DASAR-DASAR TEKNIK PENGATURAN. Oleh: Mohammad Dhandhang Purwadi UNTUK KALANGAN SENDIRI JURUSAN TEKNIK MESIN, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DASAR-DASAR TEKNIK PENGATURAN. Oleh: Mohammad Dhandhang Purwadi UNTUK KALANGAN SENDIRI JURUSAN TEKNIK MESIN, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NASIONAL"

Transkripsi

1 DASAR-DASAR TEKNIK PENGATURAN Oleh: Mohammad Dhandhang Purwadi UNTUK KALANGAN SENDIRI JURUSAN TEKNIK MESIN, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NASIONAL 14 Juli 2002

2 Untuk: SYLVA RIJANTI, Taqiyya Maryam, Aqila Hanifah Tata letak & cetak dengan LaT E X

3 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 2 Kata Pengantar Puji syukur kehadhlirat Allah SWT, karena dengan berkah, rahmat dan hidayah-nya diktat ini dapat diselesaikan. Tujuan utama dari penulisan diktat ini adalah untuk membantu mahasiswa dalam memahami isi perkuliahan Teknik Pengaturan. Dengan adanya diktat ini diharapkan mahasiswa dapat mengefisiensikan proses dan waktu pemahaman terhadap materi yang disampaikan oleh dosen yang bersangkutan di depan kelas tanpa kehilangan waktu untuk mencatat. Dalam diktat ini dibahas masalah teknik pengaturan yang mendasar, sehingga pembaca akan dapat mengikuti isi buku ini dengan mudah. Persoalan teknik pengaturan yang lebih kompleks dan canggih, pembahasannya dapat diperoleh dari buku teks yang lengkap dan tersedia diperpustakaan universitas. 14 Juli 2002 Penulis

4 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 3 Daftar Isi 1 Pendahuluan 7 2 Transformasi Laplace dan Kebalikannya Variabel dan Fungsi Kompleks Transformasi Laplace (Laplace Transform) Transformasi Laplace Balik (Invers Laplace Transform) Metode Ekspansi Fraksional Kutup (pole) danzero Ekspansi Fraksional Dengan Kutup Berbeda Ekspansi Fraksional Dengan Kutup Kembar Contoh Penggunaan Transformasi Laplace Fungsi Alih 22 4 Diagram Blok Diagram Blok Sistem Untai Tertutup Prosedur Menggambar Diagram Blok Penyederhanaan Diagram Blok Analisis Respons Transien Sistem Orde Respons sistem orde 1 terhadap fungsi undak satuan Respons sistem orde 1 terhadap fungsi ramp satuan Respons sistem orde 1 terhadap fungsi impuls satuan Sistem Orde Respons sistem orde 2 terhadap fungsi undak satuan.. 42

5 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) Respons sistem orde dua terhadap fungsi impuls satuan Respons sistem orde dua terhadap fungsi ramp satuan Spesifikasi respons transien Spesifikasi respons transien dalam sistem orde dua Stabilitas, Kriteria Stabilitas Routh Analisis stabilitas dalam bidang kompleks Kriteria stabilitas Routh Analisis Tempat Kedudukan Akar Tempat kedudukan akar Cara menggambar tempat kedudukan akar... 66

6 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 5 Daftar Gambar 1 Sistem pengatur kecepatan gubernur Sistem pengendali kedudukan satelit Struktur sistem suspensi kendaraan bermotor Contoh diagram blok Contoh diagram blok untai tertutup Sistem peredam getaran roda sepeda motor Pembuatan diagram blok Aturan penyederhanaan diagram blok Contoh penyederhanaan diagram blok Contoh diagram blok sistem orde Grafik respons transien sistem orde 1 terhadap masukan undak satuan Bentuk fisik dan diagram blok sistem servomekanika Grafik respons transien sistem orde 2 terhadap masukan undak satuan Spesifikasi respons transien terhadap fungsi undak satuan Spesifikasi respons transien terhadap fungsi undak satuan sistem orde Metode perhitungan β Daerah stabil dan tak stabil pada koordinat kompleks Diagram blok suatu sistem untai tertutup Tempat kedudukan zero dan kutup dari persamaan (85) Langkah ke-1 dan ke-2 menggambar tempat kedudukan akar Langkah ke-3 dan ke-4 menggambar tempat kedudukan akar.. 70

7 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 6 22 Langkah 1 5 menggambar tempat kedudukan akar Gambar lengkap tempat kedudukan akar Daftar Tabel 1 Matrikulasi koefisien polinomial dalam kriteria Routh... 56

8 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 7 1 Pendahuluan Pengaturan suatu sistem mempunyai peranan penting dalam banyak bidang, diantaranya bidang rekayasa, sosial, ekonomi bahkan pemerintahan yang menyangkut berbagai aspek yang berkaitan secara canggih. Dalam bidang rekayasa (engineering), sistem pengaturan otomatis mempunyai peran yang sangat penting, misalnya dalam sistem pengendalian pesawat di luar angkasa, sistem pembidik misil taktis, sistem pilot pesawat terbang otomatis, sistem robotika. Contoh lain dapat pula berupa pengendalian tekanan, suhu dan kelembaban dalam bidang rekayasa proses. Karena pengetahuan tentang proses dan teknik pengaturan dapat memperbaiki dan megoptimalkan kinerja dari suatu sistem, maka teknik pengaturan harus difahami secara baik oleh seorang ahli yang menggeluti bidang ilmu dan teknologi. Sebelum mempelajari suatu ilmu, alangkah baiknya jika sebelumnya kita mengetahui sejarahnya, agar kita dapat lebih memahami duduk persoalannya mengapa ilmu tersebut dapat muncul kepermukaan dan dipakai oleh banyak orang. Secara historis, orang pertama yang menerapkan sistem pengaturan otomatis ialah James Watt. Pada abad delapan belas. Ilmuwan ini menerapkan sistem pengaturan gubernur sentrifugal pada mesin uapnya untuk mengatur kecepatan putaran mesin secara otomatis. Pada tahap berikutnya Minorsky, Hazen dan Nyquist mengembangkan teori tentang teknik pengaturan otomatis. Di tahun 1922 Minorsky yang bekerja dalam bidang pengendalian pesawat berhasil menunjukkan bahwa stabilitas sistem dapat ditentukan dari persamaan diferensial yang mewakili sistem tersebut. Nyquist pada tahun 1932 berhasil mengembangkan metode yang lebih sederhana dalam menentukan stabilitas suatu sistem untai tertutup berdasarkan pada respons untai

9 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 8 terbuka terhadap masukan berbentuk sinus (sinusoidal) yang tunak. Pada tahun 1934, Hazen Memperkenalkan istilah servomekanika untuk sistem pengaturan posisi dan membahas tentang perancangan rilai servomekanika yang mampu menutup dan membuka sesuai dengan perubahan masukan. Gambar 1: Sistem pengatur kecepatan gubernur Hingga tahun 1940, metode respons-frekuensi dipakai oleh para ilmuwan untuk mendapatkan kinerja yang memuaskan dari disain sistem pengaturan untai tertutup linear. Pada awal tahun 1950-an, Evan berhasil mengembangkan metode tempat kedudukan akar (root locus). Baik metode responsfrekuensi maupun tempat kedudukan akar, keduanya adalah merupakan metode yang menjadi tulang punggung dari teori teknik pengaturan otomatis klasik. Pada tahun 1950, masalah pengaturan bergeser dari perancangan komponen sistem satu persatu menjadi perancangan keseluruhan sistem yang optimal. Perkembangan teknik pengaturan menuntut penyelesaian dari suatu sistem yang terdiri dari banyak masukan (input) dan luaran (output) dengan

10 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 9 keterkaitan yang sangat canggih. Dengan tersediannya mesin penghitung (komputer) pada tahun 60-an menjadikan teknik pengaturan otomatis modern semakin mampu untuk mengatasi masalah yang canggih. Dengan tersedianya komputer digital yang semakin murah, teknik pengaturan berkembang hingga melingkupi teknik pengaturan dari sistem pengaturan yang kompleks baik yang bersifat deterministik maupun stokhasitik, dan mempunyai kemampuan belajar serta beradaptasi secara mandiri. Bahkan dengan ketersediaan perangkat yang baik sekarang ini, teori pengaturan dapat bergerak dengan meniru sistem non-teknis, misalnya biologis, biomedis, ekonomi dan sosioekonomi. Pada akhirnya penulis berharap agar diktat ini dapat dipergunakan sebagai pegangan dasar dalam mempelajari teknik pengaturan. Dalam diktat ini hanya akan dibahas mengenai teori dari teknik pengaturan yang klasik yaitu meliputi teori respons-frekuensi dan tempat kedudukan akar. Diktat ini hanya memuat hal yang dasar dan dapat dipakai dengan mudah oleh mahasiswa S-1 yang telah mempelajari dasar matematika persamaan diferensial, transformasi Laplace, operasi matrik dasar.

11 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 10 2 Transformasi Laplace dan Kebalikannya Dalam teknik pengaturan otomatis transformasi Laplace (Laplace transform) merupakan suatu metode operasional yang utama. Dengan transformasi Laplace kita dapat menyelesaikan persamaan diferensial linear dengan mudah tanpa melalui metode penyelesaian persamaan diferensial yang kadang-kadang menimbulkan pesoalan aljabar yang rumit, misalnya metode variasi parameter, faktor integrasi dan lain sebagainya. Transformasi Laplace dapat mentransformasi fungsi umum (misalnya fungsi trigonometri, fungsi eksponensial dll.), operator diferensial, operator integral ke dalam bentuk persamaan aljabar biasa dalam variabel kompleks s. Dengan demikian persamaan diferensial dapat ditransformasikan dengan transformasi Laplace menjadi persamaan aljabar biasa dalam variabel komplek s. Bila variabel tak bebas pada persamaan ini diselesaikan (dengan cara mengelompokkan variabel bebas di ruas kanan dan variabel tak bebas di ruas kiri), maka penyelesaian dari persamaan diferensial dapat diperoleh dengan cara mentransformasi Laplace balik dari penyelesaian variabel tak bebas tersebut. Dalam mentransformasi Laplace dan transformasi baliknya telah tersedia tabel yang cukup seksama. Untuk ekspresi aljabar yang rumit, ekspresi tersebut dapat disederhanankan dengan teknik ekspansi fraksional. Beberapa keuntungan dari metode transformasi Laplace adalah: 1. Dengan tanpa menyelesaikan persamaan diferensial dari sistem yang ditinjau (setelah dilakukan transformasi Laplace), secara grafis dapat ditentukan kinerja sistem yang bersangkutan. 2. Bila persamaan diferensial sistem telah dapat diselesaikan dengan metode transformasi Laplace, secara bersamaan akan dapat diperoleh pe-

12 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 11 nyelesaian baik komponentunak (steady state) maupun transiennya (transient). 2.1 Variabel dan Fungsi Kompleks Transformasi Laplace akan mengubah fungsi riil (dalam teknik pengaturan biasanya fungsi waktu t) menjadi fungsi kompleks, s. Variabel kompleks mempunyai dua komponen, yaitu komponen riil σ dan komponen imaginer ω. Karena itu variabel kompleks s dapat ditulis sebagai s = σ + jω. (1) Fungsi kompleks,f (s), adalah fungsi dalam variabel kompleks s yang mempunyai komponen riil F x dan komponen imaginer F y. Fungsi kompleks F (s) dapat ditulis dalam komponennya sebagai F (s) =F x + jf y, (2) besar (magnitude) dari F (s) adalah F (s) = q F 2 x + F 2 y dan sudut dari F (s) adalah θ =tan 1 (F y /F x ). F (s) mempunyai konjugate F (s) =F x jf y. Fungsi kompleks yang sering dijumpai dalam sistem pengaturan linear adalah fungsi dalam variabel s yang tunggal dan unik (berbeda dari yang lain) untuk satu nilai s tertentu. 2.2 Transformasi Laplace (Laplace Transform) Secara matematis transformasi Laplace dapat didefinisikan sebagai berikut: L[f(t)] = F (s) = Z 0 f(t)e st dt, (3)

13 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 12 dengan f(t) : Suatu fungsi waktu t yang riil, f(t) =0bilat<0, s : Variabel kompleks, L : Operator transformasi Laplace, F (s) : Fungsi kompleks hasil transformasi dari f(t), yang perlu diingat pada definisi di atas adalah transformasi Laplace dari f(t) akan menghasilkan F (s). Dengan notasi matematis dapat ditulis: L[f(t)] = F (s) 2.3 Transformasi Laplace Balik (Invers Laplace Transform) Transformasi Laplace Balik dapat didefinisikan sebagai berikut: L 1 [F (s)] = f(t) = 1 Z c+j F (s)e st ds, (4) 2πj c j dengan F (s) : Suatu fungsi kompleks dalam s, t : Variabel waktu yang bersifat riil, L 1 : Operator transformasi Laplace balik, f(t) : Fungsi waktu hasil transformasi balik dari F (s). Dalam transformasi Laplace balik, fungsi kompleks F (s) ditransformasi balik ke fungsi dengan variabel riil (biasanya waktu t), f(t). Dengan notasi matematis dapat ditulis: L 1 [F (s)] = f(t). Untuk mempermudah operasi transformasi Laplace dan transformasi Laplace balik, biasanya digunakan tabel berikut ini. Pada tabel ini hanya ditampilkan transformasi dasar saja untuk selebihnya dapat dilihat pada bukubuku matematika acuan anda.

14 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 13 No f(t) F (s) 1 Impuls satuan δ(t) 1 2 Undak satuan l(t) 1 s 3 Ramp satuan 1 s 2 4 t n 1 (n 1)! (n = 1,2,3,...) 1 s n 5 t n (n=1,2,3,...) n! s n+1 6 e at 1 (s+a) 7 1 (n 1)! tn 1 e at (n=1,2,3,...) 1 (s+a) n 8 sin ωt ω s 2 +ω 2 9 cos ωt s s 2 +ω 2 Selain tabel transformasi Laplace di atas, terdapat pula sifat-sifat transformasi Laplace yang berguna, beberapa diantaranya yang sering dipakai dalam analisis teknik pengaturan otomatis adalah sebagai berikut: 1 L[Af(t)] = AF (s) 2 L[f 1 (t)+f 2 (t)] = F 1 (s)+f 2 (s) 3 L[f( t )] = af (as) a 4 L[ d f(t)] = sf (s) f(0) dt 5 L[ d2 dt 2 f(t)] = s 2 F (s) sf(0) f(0) 6 L[ R t F (s) 0 f(t)dt] = s 2.4 Metode Ekspansi Fraksional Dalam persoalan analisis teknik pengaturan otomatis sering dijumpai hasil transformasi Laplace yang dapat ditulis dalam bentuk fraksional sebagai: F (s) = B(s) A(s), (5)

15 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 14 B(s) dana(s) adalah berbentuk polinomial dalam variabel s, dan orde dari B(s) lebih kecil dari pada A(s). Bila timbul bentuk F (s) seperti persamaan (5) di atas, maka biasanya bentuk tersebut dapat diekspansi atas beberapa suku dalam bentuk yang lebih mudah untuk ditransformasi-balikkan. Ekspansi tersebut adalah sebagai berikut, F (s) =F 1 (s)+f 2 (s)+f 3 (s)+...+ F n (s). (6) Transformasi Laplace balik dari bentuk persamaan yang sudah terekspansi tersebut adalah: L 1 [F (s)] = L 1 [F 1 (s)] + L 1 [F 2 (s)] + L 1 [F 3 (s)] L 1 [F n (s)] = f 1 (t)+f 2 (t)+f 3 (t)+...+ f n (t) (7) Kutup (pole) danzero Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai metode ekspansi fraksional, sebaiknya kita fahami lebih dahulu arti dari istilah kutup dan zero. Dalam teknik pengaturan otomatis, akan sering dijumpai persoalan fungsi kompleks dengan bentuk umum seperti dalam persamaan (5), berikut ini adalah salah satu contoh bentuk persamaan (5). F (s) = B(s) A(s) = K(s + z 1)(s + z 2 )...(s + z m ) (s + p 1 )(s + p 2 )...(s + p n ) (m <n) (8) Pada persamaan (8) di atas, F (s) berbentuk fraksional dengan pembilang B(s) dan penyebut A(s) berupa polinomial. Pembilang B(s) berupa polinomial dalam z. Akar dari persamaan B(s) =0adalah(s 1 = z 1 ), (s 2 = z 2 ),...(s m = z m ). Akar dari B(s) ini disebut zero. Jadi pada persamaan (8) terdapat m buah zero.

16 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 15 Akar dari persamaan A(s) = 0 (pada penyebut), yaitu (s 1 = p 1 ), (s 2 = p 2 ),...(s n = p n ), disebut kutup (pole), dengan demikian pada persamaan (8) terdapat n buah kutub. Contoh dari bentuk fraksional yang sering dijumpai adalah sebagai berikut: s +4 F (s) = s 2 +3s +2 = (s +4) (9) (s +1)(s +2) pada persamaan ini terdapat satu buah zero yaitu s = 4 dan dua buah kutup yaitu s = 1 dans = 2. Pada pembahasan berikutnya, akan banyak dijelaskan bahwa karakteristik atau sifat suatu sistem pengaturan otomatis akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kedudukan dari kutup dan juga zero Ekspansi Fraksional Dengan Kutup Berbeda Ekspansi fraksional dilakukan terhadap suatu fungsi kompleks F (s) dengan tujuan agar diperoleh bentuk yang lebih sederhana sehingga transformasi Laplace balik dapat dilakukan dengan mudah. Bila fungsi kompleks F (s) mempunyai kutup yang berbeda satu dan lainnya, maka untuk ekspansi fraksional dapat digunakan metode sebagai berikut. Misalnya dalam persoalan teknik pengaturan ditemui fungsi kompleks F (s) yang dapat ditulis sebagai: F (s) = B(s) A(s) = K(s + z 1)(s + z 2 )...(s + z m ) (m <n). (10) (s + p 1 )(s + p 2 )...(s + p n ) Bentuk fraksional ini sulit untuk ditransformasi Laplace balik, karena hanya terdiri dari satu suku dan komposisinya cukup kompleks. Agar transformasi Laplace balik mudah dilakukan bentuk fraksional ini dapat diubah menjadi beberapa suku yang sederhana: F (s) = B(s) A(s) = a 1 + a 2 a n (11) s + p 1 s + p 2 s + p n

17 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 16 Persamaan (11) jauh lebih sederhana dari bentuk aslinya dan mudah untuk ditransformasi Laplace balikkan. Konstanta a k (k =1, 2,...n) dapat dihitung dengan persamaan berikut. a k = (s + p k ) B(s) A(s) s= p k (k =1, 2,...,n) (12) Dari uraian ekspansi fraksional di atas, jelas terlihat bahwa informasi nilai kutup-kutup (p 1,p 2,...p n ) tetap terjaga, sedang nilai zero lebur dalam a k. Pada pembahasan kemudian, akan diketahui bahwa nilai kutup dari fungsi kompleks sebuah sistem pengaturan otomatis akan mempunyai arti penting yang berkaitan dengan sifat dari sistem yang bersangkutan. Berikut ini diberikan contoh pemakaian ekspansi fraksional, bila fungsi kompleks F (s) mempunyai kutup yang berbeda. Contoh : Gunakan metode ekspansi fraksional untuk menentukan transformasi Laplace balik dari fungsi kompleks F (s) berikut ini: F (s) = s +4 s 2 +3s +2 = (s +4) (s +1)(s +2) Ekspansi fraksional dari fungsi kompleks F (s) ini adalah F (s) = (s +4) (s +1)(s +2) = a 1 s +1 + a 2 s +2 Berdasarkan persamaan (12) pada hal.16, a 1 dan a 2 dapat diperoleh sebagai berikut s +4 s +4 a 1 = (s +1) = = 1+4 (s +1)(s +2) s= 1 s +2 s= =3 s +4 s +4 a 2 = (s +2) = = 2+4 (s +1)(s +2) s = 2 s= 2 s= 2

18 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 17 Jadi F (s) = 3 s +1 + L 1 [F (s)] = L 1 3 s +1 f(t) =3e t 2e 2t 2 s +2 = 3 s +1 2 s +2 2 L 1 s Ekspansi Fraksional Dengan Kutup Kembar Dalam suatu fungsi kompleks F (s) = B(s), dapat saja terjadi akar-akar A(s) A(s) = 0 mempunyai nilai sama atau kembar. Dalam hal ini dapat saja kembar dua, tiga, empat dst. Dengan kata lain fungsi F (s) dikatakan mempunyai kutup kembar berganda. Pada kondisi yang demikian itu, metode ekspansi fraksional yang telah dibahas di atas tidak dapat digunakan lagi. Bagaimana cara melakukan ekspansi fraksional pada fungsi kompleks yang memiliki kutup kembar, mari kita perhatikan penjelasan berikut ini. Untuk lebih mudahnya, dalam menjelaskan ekspansi fraksional dengan kutup kembar, digunakan pembahasan dengan contoh. Berikut ini terdapat suatu fungsi kompleks F (s) yang dapat ditulis sebagai: F (s) = s2 +2s +3 (s +1) 3, (13) fungsi F (s) di atas mempunyai tiga buah kutup yang sama, yaitu s = 1. Fungsi F (s) pada persamaan (13) diekspansikan dalam tiga suku (sesuai dengan jumlah kutupnya) sebagai F (s) = B(s) A(s) = b 3 (s +1) 3 + b 2 (s +1) 2 + b 1 (s +1) (14) Nilai dari b 1,b 2,b 3 harus kita tentukan, caranya adalah sebagai berikut. Pertama, kalikan kedua ruas persamaan (14) dengan (s +1) 3 seperti langkah

19 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 18 berikut. atau (s +1) 3 B(s) A(s) =(s +1)3 b 3 (s +1) 3 +(s +1)3 b 2 (s +1) 2 +(s +1)3 b 1 (s +1) (15) (s +1) 3 B(s) A(s) = b 3 +(s +1)b 2 +(s +1) 2 b 1 (16) jika pada persamaan ini disubtitusikan langsung nilai s = 1 padaruaskanan (ruas kiri disubtitusikan secara tak langsung), maka akan diperoleh (s +1) 3 B(s) = b 3 (17) A(s) s= 1 dengan persamaan ini kita dapat menghitung nilai b 3. Berikutnya, bila ruas kanan persamaan (16) didiferensialkan terhadap s secara langsung, dan ruas kirinya didiferensialkan secara tak langsung, akan diperoleh d (s +1) 3 B(s) ds A(s) = b 2 +(s +1)b 1 (18) Subtitusikan nilai s = 1 secara langsung pada ruas kanan dan secara tak langsung pada ruas kiri dari persamaan (18) akan diperoleh: d (s +1) 3 B(s) = b 2 (19) ds A(s) s= 1 Sekarang kita peroleh persamaan untuk menghitung nilai b 2. Persamaan untuk menghitung b 1 dapat diperoleh dengan cara mendeferensialkan lagi persamaan (18), hasilnya adalah d 2 (s +1) 3 B(s) ds 2 A(s) =2b 1 1 2! ( d 2 ds 2 (s +1) 3 B(s) A(s) s= 1 ) = b 1 (20)

20 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 19 Langkah selanjutnya adalah menerapkan persamaan untuk menghitung b 1,b 2,b 3 yang telah kita peroleh dari persamaan (14), hasilnya adalah: b 3 = (s +1) 3 B(s) =(s 2 +2s +3) s= 1 =2 A(s) s= 1 b 2 = d (s +1) 3 B(s) d = s 2 +2s +3 ds A(s) ds s= 1 =(2s +2) s= 1 =0 b 1 = 1 ( d 2 (s +1) 3 B(s) 2! ds 2 A(s) = 1 2 (2) = 1 s= 1 ) = 1 2 ½ d 2 s= 1 ds 2 s 2 +2s +3 s= 1 ¾ Dengan lengkapnya nilai b 1,b 2,b 3, persamaan (14) dapat ditulis menjadi: F (s) = B(s) A(s) = 2 (s +1) (s +1) (s +1) Bila persamaan ini ditransformasi Laplace balikkan, akan diperoleh: L 1 [F (s)] = L L L 1 1 (s +1) 3 (s +1) 2 (s +1) f(t) =t 2 e t +0+e t =(t 2 +1)e t t Contoh Penggunaan Transformasi Laplace Pada bagian ini akan diberikan contoh penggunaan transformasi Laplace dan kebalikannya untuk persoalan yang sering timbul dalam teknik pengaturan otomatis. Contoh : Karakteristika sebuah sistem pengaturan otomatis diwakili dengan persamaan diferensial di bawah ini. Tentukan respons transien x(t) dari sistem pengaturan otomatis ini. ẍ +3ẋ +2x =0 x(0) = 2, ẋ(0) = 3

21 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 20 pada persamaan di atas ẍ = d2 x(t), ẋ = d x(t). dt 2 dt Transformasi Laplace dari komponen penyusun persamaan diferensial tersebut adalah L[x] =L[x(t)] = X(s) L[ẋ] =sx(s) x(0) = sx(s) 2 L[ẍ] =s 2 X(s) sx(0) ẋ(0) = s 2 X(s) 2 s 3 Bila hasil transformasi Laplace disubtitusikan ke dalam persamaan diferensial sistem di atas, diperoleh: [s 2 X(s) 2 s 3]+3[sX(s) 2] + 2 X(s) =0 s 2 X(s) 2 s 3+3sX(s) 6+2X(s) =0 s 2 X(s)+3sX(s)+2X(s) 2 s 3 6=0 s 2 X(s)+3sX(s)+2X(s) =2s +3+6 (s 2 +3s +2)X(s) =2s +3+6 X(s) = Dengan menerapkan ekspansi fraksional, diperoleh X(s) = 2s +9 (s +1)(s +2) = a 1 s +1 + a 2 s +2 pada persamaan ini a 1 dan a 2 dapat diperoleh dengan: 2s +9 2s +9 a 1 = (s +1) = (s +1)(s +2) s= 1 s +2 s= 1 2s +9 2s +9 a 2 = (s +2) = (s +1)(s +2) s +1 s= 2 2s +3+6 s 2 +3s +2 = 2s +9 (s +1)(s +2) s= 2 X(s) = 7 s s +2 = 7 s +1 5 s +2 = =7 = = 5

22 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 21 Respons transien x(t) dapat diperoleh dengan mentransformasi Laplace balik X(s), x(t) =L 1 [X(s)], yaitu: x(t) =L 1 [X(s)] = L 1 7 s +1 1 =7L 1 s +1 L 1 5 s +2 5 L 1 1 s +2 =7e t 5 e 2t

23 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 22 3 Fungsi Alih Di dalam teori pengaturan, istilah fungsi alih (transfer function) biasanya digunakan untuk melukiskan sifat-sifat hubungan antara masukan dan luaran suatu komponen sistem maupun sistem secara keseluruhan yang dapat diekspresikan sebagai persamaan diferensial linear dalam fungsi waktu. Secara teoritis fungsi alih dari persamaan diferensial linear dalam fungsi waktu didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio hasil transformasi Laplace antara luaran (fungsi respons) dan masukan (fungsi pengendali) dibawah asumsi bahwa semua kondisi awal nol. Dengan persamaan matematis definisi fungsi alih G(s) dapat ditulis sebagai: Fungsi alih = G(s) = L[Luaran] L[Masukan] kondisi awal nol (21) Bila sebuah sistem diwakili dengan persamaan diferensial linear dalam fungsi waktu sebagai berikut, a 0 y (n) + a 1 y (n 1) a n 1 ẏ + a n y = b 0 x (m) + b 1 x (m 1) b m 1 ẋ + b m x, (22) maka fungsi alihnya adalah: Fungsi alih = G(s) = Y (s) X(s) = b 0s m + b 1 s m b m 1 s + b m a 0 s n + a 1 s n a n 1 s + a n (23) Dengan menggunakan konsep fungsi alih, dinamika sistem yang berupa persamaan diferensial (persamaan (22) ) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan aljabar biasa dalam variabel s. Pada fungsi alih di atas pangkat tertinggi dari variabel s pada penyebut adalah n, karena itu sistem pengaturan yang diwakili oleh fungsi alih tersebut dikatakan sebagai sistem orde-n. Untuk mendapatkan fungsi alih dari sebuah sistem dapat diikuti langkahlangkah berikut ini:

24 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) Tulislah persamaan diferensial yang mewakili sifat dinamika sistem 2. Lakukan transformasi Laplace pada persamaan diferensial yang diperoleh dengan asumsi semua kondisi awal nol 3. Perbandingkan antara luaran dan masukan Contoh : Sebuah sistem pengendali kedudukan satelit di luar angkasa mempunyai cara pengaturan kedudukan dengan cara penyemprotan roket seperti terlihat pada Gambar 2. Pada sistem pengendali satelit tersebut kemiringan satelit θ diatur dengan nosel roket A dan B yang bekerja secara sinkron. Semprotan roket sebuah nosel A atau B masing-masing adalah F/2 dan menghasil kan torsi T = F ` + F ` = F`. Perubahan torsi dengan waktu dinyatakan dengan T (t), dan momen inersia pada titik pusat massanya adalah J. 2 2 Tentukan fungsi alih dari sistem pengendali satelit ini. Gambar 2: Sistem pengendali kedudukan satelit

25 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 24 Tahap 1: Berdasarkan hukum Newton untuk gaya dapat diperoleh persamaan: J d2 θ(t) dt 2 = T (t). Persamaan ini mewakili sistem pengendali satelit di atas. Tahap 2: Transformasi Laplace dari persamaan sistem pengendali satelit tersebut dengan asumsi semua kondisi awal pada saat t = 0 bernilai nol diperoleh J J L[ d2 θ(t) ]=L[T(t)] dt ³ 2 s 2 Θ(s) s θ(0) θ(0) = T (s), karena semua kondisi awal nol, maka θ(0) = 0 dan θ(0) = 0. Dengan demikian persamaan diatas berubah menjadi: Js 2 Θ(s) =T (s), pada sistem pengendali satelit di atas, torsi T yang timbul karena gaya dorong nosel roket merupakan masukan, sedangkan hasil atau luarannya adalah perubahan sudut θ. Dengan demikian diperoleh fungsi alih yang tidak lain adalah perbandingan antara luaran dan masukan sebagai Fungsi alih = [Luaran] [Masukan] = Θ(s) T (s) = 1 Js 2 Contoh : Sebuah sistem suspensi kendaraan bermotor mempunyai struktur seperti Gambar 3. Pada sistem ini bekerja gaya gravitasi terhadap massa m ke arah vertikal (ke bawah). Gaya gravitasi F grv akan mendapat perlawanan dari gaya pegas F pgs dan gaya dari peredam kejut F pkj. Besarnya masing-masing gaya tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: F grv = m.a = mẍ o, F pgs = k(x o x i ), F pkj = b(ẋ o ẋ i )

26 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 25 Gambar 3: Struktur sistem suspensi kendaraan bermotor dengan ẋ o = dx o dt dan ẍ o = d2 x o dt 2. Komposisi kesetimbangan gaya yang bekerja pada suspensi diperoleh: F grv = F pgs + F pkj mẍ o = k(x o x i ) b(ẋ o ẋ i ) Bila persamaan kesetimbangan gaya di atas ditranformasi Laplace dengan menganggap semua kondisi awal sama dengan nol, akan diperoleh ms 2 X o (s) = k(x o (s) X i (s)) b(sx o (s) sx i (s)) = (bs+k)(x i (s) X o (s)) ms 2 X o (s) =(bs+ k)(x i (s) X o (s)) bila persamaan tersebut dibagi dengan X i (s) pada kedua ruasnya (nilai persamaan tidak akan berubah), akan diperoleh ms 2 X o(s) X i (s) = (bs+ k) X i (s) (X i (s) X o (s))

27 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 26 ms 2 X µ o(s) X i (s) =(bs+ k) 1 X o(s) X i (s) X o(s) X i (s) = (bs+ k) ms 2 µ 1 X o(s) X i (s) X o (s) (bs+ k) (bs+ k) X o (s) = X i (s) ms 2 ms 2 X i (s) X o(s) (bs+ k) X o (s) (bs+ k) + = X i (s) ms 2 X i (s) ms 2 µ µ (bs+ k) Xo (s) (bs+ k) ms 2 (bs+ k) Xo (s) (bs+ k) 1+ = + = ms 2 X i (s) ms 2 ms2 ms 2 X i (s) ms 2 µ ms2 + bs+ k Xo (s) (bs+ k) = X µ o(s) ms 2 X i (s) ms 2 X i (s) = ms 2 (bs+ k) ms 2 + bs+ k ms 2 X o (s) X i (s) = (bs+ k) ms 2 + bs+ k Beberapa hal yang perlu dicatat tentang fungsi alih adalah: Fungsi alih adalah model matematis yang digunakan untuk mengkaji pengaruh masukan terhadap luaran dari persamaan diferensial suatu sistem. Fungsi alih adalah sifat unik yang dimiliki oleh sistem yang bersangkutan, tidak bergantung terhadap besarnya masukan ataupun fungsi pengendali. Di dalam fungsi alih telah terjalin satuan penting yang berkaitan dengan masukan dan luaran. Bila fungsi alih sistem telah diketahui, kita dapat mempelajari luaran sistem terhadap berbagai jenis masukan. Bila fungsialih sulit untuk diturunkan secara matematis (teoritis), fungsi alih dapat diperoleh dengan cara eksperimen dengan cara memberi masukan tertentu (yang telah diketahui) pada sistem dan mencatat perilaku luarannya.

28 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 27 4 Diagram Blok Sebuah sistem pengaturan bisa terdiri dari beberapa komponen. Untuk menunjukkan fungsi dan kinerja dari setiap komponen dalam teknik pengaturan digunakan diagram yang disebut diagram blok. Pada bagian ini akan dibahas tentang bagaimana memperoleh diagram blok dari suatu sistem, dan bagaimana teknik yang harus digunakan dalam penyederhanaan diagram blok menjadi diagram yang mudah difahami dan dianalisis. Diagram blok sebenarnya adalah suatu metode untuk merepresentasikan fungsi dari setiap komponen sistem dan arah aliran sinyal yang mengalir antara satu komponen ke komponen lain. Berbeda dengan metode matematis, metode grafis ini mempunyai suatu keuntungan yaitu bahwa aliran sinyal dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih realistis dan mudah difahami. Dalam diagram blok terdapat komponen-komponen sebagai berikut: Blok, adalah suatu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu dan disimbolkan dengan kotak persegi panjang. Di dalam sebuah blok tertulis suatu fungsi yang menunjukkan fungsi alih dari komponen yang diwakili oleh blok tersebut. Lihat Gambar 4. Titik gabung, adalah suatu titik pertemuan antara beberapa aliran sinyal dengan operasi penjumlahan atau pengurangan. Lihat Gambar 4. Titik cabang, adalah suatu titik tempat terjadinya percabangan aliran sinyal. Lihat Gambar Diagram Blok Sistem Untai Tertutup Gambar 5 hal.29 adalah salah satu contoh dari diagram blok dengan untai tertutup yang sering dijumpai. Pada contoh diagram blok tersebut sinyal

29 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 28 Gambar 4: Contoh diagram blok luaran C(s) dipisahkan pada titik cabang dan diumpan-balikkan ke masukkan R(s) melalui suatu titik gabung pengurangan. Sebelum diumpan-balikkan ke titik gabung terlebih dahulu dilalukan pada komponen dengan fungsi alih H(s). Melalukan sinyal umpan-balik pada suatu komponen seperti ini adalah suatu hal yang sering dijumpai, karena dimensi sinyal output dan sinyal input biasanya berbeda. Dengan melalukan sinyal output pada H(s) diharapkan sinyal output diubah dimensinya sehingga mempunyai dimensi yang sama dengan sinyal input yang akan digabungkan. Perlu dicatat bahwa penggabungan dua satuan dengan dimensi yang berbeda secara fisik tidak dapat dilakukan, misalnya penggabungan dua satuan seperti suhu dan tekanan. Pada gambar tersebut luaran C(s) diperoleh dengan cara mengalikan fungsi alih komponen G(s) dengan masukkan E(s). Sedangkan sinyal kesalahan aktuasi E(s) adalah E(s) =R(s) B(s), dan umpan baliknya B(s) =H(s) C(s). Dari Gambar 5 hal.29, dapat didefinisikan Fungsi alih untai terbuka, Fungsi alih umpan maju dan Fungsi alih untai tertutup sebagai berikut:

30 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 29 Gambar 5: Contoh diagram blok untai tertutup B(s) =H(s) C(s); C(s) =G(s)E(s) B(s) =H(s) G(s) E(s) (24) Fungsi alih untai terbuka = B(s) = G(s) H(s) (25) E(s) Fungsi alih umpan maju = C(s) = G(s) (26) E(s) Fungsi alih untai tertutup dapat diturunkan sebagai berikut: C(s) =G(s) E(s) dan E(s) =R(s) B(s) = R(s) H(s) C(s) C(s) =G(s)[R(s) H(s) C(s)] C(s) +G(s) H(s) C(s) =G(s) R(s) C(s)[1+G(s) H(s)] = G(s) R(s) Fungsi alih untai tertutup = C(s) R(s) = G(s) 1+G(s) H(s) (27) 4.2 Prosedur Menggambar Diagram Blok Untuk menggambar diagram blok dari sebuah sistem, pertama kali yang harus dilakukan adalah menurunkan persamaan diferensial yang mewakili di-

31 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 30 namika proses yang terjadi pada setiap komponen dari sistem tersebut. Kemudian persamaan tersebut ditransformasi Laplace dengan asumsi semua kondisi awal nol. Selanjutnya masing-masing persamaan yang telah ditransformasi Laplace diekspresikan dengan satu blok. Pada akhir langkah, blok-blok tersebut digabungkan menjadi satu kesatuan diagram blok yang mewakili sistem secara kesatuan. Secara garis besar langkah-langkah tersebut dapat ditulis sbb: 1. Tulis persamaan diferensial dinamika proses setiap komponen sistem 2. Transformasi Laplace-kan setiap persamaan diferensial dengan mengambil asumsi bahwa kondisi awal (pada t =0)bernilainol 3. Ekspresikan setiap persamaan dengan diagram blok secara terpisah 4. Gabungkan seluruh blok diagram komponen menjadi satu kesatuan Berikut ini akan dikemukakan salah satu contoh menggambar diagram blok. Gambar 6 hal.31 adalah bentuk model dari peredam getaran pada sebuah roda dari sepeda motor. Persamaan yang mendiskripsikan bekerjanya gaya-gaya pada komponen pegas, peredam kejut dan massa m adalah sebagai berikut: mẍ 0 = F F = b(ẋ 0 ẋ i ) k(x 0 x i ). Transformasi Laplace, dari kedua persamaan di atas dengan asumsi kondisi

32 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 31 Gambar 6: Sistem peredam getaran roda sepeda motor awal nol adalah: ms 2 X 0 (s) =F (s) (28) F (s) = b [sx 0 (s) sx i (s)] k [X 0 (s) X i (s)] =(bs+ k)[x i (s) X 0 (s)] (29) Diagram blok dari persamaan (28) dan (29) dapat dilihat pada Gambar 7(a). Gambar 7(b) adalah diagram blok hasil penggabungan dari diagram blok kompenen pada Gambar 7(a) 4.3 Penyederhanaan Diagram Blok Bila sistem pengaturan yang kita amati cukup kompleks dan rumit, maka diagram blok yang dihasilkan dengan cara yang telah dijelaskan, menjadi kompleks juga. Karena itu perlu adanya penyederhanaan diagram blok dengan diagram yang lebih sederhana dan mudah untuk difahami.

33 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 32 Gambar 7: Pembuatan diagram blok Penyederhanaan yang dimaksud adalah, misalnya ada dua blok yang terpasang secara seri, maka kedua blok ini dapat disederhanakan menjadi satu blok. Beberapa hal yang harus diperhatikan dan diingat dalam menyederhanankan diagram blok adalah: Fungsi alih maju dari hasil penyederhanaan komponen harus tetap sama Fungsi alih melingkari untai yang ada harus tetap sama Dalam penyederhanaan diagram blok, terdapat beberapa aturan yang dapat dipakai sebagai pedoman penyederhaan. Aturan tersebut dapat dilihat pada Tabel yang ditunjukkan dalam Gambar 8.

34 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 33 Gambar 8: Aturan penyederhanaan diagram blok

35 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 34 Gambar 9: Contoh penyederhanaan diagram blok

36 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 35 Sebagai contoh, Gambar 9 pada hal.34 menggambarkan bagaimana penyederhanaan tersebut dapat dilakukan. Pada gambar (a), terlihat diagram blok yang sangat kompleks. Setelah dilakukan penyederhanaan, pada hasil akhir (gambar (e)) terlihat bahwa diagram blok hanya terdiri dari satu blok saja, yang merupakan fungsi alih dari seluruh sistem (pada awalnya diwakili oleh diagram blok yang rumit). Jadi jelas bahwa tujuan akhir dari penyederhanaan ini adalah mendapatkan fungsi alih dari keseluruhan sistem. Proses penyederhanaan diagram blok pada Gambar 9 hal.34 secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Gambar (a) menunjukkan gambar asli dari sistem yang rumit 2. Dengan menggunakan aturan nomor 6 pada Gambar 8 yang dikenakan pada H 2, dari gambar (a) dapat diubah menjadi (b) 3. Dengan menggunakan aturan nomor 13 pada Gambar 8 yang dikenakan pada G 1, G 2,danH 1 diperoleh gambar (c). Dengan aturan yang sama yang dikenakan pada H 2 G G 1, 1 G 2 1 G 1G 2H 1 dan G 3 diperoleh gambar (d). Selanjutnya aturan yang sama menghasilkan gambar (e)

37 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 36 5 Analisis Respons Transien Dalam perancangan sebuah sistem, setelah dilakukan perancangan bentuk fisik dan model matematisnya dibuat maka dengan berbagai metode analisis, kinerja sistem dapat diselidiki. Setelah perancangan sistem selesai, diperlukan suatu analisis mengenai kinerja sistem terhadap berbagai masukan. Tetapi pada kenyataannya di lapangan, bagaimana bentuk masukan yang nyata tidak diketahui secara pasti. Karena itu untuk menguji respons transien (kinerja) sistem digunakan masukkan berupa fungsi-fungsi sederhana yang dapat mewakili kondisi umum masukan yang nyata. Dengan cara ini dapat dilakukan evaluasi terhadap sistem yang telah dirancang dan selanjutnya perbaikan dapat dilakukan dengan lebih seksama berdasarkan pertimbangan dari hasil pengujian respons transien sistem. Fungsi sederhana yang sering digunakan untuk menguji respons transien diantaranya adalah fungsi undak, fungsi ramp, fungsi percepatan, fungsi impuls dan fungsi sinus dlsb. Karena fungsi-fungsi tersebut sangat sederhana, maka analisis respons transien dapat dilakukan dengan mudah dan relatif cepat. Transformasi Laplace dari fungsi uji yang sangat sering digunakan adalah sebagai berikut: Nama fungsi Transformasi Laplace Fungsi impuls satuan 1 Fungsi undak satuan 1 s Fungsi ramp satuan 1 s 2

38 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) Sistem Orde 1 Contoh fisik dari sistem orde satu misalnya adalah rangkaian RC, sistem termal dlsb. Sebagai ilustrasi untuk sistem orde satu dapat dilihat diagram blok pada Gambar 10 berikut ini. Gambar 10: Contoh diagram blok sistem orde 1 Fungsi alih dari Gambar 10 dapat diperoleh dari gambar (b) sebagai berikut: C(s) R(s) = 1 Ts+1 (30) Pada persamaan (30) terlihat bahwa pangkat tertinggi dari s pada penyebut adalah satu, karena itu sistem di atas disebut sistem orde satu. Dalam pembahasan berikut ini, akan dibahas mengenai pengujian sistem orde 1 di atas dengan berbagai fungsi masukan agar diperoleh respons transien atau kinerja dari sistem Respons sistem orde 1 terhadap fungsi undak satuan Dari tabel transformasi Laplace diperoleh bahwa transformasi Laplace fungsi undak satuan adalah 1. Dengan demikian bila sistem orde satu di atas s diberi masukan fungsi undak satuan, maka R(s) = 1, dan persamaan (30) s

39 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 38 dapat ditulis sebagai: C(s) = 1 Ts+1 R(s) = 1 1 Ts+1 s (31) Dengan menggunakan ekspansi fraksional, seperti pada persamaan (11) hal.15, diperoleh C(s) = 1 s T Ts+1. (32) Respons transien sistem orde 1 terhadap masukan fungsi undak satuan dapat ditentukan dengan mentransformasi Laplace balik persamaan (32), yaitu: L 1 [C(s)] = L 1 [ 1 s T Ts+1 ] = L 1 [ 1 s ] T L 1 [ Ts+1 ] c(t) =1 e t/t (t 0). (33) Persamaan ini menunjukkan respons transien sistem orde 1 bila diberi masukkan fungsi undak satuan. Keluaran pada kondisi awal dapat diperoleh dengan memasukkan nilai t =0,yaituc(t) =0(e 0 = 1), dan keluaran pada kondisi mendekati jenuh dapat diperoleh dengan memasukkan nilai t =. Pada saat t = T, c(t )= Dari fungsi respons ini dapat dilihat bahwa konstanta waktu T mempunyai peran terhadap kesigapan respons terhadap masukkan. Semakin kecil nilai T, respons sistem menjadi semakin cepat. Grafik fungsi c(t) pada persamaan (33) dapat dilihat pada Gambar 11 di halaman Respons sistem orde 1 terhadap fungsi ramp satuan Transformasi Laplace dari fungsi ramp satuan adalah 1 s 2, dengan memberi masukkan R(s) = 1 s 2 persamaan (30) dapat ditulis sebagai: C(s) = 1 Ts+1 R(s) = 1 Ts+1 1 s 2. (34)

40 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 39 Gambar 11: Grafik respons transien sistem orde 1 terhadap masukan undak satuan Penerapan metode ekspansi fraksional (persamaan (11) hal.15) pada persamaan (34) menghasilkan C(s) = 1 s 2 T s + T 2 Ts+1. (35) Transformasi Laplace balik dari persamaan ini akan menghasilkan respon transien sebagai berikut. L 1 [C(s)] = L 1 [ 1 s T 2 s + T 2 Ts+1 ] L 1 [C(s)] = L 1 [ 1 s ] 2 L 1 [ T T 2 s ]+L 1 [ Ts+1 ] c(t) =t T + Te t/t (t 0). (36) Sifat-sifat dari respons transien ini dapat diselidiki dengan menggambar grafik dari fungsi c(t).

41 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) Respons sistem orde 1 terhadap fungsi impuls satuan Masukan untuk fungsi impuls satuan adalah R(s) = 1, maka persamaan (30) dapat ditulis sebagai: C(s) = 1 Ts+1 R(s) = 1 1. (37) Ts+1 Respons transien yang diperoleh dari persamaan (37)adalah c(t) = 1 T e t/t (t 0). (38) 5.2 Sistem Orde 2 Salah satu contoh fisik dari sistem orde dua adalah sistem servomekanik seperti terlihat pada Gambar 12. Gambar (a) menunjukkan skema fisik rangkaian servomekanik, gambar (b) adalah digram bloknya. Digram blok dari sistem servomekanik yang telah disederhanakan diperlihatkan pada gambar (c). Gambar 12: Bentuk fisik dan diagram blok sistem servomekanika

42 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 41 Dari diagram blok Gambar 12(c) diperoleh fungsi alih sistem sebagai berikut C(s) R(s) = K s(j s+ B)+K = K Js 2 + Bs+ K (39) dengan K = (K 0 K 1 K 2 )/(nr a ) : Konstanta J = J 0 /n 2 : Momen inersia pd poros luaran B = [b 0 +(K 2 K 3 /R a )]/n 2 :Koefisien friksi viskositas pd poros luaran Penyebut persamaan (39) menunjukkan bahwa pangkat tertinggi dari variabel s adalah 2 (dua), dengan demikian jelas sistem tersebut adalah sistem orde dua. Kutup (lihat kembali penjelasan tentang kutup di halaman 14 ) dari fungsi alih untai tertutup persamaan (39) dapat berupa bilangan kompleks atau riil. Kutup persamaan tersebut akan berupa bilangan imaginer bila B 2 4JK < 0, dan bilangan riil bila B 2 4JK 0. Dengan rumus ABC, penyebut dari persamaan (39) dapat difaktorisasi, sehingga persamaan (39) dapat ditulis sebagai C(s) R(s) = = K/J s 2 + B/Js + K/J q s + B/J + ( B/J 2 2 )2 K/J K/J s + B/J 2 q ( B/J 2 )2 K/J (40) Dalam sistem orde dua sering dipakai parameter-parameter yang berhubungan dengan konstanta B, J, dank. Parameter yang akan didefinisikan berikut ini tidak dipakai pada sistem orde satu. Berikut ini adalah definisi dari parameter atenuasi (σ), frekuensi alam tak-teredam (ω n )danrasio redaman (ζ). K J = ω2 n, B J =2ζω n =2σ (41)

43 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 42 Rasio redaman ζ itu sendiri adalah perbandingan antara redaman nyata (B) dan redaman kritis (B c =2 JK), yaitu ζ = B = B B c 2 (42) JK Dengan mensubtitusikan parameter yang telah didefinisikan pada persamaan (41) dan (42), fungsi alih sistem orde dua, persamaan (39) hal.41, dapat diubah menjadi: C(s) R(s) = ω 2 n s 2 +2ζω n s + ω 2 n (43) Kini fungsi alih sistem orde dua dapat dinyatakan dengan dua paramter, yaitu ω n dan ζ. Bila 0 < ζ < 1kutup-kutupakanberadapadadaerahtidak stabil (pada penjelasan berikutnya akan dibahas bahwa daerah tidak stabil adalah daerah yang berada disebelah kanan dalam bidang kompleks) dan sistem dalam kondisi teredam-kurang sehingga sistem akan berosilasi terus menerus. Untuk ζ =1danζ > 1, sistem akan berada dalam kondisi teredam dan teredam-lebih. Pada kondisi ini sistem tidak berosilasi. Bila ζ = 0, respons transien dari sistem akan tidak berkesudahan (terus menerus ada dan tak berhenti, lihat Gambar 13 hal.44) Respons sistem orde 2 terhadap fungsi undak satuan Sekarang kita akan menentukan respon transien dari sistem orde dua terhadap masukan fungsi undak satuan (R(s) = 1 ) dengan bentuk matematis s yang mewakilinya adalah fungsi alih persamaan (43). Tidak seperti sistem orde satu, pada sistem orde dua ini kita mempunyai tiga kemungkinan kondisi yaitu teredam-kurang 0 < ζ < 1, teredam kritis ζ = 1 dan teredam-lebih ζ > 1. Karena itu dalam menerapkan masukan fungsi undak satuan, ketiga kondisi tersebut harus diperhitungkan juga.

44 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 43 Teredam kurang (0 < ζ < 1): Fungsi alih sistem pengaturan orde dua dapat ditulis kembali sebagai berikut. C(s) R(s) = ω 2 n s 2 +2ζω n s + ω 2 n = ω 2 n (s + ζω n + jω d )(s + ζω n jω d ), (44) ω d = ω n 1 ζ2 adalah frekuensi alam teredam. Dengan memasukkan fungsi undak satuan, R(s) = 1, persamaan (44) menjadi: s C(s) = ω 2 n s 2 +2ζω n s + ω 2 n 1 s = 1 s s +2ζω n s 2 +2ζω n s + ω 2 n = 1 s s + ζω n (s + ζω n ) 2 + ωd 2 ζω n (s + ζω n ) 2 + ω 2 d (45) Transformasi Laplace balik dari persamaan ini adalah: L 1 [C(s)] = L 1 [ 1 s ] s + ζω n L 1 [ ] L 1 ζω n [ ] (s + ζω n ) 2 + ωd 2 (s + ζω n ) 2 + ωd 2 c(t) =1 e ζωn t cos ω d t e ζωn t ζω n sin ω d t ω µ d =1 e ζω n t ζω n cos ω d t + ω sin ω n 1 ζ 2 dt =1 e µcos ζωn t ζ ω d t + sin ω 1 ζ 2 dt Ã! =1 e ζω nt 1 ζ sin ω 1 ζ 2 d t +tan 1 2 ζ (t 0) (46) Persamaan (46) adalah respons transien sistem orde dua terhadap masukan undak satuan. Dari persamaan ini diketahui bahwa frekuensi dari transien osilasi adalah frekuensi alam teredam ω d yang bervariasi dengan ζ. Ilustrasi yang menggambarkan respons transien sistem orde dua dengan berbagai nilai ζ dapat dilihat pada Gambar 13

45 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 44 Gambar 13: Grafik respons transien sistem orde 2 terhadap masukan undak satuan Sinyal kesalahan (error) untuk sistem ini dapat diperoleh dari selisih antara masukan dan luaran, yaitu: Kesalahan = Masukan Luaran e(t) =r(t) c(t) µ = e ζω n t ζ cos ω d t + sin ω 1 ζ 2 dt (t 0) (47) Bila persamaan ini digambar akan diperoleh grafik kesalahan yang berbentuk osilasi sinus teredam. Pada kondisi tunak dengan t = diperoleh e( ) =0, dengan demikian pada kondisi tunak tidak ada kesalahan antara masukan dan

46 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 45 luaran atau dengan kata lain pada kondisi tunak luaran akan sesuai dengan masukan. Hal ini berlaku untuk 0 < ζ < 1, bila ζ = 0 maka akan diperoleh e(t) =cosω d t. Berarti sistem akan mempunyai kesalahan terus menerus dan berosilasi dengan modus sinusuidal, dari respons transien juga membuktikan hal ini, yaitu c(t) =1 cos ω n t Teredam kritis (ζ =1): Pada kasus ini dua kutup dari fungsi alih (C(s)/R(s)) mempunyai nilai yang hampir sama, karena itu dapat dilakukan pendekatan teredam kritis. Fungsi alih sistem orde dua pada kondisi teredam kritis dapat ditulis sbb: C(s) R(s) = ω 2 n ω 2 n = = s 2 +2ζω n s + ωn 2 s 2 +2ω n s + ωn 2 ω 2 n (s + ω n ) 2, (48) bila pada masukan diberikan fungsi undak satuan (R(s) = 1 ), akan diperoleh: s ωn 2 C(s) = (s + ω n ) 2 s Transformasi Laplace balik dari persamaan ini adalah L 1 [C(s)] = L 1 ωn 2 (s + ω n ) 2 s (49) c(t) =1 e ωn t (1 + ω n t) (50) Pada persamaan ini tidak muncul faktor sinusuidal, yang ada hanya modus eksponensial, jadi tidak akan ada osilasi. Grafik dari respons transien untuk sistem ini dapat dilihat pada Gambar 13 hal.44 dengan ζ =1 Teredam lebih (ζ > 1): Dalam kasus ini dua kutup dari fungsi alih (C(s)/R(s)) mempunyai nilai negatip riil yang berbeda. Fungsi alih sistem orde dua pada kondisi teredam lebih dapat ditulis sbb:

47 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 46 C(s) R(s) = ω 2 n s 2 +2ζω n s + ωn 2 = ω 2 n (s + ζω n + ω n p ζ2 1)(s + ζω n ω n p ζ2 1) (51) bila pada masukan diberikan fungsi undak satuan (R(s) = 1 ), akan diperoleh: s ωn 2 1 C(s) = (s + ζω n + ω n ζ2 1)(s + ζω n ω n ζ2 1) s Transformasi Laplace balik dari persamaan ini akan diperoleh: (52) 1 c(t) =1+ 2 ζ 2 1(ζ + ζ 2 1) e (ζ+ ζ 2 1)ω n t 1 2 ζ 2 1(ζ ζ 2 1) e (ζ ζ 2 1)ω n t ω n =1 + 2 e (ζ+ ζ 2 1) ω nt ζ 2 1 (ζ + e (ζ ζ 2 1) ω nt ζ 2 1)ω n (ζ (t 0) ζ 2 1)ω n (53) Pada persamaan ini tidak muncul modus sinusuidal, modus yang dominan adalah eksponensial, karena itu pada Gambar 13 hal.44 untuk ζ > 1 tidak terlihat adanya osilasi. Semakin besar nilai ζ dari satu, akan menghasilkan peluruhan eksponensial yang lebih cepat Respons sistem orde dua terhadap fungsi impuls satuan Transformasi Laplace dari fungsi impuls satuan adalah 1, jadi R(s) =1. Fungsi alih sistem orde 2 setelah menerima masukan berbentuk fungsi impuls satuan dapat ditulis sebagai berikut: ω 2 n C(s) = R(s) = (54) s 2 +2ζω n s + ωn 2 s 2 +2ζω n s + ωn 2 Transformasi Laplace balik dari persamaan (54) akan menghasilkan respons transien sebagai berikut: 0 ζ < 1 c(t) = ω n 1 ζ 2 e ζωn t sin ω n p 1 ζ2 t (55) ω 2 n

48 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 47 ζ =1 c(t) =ω 2 n te ω n t (56) ζ > 1 c(t) = ω n 2 ζ 2 1 e (ζ+ ζ 2 1) ω n ω n t 2 ζ 2 1 e (ζ ζ 2 1) ω n t (57) Respons sistem orde dua terhadap fungsi ramp satuan Respons transien sistem orde dua terhadap fungsi ramp dapat diperoleh dengan metode langsung. Pada pembahasan ini akan dipelajari kesalahan tunak dari sistem orde dua yang diberi masukan fungsi ramp. Persamaan kesalahan tunak dapat ditulis sebagai berikut: E(s) = Js2 + Bs R(s) (58) Js 2 + Bs+ K Tanpa menggunakan transformasi Laplace, dapat diperoleh e(t) sebagai berikut: e(t) =lim s 0 se(s) =lim s 0 s Js 2 + Bs Js 2 + Bs+ K = B K = 2 ζ (59) ω n q dengan ζ = B 2, ω K KJ n =. J Hingga di sini telah dibahas mengenai respons transien dari suatu sistem orde dua terhadap masukan yang berupa fungsi undak satuan, impuls satuan dan ramp satuan. Dari jenis respons transien ini, respons terhadap masukan fungsi undak satuan mempunyai arti penting, yaitu dengan mengetahui respons transien terhadap fungsi undak satuan, secara matematis, respons 1 s 2

49 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 48 terhadap sembarang masukan dapat diketahui. Karena itu respons terhadap fungsi undak satuan sering dijadikan acuan dalam mengevaluasi disain sistem pengaturan dalam dunia industri Spesifikasi respons transien Untuk kepraktisan di lapangan, banyak kasus menunjukkan bahwa sifat kinerja sistem pengaturan yang ditinjau dispesifikasikan dengan istilah-istilah yang mewakili suatu kuantitas dalam domain waktu (sebagai fungsi waktu atau yang berkaitan dengan waktu). Pada kenyataannya, kebanyakan sistem pengaturan memperlihatkan sifat kinerja sebagai sistem osilasi teredam sebelum mencapai kondisi tunak (lihat Gambar 14 hal.49). Berkaitan dengan sifat ini (osilasi teredam), berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi parameter karakteristika respons transien terhadap masukan fungsi undak satuan. Definisi dari parameter yang sering dipakai pada sistem osilasi teredam dapat dijelaskan sebagai berikut. (Lihat Gambar 14 hal.49). 1. Waktu tunda (delay time), t d : Waktu yang diperlukan oleh respons (fungsi respons) untuk mencapai setengah dari nilai akhir osilasi atau kondisi tunak (lihat t d pada Gambar 14). 2. Waktu naik (rise time), t r : Waktu yang diperlukan oleh respons (fungsi respons) untuk naik 10% 90%, 5% 95%, atau 0% 100% dari nilai akhirnya. Untuk sistem orde 2 teredam-kurang waktu naik yang dipakai mempunyai pengertian yaitu waktu untuk naik dari 0% 100%. Untuk sistem teredam-lebih dipakai definisi waktu untuk naik dari 10% 90%

50 M. Dhandhang P. Dasar-2 T. Pengaturan (Rev. Juli 2002) 49 Gambar 14: Spesifikasi respons transien terhadap fungsi undak satuan 3. Waktu puncak (peak time), t p : Waktu yang diperlukan oleh respons (fungsi respons) untuk mencapai puncak pertama dari overshoot. 4. Overshoot maksimum (maximum overshoot), M p : Nilai puncak maksimum kurva respons yang diukur dari nilai satu. Bila nilai tunak dari respons tidak sama dengan satu, maka untuk parameter ini biasanya digunakan persen overshoot maksimum yang didefinisikan sebagai Persen overshoot maksimum = c(t p) c( ) c( ) 100%. (60) Nilai ini menunjukkan stabilitas relatif dari sistem. Untuk jelasnya lihat

ANALISIS SISTEM KENDALI

ANALISIS SISTEM KENDALI ANALISIS SISTEM KENDALI PENDAHULUAN ANALISIS WAKTU ALIH Tanggapan Waktu Alih Orde 1 Tanggapan Waktu Alih Orde Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Penurunan Rumus Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Lebih terperinci

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4 Respons Sistem dalam Domain Waktu Respons sistem dinamik Respons alami Respons output sistem dinamik + Respons paksa = Respons sistem Zero dan Pole Sistem Dinamik Pole suatu sistem dinamik : akar-akar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor I. SISTEM KONTROL I.Konsep dan Penegrtian Sistem Kontrol Cerita kasus : kehidupan sehari-hari, - Kasus Pendingin - Kasus kecepatan - Kasus pemanas - Kasus lainnya ( Sistem Komunikasi ) I.. System terkontrol/terkendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem

SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem Analisa Respon Sistem Analisa Respon sistem digunakan untuk: Kestabilan sistem Respon Transient System Error Steady State System Respon sistem terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Perangkat Ajar Dalam perancangan dan pembuatan perangkat ajar ini membutuhkan perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

Lebih terperinci

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1 Spesifikasi Sistem Respon Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY Bab 8 1 Pendahuluan Dari pelajaran terdahulu, rumus umum fungsi transfer order ke dua adalah : dimana bentuk responnya ditentukan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS Materi VI ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS Kestabilan merupakan hal terpenting dalam sistem kendali linear. Kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap masukan atau gangguan.

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin.

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin. SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI Fatchul Arifin fatchul@uny.ac.id PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

TANGGAPAN FREKUENSI. Analisis Tanggapan Frekuensi. Penggambaran Bode Plot. Polar Plot / Nyquist Plot. Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols

TANGGAPAN FREKUENSI. Analisis Tanggapan Frekuensi. Penggambaran Bode Plot. Polar Plot / Nyquist Plot. Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols TANGGAPAN FREKUENSI Analisis Tanggapan Frekuensi Penggambaran Bode Plot Polar Plot / Nyquist Plot Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols Plot Kriteria Kestabilan Nyquist Beberapa Contoh Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

Transformasi Laplace

Transformasi Laplace TKS 43 Matematika II Transformasi Laplace (Laplace Transform) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Pengertian Transformasi Transformasi adalah teknik atau formula

Lebih terperinci

Kesalahan Tunak (Steady state error) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 6

Kesalahan Tunak (Steady state error) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 6 Kesalahan Tunak (Steady state error) Review Perancangan dan analisis sistem kontrol 1. Respons transien : orde 1 : konstanta waktu, rise time, setting time etc; orde 2: peak time, % overshoot etc 2. Stabilitas

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan Tanggapan Frekuensi 46 3 Tanggapan Frekuensi 3.. Pendahuluan Dalam bab 3, kita telah membahas karakteritik suatu sistem dalam lingkup waktu dengan masukan-masukan berupa fungsi step, fungsi ramp, fungsi

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN. Fatchul Arifin. Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol.

ANALISA KESTABILAN. Fatchul Arifin. Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol. ANALISA KESTABILAN Fatchul Arifin (fatchul@uny.ac.id) Pole, Zero dan Pole-Zero Plot Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol. Nilai nol dari numerator disebut ZERO

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana GERAK HARMONIK Pembahasan Persamaan Gerak untuk Osilator Harmonik Sederhana Ilustrasi Pegas posisi setimbang, F = 0 Pegas teregang, F = - k.x Pegas tertekan, F = k.x Persamaan tsb mengandung turunan terhadap

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Respon Sistem. Nuryono S.W., S.T., M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1

Respon Sistem. Nuryono S.W., S.T., M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 Respon Sistem Nuryono S.W., S.T., M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 Respon Sistem Respon sistem adalah perubahan perilaku output terhadap perubahan sinyal input. Respon sistem berupa kurva ini akan menjadi

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar Mata kuliah Sistem Pengaturan Dasar merupakan mata kuliah yang wajib diambil / dipelajari pada perkuliahan bagi

Lebih terperinci

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t

Lebih terperinci

Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 8

Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 8 Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Pendahuluan Metode lokasi akar-akar 1. Metode lokasi akar-akar dapat digunakan untuk melukiskan secara kualitatif unjuk kerja sistem kontrol jika beberapa parameter

Lebih terperinci

Teknik Mesin - FTI - ITS

Teknik Mesin - FTI - ITS B a b 2 2.1 Frekuensi Natural Getaran Bebas 1 DOF Untuk getaran translasi 1 DOF, frekuensi natural ω n didefinisikan k ω n 2π f n m rad /s 2.1) dimana k adalah kekakuan pegas dan m adalah massa. Untuk

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LAPLACE. Matematika Lanjut 2. Achmad Fahrurozi-Universitas Gunadarma

TRANSFORMASI LAPLACE. Matematika Lanjut 2. Achmad Fahrurozi-Universitas Gunadarma TRANSFORMASI LAPLACE Matematika Lanjut 2 Definisi: Transformasi Laplace adalah transformasi dari suatu fungsi waktu f(t), t menjadi fungsi frekuensi F(s). Transformasi dilakukan dengan operasi perkalian

Lebih terperinci

Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos

Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos 1. TUJUAN PERCOBAAN Praktikan dapat menguasai pemodelan sistem, analisa sistem dan desain kontrol sistem dengan software simulasi Scilab dan Scicos.

Lebih terperinci

BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU

BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU Isi: Pengantar pengembangan model sederhana Arti fisik parameter-parameter proses 3. PENGANTAR PENGEMBANGAN MODEL Pemodelan dibutuhkan dalam menganalisis sisten kontrol (lihat

Lebih terperinci

ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI

ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 3 November 0 EL305 Sistem Kendali Respon Sistem Input tertentu (given input) Output = Respon

Lebih terperinci

Invers Transformasi Laplace

Invers Transformasi Laplace Invers Transformasi Laplace Transformasi Laplace Domain Waktu Invers Transformasi Laplace Domain Frekuensi Jika mengubah sinyal analog kontinyu dari domain waktu menjadi domain frekuensi menggunakan transformasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR. Pendahuluan Karakteristik dasar tanggapan peralihan suatu sistem lingkar tertutup ditentukan oleh pole-pole lingkar tertutup. Jadi dalam persoalan analisis, perlu ditentukan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Kontrol PID Untuk Pengendali Sumbu Azimuth Turret Pada Turret-gun Kaliber 20mm

Perancangan Sistem Kontrol PID Untuk Pengendali Sumbu Azimuth Turret Pada Turret-gun Kaliber 20mm A512 Perancangan Sistem Kontrol PID Untuk Pengendali Sumbu Azimuth Turret Pada Turret-gun Kaliber 20mm Danu Wisnu, Arif Wahjudi, dan Hendro Nurhadi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Industri, Institut

Lebih terperinci

TE Dasar Sistem Pengaturan

TE Dasar Sistem Pengaturan TE4345 Dasar Sistem Pengaturan Model Matematik Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.593237 Email: pramudijanto@gmail.com Objektif: Penyajian Model Matematik Model

Lebih terperinci

BAB 3. Sistem Pengaturan Otomatis (Level 2 sistem otomasi)

BAB 3. Sistem Pengaturan Otomatis (Level 2 sistem otomasi) DIKTAT KULIAH Elektronika Industri & Otomasi (IE-204) BAB 3. Sistem Pengaturan Otomatis (Level 2 sistem otomasi) Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu TE 226 - Sistem Linier Jimmy Hasugian Electrical Engineering - Maranatha Christian University jimlecture@gmail.com - http://wp.me/p4scve-g Sistem Waktu Kontinu Jimmy Hasugian (MCU) Sistem Waktu Kontinu

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LAPLACE

TRANSFORMASI LAPLACE TRANSFORMASI LAPLACE SISTEM KENDALI KLASIK Pemodelan Matematika Analisis Diagram Bode, Nyquist, Nichols Step & Impulse Response ain / Phase Margins Root Locus Disain Simulasi SISTEM KONTROL LOOP TERTUTUP

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Hendro Nurhadi, Dipl. Ing. Ph.D. Oleh : Bagus AR

Dosen Pembimbing : Hendro Nurhadi, Dipl. Ing. Ph.D. Oleh : Bagus AR Dosen Pembimbing : Hendro Nurhadi, Dipl. Ing. Ph.D. Oleh : Bagus AR 2105100166 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Control system : keluaran (output) dari sistem sesuai dengan referensi yang diinginkan Non linear

Lebih terperinci

BAB III DINAMIKA PROSES

BAB III DINAMIKA PROSES BAB III DINAMIKA PROSES Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami Dinamika Proses dalam Sistem Kendali. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti kuiah ini

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam

SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam I. Tujuan 1. Mampu melakukan analisis kinerja sistem pengaturan posisi motor arus searah.. Mampu menerangkan pengaruh kecepatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Dinamik. Desmas A Patriawan.

Pemodelan Sistem Dinamik. Desmas A Patriawan. Pemodelan Sistem Dinamik Desmas A Patriawan. Tujuan Bab ini Mengulang Transformasi Lalpace (TL) Belajar bagaimana menemukan model matematika, yang dinamakan transfer function (TF). Belajar bagaimana menemukan

Lebih terperinci

Husna Arifah,M.Sc :Ayunan (osilasi) dipakai.resonansi

Husna Arifah,M.Sc :Ayunan (osilasi) dipakai.resonansi Pembentukan Model Ayunan (Osilasi) Dipakai: Resonansi Di dalam Pasal.6 kita telah membahas osilasi bebas dari suatu benda pada suatu pegas seperti terlihat di dalam Gambar 48. Gerak ini diatur oleh persamaan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

iii Banda Aceh, Nopember 2008 Sabri, ST., MT

iii Banda Aceh, Nopember 2008 Sabri, ST., MT ii PRAKATA Buku ini menyajikan pembahasan dasar mengenai getaran mekanik dan ditulis untuk mereka yang baru belajar getaran. Getaran yang dibahas di sini adalah getaran linier, yaitu getaran yang persamaan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Kontrol PID untuk Pengendali Sumbu Elevasi Gun pada Turretgun Kaliber 20 Milimeter

Perancangan Sistem Kontrol PID untuk Pengendali Sumbu Elevasi Gun pada Turretgun Kaliber 20 Milimeter Perancangan Sistem Kontrol PID untuk Pengendali Sumbu Elevasi Gun pada Turretgun Kaliber 20 Milimeter Dimas Kunto, Arif Wahjudi,dan Hendro Nurhadi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

Analisa Response Waktu Sistem Kendali

Analisa Response Waktu Sistem Kendali Analisa Response Waktu Sistem Kendali Fatchul Arifin (fatchul@uny.ac.id) Sebelum dianalisa, suatu system harus dimodelkan dalam model Matematik. Selanjutnya kita akan melihat bagaimanakah performance dari

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM KONTROL SUSPENSI BLANKET CYLINDER PADA MESIN CETAK OFFSET

ANALISIS SISTEM KONTROL SUSPENSI BLANKET CYLINDER PADA MESIN CETAK OFFSET e-issn: 2548-9542 ANALISIS SISTEM KONTROL SUSPENSI BLANKET CYLINDER PADA MESIN CETAK OFFSET Program Studi Teknik Grafika, Politeknik Negeri Media Kreatif e-mail : asarmada@gmail.com Abstrak Sekecil apapun,

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT. Kuliah 1 Sinyal Deterministik

SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT. Kuliah 1 Sinyal Deterministik TKE 2403 SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT Kuliah 1 Sinyal Deterministik Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 1

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL. menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap

BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL. menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL 2.1 Pengenalan Sistem Kontrol Definisi dari sistem kontrol adalah, jalinan berbagai komponen yang menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan

Lebih terperinci

Perancangan sistem kontrol dengan root locus (lanjutan) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 12

Perancangan sistem kontrol dengan root locus (lanjutan) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 12 Perancangan sistem kontrol dengan root locus (lanjutan) Meningkatkan respons transien dengan kompensasi bertingkat Tujuan : merancang respons sistem kontrol dengan %OS yang diinginkan serta settling time

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Model Matematik Sistem Elektromekanik

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Model Matematik Sistem Elektromekanik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Model Matematik Sistem Elektromekanik Elektro Plunger Motor DC 2 Pada bagian ini akan dibahas mengenai pembuatan model matematika dari sistem elektromekanika

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan.

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan. Untai Elektrik I Waveforms & Signals Dr. Iwan Setyawan Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana Secara umum, tegangan dan arus dalam sebuah untai elektrik dapat dikategorikan menjadi tiga jenis

Lebih terperinci

KONSEP SINYAL. Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani February EL2032 Sinyal dan Sistem

KONSEP SINYAL. Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani February EL2032 Sinyal dan Sistem KONSEP SINYAL Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 1 18 February 2013 Tujuan Belajar : mendefinisikan sinyal dan memberi contoh tentang sinyal menggambarkan domain

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR Gerakan dari struktur terapung akan dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, dimana terdapat gaya gaya luar yang bekerja pada struktur dan akan menimbulkan gerakan pada struktur. Untuk

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Model Matematik Sistem Mekanik

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Model Matematik Sistem Mekanik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Model Matematik Sistem Mekanik Gerak Translasi Gerak Rotasi 2 Pada bagian ini akan dibahas mengenai pembuatan model matematika dari sistem mekanika baik dalam

Lebih terperinci

Model Matematika dari Sistem Dinamis

Model Matematika dari Sistem Dinamis Model Matematika dari Sistem Dinamis September 2012 () Model Matematika dari Sistem Dinamis September 2012 1 / 60 Pendahuluan Untuk analisis dan desain sistem kontrol, sistem sis harus dibuat model sisnya.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Letak CoM dan poros putar robot pada sumbu kartesian.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Letak CoM dan poros putar robot pada sumbu kartesian. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem yang dirancang. Teori-teori yang digunakan dalam realisasi skripsi ini antara

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System

Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System Indrazno Siradjuddin April 8, 2017 1 Bilangan Kompleks (a) Koordinat cartesian (b) Koordinat polar Gambar 1: Representasi bilangan kompleks dalam

Lebih terperinci

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan ROOT LOCUS Pendahuluan Dasar Root Locus Plot Root Locus Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus Root Locus Melalui MATLAB Kasus Khusus Analisis Sistem Kendali Melalui Root Locus Root Locus untuk Sistem dengan

Lebih terperinci

SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik

SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com SCADA dalam Sistem Tenaga

Lebih terperinci

Pengenalan SCADA. Karakteristik Dasar Sensor

Pengenalan SCADA. Karakteristik Dasar Sensor Pengenalan SCADA Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com Pengenalan SCADA - 03 1 Karakteristik Dasar

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) ABSTRAK

ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) ABSTRAK ISBN : 978-979-7763-3- ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) Oleh Ahmadin Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Lebih terperinci

Supervisory Control and Data Acquisition. Karakteristik Dasar Sensor

Supervisory Control and Data Acquisition. Karakteristik Dasar Sensor Supervisory Control and Data Acquisition Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com Supervisory Control

Lebih terperinci

Telemetri dan Pengaturan Remote

Telemetri dan Pengaturan Remote Telemetri dan Pengaturan Remote Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com Tele & Remote - 02 1 Karakteristik

Lebih terperinci

III. PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK

III. PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK III. PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK. Sistem Pendulum Terbalik Tunggal Pada penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik tunggal seperti Gambar 4 berikut. u M mg x Gambar 4 Sistem Pendulum Terbalik

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknologi Elektro INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Rencana Pembelajaran Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknologi Elektro INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Rencana Pembelajaran Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknologi Elektro INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 1 Kode & Nama : TE141334 Sinyal dan Sistem 2 Kredit : 3 sks 3 Semester : II (dua) 4 Dosen :

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 5 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Ke-Dua 5.1. Rangkaian Orde Kedua Dengan Pole Riil

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi osilasi harmonik sederhana yang disarikan dari [Halliday,1987],

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI Amplitude To: Y(1) MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI 0.9 Step Response From: U(1) 0.8 0.7 oscillatory 0.6 0.5 underdamped 0.4 0.3 overdamped 0.2 0.1 critically damped 0 0 5 10 15 20 Time (sec.) LABORATORIUM

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Persetujun Lembar Pernyataan Orsinilitas Abstrak Abstract Kata Pengantar Daftar Isi

DAFTAR ISI. Lembar Persetujun Lembar Pernyataan Orsinilitas Abstrak Abstract Kata Pengantar Daftar Isi DAFTAR ISI Lembar Persetujun ii Lembar Pernyataan Orsinilitas iii Abstrak iv Abstract v Kata Pengantar vi Daftar Isi vii Daftar Gambar ix Daftar Tabel xii Daftar Simbol xiii Bab I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 25 April 2014

Hendra Gunawan. 25 April 2014 MA101 MATEMATIKA A Hendra Gunawan Semester II, 013/014 5 April 014 Kuliah yang Lalu 15.11 Persamaan Diferensial Linear Orde, Homogen 15. Persamaan Diferensial Linear Orde, Tak Homogen 15.3 Penggunaan Persamaan

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

β QV β TV γ : rasio induktansi (γ =L r /L s ) γ m η η B η H η M η o η P η RR η S λ m λ r λ dr λ dro λ dr * λ qr λ qro μ π : konstanta 3.

β QV β TV γ : rasio induktansi (γ =L r /L s ) γ m η η B η H η M η o η P η RR η S λ m λ r λ dr λ dro λ dr * λ qr λ qro μ π : konstanta 3. Daftar Simbol β QV β TV Δλ dr Δλ qr Δτ r ΔΩ p (s) ΔE rr ΔT Leff φ : koefisien rugi-rugi torka propeler : koefisien rugi-rugi gaya dorong propeler : perubahan kecil komponen direct vektor fluks rotor :

Lebih terperinci

Getaran Mekanik. Getaran Bebas Tak Teredam. Muchammad Chusnan Aprianto

Getaran Mekanik. Getaran Bebas Tak Teredam. Muchammad Chusnan Aprianto Getaran Mekanik Getaran Bebas Tak Teredam Muchammad Chusnan Aprianto Getaran Bebas Getaran bebas adalah gerak osilasi di sekitar titik kesetimbangan dimana gerak ini tidak dipengaruhi oleh gaya luar (gaya

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

s(t) = C (2.39) } (2.42) atau, dengan menempatkan + )(2.44)

s(t) = C (2.39) } (2.42) atau, dengan menempatkan + )(2.44) 2.9 Analisis Fourier Alasan penting untuk pusat osilasi harmonik adalah bahwa virtually apapun osilasi atau getaran dapat dipecah menjadi harmonis, yaitu getaran sinusoidal. Hal ini berlaku tidak hanya

Lebih terperinci

Materi Fungsi Linear Fungsi Variabel, koefisien, dan konstanta Variabel variabel bebas Koefisien Konstanta 1). Pengertian fungsi linier

Materi Fungsi Linear Fungsi Variabel, koefisien, dan konstanta Variabel variabel bebas Koefisien Konstanta 1). Pengertian fungsi linier Materi Fungsi Linear Admin 8:32:00 PM Duhh akhirnya nongol lagi... kali ini saya akan bahas mengenai pelajaran yang paling disukai oleh hampir seluruh warga dunia :v... MATEMATIKA, ya itu namanya. materi

Lebih terperinci

Sistem Kontrol Digital Eksperimen 2 : Pemodelan Kereta Api dan Cruise Control

Sistem Kontrol Digital Eksperimen 2 : Pemodelan Kereta Api dan Cruise Control 8 Sistem Kontrol Digital Eksperimen 2 : Pemodelan Kereta Api dan Cruise Control Tujuan : Mempelajari tentang pemodelan sistem kontrol pada kereta api dan Cruise Control Mempelajari pembentukan Transfer

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons SILABUS : 1.Getaran a. Getaran pada sistem pegas b. Getaran teredam c. Energi dalam gerak harmonik sederhana 2.Gelombang a. Gelombang sinusoidal b. Kecepatan phase dan kecepatan grup c. Superposisi gelombang

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 9 97 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU FANNY YULIA SARI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN MODEL : AYUNAN (OSILASI) BEBAS. Husna Arifah,M.Sc

PEMBENTUKAN MODEL : AYUNAN (OSILASI) BEBAS. Husna Arifah,M.Sc PEMBENTUKAN MODEL : AYUNAN (OSILASI) BEBAS Husna Arifah,M.Sc Email : husnaarifah@uny.ac.id MEMBANGUN MODEL Suatu pegas yang digantungkan secara vertikal dari suatu titik tetap. Diujung bawah pegas diikatkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

INTRODUKSI Dr. Soeharsono FTI Universitas Trisakti F

INTRODUKSI Dr. Soeharsono FTI Universitas Trisakti F INTRODUKSI Dr. Soeharsono FTI Universitas Trisakti F164070142 1 Terminologi getaran GETARAN: Gerak osilasi di sekitar titik keseimbangan Parameter getar: massa (m), kekakuan (k) dan peredam (c) in m,c,k

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK VOLUME 6 NO., OKTOBER 010 ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK Oscar Fithrah Nur 1, Abdul Hakam ABSTRAK Penggunaan simulasi numerik dalam

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN SISTEM KENDALI

PENGGAMBARAN SISTEM KENDALI PENGGAMBARAN SISTEM KENDALI PENDAHULUAN FUNGSI ALIH DIAGRAM BLOK REDUKSI DIAGRAM BLOK SIGNAL FLOW GRAPH FORMULA MASON Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 1 dari 29 PENDAHULUAN Langkah-langkah dalam analisis

Lebih terperinci

Analisis Sinusoida. Dibuat Oleh : Danny Kurnianto Diedit oleh : Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

Analisis Sinusoida. Dibuat Oleh : Danny Kurnianto Diedit oleh : Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto Analisis Sinusoida Dibuat Oleh : Danny Kurnianto Diedit oleh : Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto 1. Fungsi Pemaksa Sinusoida 1.1 Karakteristik sinusoida Kita

Lebih terperinci

menganalisis suatu gerak periodik tertentu

menganalisis suatu gerak periodik tertentu Gerak Harmonik Sederhana GETARAN Gerak harmonik sederhana Gerak periodik adalah gerak berulang/berosilasi melalui titik setimbang dalam interval waktu tetap. Gerak harmonik sederhana (GHS) adalah gerak

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013 MA1101 MATEMATIKA 1A Hendra Gunawan Semester I, 2013/2014 16 Oktober 2013 Latihan (Kuliah yang Lalu) 1. Diketahui g(x) = x 3 /3, x є [ 2,2]. Hitung nilai rata rata g pada [ 2,2] dan tentukan c є ( 2,2)

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI Pendahuluan Tahap Awal Desain Kompensasi Lead Kompensasi Lag Kompensasi Lag-Lead Kontroler P, PI, PD dan PID Hubungan antara Kompensator Lead, Lag & Lag-Lead

Lebih terperinci