BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 6 BAB LADASA TEORI.. Persamaan Integral Pengintegrasian (integration), bersama dengan pendierensiasian (dierentiation), merupakan konsep matematika yang menadi antung dari kalkulus. Berdasarkan Microsot Encarta Premium 006 Dictionary Tools, mengintegrasikan (to integrate) berarti membawa seluruhnya, bagian per bagian, menadi sebuah bentuk utuh; menyatukan; untuk mengindikasikan umlah total... Secara matematik, pengintegrasian dilambangkan dengan: I ( x) dx Pers. (.) = b a yang berarti integral dari ungsi (x) dengan variabel bebas x, dievaluasi berdasarkan batas x = a dan x = b. Fungsi (x) dalam pers. (.) disebut integran (integrand). Berdasarkan deinisi yang diberikan oleh kamus bahasa, arti dari pers. (.) adalah nilai total atau penumlahan (summation) dari (x) dx dalam angkauan x = a hingga b. Berdasarkan aktanya, simbol sebenarnya merupakan sebuah huru kapital S yang diberi sentuhan gaya yang dituukan untuk menandakan hubungan tertutup antara pengintegrasian dan penumlahan. Gambar. berikut merupakan sebuah penggambaran secara graik dari konsep tersebut. Untuk ungsi yang terletak di atas sumbu x, integral yang dinyatakan oleh pers. (.) mengacu kepada area di bawah kurva (x) antara x= a dan b.

2 7 Gambar. Penggambaran secara graik dari integral (x) antara batas x = a dan b. Integral tersebut ekivalen dengan daerah di bawah kurva ini: Fungsi yang diintegrasikan akan memiliki satu dari tiga bentuk khusus berikut Sebuah ungsi kontinu sederhana, seperti sebuah polinomial, sebuah eksponensial, atau sebuah ungsi trigonometri. Sebuah ungsi kontinu yang rumit, yang sulit atau tidak mungkin diintegralkan secara langsung.. Sebuah ungsi yang ditabulasikan, di mana nilai-nilai dari x dan (x) diberikan pada seumlah titik tertentu (diskrit), sebagaimana seringkali teradi pada kasus dengan data lapangan atau data hasil eksperimen. Pada kasus pertama, integral dari sebuah ungsi sederhana mungkin dapat dievaluasi secara analitik menggunakan kalkulus. Untuk kasus kedua, solusi analitik seringkali tidak praktis, dan terkadang mustahil, untuk diperoleh. Dalam hal ini, demikian uga dengan kasus ketiga dari data diskrit, metode pendugaan/perkiraan harus

3 8 digunakan. Pendekatan berorientasi visual digunakan untuk mengintegrasikan data tertabulasi dan ungsi yang rumit pada masa sebelum komputer ditemukan. Sebuah pendekatan berdasarkan intuisi yang sederhana adalah dengan menempatkan ungsi tersebut pada sebuah kisi-kisi (grid) (Gambar.) dan menghitung umlah kotak-kotak yang digunakan sebagai penduga dari daerah tersebut. Jumlah tersebut dikalikan dengan daerah di mana setiap kotak memberikan sebuah perkiraan kasar mengenai daerah total di bawah kurva. Perkiraan ini dapat diperhalus, dengan usaha tambahan, menggunakan sebuah kisi-kisi yang lebih baik. Gambar. Penggunaan dari sebuah kisi-kisi (grid) untuk menaksir sebuah integral

4 9 Pendekatan yang masuk akal lainnya adalah dengan membagi daerah tersebut menadi bagian-bagian berbentuk vertikal, atau strips, dengan tinggi yang setara dengan nilai ungsi pada titik tengah setiap bagian (Gambar.3). Daerah dari persegi panang tersebut dapat kemudian dihitung dan diumlahkan untuk memperkirakan.umlah total dari daerah tersebut. Pada pendekatan ini, diasumsikan bahwa nilai pada titik tengah setiap bagian memberikan sebuah pendugaan yang sah dari rata-rata tinggi dari ungsi untuk setiap strip. Sebagaimana dengan metode kisi-kisi, perkiraan yang diperhalus adalah mungkin dengan menggunakan lebih banyak (dan lebih tipis) strips untuk menaksir integral tersebut. Gambar.3 Penggunaan dari persegi panang atau strips untuk menaksir sebuah integral.. Metode dan Integrasi umerik Walaupun pendekatan sederhana yang demikian memiliki sarana untuk pendugaan yang cepat, teknik numerik alternati uga tersedia untuk tuuan yang sama. Tidak mengeutkan, cara yang paling sederhana dari metode ini mirip dalam hal iwa dari teknik nonkomputer.

5 0 Integrasi numerik atau metode kuadratur (quadrature) tersedia untuk memperoleh integral-integral. Metode-metode ini, yang mana lebih mudah untuk diimplementasikan dibandingkan dengan pendekatan kisi-kisi, sangat mirip iwanya dengan metode strip. Yaitu, tinggi ungsi dikalikan dengan lebar strip dan diumlahkan untuk memperkirakan integral tersebut. Bagaimanapun, melalui pemilihan yang cerdas dari aktor pembobot (weighting actor), perkiraan yang dihasilkan dapat dibuat lebih akurat dibandingkan dengan metode strip yang sederhana. Sebagaimana dalam metode strip sederhana, integrasi numerik menggunakan data pada titik-titik tertentu. Karena inormasi berbentuk tabel sudah berbentuk demikian, maka hal itu dapat cocok dengan banyak dari pendekatan-pendekatan numerik. Sebagaimana ditunukkan oleh gambar.4, tabel tersebut dapat kemudian dievaluasi dengan sebuah metode numerik. Gambar.4 Aplikasi dari sebuah metode integrasi numerik: (a) Fungsi kontinu yang rumit. (b). Tabel nilai diskrit dari (x) yang dihasilkan dari sebuah ungsi. (c). Penggunaan salah satu metode numerik (metode strip) untuk menaksir integral yang berdasarkan kepada titik-titik diskrit. Untuk sebuah ungsi berbentuk tabel, data sudah dalam bentuk tabel (b); untuk itu, langkah (a) tidak diperlukan

6 .3. Integrasi Romberg Pada subbab.., diketahui bahwa ungsi-ungsi yang akan diintegrasikan secara numerik memiliki dua bentuk yang khas: sebuah tabel berisi nilai-nilai atau sebuah ungsi. Bentuk dari data memiliki pengaruh terhadap pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi integralnya. Untuk inormasi berbentuk tabel (yang tidak dibahas dan digunakan dalam skripsi ini), kita dibatasi oleh umlah dari titik-titik yang diberikan. Berlawanan dengan hal itu, Jika sebuah ungsi tersedia, maka kita dapat menghasilkan sebanyak mungkin nilai dari (x) yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat akurasi yang dapat diterima (seperti gambar.4). Integrasi Romberg merupakan teknik yang digunakan dalam integrasi numerik untuk menganalisis kasus di mana ungsi yang akan diintegrasikan tersedia. Teknik ini memiliki keunggulan untuk menghasilkan nilai-nilai dari ungsi untuk mengembangkan skema yang eisien bagi pengintegrasian secara numerik. Integrasi Romberg didasarkan pada ekstrapolasi Richardson (Richardson s extrapolation), yang mana merupakan metode untuk mengkombinasikan dua perkiraan integral secara numerik untuk memperoleh nilai ketiga, yang lebih akurat. Integrasi Romberg merupakan algoritma komputasi untuk mengimplementasikan ekstrapolasi Richardson melalui sebuah cara yang sangat eisien. Teknik ini bersiat rekursi dan dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah perkiraan integral dalam batas toleransi kesalahan (error tolerance) yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Integrasi Romberg didasarkan pada aplikasi beturut-turut (rekursi) dari aturan trapesium (trapezoidal rule). Walau bagaimanapun, melalui manipulasi secara

7 matematik, hasil yang superior dapat dicapai dengan sedikit usaha..3.. Ekstrapolasi Richardson Ekstrapolasi Richardson merupakan metode yang menggunakan dua perkiraan dari sebuah integral untuk mengkomputasi pendugaan ketiga, yang lebih akurat. Perkiraan dan kesalahan (error) yang diasosiasikan dengan aturan trapesium multi-aplikasi (multiple-application trapezoidal rule) dapat digambarkan secara umum sebagai I = I( h) + E( h) Pers. (.) di mana I adalah nilai yang sebenarnya dari integral tersebut, I(h) adalah pendugaan dari sebuah aturan trapesium dengan aplikasi bersegmen n dengan lebar langkahnya h = (b a)/n, dan E(h) adalah kesalahan pemotongan (truncation error). Jika kita membuat dua perkiraan yang berbeda menggunakan lebar langkah h dan h dan memiliki nilai yang sebenarnya untuk error-nya, I h ) + E( h ) = I( h ) + E( ) Pers. (.3) ( h Sekarang ingat bahwa error dari aturan trapesium multi-aplikasi dapat diperkirakan sebagai E a 3 ( b a) = " Pers. (.4) n Dengan n = (b - a)/h menadi

8 3 E b a h " Pers. (.5) Jika diasumsikan bahwa " adalah konstan, tidak dipengaruhi oleh lebar langkah. Pers. (.5) dapat digunakan untuk menentukan bahwa rasio dari kedua error adalah E( h ) E( h ) h h Pers. (.6) Perhitungan ini memiliki eek penting dalam penghilangan bagian " dari perhitungan. Dengan demikian, hal itu memungkinkan kita untuk menggunakan inormasi yang dinyatakan oleh pers. (.5) tanpa terlebih dahulu mengetahui turunan kedua dari ungsi tersebut. Untuk melakukan hal itu, kita ubah pers. (.6) menadi ( ) ( ) h h E h E h Pers. (.7) yang mana dapat disubstitusikan ke dalam pers (.3): h I ( h ) + E( h ) I( h ) + E( h ) h Pers. (.8) yang dapat disederhanakan menadi E( h ) I( h ) I( h ) Pers. (.9) ( h / h ) Hasilnya, kita telah mengembangkan sebuah perkiraan dari error pemotongan

9 4 dalam hal pendugaan integral dan lebar langkahnya. Perkiraan ini dapat disubstitusikan ke dalam I = I h ) + E( ) Pers. (.0) ( h untuk menghasilkan sebuah pendugaan integral yang telah diperbaiki: I I( h ) + [ I( h ) I( h )] Pers. (.) ( h / h ) Hal ini menunukkan (Ralston dan Rabinowitz, 978) bahwa error dari pendugaan ini adalah O(h 4 ). Hasilnya, kita telah mengkombinasikan dua perkiraan aturan trapesium dari O(h ) untuk menghasilkan sebuah penduga yang baru dari O(h 4 ). Untuk kasus khusus di mana intervalnya dibagi dua (h = h /), persamaan ini menadi I I( h ) + [ I( h ) I( h )] Pers. (.) atau, dibentuk menadi, 4 I I( h ) I( h ) Pers. (.3) 3 3 Pers. (.4) memberikan sebuah cara untuk mengkombinasikan dua aplikasi dari aturan trapesium dengan error O(h ) untuk menghitung penduga ketiga dengan error O(h 4 ). Pendekatan ini adalah sebuah subhimpunan dari sebuah metode yang lebih umum untuk mengkombinasikan integral-integral dari O(h4) pada basis dari tiga penduga aturan trapesium. Kedua penduga tersebut dapat,

10 5 dalam perubahannya, dikombinasikan untuk menghasilkan sebuah nilai yang lebih baik dengan O(h 6 ). Untuk kasus khusus di mana penduga trapesium yang asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang digunakan untuk keakuratan O(h 6 ) adalah 6 I I m I l Pers. (.4) 5 5 di mana I m dan I l masing-masing adalah penduga yang lebih (more) dan kurang (less) akurat. Dengan cara yang sama, dua hasil O(h 6 ) dapat dikombinasikan untuk menghitung sebuah integral O(h 8 ) menggunakan 64 I I m I l Pers. (.5) Algoritma Integrasi Romberg Perhatikan bahwa koeisien dari masing-masing persamaan ekstrapolasi (Pers. (.3), Pers. (.4), dan Pers. (.5)) bertambah hingga mendekati satu. Hasilnya, mereka merepresentasikan aktor-aktor pembobot yang, sealan dengan meningkatnya akurasi, menempatkan bobot yang secara relati lebih besar pada penduga integral superior. Formulasi-ormulasi tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk yang umum yang cocok untuk diimplementasikan pada komputer:, k 4 k I +, k k 4 I, k I Pers. (.6) di mana I +,k dan I,k, masing-masing adalah integral yang lebih dan kurang

11 6 akurat, dan I,k adalah integral yang diperbaiki. Indeks k menandakan tingkat dari pengintegrasian, di mana k = mengacu kepada penduga aturan trapesium yang asli, k = mengacu kepada O(h 4 ), k = 3 kepada O(h 6 ), dan seterusnya. Indeks digunakan untuk membedakan antara penduga yang lebih akurat ( + ) dan penduga yang kurang akurat (). Sebagai contoh, untuk k = dan =, pers..6) menadi I, 4I, I, Pers. (.7) 3 yang ekivalen dengan pers. (.3). Gambar.5 Penggambaran secara graik dari barisan penduga integral (x) = 0, + 5x 00x + 675x 3 900x x 5 dari a = 0 hingga b = 0,8, yang dihasilkan menggunakan integrasi Romberg. (a) Iterasi pertama. (b) Iterasi kedua. (c) Iterasi ketiga Bentuk umum yang direpresentasikan oleh pers. (.6) merupakan hasil karya Romberg, dan aplikasi sistematik untuk mengevaluasi integralnya dikenal dengan nama Integrasi Romberg. Gambar.5 merupakan penggambaran secara graik dari barisan penduga integral yang dihasilkan menggunakan pendekatan ini. Setiap matriks mengacu kepada sebuah iterasi tunggal. Kolom pertama mengandung evaluasi terhadap aturan trapesium yang menggambarkan I,i, di

12 7 mana = adalah untuk sebuah aplikasi bersegmen tunggal (lebar langkahnya adalah b a), = adalah untuk sebuah aplikasi dengan segmen dua (lebar langkahnya adalah (b a)/), = 3 adalah untuk sebuah aplikasi bersegmen empat (lebar langkahnya adalah (b a)/4), dan seterusnya. Kolom matriks lainnya dihasilkan oleh pengaplikasian pers. (.6) secara sistematis untuk memperoleh penduga yang lebih baik dari suatu integral secara berturut-turut. Sebagai contoh, iterasi pertama (Gambar.5a) melibatkan perhitungan penduga aturan trapesium bersegmen satu dan dua (I, dan I, ). Pers. (.6) kemudian digunakan untuk mencari elemen I, = , yang merupakan sebuah error dari O(h 4 ). Sekarang, kita harus memeriksa untuk menentukan apakah hasil ini cukup untuk keperluan kita. Sebagaimana dengan metode pendugaan lainnya, sebuah kriteria pengakhiran (termination) atau penghentian (stopping) dibutuhkan untuk menentukan keakuratan dari suatu hasil. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk tuuan ini adalah sebagai berikut a perkiraan saat ini perkiraan sebelumnya = 00% perkiraan saat ini ε Pers. (.8) atau a = I, k I I, k, k 00% ε Pers. (.9) di mana ε a adalah sebuah penduga dari persen error relati. Hasilnya,

13 8 sebagaimana telah dilakukan sebelumnya pada proses iterasi lainnya, kita membandingkan penduga yang baru dengan nilai sebelumnya. Ketika pergantian antara nilai yang lama dan baru sebagaimana direpresentasikan oleh ε a, berada di bawah kriteria error ε s yang telah ditentukan sebelumnya, maka perhitungan dihentikan. Untuk gambar.5a, evaluasi ini menandakan perubahan sebanyak,8% terhadap hasil iterasi pertama. Tugas dari iterasi kedua (Gambar.5b) adalah untuk memperoleh penduga O(h 6 ) I,3. Untuk itu, sebuah penduga aturan trapesium tambahan, I 3, =,4848, ditentukan. Kemudian penduga tersebut dikombinasikan dengan I, menggunakan pers. (.6) untuk menghasilkan I. =, Hasilnya, pada gilirannya, dikombinasikan dengan I, untuk menghasilkan I,3 =, Pers. (.7) dapat diaplikasikan untuk menentukan bahwa hasil tersebut merepresentasikan sebuah perubahan sebanyak.0% ketika dibandingkan dengan hasil I, sebelumnya. Iterasi ketiga (Gambar.5c) melanutkan proses tersebut dengan cara yang sama. Pada kasus ini, sebuah penduga trapesium ditambahkan ke dalam kolom pertama, dan kemudian pers. (.6) diaplikasikan untuk menghitung secara berturut-turut integral yang lebih akurat sepanang diagonal yang lebih rendah. Setelah hanya tiga kali iterasi, karena mengevaluasi sebuah polinomial berordo lima, hasilnya (I,4 =,640533) adalah tepat. Integrasi Romberg lebih eisien dibandingkan dengan aturan trapesium dan aturan Simpson (tidak dibahas dalam skripsi ini). Sebagai contoh, untuk

14 9 menentukan integral yang ditunukkan oleh (x) = 0, + 5x 00x + 675x 3 900x x 5 dari a = 0 hingga b = 0,8, aturan Simpson /3 membutuhkan sebuah aplikasi dengan segmen sebanyak 56 untuk menghasilkan sebuah penduga dari, Penaksiran yang lebih baik mustahil dilakukan karena error yang disebabkan oleh pembulatan angka (di belakang koma). Berlawanan dengan hal itu, integrasi Romberg mencapai hasil yang tepat (hingga tuuh angka yang signiikan) dengan menggunakan aturan trapesium bersegmen satu, dua, empat, dan delapan; yaitu, dengan pengevaluasian ungsi sebanyak 5 kali saa. Perlu diingat bahwa integrasi Romberg dirancang untuk kasus di mana ungsi yang akan diintegrasikan sudah diketahui. Hal ini disebabkan karena pengetahuan ungsi tersebut mengiinkan pengevaluasian yang dibutuhkan untuk implementasi pertama dari aturan trapesium..4. Kuadratur Gauss dan Gauss-Legendre Kuadratur Gauss merupakan pendekatan metode numerik yang digunakan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh persamaan ewton-cotes, yaitu di mana persamaan ewton-cotes ini (contoh: aturan trapesium) melakukan pendugaan terhadap suatu integral dengan berdasarkan kepada ungsi bernilai genap. Akibatnya, nilai dasar yang digunakan dalam persamaan ini sudah ditentukan sebelumnya atau bersiat tetap. Sebagai contoh, seperti pada gambar.6, aturan trapesium didasarkan kepada pengambilan daerah pendugaan di bawah garis lurus yang menghubungkan nilai ungsi pada akhir interval integrasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung area ini adalah

15 0 ( a) + ( b) I ( b a) Pers. (.0) di mana a dan b adalah batas integrasi dan b a adalah arak/lebar dari interval integrasi. Karena aturan trapesium harus melewati titik akhir, maka akan muncul kasus-kasus seperti gambar.6 di mana rumus tersebut menghasilkan error yang tinggi. Gambar.6 (a) Penggambaran secara graik dari aturan trapesium sebagai daerah di bawah garis lurus yang menghubungkan titik-titik akhir. (b) Sebuah pendugaan integral yang lebih baik yang diperoleh dengan cara mengambil area di bawah garis lurus yang melewati dua titik yang ada di antaranya. Dengan memposisikan titik-titik tersebut dengan biak, maka error positi dan negati menadi berimbang, dan sebuah pendugaan integral yang lebih baik akan dihasilkan. Sekarang, seandainya halangan titik dasar yang tetap tersebut dihilangkan dan kita dengan bebas menempatkan titik-titik tersebut dengan biak, maka kita dapat menghasilkan sebuah garis lurus yang akan menyimbangkan error positi dan negati. Seperti gambar.6, kita akan melihat sebuah pendugaan integral yang telah diperbaiki. Kuadratur Gauss adalah nama untuk sebuah teknik untuk mengimplementasikan strategi tersebut. Rumus kuadratur Gauss ini disebut rumus Gauss-Legendre. Rumus

16 Gauss-Legendre dikembangkan dengan menggunakan teknik yang dapat menurunkan rumus integrasi numerik seperti aturan trapesium yang menggunakan metode koeisien tak tertentu..4.. Metode Koeisien Tak Tertentu Metode koeisien tak tertentu memberikan sebuah pendekatan yang memiliki perangkat untuk menurunkan teknik integrasi lainnya seperti kuadratur Gauss. Gambar.7 Dua integral yang dievaluasi dengan tepat oleh aturan trapesium: (a) sebuah konstan dan (b) sebuah garis lurus. Sebagai contoh, pers. (.0) dinyatakan sebagai ( a) c ( b) I c0 + Pers. (.) di mana c adalah konstan. Ingat bahwa aturan trapesium akan menghasilkan hasil yang tepat ketika ungsi yang diintegrasikan adalah sebuah konstan atau garis lurus. Dua persamaan sederhana yang menggambarkan kasus tersebut adalah y = dan y = x. Keduanya diilustrasikan pada gambar.7. Karena itu, persamaan

17 berikut akan menadi c ( b ) + = a / 0 c / ( b a) dx dan c 0 b a + c b a = ( b a) ( b a) / / x dx atau, dengan mengevaluasikan integral, c 0 + c = b a dan c b a 0 + c = b a 0 Berikut adalah dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui yang dapat diselesaikan dengan c 0 = c b a = yang mana, ketika disubstitusikan kembali ke dalam pers. (.), sehingga memberikan b a I = b a ( a) + ( b) yang sama dengan aturan trapesium.

18 3.4.. Penurunan Rumus Gauss-Legendre Dua Titik Seperti halnya penurunan aturan trapesium di atas, tuuan kuadratur Gauss adalah untuk menentukan koeisien dari sebuah persamaan dari bentuk I c + ( x ) c ( ) Pers. (.) 0 0 x di mana c adalah koeisien yang tidak diketahui. Walau bagaimanapun, berlawanan dengan aturan trapesium yang menggunakan titik-titik akhir a dan b yang tetap, argumen ungsi x 0 dan x yang tidak tetap pada titik akhir, namun tidak diketahui (Gambar.8). Dengan demikian, kita sekarang memiliki empat variabel yang tidak diketahui yang harus dievaluasi, dan akibatnya, kita membutuhkan empat kondisi untuk menentukan variabel yang tidak diketahui tersebut secara tepat. Gambar.8 Penggambaran secara graik dari variabel x 0 dan x untuk pengintegrasian dengan menggunakan kuadratur Gauss Seperti halnya aturan trapesium, kita dapat memperoleh dua dari kondisi tersebut dengan mengasumsikan bahwa pers. (.) cocok dengan integral dari sebuah konstan dan sebuah ungsi linier secara tepat. Kemudian, untuk sampai

19 4 pada kedua kondisi lainnya, kita hanya melanutkan argumen ini dengan mengasumsikan bahwa kondisi ini uga cocok dengan integral dari sebuah ungsi parabolik (y = x ) dan ungsi kubik (y = x 3 ). Dengan melakukan hal itu, kita menentukan keempat variabel yang tidak diketahui dan sebagai pertukarannya menurunkan sebuah rumus integrasi linier dua titik yang tepat untuk kubikkubik. Keempat persamaan yang akan diselesaikan adalah ( x ) + c ( x ) = dx c Pers. (.3) 0 0 = ( x ) + c ( x ) = x dx 0 c Pers. (.4) 0 0 = ( x ) c ( x ) = x dx = 3 c Pers. (.5) 3 ( x ) + c ( x ) = x dx 0 c Pers. (.6) 0 0 = Pers. (.4) hingga pers. (.6) dapat diselesaikan secara simultan dengan c = c Pers. (.7) 0 = x 0 = = Pers. (.8) 3 x = = Pers. (.9) 3 yang mana bisa disubstitusikan ke dalam pers. (.) untuk menghasilkan rumus Gauss-Legendre dua titik

20 I Pers. (.30) Dengan demikian, kita sampai pada hasil yang menarik bahwa penambahan yang sederhana nilai ungsi pada x =/ 3 dan / 3 menghasilkan sebuah pendugaan integral yang memiliki keakuratan ordo ketiga. Ingat bahwa batas integrasi pada pers. (.3) hingga (.6) adalah dari - hingga. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan perhitungan dan untuk rumus tersebut seumum mungkin. Sebuah penggantian sederhana terhadap variabel dapat digunakan untuk meneremahkan batas lainnya dari integrasi ke dalam bentuk ini. Hal ini dilakukan dengan mengasumsikan bahwa sebuah variabel baru x d dihubungkan dengan variabel asli x dengan cara yang linier, sebagaimana dalam x a0 + ax d = Pers (.3) Jika batas bawah, x = a, sama dengan x d = -, nilai ini dapat disubstitusikan ke dalam pers. (.3) untuk menghasilkan ( ) a = a a Pers (.3) 0 + Dengan cara yang sama, batas atas, x = b, sama dengan x d =, untuk memberikan b a 0 + a () = Pers (.33) Pers. (.3) dan (.33) dapat diselesaikan secara simultan menadi

21 6 a 0 b+ a = Pers (.34) dan a b a = Pers (.35) yang dapat disubstitusikan ke dalam pers. (.3) untuk menghasilkan x ( b+ a) + ( b a) x d = Pers. (.36) Persamaan ini dapat diturunkan untuk memberikan dx b a dx d = Pers. (.37) Pers. (.36) dan (.37) dapat disubstitusikan untuk x dan dx, masing-masing, dalam persamaan yang akan diintegrasikan. Penyubstitusian ini secara eekti mengubah interval integrasi tanpa mengubah nilai dari integrasi tersebut Rumus dengan Jumlah Titik yang Lebih Banyak Lebih auh dibandingkan rumus dua titik dideskripsikan dalam subbab sebelumnya, versi umlah titik yang lebih banyak dapat dikembangkan dalam bentuk umum ( x ) + c x ) d ( x ) I c Pers. (.38) 0 0 ( n n di mana n adalah umlah dari titik. ilai untuk c dan x untuk ( ) enam titik dirangkum dalam tabel..

22 7 Karena kuadratur Gauss memerlukan evaluasi ungsi pada titik dengan arak yang tidak seragam pada interval integrasi, hal ini tidak dituukan untuk kasus ungsi yang tidak diketahui. Oleh karena itu, metode ini tidak cocok untuk permasalahan teknik yang berhubungan dengan data berbentuk tabel. Bagaimanapun, ketika ungsinya diketahui, keeisienannya dapat menadi sebuah keuntungan. Hal ini sangat benar ketika seumlah besar evaluasi integral harus dilakukan. Tabel. Faktor pembobot c dan argumen ungsi x yang digunakan dalam Gauss-Legendre.4.4. Analisis Error untuk Gauss-Legendre Error dari rumus Gauss-Legendre dispesiikasikan secara umum oleh (Carnahan et al., 969)

23 8 n [( n + )!] ( n + 3) [( n + )!] + 3 ( n ) ( ξ ) E = Pers. (.39) t di mana n adalah umlah titik dikurangi satu dan (n + ) (ξ) adalah turunan ke (n + ) dari ungsi setelah perubahan terhadap variabel dengan ξ terletak di suatu tempat pada interval - hingga. Perbandingan terhadap pers. (.38) dengan tabel. menandakan kelebihan dari kuadratur Gauss dibandingkan dengan rumus ewton-cotes, menyediakan turunan dengan ordo yang lebih tinggi yang tidak meningkat secara nyata dengan meningkatnya n..5. Metode Simulasi Monte Carlo Metode simulasi Monte Carlo merupakan sebuah kelas dari algoritma komputer untuk melakukan simulasi terhadap siat-siat dari sistem keisikaan dan kematematikaan. Metode simulasi Monte Carlo sangat penting dalam perkomputasian isika dan bidang terapan yang berhubungan. Metode ini sudah terui dalam menyelesaikan persamaan integro-dierensial yang mendeinisikan bidang radiasi, dan metode ini telah digunakan dalam perhitungan global illumination yang menghasilkan citra yang terlihat nyata dari model buatan berdimensi tiga, untuk penerapan pada permainan video, arsitektur, desain, ilm yang dihasilkan dengan komputer, eek khusus dalam ilm, bidang bisnis, ekonomi, dan bidang lainnya. Metode ini terutama sangat berguna untuk sistem pembelaaran dengan seumlah besar deraat bebas berpasangan, seperti cairan, material tidak teratur, dan benda padat yang berpasangan sangat kuat. Lebih auh, metode Monte Carlo berguna untuk memodelkan enomena dengan ketidakpastian yang signiikan pada input, seperti penghitungan dari resiko pada bisnis.

24 9 Yang menarik, metode Monte Carlo tidak memerlukan bilangan acak yang seati agar beralan dengan baik. Banyak dari teknik-teknik yang sangat berguna menggunakan barisan bilangan acak palsu (pseudo-random sequences) yang bersiat deterministik (tanpa keacakan), membuatnya mudah untuk diui dan melakukan simulasi ulangan. Satu-satunya kualiikasi yang dibutuhkan untuk membuat simulasi yang baik adalah agar barisan bilangan pseudo-random itu terlihat cukup acak dalam beberapa hal. Gambar.9 Hasil plotting menggunakan R Language terhadap 000 bilangan pseudo-random Proses membuat bilangan tersebut tampak acak disebut proses pseudo-random, sebuah proses yang terlihat acak tetapi tidak. Barisan pseudo-random secara khusus memperlihatkan keacakan secara statistik yang dihasilkan oleh sebuah proses komputasi yang seluruhnya bersiat deterministik/tanpa keacakan. Apa arti dari hal ini tergantung pada penerapannya, namun secara khusus hal tersebut harus melewati sebuah tes

25 30 statistik berseri. Mengui apakah bilangan-bilangan tersebut terdistribusi secara seragam atau mengikuti distribusi lainnya yang diinginkan ketika umlah elemen yang cukup besar dari barisan tersebut dipertimbangkan, merupakan salah satu yang paling sederhana dan yang paling umum. Sebuah algoritma Monte Carlo merupakan metode Monte Carlo yang digunakan untuk mencari solusi dari permasalahan matematik (yang mungkin memiliki banyak variabel) yang tidak mudah untuk dihitung dengan integral kalkulus atau metode numerik lainnya. Keeisienannya secara relati meningkat dibandingkan dengan metode numerik lainnya bila dimensi dari permasalahan tersebut meningkat. Karena perulangan dari algoritma dan seumlah besar perhitungan dilibatkan, Monte Carlo merupakan sebuah metode yang cocok untuk melakukan perhitungan dengan komputer, dengan menggunakan banyak teknik dari simulasi komputer. Bagian ini akan menelaskan tentang teori probabilitas di balik integrasi Monte Carlo. Oleh karena itu akan digunakan contoh hypercube C = [0,) d dengan unit dimensi d. Integrannya adalah sebuah ungsi ( x r ) yang diasumsikan real dan tidak negati dan tentunya dapat diintegrasikan terhadap C. Dengan demikian akan dideinisikan sebagai berikut: I m r m d r ( x) d x =,,3,... = m C Pers (.40) sehingga I adalah integral yang dibutuhkan. Perlu diingat bahwa I m tidak selalu harus tertentu (inite) untuk m. Dalam Monte Carlo, diasumsikan bahwa titik-titik integrasi sebanyak dipilih secara bebas, dari distribusi peluang seragam terhadap C. Hal itu

26 3 r r r berarti bahwa himpunan titik X = { x, x,..., x } di mana integrasi didasarkan, diasumsikan menadi sebuah anggota yang khas dari kelompok himpunan titik-titik tersebut, sedemikian rupa sehingga distribusi peluang yang dikombinasikan menunuk ke kelompok himpunan titik-titik tersebut bersiat seragam, bebas, dan bersitribusi identik. P x, x,...,, ) Pers. (.4) ( x = Rata-rata dari kelompok himpunan di atas akan diambil, diasumsikan bahwa sebuah himpunan titik dari X telah dihasilkan, dan nilai-nilai dari integran ( x r ) sudah dihitung. Hal ini dilambangkan dengan ( x r ), =,,...,. Dari sini kita dapat menghitung analogi diskrit dari integral I m yang dapat dihitung dalam waktu linier: m S m = ( ) Pers. (.4) = Penduga Monte Carlo dari integral tersebut menadi E = S Pers. (.43) ilai harapan E dari himpunan kelompok titik-titik di atas adalah r d r = i = ( x d x = I d E ) i C Pers. (.44) yang mana merupakan integral yang dibutuhkan. Ini adalah basis dari metode Monte Carlo. Kegunaannya terlihat ika kita menghitung ragam dari E

27 3 σ ( E) = E E = ( I I ) Pers. (.45) Karena nilai di atas menurun sealan dengan -, metode Monte Carlo sebenarnya konvergen untuk yang besar. Ingat bahwa O( 0 ), hubungan E, dan E saling menghilangkan: hal ini merupakan sebuah enomena biasa dalam pendugaan ragam enis ini. Ragam σ (E ) diduga dengan penduga error ordo pertama E = S S 3 Pers. (.46) sehingga kita memiliki ( E ) = ( I 4I I I + 8I I I ) σ Pers. (.47) yang mana penduganya adalah E 3 4 ( S 4 S S S + 8S S S ) = Pers. (.48) yang uga dapat dihitung dalam waktu linier; maka kita memiliki 4 4 ( E ) + O( ) E = σ Pers. (.49) Galat dari metode Monte Carlo ini adalah Perlu diketahui bahwa apa yang diduga adalah rata-rata dari squared error, bukan error itu sendiri, dan penguadratan dan perataan tidak menyebabkan perubahan. Karena itu, inilah alasan mengapa penduga berordo dua dikatakan relevan.

28 33 ε = Pers. (.50) n ( x) dx d C i = ( x ) i Jika nilai besar, maka / ε ( ) ( ) n = x x dx dx Pers. (.5) s d c C.6. Metode Simulasi Quasi-Monte Carlo Dalam analisis numerik, sebuah metode quasi-monte Carlo merupakan metode untuk perhitungan integral (atau permasalahan lainnya) yang didasarkan pada barisan bilangan dengan ketidakcocokan/ketidaksesuaian yang rendah (low-discrepancy sequences). Hal inilah yang membedakan metode quasi-monte Carlo dengan metode Monte Carlo yang menggunakan barisan bilangan acak palsu (pseudo-random). Gambar.0 Hasil plotting menggunakan R Language terhadap 000 bilangan quasirandom menurut barisan Sobol (Sobol sequence)

29 34 Monte Carlo dan quasi-monte Carlo dinyatakan dengan cara yang sama. Masalahnya adalah untuk menduga ungsi sebagai rataan dari ungsi yang dievaluasi pada sehimpunan titik-titik x,..., x. d C ( u) du ( x) Pers. (.5) i = di mana C adalah kubus dengan dimensi d, C d = [0,] x... x [0,]. Sehingga masingmasing x i adalah sebuah vektor dari elemen sebanyak d. Dalam metode Monte Carlo, x i adalah bilangan-bilangan pseudo-random. Dalam metode quasi-monte Carlo, himpunan tersebut adalah akibat dari sebuah barisan low-discrepancy atau disebut dengan bilangan quasi-random. Error pendugaan dari metode di atas dibatasi dengan sebuah syarat yang proporsional terhadap ketidaksesuaian (discrepancy) dari himpunan x,..., x, oleh pertidaksamaan Koksma-Hlawka. i = ( x ) ( x) dx V ( ) D ( x ) C d HK Pers. (.53) di mana D ( x ) adalah discrepancy dan ( ) V HK adalah variasi (Hardy Krause). Discrepancy adalah ukuran simpangan dari keseragaman suatu barisan titik-titik dalam D [0,] d =. Discrepancy menyebabkan galat dalam metode quasi-monte Carlo. Discrepancy suatu barisan secara khusus yang digunakan untuk metode quasi-monte Carlo dibatasi oleh sebuah waktu konstan

30 35 ( log ) d Pers. (.54) Sebagai perbandingan, dengan peluang bernilai satu, discrepancy yang diharapkan dari barisan acak seragam (seperti yang digunakan dalam metode Monte Carlo) memiliki ordo konvergensi log log Pers. (.55) menurut hukum dari algoritma teriterasi. Hal ini memperlihatkan bahwa keakuratan dari metode quasi-monte Carlo meningkat lebih cepat dibandingkan dengan metode Monte Carlo. Walau bagaimanapun, menurut Moroko and Calisch (995, p8-30), keuntungan dari quasi-monte Carlo masih di bawah harapan dibandingkan dengan teorinya. amun, masih menurut penelitian Moroko and Calisch, metode quasi-monte Carlo dapat menghasilkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan metode Monte Carlo dengan umlah titik yang sama. Moroko and Calisch menambahkan bahwa keuntungan dari quasi-monte Carlo auh lebih baik ika integrannya halus (smooth) dan umlah dimensi d dari integral adalah kecil. Untuk memperelas, katakanlah terdapat sebuah ungsi D(x) dari himpunan titik yang bertambah dengan ketidakseragamannya. D(x) = 0 teradi ika himpunan titik tersebut seragam sempurna dalam semua pernyataan, situasi yang ideal yang tidak pernah dapat diperoleh untuk himpunan titik apapun. Metode quasi-monte Carlo didasarkan pada penggunaan himpunan titik x yang mana D(x) memiliki beberapa nilai s

31 36 (sangat banyak) yang lebih kecil dari s, nilai yang mungkin diharapkan untuk titik yang bebas, terdistribusi identik, dan seragam yang sebenarnya. Bagaimana menggunakan himpunan titik quasi-random setelah kita memperolehnya? Hal yang pasti adalah dengan terlebih dahulu menentukan di kelompok manakah himpunan quasi-random dari titik x menadi anggota yang khas. Distribusi dengan banyak titik dari himpunan titik P yang demikian tidak lagi merupakan kesatuan yang sederhana, yang akan berarti kebebasan dari titik-titik tersebut di dalam himpunan titiknya. Karena itu, kita tulis distribusi dengan banyak titik sebagai P r r r r r r = Pers. (.56) ( s x, x,..., x ) F ( s; x, x,..., x ) ; di mana kita telah mengantisipasi sebuah aktor / sebelum korelasi dengan banyak titik F. F (s;...) harus simetris total; selain itu kita harus memiliki F k r r r d ( s; x, x,..., x ) F + ( s; x, x,..., x, x + ) d x + K r r = k k k k C r r r Pers. (.57) Untuk memenuhi syarat minimum bahwa integral quasi-monte Carlo haruslah tidak bias, kita harus memiliki P r ( s x ) ; = Pers. (.58) sehingga r r r F ( s; x, x ) d d x = 0 C Pers. (.59) Hal ini membangun siat-siat dari kelompok himpunan titik x yang mana

32 37 seharusnya pendugaan yang dilakukan didasarkan. Kita akan mengindikasikan siat alamiah quasi-monte Carlo mengenai penduga dengan menggunakan (q). Berikut adalah penduga pertama dari integral E ( q) = i = Pers. (.60) Penumlahan akan beralan dari hingga. Berdasarkan rataan (q) terhadap kelompok quasi-random yang telah didiskusikan di atas, kita kemudian memiliki E ( q) = x) P s; r r d r ( x d x = J ( ) ( q) C Pers. (.6) sebagaimana sebelumnya: berdasarkan akta bahwa distribusi satu titik adalah seragam, pendugaan quasi-monte Carlo memang tidak bias sebagaimana yang dimiliki oleh metode Monte Carlo. Perbedaan yang elas antara kedua metode tersebut tampak pada pendugaan error ordo satu. Kita deinisikan r r r r ( x x ) = + F ( s; x, x ) i, α Pers. (.6) i kemudian kita memiliki ( q) σ ( E ) ( ) ( I α ) + O Pers. (.63) q = di mana r r r r d r d r = ( x ) ( x ) α( x, x ) d xd x α Pers. (.64) C dan lainnya.

33 38 Keuntungan dari metode quasi-monte Carlo sekarang menadi elas: ika kita dapat memastikan bahwa α >, yaitu saat x r dan x r dekat pada suatu pengertian, maka error quasi-monte Carlo akan lebih kecil dibandingkan metode Monte Carlo. Sebuah himpunan titik quasi-monte Carlo yang baik adalah himpunan titik yang mana setiap titiknya saling menolak untuk beberapa perluasan. Pendugaan error ordo pertama secara sederhana E ( q) = i = i 3 i = i α Pers. (.65) i Mudah untuk menunukkan bahwa sesungguhnya E ( q) ( q) ( q) σ ( E ) ( ) + O( ) Pers. (.66) = q ragam dari penduga ( q) E dapat dievaluasi menadi σ ( q) 4 3 ( E ) ( i 4 i αi i αi = i k lαikα kl + 4 i k l ikαil 4 4 ) + O( ) α α α α Pers. (.67) i k l i k kl yang mana penduga yang bersesuaian adalah E ( q) = i i α i 7 i = i = i= 4 4 i α i i = + 4 α α + 4 α α i k l ik kl i = i k l ik il

34 39 4 i k l kα kl i = α Pers. (.68).6.. Barisan Sobol (Sobol Sequence) Barisan Sobol (Sobol sequence) dihasilkan dari sebuah himpunan bilangan pecahan biner khusus sepanang w bit,,,..., d. Bilangan v i disebut direction numbers. v i dengan i =,,..., w dan = Untuk menghasilkan direction numbers untuk dimensi, digunakan sebuah polinom primiti (tidak dapat disederhanakan lagi) terhadap bidang F dengan elemen {0, }. Polinom primiti tersebut dalam dimensi akan menadi q q ( x) x + a x + + a x p = K q + Pers. (.69) Direction numbers tersebut dalam dimensi dihasilkan menggunakan hubungan q berulang berikut i i i q i q + i q i q q ( v ) v = a v a v K a v v Pers. (.70) di mana i > q. menandakan operasi XOR. Bilangan v w, v w,..., v q w masing-masing dapat berupa bilangan integer ganil lebih kecil dari,,..., dan q. Barisan Sobol w i x n ( n = i = b 0 i, b i {0, }) dalam dimensi dihasilkan oleh x n = b v bv K b v w w Pers. (.7) Sebuah polinom primiti yang berbeda harus digunakan untuk

35 menghasilkan barisan Sobol di masing-masing dimensi. 40

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Ganda Teknik Informatika dan Statistika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Genap 2005/2006 ANALISIS PERBANDINGAN METODE ROMBERG, METODE GAUSS-LEGENDRE, METODE SIMULASI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. untuk menjual atau membeli aset pada waktu tertentu dengan harga yang telah

BAB 2 LANDASAN TEORI. untuk menjual atau membeli aset pada waktu tertentu dengan harga yang telah BAB LANDASAN TEORI. Option Option merupakan sebuah kontrak yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menual atau membeli aset pada waktu tertentu dengan harga yang telah disepakati. Yang akan dibahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Integral Integral merupakan invers atau kebalikan dari differensial. Integral terdiri dari dua macam yakni integral tentu dan integral tak tentu. Integral

Lebih terperinci

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Firdi Mulia - 13507045 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Sangat cepatnya perkembangan tersebut tidak lepas karena dukungan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Sangat cepatnya perkembangan tersebut tidak lepas karena dukungan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sangat cepatnya perkembangan tersebut tidak lepas karena dukungan dari

Lebih terperinci

PERFORMANSI METODE TRAPESIUM DAN METODE GAUSS-LEGENDRE DALAM PENYELESAIAN INTEGRAL DENGAN METODE NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB.

PERFORMANSI METODE TRAPESIUM DAN METODE GAUSS-LEGENDRE DALAM PENYELESAIAN INTEGRAL DENGAN METODE NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB. Volume 5, Nomor, September 06 ISSN 978-660 PERFORMANSI METODE TRAPESIUM DAN METODE GAUSS-LEGENDRE DALAM PENYELESAIAN INTEGRAL DENGAN METODE NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN MATLAB Oleh : MEILANY

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Analisis Perbandingan Seperti yang telah dinyatakan dalam subbab 3.3.1, tahap pertama ini ditujukan untuk menguji ketepatan suatu metode dalam melakukan perhitungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu II. TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi Weibull Distribusi Weibull adalah distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu hidup dalam tekhnik ketahanan. Distribusi ini adalah distribusi serbaguna yang dapat

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN. Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi

POKOK BAHASAN. Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi POKOK BAHASAN Pendahuluan Metode Numerik Solusi Persamaan Non Linier o Metode Bisection o Metode False Position o Metode Newton Raphson o Metode Secant o Metode Fixed

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2 Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui deraat hubungan linear antara satu variabel dengan variabel lain (Algifari, 997)

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO

PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO Ermawati i, Puji Rahayu ii,, Faihatus Zuhairoh iii i Dosen Jurusan Matematika FST UIN Alauddin

Lebih terperinci

BAB V DISTRIBUSI NORMAL. Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran.

BAB V DISTRIBUSI NORMAL. Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran. BAB V DISTRIBUSI NORMAL Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran. Manfaat: Memberikan metode distribusi normal yang benar saat melakukan proses pengukuran.

Lebih terperinci

Penerapan Integrasi Numerik pada Medan Magnet karena Arus Listrik

Penerapan Integrasi Numerik pada Medan Magnet karena Arus Listrik Penerapan Integrasi Numerik pada Medan Magnet karena Arus Listrik Rianto Fendy Kristanto - 13507036 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

Analisis Numerik Integral Lipat Dua Fungsi Trigonometri Menggunakan Metode Romberg

Analisis Numerik Integral Lipat Dua Fungsi Trigonometri Menggunakan Metode Romberg Analisis Numerik Integral Lipat Dua Fungsi Trigonometri Menggunakan Metode Romberg Numerical Analysis of Double Integral of Trigonometric Function Using Romberg Method ABSTRAK Umumnya penyelesaian integral

Lebih terperinci

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1 Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 KONTRAK KULIAH METODE NUMERIK TEKNIK INFORMATIKA S1 3 SKS Mohamad Sidiq MATERI PERKULIAHAN SEBELUM-UTS Pengantar Metode Numerik Sistem

Lebih terperinci

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA)

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) 37 Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) VI.1 Probabilitas Integral (Integral Kumulatif) Ketika menganalisis distribusi probabilitas,

Lebih terperinci

-LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ

-LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ -LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ agustina.mipa@unej.ac.id Konsep Limit Fungsi mendasari pembentukan kalkulus dierensial dan integral. Konsep ini

Lebih terperinci

PERAMALAN JUMLAH KENDARAAN DI DKI JAKARTA DENGAN JARINGAN BACKPROPAGATION

PERAMALAN JUMLAH KENDARAAN DI DKI JAKARTA DENGAN JARINGAN BACKPROPAGATION PERAMALAN JUMLAH KENDARAAN DI DKI JAKARTA DENGAN JARINGAN BACKPROPAGATION (Forecast The Number of Vehicle in Jakarta Using Backpropagation Neural Net ) Zumrotus Sya diyah Universitas Darussalam Ambon,

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM) II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode Regresi Analisis regresi merupakan bagian dalam analisis statistika yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah tidak bebas (respon) dengan satu atau beberapa peubah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE NUMERIK

PENDAHULUAN METODE NUMERIK PENDAHULUAN METODE NUMERIK TATA TERTIB KULIAH 1. Bobot Kuliah 3 SKS 2. Keterlambatan masuk kuliah maksimal 30 menit dari jam masuk kuliah 3. Selama kuliah tertib dan taat aturan 4. Dilarang makan dan minum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan TINJAUAN PUSTAKA Penduga Titik dan Selang Kepercayaan Penduga bagi parameter populasi ada dua jenis, yaitu penduga titik dan penduga selang atau disebut sebagai selang kepercayaan. Penduga titik dari suatu

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA MDP

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA MDP METODE NUMERIK Disusun oleh Ir. Sudiadi, M.M.A.E. Ir. Rizani Teguh, MT SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA MDP 2015 Metode Numerik i KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

BAB III REGRESI SPLINE = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah

BAB III REGRESI SPLINE = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah BAB III REGRESI SPLINE 3.1 Fungsi Pemulus Spline yaitu Fungsi regresi nonparametrik yang telah dituliskan pada bab sebelumnya = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah faktor

Lebih terperinci

KONSISTENSI ESTIMATOR

KONSISTENSI ESTIMATOR KONSISTENSI ESTIMATOR TUGAS STATISTIKA MATEMATIKA II Oleh 1. Wahyu Nikmatus S. (121810101010) 2. Vivie Aisyafi F. (121810101050) 3. Rere Figurani A. (121810101052) 4. Dwindah Setiari W. (121810101054)

Lebih terperinci

Aplikasi Aljabar Lanjar pada Metode Numerik

Aplikasi Aljabar Lanjar pada Metode Numerik Aplikasi Aljabar Lanjar pada Metode Numerik IF223 Aljabar Geometri Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Informatika, STEI-ITB Rinaldi Munir - IF223 Aljabar Geometri Apa itu Metode Numerik? Numerik: berhubungan

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinauan Pustaka 2.1.1 Riset Operasi Penelitian Operasi atau Operations Research mulai berkembang pada masa Perang Dunia II, dimana pada waktu itu angkatan perang Inggris membentuk

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

ISBN. PT SINAR BARU ALGENSINDO

ISBN. PT SINAR BARU ALGENSINDO Drs. HERI SUTARNO, M. T. DEWI RACHMATIN, S. Si., M. Si. METODE NUMERIK DENGAN PENDEKATAN ALGORITMIK ISBN. PT SINAR BARU ALGENSINDO PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS FUZZY UNTUK PERMASALAHAN PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN VARIABEL TRAPEZOIDAL FUZZY

METODE SIMPLEKS FUZZY UNTUK PERMASALAHAN PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN VARIABEL TRAPEZOIDAL FUZZY Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 01 No. 1 (2012) hal 23 30. METODE SIMPLEKS FUZZY UNTUK PERMASALAHAN PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN VARIABEL TRAPEZOIDAL FUZZY Anastasia Tri Afriani

Lebih terperinci

Turunan Fungsi dan Aplikasinya

Turunan Fungsi dan Aplikasinya Bab 8 Sumber: www.duniacyber.com Turunan Fungsi dan Aplikasinya Setelah mempelajari bab ini, Anda harus mampu menggunakan konsep, siat, dan aturan dalam perhitungan turunan ungsi; menggunakan turunan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Normal Salah satu distribusi frekuensi yang paling penting dalam statistika adalah distribusi normal. Distribusi normal berupa kurva berbentuk lonceng setangkup yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. FisikaKomputasi i -FST Undana

KATA PENGANTAR. FisikaKomputasi i -FST Undana Disertai Flowchart, Algoritma, Script Program dalam Pascal, Matlab5 dan Mathematica5 Ali Warsito, S.Si, M.Si Jurusan Fisika, Fakultas Sains & Teknik Universitas Nusa Cendana 2009 KATA PENGANTAR Buku ajar

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH KODE / SKS PROGRAM STUDI : REKAYASA KOMPUTASIONAL (d/h Metode Numerik) : TI / 2 SKS : TEKNIK INFORMAA Pertemu Pokok Bahasan an ke dan 1 Pendahuluan-1 Agar mahasiswa

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 17 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

Hanif Fakhrurroja, MT

Hanif Fakhrurroja, MT Pertemuan 2 Model-Model Riset Operasional Hanif Fakhrurroja, MT PIKSI GANESHA, 2013 Hanif Fakhrurroja @hanifoza hanifoza@gmail.com Pendahuluan Pendahuluan Model Dalam Riset Operasional Sebuah model keputusan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Metode Numerik Bobot Mata Kuliah : 3 Sks Deskripsi Mata Kuliah : Unified Modelling Language; Use Case Diagram; Class Diagram dan Object Diagram;

Lebih terperinci

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2.

MOTIVASI. Secara umum permasalahan dalam sains dan teknologi digambarkan dalam persamaan matematika Solusi persamaan : 1. analitis 2. KOMPUTASI NUMERIS Teknik dan cara menyelesaikan masalah matematika dengan pengoperasian hitungan Mencakup sejumlah besar perhitungan aritmatika yang sangat banyak dan menjemukan Diperlukan komputer MOTIVASI

Lebih terperinci

PENARIKAN SAMPEL & PENDUGAAN PARAMETER

PENARIKAN SAMPEL & PENDUGAAN PARAMETER PENARIKAN SAMPEL & PENDUGAAN PARAMETER Arti Penarikan Sampel Populasi ( Universe) adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti

Lebih terperinci

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Dewita Sonya Tarabunga - 13515021 Program Studi Tenik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

Menurut Ming-Hsuan, Kriegman dan Ahuja (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah sistem pengenalan wajah dapat digolongkan sebagai berikut:

Menurut Ming-Hsuan, Kriegman dan Ahuja (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah sistem pengenalan wajah dapat digolongkan sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan berbagai landasan teori yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini dan menguraikan hasil studi literatur yang telah dilakukan penulis. Bab ini terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan secara numerik. Perhitungan secara analitik dilakukan untuk menyelesaikan integral pada fungsi

Lebih terperinci

Prakata Hibah Penulisan Buku Teks

Prakata Hibah Penulisan Buku Teks Prakata Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadhirat Allah SwT, atas hidayah dan kekuatan yang diberikannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan buku Pengantar Komputasi Numerik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Surakarta pada kelas XI semester tahun aaran 015/016 karena

Lebih terperinci

Karakteristik Limit dari Proses Kelahiran dan Kematian

Karakteristik Limit dari Proses Kelahiran dan Kematian Karakteristik Limit dari Proses Kelahiran dan Kematian Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Proses Stokastik Disusun oleh : Saidun Nariswari Setya Dewi Lisa Apriana Marvina Puspito Nita Eka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi

Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi 31 Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi V.1 Mengenal Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) adalah sebuah metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia. INTEGRASI NUMERIK TANPA ERROR UNTUK FUNGSI-FUNGSI TERTENTU Irma Silpia 1, Syamsudhuha, Musraini M. 1 Mahasiswi Jurusan Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Pengantar Metode Numerik

Pengantar Metode Numerik Pengantar Metode Numerik Metode numerik adalah teknik dimana masalah matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan oleh pengoperasian matematika. Metode numerik menggunakan perhitungan

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAPOLASI UNTUK MENYELESAIKAN FUNGSI INTEGRAL TENTU NIRSAL

PENGGUNAAN EKSTRAPOLASI UNTUK MENYELESAIKAN FUNGSI INTEGRAL TENTU NIRSAL PENGGUNAAN EKSTRAPOLASI UNTUK MENYELESAIKAN FUNGSI INTEGRAL TENTU NIRSAL Dosen Tetap Yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo E-Mail: nirsal_uncpftkom@yahoo.co.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

Pengertian Fungsi. MA 1114 Kalkulus I 2

Pengertian Fungsi. MA 1114 Kalkulus I 2 Fungsi Pengertian Fungsi Relasi : aturan yang mengawankan himpunan Fungsi Misalkan A dan B himpunan. Relasi biner dari A ke B merupakan suatu ungsi jika setiap elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

Pengembangan Model Simulasi, oleh Hotniar Siringoringo 1

Pengembangan Model Simulasi, oleh Hotniar Siringoringo 1 Simulasi kejadian diskrit memodelkan sistem yang berubah sesuai waktu melalui suatu representasi dimana variabel status berubah secara langsung pada titik terpisah dalam waktu. Titik terpisah dalam waktu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) Nama Mata Kuliah : Metode Numerik Kode Mata Kuliah : TI 016 Bobot Kredit : 3 SKS Semester Penempatan : III Kedudukan Mata Kuliah : Mata Kuliah Keilmuan Keterampilan Mata

Lebih terperinci

METODE NUMERIK SEMESTER 3 2 JAM / 2 SKS. Metode Numerik 1

METODE NUMERIK SEMESTER 3 2 JAM / 2 SKS. Metode Numerik 1 METODE NUMERIK SEMESTER 3 2 JAM / 2 SKS Metode Numerik 1 Materi yang diajarkan : 1. Pendahuluan - latar belakang - mengapa dan kapan menggunakan metode numerik - prinsip penyelesaian persamaan 2. Sistim

Lebih terperinci

V ILUSTRASI ( ) ( ), 0 (37) (Bukti : lihat Lampiran 7) Untuk strategi perdagangan tersebut diperoleh: (Bukti : lihat Lampiran 8)

V ILUSTRASI ( ) ( ), 0 (37) (Bukti : lihat Lampiran 7) Untuk strategi perdagangan tersebut diperoleh: (Bukti : lihat Lampiran 8) 4 4 4 4 4 4 X (Bukti : lihat Lampiran 7) Untuk strategi perdagangan tersebut diperoleh: 1 1 4 4 4 4 4 4 X n 1 4 4 4 4 4 4 X untuk 1,..., dengan n 0 untuk setiap sepanang X 0 (Bukti : lihat Lampiran ) Untuk

Lebih terperinci

Bagian 2 Turunan Parsial

Bagian 2 Turunan Parsial Bagian Turunan Parsial Bagian Turunan Parsial mempelajari bagaimana teknik dierensiasi diterapkan untuk ungsi dengan dua variabel atau lebih. Teknik dierensiasi ini tidak hana akan diterapkan untuk ungsi-ungsi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI Perbandingan Beberapa Metode Numerik dalam Menghitung Nilai Pi Aditya Agung Putra (13510010)1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KALKULUS UNTUK MAHASISWA 9 CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Dalam Uraian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Analisis Regresi Perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, namun perubahan nilai variabel itu dapat disebabkan oleh berubahnya variabel lain yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri wilayah Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Subek penelitian

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

x j dan HASIL DAN PEMBAHASAN

x j dan HASIL DAN PEMBAHASAN Kategori sedang (S) ika nilai rata-rata peubah ke- pada gerombol berada diantara nilai ( x - s ) dan ( x + s ). Kategori rendah (R) ika nilai rata-rata peubah ke- pada gerombol berada dibawah nilai ( x

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

Penggunaan Aturan Trapezoidal (Aturan Trapesium), dan Aturan Simpson Sebagai Hampiran Dalam Integral Tentu

Penggunaan Aturan Trapezoidal (Aturan Trapesium), dan Aturan Simpson Sebagai Hampiran Dalam Integral Tentu Penggunaan Aturan Trapezoidal (Aturan Trapesium), dan Aturan Simpson Sebagai Hampiran Dalam Integral Tentu Fendi Al Fauzi 15 Desember 1 1 Pengantar Persoalan yang melibatkan integral dalam kalkulus ada

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Pencocokan Kurva Permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Repeated Measurement Dalam repeated measurement setiap perlakuan menunjukkan pengukuran terhadap satu sampel (unit eksperimen ) atau beberapa sampel yang memiliki karakter sama

Lebih terperinci

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data 24 Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data IV.1 Mengenal Metode Monte Carlo Distribusi probabilitas digunakan dalam menganalisis sampel data. Sebagaimana kita ketahui,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

MENGHITUNG VOLUME CADANGAN DENGAN CARA NUMERIK

MENGHITUNG VOLUME CADANGAN DENGAN CARA NUMERIK MENGHITUNG VOLUME CADANGAN DENGAN CARA NUMERIK Indun Titisariwati 1 1 Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta e-mail: indun.titisariwati@yahoo.com Abstrak Di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SMP Negeri di Kabupaten Klaten yang menggunakan kurikulum KTSP 006.. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

INTEGRASI NUMERIK DENGAN METODE KUADRATUR GAUSS-LEGENDRE MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERPOLASI HERMITE DAN POLINOMIAL LEGENDRE

INTEGRASI NUMERIK DENGAN METODE KUADRATUR GAUSS-LEGENDRE MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERPOLASI HERMITE DAN POLINOMIAL LEGENDRE Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 148 153 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND INTEGRASI NUMERIK DENGAN METODE KUADRATUR GAUSS-LEGENDRE MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERPOLASI HERMITE DAN

Lebih terperinci

BAB III KALMAN FILTER DISKRIT. Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma)

BAB III KALMAN FILTER DISKRIT. Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma) BAB III KALMAN FILTER DISKRIT 3.1 Pendahuluan Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma) yang memberikan perhitungan efisien dalam mengestimasi state proses, yaitu dengan

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

MODEL-MODEL LEBIH RUMIT

MODEL-MODEL LEBIH RUMIT MAKALAH MODEL-MODEL LEBIH RUMIT DISUSUN OLEH : SRI SISKA WIRDANIYATI 65 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 04 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Lebih terperinci

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi Bab V Aplikasi Selain aplikasi yang sudah diperkenalkan di bab I, teori variabel kompleks masih memiliki banyak ragam aplikasi lainnya. Beberapa di antaranya akan dibahas di dalam bab ini. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis Regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana memodelkan sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu

Lebih terperinci

Matematika Lanjut 2 SISTIM INFORMASI FENI ANDRIANI

Matematika Lanjut 2 SISTIM INFORMASI FENI ANDRIANI Matematika Lanjut SISTIM INFORMASI FENI ANDRIANI . SOLUSI PERSAMAAN NON LINIER Metode Biseksi Fungsi kontinu pada [a,b] Akarnya = p & p [a,b] Untuk setiap iterasi akan membagi interval yang memuat = p

Lebih terperinci

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-2

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-2 METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1 Mohamad Sidiq PERTEMUAN-2 SISTEM BILANGAN DAN KESALAHAN METODE NUMERIK TEKNIK INFORMATIKA S1 3 SKS Mohamad Sidiq MATERI PERKULIAHAN SEBELUM-UTS Pengantar Metode

Lebih terperinci

Metode Numerik. Muhtadin, ST. MT. Metode Numerik. By : Muhtadin

Metode Numerik. Muhtadin, ST. MT. Metode Numerik. By : Muhtadin Metode Numerik Muhtadin, ST. MT. Agenda Intro Rencana Pembelajaran Ketentuan Penilaian Deret Taylor & McLaurin Analisis Galat 2 Metode Numerik & Teknik Komputasi - Intro 3 Tujuan Pembelajaran Mahasiswa

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Statistika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Statistika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, penyajian, analisis dan interpretasi data. Statistika

Lebih terperinci

Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Padan Kata...

Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Padan Kata... Daftar Isi Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Padan Kata... iii v xi 1. Metode Numerik Secara Umum... 1 1.1 Metode Analitik versus Metode Numerik... 4 1.2 Metode Numerik dalam Bidang Rekayasa... 6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi pertama kali dikembangkan oleh Sir Francis Galton pada abad ke-19. Analisis regresi dengan satu peubah prediktor dan satu peubah

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Integral merupakan salah satu dari dua operasi utama dalam kalkulus. Jauh sebelum integral diperkenalkan, para matematikawan telah lebih dulu mengembangkan

Lebih terperinci