghantar kalor yang baik (konduktor termal yang baik) dapat disebut dengan konduktor. Sebaliknya, benda yang memiliki konduktivitas termal yang kecil merupakan merupakan penghantar kalor yang buruk (konduktor termal yang buruk) dapat disebut dengan isolator ya ng baik. Setiap materi memiliki lebar batasan dari konduktivitas kalor. Konsep dasar konduktivitas kalor adalah kecepatan dari proses difusi energi kinetik molekular pada suatu materi yang menghantarkan kalor. Faktor faktor yang mempengaruhi konduktivitas kalor adalah : Kandungan uap air Suhu Berat jenis Keadaan pori pori bahan Difusivitas Kalor Suatu variabel dari istilah-istilah yang telah dibahas adalah difusivitas kalor α. Difusivitas kalor adalah konduktivitas termal dibagi dengan densitas dan kapasitas kalor spesifik pada tekanan konstan. Difusivitas dapat dinyatakan sebagai: α k (2.4) C ρ dengan: α = difusivitas kalor (m 2 /s) C p = kapasitas kalor spesifik (J / (kg K)

6 = densitas ( kg/ m 3 ) k = koefisien konduktivitas kalor (W / m K) Makin besar nilai α, makin cepat kalor membaur dalam bahan itu. Nilai α yang besar dapat disebabkan oleh salah satu hal berikut: 1. Nilai konduktivitas kalor yang tinggi menunjukkan laju perpindahan energi yang pesat. 2. Nilai kapasitas kalor spesifik C p yang rendah. Nilai kapasitas kalor yang rendah berarti bahwa energi yang yang berpindah melalui batang itu yang diserap dan digunakan untuk menaikkan suhu jumlahnya sedikit, jadi energi yang masih dapat dipindahkan lebih banyak. 2.3 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah hubungan antara sekelompok fungsi dengan turunan-turunannya. Persamaan diferensial muncul secara alami dalam sains fisik, model matematika, dan dalam matematika itu sendiri. Jika hanya satu variabel bebasnya, maka persamaannya disebut Persamaan Diferensial Biasa. Sedangkan jika variabel bebasnya lebih dari satu maka persamaannya disebut persamaan Diferensial Parsial Persamaan Diferensial Linear Order Satu Salah satu tipe dari persamaan diferensial orde satu yang sering dipakai dalam aplikasi adalah persamaan linear. Persamaan linear order satu dapat disajikan dalam bentuk: () + () = () (2.5) dengan () 0, (), dan () merupakan fungsi dari x dan y tidak tergantung pada y. Jika (2.5) dinyatakan dalam bentuk lain, maka persamaan diferensial linear ditulis sebagai + ()= () (2.6)

7 atau Dengan () = () () + ()= () (2.7) () dan () = () merupakan fungsi yang kontiniu pada sebuah interval subset dari R. Persamaan (2.6) dan (2.7) distribusi dengan bentuk standar dari persamaan linear. Persamaan ini memiliki faktor integrasi yang dapat dibuat dalam bentuk () = () (2.8) Faktor integral () = () akan membawa persamaan diferensial linier order satu berbentuk + ()= () menjadi PD eksak. Secara umum suatu faktor integral adalah faktor μ(x, y) dapat mengubah persamaan diferensial tidak eksak menjadi persamaan diferensial eksak Persamaan Diferensial Parsial Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan yang di dalamnya terdapat suku-suku diferensial parsial, yang dalam matematika diartikan sebagai suatu hubungan yang mengaitkan suatu fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan fungsi dari beberapa variabel bebas, dengan turunan-turunannya melalui variabelvariabel yang dimaksud. PDP digunakan untuk melakukan formulasi dan menyelesaikan permasalahan yang melibatkan fungsi-fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan dibentuk oleh beberapa variabel, seperti penjalaran suara dan kalor, elektrostatika, elektrodinamika, aliran fluida, elastisitas, atau lebih umum segala macam proses yang terdistribusi dalam ruang, atau terdistribusi dalam ruang dan waktu. Kadang beberapa permasalahan fisis yang amat berbeda memiliki formulasi matematika yang mirip satu sama. Bentuk paling sederhana dari persamaan diferensial adalah T(, ) = 0 (2.9)

8 Dengan T merupakan suatu fungsi tak diketahui dari x dan t. Hubungan ini mengisyaratkan bahwa nilai-nilai (, ) adalah tidak bergantung dari t. Oleh karena itu solusi umum dari persamaan ini adalah T (, ) = () (2.10) di mana f adalah suatu fungsi sembarang dari variabel x. Analogi dari persamaan diferensial biasa untuk persamaan ini adalah = 0 (2.11) yang memiliki solusi T(t) = c. 2.4 Deret Fourier Deret Fourier merupakan penguraian fungsi periodik menjadi jumlahan fungsifungsi berosilasi, yaitu fungsi sinus dan kosinus, ataupun eksponensial kompleks. Studi deret Fourier merupakan cabang analisis Fourier. Deret Fourier diperkenalkan oleh Joseph Fourier ( ) untuk memecahkan masalah persamaan kalor di lempeng logam. Persamaan kalor merupakan persamaan diferensial parsial. Sebelum Fourier, pemecahan persamaan kalor ini tidak diketahui secara umum, meskipun solusi khusus diketahui bila sumber kalor berperilaku dalam cara sederhana, terutama bila sumber panas merupakan gelombang sinus atau kosinus. Solusi sederhana ini kadang-kadang disebut sebagai solusi eigen. Gagasan Fourier adalah memodelkan sumber kalor ini sebagai superposisi (atau kombinasi linear) gelombang sinus dan kosinus sederhana, dan menuliskan pemecahannya sebagai superposisi solusi eigen terkait. Superposisi kombinasi linear ini disebut sebagai deret Fourier. Meskipun motivasi awal adalah untuk memecahkan persamaan kalor, kemudian terlihat jelas bahwa teknik serupa dapat diterapkan untuk sejumlah besar permasalahan fisika dan matematika. Deret Fourier saat ini memiliki banyak penerapan di bidang teknik elektro, analisis vibrasi, akustika, optika, pengolahan citra, mekanika kuantum, dan lain-lain.

9 2.4.1 Fungsi Genap dan Ganjil Perhitungan koefisien Fourier seringkali dipermudah jika fungsi f(x) yang diuraikan memiliki sifat istimewa tertentu, yakni genap atau ganjil terhadap sumbu x = 0. Keduanya didefenisikan sebagai berikut : Sebuah fungsi f(x) adalah: (a) genap, jika berlaku: f(-x) = f(x) (b) ganjil, jika berlaku: f(-x) = -f(x) untuk semua x dalam daerah defenisi f(x). Sebagai contoh, fungsi x 2 dan cos x adalah genap, karena menurut defenisi di atas (-x) 2 = x 2 dan cos(- x ) = cos x, sedangkan fungsi x dan sin x, misalnya, adalah ganjil karena (-x) = -x dan sin(-x) = -sin x. Pada umumnya, fungsi pangkat genap adalah genap dan fungsi pangkat ganjil adalah ganjil. Integrasi fungsi genap dan ganjil dalam selang simetris seperti L < x < L, ternyata menjadi sederhana. Tinjau misalnya f(x) adalah genap, maka: () = ()+ () (2.12) Terhadap integral pertama di ruas kanan, yang dedefenisikan dalam selang negatif adalah x: -L < x <0, jika dilakukan sisipan variabel integral baru, u = -x, sehingga f(x) = f(-u). Karena fungsi f adalah genap, maka f(-u) = f(u). Dengan demikian, jumlah kedua integral di atas menjadi: f(x)dx = f(u)du + f(x)dx = f(u)du + f(x)dx (2.13) Dengan menamakan ulang variabel integrasi u dengan x, diperoleh : f(x)dx = 2 f(x)dx (2.14) Uraian Fourier fungsi periodik genap dan ganjil, khususnya perhitungan koefisien a n dan b n yang bersangkutan, menjadi lebih sederhana. Tinjau dahulu fungsi f(x) adalah ganjil. Karena cos npx genap, maka f(x) cos npx adalah ganjil, dan f(x) sin npx adalah genap. Dengan demikian, dalam selang simetris L<x< L, a n adalah integral dari suatu fungsi ganjil, sehingga nilainya adalah nol. Tetapi b n

10 adalah integral dari suatu fungsi genap dalam selang simetris, karena itu nilainya adalah dua kali integral dalam selang 0 hingga L. Jadi kita peroleh: 1. Jika f(x) ganjil, maka, a. a n = 0 b. b = f(x) sin npx dx (2.15) Dalam hal ini dikatakan bahwa f(x) teruraikan dalam deret sinus (a n = 0, sehingga tidak ada suku cosinus). 2. Jika f(x) genap, maka: a. a = f(x) cos npx dx b. b n = 0 Dalam hal ini, f(x) dikatakan teruraikan dalam deret cosinus. (2.16) 2.5 Persamaan Kalor Persamaan kalor merupakan hal yang mendasar dalam berbagai macam bidang ilmiah. Dalam matematika, persamaan kalor itu persamaan diferensial parsial prototipe parabola. Dalam teori probabilitas, persamaan kalor dihubungkan dengan studi gerak Brown melalui persamaan Fokker-Planck. Dalam matematika keuangan persamaan kalor digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial parsial Black-Scholes. Persamaan difusi, versi yang lebih umum dari persamaan kalor, muncul sehubungan dengan studi difusi kimia dan proses terkait lainnya. Persamaan kalor berasal dari hukum Fourier dan konservasi energi maka hukum Fourier untuk persamaan kalor dapat ditulis: = T (2.17) Persamaan Kalor satu dimensi mempunyai bentuk persamaan diferensial parsial biasa sebagai berikut: T T = 0 (2.18) Dengan T = T (, ) yang diturunkan dari rumusan sederhana suatu batangan sebagai media perambatan kalor. Sebagaimana telah diketahui bahwa kalor merambat dari temperatur tinggi ke temperatur rendah dan dengan anggapan kalor hanya merambat secara 1 (satu) arah / dimensi yakni x saja, atau dengan kata lain sisi dari batangan logam yang

11 ditinjau diisolasi dengan sempurna secara lateral dan dianggap adiabatik (tidak ada kalor yang masuk maupun keluar secara lateral atau boleh juga dianggap kalor yang masuk sama dengan kalor yang keluar). Persamaan kalor dapat ditulis sebagai: T t = αt (2.19) k T = c ρ T (2.20) atau Karena α = T t = k c ρ T (2.21) x, maka persamaan kalor juga dapat ditulis dengan: T t α T x= 0 (2.22) Sedangkan, untuk persamaan kalor satu dimensi non homogen dinyatakan sebagai: T(, ) T(, ) = (, ) (2.23) Atau dapat ditulis dengan: T T = (, ) (2.24) Dengan: (, ) : laju aliran kalor pada batang logam konduktor Syarat Awal dan Syarat Batas Persamaan Kalor Satu Dimensi Batang dengan penampang seragam diisolasi secara lateral. Panjang batang = L dan diletakkan pada sumbu x. Temperatur pada batang pada suatu waktu hanya tergantung pada posisi, T = T(, ).

12 y x z X = 0 X = L Gambar 2.2 Pemodelan Aliran Kalor Satu Dimensi Ada dua macam syarat batas untuk masalah perpindahan kalor konduksi yaitu kondisi batas (boundary condition) dan kondisi awal (initial condition). Kondisi batas adalah kondisi pada batas (ujung) batang pada waktu t sembarang. Kondisi awal adalah temperatur pada x sembarang pada waktu t=0. Syarat batas untuk perpindahan kalor konduksi 1 dimensi adalah : 1. Jika temperatur awalnya adalah f(x) dan temperatur pada ujung dijaga konstan pada nol, maka kondisi batasnya : T ( 0, ) = 0 (2.25) T (, ) = 0, > 0 (2.26) Syarat awal () = T (, 0 ) (2.27) 2. Bila batang diisolasi secara keseluruhan, termasuk pada x = 0 dan x = L maka pada x= 0 dan x = L kalor tidak bisa masuk atau keluar (fluks kalor = 0) sehingga kondisi batasnya adalah : = 0 = 0 (2.28) 2.6 Fungsi Green Mengkonstruksi Fungsi Green Persamaan Diferensial Linear Orde-n Melalui Metode Variasi Parameter Persamaan diferensial linear tak homogen orde-n: () () + () () + + () + () + ()= ()

13 dengan fungsi f (x) merupakan fungsi yang kontinyu. Solusi umum persamaan diferensial di atas adalah : () = () + () (2.29) dengan () merupakan solusi umum persamaan diferensial homogen pautannya dengan () merupakan suatu solusi khusus atau solusi partikulirnya. Untuk menentukan solusi partikulirnya, dapat dilakukan dengan cara mengkonstruksi fungsi green. Adapun langkah yang dilakukan dalam mengkontruksi fungsi green adalah sebagai berikut : 1. Menentukan solusi bebas linear persamaan diferensial homogen. Persamaan diferensial linear tak homogen orde-n di atas dapat di selesaikan dengan mensubsitusikan =, kemudian menentukan bilangan tepat t sehingga memenuhi persamaan diferensial linear tak homogen orde-n. Karena =, =, =, dan seterusnya hingga =. Bila disubsitusikan dalam persamaan (2.36) akan didapatkan suatu persamaan dalam t, yaitu : karena e tx 0, maka ( + () + () + + ) = 0 ( + () + () + + ) = 0 (2.30) Persamaan (2.30) tersebut disebut persamaan karakteristik dari persamaan diferensial linear tak homogen orde-n, dan akar akar karakteristik. Ada tiga kemungkinan solusi bebas linear dari persamaan diferensial linear tak homogen orde-n, yaitu : a. Bila akar akarnya real dan berlainan, maka selesian bebasnya yaitu,,..., b. Bila akar akarnya real dan sama, maka solusi bebas linearnya yaitu,,..., c. Bila akar akarnya kompleks, maka selesain bebas linearnya yaitu ( ) atau ( ) atau ( + ) Apabila solusi bebas linear dari persamaan diferensial homogennya dimisalkan (), (),..., (), maka () dengan,,..., merupakan konstanta. = () + () ()

14 2. Memisalkan y p dengan mengganti konstanta,,..., dengan fungsi (), (),..., ()yang akan ditentukan. Jadi, () = () () + () () () () (2.31) 3. Menyelesaikan system untuk menentukan u k (x) dengan aturan Cramer, sehingga diperoleh : () = ()() [ (), (),, ()] 4. Menentukan u k (x) dengan mengintegralkan u k (x) terhadap t diperoleh : ()() () = ; k = 1, 2,..., n (2.32) [ (), (),, ()] 5. Mensubsitusikan persamaan (2.32) pada persamaan (2.31) sehingga diperoleh: () = () () = (, )() Dari langkah langkah tersebut, maka di dapat fungsi green (, ) = () () () () [ (), (),, ()] Jadi solusi umum persamaan diferensial linear tak homogen orde-n adalah : () = () + (, )() (2.32) Fungsi (, ) dikatakan fungsi green untuk masalah nilai awal persamaan diferensial di atas jika memenuhi kondisi berikut ini: a. (, ) terdefinisi pada daerah = dari semua titik (, ) dengan x dan t terletak dalam selang I. b. (, ),,,,, merupakan fungsi yang kontinu pada = c. Untuk setiap x 0 dalam selang I, fungsi yp (x) = (, )() adalah solusi persamaan diferensial di atas yang memenuhi kondisi awal ( ) = ( ) = ( ) = () ( ) = 0 Fungsi green merupakan bagian dari solusi persamaan diferensial non homogen yang berbentuk : () = ( ) (, ) (2.33)

15 Dengan (, ) adalah fungsi Green yang menyatakan pengaruh fungsi sumber f(x) posisi x 0 dari fungsi sumber pada posisi x. 2.7 Separasi Variabel Separasi variabel adalah salah satu dari beberapa metode untuk memecahkan persamaan diferensial biasa dan parsial, di mana aljabar memungkinkan seseorang untuk menulis ulang persamaan sehingga masing-masing dari dua variabel terjadi pada sisi yang berbeda dari persamaan. Salah satu syarat penggunaan metode separasi variabel adalah persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial linear homogen dengan kondisi batas linier. Dengan menggunakan metode separasi variabel, kondisi awal dari suatu persamaan diferensial kurang terpenuhi. Metode pemisahan variabel bergantung pada asumsi bahwa fungsi dari bentuk T (, ) = () () Persamaan di atas akan menjadi solusi dari persaan diferensial parsial homogen linear dalam x dan t. Persamaan tersebut juga harus memiliki kondisi batas yang homogen dan linear. Namun, seperti disebutkan di atas metode separasi variabel akan jarang memenuhi kondisi awal. Tidak semua persamaan diferensial dapat diselesaikan dengan metode ini. Metode ini hanya dapat dikerjakan pada persamaan yang berbentuk () + () = 0, dengan A (x) adalah fungsi dari x saja dan B (y) adalah fungsi dari y saja.

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL 1. Pendahuluan : Pemodelan Arus Panas Satu Dimensi Y Bahan penyekat (insulator) A Batang 0 L X Z Misalkan bila ada batang yang dapat menghantarkan panas. Batang tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 i KONDUKTIVITAS TERMAL LAPORAN Oleh: LESTARI ANDALURI 100308066 I LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 ii KONDUKTIVITAS

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu KALOR Standar Kompetensi : Memahami wujud zat dan perubahannya Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan Nama : Ahmad Sulaiman NIM : 5202414055 Rombel :2 PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan energi yang berpindah antar

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA 2.1 Konsep Dasar Thermodinamika Energi merupakan konsep dasar termodinamika dan merupakan salah satu aspek penting dalam analisa teknik. Sebagai gagasan dasar bahwa

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMA BERBAGAI OGAM DENGAN METODE GANDENGAN A. Tujuan Percobaan. Memahami konsep konduktivitas termal. 2. Menentukan nilai konduktivitas termal berbagai logam dengan metode

Lebih terperinci

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Pengertian Sifat Termal Zat. Sifat termal zat ialah bahwa setiap zat yang menerima ataupun melepaskan kalor, maka zat tersebut akan mengalami : - Perubahan suhu / temperatur

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK TUNTAS 5 Siswa 5 40 TIDAK TUNTAS 6 Siswa 6 40 TIDAK

Lebih terperinci

BAB 2 ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA I

BAB 2 ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA I BAB 2 ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA I Bab ini hanya akan membahas Sistem Tertutup (Massa Atur). Energi Energi: konsep dasar Termodinamika. Energi: - dapat disimpan, di dalam sistem - dapat diubah bentuknya

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga C, maka A dan B dalam kesetimbangan termal satu sama lain

Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga C, maka A dan B dalam kesetimbangan termal satu sama lain Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini (minggu 5) Kalor dan Hukum Termodinamika Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga C,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan teori-teori yang mendukung pembahasan penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan menggunakan metode fungsi green antara lain: persamaan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini. Kalor dan Hukum Termodinamika

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini. Kalor dan Hukum Termodinamika Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Kalor dan Hukum Termodinamika Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga C, maka A dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

Heat and the Second Law of Thermodynamics

Heat and the Second Law of Thermodynamics Heat and the Second Law of Thermodynamics 1 KU1101 Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bab 04 Great Idea: Kalor (heat) adalah bentuk energi yang mengalir dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil TKS 4007 Matematika III Deret Fourier (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil Perhitungan koefisien-koefisien Fourier sering kali

Lebih terperinci

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744 A. Suhu dan Pemuaian B. Kalor dan Perubahan Wujud C. Perpindahan Kalor A. Suhu Kata suhu sering diartikan sebagai suatu besaran yang menyatakan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Seperti besaran

Lebih terperinci

KALOR DAN KALOR REAKSI

KALOR DAN KALOR REAKSI KALOR DAN KALOR REAKSI PENGERTIAN KALOR Kalor Adalah bentuk energi yang berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah ketika kedua benda bersentuhan. Satuan kalor adalah Joule (J)

Lebih terperinci

KALOR. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan

KALOR. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan KALOR A. Pengertian Kalor Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda

Lebih terperinci

Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh

Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL Persamaan diferensial parsial dijumpai dalam kaitan dengan berbagai masalah fisik dan geometris bila fungsi yang terlibat tergantung pada dua atau lebih peubah bebas.

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Vandri Ahmad Isnaini, S.Si., M.Si Program Studi Pendidikan Fisika IAIN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES Nama Kelompok: 1. Diah Ayu Suci Kinasih (24040115130099) 2. Alfiyan Hernowo (24040115140114) Mata Kuliah Dosen Pengampu : Ilmu Material Umum : Dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

Secara matematis faktor-faktor di atas dirumuskan menjadi: H= Q / t = (k x A x T) / l

Secara matematis faktor-faktor di atas dirumuskan menjadi: H= Q / t = (k x A x T) / l SUHU DAN KALOR A. Perpindahan Kalor Kalor juga dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Proses inilah yang disebut perpindahan kalor/ panas/ energi. Ada tiga jenis perpindahan kalor, yaitu:

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR A. Pengertian Suhu Suhu atau temperature adalah besaran yang menunjukkan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat (

Lebih terperinci

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK BAB III KONDUKSI ALIRAN SEDI - DIMENSI BANYAK Untuk aliran stedi tanpa pembangkitan panas, persamaan Laplacenya adalah: + y 0 (6-) Aliran kalor pada arah dan y bisa dihitung dengan persamaan Fourier: q

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : FISIKA DASAR NOMOR KODE / SKS : FIS 101 / 3(2-3) DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Fisika Dasar ini diberikan di TPB untuk membekali seluruh mahasiswa

Lebih terperinci

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER 1 Deret Fourier 2 Tujuan : 1. Dapat merepresentasikan seluruh fungsi periodik dalam bentuk deret Fourier. 2. Dapat memetakan Cosinus Fourier, Sinus Fourier, Fourier

Lebih terperinci

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD-045315 Mingg u Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub-pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas

Lebih terperinci

- - KALOR - - Kode tujuh3kalor - Kalor 7109 Fisika. Les Privat dirumah bimbelaqila.com - Download Format Word di belajar.bimbelaqila.

- - KALOR - - Kode tujuh3kalor - Kalor 7109 Fisika. Les Privat dirumah bimbelaqila.com - Download Format Word di belajar.bimbelaqila. - - KALOR - - KALOR Definisi Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama

Lebih terperinci

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier (FS) 1. Deret Fourier Menurut Fourier setiap fungsi periodik dapat dinyatakan sebagai jumlah fungsi sinus dan cosinus yang tak berhingga jumlahnya dan dihubungkan secara harmonis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL KELOMPOK II BRIGITA O.Y.W. 125100601111030 SOFYAN K. 125100601111029 RAVENDIE. 125100600111006 JATMIKO E.W. 125100601111006 RIYADHUL B 125100600111004

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan Xpedia Fisika Kapita Selekta Set 07 Doc. Name: XPFIS0107 Doc. Version : 2011-06 halaman 1 01. Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan... (A) Panas (B) Suhu

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal

LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal No No Induk Jenis Kelamin Skor Ketuntasan > 75 1 8710 P 91 Tuntas 2 8712 L 83 Tuntas 3 8716 L 68 Tidak Tuntas 4 8720 P 59 Tidak Tuntas 5 8721

Lebih terperinci

KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL

KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL Disusun Oleh : Brigita Octovianty Yohana W 125100601111030 Jatmiko Eko Witoyo 125100601111006 Ravendi Ellyazar 125100600111006 Riyadhul

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

BAB 7 SUHU DAN KALOR

BAB 7 SUHU DAN KALOR BB 7 SUHU DN OR 65 66 Peta onsep 67 7. PENGUURN TEMPERTUR Temperatur biasanya dinyatakan sebagai fungsi salah satu koordinat termodinamika lainnya. oordinat ini disebut sebagai sifat termodinamikannya.

Lebih terperinci

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Bambang (2016) dalam perancangan tentang modifikasi sebuah prototipe kalorimeter bahan bakar untuk meningkatkan akurasi pengukuran nilai

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 4: Separasi Variabel untuk Persamaan Panas Orde Satu Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Persamaan

Lebih terperinci

ENERGI TERMAL. benda padat, sehingga berbentuk padat. Parikel-partikel tersebut bergerak maju dan. Gambar 1.

ENERGI TERMAL. benda padat, sehingga berbentuk padat. Parikel-partikel tersebut bergerak maju dan. Gambar 1. ENERGI TERMAL Meskipun pengaruh panasnya api telah diketahui sejak zaman prasejarah, tetapi baru pada awal abad ke-18 para ilmuwan mengetahui dan memahami bagaimana sebuah benda panas dibedakan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki

Lebih terperinci

KALOR Kalor 1 kalori 1 kalori = 4.18 joule 1 joule = 0.24 kalori Q = H. Dt Q = m. c. Dt H = m. c Q = m. L

KALOR Kalor 1 kalori 1 kalori = 4.18 joule 1 joule = 0.24 kalori Q = H. Dt Q = m. c. Dt H = m. c Q = m. L KALOR Kalor adalah bentuk energi yang berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah. Jika suatu benda menerima / melepaskan kalor maka suhu benda itu akan naik/turun atau wujud benda berubah. Beberapa pengertian

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan proses diperlukan pemasukan atau pengeluaran ka1or untuk

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 5: Separasi Variabel untuk Persamaan Panas Orde Satu - Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Review

Lebih terperinci

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 PENGERTIAN KALOR Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. k = A T. = kecepatan aliran panas [W] A = luas daerah hantaran panas [m 2 ] ΔT/m = gradient temperatur disepanjang material

BAB 2 DASAR TEORI. k = A T. = kecepatan aliran panas [W] A = luas daerah hantaran panas [m 2 ] ΔT/m = gradient temperatur disepanjang material 3 BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Dasar Dasar Mekanisme Perpindahan Energi Panas Pada dasarnya terdapat tiga macam proses perpindahan energi panas. Proses tersebut adalah perpindahan energi secara konduksi, konveksi,

Lebih terperinci

Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden

Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden Lecture 3. Function (B) A. Macam-macam Fungsi Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden Fungsi aljabar dibedakan menjadi (1) Fungsi rasional (a) Fungsi konstan

Lebih terperinci