THE ANALYSIS OF INDONESIA S TRADE PATTERN WITH SOME ASIA COUNTRIES: INTRA-INDUSTRY TRADE (IIT) APPROACH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "THE ANALYSIS OF INDONESIA S TRADE PATTERN WITH SOME ASIA COUNTRIES: INTRA-INDUSTRY TRADE (IIT) APPROACH"

Transkripsi

1 MPRA Munch Personal RePEc Archve THE ANALYSIS OF INDONESIA S TRADE PATTERN WITH SOME ASIA COUNTRIES: INTRA-INDUSTRY TRADE (IIT) APPROACH Muhammad Afd Nzar and Heru Wbowo 2007 Onlne at MPRA Paper No , posted 1. September :42 UTC

2 ANALISIS POLA PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN BEBERAPA NEGARA ASIA : PENDEKATAN INTRA- INDUSTRY TRADE (IIT) Muhammad Afd Nzar 1 Heru Wbowo 2 Abstrak Perdagangan ntra-ndustr (ntra-ndustry trade, IIT) adalah perdagangan nternasonal untuk produk-produk yang dhaslkan oleh sektor yang sama. Dalam beberapa dekade terakhr, IIT mendapatkan pors perhatan yang cukup besar dar para ekonom duna. Sejumlah stud emprs telah dlakukan untuk mengetahu manfaat serta faktor-faktor penentu perdagangan ntra-ndustr. Hanya saja peneltan yang dlakukan lebh dttkberatkan pada hubungan dagang antar negara-negara ndustr dan mash sedkt dantara stud tu yang dlakukan dengan kasus negara-negara berkembang, termasuk perdagangan antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagangnya. Tulsan n mencoba menganalsa pola perdagangan Indonesa dengan sejumlah negara mtra dagang d kawasan Asa dalam perode Hasl analss bak dengan menggunakan pendekatan stats, yatu Grubel-Lyod Index (Indeks GL) maupun pendekatan dnams, yatu ndkator Brülhart (margnal ntra-ndustry trade, MIIT dan Performance Sectoral Index) menunjukkan bahwa dalam perode stud terjad perubahan pola perdagangan Indonesa. Berdasarkan analsa stats yang dlakukan dperoleh hasl yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan dar tahun ke tahun terjad penngkatan perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang d kawasan Asa. Artnya, dalam perode stud telah terjad penngkatan dalam ekspor dan mpor antara produk untuk barang-barang atau komodt dengan klasfkas ndustr yang sama. Hal n terutama terjad untuk produk-produk manufaktur (SITC 5-8). Selan tu juga dperoleh hasl dar analsa stats bahwa dalam perode stud telah terjad penngkatan perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang Asa sepert Malaysa, Sngapura, dan Thaland, Chna, dan Australa. Sementara tu, hasl analsa dnams dengan menggunakan ndeks perdagangan ntra-ndustr marjnal menunjukkan bahwa dalam perode stud, perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan negara-negara mtra d kawasan Asa semakn pesat. Dsampng tu, hasl analsa tersebut juga menunjukkan semakn terntegrasnya Indonesa dengan negara-negara d kawasan ASEAN. Indeks knerja sektoral menunjukkan bahwa meskpun perdagangan ntra-ndustr semakn berkembang, namun perdagangan antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang d kawasan Asa mash ddomnas oleh tpe perdagangan nter-ndustr. Artnya, keunggulan komparatf mash berperan pentng dalam perdagangan nternasonal Indonesa. Analsa sektoral juga menunjukkan bahwa ndustr dalam neger mash memerlukan pembenahan mengngat knerja mereka mash kalah dbandngkan dengan sektor sejens d negara-negara d kawasan Asa. Kata Kunc : trade balance, value added, comparatve advantage, endowment factor, nter-ndustry trade, ntrandustry trade, economc of scale, ntegras ekonom, Grubel-Lloyd Index, margnal ntra-ndustry trade, Performance Sectoral Index. 1 Kepala Sub Bdang Neraca Pembayaran, Bdang Analss Ekonom Makro, Pusat Kebjakan Ekonom dan Keuangan, Badan Kebjakan Fskal, Departemen Keuangan. 2 Kepala Sub Bdang pada Pusat Kebjakan Belanja Negara, Badan Kebjakan Fskal, Departemen Keuangan.

3 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kerangka perekonoman yang semakn terntegras, berbaga dnamka dan perubahan yang terjad pada tngkat global dan regonal, bak secara langsung maupun tdak langsung akan turut mempengaruh knerja perekonoman suatu negara. Bag Indonesa, pengaruh perubahan ekonom global dan regonal juga prakts tdak dapat dhndar sebaga konsekuens dar sstem ekonom terbuka yang danut. Implkas berbaga perubahan tersebut dcermnkan oleh knerja besaran-besaran yang terdapat dalam neraca pembayaran, yang melput transaks perdagangan barang (Ekspor [X] Impor [M]), transaks perdagangan jasa-jasa (servce accounts) dan transaks modal dan keuangan (captal and fnancal accounts). Dengan memperhatkan perubahan besaran-besaran tersebut dalam tahun tertentu akan dapat dketahu kemampuan perekonoman domestk dalam menyedakan cadangan devsa guna menopang berbaga transaks nternasonal yang dlakukan pada tahun tersebut. Knerja neraca perdagangan (trade balance, X M), selan mempengaruh ketersedaan cadangan devsa juga memberkan kontrbus yang sgnfkan terhadap pembentukan Produk Domestk Bruto (PDB) nasonal, yang pada glrannya dapat memberkan ndkas apakah ekonom dalam neger mengalam pertumbuhan yang berakseleras, melambat atau berkontraks. Oleh karena tu, dnamka dan perubahan ekspor perlu dcermat dan danalsa secara kontnyu dan hat-hat untuk memperoleh gambaran yang jelas mengena faktor-faktor yang menyebabkan terjadnya dnamka dan perubahan tersebut. Hal n pentng untuk keperluan formulas berbaga kebjakan yang akan dtempuh guna mendorong penngkatan ekspor d masa mendatang. D ss lan, dnamka dan perubahan mpor juga perlu dcermat. Selan karena mash tnggnya ketergantungan ndustr dalam neger terhadap bahan baku dan barang modal mpor, perkembangan mpor bahan baku dan barang modal juga dapat menjad ndkas aktvtas nvestas dan produks yang berlangsung d dalam neger. Apabla dcermat, transaks perdagangan nternasonal Indonesa (ekspormpor) dengan negara-negara mtra dagang telah mengalam perubahan dan transformas yang bersfat struktural. Hal n mula terlhat sejak dmulanya proses ndustralsas pada awal dekade 1990-an. Bla dalam dekade tahun 1980-an, ekspor Indonesa mash ddomnas oleh ekspor komodt prmer, maka setelah perode tersebut nla ekspor produk manufaktur telah berhasl melampau nla ekspor komodt prmer. Konds n tentunya tdak terlepas dar nsentf berupa nla tambah (value added) tngg yang dtawarkan produk-produk manufaktur ketmbang komodt prmer. Perubahan juga terjad pada struktur mpor, yang sebelumnya lebh ddomnas oleh mpor barang-barang konsums menjad mpor bahan baku/penolong dan barang modal. Dengan perubahan struktur tersebut, tdak tertutup kemungknan terjadnya hubungan dagang antara Indonesa dan negara-

4 negara mtra dengan pola yang lebh ddomnas oleh pertukaran antara barangbarang dar sektor manufaktur yang relatf sama (ntra-ndustry trade). Namun demkan, ada kemungknan lan yatu terjadnya pertukaran antara barang-barang manufaktur yang relatf tdak sama (nter-ndustry trade). Kecenderungan menngkatnya perdagangan produk ndustr yang relatf sama (ntra-ndustry trade) antar negara, secara teorts-emprs, lebh ddasarkan kepada pertmbangan skala ekonom (economc of scale). Kecenderungan n terlhat cukup kuat dpraktekkan dalam perdagangan antar negara-negara yang berada dalam satu kawasan tertentu dan mengkatkan dr dalam kerja sama ekonom khusus. Keterlbatan Indonesa dalam blok perdagangan ASEAN (AFTA) dan kawasan Asa Pasfk (APEC) dperkrakan akan menyebabkan terjadnya perubahan dalam pola perdagangan yang dlakukan antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagangnya, khususnya d kawasan Asa. Dalam kasus n berart bahwa Indonesa tdak perlu memproduks sendr semua komponen produk ekspornya melankan hanya perlu berkonsentras untuk memproduks satu atau beberapa jens komponen saja sesua dengan kapastas maksmalnya, dan mengmpor ssanya dar negara-negara mtra dagang. Selanjutnya, Indonesa hanya perlu meraktnya menjad barang jad dan mengekspornya ke negara lan, termasuk ke negara dar mana Indonesa mengmpor. Namun dengan memperhatkan perkembangan perdagangan nternasonal Indonesa selama n, dduga sebagan besar komodt yang dekspor mash mengandalkan kelmpahan faktor produks yang dmlk, sepert tenaga kerja yang relatf murah dan sumber daya alam, dan bukan bertumpu pada keunggulan kualtas komodt ekspor dan keterlbatan teknolog yang relatf tngg dan efsen dalam memproduks barang. Artnya, perdagangan yang berlangsung antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang sebagan besar mash dalam komodt-komodt yang berbeda Maksud dan Tujuan Stud mengena perdagangan ntra-ndustr pada umumnya melbatkan beberapa negara dengan berbaga tngkat perkembangan perekonoman yang berbeda. Hanya saja, sebagan besar dar peneltan yang ada, lebh banyak membahas perdagangan ntra-ndustr yang terjad antar negara maju. Akhr-akhr n, stud mengena perdagangan ntra-ndustr telah meluas dengan melbatkan negara-negara berkembang. Namun demkan, hanya sedkt stud yang memfokuskan dr kepada perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan mtra dagangnya. Menlk pengalaman negara-negara ndustr dan negara-negara berkembang serta semakn besarnya kontrbus produk-produk manufaktur dalam struktur perdagangan nternasonal Indonesa, maka menjad relevan untuk melakukan pengamatan terhadap pola perdagangan nternasonal Indonesa dalam perode

5 dengan menggunakan pendekatan perdagangan ntra-ndustr. Hal lan yang tdak kalah menarknya adalah mengamat mplkas dar perubahan pola perdagangan tersebut terhadap komodtas ekspor Indonesa, apakah mash bertumpu kepada kelmpahan faktor produks yang dmlk, sepert tenaga kerja yang relatf murah dan sumber daya alam, atau lebh mengandalkan keunggulan kualtas komodt ekspor dan keterlbatan teknolog yang relatf tngg dan efsen dalam produks barang Metodolog Peneltan dan Data Data dan Sumber Data Stud n dlakukan dengan menggunakan data tme seres dalam perode , terutama data nla ekspor dan mpor antara Indonesa dengan negaranegara mtra dagang d kawasan Asa, yatu Sngapura, Thaland, Malaysa, Phlpna, Jepang, Chna, Hongkong, Inda, Bangladesh, Laos, Papua Nugn, Pakstan, dan Australa. Data negara-negara mtra dagang tersebut dperoleh dar data ekspor dan mpor yang dpublkaskan Badan Pusat Statstk (BPS) dan sumber lannya yang relevan. Dsampng tu, data sekunder juga dperoleh dar data onlne yang dunduh dar stus UN-Comtrade. Adapun komodt yang dmasukkan dalam stud n terdr dar 236 komodt berdasarkan SITC Revson tga dgt. Data dmaksud lebh lanjut dgunakan untuk mengdentfkas pola perdagangan nternasonal Indonesa dengan menggunakan ndeks Grubel dan Lloyd (GL) dan ndkator Brülhart (ndeks perdagangan ntra-ndustr marjnal dan ndeks knerja sektoral) Indeks Grubel-Lloyd (GL) Untuk mengukur perdagangan ntra-ndustr, metode yang palng lazm dgunakan adalah ndeks Grubel-Lloyd (GL ndex). Indeks n dgunakan untuk mengukur propors perdagangan ntra-ndustr dalam ndustr tertentu. Indeks GL dformulaskan sebaga berkut 3 : ( X t M t ) X t M t GLt ; 1,... N; t 1,... T X M t t dmana X t dan M t menunjukkan ekspor dan mpor dar sektor dalam perode t. X t - M t merepresentaskan nla absolut ekspor dan mpor dar sektor dalam perode t. Indeks GL dhtung untuk masng-masng sektor berdasarkan SITC tga dgt (dar SITC 001 sampa dengan 899) dalam tahun t tertentu (dar tahun 1992 sampa dengan tahun 2005). Nla ndeks GL berksar antara 0 dan 1. Apabla X t = M t, maka nla dar ndeks GL t sama dengan 1 yang berart perdagangan netonya 3 Brülhart, Marus dan Robert J.R Elot (1998), Adjustment to the European Sngle Market: Inferences from Intra- Industry Patterns, MCB Unversty Press, Journal of Economc Studes, Volume 25, Number 3, pp Lhat juga Km, Taeg (1992), Intra-Industry Trade: The Korean Experence. Internatonal Economc Journal.

6 (ekspor dkurang mpor) sama dengan nol. Hal n berart bahwa semua perdagangan merupakan perdagangan ntra-ndustr. Dengan demkan, apabla ndeks GL semakn mendekat angka 1 menunjukkan derajat perdagangan ntrandustr yang semakn tngg. Indeks GL yang dhtung berdasarkan SITC tga dgt dapat dagregatkan menjad satu dgt untuk suatu jens ndustr tertentu dengan terlebh dahulu menghtung rata-rata tertmbangnya. Adapun formulas yang dgunakan untuk agregas tersebut adalah 4 : GL jt N ( Xjt Mjt ) Xjt Mjt 1 1 N ; 1992,...,2005 ( X M ) 1 t jt N jt dmana N menunjukkan jumlah ndustr pada suatu tngkat agregas tertentu j, msalnya sektor komodt total (SITC 0 8) atau bagan tertentu dar sektor komodt, msalnya SITC 1, SITC 5 8; menunjukkan kompononen dar subndustr pada tngkat agregas j-1; dan t menunjukkan perode waktu. Dalam formulas d atas, pemblang ndeks GL dhtung dengan cara menjumlahkan ketdaksembangan masng-masng SITC tga dgt guna memecahkan persoalan pengelompokan Perdagangan Intra-ndustr Marjnal (Margnal Intra-Industry Trade, MIIT) Indeks GL d atas dapat dgunakan untuk mengetahu spesalsas ndustr yang dmlk oleh suatu negara dalam satu tahun tertentu. Hanya saja, ndeks GL mempunya keterbatasan, yatu tdak dapat menjelaskan perubahan yang terjad dar waktu ke waktu berkatan dengan baya penyesuaan (adjustement costs) yang terjad dalam ndustr tertentu. Untuk tu, Brülhart mengusulkan konsep perdagangan ntra-ndustr marjnal (margnal ntra-ndustry trade, MIIT), yang dapat mengukur perubahan perdagangan ntra-ndustr antar waktu, yang dformulaskannya dalam persamaan berkut 5 : MIIT A 1 ( X X t t X X, t n, t n ) ( M M t t M M, t n, t n ), dmana X t dan M t melambangkan ekspor dan mpor dar sektor pada perode t, dan X,t-n dan M,t-n mewakl ekspor dan mpor sektor pada perode sebelumnya, t- 4 Greenaway, Davd dan C R Mlner, (1986), The Economcs of Intra-Industry Trade, Basl Blackwell Ltd. New York. 5 Brülhart, Marus, (1994), Margnal Intra-Industry Trade : Measurement and Relevance for the Pattern of Industral Adjustment, Weltwrtschaftlches Archv, vol. 130, p. 606.

7 n, dmana n 1. Apabla X t-x,t-n dgant dengan X dan M t-m,t-n dgant dengan M maka formula d atas dapat juga dtulskan sebaga : A 1 X X M M Nla ndeks A berksar antara 0 dan 1. Apabla nlanya mendekat nla 0, berart perubahan dalam perdagangan lebh banyak ddomnas oleh perdagangan antar-ndustr (nter-ndustry trade). Sedangkan, apabla nla A mendekat nla 1 berart perdagangan lebh bersfat ntra-ndustr. Dengan demkan, ndeks A menunjukkan derajat tngkat kesamaan perubahan pola ekspor dan mpor antar negara dar waktu ke waktu 6. Sebagamana ndeks GL, ndeks A juga dapat dagregatkan ke dalam tngkat ndustr tertentu dengan cara menghtung rata-rata tertmbangnya, yatu: A w N 1 w A dmana w N X M 1 X M Indeks Knerja Sektoral (Sectoral Performance Index) Formulas ndeks Aw d atas menyratkan bahwa baya penyesuaan (adjustement costs) yang terjad dalam bentuk pencptaan lapangan kerja sebaga akbat perkembangan suatu sektor (ekspor neto) dan d ss lan berkurangnya lapangan kerja yang ada sebaga akbat menurunnya kegatan suatu sektor (mpor neto), adalah dentk. Hal tersebut tentunya bukan asums yang sepenuhnya tepat mengngat dalam pasar tenaga kerja terkat erat dengan faktor-faktor sepert adanya pengangguran dan dperlukannya pelathan dan praktek kerja yang tdak dapat dsesuakan dalam waktu sngkat ketka tenaga kerja pndah dar satu ndustr ke ndustr lan yang berbeda. Atas dasar pertmbangan tersebut, Brulhart mengusulkan ndeks B, yatu 7 : B X M dmana B 1 A X M Nla ndek B terletak antara -1 dan 1. Apabla nla ndeks B mendekat 0 berart semakn tngg derajat perdagangan ntra-ndustrnya. Indeks n juga mengnformaskan mengena propors dar perubahan marjnal dalam perdagangan ntra-ndustr, knerja sektoral yang dmlk oleh suatu negara, dan knerja ndvdual dar masng-masng sektor. Hanya saja ndeks B mempunya 6 Ibd, p Brülhart, Marus, (2002), Margnal Intra-Industry Trade: Towards A Measure of Non-Dsruptve Trade Expanson, dalam P.J. Lloyd and Hyun-Hoon Lee (Eds.), Fronters of Research on Intra-Industry Trade, Palgrave-Macmllan, 2002.

8 keterbatasan dbandngkan dengan ndeks GL dan ndeks perdagangan ntrandustr marjnal, yatu tdak dapat dagregatkan ke dalam satu ndustr tertentu dan dnterpretaskan secara berart. II. KERANGKA TEORITIS Perdagangan yang terjad antar negara dlatarbelakang oleh dua alasan utama. Kedua alasan tersebut memberkan keuntungan perdagangan (gans from trade) bag masng-masng negara yang terlbat d dalamnya. Alasan pertama, negara-negara melakukan perdagangan karena berbeda satu sama lan. Negaranegara, sebagamana ndvdu-ndvdu, dapat memperoleh keuntungan dar perbedaan antar negara melalu suatu pengaturan dmana setap phak melakukan sesuatu dengan relatf lebh bak. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan satu dengan yang lan dengan tujuan mencapa efsens atau skala ekonoms (economes of scale) dalam produks. Artnya, jka setap negara hanya menghaslkan sejumlah barang tertentu, maka negara tu dapat menghaslkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebh besar dan karenanya lebh efsen dbandngkan jka negara tu mencoba memproduks semua jens barang Teor Perdagangan Standar Sepanjang sejarah, teor perdagangan nternasonal telah mengalam evolus yang sangat substansal. Pemkran tentang perdagangan nternasonal dmula pada zaman pra-klask merkantlsme, yang tumbuh dan berkembang dengan pesat pada abad XVI XVIII d Eropa Barat. Kemudan dkoreks oleh para ekonom zaman klask, yang dmotor oleh Adam Smth dengan teor keunggulan mutlak (absolute advantage) dan Davd Rcardo dengan teor keunggulan komparatf (comparatve advantage). Menurut Adam Smth, suatu negara akan memperoleh manfaat dar perdagangan nternasonal dan pada glrannya menngkatkan kemakmuran apabla () terdapat perdagangan bebas (free trade) dan () melakukan spesalsas berdasarkan keunggulan mutlak/absolut (absolute advantage) yang dmlk 8. Hanya saja, teor Adam Smth n mengandung kelemahan terutama apabla hanya satu negara yang memlk keunggulan mutlak untuk jens produk yang dhaslkan, maka tdak akan terjad perdagangan nternasonal yang menguntungkan. Kelemahan teor Adam Smth n kemudan dkrtk dan sekalgus dsempurnakan oleh John Stuart Mll dan Davd Rcardo dengan teor keunggulan komparatf. Dasar pemkran kedua tokoh n adalah bahwa terjadnya perdagangan nternasonal pada prnspnya tdak berbeda. Menurut J.S Mll, suatu negara akan 8 Keunggulan mutlak (absolute advantage) adalah keunggulan atau keuntungan yang dperoleh suatu negara karena melakukan spesalsas dalam memproduks barang-barang yang tngkat efsens dalam penggunaan faktor produksnya lebh tngg dbandngkan negara lan. Lhat Hady,Hamdy, (1998), Ekonom Internasonal : Teor dan Kebjakan Perdagangan Internasonal, Ghala Indonesa, Jakarta.

9 berspesalsas pada ekspor barang tertentu bla negara tersebut memlk keunggulan komparatf terbesar, dan akan berspesalsas pada mpor barang bla negara tersebut memlk kerugan komparatf (comparatve dsadvantage) 9. Atau suatu negara akan melakukan ekspor barang bla barang tu dapat dproduks dengan baya lebh rendah, dan akan melakukan mpor bla barang tu dproduks sendr akan memerlukan baya yang lebh besar. Sedangkan menurut Davd Rcardo, perdagangan antar negara akan terjad bla masng-masng negara memlk baya pengorbanan (opportunty cost) relatf yang terkecl untuk jens barang yang berbeda. Jad, Rcardo lebh menekankan pada perbedaan efsens relatf antar negara dalam memproduks dua atau lebh jens barang yang menjad dasar terjadnya perdagangan nternasonal. Negara-negara dengan keunggulan komparatf yang berbeda n akan memperoleh manfaat dar perdagangan (gans from trade). Namun demkan, teor Rcardo n juga memlk kelemahan terutama karena perdagangan bsa terjad apabla terdapat perbedaan fungs faktor produks, yang kemudan menyebabkan terjadnya perbedaan produktvtas atau efsens, sehngga menmbulkan perbedaan harga barang yang sejens d antara kedua negara. Apabla fungs faktor produks sama atau produktvtas dan efsens d kedua negara sama, maka tdak akan terjad perdagangan nternasonal, karena harga barang yang sejens akan sama d kedua negara. Padahal dalam kenyataannya, walaupun produktvtas dan efsens sama d kedua negara ternyata harga barang sejens bsa berbeda sehngga dapat terjad perdagangan nternasonal. Oleh karena tu teor Rcardo n tdak dapat menjelaskan kenapa terjad perbedaan harga untuk barang/produk sejens walaupun produktvtas dan efsens d kedua negara sama. Kelemahan teor Rcardo n kemudan dsempurnakan oleh El Heckscher- Bertl Ohln yang dkenal dengan H-O Theory. Teor H-O menjelaskan bahwa walaupun efsens dan produktvtas faktor produks (msalnya, tenaga kerja) d kedua negara sama, perdagangan nternasonal akan tetap dapat terjad. Hal n dsebabkan karena adanya perbedaan jumlah/propors faktor produks yang dmlk oleh masng-masng negara, sehngga harga barang-barang yang dhaslkan juga berbeda. Teor H-O n dkenal sebaga the proportonal factors theory atau teor propors faktor produks (factor proporton) atau teor kelmpahan faktor produks (factor endowment). Dasar pemkran teor n adalah bahwa perdagangan nternasonal terjad karena adanya perbedaan baya alternatf atau baya pengorbanan (opportunty cost) antara masng-masng negara. Perbedaan baya alternatf tersebut dsebabkan 9 Keunggulan komparatf atau keunggulan berbandng (comparatve advantage) adalah keuntungan yang dperoleh suatu negara karena tngkat efsens dalam kegatan memproduks barang-barang jauh lebh tngg dbandngkan negara lan. Tngkat efsens n dtunjukkan melalu harga relatf yang lebh rendah dbandng negara lan. Teor n ddasarkan pada dua jens keunggulan, yatu keunggulan komparatf baya atau efsens tenaga kerja (cost comparatve advantage atau labor effcency) dan keunggulan komparatf produks atau produktvtas tenaga kerja (producton comparatve atau labor productvty). Lhat Hady,Hamdy, (1998), Ekonom Internasonal : Teor dan Kebjakan Perdagangan Internasonal, Ghala Indonesa, Jakarta.

10 karena adanya perbedaan dalam jumlah atau propors faktor produks yang dmlk masng-masng negara. Karena perbedaan jumlah faktor produks (factor endowment), maka sesua dengan hukum pasar, harga dar faktor-faktor produks tersebut juga berbeda. Namun dengan perbedaan harga faktor tersebut belum tentu akan menyebabkan satu negara unggul atas negara lan dalam memproduks suatu barang. Karena hal tu sangat dtentukan oleh tngkat ntenstas pemakaan faktor produks dalam memproduks barang tersebut. Berdasarkan model Heckscher- Ohln n, suatu negara yang kaya tenaga kerja akan memproduks barang-barang yang menggunakan lebh banyak tenaga kerja (labor-ntensve product). Demkan pula negara yang memlk kelmpahan faktor produks modal dan faktor produks lannya. Dalam kegatan perdagangan nternasonal, hal n mengndkaskan bahwa suatu negara akan mengekspor komodt yang secara ntensf menggunakan faktor-faktor produksnya yang melmpah dan mengmpor komodt yang menggunakan faktor produks yang langka. Spesalsas n akan terus berlanjut hngga nsentf perdagangan dtark, dalam art harga faktor-faktor produks antar negara dsamakan. Implkas pentng dar teor Heckscher-Ohln (H-O theory) adalah tdak dmungknkannya perdagangan antar negara yang memlk faktor produks yang sama. Masng-masng negara hanya akan memproduks satu jens komodt dmana negara tu mempunya keunggulan komparatf dan memperdagangkannya dengan komodtas yang berbeda dar negara lan. Konds n berbeda dengan kecenderungan umum yang terjad dalam beberapa dekade terakhr, dmana telah terjad arus perdagangan dalam jumlah yang masf antar negara yang memlk kemrpan sumberdaya alam, teknolog, dan selera. Produk-produk yang terseda juga telah mengalam dferensas, bukan lag produk-produk yang homogen dar ndustr yang sama. Oleh karena tu, teor perdagangan konvensonal menjad kurang relevan dalam masalah n dan tdak bsa menjelaskan bentuk pola perdagangan yang muncul Landasan Perdagangan Intra-Industr Perdagangan ntra-ndustr (ntra-ndustry trade, IIT) adalah perdagangan nternasonal untuk produk-produk yang dhaslkan oleh sektor yang sama. Pola perdagangan n dkaraktersaskan melalu ekspor dan mpor barang-barang yang jensnya sama dan dlakukan secara smultan. Pola perdagangan n palng banyak terjad antar negara-negara maju dan antar negara-negara yang memlk struktur ekonom dan sosal yang hampr sama. 10 Apa yang ada dbalk perlaku ekspor dan mpor barang dengan jens yang sama adalah sangat banyak, namun pada akhrnya n merupakan asums kesenangan konsumen terhadap keragaman yang 10 Helpman, Elhanan & Krugman, Paul R. (1999), Market Structure and Foregn Trade, Increasng Returns, Imperfect Competton and the Internatonal Economy. The MIT Press Cambrdge, Massachusetts London, England, p. 173

11 mencptakan permntaan atas ragam lan dar jens barang yang sama. 11 Model dasar perdagangan ntra-ndustr merujuk pada faktor-faktor sepert adanya skala ekonom (economes of scale) dan produks barang-barang yang terdferensas (dfferentated goods). 12 Dalam beberapa dekade terakhr, para ekonom mula menyada bahwa perdagangan ntra-ndustr merupakan bagan yang substansal dar perdagangan secara keseluruhan, terutama dalam perdagangan blateral antar negara-negara dengan kelmpahan faktor produks yang sama. Konds n telah mendorong dlakukannya peneltan yang mentkberatkan pada pengukuran manfaat serta faktor-faktor penentu perdagangan ntra-ndustr. Stud emprs pertama dlakukan oleh Verdoorn, yang menelt pola perdagangan yang terjad d kawasan Benelux (Belgum, Netherland, and Luxemburg) pada tahun Verdoorn menympulkan bahwa varas perbedaan harga yang cukup besar antara Belanda dan negaranegara mtra dagangnya pada saat tu mengndkaskan derajat perbedaan produk dan hal n mengarah kepada kecenderungan adanya spesalsas perdagangan ntra-ndustr. Kemudan, Balassa (1966) menganalsa pola perdagangan antar negara-negara yang tergabung dalam masyarakat ekonom Eropa (European Communty, EC) pasca pengurangan tarf. Balassa menemukan bahwa dalam dekade 1950-an dan 1960-an, perdagangan ntra-ndustr terbukt mengurang baya-baya yang harus dbayar sebaga akbat lberalsas perdagangan. Stud lebh lanjut yang dlakukan oleh Grubel (1967) menemukan bahwa perdagangan nternasonal antar negara-negara Eropa lebh bersfat ntra dbandngkan nter-ndustr Beberapa Keunggulan Perdagangan Intra-ndustr Karakterstk yang menonjol dar perdagangan ntra-ndustr adalah : Pertama, tdak selalu dperlukannya keunggulan komparatf (comparatve advantage) sebaga faktor yang memcu terjadnya perdagangan nternasonal 14. Perdagangan ntra-ndustr merupakan hasl dar dferensas produk sebaga akbat proses produksnya yang unk. Keunkan produks masng-masng produk tersebut dcermnkan oleh baya produks yang berbeda-beda untuk mencapa skala ekonomsnya (economes of scale). Skala ekonoms untuk menghaslkan produk tertentu berbeda-beda antar masng-masng produsen. Dengan adanya perdagangan ntra-ndustr maka produsen dapat beroperas pada skala ekonomsnya karena produsen hanya perlu berkonsentras untuk memproduks jens produk tertentu saja. Konds n akan menngkatkan spesalsas dalam jens ndustr tertentu sehngga mampu menghaslkan skala ekonom yang lebh bak. 11 Ibd, Chapter Krugman, Paul. R & Obstfeld, Maurce (2003), Internatonal Economcs: Theory and Polcy. Sxth Edton. Pearson Educaton, Inc. Boston. p Wbowo, Heru (2005), The Pattern of Intra-Industry Trade of Indonesa, Internatonal Unversty of Japan. Master of Arts Thess. Japan. 14 Ruffn, Roy J., (1999), The Nature and Sgnfcance of Intra-ndustry Trade, Economc And Fnancal Revew Fourth Quarter, Federal Reserve Bank Of Dallas, p.5.

12 Selan tu, spesalsas dalam kelompok ndustr juga menstmulas terjadnya novas. Dengan memproduks barang dalam jumlah yang besar dan bervaras akan menambah pengetahuan mengena teknolog; semakn bak teknolog yang dgunakan, semakn kecl baya akumulas pengetahuan yang dbutuhkan. Karakterstk perdagangan ntra-ndustr tersebut memberkan manfaat tambahan terutama dalam bentuk pencptaan pasar yang lebh besar. Hal n lebh lanjut menyebabkan ekspans produks duna karena penghematan baya tetap. Kedua, perdagangan ntra-ndustr mengurang tuntutan dar produsen dalam neger untuk menerapkan hambatan, bak hambatan tarf maupun non-tarf, dalam perdagangan dengan negara lan. Hal n dkarenakan pengenaan hambatan perdagangan, akan mendorong negara mtra dagang melakukan tndakan balasan. Ketga, perdagangan ntra-ndustr memperbesar keuntungan yang dapat dperoleh dar kegatan perdagangan antar negara. 15 Dengan adanya perdagangan ntra-ndustr, maka jens barang yang dperdagangkan juga akan bertambah banyak, demkan pula dengan skala ekonomsnya yang semakn besar. Perdagangan ntra-ndustr dapat menngkatkan skala ekonoms secara tdak merugkan karena dengan perdagangan ntra-ndustr maka jens barang yang dperdagangkan dapat lebh banyak. Produks yang lebh besar berart pula kenakan jumlah tenaga kerja yang dapat dserap oleh perusahaan dan tngkat upah yang semakn tngg. Keempat, perdagangan ntra-ndustr melbatkan produk yang sama. Hal n membawa konsekuens berupa tdak terlampau berbedanya faktor produks, teknolog, dan ketramplan tenaga kerja yang dbutuhkan untuk melakukan proses produks. Hal n dapat menark perusahaan multnasonal untuk bernvestas karena terdapat transfer yang mulus antara sektor yang mengalam kontraks d suatu negara kepada sektor yang mengalam ekspans d negara lan. III. HASIL TEMUAN DAN ANALISA POLA PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN MITRA DAGANG ASIA Pada bagan n akan durakan dan danalsa hasl temuan berdasarkan metodolog stud n, dengan menggunakan ndeks Grubel-Llyod (Grubel-Llyod Index, GL) dan ndkator Brülhart, yatu perubahan perdagangan ntra-ndustr (margnal ntra-ndustry trade, MIIT), dan ndeks knerja sektoral (sectoral performance ndex) Analsa Indeks Grubel-Llyod (GL) Sebagamana telah djelaskan pada bagan sebelumnya, untuk mengukur perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan sejumlah negara mtra dagang d kawasan Asa, dgunakan ndeks GL. Indeks GL dhtung berdasarkan SITC tga dgt dalam perode , bak untuk komodt secara keseluruhan (dar SITC 15 Krugman, Paul. R & Obstfeld, Maurce (2003), op.ct. p. 138

13 0-8), maupun untuk kelompok komodt yang dpsahkan menjad komodt nonmanufaktur (SITC 0-4), dan komodt manufaktur (SITC 5-8). Grafk Grafk Indeks Indeks GL GL Indonesa, Indonesa, Indeks Tahun Sumber: UN-Comtrade, 2007 (dolah) SITC 0-8 SITC 0-4 SITC 5-8 Berdasarkan perhtungan yang dlakukan dtemukan bahwa Indeks GL untuk keseluruhan komodt (SITC 0-8) mengalam kenakan dar 0,108 pada tahun 1993 menjad 0,182 pada tahun 2000 dan terus menngkat menjad 0,207 pada tahun Sementara tu, untuk komodt non-manufaktur (SITC 0-4), ndeks GL menunjukkan kecenderungan penngkatan, walaupun magntude ndeksnya mash lebh rendah dbandngkan dengan ndeks GL untuk keseluruhan komodt. Hal n menunjukkan bahwa untuk kelompok komodt non-manufaktur, termasuk komodt prmer, pola perdagangannya cenderung bersfat nter-ndustr (nterndustry trade), yatu perdagangan dalam komodt yang berbeda. Konds n juga mengndkaskan adanya perbedaan sumber daya yang dmlk oleh masngmasng negara. Indeks GL tertngg dtunjukkan oleh komodt ndustr (SITC 5-8), yatu dar 0,136 pada tahun 1993 menjad 0,289 pada tahun 2005 (lhat Grafk 1). Tnggnya ndeks GL untuk SITC 5-8 memperkuat konklus yang dperoleh dar hasl peneltan sebelumnya tentang pola perdagangan Indonesa dengan negaranegara mtra dagang d kawasan ASEAN, yang menyatakan bahwa perdagangan ntra-ndustr lebh serng terjad untuk komodt manufaktur 16. Selanjutnya, berdasarkan perhtungan ndeks GL hasl agregas dar SITC tga dgt menjad satu dgt terlhat adanya perbedaan dalam perkembangan perdagangan ntra-ndustr untuk masng-masng komodt (lhat Grafk 2). Indeks GL untuk komodt non manufaktur (SITC 0-4) menunjukkan varas yang cukup besar; sedangkan untuk komodt manufaktur (SITC 5-8) cenderung menngkat pada level ndeks yang relatf tngg. Relatf tnggnya perdagangan ntra-ndustr untuk komodt manufaktur Indonesa dengan negara-negara mtra dagang Asa 16 Departmen Keuangan, (2006), Evaluas Kebjakan Perdagangan Intra-Industr Indonesa dengan Beberapa Negara ASEAN, Laporan Peneltan Drektorat Penyusunan Asums Makro, Drektorat Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan, Jakarta.

14 mengndkaskan mash relatf terbatasnya ndustr pendukung untuk kegatan produks komodt ekspor, bak untuk bahan baku, nput antara maupun komponen pendukung lannya. Konds tersebut juga menunjukkan adanya ketergantungan yang tngg ndustr manufaktur dalam neger terhadap pasokan bahan baku dan komponen produks lannya dar luar neger. 0,500 0,450 0,400 0,350 Grafk 2. Indeks GL Indonesa Grafk 4.3 per Kelompok Komodt, Indeks GL Indonesa 1992 per Kelompok Komodt, Indeks 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0, Tahun SITC 0 SITC 1 SITC 2 SITC 3 SITC 4 SITC 5 SITC 6 SITC 7 SITC 8 Keterangan: SITC 0 = Food and Anmal; SITC 1 = Beverages and Tobacco; SITC 2 = Crude materals, nedble, except fuels; SITC 3 = Fuels; SITC 4 = Anmals and Vegetable Ols; SITC 5 = Chemcals; SITC 6 = Manufactured Goods; SITC 7 = Machnery and Transport Equpment; SITC 8 = Mscellaneous manufactures Sumber: UN Comtrade 2007, dolah Sementara tu, berdasarkan hasl perhtungan ndeks GL untuk masngmasng mtra dagang terlhat adanya perbedaan pola perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan negara-negara tersebut (Tabel 4.1). Dalam tahun 2005 perdagangan ntra-ndustr untuk SITC 0 8 antara Indonesa dengan Malaysa, Sngapura, Thaland, Cna, dan Australa menunjukkan penngkatan. Hal n dmungknkan karena terjadnya perdagangan dua arah yang cukup besar d antara negara-negara yang berdekatan. Kedekatan wlayah mendorong perdagangan yang lebh besar terutama apabla dkatkan dengan lebh murahnya baya transaks. Alasan lannya terkat dengan adanya pengelompokan bass produks untuk suatu jens komodt d suatu negara tertentu dan kemudan mengekspornya ke negara lan yang berdekatan untuk dasemblng (karoser) dan selanjutnya dekspor ke negara ketga sebaga barang jad. Dengan memecah proses produks ke beberapa negara yang mempunya keunggulan, bak komparatf maupun kompettf, merangkanya menjad barang jad d suatu negara dan selanjutnya mengekspor ke negara ketga, maka dharapkan dapat dperoleh tngkat keuntungan usaha yang lebh optmal. Selanjutnya, ndeks GL dhtung untuk mencermat perubahan yang terjad secara lebh rnc pada komodt yang dperdagangkan dengan masng-masng negara mtra dagang d kawasan Asa. Berdasarkan hasl perhtungan, sebagamana

15 terlhat pada Tabel 2, perdagangan antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang khususnya d kawasan ASEAN (d luar Sngapura) menunjukkan penngkatan untuk hampr semua jens komodt. Perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan Malaysa secara umum menunjukkan penngkatan, sebagamana dtunjukkan oleh kenakan ndeks GL Indonesa dengan negara tu untuk keseluruhan komodt (SITC 0-8), yatu dar 0,25 pada tahun 1995 menjad 0,33 pada tahun Perbakan ndeks n dtopang oleh kenakan ndeks untuk komodt non-manufaktur (SITC 0-4) dan manufaktur (SITC 5-8). Komodt non-manufaktur yang mengalam kenakan perdagangan ntra-ndustr adalah SITC 1 (mnuman dan tembakau) dan SITC 3 (mneral, bahan bakar, pelumas, dan lan-lan). Sedangkan, dar kelompok manufaktur (SITC 5-8) semua jens komodt menunjukkan penngkatan. Tabel 1. Indeks GL Indonesa, 1993 dan 2005 Tabel 4.1 Indeks GL Indonesa, 1993 dan 2005 SITC 0-8 SITC 0-4 SITC 5-8 Mtra Dagang Malaysa 0,213 0,333 0,257 0,231 0,179 0,394 Phlpna 0,120 0,196 0,018 0,049 0,248 0,320 Sngapura 0,194 0,203 0,144 0,123 0,217 0,282 Thaland 0,156 0,404 0,042 0,440 0,224 0,394 Japan 0,056 0,131 0,014 0,012 0,094 0,258 Chna 0,100 0,266 0,093 0,264 0,105 0,268 Hongkong 0,190 0,173 0,042 0,021 0,228 0,225 Inda 0,105 0,116 0,078 0,022 0,145 0,306 Bangladesh 0,034 0,010 0,000 0,000 0,045 0,018 Lao, PDR 0,000 0,069 0,000 0,383 0,000 0,000 Papua New Gunea 0,009 0,001 0,011 0,000 0,007 0,002 Australa 0,230 0,218 0,294 0,213 0,141 0,232 Pakstan 0,027 0,083 0,013 0,022 0,064 0,222 Total 0,108 0,207 0,072 0,123 0,136 0,289 Catatan: ndeks GL dhtung berdasarkan SITC tga dgt Sumber: dolah dar UN Comtrade, 2007 Pola perdagangan ntra-ndustr dengan kecenderungan yang menngkat juga berlangsung antara Indonesa dan Thaland. Untuk keseluruhan komodt, penngkatan n tercermn pada perbakan ndeks GL dar 0,17 tahun 1995 menjad 0,40 dalam tahun Bla dcermat pola perdagangan berdasarkan kelompok komodt dalam perode yang sama terlhat bak komodt manufaktur maupun non-manufaktur menunjukkan penngkatan, masng-masng dar 0,28 dan 0,04 tahun 1995 menjad masng-masng 0,39 dan 0,44 tahun Komodt nonmanufaktur yang mengalam penngkatan perdagangan ntra-ndustr cukup tngg adalah adalah bahan bakar (SITC 3), sedangkan pada kelompok komodt manufaktur, terutama terjad pada mesn dan alat-alat transportas (SITC 7) dan manufaktur lannya 8 (SITC). Konds n menunjukkan arah perdagangan antara Indonesa dan Thaland yang semakn berkembang ke sektor manufaktur dbandngkan sektor pertanan.

16 Tabel Indeks GL Indonesa per Komodt per Mtra Dagang, 1995 dan 2005 Indeks GL Indonesa per Komodt per Mtra Dagang, 1995 dan Papua New SITC Malaysa Phlpna Sngapura Thaland Japan Chna Hongkong Inda Bangladesh Lao, PDR Australa Pakstan Gunea 0 0,31 0,22 0,06 0,01 0,02 0,31 0,06 0,10 0,05 0,00 0,00 0,03 0,07 1 0,01 0,00 0,26 0,00 0,29 0,01 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,14 0,00 2 0,40 0,01 0,04 0,22 0,04 0,04 0,14 0,14 0,00 0,00 0,00 0,02 0,01 3 0,00 0,00 0,29 0,02 0,01 0,15 0,08 0,00 0,00-0,00 0,74 0,00 4 0,47 0,05 0,60 0,48 0,14 0,01 0,01 0,00 0,00-0,13 0,11 0,00 5 0,41 0,27 0,15 0,23 0,17 0,26 0,21 0,46 0,01 0,00 0,06 0,19 0,06 6 0,19 0,18 0,23 0,29 0,19 0,15 0,14 0,14 0,00 0,00 0,01 0,12 0,11 7 0,31 0,39 0,44 0,32 0,07 0,08 0,38 0,02 0,03 0,00 0,01 0,14 0,04 8 0,16 0,21 0,13 0,23 0,17 0,09 0,24 0,10 0,02 0,00 0,02 0,15 0,09 SITC 0-8 0,25 0,12 0,26 0,17 0,08 0,15 0,17 0,15 0,009 0,000 0,016 0,23 0,050 SITC 0-4 0,22 0,03 0,21 0,04 0,02 0,14 0,08 0,07 0,017 0,000 0,014 0,31 0,037 SITC 5-8 0,27 0,24 0,29 0,28 0,13 0,16 0,19 0,24 0,008 0,000 0,017 0,13 0, Papua New SITC Malaysa Phlpna Sngapura Thaland Japan Chna Hongkong Inda Bangladesh Lao, PDR Australa Pakstan Gunea 0 0,24 0,22 0,23 0,09 0,05 0,21 0,04 0,10 0,00 0,40 0,00 0,03 0,18 1 0,88 0,00 0,08 0,01 0,03 0,00 0,15 0,02 0,00 0,00 0,00 0,23 0,00 2 0,41 0,01 0,15 0,20 0,03 0,07 0,08 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 0,03 3 0,23 0,00 0,12 0,70 0,00 0,37 0,00 0,02 0,00-0,00 0,39 0,00 4 0,05 0,00 0,10 0,19 0,62 0,00 0,01 0,00 0,00-0,00 0,13 0,00 5 0,56 0,29 0,29 0,31 0,43 0,25 0,24 0,29 0,04 0,00 0,00 0,35 0,02 6 0,27 0,13 0,33 0,32 0,19 0,24 0,14 0,30 0,01 0,00 0,00 0,18 0,34 7 0,40 0,51 0,26 0,46 0,28 0,33 0,26 0,36 0,03 0,00 0,00 0,30 0,14 8 0,37 0,29 0,33 0,35 0,17 0,25 0,39 0,41 0,06 0,00 0,01 0,12 0,06 SITC 0-8 0,33 0,20 0,20 0,40 0,13 0,27 0,17 0,12 0,01 0,07 0,00 0,22 0,08 SITC 0-4 0,23 0,05 0,12 0,44 0,01 0,26 0,02 0,02 0,00 0,38 0,00 0,21 0,02 SITC 5-8 0,39 0,32 0,28 0,39 0,26 0,27 0,23 0,31 0,02 0,00 0,00 0,23 0,22 Catatan: ndeks GL dhtung berdasarkan SITC tga dgt Sumber: dolah dar UN Comtrade, 2007 Fenomena yang sama juga terjad dalam perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dan Australa. Penngkatan perdagangan antara barang-barang yang relatf sama tersebut terutama terjad untuk komodt manufaktur (SITC 5-8), yatu bahan kma (SITC 5) serta mesn dan peralatan transportas (SITC 7). Kecenderungan menngkatnya perdagangan ntra-ndustr untuk komodt manufaktur juga terjad untuk perdagangan antara Indonesa dengan Inda dan Pakstan. Untuk perdagangan antara Indonesa dengan Inda, komodt manufaktur yang menngkat cukup tajam ndeks GL-nya adalah SITC 6 (manufaktur berdasarkan bahannya), SITC 7 (mesn dan peralatan transportas), dan SITC 8 (manufaktur lannya). Sedangkan untuk perdagangan antara Indonesa dengan Pakstan, kenakan ndeks GL terutama terjad untuk komodt manufaktur (berdasarkan materalnya, SITC 6) dan komodt mesn dan peralatan transportas (SITC 7). Perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan Phlpna dalam perode yang sama juga menunjukkan penngkatan. Untuk seluruh komodt dengan ndeks GL Indonesa dengan Phlpna mencapa 0,20 dalam tahun 2005, lebh tngg dbandngkan ndeks GL tahun 1995 sektar 0,12. Perbakan ndeks n terutama ddukung oleh penngkatan perdagangan kelompok komodt manufaktur, terutama SITC 5 (bahan kma), SITC 7 (mesn dan peralatan transportas), dan SITC 8 (manufaktur lannya). Meskpun demkan, ndeks GL untuk seluruh komodt relatf mash rendah. Hal n memberkan ndkas bahwa perdagangan antara kedua negara tersebut lebh ddomnas oleh perdagangan antara barang yang berbeda (perdagangan nter-ndustr). Pola perdagangan nter-

17 ndustr antara Indonesa dan Phlpna terjad dkarenakan ketergantungan Phlpna kepada bahan baku (msalnya, mnyak mentah, kayu, dan karet) dan bahan antara (msalnya tekstl, plastk, bahan-bahan kma) yang berasal dar Indonesa 17. Perkembangan perdagangan ntra-ndustr yang menark dalam perode tersebut terlhat pada perdagangan antara Indonesa dan Cna. Indeks GL Indonesa dengan Cna, bak untuk seluruh komodt maupun untuk komodt manufaktur dan non-manufaktur menunjukkan penngkatan dalam tahun Penngkatan perdagangan antara barang-barang yang sejens terjad pada kelompok komodt mneral, bahan bakar, dan pelumas (SITC 3), mesn dan peralatan transportas (SITC 7), dan manufaktur lannya (SITC 8), dengan ndeks GL masng-masng komodt lebh tngg dbandngkan ndeks GL untuk seluruh komodt maupun untuk kelompok komodt manufaktur dan non-manufaktur. Konds n membuktkan fenomena yang terjad saat n dmana produk-produk asal Cna semakn membanjr pasar Indonesa. Berbeda halnya dengan perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dan Sngapura. Dalam perode tersebut ndeks GL Indonesa dan Sngapura menunjukkan penurunan, terutama untuk komdt non-manufaktur, yatu mnuman dan tembakau (SITC 1), bahan bakar mnyak (SITC 3), dan ternak dan mnyak sayur (SITC 4). Sedangkan komodt manufaktur menunjukkan ndeks GL yang relatf konstan. Meskpun demkan, terdapat beberapa komodt manufaktur yang menunjukkan terjadnya penngkatan perdagangan ntra-ndustr, yatu komodt bahan kma, manufaktur, dan manufaktur lannya. Sementara tu, perdagangan antara Indonesa dan Jepang lebh dwarna oleh perdagangan yang melbatkan jens barang yang berbeda (nter-ndustry trade), walaupun ada kecederungan semakn menngkatnya perdagangan ntra-ndustr untuk sektor manufaktur. Penngkatan perdagangan nter-ndustr n menunjukkan perbedaan keunggulan yang dmlk oleh kedua negara. Sebagamana dketahu, Indonesa relatf kaya dengan bahan baku sepert mnyak mentah, gas, dan bahan mneral dbandngkan dengan Jepang. Indonesa mengekspor komodtas tersebut ke Jepang. Sebalknya, Jepang yang lebh unggul dbdang teknolog dan ndustr manufaktur, mengekspor berbaga komodt yang sarat dengan teknolog tersebut ke Indonesa. Perdagangan antara Indonesa dengan Bangladesh, Laos, dan Papua New Gunea dalam perode stud menunjukkan perkembangan yang relatf lambat. Hal n terutama dsebabkan karena pola perdagangan antar negara-negara tersebut mash mengandalkan pada keunggulan komparatf dan kompettf yang dmlk oleh masng-masng negara. 17 Doblas, Janette Bartolo (2004), Economc Integraton and Intra-Industry Trade: The Case of the Phlppnes. Internatonal Unversty of Japan. Master of Arts Thess. Japan.

18 3.2. Perubahan Perdagangan Intra-ndustr (Margnal Intra-Industry Trade, MIIT) Indeks GL yang dgunakan dalam analsa pada bagan sebelumnya memlk beberapa kelemahan. Pertama, ndeks GL bersfat stats sehngga tdak dapat menjelaskan perubahan baya penyesuaan yang terjad dar waktu ke waktu dalam ndustr tertentu. Kedua, ndeks GL tdak dapat menggambarkan perubahan yang terjad pada berbaga sektor ndustr, msalnya pelathan dan magang yang dperlukan untuk menddk tenaga kerja d sektor tertentu. Untuk mengatas kelemahan tersebut dgunakan ndkator perdagangan ndustr marjnal (ndeks A ) yang lebh dnams yang dkembangkan oleh Brülhart. Melalu ndkator n dapat dukur perubahan perdagangan ntra-sektoral antar waktu. Tabel Grafk 3. MIIT 4.3 MIIT per Industr, per Industr, Tabel 4.3. MIIT per Industr, SITC Industr A Index 0 Food and lve anmals 0,52 1 Beverages and tobacco 0,49 2 Raw materals, except fuels 0,04 3 Mnerals, fuels, lubrcants, etc 0,87 4 Anmal and vegetable ols 0,00 5 Chemcals 0,86 6 Manufactures, by materals 0,99 7 Machnery and transport equpments 0,72 8 Mscellaneous manufactures 0,58 SITC 0-8 All commodtes 0,90 SITC 0-4 Non-manufacture 0,88 SITC 5-8 Manufactures 0,89 Sumber: dolah dar UN Comtrade 2007 Hasl perhtungan atas ndeks A (ndeks MIIT) untuk masng-masng komodt yang dperdagangkan dalam perode menunjukkan semakn besarnya propors perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dan negara-negara mtra dagang Asa untuk seluruh komodt, yatu sektar 0,9 (Tabel 3). Dar seluruh komodt yang dperdagangkan, kelompok komodt manufaktur (terutama SITC 5, SITC 6, dan SITC 7) menunjukkan pola yang lebh bersfat ntra-ndustr dbandngkan dengan kelompok komodt non-manufaktur. Maraknya perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dan negara-negara mtra dagang Asa tdak terlepas dar pengaruh perkembangan perekonoman negara-negara tersebut yang semakn cepat. Dsampng tu, pembentukan kawasan perdagangan bebas, sepert AFTA dan forum kerjasama perdagangan blateral, berperan pentng dalam menentukan pola perdagangan yang berkembang. Dengan adanya kesepakatan AFTA, maka negara-negara d kawasan ASEAN berusaha untuk mengurang baya transaks antar negara sehngga dapat merangsang nvestor untuk menanamkan modalnya dan mengekplotas keunggulan kedekatan lokas antar negara untuk bass kegatan produks dan pemasaran.

19 Tabel 4. MIIT per Mtra Dagang, G r a f k 4. 4 M I I T p e r M t r a D a g a n g, M t r a D a g a n g S I T C 0-8 S I T C 0-4 S I T C 5-8 A u s t r a la 0, 9 0 0, 9 4 0, 6 4 B a n g la d e s h 0, 0 1 0, 5 1 0, 1 6 C h n a 0, 9 0 0, 6 7 0, 5 3 H o n g k o n g 0, 0 0 0, 0 0 0, 9 7 I n d a 0, 5 3 0, 1 5 0, 8 7 J a p a n 0, 2 2 0, 0 1 0, 4 3 L a o 0, 7 6 0, 0 0 0, 0 4 M a la y s a 0, 7 1 0, 8 3 0, 6 5 P a k s t a n 0, 0 0 0, 0 0 0, 2 4 P h l p p n e s 0, 3 5 0, 2 3 0, 4 5 P N G 0, 0 0 0, 0 0 0, 0 0 S n g a p o r e 0, 7 4 0, 2 3 0, 6 5 T h a la n d 0, 7 2 0, 7 6 0, 7 0 T o t a l 0, 9 0 0, 8 8 0, 8 9 S u m b e r : d o la h d a r U N C o m t r a d e Demkan pula hasl perhtungan atas ndeks A (ndeks MIIT) untuk masngmasng negara mtra dagang. Dalam perode perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang Asa semakn berkembang dengan domnas komodt manufaktur. Indeks A yang tngg untuk perdagangan ntra-ndustr dalam seluruh komodt (SITC 0-8) terjad antara Indonesa dengan Australa, Cna, Laos, Malaysa, Sngapura, dan Thaland. Sementara tu, dlhat dar kelompok komodt yang dperdagangkan, perdagangan ntra-ndustr komodt non-manufaktur (SITC 0-4) terutama terjad antara Indonesa dengan Australa, Malaysa, dan Thaland, sedangkan untuk komodt manufaktur (SITC 5-8), perdagangan ntra-ndustr terjad antara Indonesa dengan Australa, Hongkong, Inda, Sngapura, dan Thaland. Dar ketga belas negara mtra dagang Indonesa yang dobservas dalam kurun waktu , hanya Pakstan dan Papua New Gunea yang menunjukkan perubahan ndeks perdagangan ntra-ndustr yang relatf rendah. Relatf tnggnya ndeks A untuk masng-masng negara mtra dagang n mengndkaskan pesatnya perkembangan perdagangan ntra-ndustr antara Indonesa dengan negara-negara tersebut. Selan tu, secara mplst juga menanda semakn terntegrasnya Indonesa dengan perekonoman negara-negara d kawasan Asa, terutama ASEAN dan semakn meratanya tngkat kemajuan teknolog produks ndustr manufaktur dantara negara-negara ASEAN sehngga tdak menmbulkan ongkos penyesuaan, sepert pengembangan teknolog dan ketramplan tenaga kerja, yang besar bag para nvestor apabla ngn memndahkan pabrknya dar satu negara anggota ASEAN ke negara lannya Indeks Knerja Sektoral (Performance Sectoral Index) Indeks perdagangan ntra-ndustr marjnal ( A w ) d atas kurang realsts mengngat ndeks tersebut tdak memperhtungkan konds d pasar tenaga kerja yang terkat dengan faktor-faktor sepert pengangguran, pentngnya pelathan dan praktek kerja untuk mendapatkan tenaga kerja yang trampl d bdangnya. Untuk

20 mengatas kelemahan tersebut, maka Brülhart menyarankan untuk menghtung ndeks knerja sektoral guna memperoleh gambaran mengena knerja masngmasng sektor. Apabla ndeks mempunya nla absolut kurang dar 0,5 maka dklasfkaskan sebaga perdagangan ntra-ndustr dan apabla nla absolutnya lebh dar 0,5 dgolongkan sebaga perdagangan nter-ndustr. Indeks tersebut juga menunjukkan knerja ndustr dalam neger relatf apabla dbandng dengan ndustr yang sama d luar neger. Tabel Tabel B Index B Index Analyss, Tpe Perdagangan Jumlah Komodt Jumlah B>0 Jumlah B<0 (B>0)/(B<0) Intra ,907 Inter ,920 Total ,916 Sumber: dolah dar UN Comtrade, 2007 Berdasarkan hasl perhtungan atas ndeks B, sebagamana terlhat pada Tabel 5 d atas, perdagangan nternasonal antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang Asa mash ddomnas oleh produk-produk yang berbeda jens (perdagangan nter-ndustr). Hal n ddasarkan pada komposs komodt yang dperdagangkan, dmana dar seluruh komodt (251 komodt) yang dperdagangkan, sektar 67,3 persen dantaranya merupakan perdagangan yang bersfat nter-ndustr, sedangkan ssanya sektar 32,7 persen merupakan perdagangan ntra-ndustr. Dengan demkan dapat dkatakan bahwa perdagangan nternasonal antara Indonesa dengan negara-negara mtra dagang Asa mash bertumpu pada keunggulan komparatf yang dmlk oleh masng-masng negara. Indeks B sebagamana terlhat pada Tabel 5 d atas juga menunjukkan knerja sektoral masng-masng ndustr. Dalam perode , jumlah ndustr dalam neger yang memlk knerja lebh bak dbandngkan dengan negara-negara mtra dagang relatf lebh sedkt dbandngkan dengan ndustr yang berknerja kurang bak 18. Secara keseluruhan, ndustr dalam neger yang berknerja lebh bak (ndeks B>0) mencapa 47,8 persen dar total ndustr, sedangkan yang kurang bak (ndeks B<0) sebesar 52,2 persen. Selanjutnya, ndeks B dgunakan untuk menentukan knerja sektoral berdasarkan klasfkas ndustr yang dperkenalkan oleh Ylma 19. Hasl perhtungan ndeks tersebut, sebagamana dtunjukkan dalam Lampran I memperlhatkan bahwa sektor usaha d dalam neger yang menunjukkan knerja lebh bak mash ddomnas oleh ndustr yang menghaslkan komodt bahan mentah/baku (sepert coklat, teh, bahan tambang), ndustr yang mengandalkan tenaga kerja dalam jumlah besar (padat karya) sepert benang tekstl, dan ndustr pengolahan yang 18 Yang dmaksud dengan ndustr berknerja lebh bak dbandngkan dengan knerja ndustr d negara-negara mtra dagang adalah apabla nla ekspor ndustr tersebut melebh nla mpor, dan sebalknya. 19 Ylmaz, Bahr. (1998), The Role of Trade Strateges for Economc Development. A Comparson of Foregn Trade between Turkey and South Korea, Department of Economcs Blkent Unversty, Ankara, Departmental Workng Papers Number 989.

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL Analss sumbangan sektor-sektor ekonom d Bal terhadap pembangunan ekonom nasonal bertujuan untuk mengetahu bagamana pertumbuhan dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT HUBUNGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ABSTRAK STEVANY HANALYNA DETHAN Fakultas Ekonom Unv. Mahasaraswat Mataram e-mal : stevany.hanalyna.dethan@gmal.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan adalah ketersedaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dkatakan memlk ketahanan pangan jka penghunnya tdak berada

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat

BABl PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan tingkat BABl PENDAHULUAN 1.1. LAT AR BELAKANG PERMASALAHAN ndonesa merupakan negara yang sedang berkembang dengan tngkat populas yang cukup besar. Dengan jumlah penduduk dewasa n mencapa lebh dar 180 juta jwa

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokas Peneltan Peneltan dlaksanakan d Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada bulan Februar hngga Me 2017. Pemlhan lokas peneltan dlakukan secara purposve

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM (NATURAL RUBBER) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM (NATURAL RUBBER) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM (NATURAL RUBBER INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EXPORT COMPETITIVENESS ANALYSIS OF NATURAL RUBBER INDONESIA IN THE INTERNATIONAL MARKET Yog Rahmad Syahputra 1, Suard

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN By: Rn Halla Nasuton, ST, MT MERANCANG JARINGAN SC Perancangan jarngan SC merupakan satu kegatan pentng yang harus

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE

THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE Mnggu-7 Istqlalyah Muflkhat 2 Aprl 2013 Page 1 Fakta d USA Angka pernkahan per 1000 penduduk Angka perceraan per 1000 penduduk Umur medan lak-lak pertama menkah (th)

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia)

PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Studi Kasus pada Data Inflasi Indonesia) PENERAPAN METODE MAMDANI DALAM MENGHITUNG TINGKAT INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITI (Stud Kasus pada Data Inflas Indonesa) Putr Noorwan Effendy, Amar Sumarsa, Embay Rohaet Program Stud Matematka Fakultas

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah jarngan terdr dar sekelompok node yang dhubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jens arus tertentu berkatan dengan setap busur. Notas standart untuk menggambarkan sebuah jarngan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel 4 BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Peneltan Obyek dalam peneltan n adalah kebjakan dvden sebaga varabel ndependen (X) dan harga saham sebaga varabel dependen (Y). Peneltan n dlakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian Pengaruh Captal Structure terhadap Proftabltas pada Industr Perbankan d Indonesa Mutara Artkel n d-dgtalsas oleh Perpustakaan Fakultas Ekonom-Unverstas Trsakt, 2016. 021-5663232 ext.8335 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan penjualan. Sebelum penjualan dlakukan basanya akan dsepakat terlebh dahulu bagamana cara pembayaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR MINYAK SAWIT INDONESIA DAN MALAYSIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR MINYAK SAWIT INDONESIA DAN MALAYSIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING EKSPOR MINYAK SAWIT INDONESIA DAN MALAYSIA DI PASAR INTERNASIONAL Hag, Syaful Had, dan Erm Tety hagcasper@gmal.com / 085265459684 Fakultas Pertanan Unverstas Rau ABSTRACT The purpose

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum dlakukan peneltan, langkah pertama yang harus dlakukan oleh penelt adalah menentukan terlebh dahulu metode apa yang akan dgunakan dalam peneltan. Desan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy ANALISIS REGRESI Regres Lner Sederhana : Contoh Perhtungan Regres Lner Sederhana Menghtung harga a dan b Menyusun Persamaan Regres Korelas Pearson (Product Moment) Koefsen Determnas (KD) Regres Ganda :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep strategi yang cocok untuk menghadapi persaingan baik itu mengikuti marketing

BAB I PENDAHULUAN. konsep strategi yang cocok untuk menghadapi persaingan baik itu mengikuti marketing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konds persangan dalam berbaga bdang ndustr saat n dapat dkatakan sudah sedemkan ketatnya. Persangan dalam merebut pasar, adanya novas produk, mencptakan kepuasan pelanggan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE. Minggu-11 Page 1

THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE. Minggu-11 Page 1 THE ECONOMICS OF MARRIAGE & DIVORCE Mnggu-11 Page 1 Page 2 Page 3 Page 4 Fakta d USA 1950 2001 2010 Angka pernkahan per 1000 penduduk Angka perceraan per 1000 penduduk Umur medan lak-lak pertama menkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penermaan terpentng d Indonesa. Oleh karena tu Pemerntah selalu mengupayakan bagamana cara menngkatkan penermaan Pajak. Semakn tngg penermaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan mengena Analss Pengaruh Kupedes Terhadap Performance Busness Debtur dalam Sektor Perdagangan, Industr dan Pertanan dlaksanakan d Bank Rakyat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1. Kerangka Pemkran Peneltan BRI Unt Cbnong dan Unt Warung Jambu Uraan Pekerjaan Karyawan Subyek Analss Konds SDM Aktual (KKP) Konds SDM Harapan (KKJ) Kuesoner KKP Kuesoner KKJ la

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Untuk menjawab permasalahan yatu tentang peranan pelathan yang dapat menngkatkan knerja karyawan, dgunakan metode analss eksplanatf kuanttatf. Pengertan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JAYAPURA

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JAYAPURA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JAYAPURA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JAYAPURA Sensus Penduduk 2010 merupakan sebuah kegatan besar bangsa Badan Pusat Statstk (BPS) berdasarkan Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan Pada bab n akan dbahas mengena penyelesaan masalah ops real menggunakan pohon keputusan bnomal. Dalam menentukan penlaan proyek, dapat dgunakan beberapa metode d antaranya dscounted cash flow (DF). DF

Lebih terperinci

OVERVIEW 1/40

OVERVIEW 1/40 http://www..deden08m.wordpress.com OVERVIEW 1/40 Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolo optmal. Perbedaan tentang aset bersko dan aset bebas rsko. Perbedaan preferens nvestor dalam memlh portofolo

Lebih terperinci

Kata kunci : daya, bahan bakar, optimasi, ekonomis. pembangkitan yang maksimal dengan biaya pengoperasian unit pembangkit yang minimal.

Kata kunci : daya, bahan bakar, optimasi, ekonomis. pembangkitan yang maksimal dengan biaya pengoperasian unit pembangkit yang minimal. Makalah Semnar Tugas Akhr MENGOPTIMALKAN PEMBAGIAN BEBAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTGU TAMBAK LOROK DENGAN METODE LAGRANGE MULTIPLIER Oleh : Marno Sswanto, LF 303 514 Abstrak Pertumbuhan ndustr pada suatu

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

Peramalan Produksi Sayuran Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Forcasting

Peramalan Produksi Sayuran Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Forcasting Peramalan Produks Sayuran D Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Forcastng Esrska 1 dan M. M. Nzam 2 1,2 Jurusan Matematka, Fakultas Sans dan Teknolog, UIN Sultan Syarf Kasm Rau Jl. HR. Soebrantas No. 155

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4.

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4 KONSEP DASAR 2/40 Ada tga konsep dasar yang perlu dketahu untuk memaham pembentukan portofolo optmal, yatu: portofolo efsen dan portofolo optmal fungs utltas dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Energ sangat berperan pentng bag masyarakat dalam menjalan kehdupan seharhar dan sangat berperan dalam proses pembangunan. Oleh sebab tu penngkatan serta pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA INDUSTRI KEMPLANG RUMAH TANGGA BERBAHAN BAKU UTAMA SAGU DAN IKAN

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA INDUSTRI KEMPLANG RUMAH TANGGA BERBAHAN BAKU UTAMA SAGU DAN IKAN ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA INDUSTRI KEMPLANG RUMAH TANGGA BERBAHAN BAKU UTAMA SAGU DAN IKAN (THE ANALYSIS OF ADDED VALUE AND INCOME OF HOME INDUSTRY KEMPLANG BY USING FISH AND TAPIOCA AS

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I ENDHULUN. Latar elakang Mengambl keputusan secara aktf memberkan suatu tngkat pengendalan atas kehdupan spengambl keputusan. lhan-plhan yang dambl sebenarnya membantu dalam penentuan masa depan. Namun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemkran Untuk mencapa tujuan peneltan sebagamana durakan pada BAB 1, maka secara sstemats pendekatan masalah peneltan mengkut alur pkr kerangka pendekatan sstem yang

Lebih terperinci

DAYA SAING PRODUK OLAHAN PERTANIAN: UBIKAYU, PISANG DAN JERUK

DAYA SAING PRODUK OLAHAN PERTANIAN: UBIKAYU, PISANG DAN JERUK Daya Sang Produk Pertanan DAYA SAING PRODUK OLAHAN PERTANIAN: UBIKAYU, PISANG DAN JERUK Muchjdn Rachmat dan Sr Nuryant PENDAHULUAN Pembangunan pertanan menuntut produk yang dhaslkan berdaya sang d pasar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum melakukan peneltan, langkah yang dlakukan oleh penuls adalah mengetahu dan menentukan metode yang akan dgunakan dalam peneltan. Sugyono (2006: 1) menyatakan:

Lebih terperinci

Model Potensial Gravitasi Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populasi Daerah

Model Potensial Gravitasi Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populasi Daerah Performa (2004) Vol. 3, No.1: 28-32 Model Potensal Gravtas Hansen untuk Menentukan Pertumbuhan Populas Daerah Bambang Suhard Jurusan Teknk Industr, Unverstas Sebelas Maret, Surakarta Abstract Gravtaton

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI Reky Stenly Wndah Dosen Jurusan Teknk Spl Fakultas Teknk Unverstas Sam Ratulang Manado ABSTRAK Pada bangunan tngg,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltan Berdasarkan masalah yang akan dtelt dengan melhat tujuan dan ruang lngkup dserta dengan pengolahan data, penafsran serta pengamblan kesmpulan, maka metode

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) karena sungai ini termasuk

METODE PENELITIAN. Penentuan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) karena sungai ini termasuk IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Peneltan Peneltan n dlakukan d Sunga Sak, Kota Pekanbaru, Provns Rau. Penentuan lokas dlakukan secara tertuju (purposve) karena sunga n termasuk dalam 13 sunga

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

Kritikan Terhadap Varians Sebagai Alat Ukur

Kritikan Terhadap Varians Sebagai Alat Ukur Krtkan Terhadap Varans Sebaga Alat Ukur Varans mengukur penympangan pengembalan aktva d sektar nla yang dharapkan, maka varans mempertmbangkan juga pengembalan d atas atau d bawah nla pengembalan yang

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Metode peneltan mengungkapkan dengan jelas bagamana cara memperoleh data yang dperlukan, oleh karena tu metode peneltan lebh menekankan pada strateg, proses

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Perancangan Sstem Sstem yang akan dkembangkan adalah berupa sstem yang dapat membantu keputusan pemodal untuk menentukan portofolo saham yang dperdagangkan d Bursa

Lebih terperinci

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN. impunan sebagai koleksi (pengelompokan) dari objek-objek yang Modul 1 Teor Hmpunan PENDAHULUAN Prof SM Nababan, PhD Drs Warsto, MPd mpunan sebaga koleks (pengelompokan) dar objek-objek yang H dnyatakan dengan jelas, banyak dgunakan dan djumpa dberbaga bdang bukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 Tahun Pelajaran

METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 Tahun Pelajaran III. METODE PENELITIAN A. Settng Peneltan Peneltan n menggunakan data kuanttatf dengan jens Peneltan Tndakan Kelas (PTK). Peneltan n dlaksanakan d SMAN 1 Bandar Lampung yang beralamat d jalan Jend. Sudrman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Pada peneltan n, penuls memlh lokas d SMA Neger 1 Bolyohuto khususnya pada sswa kelas X, karena penuls menganggap bahwa lokas

Lebih terperinci

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas 9 BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3. Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan n d laksanakan d Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. Gorontalo pada kelas VIII. Waktu peneltan dlaksanakan pada semester ganjl, tahun ajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tnjauan Teorts 2.1.1 Saham Menurut Anoraga (2006:58) saham adalah surat berharga bukt penyertaan atau pemlkan ndvdu maupun nsttus dalam suatu perusahaan. Saham berwujud selembar

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Survey Parameter Survey parameter n dlakukan dengan mengubah satu jens parameter dengan membuat parameter lannya tetap. Pengamatan terhadap berbaga nla untuk satu parameter

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tnjauan Pustaka 2.1 Peneltan Terdahulu Pemlhan stud pustaka tentang sstem nformas penlaan knerja karyawan n juga ddasar pada peneltan sebelumnya yang berjudul Penerapan Metode TOPSIS untuk Pemberan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat BAB LANDASAN TEORI. 1 Analsa Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstk pada tahun 1877 oleh Sr Francs Galton. Galton melakukan stud tentang kecenderungan tngg badan anak. Teor Galton

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUWARSA DAN FAKTOR UNIT DISKON

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUWARSA DAN FAKTOR UNIT DISKON PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUWARSA DAN FAKTOR UNIT DISKON Har Prasetyo Jurusan Teknk Industr Unverstas Muhammadyah Surakarta Jl. A. Yan Tromol Pos 1, Pabelan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI Kerangka Teori Pembangunan Ekonomi Regional

III. KERANGKA TEORI Kerangka Teori Pembangunan Ekonomi Regional 41 III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Teor Pembangunan Ekonom Regonal Untuk melhat knerja perekonoman suatu wlayah atau suatu propns basanya dgunakan ndkator-ndkator makroekonom, sepert penngkatan pendapatan

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI di PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO

PENJADWALAN PRODUKSI di PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO Prosdng Semnar Nasonal Manajemen Teknolog III Program Stud MMTITS, Surabaya 4 Pebruar 2006 PENJADWALAN PRODUKSI d PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO Mohammad Khusnu Mlad, Bobby Oedy P. Soepangkat, Nurhad Sswanto

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT Har Prasetyo Jurusan Teknk Industr Unverstas Muhammadyah Surakarta Jl. A. Yan Tromol Pos Pabelan

Lebih terperinci

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan suatu metode yang dgunakan untuk menganalss hubungan antara dua atau lebh varabel. Pada analss regres terdapat dua jens varabel yatu

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negosas Negosas dapat dkategorkan dengan banyak cara, yatu berdasarkan sesuatu yang dnegosaskan, karakter dar orang yang melakukan negosas, protokol negosas, karakterstk dar nformas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar. karyawan. Masalah stress kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar. karyawan. Masalah stress kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pekerjaan merupakan suatu aspek kehdupan yang sagat pentng. Bag masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, bak dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

V ANALISIS VARIABEL MODERASI DAN MEDIASI

V ANALISIS VARIABEL MODERASI DAN MEDIASI Solmun Program Stud Statstka FMIPA UB 31 V ANALISIS VARIABEL MODERASI DAN MEDIASI A. Pengertan Varabel Moderas Varabel Moderas adalah varabel yang bersfat memperkuat atau memperlemah pengaruh varabel penjelas

Lebih terperinci

lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dalam pelaksanaan otonomi daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, antara

lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dalam pelaksanaan otonomi daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, antara BAB V KESMPULAN, MPLKAS DAN REKOMENDAS A. Kesmpulan Berdasarkan hasl peneltan yang telah durakan sebelumnya kesmpulan yang dsajkan d bawah n dtark dar pembahasan hasl peneltan yang memjuk pada tujuan peneltan

Lebih terperinci

UJI NORMALITAS X 2. Z p i O i E i (p i x N) Interval SD

UJI NORMALITAS X 2. Z p i O i E i (p i x N) Interval SD UJI F DAN UJI T Uj F dkenal dengan Uj serentak atau uj Model/Uj Anova, yatu uj untuk melhat bagamanakah pengaruh semua varabel bebasnya secara bersama-sama terhadap varabel terkatnya. Atau untuk menguj

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK BAB IV PEMBAASAN ASIL PENELITIAN PENGARU PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK TERADAP ASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI POKOK KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA A. Deskrps Data asl Peneltan.

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. data, dan teknik analisis data. Kerangka pemikiran hipotesis membahas hipotesis

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. data, dan teknik analisis data. Kerangka pemikiran hipotesis membahas hipotesis BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab n akan durakan kerangka pemkran hpotess, teknk pengumpulan data, dan teknk analss data. Kerangka pemkran hpotess membahas hpotess pengujan pada peneltan, teknk pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

ZULIA HANUM Jurnal Ilmiah Ekonomikawan ISSN: Edisi 11 Des 2012 ABSTRAK

ZULIA HANUM Jurnal Ilmiah Ekonomikawan ISSN: Edisi 11 Des 2012 ABSTRAK PENGARUH WITH HOLDING TA SYSTEM PADA PENGUSAHA KENA PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (STUDI KASUS KPP PRATAMA MEDAN PETISAH) ZULIA HANUM Jurnal Ilmah Ekonomkawan ISSN: 1693-7600 Eds 11

Lebih terperinci

MENGANALISA GANGGUAN PADA 331 WEIGHT FEEDER 2 UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DI PT. SEMEN GRESIK (PERSERO).Tbk PABRIK TUBAN ABSTRAK

MENGANALISA GANGGUAN PADA 331 WEIGHT FEEDER 2 UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DI PT. SEMEN GRESIK (PERSERO).Tbk PABRIK TUBAN ABSTRAK Nelson ulstono Teknk Mesn Unverstas Islam Malang 015 MENGANALIA GANGGUAN PADA 331 WEIGHT FEEDER UNTUK MENINGKATKAN PRODUKI DI PT. EMEN GREIK (PERERO).Tbk PABRIK TUBAN Nelson ulstono, Teknk Mesn, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel BAB LANDASAN TEORI. Analss Regres Regres merupakan suatu alat ukur yang dgunakan untuk mengukur ada atau tdaknya hubungan antar varabel. Dalam analss regres, suatu persamaan regres atau persamaan penduga

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

DAYA SAING EKSPOR PRODUK PERTANIAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

DAYA SAING EKSPOR PRODUK PERTANIAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 DAYA SAING EKSPOR PRODUK PERTANIAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Dahla Nauly Fakultas Pertanan Unverstas Muhammadyah Jakarta Jl. KH. Ahmad Dahlan, Crendeu. E-mal: dahla.nauly@yahoo.co.d

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

APLIKASI FUZZY LINEAR PROGRAMMING UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKSI LAMPU (Studi Kasus di PT. Sinar Terang Abadi )

APLIKASI FUZZY LINEAR PROGRAMMING UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKSI LAMPU (Studi Kasus di PT. Sinar Terang Abadi ) APLIKASI FUZZY LINEAR PROGRAMMING UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKSI LAMPU (Stud Kasus d PT. Snar Terang Abad ) Bagus Suryo Ad Utomo 1203 109 001 Dosen Pembmbng: Drs. I Gst Ngr Ra Usadha, M.S Jurusan Matematka

Lebih terperinci

Nama : Crishadi Juliantoro NPM :

Nama : Crishadi Juliantoro NPM : ANALISIS INVESTASI PADA PERUSAHAAN YANG MASUK DALAM PERHITUNGAN INDEX LQ-45 MENGGUNAKAN PORTOFOLIO DENGAN METODE SINGLE INDEX MODEL. Nama : Crshad Julantoro NPM : 110630 Latar Belakang Pemlhan saham yang

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA MARULAM MT SIMARMATA, MS STATISTIK TERAPAN FAK HUKUM USI @4 ARTI UKURAN LOKASI DAN VARIASI Suatu Kelompok DATA berupa kumpulan nla VARIABEL [ vaabel ] Ms banyaknya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci