Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal
|
|
- Farida Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan dangkal jika kedalaman air jauh lebih kecil daripada panjang gelombangnya. persamaan air dangkal dapat diterapkan jika h λ 1 11 dan A h 1 10, Selain itu, dengan A menyatakan amplitudo gelombang permukaan, h menyatakan kedalaman air, dan λ menyatakan panjang gelombang permukaan. Berdasarkan hukum konservasi massa dan hukum konservasi momentum, secara berturut-turut diperoleh kedua persamaan berkut : η t + ((η + h)u) x = 0, (2.1.1) u t + uu x + g(η + h) x = 0, (2.1.2) dengan u menyatakan kecepatan horizontal partikel fluida yang ada di permukaan air laut, η menyatakan simpangan permukaan air laut dari keadaan setimbang, h meyatakan kedalaman air laut, dan g adalah konstanta gravitasi bumi. Persamaan (2.1.1) dan (2.1.2) dikenal sebagai persamaan air dangkal. 6
2 BAB 2. TEORI DASAR 7 Persamaan air dangkal pada (2.1.1) dan (2.1.2) akan dilinierkan agar kedua persamaan tersebut menjadi lebih mudah untuk dipelajari. Untuk melinierkan persamaan air dangkal, diperlukan solusi equilibrium η(x, t) dan u(x, t), yaitu solusi yang tidak bergantung pada parameter t. Solusi equilibrium yang memenuhi persamaan air dangkal (2.1.1) dan (2.1.2) adalah η(x, t) 0 dan u(x, t) 0. Kemudian misalkan η(x, t) berorde ε dan u(x, t) juga berorde ε sehingga ekspansi η(x, t) dan u(x, t) di sekitar solusi equilibrium adalah sebagai berikut : η(x, t) = 0 + ε η(x, t), (2.1.3) u(x, t) = 0 + εû(x, t), (2.1.4) dengan ε bilangan yang sangat kecil. Kemudian η(x, t) dan û(x, t) akan dicari. Substitusikan (2.1.3) dan (2.1.4) ke dalam (2.1.1) sehingga diperoleh h t + ε η t + ε û x (h + ε η) + h x εû + ε η εû = 0. (2.1.5) x Suku-suku berorde ε pada persamaan (2.1.5) memberikan persamaan berikut : η t + hû x + h x û = 0, atau dapat ditulis η t = (hû) x. (2.1.6) Kemudian substitusikan (2.1.3) dan (2.1.4) ke (2.1.2) sehingga diperoleh ε û t + ε û + h εû + gε η x x = 0. (2.1.7) Suku-suku berorde ε pada persamaan (2.1.7) memberikan persamaan berikut : û t + g η x = 0, atau dapat ditulis û t = g η x. (2.1.8)
3 BAB 2. TEORI DASAR 8 Persamaan (2.1.6) dan (2.1.8) dikenal sebagai persamaan air dangkal linier atau linier SWE yang secara eksplisit dapat ditulis sebagai berikut : η t = (hû) x (2.1.9) û t = g η x 2.2 Ekspansi Asimtotik Metode ekspansi asimtotik digunakan untuk mencari hampiran solusi dari suatu persamaan yang mengandung parameter dengan orde sangat kecil. Sebelum mendefinisikan hampiran asimtotik dari suatu fungsi, akan diperkenalkan simbol urutan yang merupakan ukuran relatif urutan fungsi. Pada definisi berikut, f, dan g merupakan fungsi skalar dengan peubah x dengan parameter ε. Definisi Fungsi f dikatakan O-besar dari fungsi g untuk ε ε 0, ditulis f = O(g) untuk ε ε 0, jika terdapat suatu k dan suatu lingkungan N(ε 0 ) di ε 0 sehingga Hal khusus, jika g 0 untuk ε N(ε 0 ), f(x, ε) lim ε ε 0 g(x, ε) f k g, ε N(ε 0 ). (2.2.1) = S, 0 < S < f = O(g). (2.2.2) 2. Fungsi f dikatakan o-kecil dari fungsi g untuk ε ε 0, ditulis f = o(g) untuk ε ε 0, jika untuk setiap c terdapat suatu lingkungan N(ε 0 ) di ε 0 sehingga Hal khusus, jika g 0 untuk ε N(ε 0 ), f c g, ε N(ε 0 ). (2.2.3) f(x, ε) lim ε ε 0 g(x, ε) Notasi lain untuk f = o(g) adalah f g. = 0 f = o(g). (2.2.4) Melalui transformasi translasi, limit ε ε 0 dapat diubah menjadi ε 0. Untuk ε 0, ε merupakan suatu parameter bernilai kecil, dinotasikan dengan ε 1.
4 BAB 2. TEORI DASAR 9 Berikut ini diberikan definisi dari hampiran asimtotik, barisan asimtotik, dan ekspansi asimtotik. Definisi 2.2. Diberikan f(ε) dan g(ε). Fungsi g(ε) dinamakan hampiran asimtotik dari f(ε) untuk ε ε 0 jika f = g + o(g) untuk ε ε 0. Pada kasus ini dapat ditulis f g untuk ε ε 0. Jika g(ε) 0 di sekitar ε 0, maka g adalah hampiran asimtotik dari f untuk ε ε 0 dapat ditulis sebagai f(ε) lim ε ε 0 g(ε) = 1. (2.2.5) Definisi 2.3. Barisan fungsi g 1, g 2,... dinamakan barisan asimtotik untuk ε ε 0 jika dan hanya jika g n = o(g m ), ε ε 0 untuk setiap m dan n yang memenuhi m < n. Definisi 2.4. Jika g 1, g 2,... adalah barisan asimtotik, maka f(ε) memiliki ekspansi asimtotik untuk n suku yang berkaitan dengan barisan tersebut jika dan hanya jika f = Σ m k=1a k g k (ε) + o(g m ) untuk m = 1,..., n dengan ε ε 0, (2.2.6) dimana a k tidak bergantung pada ε. Pada kasus ini, dapat ditulis Fungsi g k disebut fungsi skala. f a 1 g 1 (ε) + a 2 g 2 (ε) a m g m (ε) (2.2.7) Definisi 2.4 dapat digunakan apabila fungsi skala diketahui atau diberikan. Cukup banyak fungsi skala yang dapat diterapkan pada (2.2.6) dan (2.2.7), tetapi terdapat dua fungsi skala yang sering digunakan yaitu : 1. ϕ 1 = (ε ε 0 ) α, ϕ 2 = (ε ε 0 ) β, ϕ 3 = (ε ε 0 ) γ,... dengan α < β < γ <... (untukε ε 0 ), 2. ϕ 1 = 1, ϕ 2 = e 1/ε, ϕ 3=e 2/ε,... (untuk ε ε 0 ). Berikut ini akan adalah langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu persamaan dengan metode ekspansi asimtotik
5 BAB 2. TEORI DASAR Misalkan diketahui suatu persamaan sebagai berikut : F (x, y) = 0, (2.2.8) dengan F suatu operator (dalam tugas akhir ini, F merupakan suatu operator differensial). 2. Misalkan ekspansi asimtotik yang digunakan adalah y(x) y 0 (x) + εy 1 (x) + ε 2 y 2 (x) +... (2.2.9) 3. Substitusikan ekspansi asimtotik yang diberikan oleh (2.2.9) ke dalam (2.2.8) sehingga akan diperoleh suku-suku berorde 1, berorde ε, berorde ε 2, dan seterusnya. 4. Selesaikan persamaan yang disusun oleh suku-suku berorde 1 sehingga dapat diperoleh solusi untuk y 0 (x). 5. Substitusikan y 0 (x) ke dalam persamaan yang disusun oleh suku-suku berorde ε, kemudian selesaikan untuk memperoleh solusi y 1 (x). 6. Langkah-langkah untuk memperoleh y 0 (x) dan y 1 (x) dapat diteruskan secara sistematis untuk memperoleh y 2 (x), y 3 (x), dan seterusnya. 7. Hampiran solusi asimtotik dapat diperoleh dengan mensubstitusikan fungsifungsi y 0 (x), y 1 (x), dan seterusnya ke dalam persamaan (2.2.9). Perlu diingat bahwa hampiran solusi asimtotik ini akan berlaku jika O(y 0 (x)) O(εy 1 (x)) O(ε 2 y 2 (x))... (2.2.10) 2.3 Metode Ekspansi Asimtotik Multi Skala Tidak semua persamaan differensial dapat diselesaikan dengan metode ekspansi asimtotik reguler. Pada kasus-kasus tertentu, ekspansi asimtotik reguler memberikan
6 BAB 2. TEORI DASAR 11 hampiran solusi yang sangat jauh berbeda dengan solusi eksaknya. Hal ini disebabkan adanya pengaruh yang tidak wajar dari satu atau lebih suku pada ekspansi asimtotik sehingga ekspansi asimtotik tidak memenuhi (2.2.10). Suku tersebut dinamakan suku sekuler. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka suku-suku yang merupakan suku sekuler harus ditiadakan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menerapkan metode ekspansi asimtotik multi skala. Berikut ini akan diberikan suatu contoh yang dapat memperlihatkan bahwa metode ekspansi asimtotik reguler tidak dapat diterapkan. Kemudian akan ditunjukkan juga cara memperoleh hampiran solusi contoh tersebut dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik multi skala. Misalkan persamaan differensial yang dimiliki adalah sebagai berikut dengan d 2 y dt + εdy + y = 0, untuk t > 0, (2.3.1) dt y(0) = 0 dan dy(0) dt Misalkan ekspansi asimtotik regular untuk y(t) adalah = 1. (2.3.2) y(t) = y 0 (t) + εy 1 (t) +... (2.3.3) Dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik reguler diperoleh bahwa hampiran solusi untuk (2.3.1) dan (2.3.2) adalah Sedangkan solusi eksaknya adalah y(t) = y(t) sin(t) 1 εt sin(t). (2.3.4) ε2 /4 e εt/2 sin(t 1 ε 2 /4). (2.3.5) Perhatikan Gambar 2.1, hampiran solusi yang diberikan oleh (2.3.4) sangat jauh berbeda dengan solusi eksaknya. Perhatikan juga bahwa untuk t membesar, maka
7 BAB 2. TEORI DASAR y t Solusi hampiran Solusi eksak Gambar 2.1: Solusi eksak (2.3.5) dan solusi asimtotik reguler (2.3.4) untuk ε = 0.1. suku kedua pada (2.3.4) juga membesar. Suku kedua pada (2.3.4) memiliki orde 1 ketika εt O(1), atau dapat ditulis O(εy 1 ) = O( 1 εt sin(t)) = O(1) ketika εt O(1). 2 Ini berarti O(y 0 ) = O(εy 1 ) yang mengakibatkan (2.2.10) tidak dipenuhi. Dengan demikian, suku kedua pada ruas kanan (2.3.4) disebut suku sekuler. Perhatikan bahwa jika εt 1, maka t = O( 1 ). Oleh karena itu, untuk menghi- ε langkan suku sekuler, diperlukan tambahan variabel baru yang berorde 1. Jika variabel sebelumnya adalah t 1 = t, maka variabel tambahannya adalah t 2 = εt, dengan t 2 = O(1) ketika t = O(1/ε). Variabel t 1 dan t 2 secara berturut-turut dinamakan variabel cepat dan lambat. Dengan kedua variabel waktu tersebut, maka turunan yang berlaku adalah sebagai berikut d dt = dt 1 dt dan ekspansi asimtotiknya adalah + dt 2 t 1 dt t 2 = + ε, (2.3.6) t 1 t 2 y = y 0 (t 1, t 2 ) + εy 1 (t 1, t 2 ) +... (2.3.7)
8 BAB 2. TEORI DASAR 13 Langkah selanjutnya pada metode ekspansi asimtotik multiple scale sama seperti langkah-langkah pada metode ekspansi asimtotik reguler. Pertama-tama, substitusikan (2.3.6) dan (2.3.7) ke dalam (2.3.1) dan (2.3.2). Kemudian selesaikan persamaan untuk suku-suku berorde 1, suku-suku berorde ε, dan seterusnya. Untuk suku-suku berorde 1 diperoleh 2 y 0 t y 0 = 0, dengan y 0 = 0 dan y 0 t 1 = 1 di t 1 = t 2 = 0, (2.3.8) sehingga solusi untuk y 0 adalah y 0 = a 0 (t 2 ) sin t 1 + b 0 (t 2 ) cos t 1, (2.3.9) dimana a 0 (0) = 1 dan b 0 (0) = 0. (2.3.10) Perlu diketahui bahwa a 0 dan b 0 adalah fungsi yang bergantung pada t 2. Untuk suku-suku berorde ε diperoleh 2 y 1 t y 1 = (b b 0 ) sin t 1 (a 0 + 2â 0 ) cos t 1, (2.3.11) dengan y 1 = 0 dan y 1 t 1 = y 0 t 2 di t 1 = t 2 = 0. Dengan demikian, solusi untuk y 1 adalah y 1 = a 1 (t 2 ) sin t 1 + b 1 (t 2 ) cos t (b b 0 )t 1 cos t (a 0 + 2â 0 )t 1 sin t 1 (2.3.12) dimana a 1 (0) = b 1 (0) = 0. (2.3.13) Perhatikan bahwa pada (2.3.12) terdapat suku yang dapat menjadi suku sekuler. Hal tersebut dapat dihindari dengan cara memilih a 0 dan b 0 sedemikian rupa sehingga suku sekuler tersebut tidak muncul yaitu dengan memilih b 0 +2 b 0 = 0 dan a 0 +2â 0 = 0.
9 BAB 2. TEORI DASAR 14 Dengan demikian, diperoleh hampiran solusi untuk (2.3.1) dan (2.3.2) adalah y e εt/2 sin t. Jika suku sekuler muncul pada suku ketiga yaitu ε 2 t = O(1), maka harus ditambahkan lagi variabel t 3 = ε 2 t. Kemudian selesaikan lagi secara sistematis untuk memperoleh solusi bagi suku-suku berikutnya. Berdasarkan contoh yang telah diuraikan, metode ekspansi asimtotik multi skala dapat diterapkan setelah ditemukan adanya suku sekuler pada ekspansi asimtotik biasa. Misalkan diketahui suatu persamaan sebagai berikut : F (x, y), (2.3.14) dengan F suatu operator (dalam tugas akhir ini, F merupakan suatu operator differensial). Kemudian misalkan ekspansi asimtotik yang digunakan adalah y(x) y 0 (x) + εy 1 (x) + ε 2 y 2 (x) +... (2.3.15) Langkah-langkah penyelesaian persamaan differensial dengan metode ekspansi asimtotik multi skala dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Jika secular term ditemukan pada suku kedua ruas kanan persamaan (2.3.15), maka perkenalkan variabel baru x 1 = x dan x 2 = εx sehingga berlaku L(x 1, x 2, y), (2.3.16) dan ekspansi asimtotiknya adalah y(x) y 0 (x 1, x 2 ) + εy 1 (x 1, x 2 ) +... (2.3.17) 2. Substitusikan (2.3.17) ke dalam (2.3.16) sehingga dapat diperoleh suku-suku berorde 1, berorde ε, berorde ε 2, dan seterusnya.
10 BAB 2. TEORI DASAR Selesaikan persamaan yang disusun oleh suku-suku berorde 1 sehingga dapat diperoleh persamaan untuk y 0 (x 1, x 2 ). 4. Selesaikan persamaan yang disusun oleh suku-suku berorde ε, kemudian selesaikan untuk memperoleh solusi yang lengkap bagi y 0 (x 1, x 2 ). 5. Suku sekuler dapat dihindari dengan cara menolkan koefisien suku-suku pada ruas kanan persamaan berorde ε yang merupakan solusi homogennya.
Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas
Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 672 Topik dalam Matematika Terapan Semester Ganjil 2016/2017 Pendahuluan Metode perturbasi
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik
Lebih terperinciBab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal
Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa
Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan
Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait
Lebih terperinciDASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus
Lebih terperinciBab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar
Lebih terperinciPEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)
5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka
Lebih terperinciPersamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal
Bab 3 Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk masalah gelombang air dengan dasar sinusoidal. Dalam menyelesaikan masalah
Lebih terperinci1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan
Lebih terperinciBab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi
Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak
Lebih terperinciBAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu
Lebih terperinciBAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan
Lebih terperinciReflektor Gelombang 1 balok
Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;
Lebih terperinciperpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :
1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan
6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing
Lebih terperinciCreated By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah
Lebih terperinciBarisan dan Deret Agus Yodi Gunawan
Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN
LINIER NON HOMOGEN Contoh PD linier non homogen orde 2. Bentuk umum persamaan PD Linier Non Homogen Orde 2, adalah sebagai berikut : y + f(x) y + g(x) y = r(x) ( 2-35) Solusi umum y(x) akan didapatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi
Lebih terperinciBagian 2 Matriks dan Determinan
Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika
Lebih terperinciPENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A
PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen & Non Homogen Tk. n (Differential: Linier Homogen & Non Homogen Orde n) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan
Lebih terperinciREKAYASA GEMPA GETARAN BEBAS SDOF. Oleh Resmi Bestari Muin
MODUL KULIAH REKAYASA GEMPA Minggu ke 3 : GETARAN BEBAS SDOF Oleh Resmi Bestari Muin PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA 010 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i III GERAK
Lebih terperinciAPPROKSIMASI LIMIT CYCLE PADA PERSAMAAN VAN DER POL DAN DUFFING TERIKAT
Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 99 106 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND APPROKSIMASI LIMIT CYCLE PADA PERSAMAAN VAN DER POL DAN DUFFING TERIKAT RATI FEBRIANTI, MAHDHIVAN SYAFWAN,
Lebih terperinciMetode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO
Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen orde-2 Solusi PD pada PD Linier Tak Homogen ditentukan dari solusi umum PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen.
Lebih terperinciPersamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi
Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi
Lebih terperinciSimulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal
Matematika LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGUATAN PROGRAM STUDI Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Oleh: Mohammad Jamhuri, M.Si NIP. 1981050 00501 1004 FAKULTAS SAINS DAN
Lebih terperinciDERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)
DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau
Lebih terperinciBab II Teori Pendukung
Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data
A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan
BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa
Lebih terperinciMASALAH SYARAT BATAS (MSB)
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini adalah beberapa definisi dan teorema yang menjadi landasan dalam penentuan harga premi, fungsi permintaan, dan kesetimbangannya pada portfolio heterogen. 2.1 Percobaan
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan
Lebih terperinciBAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK
BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar
Lebih terperinciBAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I
BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I. Pengertian PD, Orde (tingkat), & Derajat (Pangkat) Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatifderivatif (turunan) sekurang-kurangnya derivatif
Lebih terperinciTeori Dasar Gelombang Gravitasi
Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3
8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan
Lebih terperinciSistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang
Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak
BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema
Lebih terperinciKALKULUS MULTIVARIABEL II
Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang
Lebih terperinciProgram Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II
Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II [MA4] PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka Persamaan
Lebih terperinciHusna Arifah,M.Sc : Persamaan Bessel: Fungsi-fungsi Besel jenis Pertama
Bentuk umum PD Bessel : x 2 y"+xy' +(x 2 υ 2 )y =...() Kita asumsikan bahwa parameter υ dalam () adalah bilangan riil dan tak negatif. Penyelesaian PD mempunyai bentuk : y(x) = x r m = a m x m = a m xm
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan
Lebih terperinciMODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI
MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI
Lebih terperinciAdalah : hubungan antara variabel bebas x, variabel
Adalah : hubungan antara variabel bebas, variabel Bentuk Umum : bebas dan turunanna. d d F(,,, n d,..., ) n Persamaan differensial (PD) menatakan hubungan dinamik, maksudna hubungan tersebut memuat besaran
Lebih terperinciUniversitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II
Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika Persamaan Diferensial Orde II PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka
Lebih terperinciPengantar Statistika Matematik(a)
Catatan Kuliah Pengantar Statistika Matematik(a) Statistika Lebih Dari Sekadar Matematika disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2014
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter
Lebih terperinciOpen Source. Not For Commercial Use
Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Tujuan Instruksional: Mampu memahami definisi Persamaan Diferensial Mampu memahami klasifikasi Persamaan Diferensial Mampu memahami bentuk bentuk solusi Persamaan
Lebih terperinciMA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: Bentuk Tak Tentu d
MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: dan Do maths and you see the world ? Pengantar Bentuk tak tentu? Bentuk apa? Bentuk tak tentu yang dimaksud adalah bentuk limit dengan nilai seolah-olah : 0 0 ; ; 0
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen Tk. 2 (Differential: Linier Homogen Orde 2) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya PD linier homogen orde 2 Bentuk
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:
5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi
Lebih terperinciMETODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT
METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika
Lebih terperinciK 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2
1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah
Lebih terperinciKONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai
Lebih terperinciMatematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75
Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 75 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 75 Outline 1 Garis Singgung
Lebih terperinciBAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 4. Sebaran Asimtotik,, Teorema 4. (Sebaran Normal Asimtotik,, ) Misalkan fungsi intensitas seperti (3.2) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K adalah
Lebih terperinci8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L 2 (a, b)
8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L (a, b) 8.1 Deret Fourier yang Diperumum Jika {ϕ n } 1 adalah basis ortonormal untuk L (a, b) dan f L (a, b), maka f, ϕ n disebut koefisien Fourier
Lebih terperinciBAB 2 PDB Linier Order Satu 2
BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam
Lebih terperinciMATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri
MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri MATEMATIKA LIMIT FUNGSI SMK NEGERI 1 SURABAYA Halaman 1 BAB LIMIT FUNGSI A. Limit Fungsi Aljabar PENGERTIAN
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode
Lebih terperinciDepartment of Mathematics FMIPAUNS
Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan
Lebih terperinciDASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Viska Noviantri Jurusan Matematika dan Statistik, Fakultas Sains dan Teknologi, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU
Kode Modul MTL. OTO 207-02 Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU i L C d i V i = L ----- d t Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Sistem Perencanaan Penyusunan
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT
PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI Febrian Lisnan, Asmara Karma 2 Mahasiswa Program Studi S Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika
Lebih terperinciBAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.
BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti
Lebih terperinciUJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK
UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +
Lebih terperinciMA3081 STATISTIKA MATEMATIKA We love Statistics
Catatan Kuliah MA3081 STATISTIKA MATEMATIKA We love Statistics disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2013 Daftar Isi 1 Peubah Acak
Lebih terperinciNilai mutlak pada definisi tersebut di interpretasikan untuk mengukur jarak dua
II. LANDASAN TEORI 2.1 Limit Fungsi Definisi 2.1.1(Edwin J, 1987) Misalkan I interval terbuka pada R dan f: I R fungsi bernilai real. Secara matematis ditulis lim f(x) = l untuk suatu a I, yaitu nilai
Lebih terperinciAnalisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!
Analisa Numerik Teknik Sipil 1 PENDAHULUAN 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah Dalam matematika, dikenal adanya fungsi transenden (fungsi eksponen, logaritma natural, invers dan sebagainya),
Lebih terperinciKALKULUS MULTIVARIABEL II
Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva
Lebih terperinciMETODE BENTUK NORMAL PADA PENYELESAIAN PERSAMAAN DUFFING
Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 47 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE BENTUK NORMAL PADA PENYELESAIAN PERSAMAAN DUFFING LIDYA PRATIWI, MAHDHIVAN SYAFWAN, RADHIATUL HUSNA
Lebih terperinciPertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu
Lebih terperinciTEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT
TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Koko Saputra 1, Supriadi Putra 2, Zulkarnain 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika
Lebih terperinciLEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA
Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Latihan 1 1. A. NOTASI SIGMA 1. Pengertian Notasi Sigma Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah S n = U 1 + U 2 + U 3 + + U
Lebih terperinciKuliah 3: TURUNAN. Indah Yanti
Kuliah 3: TURUNAN Indah Yanti Turunan Parsial DEFINISI Misalkan fungsi f: A R, dengan A R n adalah himpunan buka. Untuk setiap x = (x 1,..., x n ) A dan setiap j = 1,..., n limit f x j x 1,, x n f x 1,,
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER
PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER Persamaan Differensial Linier Pengertian : Suatu persamaan differensial orde satu dikatakan linier jika persamaan tersebut dapat dituliskan sbb: y + p x y = r(x) (1) linier
Lebih terperinci3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes
Bab 3 Model Matematika Pada bab ini akan dibahas mengenai proses dalam pembuatan model. Analisis dimensional serta pendekatan lubrikasi kita gunakan terhadap persamaan-persamaan dasar (Navier Stokes) serta
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Non Homogen Tk. 2 (Differential: Linier Non Homogen Orde 2) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Solusi umum merupakan jumlah
Lebih terperinciBAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 3. Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non-homogen pada interval 0, dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas
Lebih terperinciLAMPIRAN I. Alfabet Yunani
LAMPIRAN I Alfabet Yunani Alha Α Nu Ν Beta Β Xi Ξ Gamma Γ Omicron Ο Delta Δ Pi Π Esilon Ε Rho Ρ Zeta Ζ Sigma Σ Eta Η Tau Τ Theta Θ Usilon Υ Iota Ι hi Φ, Kaa Κ Chi Χ Lambda Λ Psi Ψ Mu Μ Omega Ω LAMPIRAN
Lebih terperinciTHE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION
Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 72 77 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION IVONE LAWRITA ERWANSA, EFENDI, AHMAD
Lebih terperinciBAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.
BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan
Lebih terperinciKestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi
1 Jurnal Matematika, Statistika, & Komputasi Vol 5 No 1, 1-9, Juli 2008 Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi Sri Sulasteri Jurusan Pend. Matematika UIN Alauddin Makassar Jalan Sultan
Lebih terperinci