Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tanggapan Frekuensi Pendahuluan"

Transkripsi

1 Tanggapan Frekuensi 46 3 Tanggapan Frekuensi 3.. Pendahuluan Dalam bab 3, kita telah membahas karakteritik suatu sistem dalam lingkup waktu dengan masukan-masukan berupa fungsi step, fungsi ramp, fungsi impuls, dan sebagainya tanpa memperhitungkan masalah frekuensi input. Pada bab ini, akan dipelajari mengenai tanggapan keadaan tunak suatu sistem dengan input sinusoidal, yang akan kita sebut dengan tanggapan frekuensi. Pada metode tanggapan frekuensi ini, frekuensi sinyal input akan divariasi dalam jangkauan tertentu dan tanggapan yang dihasilkan akibat perubahan frekuensi tersebut dipelajari. Tanggapan Sistem Terhadap Masukan Sinusoidal Bila diberikan suatu sistem linier time-invariant seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3., maka fungsi alih untuk sistem ini adalah :

2 Tanggapan Frekuensi 47 C( s) R( s) = G( s) R(s) r(t) G(s) C(s) c(t) Gambar 3.. Sistem Linier Time-Invariant Suatu input sinusoidal yang dinyatakan dengan : r(t) = A sin t diaplikasikan terhadap sistem tersebut. Maka output yang dihasilkan bila diasumsikan sistem tersebut merupakan suatu sistem yang stabil adalah bentuk gelombang sinusoidal pula. Hanya saja pada output kemungkinan terjadi perubahan amplitudo atau pergeseran fasa, sehingga persamaan output bisa dituliskan sebagai : c(t) = B sin (t + θ) dimana : B= AG( j) dan θ = Im[ G( j)] [ G ( j) ] = tan Re[ G( j)] Dalam analisa tanggapan frekuensi, fungsi alih biasanya dituliskan dalam bentuk fungsi dari j yang dinamakan fungsi alih sinusoidal, sehingga fungsi alih sinusoidal dari sistem pada Gambar 3. dapat dituliskan sebagai berikut :

3 Tanggapan Frekuensi 48 C( j) R( j) = G( j) Ada beberapa macam cara yang biasa digunakan untuk merepresentasikan karakteristik dari suatu sistem terhadap input sinusoidal dengan frekuensi yang divariasi. Dalam bab ini akan dibahas mengenai Diagram Bode, Nyquist (Polar) Plot, dan Log Magnitude vs Phase Plot. 3.. Diagram Bode Karakteristik suatu sistem dengan persamaan fungsi alih sinusoidal yang telah diketahui terhadap perubahan frekuensi input dapat digambarkan dalam suatu diagram yang disebut diagram Bode. Diagram Bode ini berisi dua gambar, yang pertama merupakan penggambaran dari nilai logaritma magnitude terhadap variasi frekuensi dalam skala logaritmik, dan yang kedua merupakan penggambaran nilai pergeseran sudut (phasa) terhadap variasi frekuensi dalam skala logaritmik. Logaritma magnitude biasanya dinyatakan dalam satuan decibel (db) yang mempunyai kesetaraan terhadap magnitude sebagai berikut : db G(j) = log G(j) Contoh :. G(j) = log G(j) = log = db. G(j) = log G(j) = log = db 3. G(j) = log G(j) = log = 4 db 4. G(j) =. log G(j) = log (/) = db 5. G(j) =. log G(j) = log (/) = 4 db Untuk membuat suatu gambar diagram Bode dari suatu fungsi alih yang kompleks, maka fungsi alih tersebut dapat dipisah-pisahkan menjadi beberapa faktor perkalian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan cara menggambar yang lebih mudah

4 Tanggapan Frekuensi 49 untuk faktor-faktor yang lebih sederhana tersebut. Kemudian karena fungsi dari magnitude merupakan operasi logaritmik, gambar faktor-faktor tersebut dapat dijumlahkan untuk mendapatkan gambar logaritma magnitude vs frekuensi. Demikian pula dengan gambar sudut vs frekuensi, karena faktor pengalian merupakan penjumlahan sudut, secara mudah kita dapat menjumlahkan sudut-sudut yang dihasilkan oleh masingmasing faktor pengali membentuk gambar sudut vs frekuensi. Misal diberikan suatu fungsi alih : G( j) = (+ j j)( j) maka fungsi alih tersebut dapat kita bagi menjadi faktor-faktor pengali sebagai berikut : G ( j) = [ j][+ j] [ j] Terdapat tiga pengali yaitu masing-masing : j, ( + j), dan ( j). Masing-masing faktor pengali ini bisa dicari diagram Bodenya, kemudian setelah itu masing-masing ditambahkan untuk mendapatkan gambar diagram Bode yang lengkap dari fungsi alih yang diberikan Faktor-Faktor Pengali Secara umum faktor-faktor pengali dapat dikelompokkan menjadi empat : gain K, (j) ±, ( + jt) ±, dan [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ] ±. a. Faktor Pengali Gain K Karakteristik logaritmik dari gain K adalah sebagai berikut : G(j) = K, K > log G(j) = log K G(j) = K, K < log G(j) = log K

5 Tanggapan Frekuensi 5 G(j) = K x n, log G(j) = log K + n Gambar logaritma magnitude dari gain K adalah berupa garis lurus dengan slope tertentu. Sedangkan sudutnya bernilai nol. Perhatikan Gambar 3.. log K log magnitude (db) frekuensi 9 o sudut ( o ) o 9 o.. frekuensi Gambar 3.. Diagram Bode untuk Faktor Pengali Gain K b. Faktor Pengali (j) ± Log magnitude dari (j) dalam desibel adalah

6 Tanggapan Frekuensi 5 log (j) = log db Sudut dari (j) adalah konstan, yaitu -9 o. Karakteristik log magnitude terhadap kenaikan frekuensi adalah : =. log (/) = 4 db =. log (/) = db = log () = db = log () = db = log () = 4 db sehingga gambar log magnitude merupakan garis lurus dengan penurunan (slope turun) sebesar db/decade. Gambar 3.3 adalah gambar diagram Bode untuk faktor pengali ini. log magnitude (db) 3 4. frekuensi 9 o sudut ( o ) o 9 o. frekuensi Gambar 3.3. Diagram Bode untuk Faktor Pengali (j)

7 Tanggapan Frekuensi 5 Identik dengan faktor pengali (j), log magnitude untuk faktor pengali (j) + adalah merupakan garis lurus dengan kenaikan (slope naik) db/decade dan mempunyai sudut konstan 9 o. Gambar 3.4 menunjukkan diagram Bode untuk faktor pengali (j) +. log magnitude (db) 3 4. frekuensi 9 o sudut ( o ) o 9 o. frekuensi Gambar 3.4. Diagram Bode untuk Faktor Pengali (j) + c. Faktor Pengali ( + jt) ± Log magnitude dari faktor pengali ( + jt) adalah : log ( + jt) = log T + db

8 Tanggapan Frekuensi 53 Untuk frekuensi rendah dimana nilai jauh lebih kecil dari /T, log magnitude dapat didekati oleh persamaan : log T + log = db Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, kurva log magnitude akan mendekati suatu nilai konstan db (kurva log magnitude mempunyai suatu asimptot yaitu garis lurus pada nilai konstan db). Untuk frekuensi tinggi dimana nilai jauh lebih besar dari /T, log magnitude dapat didekati oleh persamaan : log + log T T Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut : = /T log = /T log T + = db T + = db Dari dua titik tersebut, kita dapatkan suatu garis asimptot dengan penurunan (slope turun) sebesar db/decade. Pada frekuensi tinggi dimana nilai jauh lebih besar dari /T, kurva log magnitude akan berhimpit dengan garis ini. Kedua garis asimptot kurva log magnitude tersebut akan saling berpotongan pada frekuensi = /T. Frekuensi dimana kedua asimptot tersebut saling bertemu disebut frekuensi sudut (corner frequency). Gambar eksak kurva log magnitude diberikan pada Gambar 3.5. Nilai sudut dari faktor pengali ( + jt) adalah : φ = tan T

9 Tanggapan Frekuensi 54 = tan T = tan = o = /T (pada frekuensi sudut) tan T = tan = 45 o = tan T = tan = 9 o Kurva sudut ini digambarkan oleh Gambar 3.5. log magnitude (db) T T T frekuensi o sudut ( o ) 45 o 9 o T T frekuensi T Gambar 3.5. Diagram Bode untuk Faktor Pengali ( + jt) Identik dengan faktor pengali ( + jt), untuk faktor pengali ( + jt) + gambar Bode diagramnya ditunjukkan oleh Gambar 3.6.

10 Tanggapan Frekuensi 55 log magnitude (db) T T frekuensi T 9 o sudut ( o ) 45 o o T T frekuensi T Gambar 3.6. Diagram Bode untuk Faktor Pengali ( + jt) + d. Faktor Pengali [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ] ± oleh : Untuk faktor pengali [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ], log magnitudenya diberikan log + ζ j + j n n log + = n ζ n

11 Tanggapan Frekuensi 56 Untuk frekuensi rendah dimana jauh lebih kecil dari n, log magnitude dapat didekati oleh nilai : log = db Ini berarti untuk frekuensi-frekuensi rendah, garis asimptotnya merupakan garis mendatar pada nilai db. Untuk frekuensi tinggi dimana jauh lebih besar dari n, log magnitude dapat didekati oleh persamaan : log = 4log db n n Untuk mendapatkan pendekatan kurva pada frekuensi tinggi, kita perlu mencari beberapa titik untuk menggambarkan garis asimptot kurva tersebut : / n = 4 log / n = 4 log = db / n = 4 log / n = 4 log = 4 db Dari dua titik tersebut kita bisa menggambarkan asimptot dari kurva log magnitude pada frekuensi tinggi, yaitu berupa garis lurus dengan penurunan (slope turun) sebesar 4 db/decade. Kedua garis asimptot tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya nilai ζ. Dekat dengan frekuensi sudut, yakni pada = n, terjadi puncak resonansi. Rasio peredaman ζ merupakan magnitude dari puncak resonansi ini, dimana untuk nilai yang semakin kecil puncak resonansi yang terjadi akan semakin besar, seperti yang terlihat pada Gambar 3.7. Sudut dari faktor pengali [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ] diberikan oleh :

12 Tanggapan Frekuensi 57 φ = + ζ + j j n n = tan ζ n n / n = φ = tan - (/) = o / n = φ = tan - (ζ/) = 9 o / n = φ = tan - ( / ) = 8 o Variasi nilai ζ menyebabkan adanya perubahan bentuk kurva sudut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. log magnitude (db) 3 ζ =.7 ζ =.5 ζ =. ζ =. ζ =.3 4 / n sudut ( o ) o 9 o 8 o ζ =. ζ =.5 ζ =.3 ζ =.7 ζ =. / n Gambar 3.7. Diagram Bode untuk Faktor Pengali [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ]

13 Tanggapan Frekuensi 58 berikut : Frekuensi resonansi dan puncak resonansi dapat dihitung dengan cara sebagai Magnitude dari G(j) adalah : G( j) = n + ζ n g ( ) nilai ini akan mempunyai nilai puncak pada frekuensi tertentu. Nilai puncaknya disebut dengan puncak resonansi, sedangkan frekuensinya disebut frekuensi resonansi. Nilai puncak akan terjadi bila nilai g() minimum. Persamaan g() dapat dituliskan kembali menjadi : g ( ) = ( ζ ) n n + 4ζ ( ζ ) Nilai g() akan minimum bila : ( ζ ) = n = n ζ = r (frekuensi resonansi) nilai frekuensi resonansi di atas hanya akan terjadi bila ζ bernilai ζ. 77, karena selebih nilai itu akan menghasilkan nilai akar yang imajiner dan itu tidak mungkin terjadi pada nilai frekuensi. Nilai puncak didapatkan bila :

14 Tanggapan Frekuensi 59 M r = G( j) = G( j ) =, ζ.77 max r ζ ζ Dari persamaan di atas dapat dibuktikan bahwa untuk nilai ζ yang lebih kecil akan menghasilkan nilai puncak (puncak resonansi) yang lebih besar. Sudut yang terjadi pada frekuensi resonansi diberikan oleh : [ G ( j] = tan ζ ζ = 9 o + sin ζ ζ Untuk faktor pengali [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ] +, metode penggambarannya identik dengan faktor pengali [ + ζ( j/ n ) + (j/ n ) ]. Hasil penggambarannya hanya merupakan pembalikan dari diagram Bode yang ditunjukkan pada Gambar Prosedur Umum Penggambaran Diagram Bode Secara umum, penggambaran diagram Bode dapat dilakukan dengan urut-urutan metode sebagai berikut :. Susun kembali persamaan fungsi alih sinusoidal menjadi perkalian dari faktor-faktor pengali seperti yang telah diberikan pada sesi sebelumnya.. Tentukan masing-masing gambar dari faktor pengali tersebut beserta garis-garis asimptotnya. 3. Jumlahkan garis-garis asimptot dari keseluruhan faktor pengali sehingga garis asimptot dari fungsi alihnya dapat digambarkan. 4. Gambarkan kurva sebenarnya berdasarkan garis asimptotnya. Contoh : Tentukan diagram Bode dari suatu sistem yang diberikan oleh persamaan fungsi alih sebagai berikut:

15 Tanggapan Frekuensi 6 G ( j+ 3) j) = ( j)( j+ ) ( [( j) + j+ ] Penggambaran diagram Bode dilakukan dengan urut-urutan sebagai berikut :. Susun kembali persamaan fungsi alih sinusoidal menjadi perkalian dari faktor-faktor pengali seperti yang telah diberikan pada sesi sebelumnya : Dari fungsi alih yang diberikan, dapat kita bagi menjadi faktor-faktor pengali : konstanta 7.5, (j), ( + j/3), ( + j/3), dan ( + j/ + (j) /), sehingga fungsi alih dapat kita tulis ulang menjadi : G 7.5( j / 3+ ) j) = ( j)( j / + )(( j) / + ( j / + ). Tentukan masing-masing gambar dari faktor pengali tersebut beserta garis-garis asimptotnya : Gambar kurva dan asimptot untuk log magnitude dan sudut masing-masing faktor pengali diberikan pada Gambar Jumlahkan garis-garis asimptot dari keseluruhan faktor pengali sehingga garis asimptot dari fungsi alihnya dapat digambarkan: Gambar garis asimptot yang merupakan penjumlahan dari garis-garis asimptot faktorfaktor pengali diberikan pada Gambar Gambarkan kurva sebenarnya berdasarkan garis asimptotnya: Kurva selengkapnya diberikan pada Gambar 3.8.

16 Tanggapan Frekuensi log magnitude (db) o o sudut ( o ) 9 o 8 o 7 o Gambar 3.8. Diagram Bode untuk Contoh 3.3. Nyquist (Polar) Plot Nyquist plot adalah penggambaran magnitude vs sudut dari fungsi alih sinusoidal pada koordinat polar, dimana divariasi dari nol hingga tak terhingga. Gambar 3.9 memberikan hubungan antara magnitude dan sudut dalam Nyquist plot.

17 Tanggapan Frekuensi 6 Im = i = Im[G(j)] = Re [G(j)] Re[G(j)] Gambar 3.9. Hubungan Magnitude dan Sudut dalam Koordinat Polar Fungsi alih sinusoidal suatu sistem diberikan oleh persamaan : K(+ jta )(+ jtb ) L G( j) = λ ( j) (+ jt )(+ jt ) L m m b ( j) + b ( j) + L = n n a ( j) + a ( j) + L Bila (hanya jika) n > m, maka penggambaran Nyquist plot dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :. Untuk λ = (sistem tipe ), Nyquist plot akan mulai bergerak ( = ) dari suatu titik tertentu pada sumbu real positif dan membentuk sudut tegak lurus terhadap sumbu real seperti terlihat pada Gambar 3..(a). Pada =, Nyquist plot akan berakhir di titik origin (titik nol) dan masuk sejajar dengan salah satu sumbu koordinat polar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3... Untuk λ = (sistem tipe ), Nyquist plot akan mulai bergerak ( = ) dari suatu titik tak terhingga dan membentuk sudut 9 o terhadap sumbu real positif. Pada frekuensi rendah, kurva yang terbentuk akan mengikuti suatu garis asimptot yang paralel dengan sumbu imajiner negatif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3..(b). Pada =

18 Tanggapan Frekuensi 63, Nyquist plot akan berakhir di titik origin (titik nol) dan masuk sejajar dengan salah satu sumbu koordinat polar seperti yang ditunjukkan pada Gambar Untuk λ = (sistem tipe ), Nyquist plot akan mulai bergerak ( = ) dari suatu titik tak terhingga dan membentuk sudut 8 o terhadap sumbu real positif. Pada frekuensi rendah, kurva yang terbentuk akan mengikuti suatu garis asimptot yang paralel dengan sumbu real negatif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3..(c). Pada =, Nyquist plot akan berakhir di titik origin (titik nol) dan masuk sejajar dengan salah satu sumbu koordinat polar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.. Im Im = = = Re Re ( a ) ( b ) Im = Re ( b ) Gambar 3.. Nyquist Plot untuk (a) Sistem Tipe, (b) Sistem Tipe, (c) Sistem Tipe.

19 Tanggapan Frekuensi 64 n m = 3 Im n m = Re n m = Gambar 3.. Nyquist Plot untuk Frekuensi Tinggi Kriteria Stabilitas Nyquist :. Kurva G(jw) tidak mengelilingi titik (- + j ): sistem stabil jika tidak terdapat pole dari G(s) yang berada di sebelah kanan sumbu khayal, sebaliknya sistem tidak stabil.. Kurva G(jw) mengelilingi titik (- + j ) satu atau lebih melawan arah jarum jam: sistem stabil jika jumlah putaran adalah sama dengan jumlah pole sistem G(s) yang berada di sebalah kanan sumbu khayal, dan sebaliknya sistem tak stabil. 3. Kurva G(jw) mengelilingi titik ( - + j ), satu atau lebih searah putaran jarum jam: sistem tdk stabil. Hubungan ketiga kondisi diatas dinyatakan: Z = N + P dimana: Z : Jumlah Zero dari [ + G(s)] disebelah kanan sumbu khayal N : Jumlah kali kurva G(j) mengelilingi titik(- + j ) searah putaran jarum jam P : Jumlah pole dari sistem G(s) di sebelah kanan sumbu khayal.

20 Tanggapan Frekuensi 65 Jika P tidak sama dengan nol, untuk sistem stabil, haruslah Z =,atau N = -P, kurva mengelilingi titik ( - + j ) berlawan arah jarum jam. Jika P = maka Z = N, untuk sistem stabil, kurva G(j) mengelilingi titik ( - + j ).

TANGGAPAN FREKUENSI. Analisis Tanggapan Frekuensi. Penggambaran Bode Plot. Polar Plot / Nyquist Plot. Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols

TANGGAPAN FREKUENSI. Analisis Tanggapan Frekuensi. Penggambaran Bode Plot. Polar Plot / Nyquist Plot. Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols TANGGAPAN FREKUENSI Analisis Tanggapan Frekuensi Penggambaran Bode Plot Polar Plot / Nyquist Plot Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols Plot Kriteria Kestabilan Nyquist Beberapa Contoh Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Diagram Nyquist

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Diagram Nyquist Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya MATERI Diagram Nyquist Tanggapan frekuensi suatu sistem adalah tanggapan keadaan tunak sistem terrhadap sinyal masukan sinusoidal. Metode tanggapan frekuensi

Lebih terperinci

METODA TANGGAPAN FREKUENSI

METODA TANGGAPAN FREKUENSI METODA TANGGAPAN FREKUENSI 1. Pendahuluan Tanggapan frekuensi adalah tanggapan keadaan mantap suatu sistem terhadap masukan sinusoidal. Dalam metoda tanggapan frekuensi, frekuensi sinyal masukan dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar Mata kuliah Sistem Pengaturan Dasar merupakan mata kuliah yang wajib diambil / dipelajari pada perkuliahan bagi

Lebih terperinci

Kriteria Nyquist. Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam

Kriteria Nyquist. Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam Kriteria Nyquist Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam gambar. Persamaan karakteristik sistem diberikan oleh persamaan + G(s)H(s) 0 Persamaan ini menetukan stabilitas

Lebih terperinci

Analisa Root-Locus Pendahuluan Magnitude dan Sudut Persamaan Polinomial s

Analisa Root-Locus Pendahuluan Magnitude dan Sudut Persamaan Polinomial s Analisa Root-Locus 48 4 Analisa Root-Locus 4.. Pendahuluan Karakteristik dasar ggapan waktu dari suatu sistem loop tertutup sangat berkai dengan lokasi dari pole-pole loop tertutupnya. Pole-pole loop tertutup

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 5 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Ke-Dua 5.1. Rangkaian Orde Kedua Dengan Pole Riil

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Perangkat Ajar Dalam perancangan dan pembuatan perangkat ajar ini membutuhkan perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin.

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin. SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI Fatchul Arifin fatchul@uny.ac.id PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 4 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Kriteria Kestabilan Nyquist

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Kriteria Kestabilan Nyquist Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya MATERI Kriteria Kestabilan Nyquist Respon frekuensi suatu sistem adalah respon keadaan tunak sistem teerhadap sinyal masukan sinusoidal. Metode respon frekuensi

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM KENDALI

ANALISIS SISTEM KENDALI ANALISIS SISTEM KENDALI PENDAHULUAN ANALISIS WAKTU ALIH Tanggapan Waktu Alih Orde 1 Tanggapan Waktu Alih Orde Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Penurunan Rumus Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI Pendahuluan Tahap Awal Desain Kompensasi Lead Kompensasi Lag Kompensasi Lag-Lead Kontroler P, PI, PD dan PID Hubungan antara Kompensator Lead, Lag & Lag-Lead

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN. Fatchul Arifin. Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol.

ANALISA KESTABILAN. Fatchul Arifin. Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol. ANALISA KESTABILAN Fatchul Arifin (fatchul@uny.ac.id) Pole, Zero dan Pole-Zero Plot Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol. Nilai nol dari numerator disebut ZERO

Lebih terperinci

RESPON / TANGGAPAN FREKUENSI

RESPON / TANGGAPAN FREKUENSI Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya RESPON / TANGGAPAN FREKUENSI Diagram Nyquist Kriteria Kestabilan Nyquist Daftar Isi Diagram Nyquist Kriteria Kestabilan Nyquist Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4 Respons Sistem dalam Domain Waktu Respons sistem dinamik Respons alami Respons output sistem dinamik + Respons paksa = Respons sistem Zero dan Pole Sistem Dinamik Pole suatu sistem dinamik : akar-akar

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI Amplitude To: Y() MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI 0.9 Step Response From: U() 0.8 0.7 osillatory 0.6 0.5 underdamped 0.4 0.3 overdamped 0.2 0. ritially damped 0 0 5 0 5 20 Time (se.) LABORATORIUM

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Jilid Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 7 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Ke-Dua 7.. Rangkaian Orde Kedua Dengan Pole Riil Pole dari

Lebih terperinci

Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 8

Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 8 Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Pendahuluan Metode lokasi akar-akar 1. Metode lokasi akar-akar dapat digunakan untuk melukiskan secara kualitatif unjuk kerja sistem kontrol jika beberapa parameter

Lebih terperinci

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Asep Najmurrokhman Jurusan eknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 8 November 3 EI333 Perancangan Filter Analog Pendahuluan Filter orde satu dan dua adalah bentuk

Lebih terperinci

Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System

Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System Indrazno Siradjuddin April 8, 2017 1 Bilangan Kompleks (a) Koordinat cartesian (b) Koordinat polar Gambar 1: Representasi bilangan kompleks dalam

Lebih terperinci

Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua

Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua Program Studi Teknik Telekomunikasi - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Praktikum Pengolahan Sinyal Waktu Kontinyu sebagai bagian dari Mata Kuliah ET 2004 Modul 3 : Analisis

Lebih terperinci

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI

6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI 6 FUNGSI LINEAR DAN FUNGSI KUADRAT 5.1. Fungsi Linear Pada Bab 5 telah dijelaskan bahwa fungsi linear merupakan fungsi yang variabel bebasnya paling tinggi berpangkat satu. Bentuk umum fungsi linear adalah

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR. Pendahuluan Karakteristik dasar tanggapan peralihan suatu sistem lingkar tertutup ditentukan oleh pole-pole lingkar tertutup. Jadi dalam persoalan analisis, perlu ditentukan

Lebih terperinci

Bahan 2 Transmisi, Tipe, dan Spesifikasi Filter

Bahan 2 Transmisi, Tipe, dan Spesifikasi Filter Bahan Transmisi, Tipe, dan Spesifikasi Filter Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani October 0 EK306 Perancangan Filter Analog Pendahuluan Filter analog => realisasi

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS. 1. Bilangan-Bilangan Real. 2. Bilangan-Bilangan Imajiner. 3. Bilangan-Bilangan Kompleks

BILANGAN KOMPLEKS. 1. Bilangan-Bilangan Real. 2. Bilangan-Bilangan Imajiner. 3. Bilangan-Bilangan Kompleks BILANGAN KOMPLEKS 1. Bilangan-Bilangan Real Sekumpulan bilangan-bilangan real yang dapat menempati seluruh titik pada garis lurus, hal ini dinamakan garis bilangan real seperti pada Gambar 1. Operasi penjumlahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Inovasi di dalam teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat dan selaras dengan perkembangan karakteristik masyarakat modern yang memiliki mobilitas tinggi, mencari

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif Resonansi paralel sederhana (rangkaian tank ) Kondisi resonansi akan terjadi pada suatu rangkaian tank (tank circuit) (gambar 1) ketika reaktansi dari kapasitor dan induktor bernilai sama. Karena rekatansi

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI Amplitude To: Y(1) MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI 0.9 Step Response From: U(1) 0.8 0.7 oscillatory 0.6 0.5 underdamped 0.4 0.3 overdamped 0.2 0.1 critically damped 0 0 5 10 15 20 Time (sec.) LABORATORIUM

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

Bab I. Bilangan Kompleks

Bab I. Bilangan Kompleks Bab I Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan real yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian dari himpunan

Lebih terperinci

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o.

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o. Bila dua buah gelombang dengan persamaan Ф = Фm cos ωt dan e = Em sin ωt dilukiskan secara bersama dalam satu susunan sumbu Cartesius seperti pada Gambar 1, maka terlihat bahwa kedua gelombang tersebut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan ROOT LOCUS Pendahuluan Dasar Root Locus Plot Root Locus Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus Root Locus Melalui MATLAB Kasus Khusus Analisis Sistem Kendali Melalui Root Locus Root Locus untuk Sistem dengan

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Jilid Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 6 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi normal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Perangkat elektronik atau perangkat komunikasi dapat saling berhubungan diperlukan antena yang menggunakan frekuensi baik sebagai pemancar ataupun penerima.

Lebih terperinci

FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI

FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi besaran x. secara umum ditulis: y= f(x)

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LAPLACE

TRANSFORMASI LAPLACE TRANSFORMASI LAPLACE SISTEM KENDALI KLASIK Pemodelan Matematika Analisis Diagram Bode, Nyquist, Nichols Step & Impulse Response ain / Phase Margins Root Locus Disain Simulasi SISTEM KONTROL LOOP TERTUTUP

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR TEORI FUNGSI Fungsi yaitu hubungan matematis antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Unsur-unsur pembentukan fungsi yaitu variabel (terikat dan bebas), koefisien dan

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 Fakultas Perikanan - KESETIMBANGAN Kondisi benda setelah menerima gaya-gaya luar SEIMBANG : Bila memenuhi HUKUM NEWTON I Resultan Gaya yang bekerja pada benda besarnya sama dengan nol sehingga benda tersebut

Lebih terperinci

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1 Spesifikasi Sistem Respon Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY Bab 8 1 Pendahuluan Dari pelajaran terdahulu, rumus umum fungsi transfer order ke dua adalah : dimana bentuk responnya ditentukan

Lebih terperinci

Matematika Teknik Dasar-2 2 Bilangan Kompleks - 1. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Matematika Teknik Dasar-2 2 Bilangan Kompleks - 1. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Matematika Teknik Dasar-2 2 Bilangan Kompleks - 1 Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Simbol j Penyelesaian dari sebuah persamaan kuadratik ax 2 + bx rumus x = b± b2

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI

ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI ANALISIS DOMAIN WAKTU SISTEM KENDALI Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 3 November 0 EL305 Sistem Kendali Respon Sistem Input tertentu (given input) Output = Respon

Lebih terperinci

( s p 1 )( s p 2 )... s p n ( )

( s p 1 )( s p 2 )... s p n ( ) Respons Frekuensi Analisis Domain Frekuensi Bentuk fungsi transfer: polinomial bentuk sum/jumlah Kuliah 5 T( s) = a m s m a m s m... a 0 s n b n s n... b 0 Bentuk fungsi transfer: polinomial product/perkalian

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem

SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem SISTEM KENDALI OTOMATIS Analisa Respon Sistem Analisa Respon Sistem Analisa Respon sistem digunakan untuk: Kestabilan sistem Respon Transient System Error Steady State System Respon sistem terbagi menjadi

Lebih terperinci

Stabilitas Sistem. Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1

Stabilitas Sistem. Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 Stabilitas Sistem Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 Definisi Kestabilan Kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap masukan atau gangguan. Secara naluriah, sistem yang

Lebih terperinci

Bab III Respon Sinusoidal

Bab III Respon Sinusoidal Bab III Respon Sinusoidal Sinyal sinusiodal digunakan sebagai input ui terhadap kinera sistem, misal untuk mengetahui respon frekuensi, distorsi harmonik dan distorsi intermodulasi... Bentuk Amplituda-fasa

Lebih terperinci

Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line

Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line Rangkaian Matching Matching dengan λ/4 Line Matching dengan Stub Saluran Transmisi Teknik Elektro, Univ. Mercu Buana 2004 8.1 Dari Pertemuan terdahulu: Transformasi impedansi dengan pemasangan saluran

Lebih terperinci

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1 GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT sofyan mahfudy-iain Mataram 1 Sasaran kuliah hari ini 1. Mahasiwa dapat menjelaskan konsep kemiringan garis/gradien 2. Mahasiswa dapat menentukan

Lebih terperinci

Lampiran. Defenisi dan persamaan untuk penurunan kestabilan longitudinal. Simbol Defenisi Origin Persamaan Harga Khas C. Variasi dari hambatan (drag)

Lampiran. Defenisi dan persamaan untuk penurunan kestabilan longitudinal. Simbol Defenisi Origin Persamaan Harga Khas C. Variasi dari hambatan (drag) Lampiran Tabel 1 Defenisi dan persamaan untuk penurunan kestabilan longitudinal Simbol Defenisi Origin Persamaan Harga Khas C x u U F Variasi dari hambatan (drag) x C -0.05 D Sq u dan dorongan terhadap

Lebih terperinci

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI

BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI BAB II PENCUPLIKAN DAN KUANTISASI Sebagian besar sinyal-sinyal di alam adalah sinyal analog. Untuk memproses sinyal analog dengan sistem digital, perlu dilakukan proses pengubahan sinyal analog menjadi

Lebih terperinci

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK FASO DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASA ANGKAIAN LISTIK 1. Fasor Fasor adalah grafik untuk menyatakan magnituda (besar) dan arah (posisi sudut). Fasor utamanya digunakan untuk menyatakan gelombang sinus

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS Materi VI ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS Kestabilan merupakan hal terpenting dalam sistem kendali linear. Kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap masukan atau gangguan.

Lebih terperinci

Getaran dan Gelombang

Getaran dan Gelombang Fisika Umum (MA301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Hukum Hooke, Sistem Pegas-Massa Energi Potensial Pegas Perioda dan frekuensi Gerak Gelombang Bunyi Gelombang Bunyi Efek Doppler Gelombang Berdiri

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

Fasor adalah bilangan kompleks yang merepresentasikan besaran atau magnitude dan fasa fungsi sinusoidal dari waktu. Sebuah rangkaian yang dapat dijelaskan dengan menggunakan fasor disebut berada dalam

Lebih terperinci

FREQUENCY RESPONSE ANALYSIS

FREQUENCY RESPONSE ANALYSIS V FREQUENCY RESPONSE ANALYSIS Tujuan: Mhs mampu melakukan analss respon proses terhadap perubahan nput snus Mater:. arakterstk respon sstem order satu terhadap perubahan snus nput. Nyqust Plot 3. Bode

Lebih terperinci

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius Sistem Koordinat 2 Dimensi Sistem koordinat kartesian dua dimensi merupakan sistem koordinat yang terdiri dari

Lebih terperinci

Kesalahan Tunak (Steady state error) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 6

Kesalahan Tunak (Steady state error) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 6 Kesalahan Tunak (Steady state error) Review Perancangan dan analisis sistem kontrol 1. Respons transien : orde 1 : konstanta waktu, rise time, setting time etc; orde 2: peak time, % overshoot etc 2. Stabilitas

Lebih terperinci

Matematika Ekonomi KUADRAT DAN FUNGSI RASIONAL (FUNGSI PECAH) GRAFIK FUNGSI KUADRAT BERUPA PARABOLA GRAFIK FUNGSI RASIONAL BERUPA HIPERBOLA

Matematika Ekonomi KUADRAT DAN FUNGSI RASIONAL (FUNGSI PECAH) GRAFIK FUNGSI KUADRAT BERUPA PARABOLA GRAFIK FUNGSI RASIONAL BERUPA HIPERBOLA Fungsi Non Linier Diskripsi materi: -Harga ekstrim pada fungsi kuadrat 1 Fungsi non linier FUNGSI LINIER DAPT BERUPA FUNGSI KUADRAT DAN FUNGSI RASIONAL (FUNGSI PECAH) GRAFIK FUNGSI KUADRAT BERUPA PARABOLA

Lebih terperinci

Pemodelan dan Analisa Sistem Eksitasi Generator

Pemodelan dan Analisa Sistem Eksitasi Generator Vol. 2 No. Maret 24 ISSN : 854-847 Pemodelan dan Analisa Sistem Eksitasi Generator Heru Dibyo Laksono,*), M. Revan ), Azano Rabirahim ) ) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SINYAL DAN SISTEM DISKRIT. Pengolahan Sinyal Analog adalah Pemrosesan Sinyal. bentuk m dan manipulasi dari sisi sinyal dan informasi.

PENGOLAHAN SINYAL DAN SISTEM DISKRIT. Pengolahan Sinyal Analog adalah Pemrosesan Sinyal. bentuk m dan manipulasi dari sisi sinyal dan informasi. PENGOLAHAN SINYAL DAN SISTEM DISKRIT Pengolahan Sinyal Analog adalah Pemrosesan Sinyal yang mempunyai kaitan dengan penyajian,perubahan bentuk m dan manipulasi dari sisi sinyal dan informasi. Pengolahan

Lebih terperinci

FUNGSI. Berdasarkan hubungan antara variabel bebas dan terikat, fungsi dibedakan dua: fungsi eksplisit dan fungsi implisit.

FUNGSI. Berdasarkan hubungan antara variabel bebas dan terikat, fungsi dibedakan dua: fungsi eksplisit dan fungsi implisit. FUNGSI Fungsi merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Variabel dibedakan :. Variabel bebas yaitu variabel yang besarannya dpt ditentukan sembarang, mis:,, 6, 0 dll.. Variabel terikat yaitu variabel

Lebih terperinci

1. Sinyal adalah besaran fisis yang berubah menurut. 2. X(z) = 1/(1 1,5z 1 + 0,5z 2 ) memiliki solusi gabungan causal dan anti causal pada

1. Sinyal adalah besaran fisis yang berubah menurut. 2. X(z) = 1/(1 1,5z 1 + 0,5z 2 ) memiliki solusi gabungan causal dan anti causal pada 1. Sinyal adalah besaran fisis yang berubah menurut 2. X(z) = 1/(1 1,5z 1 + 0,5z 2 ) memiliki solusi gabungan causal dan anti causal pada 3. X + (z) mempunyai sifat sifat seperti yang disebutkan di bawah

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

Matematik Ekonom Fungsi nonlinear

Matematik Ekonom Fungsi nonlinear 1 FUNGSI Fungsi adalah hubungan antara 2 buah variabel atau lebih, dimana masing-masing dari dua variabel atau lebih tersebut saling pengaruh mempengaruhi. Variabel merupakan suatu besaran yang sifatnya

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

Total bunyi dalam titik bidang P diperoleh dengan pengintegrasian atas area yang aktif dari radiator: p(r,, t) =

Total bunyi dalam titik bidang P diperoleh dengan pengintegrasian atas area yang aktif dari radiator: p(r,, t) = 5.8 Piston dalam suatu batas bidang Jenis sumber bunyi dibahas sampai kepada titik ini- sumber titik, dua kutub dan 'bola bernapas' - adalah model yang sangat idealis, untuk menjelaskan proses dasar radiasi

Lebih terperinci

KINEMATIKA. A. Teori Dasar. Besaran besaran dalam kinematika

KINEMATIKA. A. Teori Dasar. Besaran besaran dalam kinematika KINEMATIKA A. Teori Dasar Besaran besaran dalam kinematika Vektor Posisi : adalah vektor yang menyatakan posisi suatu titik dalam koordinat. Pangkalnya di titik pusat koordinat, sedangkan ujungnya pada

Lebih terperinci

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN sudut pada langkah sehingga diperoleh (α i, x i ).. Mentransformasi x i ke jarak sebenarnya melalui informasi jarak pada peta.. Melakukan analisis korelasi linier sirkular antara x dan α untuk masingmasing

Lebih terperinci

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor I. SISTEM KONTROL I.Konsep dan Penegrtian Sistem Kontrol Cerita kasus : kehidupan sehari-hari, - Kasus Pendingin - Kasus kecepatan - Kasus pemanas - Kasus lainnya ( Sistem Komunikasi ) I.. System terkontrol/terkendali

Lebih terperinci

Week 8: Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line. Matching dengan Stub. Mudrik Alaydrus, Univ. Mercu Buana, 2008 Presentasi 8 8.

Week 8: Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line. Matching dengan Stub. Mudrik Alaydrus, Univ. Mercu Buana, 2008 Presentasi 8 8. Week 8: Rangkaian Matching Matching dengan λ/4 Line Matching dengan Stub Mudrik Alaydrus, Univ. Mercu Buana, 2008 Presentasi 8 8.1 Dari Pertemuan terdahulu: Transformasi impedansi dengan pemasangan saluran

Lebih terperinci

Analisa Response Waktu Sistem Kendali

Analisa Response Waktu Sistem Kendali Analisa Response Waktu Sistem Kendali Fatchul Arifin (fatchul@uny.ac.id) Sebelum dianalisa, suatu system harus dimodelkan dalam model Matematik. Selanjutnya kita akan melihat bagaimanakah performance dari

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Diagram blok sistem akuisisi data berbasis komputer [2]

Bab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Diagram blok sistem akuisisi data berbasis komputer [2] Bab II Teori Dasar 2.1 Proses Akuisisi Data [2, 5] Salah satu fungsi utama suatu sistem pengukuran adalah pembangkitan dan/atau pengukuran tehadap sinyal fisik riil yang ada. Peranan perangkat keras (hardware)

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4)

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4) LIMIT FUNGSI A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.. Limit a Contoh A.:. ( ) 3 Contoh A. : 4 ( )( ) ( ) 4 Latihan. Hitunglah nilai it fungsi-fungsi berikut ini. a. (3 ) b. ( 4) c. ( 4) d. 0 . Hitunglah

Lebih terperinci

2.1 Zat Cair Dalam Kesetimbangan Relatif

2.1 Zat Cair Dalam Kesetimbangan Relatif PERTEMUAN VI 1.1 Latar Belakang Zat cair dalam tangki yang bergerak dengan kecepatan konstan tidak mengalami tegangan geser karena tidak adanya gerak relative antar partikel zat cair atau antara partikel

Lebih terperinci

RESPON FREKUENSI PENGUAT CE

RESPON FREKUENSI PENGUAT CE RESPON FREKUENSI PENGUAT CE 1. TUJUAN Mengukur dan menggambarkan kurva bode plot dari respon frekuensi rendah dan tinggi dari penguat CE 2. LANDASAN TEORI Suatu penguat tentunya mempunyai keterbatasan

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS

MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS 2 PENDAHULUAN SISTEM BILANGAN KOMPLEKS REAL IMAJINER RASIONAL IRASIONAL BULAT PECAHAN BULAT NEGATIF CACAH ASLI 0 3 ILUSTRASI Carilah akar-akar persamaan x 2 + 4x

Lebih terperinci

ACOUSTICS An Introduction Book of : Heinrich Kuttruff

ACOUSTICS An Introduction Book of : Heinrich Kuttruff ACOUSTICS An Introduction Book of : Heinrich Kuttruff Translate by : Setyaningrum Ambarwati M 0207014 Fisika-UNS Halaman 79-86 5.5 Dipol Sebagai contoh pertama dari sumber suara direktif kita menganggap

Lebih terperinci

Matematika SMA/MA. Nama : No. Peserta :

Matematika SMA/MA. Nama : No. Peserta : DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA Matematika SMA/MA Nama : No. Peserta : 1. Ujian Nasional 2014 Diketahui premis-premis berikut Premis 1: Jika semua pejabat negara kuat imannya, maka korupsi tidak merajalela.

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR, DAN FUNGSI TRIGONOMETRI. TOPIK-TOPIK YANG BERKAITAN DENGAN FUNGSI.3 FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS. FUNGSI REAL, FUNGSI ALJABAR,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SINYAL DASAR ATAU FUNGSI SINGULARITAS Sinyal dasar atau fungsi singularitas adalah sinyal yang dapat digunakan untuk menyusun atau mempresentasikan sinyal-sinyal yang lain. Sinyal-sinyal

Lebih terperinci

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan.

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan. Untai Elektrik I Waveforms & Signals Dr. Iwan Setyawan Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana Secara umum, tegangan dan arus dalam sebuah untai elektrik dapat dikategorikan menjadi tiga jenis

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 8 NO. 1 Maret 2015

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 8 NO. 1 Maret 2015 ANALISA KESTABILAN TANGGAPAN TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER DENGAN BANTUAN PERANGKAT LUNAK MATLAB Heru Dibyo Laksono 1 Doohan Haliman 2 Aidil Danas 3 ABSTRACT This journal

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH...iii ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Dalam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan kait-mengkait

Lebih terperinci

Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS) dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID NUR IMROATUL UST ( )

Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS) dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID NUR IMROATUL UST ( ) Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS) dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID NUR IMROATUL UST (218 1 165) Latar Belakang Indonesia memiliki bentangan wilayah yang luas. Satelit tersusun atas beberapa

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

MATEMATIKA. Sesi TRANSFORMASI 2 CONTOH SOAL A. ROTASI

MATEMATIKA. Sesi TRANSFORMASI 2 CONTOH SOAL A. ROTASI MATEMATIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN TRANSFORMASI A. ROTASI Rotasi adalah memindahkan posisi suatu titik (, y) dengan cara dirotasikan pada titik tertentu sebesar sudut tertentu.

Lebih terperinci

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8 . Turunan dari f ( ) = + + (E) 7 + +. Turunan dari y = ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( + ) ( + ) ( ) ( + ) (E) ( ) ( + ) 7 5 (E) 9 5 9 7 0. Jika f ( ) = maka f () = 8 (E) 8. Jika f () = 5 maka f (0) +

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga Bab Teori Gelombang Elastik Metode seismik secara refleksi didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke dalam lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan atau refleksi

Lebih terperinci

fungsi Dan Grafik fungsi

fungsi Dan Grafik fungsi fungsi Dan Grafik fungsi Suatu fungsi adalah pemadanan dua himpunan tidak kosong dengan pasangan terurut (x, y) dimana tidak terdapat elemen kedua yang berbeda. Fungsi (pemetaan) himpunan A ke himpunan

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci