2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Sistem

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

III. METODE PENELITIAN

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM PEMILIHAN TEMPAT KOST DENGAN METODE PEMBOBOTAN ( STUDI KASUS : SLEMAN YOGYAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

APLIKASI MODEL ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

III. METODE PENELITIAN

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

Bab IV Pengembangan Model

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 5 Peta lokasi penelitian. PETA PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA. Lokasi sampel. Lokasi Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PENELITIAN

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

ANALISI KELAYAKAN FINANSIAL USAHA AGROINDUSTRI TAHU STUDI KASUS DI KELURAHAN LABUH BARU BARAT KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

20 Peneliian ini berujuan merumuskan sraegi pada model pengelolaan yang cocok unuk keberlanjuan perikanan angkap di daerah ersebu. Daa yang diambil be

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS FINANSIAL PENGOLAHAN SURIMI DENGAN SKALA MODERN DAN SEMI MODERN. Financial Analysis of Surimi Processing by Modern and Semi-Modern Scale

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya

IV METODE PENELITIAN

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

BAB 2 LANDASAN TEORI

ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Analisis Model dan Contoh Numerik

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB III METODE PENELITIAN

LATIHAN SOAL KWU XII

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI ACTUAL SYSTEM USAGE (ASU) PADA PEMANFAATAN STUDENTSITE

Transkripsi:

8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Sisem Sisem didefinisikan sebagai seperangka elemen aau sekumpulan eniy yang saling berkaian, yang dirancang dan diorganisir unuk mencapai sau aau beberapa ujuan (Manesch dan Park, 1977). Sisem dapa merupakan suau proses yang sanga rumi yang diandai oleh sejumlah linasan sebab akiba. Menuru Eriyano (2003) sisem adalah oalias himpunan hubungan yang mempunyai srukur dalam nilai posisional sera mara dimensional eruama dimensi ruang dan waku. Pada dasarnya ada dua sifa dari sisem, yaiu berkaian dengan aspek prilaku dan aspek srukur, sehingga permasalahan yang berkaian dengan sisem akan menyangku pada prilaku sisem dan srukur sisem. Prilaku sisem berkaian dengan inpu dan oupu, dan srukur sisem berkaian dengan susunan dari rangkaian di anara elemen-elemen sisem. Jika diklasifikasikan masalah sisem secara garis besarnya ada iga (Gaspersz, 1992), yaiu : (1) Unuk sisem yang belum ada, srukurnya dirancang unuk merealisasikan rancangan yang memiliki prilaku sesuai dengan yang diharapkan; (2) Unuk sisem yang sudah ada (dalam kenyaaan aau hanya sebagai suau rancangan) dan srukurnya dikeahui, maka prilaku dienukan pada basis dari srukur yang dikeahui iu (persoalan analisis sisem); dan (3) Unuk sisem yang sudah ada (dalam kenyaaan) eapi idak mengenalnya sera srukurnya idak dapa dienukan secara langsung, maka permasalahannya adalah mengeahui prilaku dari sisem iu sera srukurnya (persoalan black box/koak hiam). Menuru Eriyano (2003) dalam ransformasi inpu menjadi oupu, perlu dibedakan anara elemen (eniy) dari suau sisem dengan sub sisem dari sisem iu sendiri. Sub sisem dikelompokkan dari bagian sisem yang masih berhubungan sau dengan lainnya pada ingka resolusi yang eringgi, sedangkan elemen dari sisem adalah pemisahan bagian sisem pada ingka resolusi yang rendah. Masing-masing sub sisem saling berineraksi unuk mencapai ujuan sisem. Ineraksi anara sub sisem (disebu juga inerface) erjadi karena oupu dari suau sisem dapa menjadi inpu dari sisem lain. Jika inerface anara sub sisem erganggu maka proses ransformasi pada sisem secara keseluruhan akan erganggu juga sehingga akan menghasilkan bias pada ujuan yang hendak dicapai.

9 Proses ransformasi yang dilakukan oleh suau elemen dalam sisem dapa berupa fungsi maemaik, operasi logic, dan proses operasi yang dalam ilmu sisem dikenal dengan konsep koak gelap (black box). Koak gelap adalah sebuah sisem dari rincian idak erhingga yang mencakup srukur-srukur erkecil paling mikro. Dengan demikian karaker koak gelap adalah behaviorisic (injauan sikap). Koak gelap digunakan unuk mengobservasi apa yang erjadi, bukan mengeahui enang bagaimana ransformasi erjadi. Unuk mengeahui ransformasi yang erjadi dalam koak gelap dapa dilakukan melalui iga cara, yaiu : (1) spesifikasi; (2) analog, kesepadanan dan modifikasi; dan (3) observasi dan percobaan (Eriyano, 2003). Eriyano (2003) menyimpulkan ada iga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok ahli sisem dalam merancang bagun solusi permasalahan, yaiu : (1) siberneik (cyberneic), arinya berorienasi pada ujuan; (2) holisik (holisic), yaiu cara pandang yang uuh erhadap keuuhan sisem; dan (3) efekif (effeciveness), yaiu prinsip yang lebih memeningkan hasil guna yang operasional sera dapa dilaksanakan dari pada pendalaman eoriis unuk mencapai efisiensi kepuusan. 2.2 Sisem Penunjang Kepuusan Sisem Penunjang Kepuusan (Decision Suppor Sysem aau DSS) merupakan konsep spesifik sisem yang menghubungkan informasi dengan pengambil kepuusan dan menggunakan auran-auran kepuusan, dan dengan model yang diakomodasikan dengan basis daa dan pandangan pribadi pengambil kepuusan (Eriyano, 2003). Selanjunya dikaakan pula bahwa decision suppor sysem berujuan unuk memaparkan secara erinci elemen-elemen sisem kepuusan sehingga dapa membanu para pengambil kepuusan dalam proses meneapkan kepuusannya. Decision suppor sysem dikembangkan unuk pengambilan kepuusan erenu. Decision suppor sysem di dalamnya erdapa krieria dan alernaif. Krieria digunakan unuk menggambarkan ujuan-ujuan dari sisem kepuusan sera sebagai basis dalam merancang bangun dan mengembangkan sisem kepuusan, sedangkan alernaif adalah kemungkinan indakan yang harus diambil dan dipilih agar diperoleh hasil erbaik sesuai dengan yang diinginkan (Marimin, 2004). Teknik decision suppor sysem digunakan unuk membanu penilaian manajer dalam proses pengambilan kepuusannya dan bukan mengganikannya. Pengembangan lebih meniik berakan pada efekivias pengambilan kepuusan dan bukan pada efisiensinya. Efekivias mencakup idenifikasi dari apa yang harus

10 dikerjakan dan menjamin bahwa krieria kepuusan yang dipilih relevan dengan ujuannya (Eriyano, 2003). Menuru Turban (1988) srukur dasar decision suppor sysem merupakan gambaran hubungan absrak anara iga komponen uama penunjang kepuusan yaiu pengguna, model dan daa. Dengan demikian srukur dasar decision suppor sysem ersebu erdiri dari 3 (iga) sisem uama yang dapa diperinci sebagai beriku : 1. Fasilias dimana para pembua kepuusan dapa berineraksi langsung dengan sisem (User Sysem Inerface) mencakup : (1) Sisem Pengolah Problemaik (Cenral Processing Sysem aau CPS) (2) Sisem Manajemen Dialog (Dialoque Managemen Sysem aau DMS) 2. Sub sisem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan menganalisis daa yang relevan aau disebu Sisem Manajemen Basis Daa (Daa Base Managemen Sysem aau DMBS). 3. Sub sisem yang menggunakan model aau kumpulan model unuk melakukan sejumlah ugas analisis aau disebu Sisem Manajemen Basis Model (Model Base Managemen Sysem aau MBMS). Daa diidenifikasi, diempakan dan dikonrol melalui daa base manegemen sysem, sedangkan model dirancang dan dirangkai secara sisemais dalam model base managemen sysem. Anara daa dan model akan berineraksi melalui sisem pengolah problemaik dan informasi diaplikasikan oleh pengguna melalui dialoque managemen sysem. Daa base managemen sysem harus bersifa inerakif dan fleksibel sehingga mudah dilakukan perubahan-perubahan erhadap ukuran, isi dan srukur elemenelemennya. Pada komponen ini daa dapa diambah, dihapus, digani aau disimpan agar eap relevan bila dibuuhkan. Daa base managemen sysem menyediakan sejumlah daa yang dibuuhkan dan dimina oleh model yang erkandung dalam model base managemen sysem. Model base managemen sysem memberikan fasilias pengolahan model unuk mengkompuasikan pengambilan kepuusan. Model-model ersebu dapa erdiri dari model finansial, saisika aau model kuaniaif lainnya yang disediakan unuk sisem analiik. Dalam model base managemen sysem erkandung model kuaniaif yang menggunakan pendekaan simulasi dan heurisik maupun model kuaniaif yang menggunakan pendekaan ahli (exper). Dialoque managemen sysem merupakan sub sisem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas uamanya adalah menerima masukan dan memberikan

11 keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Sedangkan problemaic analysis sysem adalah koordinasi dan pengendali dari operasi decision suppor sysem secara menyeluruh. Sisem ini menerima masukan dari keiga sub sisem lainnya dalam benuk baku sera menyerahkan keluaran sub sisem yang dikehendaki dalam benuk baku pula (Eriyano, 2003). Teknik decision suppor sysem dapa dimanfaakan idak saja pada akivias bisnis api juga pada program pemerinah dalam mendukung pola pembangunan nasional. Aplikasi sisem penunjang kepuusan mampu mencakup berbagai sekor, anara lain peranian, perdagangan, perindusrian, perhubungan, ransmigrasi dan lain sebagainya. Melalui decision suppor sysem maka kepuusan akual menjadi idak memakan waku lama sera melalui birokrasi dan adminisrasi yang bereli-beli (Marimin, 2004). Pengembangan decision suppor sysem diharapkan sumber-sumber kesalahan dapa dideeksi lebih dini dan kemudian dapa direduksi guna mencegah pengulangan aau muliplikasi. Ruang lingkup decision suppro sysem dapa diselaraskan dengan ingka kepuusan yang diprioriaskannya. Makin besar ruang lingkup cakupan sisem, maka aplikasi decision suppor sysem makin lebih diuamakan (Eriyano, 2003). DATA MODEL Daa Base Managemen Sysem Model Base Managemen Sysem Problemaic Analysis Sysem Dialoque Managemen Sysem USER Gambar 2 Srukur dasar sisem penunjang kepuusan (Eriyano, 2003).

12 2.3 Pemodelan Sisem Pemodelan adalah erjemahan bebas dari isilah modelling, maka permodelan dapa diarikan sebagai suau gugus akivias pembuaan model. Dari erminologi peneliian operasional, secara umum model didefinisikan sebagai suau perwakilan aau absraksi dari sebuah obyek aau siuasi akual (Eriyano, 2003). Selanjunya dinyaakan bahwa model memperlihakan hubungan-hubungan langsung maupun idak langsung sera kaian imbal balik dalam isilah sebab akiba, oleh karena iu model dapa dikaakan lengkap apabila dapa mewakili berbagai aspek dari realias yang sedang dikaji. Salah sau dasar uama unuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang pening dan epa. Model merupakan suau penampakan dari sisem sebenarnya (Rau dan Wooen, 1980). Proses kegiaan yang menggunakan pendekaan sisem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan isilah modelling. Penggunaan modelling memiliki ujuan anara lain : (1) menganalisis dan mengidenifikasi pola hubungan anara inpu-oupu dengan parameer kualias lingkungan yang diamai; (2) menyusun suau sraegi opimal dalam sisem pengendalian; dan (3) mengidenifikasi kondisi-kondisi mana suau alernaif kebijakan dapa dierima (Nasenda dan Anwar, 1985). Eriyano (2003), menyaakan bahwa model dapa dikaegorikan menuru jenis, dimensi, fungsi, ujuan pokok pengkajian aau deraja keabsrakannya. Model pada dasarnya dapa dikelompokkan menjadi : (1) ikonik (model fisik); (2) analog (model diagramaik); dan (3) simbolik (model maemaik). Selanjunya dinyaakan bahwa suau model adalah bisa saik aau dinamik. Model saik memberikan informasi enang peubah-peubah model hanya pada iik unggal dari waku, sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waku dari peubah-peubah model. Model dinamik lebih suli dan mahal pembuaannya namun mempunyai kekuaan yang lebih inggi pada analisa dunia nyaa. Salah sau pendekaan pengembangan model adalah simulasi yang mana isilah ini sering digunakan unuk proses eksperimenasi pada model-model penggani eksperimen pada sisem nyaa (Tasrif, 1994). Selanjunya dinyaakan bahwa keunungan digunakan simulasi adalah dapa memecahkan banyak persamaan anara simulan dan dapa mengakomodasi sisem non linier dari suau proses aau persamaan, sehingga sanga sesuai unuk sisem yang lebih kompleks.

13 Menuru Hall dan Day (1977), melalui simulasi dapa diperoleh kepuusan dengan cara melakukan eksperimenasi anpa mengganggu sisem aau mengadakan perlakuan erhadap sisem yang dielii. Djojomarono (1993) menyaakan bahwa dalam suau analisis sisem, seelah ineraksi anar komponen yang pening eridenifikasi dan dienukan melalui inuisi maupun penilaian, hubungan ersrukur yang banyak dimasukkan ke dalam kompuer unuk dilakukan suau simulasi dan mengikui apa implikasinya merupakan ahapan pembangunan model simulasi. Selanjunya dinyaakan bahwa ada enam ahap yang saling berhubungan dan harus diperhaikan dalam proses membangun model simulasi kompuer, yaiu : (1) idenifikasi dan definisi sisem; (2) konsepsualisasi sisem; (3) formulasi model; (4) analisis erhadap perilaku model; (5) eva!uasi model; (6) analisis kebijakan dan penggunaan model. Secara ringkas, ke enam ahap ersebu di aas dapa dijelaskan sebagai beriku : (1) Idenifikasi dan Definisi Sisem Tahap ini mencakup pemikiran dan definisi masalah yang dihadapi yang memerlukan pemecahan. Pernyaaan masalah yang jelas enang mengapa perlu dilakukan pendekaan sisem erhadap suau masalah merupakan langkah perama yang pening. Karakerisik pokok yang menyaakan sifa dinamik dan sokasik dari permasalahan harus dicakup. Baasan dari permasalahan juga harus dibua unuk menenukan ruang lingkup sisem. (2) Konsepsualisasi Sisem Tahap ini menyangku pandangan yang lebih dalam lagi erhadap srukur sisem, dan mengeahui dengan jelas pengaruh-pengaruh pening yang akan beroperasi di dalam sisem. Dalam ahap ini sisem dapa dinyaakan di aas keras dengan beberapa cara; diagram lingkar sebab akiba dan diagram koak, menghubungkan secara grafis anara perubahan dengan waku, dan bagan alir kompuernya. Srukur dan kuanifikasi dari model digabungkan bersama, sehingga akhirnya kedua-duanya akan mempengaruhi efekifias model. (3) Formulasi Model Dengan asumsi bahwa simulasi model merupakan kepuusan, proses selanjunya dalam pendekaan sisem akan dieruskan dengan membangun model. Pada ahap ini, biasanya model dibua dalam benuk kode-kode yang dapa dimasukkan ke dalam kompuer. Penenuan akan bahasa kompuer mana yang epa merupakan bagian pokok pada ahap ini.

14 (4) Analisis Prilaku Model Pada ahap ini model simulasi kompuer digunakan unuk menyaakan sera menenukan bagaimana semua peubah dalam sisem berprilaku erhadap waku. (5) Evaluasi Model Berbagai uji harus dilakukan erhadap model yang elah dibangun unuk mengevaluasi keabsahan dan muunya. Uji ini berkisar dari memeriksa konsisensi logis sampai membandingkan keluaran model dengan daa pengamaan, aau lebih jauh menguji secara saisik parameer-parameer yang digunakan di dalam simulasi. (6) Penggunaan Model dan Analisis Kebijakan Tahap ini mencakup penggunaan model dalam menguji dan mengevaluasi alernaif yang memungkinkan dapa dilaksanakan. 2.4 Pengembangan Perikanan Tangkap Perikanan angkap adalah kegiaan ekonomi yang mencakup penangkapan aau pengumpulan hewan dan anaman air yang hidup di air lau aau perairan umum secara bebas. Perikanan angkap merupakan suau sisem yang erdiri dari beberapa komponen (elemen) aau subsisem yang saling berkaian dan mempengaruhi sau dengan yang lainnya disebu dengan agribisnis perikanan. Keseven (1973) mengemukaan bahwa fakor-fakor yang berperan dalam sisem agribisnis perikanan angkap adalah masyaraka, sarana produksi, proses produksi, prasarana pelabuhan, sumberdaya ikan, pengolahan, pemasaran dan aspek legal. Secara diagramaik, keerkaian fakor-fakor ersebu yang digambarkan kembali oleh Moninja (2001) dapa diliha pada Gambar 3. Moninja (2001) mengemukakan ada beberapa fakor aau alasan mengapa perikanan angkap perlu dikelola secara benar dan epa, sebagai beriku : (1) Perikanan angkap berbasis pada sumberdaya hayai yang dapa diperbaharui (renewable), namun dapa mengalami depresi aau kepunahan. Sumberdaya ikan memiliki kelimpahan yang erbaas, sesuai daya dukung (carrying capaciy) habianya; (2) Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama (common propery) yang rawan erhadap angkap lebih (over fishing); (3) Pemanfaaan sumberdaya ikan dapa merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan maupun dalam pemasaran hasil angkapan);

15 Membangun Membua Menyelenggarakan MASYARAKAT Konsumen Modal Teknologi Pembinaan DEVISA Ekspor Domesik Dijual SARANA PRODUKSI UNIT PEMASARAN Galangan Kapal Membayar Disribusi Pabrik Ala Penjualan Dikla Tenaga Kerja Sekmen Pasar PROSES PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN Produk, Kapal PRASARANA Dijual Ala PELABUHAN Oleh Nelayan Diolah UNIT PENGOLAHAN ASPEK LEGAL Menangkap Handling Sisiem Informasi Processing Packaging UNIT SUMBERDAYA Spesies Habia Hasil Tangkapan Musim/Lingkungan Fisik Didarakan Gambar 3 Sisem agribisnis perikanan angkap (Keseven, 1973 dimodifikasi oleh Moninja, 2001). (4) Usaha penangkapan haruslah mengunungkan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi para nelayan dan pengusahaannya, jumlah nelayan yang melebihi kapasias akan menimbulkan kemiskinan para nelayan; (5) Kemampuan modal, eknologi dan akses informasi yang berbeda anar nelayan menimbulkan kesenjangan dan konflik; dan (6) Usaha penangkapan ikan dapa menimbulkan konflik dengan subsekor lainnya, khususnya dalam zona aau aa ruang pesisir dan lau. FAO (1995) dalam Moninja (2001), menyaakan bahwa pengelolaan dan pengembangan perikanan angkap haruslah menunjukkan karakerisik penangkapan yang berkelanjuan, yaiu : (1) Proses penangkapan yang ramah lingkungan melipui : 1) selekivias inggi; 2) hasil angkapan yang erbuang minim; 3) idak membahayakan keanekaragaman hayai; 4) idak menangkap jenis ikan yang dilindungi; 5) idak membahayakan habia; 6) idak membahayakan kelesarian sumberdaya ikan

16 arge; 7) idak membahayakan keselamaan nelayan; dan 8) memenuhi keenuan yang berlaku; (2) Volume produksi idak berflukuasi drasis (suplai eap) (3) Pasar eap aau erjamin (4) Usaha penangkapan masih mengunungkan (5) Tidak menimbulkan friksi sosial dan (6) Memenuhi persyaraan legal. Sehingga dalam pengelolaan sumberdaya perikanan membuuhkan landasan kebijakan yang epa agar dapa menjaga keberlanjuan sumberdaya ersebu (Imron, 2000). Keragaan model sisem pengembangan perikanan purse seine di Teluk Tomini yang disrukurisasi berdasarkan krieria biologi, eknologi, sosial, dan ekonomi dinyaakan layak dan adapif unuk diimplemenasikan (Masyahoro e al., 2005). Menuru Baruadi (2004) dengan model pengembangan kegiaan perikanan angkap ikan pelagis di Provinsi Goronalo yang berdasarkan krieria bioeksosek layak dikembangkan usaha perikanan purse seine, bagan perahu, handline, dan payang. Priorias sraegi yang dapa dierapkan dalam pengembangan perikanan angkap di kawasan Taman Nasional Lau Taka Bonerae melipui : (1) opimalisasi pemanfaaan sumberdaya perikanan; (2) peningkaan kesejaheraan melalui akses permodalan; (3) peningkaan kualias sumberdaya manusia melalui peningkaan kerampilan; (4) peningkaan pendapaan asli daerah; (5) perbaikan manajemen usaha penangkapan; dan (6) peningkaan jaringan informasi dan akses pasar (Sulan, 2004). Sulan (2004) menyaakan bahwa pengembangan perikanan angkap dikawasan TNL Taka Bonerae dengan pendekaan goal programming, diperoleh pengalokasian armada penangkapan ikan, yaiu : pancing onda sebanyak 122 uni; purse seine 15 uni; rawai dasar 55 uni; pancing dasar 26 uni; rawai cucu 15 uni; dan pancing cumi 401 uni. Pengembangan usaha perikanan longline dapa dilakukan melalui beberapa kebijakan yaiu : (1) kebijakan pada manajemen usaha; (2) kebijakan berkaian dengan produksi; dan (3) kebijakan berkaian dengan kualias muu (Nurani, 1997). Sedangkan Abdusysyahid, e al. (2001), menyaakan bahwa fakor-fakor yang menjadi penenu keberhasilan usaha pengembangan perikanan kakap merah (Lujanus Sp) di Kalimanan Timur adalah : (1) sisem manajemen pemanfaaan sumberdaya perikanan dengan perangka kebijakan-kebijakan pemerinah daerah yang berkaian langsung dengan perauran perikanan maupun kebijakan lainnya; (2) lembaga pemasaran yang

17 uru berperan akif menenukan harga kakap merah secara seimbang; dan (3) ingka pemanfaaan eknologi penangkapan dengan uni perikanan pancing. Selanjunya Haluan (2000), menyaakan bahwa salah sau fakor uama yang menenukan hasil angkapan pancing, khususnya pancing onda adalah umpan karena pancing onda ermasuk ala angkap akif dan jenis umpan yang digunakan haruslah sesuai dengan makanan kesukaan ikan yang menjadi ujuan penangkapan. 2.5 Analisis Kinerja Usaha Penilaian aas suau kinerja usaha perikanan dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akiba invesasi ersebu dengan semua pengeluaran yang harus dikorbankan selama proses invesasi dilaksanakan. Baik penerimaan maupun pengeluaran dinyaakan dalam benuk uang agar dapa dibandingkan dan harus dihiung pada waku yang sama. Karena baik penerimaan maupun pengeluaran berjalan berahap, maka erjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyaakan dalam benuk arus unai (cash flow). Pada prinsipnya analisis invesasi dapa dilakukan dengan dua pendekaan, erganung pihak yang berkepeningan langsung dalam proyek yaiu : (1) Analisis finansial, dilakukan apabila yang berkepeningan langsung dalam proyek adalah individu aau kelompok individu yang berindak sebagai invesor dalam proyek. Dalam hal ini, kelayakan proyek diliha dari besarnya manfaa bersih ambahan yang dierima invesor ersebu. (2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepeningan langsung dalam proyek adalah pemerinah aau masyaraka sera keseluruhan. Dalam hal ini, kelayakan proyek diliha dari besarnya manfaa bersih ambahan yang dierima oleh masyaraka (Kadariah, e al. 1978). Beberapa krieria yang akan digunakan dalam sudi kelayakan pada peneliian ini juga didasarkan pada analisis biaya-manfaa baik secara finansial maupun ekonomi. Krieria-krieria yang digunakan adalah sebagai beriku : (1) Ne Presen Value (NPV); krieria ini digunakan unuk menilai manfaa invesasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaa bersih dan dinyaakan dalam rupiah. Rumus persamaan ersebu dapa dinyaakan sebagai beriku (Suojo, 2002) : (B C ) NPV =...(1) i) aau : n = 1 (1+

n ( B C )( DF) NPV =...(2) = 1 dimana : B = benefi pada ahun ke-; C = biaya pada ahun ke-; DF = discoun facor; i = ingka bunga yang berlaku n = lamanya periode waku. 18 Bila NPV > 0 berari invesasi dinyaakan mengunungkan dan merupakan anda go unuk suau proyek aau proyek ersebu layak. Sedangkan apabila NPV < 0 maka invesasi dinyaakan idak mengunungkan yang berari proyek ersebu idak layah unuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV = 0 maka berari invesasi pada proyek ersebu hanya mengembalikan manfaa yang posisi sama dengan ingka social opporuniy cos of capial. (2) Ne Benefi-Cos Rasio (Ne B/C); krieria ini merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang erdiri aas nilai oal dari manfaa bersih yang bersifa posiif, sedangkan sebagai penyebu erdiri aas presen value oal yang bernilai negaif aau pada keadaan biaya koor lebih besar dari manfaa koor. Menuru Suojo (2000), persamaan Ne B/C Raio ersebu dapa dirumuskan sebagai beriku : n (B C) (B C) > 0 = 0 (1+ i) Ne B/C= n...(3) (C B) (B C) < 0 (1+ i) aau : = 1 n = 1 = n ( B C )( DF) ( B C)( DF) = 1 Ne B/C...(4) aau : n NPVposiif = 1 Ne B/C= n...(5) NPV dimana : B C DF i = 1 negaif = benefi pada ahu ke- = biaya pada ahun ke- = discoun fakor = ingka bunga yang berlaku

19 n NPV = lamanya periode waku = ne presen value Dari persamaan ersebu ampak bahwa nilai Ne B/C akan erhingga bila paling sediki ada sau nilai B C yang bernilai posiif. Kedua Ne B/C memberikan nilai > 1, maka keadaan ersebu menunjukkan bahwa NPV > 0,. Dengan demikian maka apabila Ne B/C 1 merupakan anda layak unuk sesuau proyek, sedangkan bila Ne B/C < 1 merupakan anda idak layak unuk sesuau proyek. (3) Inernal Rae of Reurn (IRR); merupakan suku bunga maksimal unuk sampai kepada NPV bernilai sama dengan nol, jadi dalam keadaan baas unung rugi. Oleh karena iu juga dianggap sebagai ingka keunungan aas invesasi bersih dalam sesuau proyek. Asal seiap manfaa yang diwujudkan secara oomais dianam kembali pada ahun berikunya dan mendapakan ingka keunungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Menuru Suojo (2002), dengan demikian IRR dapa dirumuskan sebagai beriku : NPV1 IRR= i1 + (i2 i1) NPV1 NPV...(6) 2 dimana : i 1 NPVposiif; i 2 NPVnegaif. = discoun facor (ingka bunga) perama di mana diperoleh = discoun facor (ingka bunga) kedua di mana diperoleh Proyek dikaakan layak bila IRR > dari ingka bunga berlaku. Sehingga bila, IRR ernyaa sama dengan ingka bunga yang berlaku maka NPV dari proyek ersebu sama dengan nol. Jika IRR < dari ingka bunga yang berlaku maka berari bahwa nilai NPV < 0, berari proyek idak layak. Invesasi adalah usaha menanamkan fakor-fakor produksi langka dalam proyek erenu, baik yang bersifa baru sama sekali aau perluasan proyek. Tujuan uamanya yaiu memperoleh manfaa keuangan dan aau non keuangan yang layak dikemudian hari. Invesasi dapa dilakukan oleh orang perorangan, perusahaan swasa maupun badan-badan pemerinah (Suojo, 2002). 2.6 Risiko Dalam Invesasi Seiap usulan invesasi selalu mempunyai risiko. Semakin inggi risiko suau invesasi, maka semakin inggi ingka keunungan yang dimina para pemilik modal.

Hubungan yang posiip anara risiko dan ingka keunungan diperimbangkan dalam penilaian invesasi (Husnan dan Suwarsono, 1994). Para invesor akan memilih invesasi yang berisiko sama, eapi ingka keunungan lebih inggi aau memilih ingka keunungan yang akan diperoleh sama eapi risiko lebih rendah. Gambar 4 menunjukkan bahwa invesasi A dan B menghasilkan ingka keunungan yang sama, eapi risiko B lebih besar dari A. Dengan demikian invesasi A lebih menarik dari pada invesasi B. Sedangkan anara invesasi B dan C mempunyai risiko yang sama, eapi invesasi C dapa menghasilkan keunungan yang lebih inggi dari pada invesasi B. Berdasarkan keadaan ersebu, invesasi C lebih menarik dari B. Pengambil kepuusan idak dapa menyimpulkan bahwa invesasi C lebih baik dari invesasi A, karena meskipun C lebih mengunungkan dari A, namun invesasi C menghadapi risiko yang lebih inggi. Tingka keunungan yang diharapkan (%) 20 C A B Resiko Gambar 4 Tingka keunungan dan risiko (Husnan dan Suwarsono, 1994).