Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Matriks. Ahmad Muchlis"

Transkripsi

1 Analisis Matriks Ahmad Muchlis January 22, 2014

2 2 Notasi Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n dinyatakan dengan C m n [R m n ]. Huruf kapital cetak tebal digunakan untuk menyatakan sebuah matriks. Padanan huruf kecil cetak normal dari sebuah nama matriks digunakan untuk menyatakan komponen matriks tersebut. Persisnya, jika A menyatakan sebuah matriks, maka komponen pada baris ke-i kolom ke-j matriks A kita nyatakan dengan a ij. Dalam hal tersebut kita tuliskan juga A = [a ij ]. Satu-satunya kekecualian adalah penggunaan simbol nol, 0, untuk menyatakan matriks yang semua komponennya adalah bilangan 0. Matriks identitas dinyatakan dengan I. Bilamana diperlukan, ukuran matriks diberikan sebagai subskrip. Sebagai contoh, 0 m,n menyatakan matriks nol berukuran m n, sedangkan I k menyatakan matriks identitas k k. Huruf kecil cetak tebal digunakan untuk menyatakan vektor. Seringkali, ketika mengatakan vektor, yang kita maksud adalah matriks kolom, yaitu matriks m 1, untuk m yang relevan. Unsur ke-i basis baku kita nyatakan dengan e i. Jadi, e i adalah vektor kolom yang semua komponennya adalah 0, kecuali komponen ke-i yang bernilai 1. Transpos matriks A dituliskan sebagai A t. Sedangkan transpos konyugat matriks A, yaitu matriks yang diperoleh dengan mengganti setiap komponen A t dengan konyugat kompleksnya, dituliskan sebagai A t atau dengan lebih singkat sebagai A. Himpunan semua nilai eigen matriks persegi A kita tuliskan sebagai sp(a). Sedangkan radius spektral, yaitu modulus terbesar nilai-nilai eigen, matriks A kita tuliskan sebagai ρ(a). Himpunan semua kombinasi linier vektor-vektor u 1, u 2,..., u k dinyatakan dengan notasi u 1, u 2,..., u k.

3 1 Matriks Normal Teorema Spektral telah memberikan kaitan antara matriks Hermite dengan diagonalisasi oleh matriks uniter yang menghasilkan matriks diagonal real. Matriks seperti apa yang terkait dengan diagonalisasi oleh matriks uniter secara umum? Pertanyaan ini menjadi fokus perhatian kita dalam bab pertama ini. 1.1 Matriks Permutasi Bab ini kita awali dengan mempelajari sebuah kelas matriks sederhana. Definisi Misalkan P matriks berukuran n n. Kita katakan P matriks permutasi jika setiap baris dan setiap kolom P memuat tepat satu komponen taknol dan komponen taknol tersebut adalah 1. Dari definisi di atas, jelas bahwa matriks identitas adalah sebuah matriks permutasi. Selanjutnya, perhatikan bahwa semua baris setiap matriks permutasi adalah baris-baris matriks identitas. Dua baris berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua baris berbeda pada matriks identitas. Demikian pula, semua kolom setiap matriks permutasi adalah kolom-kolom matriks identitas. Dua kolom berbeda pada sebuah matriks permutasi adalah dua kolom berbeda pada matriks identitas. Misalkan P matriks permutasi berukuran n n. Untuk i = 1, 2,..., n, misalkan komponen 1 baris ke-i matriks P terletak di posisi (kolom) t i. Ini berarti bahwa baris tersebut adalah baris ke-t i pada matriks identitas. Dengan kata lain, baris ke-i matriks P adalah e t t i. Pengaitan i t i memberikan pemetaan σ : {1, 2,..., n} {1, 2,..., n}: σ(i) = t i. Karena dua 3

4 4 1. MATRIKS NORMAL baris berbeda P adalah dua baris berbeda pada matriks identitas, maka pemetaan σ ini bersifat satu-satu, dan akibatnya juga bersifat pada. Jadi σ adalah permutasi pada {1, 2,..., n}. Sebaliknya, dari setiap permutasi σ pada {1, 2,..., n} kita memperoleh secara tunggal matriks permutasi P = [p ij ], yaitu dengan mengambil p ij = δ jσ(i), dimana δ menyatakan 1, jika l = k delta Kronecker: δ kl =. Hal ini menunjukkan korespondensi satu-satu antara himpunan semua permutasi pada {1, 2,..., n} 0, jika l k. dengan himpunan semua matriks permutasi berorde n. Untuk selanjutnya, matriks permutasi yang berkaitan dengan permutasi σ kita tuliskan sebagai P σ. Ini berarti, komponen 1 baris ke-i matriks P σ terletak pada kolom ke-σ(i), i = 1, 2,..., n. Kita akan lihat berikut ini aksi perkalian matriks permutasi terhadap matriks. Misalkan u = u 1 u 2. Cn. Maka P σ u = u n u σ(1) u σ(2). u σ(n). Sebagai konsekuensinya, mengalikan matriks P σ di sebelah kiri matriks A C n m berarti melakukan permutasi σ terhadap baris-baris A. Bekerja menurut kolom, untuk j = 1, 2,..., n, komponen 1 pada kolom ke-j matriks P σ terletak di posisi (baris) σ 1 (j); dengan kata lain, kolom ke-j matriks P σ adalah e σ 1 (j). ] Misalkan v C n dan v t = [v 1 v 2 v n. Maka v t P σ = [ ] v σ 1 (1) v σ 1 (2) v σ 1 (n). Dengan demikian, mengalikan matriks P di sebelah kanan matriks B C m n berarti melakukan permutasi σ 1 terhadap kolom-kolom B. Misalkan σ dan τ dua permutasi pada {1, 2,..., n}. Maka P σ = e t σ(1) e t σ(2). e t σ(n)

5 1.1. MATRIKS PERMUTASI 5 dan P τ = e t τ(1) e t τ(2).. Selanjutnya, untuk i = 1, 2,..., n, baris ke-i matriks e t τ(n) P σ P τ adalah baris ke-σ(i) matriks P τ, yaitu baris e t τ(σ(i)). Jadi, P σp τ = e t (τ σ)(1) e t (τ σ)(2). e t (τ σ)(n), yaitu matriks permutasi P τ σ. Fakta-fakta di atas dapat kita pahami sebagai berikut. Aksi perkalian matriks permutasi memberikan pemetaan dari himpunan baris-baris matriks ke himpunan yang sama. Kemudian, fakta bahwa P σ P τ = P τ σ menegaskan bahwa perkalian dua matriks permutasi merepresentasikan komposisi dua permutasi. Dari baris-baris dan kolom-kolom P σ kita peroleh ] P t σ = [e σ(1) e σ(2) e σ(n) = e t σ 1 (1) e t σ 1 (2). e t σ 1 (n) Fakta-fakta di atas cukup bagi kita untuk menyimpulkan tiga sifat berikut. Sifat Untuk setiap permutasi σ berlaku P t σ = P σ 1.. Akibat Untuk setiap permutasi σ berlaku P t σ = P 1 σ. Akibat Jika A C n n, maka P σ AP t σ diperoleh dari A dengan melakukan permutasi σ sekaligus kepada baris-baris dan kolom-kolom A. Akibat mengatakan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks ortogonal. Karena matriks permutasi adalah matriks real, maka setiap matriks permutasi juga adalah matriks uniter. Permutasi π k pada {1, 2,..., k} dengan π k (i) = i + 1, i = 1, 2,..., k 1, dan π k (k) = 1 adalah sebuah siklus dengan panjang k. Matriks permutasi k k yang berkaitan dengan siklus memiliki arti penting. Pertama, setiap permutasi adalah komposisi sejumlah permutasi siklis yang saling lepas. Misalkan σ permutasi pada {1, 2,..., n}. Perhatikan

6 6 1. MATRIKS NORMAL bahwa terdapat bilangan asli terkecil k yang memenuhi σ k (1) = 1. Kita dapat mengubah urutan 1, 2,..., n untuk meletakkan 1, σ(1), σ 2 (1),..., σ k 1 di muka. Kemudian lakukan perubahan urutan dengan cara serupa kepada bilangan-bilangan lainnya, sampai semua bilangan 1, 2,..., n selesai diurutkan. ( ) Contoh. Pada permutasi τ = berlaku τ 3 (1) = , τ 2 (3) = 3 dan τ 2 (4) = 4. Maka kita dapat mengambil urutan baru 1, 2, 6, 3, 5, 4, 7 yang berasal dari urutan 1, τ(1), τ 2 (1), 3, τ(3), 4, τ(4). Selanjutnya, kita memperoleh matriks baru dengan melakukan penyusunan ulang baris-baris dan kolom-kolom matriks permutasi yang diberikan sesuai dengan urutan baru bilangan-bilangan 1, 2,..., n. Tindakan ini tidak lain dari melakukan permutasi yang sama kepada baris-baris dan kolomkolom matriks permutasi yang diberikan. Dalam bahasa matriks, tindakan ini adalah perkalian dengan sebuah matriks permutasi di sebelah kiri dan dengan transpos matriks permutasi terakhir tersebut di sebelah kanan. Karena matriks permutasi adalah matriks ortogonal, matriks permutasi semula serupa dengan matriks baru yang kita peroleh. Perhatikan bahwa matriks baru yang kita peroleh adalah matriks permutasi juga. Bentuk matriks baru ini adalah matriks blok diagonal dengan komponen-komponen diagonal utama berupa matriks permutasi siklus. Dengan demikian, setiap matriks permutasi dapat dituliskan sebagai perkalian P 1 diag(s 1, S 2,..., S l )P, untuk suatu matriks permutasi P dan matriks-matriks permutasi siklus S 1, S 2,..., S l. Akibatnya, nilai-nilai dan vektor-vektor eigen matriks permutasi dapat diperoleh melalui nilai-nilai dan vektor-vektor eigen matriks siklus. ( ) Contoh. Matriks permutasi untuk τ = di atas serupa dengan matriks diag(s 1, S 2, S 3 ), dengan [ ] 0 1 S 1 = dan S 2 = S 3 = Nilai penting kedua adalah bahwa matriks permutasi siklus C = P πn = [e n e 1 e 2 e n 1 ] membangun kelas matriks sirkulan, yaitu matriks yang merupakan kombinasi linier dari {I, C, C 2,..., C n 1 }. Oleh karena itu, matriks C dikenal juga dengan nama matriks sirkulan fundamental. Berikut ini, kita tentukan nilai-nilai dan vektor-vektor eigen C.

7 1.2. MATRIKS NORMAL 7 Sifat Polinom karakteristik C adalah c(t) = t n 1. Bukti: Dengan ekspansi pada kolom pertama, kita dapatkan t t det(ti C) = det t t = t t n 1 + ( 1) n+1 ( 1)( 1) n 1 = t n 1. Dengan demikian, nilai-nilai eigen C adalah semua akar-pangkat-n dari 1. Dalam bentuk polar, akar-akar-pangkat-n dari 1 adalah 1, ω, ω 2,..., ω n 1, dimana ω = e 2πi/n. Teorema berikut dapat kita buktikan dengan menghitung langsung. Teorema Untuk i = 0, 1,..., n 1, ω i adalah nilai eigen C dengan 1 ω i vektor eigen berupa kelipatan w i = ω 2i.. ω (n 1)i Sebagai akibatnya, C = F diag(1, ω, ω 2,..., ω n 1 ) F 1, dimana F = [w 0 w 1 w n 1 ]. Perhatikan bahwa F F = ni n. Dengan demikian, C adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak semuanya real yang dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Fakta di atas bersama-sama dengan dua fakta bahwa (i) setiap matriks permutasi adalah matriks uniter, dan (ii) setiap matriks permutasi serupa, oleh matriks permutasi, dengan matriks blok diagonal yang komponenkomponen diagonalnya adalah matriks permutasi siklus atau [1], membawa kita kepada kesimpulan bahwa setiap matriks permutasi adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak harus semuanya real yang dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. 1.2 Matriks Normal Sebagai konsekuensi Teorema Spektral, kita ketahui bahwa setiap matriks Hermite dapat didiagonalkan oleh matriks uniter dan bahwa semua nilai

8 8 1. MATRIKS NORMAL karakteristik matriks Hermite adalah real. Dengan kata lain, setiap matriks Hermite A dapat dituliskan sebagai A = UDU, dimana U adalah matriks uniter dan D adalah matriks diagonal real. Kita juga dapat dengan mudah menunjukkan keberlakuan pernyataan sebaliknya: setiap matriks berbentuk UDU, dengan U suatu matriks uniter dan D suatu matriks diagonal real, adalah matriks Hermite. Dengan demikian, pendiagonalan oleh matriks uniter menjadi matriks diagonal real adalah karakteristik matriks Hermite. Pada subbab terdahulu, telah kita lihat bahwa matriks permutasi dapat didiagonalkan oleh matriks uniter, tetapi ia tidak mesti matriks Hermite. Pertanyaan yang dapat diajukan disini adalah kelas matriks mana yang memiliki karakteristik dapat didiagonalkan oleh matriks uniter? Pertama-tama, perhatikan bahwa jika A C n n dapat didiagonalkan oleh matriks uniter, yaitu A = UDU, untuk suatu matriks uniter U dan matriks diagonal D, maka AA = (UDU )(UDU ) = (UDU )(UDU ) = UDDU = UDDU = (UDU )(UDU ) = (UDU ) (UDU ) = A A. Definisi Misalkan A C n n. Kita katakan A matriks normal jika AA = A A. Perhatikan bahwa matriks Hermite, matriks permutasi dan matriks uniter adalah matriks-matriks normal. Berdasarkan diskusi sebelum Definisi 1.2.1, sifat normal adalah syarat perlu agar sebuah matriks dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Lebih lanjut, sifat normal juga ternyata merupakan syarat cukup untuk itu. Dengan demikian, kita memperoleh karakterisasi berikut. Teorema Misalkan A C n n. Maka A dapat didiagonalkan oleh matriks uniter jika dan hanya jika A matriks normal. Bukti: Kita cukup membuktikan bahwa jika A matriks normal, maka A dapat didiagonalkan oleh matriks uniter. Pertama-tama, implikasi ini benar untuk kasus A = 0. Selanjutnya, asumsikan A 0 dan kita gunakan induksi pada n untuk membuktikan implikasi.

9 1.2. MATRIKS NORMAL 9 Misalkan A C 2 2 matriks normal. Misalkan λ C nilai eigen A dengan vektor eigen u C 2 yang memenuhi u u = 1. Pilih[ v C] 2 sehingga U = [u v] C 2 2 λ α uniter. Perhatikan bahwa A = U U, untuk 0 β suatu α, β C. Dari kenormalan A kita peroleh [ ] [ ] ( [ ] ) ( [ ] ) λ α λ 0 U U λ α = U U λ 0 U U 0 β α β 0 β α β = AA ( [ = A ] A ) ( [ ] ) λ 0 = U U λ α U U α β 0 β [ ] [ ] λ 0 λ α = U U. α β 0 β Dengan mencoret U dan U di kedua ruas, kita peroleh [ ] [ ] λλ + αα αβ λλ λα =. βα ββ αλ αα + ββ Dengan menyamakan komponen pada [ baris ] pertama kolom pertama, kita λ 0 peroleh α = 0, sehingga A = U U. Jadi A didiagonalkan oleh 0 β matriks uniter. Misalkan n > 2 dan pernyataan teorema benar untuk semua matriks berorde n 1. Misalkan A C n n matriks normal. Misalkan λ C nilai eigen A dengan vektor eigen u C 2 yang memenuhi ] u u = 1. Pilih v 2, v 3,..., v n C n sehingga X = [u v 2 v 3 v n C n n uniter. Perhatikan bahwa [ ] λ y A = X X, untuk suatu y C n 1 dan B C (n 1) (n 1). Kita 0 B peroleh y = 0 dan BB = B B (rincian [ pembuktian ] diberikan sebagai λ 0 Soal Latihan 9). Akibatnya, A = X X dan B matriks normal. 0 B Dari hipotesis induksi, B = U 1 D 1 U 1, untuk suatu matriks [ uniter ] U 1 dan matriks diagonal D 1 di C (n 1) (n 1) 1 0. Pilih U = X dan D = 0 U 1 diag (λ, D 1 ) di C n n. Maka U matriks uniter, D matriks diagonal dan A = UDU (tuliskan rincian penjelasan untuk kesimpulan-kesimpulan ini). Jadi A didiagonalkan oleh matriks uniter.

10 10 1. MATRIKS NORMAL Dari pembuktian di atas, kita dapat mengkonstruksi matriks diagonal D sedemikian rupa, sehingga nilai-nilai eigen A muncul secara berkelompok di diagonal utama D. Ini berarti bahwa kita dapat memilih D = diag(λ 1 I n1, λ 2 I n2,..., λ s I ns ), dimana λ 1, λ 2,..., λ s adalah nilai-nilai eigen A yang berbeda, dan n 1 + n n s = n. Secara struktur, Teorema memberikan dekomposisi ruang vektor C n atas subruang-subruang yang saling ortogonal, dimana setiap subruang itu tidak lain daripada ruang eigen matriks A. Dengan demikian, setiap vektor di masing-masing subruang dipetakan oleh A ke kelipatan dirinya sendiri. Secara persis, kita dapat menuliskan C n sebagai hasil tambah langsung C n = E 1 E 2 E s, dimana E i adalah ruang eigen A untuk nilai eigen λ i, i = 1, 2..., s, yang memenuhi E i E j. j i 1.3 Matriks Definit Taknegatif Misalkan A C m n sembarang. Maka AA adalah matriks Hermite. Lebih jauh, setiap nilai eigen AA tidak negatif: jika λ C adalah nilai eigen AA dengan vektor eigen x, maka λ = x AA x x = A x 2 x x 2 0. Kita memiliki nama khusus untuk matriks dengan nilai eigen seperti itu. Definisi Matriks Hermite A C n n adalah matriks definit taknegatif [definit positif ] jika semua nilai eigen A tidak negatif [positif]. Dengan mengingat hubungan antara nilai eigen dan singularitas sebuah matriks persegi, kita mempunyai sifat berikut. Sifat Misalkan A matriks definit tak-negatif. Maka: (a) A definit positif jika dan hanya jika A tak-singular, (b) jika A definit positif, maka A 1 juga definit positif. Matriks definit tak-negatif memiliki sejumlah karakterisasi. Karakterisasi pertama berkaitan dengan variasi. Teorema Misalkan A C n n matriks Hermite. Maka: (a) A definit tak-negatif jika dan hanya jika x Ax 0, untuk setiap x C n, dan

11 1.3. MATRIKS DEFINIT TAKNEGATIF 11 (b) A definit positif jika dan hanya jika x Ax > 0, untuk setiap x C n, x 0. Bukti: Kita berikan di sini bukti untuk (a). Bukti untuk (b) diberikan sebagai latihan. Misalkan A definit tak-negatif dan x C n. Karena A Hermite, terdapat basis ortonormal {u 1, u 2,..., u n } bagi C n dengan Au i = λ i u i, untuk suatu λ i R, i = 1, 2,..., n. Karena A definit tak-negatif, maka semua λ 1, λ 2,..., λ n tak-negatif. Tulis x = α i u i, dengan α 1, α 2,..., α n C. Maka x Ax = = = α j u j j=1 ( ) ( ) A α i u i = α j u j α i Au i ( ) α j u j α i λ i u i = j=1 j=1 j=1 λ j α j 2 u j 2 0. j=1 α j α i λ i u ju i Untuk arah sebaliknya, misalkan x Ax 0, untuk setiap x C n. Misalkan λ R nilai eigen A dengan vektor eigen u, u u = 1. Maka 0 u Au = u λu = λu u = λ. Ingat kembali bahwa submatriks dari matriks A adalah matriks yang diperoleh dengan memilih baris-baris dan kolom-kolom dari A tanpa mengubah urutan. Sebagai alternatif, submatriks dari A adalah A sendiri atau matriks yang diperoleh dengan menghapus sebagian baris atau kolom A. Definisi Submatriks utama berorde k dari matriks A adalah submatriks yang diperoleh dengan membuang n k baris dan n k kolom bernomor sama dari matriks A. Submatriks utama pemuka berorde k dari matriks A adalah submatriks yang diperoleh dengan membuang n k baris dan n k kolom terakhir dari matriks A. Sifat Misalkan A C n n matriks Hermite dan matriks B adalah submatriks utama dari A. Jika A definit tak-negatif, maka B juga definit tak-negatif. Jika A definit positif, maka B juga definit positif. Bukti: Pertama-tama, asumsikan B adalah [ submatriks ] utama pemuka dari B F A yang berukuran k k, sehingga A = F, untuk suatu F C k (n k) C

12 12 1. MATRIKS NORMAL dan C C (n k) (n k). Karena A matriks [ ] Hermite, haruslah B juga matriks Hermite. Misalkan y C k y. Tulis x = C n. Maka 0 [ ] [ ] [ ] x Ax = y 0 B F y [ ] [ ] F = y B y y F = y By. C 0 0 Dengan demikian, jika A definit tak-negatif, maka y By 0, untuk setiap y C k, yaitu B definit tak-negatif. Jika A definit positif, maka y By > 0, untuk setiap y C k, y 0, yang berarti B definit positif. Jika B bukan submatriks utama pemuka dari A, kita mempunyai matriks permutasi P C n n, sehingga B adalah submatriks utama pemuka dari PAP t. Perhatikan bahwa A dan PAP t = PAP 1 memiliki spektrum (himpunan nilai eigen) yang sama. Jika A definit tak-negatif, maka PAP t juga definit tak-negatif dan berdasarkan pembuktian yang telah kita lakukan B definit tak-negatif. Argumentasi serupa kita gunakan untuk menyimpulkan bahwa jika A definit positif, maka B definit positif. Akibat Semua komponen diagonal utama matriks definit tak-negatif senantiasa tak-negatif. Semua komponen diagonal utama matriks definit positif senantiasa positif. [ ] 1 2 Sebagai contoh, matriks pasti tidak definit tak-negatif. Demikian pula, matriks pasti tidak definit positif. 2 1 [ ] Akibat memberikan syarat perlu untuk definit tak-negatif dan definit positif. Syarat tersebut tidak cukup. Matriks kedua pada contoh di atas tidak definit tak-negatif sekali pun memenuhi syarat yang diberikan. Teorema berikut memberikan karakterisasi bagi matriks definit tak-negatif dan definit positif berdasarkan minor (determinan submatriks utama) matriks. Teorema Misalkan A C n n matriks Hermite. Maka: (a) A definit positif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks utama pemuka A positif, dan (b) A definit tak-negatif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks utama A tak-negatif.

13 1.3. MATRIKS DEFINIT TAKNEGATIF 13 Untuk kasus definit tak-negatif, persyaratan pada determinan[ submatriks utama pemuka saja tidak cukup. Ini ditunjukkan oleh matriks ] yang determinan kedua submatriks utama pemukanya tak-negatif, tetapi matriksnya sendiri tidak definit tak-negatif. Untuk membuktikan Teorema kita lihat terlebih dahulu hubungan antara nilai-nilai eigen sebuah matriks Hermite dan nilai-nilai eigen submatriks utamanya. Teorema Misalkan A C n n matriks Hermite dengan nilai-nilai eigen λ 1 λ 2 λ n. Untuk i = 1, 2,..., n, misalkan u i vektor eigen A untuk λ i. Jika 1 k < l n, maka λ k x Ax λ l, untuk semua x u k, u k+1,..., u l, x x = 1. Bukti: Cukup kita buktikan untuk kasus {u 1, u 2,..., u n } bebas linier. Karena A matriks Hermite, maka ruang-ruang eigen A saling ortogonal dan kita dapat memilih {u 1, u 2,... u n } himpunan ortonormal. Misalkan 1 k < l n dan x u k, u k+1,..., u l, x x = 1. Maka x = l α k u k +α k+1 u k+1 + +α l u l, dengan α k, α k+1,..., α l C dan α i 2 = 1. Perhatikan bahwa α i = u i x, i = k,..., l. Karena A matriks Hermite, haruslah x Ax R dan kita peroleh x Ax = x A = l α i u i = x i=k l α i λ i x u i = i=k l α i Au i = x i=k l α i λ i α i = i=k Karena λ k λ i λ l, i = k + 1,..., l 1, maka λ k = λ k Jadi λ k x Ax λ l. l α i 2 i=k l λ i α i 2 λ l i=k i=k l α i λ i u i i=k l λ i α i 2. i=k l α i 2 = λ l. i=k Perhatikan bahwa, pada bukti di atas, u k Au k = λ k dan u l Au l = λ l. Dengan demikian, λ k = min{x Ax x u k, u k+1,..., u l, x x = 1} dan λ l = maks{x Ax x u k, u k+1,..., u l, x x = 1}. Ketika k = 1 dan l = n kita memperoleh akibat berikut.

14 14 1. MATRIKS NORMAL Akibat Misalkan A C n n eigen λ 1 λ 2 λ n. Maka matriks Hermite dengan nilai-nilai λ 1 = min x x=1 x Ax dan λ n = maks x x=1 x Ax. Vektor x pada Teorema dan Akibat di atas dibatasi pada vektor dengan panjang 1. Kita dapat mengganti vektor tersebut dengan sembarang vektor x yang taknol, tetapi ekspresi x Ax juga diganti dengan x Ax x. Ekspresi ratio ini dikenal sebagai kuosien Rayleigh, sedangkan Akibat dikenal dengan nama Teorema x Rayleigh-Ritz. Teorema berikut dikenal dengan nama Teorema Sela (interlacing theorem). Teorema Misalkan A C n n matriks Hermite dan B C k k submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai eigen A adalah λ 1 λ 2 λ n dan nilai-nilai eigen B adalah µ 1 µ 2 µ k. Maka λ i µ i λ n+i k, untuk i = 1, 2,..., k. Bukti: Tanpa mengurangi keumuman, misalkan B adalah submatriks utama pemuka dari A. Misalkan u j C n adalah vektor eigen A untuk nilai eigen λ j, j = 1, 2,..., n, dan y i C k adalah vektor eigen B untuk nilai y i eigen µ i, i = 1, 2,..., k, sehingga [ {u] 1, u 2,..., u n } dan {y 1, y 2,..., y k } keduanya bebas linier. Maka v i = C n adalah vektor eigen matriks blok 0 diagonal diag(b, 0) C n n untuk nilai eigen µ i, i = 1, 2,..., k. Misalkan i = 1, 2,..., k. Definisikan dua subruang K = v 1, v 2,..., v i dan L = u i, u i+1..., u n dari C n. Maka dim(k) = i dan dim(l) = n i + 1, sehingga K L bukan ruang nol. [ ] Misalkan x K L, x y x = 1. Maka x =, untuk suatu y y 1, y 2,..., y i. 0 Dengan Teorema kita peroleh λ i x Ax = y By µ i. Dengan hasil di atas yang dikenakan pada matriks A kita memperoleh µ i λ n+i k. [ ] 1 2 Sebagai ilustrasi penggunaan Teorema Sela ini, matriks memiliki dua nilai eigen berbeda. Sesungguhnya, nilai eigen terkecil matriks ini 2 1 tidak lebih dari 1, sedangkan nilai eigen terbesarnya tidak kurang dari 1.

15 1.3. MATRIKS DEFINIT TAKNEGATIF 15 Akibat Misalkan A C n n matriks Hermite dan B C (n 1) (n 1) submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai karakteristik A adalah λ 1 λ 2 λ n dan nilai-nilai karakteristik B adalah µ 1 µ 2 µ n 1. Maka λ 1 µ 1 λ 2 µ 2 λ n 1 µ n 1 λ n. Sekarang kita siap untuk membuktikan Teorema Ingat kembali bahwa determinan matriks Hermite adalah hasilkali semua nilai eigennya. Bukti Teorema 1.3.7: Misalkan A = [a ij ] dan λ 1 λ 2 λ n adalah nilai-nilai eigen A. Untuk bagian (a): (= ) Untuk n = 2: Dari Akibat 1.3.6, a 11 > 0. Lalu, det(a) = λ 1 λ 2 > 0. Misalkan sekarang n 3 sembarang dan implikasi (= ) pada Teorema (a) benar untuk semua matriks berukuran n 1. Misalkan A k adalah submatriks utama pemuka dari A yang berorde k, 1 k n 1. Maka A k adalah submatriks utama pemuka dari matriks B yang diperoleh dengan membuang baris dan kolom terakhir dari A. Dari Sifat 1.3.5, B definit positif, sehingga semua submatriks utama pemuka dari B memiliki determinan positif. Ini berarti determinan semua submatriks utama pemuka dari A yang berukuran kurang dari n positif. Submatriks utama pemuka dari A yang berukuran n adalah A sendiri. Akan tetapi, det(a) = λ 1 λ 2 λ n > 0, dan bukti selesai. ( =) Untuk n = 2: Diketahui a 11 > 0 dan det(a) > 0. Dari Akibat , kita beroleh 0 < a 11 λ 2. Karena det(a) = λ 1 λ 2 > 0, haruslah λ 1 > 0. Jadi, λ 1, λ 2 keduanya positif, berarti A definit positif. Misalkan sekarang n 3 sembarang dan implikasi ( =) pada Teorema [(a) berlaku ] untuk semua matriks berukuran n 1. Partisi A menjadi B u A = u, dimana B berorde n 1. Semua submatriks utama pemuka α dari B adalah submatriks utama pemuka dari A yang berukuran kurang dari n. Dengan hipotesis induksi, B definit positif. Misalkan nilai-nilai eigen A terurut sebagai λ 1 λ 2 λ n, dan nilainilai eigen B adalah µ 1 µ 2 µ n 1. Teorema Sela memberikan urutan λ i µ i λ i+1, i = 1, 2,..., n 1. Karena B definit positif, maka µ 1 > 0, sehingga λ 2,..., λ n semuanya positif. Akhirnya, λ 1 = det(a) λ 2 λ n > 0. Untuk bagian (b): (= ) Bukti yang serupa dengan bukti untuk bagian (a) kita gunakan untuk

16 16 1. MATRIKS NORMAL menunjukkan determinan setiap submatriks utama pemuka A tak-negatif. Untuk menuntaskan pembuktian, perhatikan bahwa setiap submatriks utama A adalah submatriks utama pemuka sebuah matriks yang serupa dengan A. ( =) Polinom karakteristik untuk A dapat ditulis c A (t) = t n + ( 1) i s i t n i, dimana s i adalah jumlah determinan semua submatriks utama dari A yang berukuran i i, i = 1, 2,..., n. Karena determinan semua submatriks utama dari A tak negatif, maka s 1, s 2,..., s n semuanya tidak negatif. Misalkan λ sembarang nilai eigen A. Maka c A (λ) = 0. Andaikan λ < 0. Jika n genap, maka λ n positif dan ( 1) i λ n i 0, i = 1, 2,..., n, sehingga c A (λ) > 0. Sebaliknya, jika n ganjil, maka λ n negatif dan ( 1) i λ n i 0, i = 1, 2,..., n, sehingga c A (λ) < 0. kontradiksi. Jadi haruslah λ 0. Kedua kasus n ini berakhir dengan Di awal subbab ini telah kita lihat bahwa matriks AA definit taknegatif, untuk setiap matriks A sembarang. Kebalikannya juga berlaku. Teorema Misalkan A C n n matriks Hermite. Maka: (a) A definit tak-negatif jika dan hanya jika terdapat matriks B C n n yang memenuhi A = BB, dan (b) A definit positif jika dan hanya jika terdapat matriks tak-singular B Bukti: C n n yang memenuhi A = BB. Kita cukup membuktikan bagian hanya jika pada kedua pernyataan dalam teorema. uniter U C n n Karena A matriks Hermite, terdapat matriks dan matriks diagonal D = diag (λ 1, λ 2,..., λ n ) yang memenuhi A = UDU. Sifat definit tak-negatif pada A berarti λ 1, λ 2,..., λ n semuanya tak-negatif. Pilih bilangan-bilangan kompleks α 1, α 2,..., α n, dengan α i 2 = λ i, i = 1, 2,..., n. Definisikan B = U diag (α 1, α 2,..., α n ) U. Maka BB = (U diag (α 1, α 2,..., α n ) U ) (U diag (α 1, α 2,..., α n ) U ) = U diag ( α 1 2, α 2 2,..., α n 2) U = U diag (λ 1, λ 2,..., λ n ) U = A. Dalam hal A definit positif, semua α 1, α 2,..., α n taknol, sehingga B taksingular. Pada bukti di atas tampak bahwa B adalah matriks normal. Lebih jauh, dari pemilihan bilangan-bilangan α 1, α 2,..., α n dalam pembuktian di atas,

17 1.4. SOAL LATIHAN 17 kita lihat bahwa matriks normal B pada Teorema tidaklah tunggal. Akan tetapi, kita mempunyai teorema berikut. Teorema Misalkan A C n n matriks Hermite. Maka A definit positif jika dan hanya jika terdapat matriks segitiga bawah tak-singular L C n n yang memenuhi A = LL. Hanya ada satu matriks L yang semua komponen diagonal utamanya real positif. Bukti: Seperti pada Teorema , kita cukup membuktikan bagian hanya jika saja. Ini kita lakukan [ dengan ] induksi pada n. [ ] a 11 a 21 l 11 0 Untuk n = 2, jika A =, pilih matriks L =, dimana l 11 memenuhi l 11 2 = a 11, l 22 memenuhi l 22 2 = det A, sedangkan a 21 a 22 l 21 l 22 a 11 l 21 = a 21l 11. Hanya satu l 11 dan l 22 positif yang memenuhi, yaitu l 11 = a 11 a 11 det A dan l 22 =. a 11 Misalkan n 3 dan asumsikan teorema [ ] berlaku untuk semua matriks berorde B u n 1. Partisi A menjadi A = u, dengan B berorde n 1, u C n 1 α dan α C. Dengan Sifat 1.3.5, B definit positif dan α real positif. Dari hipotesis induksi kita peroleh B = L 1 L 1, untuk suatu matriks segitiga bawah L 1 berorde n 1. Matriks L 1 [ mestilah tak-singular. ] Perhatikan B u bahwa karena A ekivalen baris dengan 0 α u B 1, maka det A = u [ ] ( α u B 1 u ) det B. Pilih matriks L = L 1 0 v β, dimana v = L 1 1 u dan β C yang memenuhi β 2 = det A. Ketunggalan L diperoleh dari ketunggalan L 1 dan pemilihan β = det B det A det B. Penulisan A = LL pada teorema ini dikenal sebagai faktorisasi Cholesky. 1.4 Soal Latihan 1. Misalkan S n adalah himpunan semua permutasi pada {1, 2,..., n} dan Perm n adalah himpunan semua matriks permutasi n n. Tunjukkan bahwa terdapat pemetaan bijektif Φ : S n Perm n yang memenuhi Φ (σ τ) = Φ(τ)Φ(σ), untuk semua σ, τ S n.

18 18 1. MATRIKS NORMAL 2. Misalkan A C m n dengan rank(a) = r. Tunjukkan bahwa terdapat matriks permutasi P, matriks-matriks B berukuran m r dan C berukuran r n, yang memenuhi rank(b) = rank(c) = r dan AP = BC. 3. Misalkan P 1, P 2,..., P k matriks-matriks permutasi berorde n. Misalkan α i R, 0 α i 1, i = 1, 2,..., k. Tunjukkan bahwa jumlah k semua komponen pada setiap baris matriks A = α i P i konstan, demikian pula dengan jumlah semua komponen setiap kolomnya. 4. Misalkan τ = ( ). (a) Tentukan matriks permutasi P C 7 7 yaang memenuhi P τ = Pdiag (S 1, S 2, S 3 ) P 1, dimana [ ] 0 1 S 1 = dan S 2 = S 3 = (b) Tentukan nilai-nilai dan vektor-vektor eigen P τ Misalkan A = Apakah terdapat matriks tak singular S sehingga S 1 AS tidak simetris? 6. Misalkan A C n n. Tunjukkan bahwa A dapat didiagonalkan oleh matriks uniter menjadi matriks diagonal yang semua komponen utamanya imajiner murni jika dan hanya jika A = A. [Matriks A C n n yang memenuhi A = A dikatakan Hermite miring.] 7. Buktikan bahwa [ A R 2 2 ] adalah matriks [ ortogonal jika ] dan hanya cos θ sin θ cos θ sin θ jika A = atau A = untuk suatu sin θ cos θ sin θ cos θ θ R. 8. Misalkan A matriks normal. Buktikan bahwa ruang kolom A ortogonal terhadap ruang nol A.

19 1.4. SOAL LATIHAN Misalkan A matriks normal berorde n dan Au = λu, untuk suatu skalar λ dan u C n yang memenuhi u u = 1. Misalkan [ ] X = ] [u v 2 v 3 v n C n n uniter. Jika X λ y AX =, dimana y C n 1 dan B berorde n 1, tunjukkan bahwa y = 0 dan 0 B BB = B B. 10. Misalkan L matriks segitiga bawah. Buktikan bahwa L matriks normal jika dan hanya jika L matriks diagonal. 11. Misalkan A matriks normal berorde n dan x C n. Buktikan bahwa x vektor eigen A jika dan hanya jika x vektor eigen A. 12. Misalkan A C n n. Tunjukkan bahwa terdapat matriks-matriks H, M C n n yang memenuhi H = H, M = M dan A = H + M, sehingga setiap matriks dapat dituliskan sebagai jumlah dua matriks nomal. 13. Misalkan A, B C n n definit tak-negatif dan α, β bilangan-bilangan real tak-negatif. Tunjukkan bahwa αa + βb definit tak-negatif. 14. Misalkan x 1, x 2,..., x n C n. Misalkan komponen baris ke-i kolom ke-j matriks A C n n adalah x j x i, i, j = 1, 2,..., n. Tunjukkan bahwa A definit tak-negatif. 15. Misalkan A C n n matriks Hermite. Tunjukkan bahwa A definit tak-negatif jika dan hanya jika A = B 2, untuk suatu matriks definit tak-negatif B C n n. Tunjukkan bahwa dalam hal ini B tunggal. 16. Misalkan A matriks definit tak-negatif. Buktikan bahwa A k definit tak-negatif, untuk semua bilangan asli k Tunjukkan bahwa matriks A = definit positif. Kemudian, dapatkan faktorisasi Cholesky untuk A.

20 20 1. MATRIKS NORMAL

21 2 Faktorisasi Matriks Diagonalisasi sebuah matriks persegi adalah contoh dekomposisi matriks. Melalui dekomposisi, kita memberikan representasi matriks dalam bentuk atau struktur yang lebih sederhana. Representasi ini pada dasarnya terkait dengan perubahan basis ruang vektor. Dalam bahasa matriks, dekomposisi matriks adalah penulisan matriks tersebut sebagai perkalian beberapa matriks yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Secara umum, penulisan sebuah matriks sebagai perkalian dua atau lebih matriks dikatakan sebagai faktorisasi matriks. Sebagaimana dekomposisi, kita menginginkan faktorisasi matriks ke dalam faktor-faktor dengan bentuk atau struktur yang lebih sederhana. 2.1 Dekomposisi Nilai Singular Dalam Subbab 1.2 kita membicarakan diagonalisasi matriks normal oleh matriks uniter. Diagonalisasi ini dapat kita pandang sebagai perubahan matriks representasi sebuah operator linier (pemetaan linier dengan domain dan kodomain yang sama). Secara persis, terdapat sebuah basis ortonormal yang memberikan matriks representasi baru berupa matriks diagonal. Eksistensi basis ortonormal demikian terbatas hanya untuk operator linier yang memiliki matriks representasi berupa matriks normal. Bagaimana dengan matriks lainnya? Matriks yang tidak normal tidak mungkin serupa uniter dengan matriks diagonal. Pada subbab ini, kita masih ingin mempertahankan representasi diagonal terhadap basis ortonormal. Untuk itu kita harus mengorbankan sifat keserupaan. 21

22 22 2. FAKTORISASI MATRIKS Misalkan A C m n. Dalam Subbab 1.3 telah kita lihat bahwa matriks AA C m m adalah matriks definit tak-negatif. Sesungguhnyalah, menurut Teorema , setiap matriks definit tak-negatif dapat dituliskan sebagai perkalian sebuah matriks dengan transpos konyugatnya. Ini berarti semua nilai eigen AA tak-negatif. Kita buktikan terlebih dahulu sifat berikut. Sifat Misalkan A C m n. Maka Inti(A ) = Inti(AA ), yaitu untuk setiap x C m berlaku A x = 0 jika dan hanya jika AA x = 0. Bukti: Bagian hanya jika jelas berlaku. Misalkan sekarang AA x = 0. Maka A x 2 = x AA x = x 0 = 0. Jadi A x = 0. Teorema Misalkan A C m n, A 0. Maka terdapat bilangan asli r min{m, n}, matriks diagonal D R r r yang semua komponen diagonal utamanya positif [ dan ] matriks-matriks uniter U C m m, V C n n, D 0 sehingga A = U V. 0 0 Bukti: Tulis AA = UΛU, dimana Λ = diag(λ 1, λ 2,..., λ m ), λ i real tak-negatif, dan U C m m uniter. Dengan melakukan permutasi serentak pada baris-baris dan kolom-kolom Λ bila perlu, kita dapat mengasumsikan λ 1, λ 2,..., λ r semuanya positif, sedangkan λ r+1 = λ r+2 = = λ m = 0, untuk suatu r m. Pilih D = diag( λ 1, λ 2,..., [ λ r ). Partisi ] U menjadi ] U = [U 1 U 2, dimana U 1 C m r D 2 0. Maka Λ =, U U 1 = I r, U 1 U 2 = 0 dan AA = U 1 D 2 U 1. Dengan demikian, AA U 2 = 0, dan akibatnya A U 2 = 0. Definisikan V 1 = A U 1 D 1 ] C n r. Maka V1 V 1 = I r. Perluas V 1 menjadi matriks uniter V = [V 1 V 2 C n n. Kita peroleh [ ] D 0 U V = 0 0 = [ ] [ ] [ D 0 U 1 U [ ] [ V1 U 1 D 0 V 2 ] = U 1 DV 1 = U 1 D ( A U 1 D 1) V 1 V 2 = U 1 DD 1 U 1A = U 1 U 1A. ]

23 2.1. DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR 23 Karena U uniter, maka I m = UU = U 1 U 1 + U 2U 2, sehingga U 1U 1 = I m U 2 U 2. Dengan demikian, [ ] D 0 U V = U 1 U 1A 0 0 = A U 2 U 2A = A (A U 2 U 2) = A. Baris terakhir kita peroleh dari A U 2 = 0. Definisi Misalkan A C m n. Misalkan pula λ 1, λ 2,..., λ r nilainilai eigen positif AA, u 1, u 2,..., u r dan v 1, v 2,..., v r seperti pada bukti Teorema Kita katakan λ adalah nilai singular dari A, dan untuk i = 1, 2,..., r, vektor u i [v i ] dinamakan vektor singular kiri [kanan] matriks A. [ ] D 0 Definisi Dekomposisi A = U V yang diberikan pada Teorema dinamakan dekomposisi nilai singular matriks 0 0 A. Dari Teorema dan buktinya kita memperoleh fakta-fakta berikut: [ ] 1. Perhatikan bahwa AV = U 1 D 0, sehingga kolom-kolom U 1 menyusun sebuah basis bagi Peta(A). Kemudian, perhatikan juga bahwa AV 2 = 0. Dengan memperhatikan dimensi Inti(A), kita dapat menyimpulkan bahwa kolom-kolom V 2 menyusun sebuah basis bagi Inti(A). Akibatnya, bilangan r pada Teorema adalah rank A. Jadi, setiap matriks A C m n memiliki nilai singular sebanyak ranknya. 2. Dekomposisi nilai singular menyatakan bahwa C n terdekomposisi atas subruang-subruang saling ortogonal yang dipetakan konstan oleh A ke subruang-subruang dari C m yang juga saling ortogonal. 3. Untuk i = 1, 2,..., r, Av i = λ i u i dan A u i = λ i v i. 4. Sekali pun dekomposisi nilai singular tidak tunggal, biasanya diambil urutan λ 1 λ 2 λ r sebagai [ bentuk ] kanonik dekomposisi D 0 nilai singular. Dalam hal ini, matriks tunggal. 0 0

24 24 2. FAKTORISASI MATRIKS 5. Kalau kita kalikan ruas kanan pada dekomposisi nilai singular, kita lihat bahwa submatriks-submatriks U 2 dan V 2 tidak berperan untuk menghasilkan A di ruas kiri. Oleh karena itu, kita mempunyai bentuk ringkas dekomposisi nilai singular: Teorema Misalkan A C m n, A 0. Maka terdapat bilangan asli r min{m, n}, matriks diagonal D R r r yang semua komponen diagonal utamanya positif dan matriks-matriks U C m r, V C n r yang memenuhi U U = I r = V V, sehingga A = UDV. Dalam hal ini kita mempunyai V = A UD 1. ] 5. Pada Teorema 2.1.5, misalkan D = diag (σ 1, σ 2,..., σ r ), U = [u 1 u 2... u r, ] r dan V = [v 1 v 2... v r. Maka kita peroleh A = σ i u i vi. Ruas kanan hubungan terakhir ini dikenal dengan nama ekspansi hasilkali luar matriks A. Dengan demikian, setiap matriks dapat dituliskan sebagai hasil penjumlahan sejumlah hingga matriks dengan rank satu. Dekomposisi nilai singular memberikan kepada kita sebuah faktorisasi, yaitu faktorisasi kutub. Teorema Misalkan A C m n dengan m n. Maka terdapat matriks definit tak-negatif P C m m dan U C m n yang memenuhi UU = I m sehingga PU = A dan rank(p) = rank(a). matriks P tunggal. Dalam hal ini, Bukti: Tulis dekomposisi nilai singular untuk A: A = W 1 D 1 V 1, dengan D 1 R r r matriks diagonal yang semua komponen diagonal utamanya positif, W 1 C m r, V 1 C n r memenuhi W 1 W 1 = I r = V 1 V 1. Perluas D 1, W 1 dan V 1 menjadi D = diag(d, 0) C m m, W = [W 1 W 2 ] C m m, V = [V 1 V 2 ] C n m sehingga W uniter dan V V = I m. Maka WDV = A. Pilih P = WDW C m m dan U = WV C m n. Perhatikan bahwa P definit tak-negatif, UU = WV VW = WW = I m, dan PU = A. Selanjutnya, kita berikan di sini garis besar bukti ketunggalan P, rincian diserahkan kepada pembaca. Misalkan PU dan P 1 U 1 dua faktorisasi kutub untuk A. Dengan meninjau AA serta mengingat sifat Hermite P dan P 1, kita peroleh P 2 = P 2 1. Diagonalisasi matriks Hermite memberikan konsekuensi bahwa vektor-vektor

25 2.2. FAKTORISASI SEGITIGA 25 eigen P dan P 2 persis sama. Akibatnya, vektor-vektor eigen P dan P 1 juga persis sama. Dengan dasar yang sama, jika λ nilai eigen P 2, maka λ = µ 2, untuk suatu nilai eigen µ bagi P. Karena P definit tak-negatif, λ adalah nilai eigen P 2 jika dan hanya jika λ adalah nilai eigen P. Pernyataan serupa juga berlaku untuk P 1. Ini membawa kita kepada kesimpulan bahwa P 1 = P. Faktorisasi kutub pada matriks dapat dibandingkan dengan representasi kutub bilangan kompleks. Setiap bilangan kompleks z dapat dituliskan sebagai perkalian sebuah bilangan real tak-negatif dengan sebuah bilangan kompleks dengan modulus 1, yaitu dalam bentuk z = re iθ, untuk r, θ R, r Faktorisasi segitiga Dengan dekomposisi nilai singular, setiap matriks persegi ekivalen uniter dengan suatu matriks diagonal. [Dua matriks persegi A dan B dikatakan ekivalen jika terdapat matriks-matriks tak singular S dan T yang memenuhi B = SAT. Kedua matriks A dan B ekivalen uniter jika S dan T adalah matriks-matriks uniter.] Pengertian ekivalen ini lebih umum daripada keserupaan. Keserupaan tidak lain dari ekivalensi dimana kita meminta syarat tambahan T = S 1. Telah kita lihat bahwa hanya matriks normal yang serupa uniter dengan matriks diagonal. Mempertahankan kediagonalan memaksa kita melonggarkan keserupaan menjadi ekivalensi. Sebaliknya, mempertahankan keserupaan memaksa kita melepaskan kediagonalan. Secara umum, matriks persegi hanya serupa uniter dengan matriks segitiga. Teorema (Dekomposisi Schur). Misalkan A C n n. Maka terdapat matriks uniter U C n n dan matriks segitiga atas R C n n yang memenuhi A = URU. Teorema Schur ini dapat dibuktikan menggunakan induksi terhadap n dengan cara yang serupa dengan pembuktian Teorema Belakangan nanti akan kita lihat bahwa dengan melepaskan syarat uniter kita dapat memperoleh matriks segitiga dengan struktur yang lebih baik. Bila komponen-komponen di luar diagonal utama matriks segitiga pada dekomposisi Schur tidak teridentifikasi, dekomposisi yang akan kita tinjau nanti memberikan informasi tentang komponen-komponen tersebut.

26 26 2. FAKTORISASI MATRIKS Bila pada dekomposisi kita berbicara tentang mencari representasi lain bagi matriks sebagai pemetaan linier, dalam pembicaraan selanjutnya kita ingin memecah matriks sebagai hasil perkalian dua matriks lain. Dalam bahasa pemetaan, yang akan kita tinjau tidak lain dari menuliskan pemetaan linier sebagai komposisi dua pemetaan linier. Pada Bab 1 kita telah mengenal faktorisasi yang melibatkan matriks segitiga, yaitu faktorisasi Cholesky (lihat Teorema ). Faktorisasi ini berlaku untuk matriks definit positif. Secara umum kita mempunyai faktorisasi berikut. Teorema Misalkan A C n n dengan rank(a) = r. Jika determinan submatriks utama pemuka berorde k dari A taknol, k = 1, 2,..., r, maka A = LR, untuk suatu matriks segitiga bawah L C n n dan matriks segitiga atas R C n n. Bukti: Pertama-tama, kita gunakan induksi pada n untuk membuktikan kasus A tak singular. Misalkan n = 2 dan A = [a ij ]. Maka memenuhi LR = A. [ ] 1 0 L =, R = a 21 /a 11 1 [ a 11 a 12 0 a 22 a 12 a 21 /a 11 Asumsikan A C n n dan teorema berlaku untuk semua matriks tak [ singular berukuran (n 1) (n 1). Partisi matriks A menjadi A = ] B w z, α dengan B C (n 1) (n 1). Dengan hipotesis teorema, B tak singular dan memenuhi hipotesis induksi, sehingga B = L 1 R 1, dimana L 1 matriks segitiga bawah dan R 1 matriks segitiga atas. [ Karena B tak ] singular, L 1 dan R 1 L 1 0 keduanya juga tak singular. Maka L = z R 1 adalah matriks segitiga bawah, R = w 0 α z R 1 1 L 1 1 w adalah matriks segitiga atas dan 1 1 [ ] R 1 L 1 1 LR = A. Sekarang misalkan A singular dengan rank r. Maka A memiliki submatriks utama pemuka B berukuran r r yang tak singular dan memenuhi hipotesis teorema, sehingga B = L 1 R 1, untuk suatu matriks segitiga bawah L 1 dan matriks segitiga atas R 1. Karena rank(a) = r terdapat matriks-matriks ]

27 2.2. FAKTORISASI SEGITIGA 27 C C r (n r), E C (n r) r, sehingga A memiliki bentuk blok [ ] B BC A = EB EBC [ ] L 1 R 1 L 1 R 1 C =. EL 1 R 1 EL 1 R 1 C [ ] [ ] L 1 0 R 1 R 1 C Pilih L = dan R =. Maka L matriks segitiga EL bawah, R matriks segitiga atas dan LR = A. Faktorisasi pada Teorema ini lazim dikenal sebagai faktorisasi LU karena diperkenalkan dengan menggunakan notasi U untuk matriks segitiga atas. Pada dasarnya, faktorisasi ini adalah notasi matriks untuk hasil eliminasi Gauss, tanpa pertukaran baris, pada matriks A. Faktorisasi LU, bila ada, tidak mesti tunggal. Kita dapat memperoleh ketunggalan dengan menambahkan syarat bahwa L tak singular dan semua komponen diagonal utama L adalah 1. Dari sisi eliminasi Gauss, ketunggalan ini kita peroleh jika kita membatasi diri hanya pada satu tipe operasi baris elementer saja, yaitu menjumlahkan satu baris dengan kelipatan baris lainnya. Proses ortonormalisasi Gram-Schmidt kita gunakan untuk memperoleh basis ortonormal dari sebuah basis sembarang. Dalam bahasa matriks, proses Gram-Schmidt mengubah matriks tak-singular A C n n menjadi matriks uniter Q C n n. Dengan memperhatikan bagaimana proses ortonormalisasi ini bekerja, kita lihat bahwa kedua matriks tersebut memenuhi hubungan A = QR, untuk suatu matriks segitiga atas R C n n. Proses Gram-Schmidt dapat juga kita kenakan pada himpunan bebas linier selain basis. Teorema berikut merupakan konsekuensi proses Gram- Schmidt. Teorema Misalkan A C m n dengan m n. Jika rank(a) = n, maka A = QR, untuk suatu Q C m n yang memenuhi Q Q = I n dan matriks segitiga atas R C n n. Dengan menambahkan persyaratan bahwa semua komponen diagonal utama R real positif, faktorisasi ini tunggal. Faktorisasi yang diperkenalkan dalam teorema ini dikenal sebagai faktorisasi QR. faktorisasi QR ini. Berbagai teknik dalam komputasi matriks bersandar pada

28 28 2. FAKTORISASI MATRIKS Secara teoritis, proses Gram-Schmidt memberikan bukti konstruktif untuk faktorisasi QR. Akan tetapi, dalam prakteknya kita menggunakan teknik lain dalam melakukan faktorisasi ini. Dua teknik, refleksi Householder dan rotasi Givens, telah digunakan secara luas. Teorema Misalkan v C n, v 0. Maka H = I n 2vv v v adalah refleksi terhadap subruang v = {y C n y v = 0}, yaitu Hx = y αv, untuk setiap x = y + αv C n, dengan y v, α C. Bukti: Dengan menghitung langsung: Hx = (I n 2vv v v ) (y + αv) = y + αv 2v y v v 2αv = y αv. Kesamaan terakhir diperoleh karena y v. Matriks H pada Teorema disebut refleksi Householder. Teorema Refleksi Householder H adalah matriks Hermite, memenuhi H 2 = I n, dan, dengan demikian, H uniter. Bukti: Dengan menghitung langsung. Bukti lengkap diserahkan pada pembaca. Gagasan menggunakan refleksi Householder untuk memperoleh faktorisasi QR untuk matriks A adalah mencari vektor v sehingga H memetakan kolom pertama A ke kelipatan e 1 (vektor e i adalah unsur basis baku bagi C n dengan komponen 1 pada posisi ke-i). Sifat uniter H mengharuskan vektor hasil peta tersebut memiliki norma Euklid yang sama dengan norma kolom pertama A. Refleksi Householder kita gunakan untuk memperoleh vektor dengan komponen nol dalam jumlah banyak. Untuk matriks real, ketika kita ingin mendapatkan komponen nol secara lebih selektif, kita menggunakan rotasi Givens. Definisi Matriks G R n n dinamakan rotasi Givens jika cos θ sin θ 0 G = P sin θ cos θ 0 P t, 0 0 I n 2 untuk suatu matriks permutasi P dan skalar θ R.

29 2.2. FAKTORISASI SEGITIGA 29 Ini berarti, komponen-komponen matriks G = [g ij ] selain g kk, g kl, g lk dan g ll sama dengan komponen-komponen matriks identitas, untuk suatu 1 k, l n, k l. Dengan menghitung langsung, kita memperoleh sifat berikut. Sifat Matriks G adalah matriks ortogonal. Secara geometri, G adalah matriks rotasi pada bidang-kl sebesar θ (berlawanan dengan arah jarum jam). Selain matriks segitiga, bentuk lain yang juga banyak digunakan dalam komputasi matriks adalah bentuk Hessenberg. Matriks A = [a ij ] C n n dikatakan matriks Hessenberg jika a ij = 0, untuk semua 1 j + 1 < i n. Kita dapat memanfaatkan refleksi Householder untuk memperoleh faktorisasi A = US, dimana U, S C n n, U matriks uniter, dan S matriks Hessenberg. Lebih jauh, dengan menggunakan rangkaian refleksi Householder yang sama di sebelah kanan, bentuk Hessenberg yang telah diperoleh pada faktorisasi A = US di atas akan tetap dalam bentuk Hessenberg. Ini memberi kita teorema berikut. Teorema Misalkan A C n n. Maka terdapat matriks uniter U C n n dan matriks Hessenberg S C n n yang memenuhi A = USU. Keperluan akan bentuk Hessenberg akan tampak ketika kita bekerja di lapangan real. Dekomposisi Schur tidak berlaku kalau C kita ganti dengan R. Kegagalan terjadi manakala matriks real yang didekomposisi memiliki nilai eigen bukan real. Dalam hal ini, hasil paling mendekati yang dapat diperoleh adalah bentuk Hessenberg sebagai pengganti matriks segitiga. Teorema Misalkan A R n n. Q R n n sehingga berlaku Λ 1 N 12 N 13 N 1k 0 Λ 2 N 23 N 2k Q t AQ = 0 0 Λ 3 N 3k, Λ k Maka terdapat matriks ortogonal dimana Λ 1, Λ 2,..., Λ k adalah matriks-matriks berukuran 1 1 atau 2 2, dan Λ i berukuran 2 2 hanya jika nilai-nilai eigennya tak real. Matriks Λ i berukuran 2 2 pada teorema di atas berbentuk jika λ = α + i β adalah nilai eigen A, dengan β 0. [ α β ] β α

30 30 2. FAKTORISASI MATRIKS 2.3 Soal Latihan 1. Misalkan λ R, λ > 0. Tunjukkan bahwa λ nilai karakteristik AA jika dan hanya jika λ nilai karakteristik A A. 2. Misalkan A C n n memenuhi A = A. (a) Apa yang bisa dikatakan tentang nilai-nilai karakteristik A? (b) Tentukan dekomposisi nilai singular untuk A. 3. Berikan bukti alternatif untuk Teorema dengan pertama-tama mendiagonalisasi A A. 4. Misalkan σ maks (A) menyatakan nilai singular terbesar A. Buktikan bahwa σ maks (A) = maks{ x Ay x U2 m, y U2 n } dimana U2 k = {x Ck x 2 = 1}. 5. Misalkan A C m n, rank(a) = r, dan B diperoleh dengan membuang kolom terakhir A sehingga rank(b) = r 1. Misalkan nilainilai singular A adalah σ 1 σ 2 σ r dan nilai-nilai singular B adalah τ 1 τ 2 τ r 1. Tunjukkan bahwa σ i τ i σ i+1, i = 1, 2,..., r Misalkan A, B C m n. Buktikan bahwa σ maks (A + B) σ maks (A) + σ maks (B), dimana σ maks (X) menyatakan nilai singular terbesar matriks X. 7. Misalkan A C n n tak-singular. Jika PU = A adalah dekomposisi kutub untuk A, tunjukkan bahwa A normal jika dan hanya jika PU = UP. α Tentukan semua α C yang membuat matriks A = 1 α 1 tidak 0 1 α memiliki faktorisasi LU. 9. Misalkan A C n n tak singular dan A = QR = Q 1 R 1 adalah dua faktorisasi QR untuk matriks A. Tunjukkan bahwa terdapat matriks diagonal D = diag(d 1, d 2,..., d n ), dengan d 1 = d 2 = = d n = 1, sehingga berlaku Q = Q 1 D.

31 2.3. SOAL LATIHAN Diberikan matriks real A = , gunakan refleksi House holder untuk memperoleh faktorisasi QR bagi A. Kemudian, gunakan rotasi Givens untuk tujuan yang sama. [Gunakan kalkulator, lakukan pembulatan sampai 4 angka di belakang koma.] ] 11. Misalkan A = [a 1 a 2 a n C n n. Tentukan v C n sehingga H = I n 2vv v v memenuhi Ha 1 = a 1 e Buktikan Teorema Misalkan A = [a ij ] R n n. Tentukan θ R sehingga cos θ sin θ 0 sin θ cos θ I n 2 A memiliki komponen nol pada baris kedua kolom pertama. 14. Jika A C n n matriks tridiagonal, haruskah matriks R hasil faktorisasi QR matriks A adalah matriks diagonal? Mengapa? [A = [a ij ] matriks tridiagonal jika a ij = 0, untuk semua i, j yang memenuhi i j > 1.] 15. Buktikan Teorema

32 3 Norma Matriks Konsep ruang vektor merupakan rampatan sifat-sifat aljabar vektor di bidang dan di ruang. Selain sifat aljabar, vektor di bidang dan ruang juga memiliki sifat-sifat geometris yang bertumpu pada konsep sudut dan jarak. Dengan memperkenalkan konsep hasilkali dalam di ruang vektor, kita memunculkan kembali sejumlah sifat geometris vektor. Sekali pun adanya konsep sudut membuat tinjauan geometris pada ruang vektor lebih lengkap, konsep jarak sudah memadai untuk berbagai keperluan. Secara aljabar, ini kita lakukan melalui konsep norma. Sudah kita ketahui bahwa ruang matriks m n isomorfik dengan ruang vektor berdimensi mn. Melalui isomorfisma ini, kita dapat menggunakan sembarang norma ruang vektor berdimensi mn untuk ruang matriks m n. Ketika perkalian matriks juga kita perhitungkan, norma tersebut memerlukan syarat yang lebih keras. Dalam bab ini kita akan membicarakan norma matriks, khususnya untuk matriks persegi. Sebelum itu, kita akan membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan norma vektor. 3.1 Norma Vektor Pertama-tama, [ kita berikan sejumlah ] norma yang lazim digunakan di C n. t Misalkan x = x 1 x 2... x n C n. Norma yang lazimnya diperkenalkan pertama kali adalah norma Euklid: x 2 = x i 2. ( ) 1/2 Norma ini berasal dari hasilkali titik. 33

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi BAB II MATRIKS POSITIF Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan German, Oskar Perron. Perron menerbitkan tulisannya tentang sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 Sebelum membuktikan Teorema 2.3, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang berhubungan dengan pembuktian Teorema 2.3. Definisi 1 (Matriks Eselon Baris)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diberikan beberapa materi yang akan diperlukan di dalam pembahasan, seperti: matriks secara umum; matriks yang dipartisi; matriks tereduksi dan taktereduksi; matriks

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks BAB III MATRIKS HERMITIAN Pada bab ini, akan dibahas beberapa konsep penting dari matriks Hermitian dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks Hermitian merupakan kelas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembahasan mendasar mengenai matriks terutama yang berkaitan dengan matriks yang dapat didiagonalisasi telah jelas disajikan dalam referensi yang biasanya digunakan

Lebih terperinci

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal 7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal Nilai Eigen, Vektor Eigen Diketahui A matriks nxn dan x adalah suatu vektor pada R n, maka biasanya tdk ada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa definisi dan teorema dengan atau tanpa bukti yang akan digunakan untuk menentukan regularisasi sistem singular linier. Untuk itu akan diberikan terlebih

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI SAP (1) Buku : Suryadi H.S. 1991, Pengantar Aljabar dan Geometri analitik Vektor Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor Susunan

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI 214 MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI Astri Fitria Nur ani Aljabar Linear 1 1/1/214 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN A. Pendahuluan... 1 B. Aljabar

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS A. OPERASI ELEMENTER TERHADAP BARIS DAN KOLOM SUATU MATRIKS Matriks A = berdimensi mxn dapat dibentuk matriks baru dengan menggandakan perubahan bentuk baris dan/atau

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66 MATRIKS Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, 2012 1 / 66 Topik Bahasan 1 Matriks 2 Operasi Matriks 3 Determinan matriks 4 Matriks Invers 5 Operasi

Lebih terperinci

BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nxn ke dalam hasil

BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nxn ke dalam hasil BAB V DIAGONALISASI DAN DEKOMPOSISI MATRIKS. Diagonalisasi Sub bab ini membahas tentang faktorisasi matriks A berorde nn ke dalam hasil kali berbentuk PDP, di mana D adalah matriks diagonal. Jika diperoleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matriks merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jajaran persegi panjang dari bilangan-bilangan dan setiap matriks akan mempunyai baris dan kolom. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

Fisika Matematika II 2011/2012

Fisika Matematika II 2011/2012 Fisika Matematika II 2/22 diterjemahkan dari: Mathematical Methods for Engineers and Scientists, 2, dan 3 K. T. Tang Penterjemah: Imamal Muttaqien dibantu oleh: Adam, Ma rifatush Sholiha, Nina Yunia, Yudi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS Pada bab ini akan dibahas fungsi monoton matriks. Dalam mengkontruksi fungsi monoton matriks banyak istilah yang harus kita ketahui sebelumnya. Beberapa konsep yang akan dibahas

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR 5.. Pendahuluan Biasanya jika suatu matriks A berukuran mm dan suatu vektor pada R m, tidak ada hubungan antara vektor dan vektor A. Tetapi seringkali kita menemukan

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR

MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR KOMPETENSI: 1. Memahami penggunaan faktorisasi LU dalam penyelesaian persamaan linear.. Memahami penggunaan partisi matrik dalam penyelesaian persamaan

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier

PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Sistem Persamaan Linier

Lebih terperinci

Yang dibahas : Ortogonal Basis ortogonal Ortonormal Matrik ortogonal Komplemen ortogonal Proyeksi ortogonal Faktorisasi QR

Yang dibahas : Ortogonal Basis ortogonal Ortonormal Matrik ortogonal Komplemen ortogonal Proyeksi ortogonal Faktorisasi QR Ortogonal Yang dibahas : Ortogonal Basis ortogonal Ortonormal Matrik ortogonal Komplemen ortogonal Proyeksi ortogonal Faktorisasi QR Ortogonal Himpunan vektor {v, v,.., v k } dalam R n disebut himpunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilangan Kompleks Bilangan merupakan suatu konsep dalam matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Sistem bilangan yang dikenal saat ini merupakan hasil perkembangan

Lebih terperinci

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3.

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3. MATRIKS Pokok Bahasan Matriks definisi Notasi matriks Matriks yang sama Panambahan dan pengurangan matriks Perkalian matriks Transpos suatu matriks Matriks khusus Determinan suatu matriks bujursangkar

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U September 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R 2 dan R 3 September 2015

Lebih terperinci

MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL. Anis Fitri Lestari. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK

MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL. Anis Fitri Lestari. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL Anis Fitri Lestari Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK Matriks normal merupakan matriks persegi yang entri-entrinya bilangan kompleks

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LINIER (Kajian Fungsi antar Ruang Vektor)

TRANSFORMASI LINIER (Kajian Fungsi antar Ruang Vektor) Outline TRANSFORMASI LINIER (Kajian Fungsi antar Ruang Vektor) Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc PS. Pendidikan Matematika PS. Sistem Informasi University of Jember Indonesia Jember, 2009 Outline

Lebih terperinci

SUMMARY ALJABAR LINEAR

SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd Qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan invers matriks. 4) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan determinan matriks

BAB I PENDAHULUAN. 3) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan invers matriks. 4) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan determinan matriks 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Teori matriks merupakan salah satu cabang ilmu aljabar linier yang menjadi pembahasan penting dalam ilmu matematika. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, aplikasi

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) 1 MATERI ALJABAR LINIER VEKTOR DALAM R1, R2 DAN R3 ALJABAR VEKTOR SISTEM PERSAMAAN LINIER MATRIKS, DETERMINAN DAN ALJABAR MATRIKS, INVERS MATRIKS

Lebih terperinci

Part II SPL Homogen Matriks

Part II SPL Homogen Matriks Part II SPL Homogen Matriks SPL Homogen Bentuk Umum SPL homogen dalam m persamaan dan n variabel x 1, x 2,, x n : a 11 x 1 + a 12 x 2 + + a 1n x n = 0 a 21 x 1 + a 22 x 2 + + a 2n x n = 0 a m1 x 1 + a

Lebih terperinci

MATRIK dan RUANG VEKTOR

MATRIK dan RUANG VEKTOR MATRIK dan RUANG VEKTOR A. Matrik. Pendahuluan Sebuah matrik didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Matrik ditulis sebagai berikut: a a

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1 Aljabar Linier Lanjut Kuliah 1 Materi Kuliah (Review) Multiset Matriks Polinomial Relasi Ekivalensi Kardinal Aritmatika 23/8/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Multiset Definisi Misalkan S himpunan

Lebih terperinci

METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS

METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS METODE PANGKAT DAN METODE DEFLASI DALAM MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS Arif Prodi Matematika, FST- UINAM Wahyuni Prodi Matematika, FST-UINAM Try Azisah Prodi Matematika, FST-UINAM

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI MATRIKS. Mata Kuliah : Matematika ekonomi

TUGAS MANDIRI MATRIKS. Mata Kuliah : Matematika ekonomi TUGAS MANDIRI MATRIKS Mata Kuliah : Matematika ekonomi NamaMahasiswa : Suriani NIM : 140610098 Kode Kelas Dosen : 141-MA112-M6 : NeniMarlinaPurbaS.Pd UNIVERSITAS PUTERA BATAM 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR

APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 31 39 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR AMANATUL FIRDAUSI, MAHDHIVAN SYAFWAN,

Lebih terperinci

M AT E M AT I K A E K O N O M I MATRIKS DAN SPL I N S TITUT P ERTA N I A N BOGOR

M AT E M AT I K A E K O N O M I MATRIKS DAN SPL I N S TITUT P ERTA N I A N BOGOR M AT E M AT I K A E K O N O M I MATRIKS DAN SPL TO N I BAKHTIAR I N S TITUT P ERTA N I A N BOGOR 2 0 1 2 Kesetimbangan Dua Pasar Permintaan kopi bergantung tidak hanya pada harganya tetapi juga pada harga

Lebih terperinci

TE Teknik Numerik Sistem Linear

TE Teknik Numerik Sistem Linear TE 9467 Teknik Numerik Sistem Linear Operator Linear Trihastuti Agustinah Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro - FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember O U T L I N E. Objektif.

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah

Aljabar Linier. Kuliah Aljabar Linier Kuliah 13 14 15 Materi Kuliah Transformasi Linier dari F n ke F m Perubahan Matriks Basis Matriks dari Transformasi Linier Perubahan Basis untuk Transformasi Linier Matriks-matriks Ekivalen

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah)

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah) Pengantar Vektor Besaran Skalar (Tidak mempunyai arah) Vektor (Mempunyai Arah) Vektor Geometris Skalar (Luas, Panjang, Massa, Waktu dan lain - lain), merupakan suatu besaran yang mempunyai nilai mutlak

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUHG3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN Determinan Matriks Determinan Matriks Sub Pokok Bahasan Permutasi dan Determinan Matriks Determinan dengan OBE Determinan dengan Ekspansi Kofaktor Beberapa Aplikasi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U Agustus 2015 MZI (FIF Tel-U) Matriks -

Lebih terperinci

Table of Contents. Table of Contents 1

Table of Contents. Table of Contents 1 Table of Contents Table of Contents 1 1 Pendahuluan 2 1.1 Koreksi dan deteksi pola kesalahan....................... 5 1.2 Laju Informasi.................................. 6 1.3 Efek dari penambahan paritas..........................

Lebih terperinci

Matriks. Baris ke 2 Baris ke 3

Matriks. Baris ke 2 Baris ke 3 Matriks A. Matriks Matriks adalah susunan bilangan yang diatur menurut aturan baris dan kolom dalam suatu jajaran berbentuk persegi atau persegi panjang. Susunan bilangan itu diletakkan di dalam kurung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suatu matriks A C m n dikatakan memiliki faktorisasi LU jika matriks tersebut dapat dinyatakan sebagai A = LU dengan L C m m matriks invertibel segitiga bawah

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal. 183-190 DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN Fidiah Kinanti, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani

Lebih terperinci

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR A. DEFINISI DASAR 1. Definisi-1 Suatu pemetaan f dari ruang vektor V ke ruang vektor W adalah aturan perkawanan sedemikian sehingga setiap vektor v V dikawankan

Lebih terperinci

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F BAB IV TRANSFORMASI LINEAR 4.. Transformasi Linear Jika V dan W adalah ruang vektor dan F adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka

Lebih terperinci

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika Jurusan Matematika 1 Nopember 2011 1 Vektor dan Garis 2 Koordinat 3 Norma Vektor 4 Hasil Kali Titik dan Proyeksi 5 Hasil Kali Silang Definisi Vektor Definisi Jika AB dan CD ruas garis berarah, keduanya

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift Jurnal Penelitian Sains Volume 14 Nomer 1(A) 14103 Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift Yuli Andriani Jurusan Matematika FMIPA,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2. SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : 3 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas Referens i 1

Lebih terperinci

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Biplot merupakan metode eksplorasi analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar

Lebih terperinci

6- Operasi Matriks. MEKANIKA REKAYASA III MK Unnar-Dody Brahmantyo 1

6- Operasi Matriks. MEKANIKA REKAYASA III MK Unnar-Dody Brahmantyo 1 6- Operasi Matriks Contoh 6-1 : Budi diminta tolong oleh ibunya untuk membeli 2 kg gula dan 1 kg kopi. Dengan uang Rp. 10.000,- Budi mendapatkan uang kembali Rp. 3.000,-. Dihari yang lain, Budi membeli

Lebih terperinci

DIKTAT PERKULIAHAN. EDISI 1 Aljabar Linear dan Matriks

DIKTAT PERKULIAHAN. EDISI 1 Aljabar Linear dan Matriks DIKTAT PERKULIAHAN EDISI 1 Aljabar Linear dan Matriks Penulis : Ednawati Rainarli, M.Si. Kania Evita Dewi, M.Si. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG 011 IF/011 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

1.1 MATRIKS DAN JENISNYA Matriks merupakan kumpulan bilangan yang berbentuk segi empat yang tersusun dalam baris dan kolom.

1.1 MATRIKS DAN JENISNYA Matriks merupakan kumpulan bilangan yang berbentuk segi empat yang tersusun dalam baris dan kolom. Bab MATRIKS DAN OPERASINYA Memahami matriks dan operasinya merupakan langkah awal dalam memahami buku ini. Beberapa masalah real dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks. Masalah tersebut antara lain

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier

PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Sistem Persamaan Linier

Lebih terperinci

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar. Dengan menggunakan ruas garis yang sudah ada, tentukan banyak jajar genjang tanpa sudut siku-siku pada

Lebih terperinci

Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Sistem Persamaan Linier dan Matriks Sistem Persamaan Linier dan Matriks 1.1 Pendahuluan linier: Sebuah garis pada bidang- dapat dinyatakan secara aljabar dengan sebuah persamaan Sebuah persamaan jenis ini disebut persamaan linier dalam dua

Lebih terperinci

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel.

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel. 1. Persamaan Linier 5. PERSAMAAN LINIER Persamaan linier adalah suatu persamaan yang variabel-variabelnya berpangkat satu. Disamping persamaan linier ada juga persamaan non linier. Contoh : a) 2x + 3y

Lebih terperinci

BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN 1. Hasil Kali Dalam 2. Sudut dan Keortogonalan pada Ruang Hasil Kali Dalam 3.Basis Ortogonal, Proses Gram-Schmidt 4.Perubahan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER 2 KODE : MKK414515 DOSEN PENGAMPU : Annisa Prima Exacta, M.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS MODUL 1 Teori Bilangan Bilangan merupakan sebuah alat bantu untuk menghitung, sehingga pengetahuan tentang bilangan, mutlak diperlukan. Pada modul pertama ini akan dibahas mengenai bilangan (terutama bilangan

Lebih terperinci

DIKTAT ALJABAR LINIER DAN MATRIKS VEKTOR. Penyusun Ir. S. Waniwatining Astuti, M.T.I.

DIKTAT ALJABAR LINIER DAN MATRIKS VEKTOR. Penyusun Ir. S. Waniwatining Astuti, M.T.I. DIKTAT ALJABAR LINIER DAN MATRIKS VEKTOR Penyusun Ir. S. Waniwatining Astuti, M.T.I. SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA MDP 24 KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis mengucapkan

Lebih terperinci

Hand-Out Geometri Transformasi. Bab I. Pendahuluan

Hand-Out Geometri Transformasi. Bab I. Pendahuluan Hand-Out Geometri Transformasi Bab I. Pendahuluan 1.1 Vektor dalam R 2 Misalkan u = (x 1,y 1 ), v = (x 2,y 2 ) dan w = (x 3,y 3 ) serta k skalar (bilangan real) Definisi 1. : Penjumlahan vektor u + v =

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR ELEMENTER

ALJABAR LINEAR ELEMENTER BAHAN AJAR ALJABAR LINEAR ELEMENTER Disusun oleh : Indah Emilia Wijayanti Al. Sutjijana Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Desember, 22 ii Daftar Isi Sistem Persamaan Linear dan Matriks.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Matriks (matrix) adalah jajaran empat persegi panjang dan bilanganbilangan. Bilangan-bilangan dalam jajaran tersebut disebut entri dari matriks. Berikut ini beberapa

Lebih terperinci

Operasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam

Operasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam Operasi Eliminasi Gauss Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih sederhana (ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss). Caranya adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan. Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015

Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan. Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015 Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015 Dadang Amir Hamzah (STT) Matematika Teknik I Semester 3, 2015 1 / 33 Outline 1 Matriks Dadang

Lebih terperinci

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5 Aljabar Linear & Matriks Pert. 5 Evangs Mailoa Pengantar Determinan Menurut teorema 1.4.3, matriks 2 x 2 dapat dibalik jika ad bc 0. Pernyataan ad bc disebut sebagai determinan (determinant) dari matriks

Lebih terperinci

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Matriks Drs. R. J. Pamuntjak, M.Sc. S PENDAHULUAN istem persamaan linear yang muncul hampir dalam semua penerapan aljabar linear, juga sangat diperlukan sebagai landasan dalam pembahasan bagian lain

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

Part III DETERMINAN. Oleh: Yeni Susanti

Part III DETERMINAN. Oleh: Yeni Susanti Part III DETERMINAN Oleh: Yeni Susanti Perhatikan determinan matriks ukuran 2x2 berikut: Pada masing-masing jumlahan dan Terdapat wakil dari setiap baris dan setiap kolom. Bagaimana dengan tanda + (PLUS)

Lebih terperinci