INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015"

Transkripsi

1

2

3 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm Jumlah Halaman : vi rumawi + 53 halaman Naskah : Nur Hidayati, S.ST Editor: Amir Mishbahul Munir, S.ST, M.Si Gambar Kulit : Buhari Muslim, S.ST Diterbitkan oleh : BPS Kabupaten Gunungkidul Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

4 SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh berbagai kesibukan untuk memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi saja. Upaya pemberdayaan manusia secara komprehensif merupakan tujuan utama pembangunan serta menjadi indikator keberhasilan pembangunan itu sendiri. Buku ini membahas aspek pembangunan manusia sebagai sasaran pembangunan dengan maksud sebagai bahan evaluasi hasil pemberdayaan manusia yang telah dicapai. Dengan terwujudnya publikasi ini, atas bantuan dan kerjasama semua pihak yang terlibat, saya ucapkan terima kasih. Wonosari, November 2016 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Gunungkidul Kepala, Ir. Syarief Armunanto, M.M. NIP Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 i

5 KATA PENGANTAR Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (Metode Baru) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 ini merupakan publikasi tahunan Badan Pusat Statistik (BPS). Secara garis besar publikasi ini memberikan gambaran umum mengenai kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul tahun Adapun data dan informasi yang disajikan terdiri dari situasi pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul, hasil penghitungan besaran IPM beserta komponen-komponen serta perkembangannya, disparitas IPM antar wilayah, dan posisi absolut antar wilayah dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia secara simultan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan terima kasih. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa mendatang. Wonosari, September 2015 Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul Kepala, Drs. Sumarwiyanto NIP Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 ii

6 DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar Isi ii Daftar Tabel iv Daftar Gambar vi I. Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan Sistematika Penulisan 5 II. Metodologi Sejarah Penghitungan IPM Sumber Data Metode Penyusunan Indeks Besaran Skala IPM 13 III. KONDISI UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL Kependudukan Kondisi Kesehatan Sarana Kesehatan Derajat Kesehatan Masyarakat Kondisi Pendidikan Harapan Lama Sekolah Rata-rata Lama Sekolah Tingkat Partisipasi Sekolah Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Kondisi Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Struktur Ekonomi Regional Pertumbuhan Ekonomi PDRB per Kapita 40 IV Perkembangan Komponen IPM Perkembangan Kesehatan Perkembangan Pendidikan Perkembangan Harapan Lama Sekolah Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Perkembangan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Perkembangan IPM Pertumbuhan IPM 49 V Disparitas IPM Antar Wilayah 50 VI Penutup 52 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 iii

7 DAFTAR TABEL No Judul Tabel Hal. 2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan 8 Metode Baru 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM Klasifikasi Capaian IPM Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, dan Posyandu di Kabupaten Gunungkidul Tahun Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Jumlah Dokter /Tenaga Kesehatan- 28 Menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul 3.4 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten 38 Gunungkidul Tahun (persen) 5.1 Indikator IPM Kabupaten Gunungkidul Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Gunungkidul dengan Daerah Lainnya di Provinsi D I Yogyakarta 51 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 iv

8 DAFTAR GAMBAR No. Judul Gambar Hal. 3.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Gunungkidul Tahun Kepadatan Penduduk/Km 2 Gunungkidul Tahun Piramida Penduduk Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kabupaten 18 Gunungkidul Tahun Persentase Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir di Gunungkidul Tahun Persentase Penggunaan Imunisasi Pada Balita di Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Penduduk yang berobat jalan di Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Alasan Utama Penduduk Tidak Berobat Jalan di Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Sumber Air Utama yang Digunakan Rumah Tangga untuk Minum di Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Jarak Air Sumur/Pompa/Mata Air untuk Minum ke Tempat Penampungan Limbah di Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Kabupaten Gunungkidul Tahun Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Gunungkidul Tahun Angka Partisipasi Murni(APM) Kabupaten Gunungkidul Tahun Persentase Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Kabupaten Gunungkidul Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul Tahun (%) PDRB per Kapita ADHB Kabupaten Gunungkidul Tahun (Juta 41 Rupiah) 4.1 Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Gunungkidul Tahun Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Kabupaten Gunungkidul Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gunungkidul Tahun Pertumbuhan IPM di Kabupaten Gunungkidul Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul 2015 v

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian suatu daerah seringkali diukur dengan besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan parameter keberhasilan kinerja ekonomi yang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut Konferensi Internasional bertema Asia 2015 di London pada 6-7 Maret 2006 paradigma tersebut tidak selamanya efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran bila tidak diikuti oleh pemerataan distribusi pendapatan. Besaran PDRB Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 13,83 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 11,15 triliun. Sementara pertumbuhan ekonomi Gunungkidul tahun 2015 sebesar 4,81 persen terhadap tahun 2014 (year on year). Pada tahun 2014 kategori jasa keuangan dan asuransi memiliki laju pertumbuhan ekonomi tertinggi akan tetapi pada tahun 2015 ini kategori jasa lainnya mengambil alih posisi pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 8,65 persen. Persentase penduduk miskin di Gunungkidul tahun 2015 mencapai persen. Angka ini merupakan angka tertinggi jika di bandingkan dengan kabupaten/kota se D I Yogyakarta. Sedangkan persentase penduduk miskin terendah berada di Kabupaten Sleman, dimana persentasenya hanya 9,46 persen. Indikator penting ketenagakerjaan yang sering mendapatkan perhatian adalah terkait isu pengangguran. Jumlah pengangguran pada Agustus 2015 sebanyak orang sedangkan jumlah angkatan kerja di Kabupaten Gunungkidul sebanyak orang. Dengan membadingkan jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja didapatkan Tingkat Pngangguran Terbuka Di kabupaten Gunungkidul pada Agustus 2015 yaitu sebesar 2,90 persen Kinerja perekonomian yang diukur melalui besaran nilai PDRB agar dapat dinikmati sebesar-besarnya oleh seluruh masyarakat, maka pendapatan tersebut harus terdistribusi secara merata. Pengukuran seberapa besar kemerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan/pengeluaran konsumsi masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien gini ratio. Bila diperbandingkan, diperoleh fakta bahwa gini ratio tahun 2015 di Kabupaten Gunungkidul ketimpangan distribusi pendapatan semakin tinggi. Hal ini dijelaskan oleh nilai koefisien gini ratio yang mengalami peningkatan dari 0,29 di tahun 2014 menjadi 0,31 di tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

10 Tingkat kemerataan pendapatan menurut Bank Dunia dengan mengelompokkan menjadi 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan menengah dan 20 persen penduduk berpendapatan teratas juga menggambarkan kondisi yang serupa. Ketidakmerataan pendapatan terutama terjadi pada kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah dan 20 persen berpendapatan teratas. Pada tahun 2015 pada kelompok berpendapatan rendah, distribusi pendapatan yang semestinya diterima 40 persen penduduk ternyata hanya persen. Sementara pada kelompok penduduk dengan pendapatan teratas yang semestinya menerima distribusi pendapatan sebesar 20 persen ternyata pada kelompok ini menikmati persen dari total pendapatan. Pertumbuhan ekonomi Gunungkidul 2015 lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi D I Yogyakarta (4,94). Relatif tingginya capaian pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul dinilai belum berkualitas karena disisi lain persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka masih tergolong tinggi. Disamping itu koefisien gini ratio yang tidak mengalami perbaikan yang signifikan menggambarkan distribusi pendapatan yang tidak merata. Penjelasan diatas menggambarkan bahwa pengukuran keberhasilan pembangunan yang hanya didasarkan pada tingginya angka pertumbuhan ekonomi saja dirasakan kurang efektif. Diperlukan sebuah parameter lainnya yang bersama-sama dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan disuatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kemudian muncullah sebuah paradigma untuk mengukur keberhasilan pembangunan dari sisi manusia atau lebih dikenal dengan pembangunan manusia. Mengapa pembangunan manusia?. Banyak alasan mengapa pembangunan manusia mendapatkan tempat yang istimewa dalam program pembangunan. Dalam sejarah didunia terbukti bahwa sangat jarang negara yang mampu berkembang dan tumbuh hanya dengan mengandalkan sumber daya alam yang dimilikinya. Korea Selatan dan Korea Utara adalah sebuah contoh kontras keberhasilan dan kegagalan pembangunan. Korea Utara jauh tertinggal dibandingkan dengan Korea Selatan yang miskin sumber daya alam tetapi sukses dalam mengembangkan sumber daya manusia. Disamping itu pengalaman menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dianggap mampu mengurangi kemiskinan menjadi kurang efektif tanpa diimbangi dengan pengurangan kesenjangan pendapatan. Fakta lainnya yaitu di Amerika Latin membuktikan bahwa tingginya tingkat kemiskinan dan kesenjangan pendapatan telah menghambat potensi-potensi pertumbuhan ekonomi. Masalah itu sebagian besar timbul karena negara-negara Amerika Latin cenderung mengabaikan investasi pada manusia, khususnya rumah tangga miskin. Akibatnya, saat kesempatan ekonomi meluas, kelompok rumah tangga ini tertinggal dan pada gilirannya menimbulkan masalah sosial. Perbaikan kesenjangan hanya bisa dicapai dengan melakukan investasi pada pembangunan manu- Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

11 sia, baik dalam meningkatkan akses dan kualitas di bidang pendidikan maupun meningkatkan akses, kualitas, dan layanan di bidang kesehatan. Pembangunan manusia adalah suatu proses memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Di antara pilihan-pilihan hidup yang terpenting adalah pilihan untuk hidup sehat, untuk menikmati umur panjang dan sehat, untuk hidup cerdas, dan berkehidupan mapan. Paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen utama, yaitu: Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia. Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini. Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup harus dilengkapi. Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan tanpa mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Tingkat capaian pembangunan manusia telah mendapatkan perhatian dari penyelenggara negara agar hasil-hasil pembangunan tersebut dapat diukur dan dibandingkan. Terdapat berbagai ukuran pembangunan manusia yang telah dibuat, namun tidak seluruhnya dapat dijadikan sebagai sebuah ukuran standar yang dapat digunakan untuk perbandingan antar waktu dan antar wilayah. Oleh karena itulah Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan sebuah ukuran standar pembangunan manusia yang dapat digunakan secara internasional yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks komposit ini terbentuk atas empat komponen indikator, yaitu angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita disesuaikan. Indikator angka harapan hidup merefleksikan dimensi hidup sehat dan umur panjang. Indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah merepresentasikan output dari dimensi pendidikan. Indikator pengeluaran per kapita disesuaikan untuk menjelaskan dimensi hidup layak. Luasnya cakupan pembangunan manusia menjadikan peningkatan IPM sebagai manifestasi dari pembangunan manusia. Hal ini dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

12 dan memperluas pilihan-pilihan manusia (enlarging the choice of the people). Dua faktor penting yang dinilai efektif dalam pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan. Kedua faktor ini merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Capaian pembangunan manusia yang tinggi diperlukan sebuah percepatan untuk mendapatkan hasil yang optimal bagi tiap daerah. Berdasarkan pengalaman pembangunan manusia di beberapa negara, untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan dengan distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Sebagai contoh sukses adalah Korea Selatan yang tetap konsisten mengaplikasikan dua hal tersebut. Sebaliknya Brazil harus mengalami kegagalan karena ketimpangan distribusi pendapatan dan alokasi belanja publik yang kurang memadai untuk bidang pendidikan dan kesehatan (UNDP, Bappenas, BPS, 2004). Perhatian pemerintah Indonesia akan isu perkembangan pembangunan manusia kini semakin baik. Hal ini ditandai dengan dijadikannya IPM sebagai salah satu alokator Dana Alokasi Umum (DAU) untuk mengatasi kesenjangan keuangan antar wilayah (fiscal gap) dan memacu percepatan pembangunan di daerah. Alokator lain yang digunakan untuk mendistribusikan DAU adalah luas wilayah, jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto, dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Dengan adanya DAU diharapkan daerah yang mempunyai IPM rendah mampu untuk mengejar ketertinggalannya dari daerah lain yang mempunyai IPM lebih baik karena memperoleh alokasi dana yang berlebih. Namun hal ini tergantung pada kebijakan dan strategi pembangunan dari masing-masing daerah apakah mampu memanfaatkan kucuran dana yang ada untuk mencapai hasil pembangunan khususnya pembangunan manusia secara lebih baik. Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kondisi, posisi dan perkembangan pembangunan manusia serta komponen-komponen penyusunnya dibandingkan dengan daerah lain dan periode sebelumnya. 1.2 Tujuan Penulisan Secara umum publikasi ini menyajikan data dan analisis indeks pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul tahun Untuk melihat perkembangan dan keterbandingan antar waktu serta wilayah, umumnya data disajikan dari tahun untuk membandingkan dengan kondisi sebelumnya serta disajikan menurut kabupaten/kota. Secara khusus, tujuan dari penulisan publikasi ini adalah: 1. Memberikan gambaran kondisi umum pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul dari tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

13 ke tahun. 2. Menyajikan analisis indeks pembangunan manusia dan perkembangannya serta komponenkomponen indeks pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul dari tahun ke tahun. 3. Menyajikan analisis disparitas pembangunan manusia antar wilayah di Kabupaten Gunungkidul tahun Manfaat Penulisan Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah: 1. Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul secara berkesinambungan. 2. Selain sebagai sumber informasi dalam pemantauan pembangunan manusia, data dan informasi dalam publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya. 3. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi masyarakat pendidikan. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 disusun menjadi beberapa bab dan diorganisasikan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan merupakan bab permulaan yang dimulai dengan latar belakang pentingnya penyusunan publikasi yang menggambarkan proses pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat. Ulasan selanjutnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari publikasi ini. Bab ini ditutup dengan sistematika penulisan. Bab II Metodologi mengulas sumber data, sejarah penghitungan IPM dan metode penyusunan indeks. Metode penghitungan masing-masing komponen IPM juga disertakan dalam sub bab metode penghitungan IPM. Bab III Kondisi Umum Pembangunan Manusia di Kabupaten Gunungkidul memberikan gambaran secara lengkap hasil-hasil pembangunan manusia. Pembahasan difokuskan bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

14 Bab selanjutnya yakni Bab IV menganalisis perkembangan komponen IPM. Pembahasan diperluas dengan melakukan komparasi pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul dengan nasional, pembahasan perkembangan IPM dan pertumbuhan IPM. Bab V mengulas disparitas IPM antar wilayah. Didalamnya dapat diketahui bagaimana posisi relatif IPM kabupaten/kota di tingkat provinsi dan posisi relatif provinsi di tingkat nasional. Analisis dsiparitas IPM diperdalam dengan menggunakan indeks disparitas. Publikasi ini ditutup dengan Bab VI. Bab Penutup ini terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran yang berisi ringkasan dari paparan pada Bab III hingga Bab V sekaligus sebagai jawaban atas tujuan dari penyusunan publikasi ini. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

15 BAB II METODOLOGI 2.1 Sejarah Penghitungan IPM IPM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui laporan pembangunan manusia (Human Development Report) dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan pembangunan kualitas manusia di 177 negara. Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan pada tahun Laporan pembangunan manusia tahun 1996 memuat informasi pembangunan manusia untuk kondisi tahun 1990 dan Cakupan laporan pembangunan manusia terbatas pada level provinsi. Mulai tahun 1999, informasi pembangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota. Penghitungan IPM di seluruh Indonesia pada tahun 2015 menggunakan metode baru. Alasan pertama yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM adalah ada beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM metode lama dianggap sudah tidak sesuai. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik pada IPM metode lama tersebut mengakibatkan ada informasi yang tertutup dikarenakan capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. 2.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah: 1. Angka harapan hidup saat lahir (Sensus Penduduk 2010-SP2010, Proyeksi Penduduk). 2. Angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah (Survei Sosial Ekonomi Nasional- SUSENAS). 3. PNB per kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sehingga diproksi dengan pengeluaran per kapita disesuaikan menggunakan data SUSENAS. 4. Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan Standar UNDP untuk keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran rupiah. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

16 2.3 Metode Penyusunan Indeks IPM mengukur pencapaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut adalah dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan dan kehidupan yang layak. Tabel 2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan Metode Baru Angka harapan hidup pada saat lahir (Life Expectancy - E0) Angka harapan hidup pada saat lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut kelompok umur. Adapun langkah-langkah penghitungan angka harapan hidup adalah: a. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 19, 20 24, 25 29, 30 34, 35 39, 40 44, dan tahun. b. Menghitung rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin menurut kelompok umur pada huruf a di atas. c. Input rata-rata anak lahir hidup dan anak masih hidup pada huruf b pada paket program MORTPACK sub program CEBCS. d. Gunakan metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup saat lahir. Referensi waktu yang digunakan 3 atau 4 tahun sebelum survei. e. Untuk mendapatkan proyeksi angka harapan hidup dilakukan berdasarkan tren SDKI. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

17 Rata-rata lama sekolah - RLS (Mean Years of Schooling - MYS) Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 25 tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Langkahlangkah penghitungan rata-rata lama sekolah sebagai berikut: a. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. b. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. c. RLS dihitung untuk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir. d. Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standard internasional yang digunakan oleh UNDP. e. Menghitung rata-rata lama sekolah dengan melakukan agregat data menggunakan fungsi mean. Untuk menghitungnya dapat menggunakan paket Program SPSS. Harapan Lama Sekolah HLS (Expected Years of Schooling EYS) a. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. b. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang. c. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. d. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. e. Sumber data pesantren yaitu dari Direktorat Pendidikan Islam. HLS dihitung dengan formula sebagai berikut: HLS t a FK n E i a P t i t i Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

18 Keterangan: t HLS a : Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t FK E t i P t i : Jumlah Penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t : Jumlah Penduduk usia i pada tahun t : Faktor koreksi pesantren Pengeluaran per Kapita Disesuaikan a. Menghitung standar hidup layak didekati dengan pengeluaran per kapita disesuaikan yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. b. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Formulanya adalah sebagai berikut: Keterangan: Y * t Y IHK ' t ( t,2012) 100 * Y t ' Y t : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012 : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada tahun t IHK(t,2012) : IHK tahun t dengan tahun dasar 2012 c. Perhitungan paritas daya beli (PPP) pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non makanan. Metode penghitungannya menggunakan Metode Rao dengan formula sebagai berikut: PPP j 1 m Keterangan : PPP : Paritas daya beli m i 1 P P ij ik Pik pij m : Harga komoditas i di Jakarta Selatan : Harga komoditas i di kab/kota j : Jumlah komoditas Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

19 d. menghitung pengeluaran per kapita disesuaikan dengan rumus berikut: Y ** t Y * t PPP ** Y t * Y t : Rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012 Menghitung IPM a. Setelah masing-masing komponen IPM dihitung, maka masing-masing indeks dihitung dengan persamaan: X(i,j) Indeks X (i,j) = Indeks komponen ke-i dari kabupaten ke j; X(i-min) = Nilai minimum dari Xi X X ( i, j ) ( i maks) X X ( i min) ( i min) X(i-maks) = Nilai maksimum dari Xi Nilai maksimum dan minimum dare masing-masing indeks tercantum pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

20 b. Menghitung indeks per dimensi: Indeks Kesehatan: I kesehatan AHH AHH AHH AHH maks min min Indeks Pengetahuan Dimana: I pengetahuan I HLS I 2 RLS IHLS = IRLS = (HLS HLS min ) /(HLS maks HLS min ); dan (RLS RLS min ) /(RLS maks RLS min ) Indeks Hidup Layak I hidup layak ln pendapatan ln pendapatan ln( pendapatan maks min ) ln( pendapatan min ) c. Nilai IPM dapat dihitung sebagai berikut: IPM 3 I kesehatan I pendidikan I hiduplayak d. Menghitung Pertumbuhan IPM : digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu. Pertumbuha n IPM Keterangan: IPMt IPM IPM t 1 t IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t IPMt-1 : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1) Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

21 2.4 Besaran Skala IPM IPM suatu wilayah dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori. Keempat kelompok itu adalah (UNDP, 2010): Tabel 2.3 Klasifikasi Capaian IPM No Klasifikasi Capaian IPM (1) (2) (3) 1 Sangat Tinggi IPM 80 2 Tinggi 70 IPM < 80 3 Sedang 60 IPM < 70 4 Rendah IPM < 60 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

22 BAB III KONDISI UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL Kependudukan Dalam proses pembangunan, penduduk merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena sumber daya alam yang tersedia tidak akan mungkin dapat berdaya guna tanpa adanya peranan dari manusia. Dengan adanya manusia, sumber daya alam tersebut dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup secara berkelanjutan. Besarnya peran penduduk tersebut maka pemerintah dalam menangani masalah kependudukan tidak hanya memperhatikan pada upaya pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk saja tetapi lebih menekankan kearah perbaikan kualitas sumber daya manusia. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi dan mendatangkan manfaat yang besar bila memiliki kualitas yang baik, namun besarnya jumlah penduduk tersebut dapat menjadi beban dan menimbulkan masalah sosial bila kualitasnya rendah. Informasi kependudukan yang baik sangat diperlukan dalam menunjang ke arah pembangunan manusia yang berkualitas. Diperlukan peranan pemerintah dalam melakukan perencanaan pembangunan dengan berorientasi pada pembangunan berbasis kependudukan. Berbagai kebijakan yang akan dilaksanakan terutama yang berkaitan dengan masyarakat luas dengan mempertimbangkan indikator-indikator demografi dan kependudukan untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang ditimbulkan dari pertumbuhan penduduk yang cepat. Gambar 3.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Gunungkidul Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

23 Berdasarkan Proyeksi Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa. Selama periode , jumlah penduduk mengalami pertumbuhan rata-rata 0,78 persen per tahun. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, maka tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Gunungkidul mencapai 473,98 jiwa/km 2. Dilihat menurut komposisinya, penduduk Kabupaten Gunungkidul terdiri dari penduduk laki-laki dan penduduk perempuan sehingga rasio jenis kelaminnya tercatat sebesar 93,68 persen. Hal ini berarti dari setiap seratus orang penduduk perempuan di Kabupaten Gunungkidul terdapat sekitar 94 orang penduduk laki-laki. Selama beberapa tahun terakhir rasio jenis kelamin penduduk di Kabupaten Gunungkidul berada pada kisaran 94 persen. Salah satu faktor yang cukup mempengaruhi adalah mobilitas penduduk laki-laki yang lebih tinggi dari penduduk wanita, terutama pada penduduk yang sudah berusia kerja. Terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia bagi para penduduk yang mulai memasuki usia kerja menyebabkan banyak penduduk laki-laki produktif yang ke luar Gunungkidul untuk mencari pekerjaan. Gambar 3.2 Kepadatan Penduduk/Km 2 Gunungkidul Tahun 2015 Sumber : BPS, Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

24 Apabila di lihat menurut wilayah di Gunungkidul, jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Wonosari yaitu sebesar jiwa atau sekitar 25,75 dan 11,66 persen dari total penduduk Gunungkidul. Sementara jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Purwosari hanya sebesar jiwa (2,87 persen dari total penduduk Gunungkidul). Untuk daerah yang memiliki kepadatan penduduk terbesar juga diduduki oleh Kecamatan Wonosari dan daerah yang memiliki kepadatan penduduk paling kecil yaitu Kecamatan Girisubo. Ditinjau menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, mayoritas penduduk Kabupaten Gunungkidul yang berumur 15 tahun ke atas didominasi oleh mereka yang menamatkan tingkat pendidikan SD ke bawah. Jumlahnya mencapai 50,84 persen. Kelompok penduduk yang telah menamatkan pendidikan sampai tingkat SMP jumlahnya sekitar 26,68 persen. Adapun mereka yang menamatkan pendidikan sampai SMA tercatat sebesar 11,10 persen dan selebihnya sekitar 11,38 persen adalah penduduk yang menamatkan pendidikan tingkat Diploma ke atas. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, proporsi penduduk yang hanya berpendidikan SD ke bawah sedikit naik dari 50,58 persen menjadi 50,84 persen. Untuk persentase mereka yang berpendidikan SMP juga naik dari 23,62 persen menjadi 26,68 persen sedangkan yang berpendidikan SMA turun 11,10 persen dari 18,16 persen pada tahun sebelumnya. Adapun penduduk yang mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi naik dari angka 7,64 persen menjadi 11,38 persen. Namun demikian, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi DIY, Kabupaten Gunungkidul masih memiliki persentase penduduk yang menamatkan pendidikan sampai dengan tingkat SD yang terbesar. Hal ini menandakan secara relatif rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Gunungkidul masih lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Kondisi ini membawa konsekuensi perlunya upaya lebih kuat untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Berdasarkan klasifikasi wilayahnya juga terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan seputar pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduknya. Hal ini terkait dengan belum meratanya persebaran fasilitas dan sarana belajar serta jumlah pengajar pada masing-masing tingkat sekolah. Struktur penduduk Gunungkidul dapat diketahui dari komposisi penduduk menurut kelompok umur. Dalam Gambar 3.4, piramida penduduk menggambarkan struktur penduduk yang dibagi ke dalam kelompok umur. Dari komposisi sebaran penduduk menurut kelompok umur tersebut terlihat bahwa penduduk Gunungkidul paling banyak didominasi oleh penduduk usia tahun yaitu sebesar jiwa atau sekitar 12,99 persen yang sebagian besar adalah perempuan yang persentasenya mencapai 56,55 persen dari penduduk usia tersebut. Sedangkan untuk penduduk usia tahun memiliki jumlah yang paling sedikit Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

25 yaitu sebesar jiwa atau hanya 4.88 persen dari penduduk Gunungkidul. Tingginya jumlah penduduk usia tuan dan rendahnya jumlah penduduk usia produktif ini dikarenakan penduduk pada usia tahun sebagian besar bekerja atau melanjutkan belajar di luar Gunungkidul dan kembali ke Gunungkidul lagi ketika sudah tidak produktif lagi. Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 tergolong pada penduduk usia tua karena memiliki median umur 38,21 tahun. Sesuai dengan kriteria penduduk usia tua adalah bila median umur di suatu daerah lebih dari 30 tahun. Gambar 3.3 Piramida Penduduk Kabupaten Gunungkidul 2015 Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk 2015 Salah satu implikasi dari struktur umur tua adalah tingkat beban ketergantungan yang tinggi. Rasio ketergantungan (dependency ratio) digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah apakah tergolong daerah maju atau daerah yang sedang berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk menanggung hidup penduduk yang belum produktif dan tidak lagi produktif. Demikian pula sebaliknya. Implikasi lain dari struktur umur tua adalah tingginya tingkat penganguuran di Gunungkidul. Karena usia 65 tahun keatas cenderung untuk tidak bekerja lagi akan tetapi dalam penghitungan angka Penganguran masih masuk dalam angkatan kerja ( usia 15 tahun keatas). Menurut para ahli demografi, sekitar tahun nanti Indonesia akan mengalami Bonus De- Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

26 mografi. Bonus Demografi adalah sebuah kondisi dimana rasio ketergantungan mencapai nilai terendah dibandingkan dengan tahun sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain jumlah penduduk usia produktif berada pada jumlah yang paling maksimum. Bagaimana dengan Gunungkidul?. Bila dilihat dari struktur umurnya dalam piramida penduduk, maka keadaan itu sulit terjadi dalam beberapa tahun kedepan. Namun perlu diperhatikan bahwa bonus demografi seperti pedang bermata dua, penduduk usia produktif besar tetapi menganggur justru akan menimbulkan masalah multidimensional. Gambar 3.4 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kabupaten Gunungkidul Tahun Laki-laki Perempuan L+P Sumber : BPS, Proyeksi Penduduk 2015 Gambar 3.5 memberikan informasi bahwa persentase penduduk produktif dan non produktif baik itu secara agregat maupun gender menunjukkan kecenderungan yang sama. Baik itu penduduk laki-laki maupun perempuan serta total penduduk menunjukkan distribusi yang hampir seragam. Dependency ratio, angka rasio ketergantungan yang menyatakan besarnya beban yang menjadi tanggungan kelompok umur produktif tahun 2015 terhitung sebesar 70,56 yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 71 orang yang belum produktif dan sudah tidak produktif lagi. Angka tersebut didapatkan dari data jumlah penduduk kelompok umur tahun sebanyak jiwa atau sekitar 58,63 persen. Sedangkan sisanya, sebanyak jiwa atau 41,37 persen merupakan penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) dan kelompok umur tua (65 tahun keatas). Namun demikian, ukuran ini masih sangat kasar karena hanya memandang penduduk dari sisi umur saja. Sementara sisi yang lain seperti status sekolah, status pekerjaan serta aktivitas sehari-harinya diabaikan. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

27 3.2 Kondisi Kesehatan Perhatian pemerintah dalam membangun indeks pembangunan manusia di bidang kesehatan, diwujudkan melalui penyedian fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi sebuah indikator yang layak untuk diperhatikan. Disamping itu, indikator lainnya yang dapat digunakan sebagai tolok ukur pembangunan manusia dalam bidang kesehatan adalah manusia sebagai objek pembangunan itu sendiri. Tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari sejarah kesehatan yang diruntut dari kondisi kesehatannya sejak lahir, balita, anak-anak hingga dewasa. Sedangkan tingkat kesehatan pada masyarakat secara umum dapat dilihat dari tingkat pesakitan atau jumlah keluhan kesehatan, tingkat kematian bayi, penolong kelahiran bayi, dan lain-lain Sarana Kesehatan a. Fasilitas Kesehatan Tersedianya fasilitas dan pelayanan kesehatan yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (universal akses) menjadi prioritas utama. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan kesehatan antara lain rasio fasilitas kesehatan per penduduk. Upaya mengatasi keluhan kesehatan yang diderita penduduk harus didukung oleh ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan yang mudah diakses oleh penduduk. Disamping itu, keterjangkauan akses dari sisi harga juga perlu diperhatikan. Karakteristik ekonomi sebagian besar masyarakat Kabupaten Gunungkidul yang masih lemah, harus ditanggulangi dengan memberikan kesehatan relatif murah. Jenis fasilitas kesehatan yang masih menjadi rujukan utama penduduk dalam berobat adalah puskesmas dan puskesmas pembantu (pustu). Ketersediaan fasilitas kesehatan masyarakat milik Pemerintah yang berbiaya murah ini serta dekat dengan lingkungan penduduk sekitarnya diharapkan mampu memberi layanan kesehatan yang umumnya diderita oleh penduduk seperti penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi, bukan penyakit degeneratif. Sampai dengan tahun 2015, jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 5 rumah sakit, 30 puskesmas dan 110 Puskesmas pembantu. Jika diasumsikan setiap penduduk memiliki akses yang sama terhadap fasilitas tersebut, maka setiap unit puskesmas memiliki beban untuk melayani jiwa penduduk dan setiap pustu melayani 6400 jiwa penduduk. Sehingga rata-rata sebuah fasilitas kesehatan baik rumah sakit, puskesmas maupun pustu di Kabupaten Gunungkidul memiliki Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

28 beban untuk melayani penduduk. Angka ini masih lebih rendah dari rekomendasi PBB yang menyatakan setiap fasilitas puskesmas dan pustu kesehatan yang tersedia maksimal melayani sebanyak penduduk. Di samping kedua fasilitas kesehatan tersebut, masih terdapat juga fasilitas kesehatan lainnya yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta seperti klinik kesehatan, rumah sakit, panti, dokter praktek, perawat praktek, bidan desa dan yang lainnya. Diharapkan pada masa mendatang beban sebuah puskesmas dalam melayani penduduk dapat lebih ringan lagi. Namun karena umumnya tarif fasilitas kesehatan selain puskesmas dan pustu relatif lebih mahal, tidak semua lapisan masyarakat mampu menjangkau dan memanfaatkannya sesuai dengan prosedur berobat yang resmi. Sehingga tumpuan masyarakat untuk memperoleh layanan ke puskesmas dan pustu tetap merupakan pilihan utama bagi penduduk untuk mengatasi masalah kesehatan. Tabel 3.1 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, dan Posyandu di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Rumah Klinik/Balai Puskesmas Polindes Posyandu Kabupaten/Kota Sakit Kesehatan (1) (2) (3) (4) (5) (6) Panggang Purwosari Paliyan Saptosari Tepus Tanjungsari Rongkop Girisubo Semanu Ponjong Karangmojo Wonosari Playen Patuk Gedangsari Nglipar Ngawen Semin Papua Barat Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul (Data Rumah Sakit), 2015 Prasyarat yang cukup menentukan semakin baiknya derajat kesehatan penduduk adalah kondisi makro ekonomi yang meningkat yang akan ditandai pula dengan membaiknya daya beli masyarakat. Hal ini akan menaikkan kemampuan penduduk mengakses fasilitas kesehatan yang memadai jika mengalami Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

29 masalah kesehatan. Pemberian fasilitas berobat terutama kepada keluarga miskin melalui kartu Askeskin/Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) juga akan membantu peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal terpenting yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah adalah peningkatan kualitas layanan dari fasilitas yang tersedia serta ketersediaan obat/vaksin yang memadai. Distribusi pelayanan yang merata di semua wilayah juga harus mendapat perhatian serius. Masih besarnya persentase penduduk terutama yang tinggal di daerah pedesaan pinggiran masih kesulitan mengakses sarana kesehatan yang tersedia. Dari sisi biaya kesehatan, sebagian besar masyarakat sudah mampu menjangkau. Namun mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk transportasi ke fasilitas kesehatan yang tersedia. b. Tenaga Kesehatan Selain fasilitas kesehatan, hal yang sangat mendukung adalah ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga medis sebagai subjek yang melakukan pengobatan dan penanganan medis. Distribusi tenaga kesehatan di Gunungkidul dapat dilihat pada Tabel Tabel 3.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Kabupaten/Kota Tenaga Medis Tenaga Keperawatan Tenaga Kesehatan Tenaga Kebidanan Tenaga Kefarmasian Tenaga Kesehatan lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Panggang Purwosari Paliyan Saptosari Tepus Tanjungsari Rongkop Girisubo Semanu Ponjong Karangmojo Wonosari Playen Patuk Gedangsari Nglipar Ngawen Semin Papua Barat Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul (Data Rumah Sakit), 2015 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

30 Dari Tabel 3.2, diketahui bahwa jumlah tenaga medis yang paling banyak ada di Kecamatan Wonosari yaitu sebanyak 32 tenaga medis. Sementara jumlah tenaga medis di kecamatan-kecamatan lain semuanya kurang dari 10 orang. Tenaga kesehatan yang paling banyak di Gunungkidul adalah sebagai tenaga keperawatan, yang jumlahnya mencapai 346 orang. Dimana jumlah perawat yang paling banyak terdapat di Kecamatan Wonosari yaitu sebanyak 153 orang dan yang paling sedikit di Kecamatan Tanjungsari yang hanya berjumlah 4 orang perawat. Untuk tenaga kebidanan di Gunungkidul juga jumlahnya cukup banyak yaitu 156 orang bidan. Selain itu juga terdapat tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya yang masing-masing jumlahnya 29 orang dan 140 orang. Jumlah tenaga medis dalam suatu wilayah tertentu menentukan tingkat pelayanan kesehatan. Rasio antara jumlah tenaga medis yang tersedia dengan jumlah penduduk yang membutuhkan layanan kesehatan idealnya proporsional. Semakin besar rasio penduduk terhadap tenaga medis maka semakin banyak penduduk yang harus dilayani. Implikasinya adalah semakin besar jumlah penduduk yang akan tidak terlayani atau semakin sulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis. Jika diperhatikan dari jumlah penduduk Gunungkidul tahun 2015 dan jumlah tenaga medis yang tersedia, maka rasio jumlah penduduk terhadap jumlah tenaga medis di Gunungkidul adalah sebesar 7.652, atau mengandung makna bahwa satu tenaga medis rata-rata melayani sekitar orang. Tabel 3.3 Rasio Jumlah Penduduk Terhadap Jumlah Dokter /Tenaga Medis Menurut Kecamatan di Gunungkidul 2015 Kecamatan Sumber : Gunungkidul Dalam Angka 2016 Jumlah Penduduk Jumlah Tenaga Medis Rasio Penduduk / Tenaga Medis (1) (2) (3) (4) Panggang Purwosari Paliyan Saptosari Tepus Tanjungsari Rongkop Girisubo Semanu Ponjong Karangmojo Wonosari Playen Patuk Gedangsari Nglipar Ngawen Semin Gunungkidul Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

31 3.2.2 Derajat Kesehatan Masyarakat Selain dari sarana kesehatan, derajat kesehatan masyarakat juga dijadikan sebagai indikator untuk melihat indeks pembangunan manusia dibidang kesehatan mengingat manusia sebagai objek dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan bidang kesehatan antara lain bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat (universal akses) demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Objek yang dijadikan perhatian dalam pembangunan di bidang kesehatan salah satunya adalah kesehatan pada balita. Keberhasilan dalam meningkatkan tingkat kesehatan pada balita dapat dilihat dari tingkat kematian bayi, penolong kelahiran, dan imunisasi pada balita. Tingkat pesakitan atau banyaknya keluhan kesehatan menunjukkan seberapa besar kebutuhan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Semakin banyak keluhan kesehatan yang terjadi dalam masyarakat maka tingkat kesehatan masyarakat semakin rendah. Kesehatan pada masyarakat juga dipengaruhi oleh pola hidup sehat yang dilakukan. Salah satunya adalah sistem sanitasi dalam masyarakat. Penggunaan air bersih dan sistem pembuangan tinja dianggap sebagai hal yang perlu diperhatikan. Penolong Kelahiran Indikator penting terkait dengan kesehatan adalah angka kematian bayi. Angka kematian bayi berpengaruh kepada penghitungan angka harapan hidup waktu lahir (e0) yang digunakan dalam salah satu dimensi pada indeks komposit penyusun indeks pembangunan manusia ditilik dari sisi kesehatan. Sementara itu salah satu aspek penentu besarnya angka kematian bayi adalah penolong kelahiran. Penolong kelahiran sebenarnya tidak hanya terkait dengan angka kematian bayi namun juga angka kematian ibu sebagai resiko proses kelahiran. Dalam proses kelahiran bayi tidak dapat dipisahkan antara probabilita keselamatan ibu atau anak yang dilahirkan. Keduanya harus diselamatkan dalam resiko besar sebuah kelahiran. Penolong kelahiran yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya selama ini dianggap lebih baik jika dibandingkan dengan dukun atau famili. Dalam analisis ini digunakan penolong pertama pada kelahiran mengingat pada proses ini sangat mengandung resiko. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa 51,84 persen penolong kelahiran balita dilakukan oleh bidan, kondisi ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 45,89 persen. Sementara penolong kelahiran tenaga medis lain sebesar 3,64 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 2,62 persen. Penolong kelahiran oleh dokter juga mengalami peningkatan 1,04 persen menjadi 17,80 persen di tahun Secara umum masyarakat masih dominan (lebih dari dua per tiga) dalam menggunakan jasa tenaga kesehatan terlatih dibandingkan dengan penolong kelahiran tidak terlatih. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

32 Fenomena penolong kelahiran dengan bantuan dukun secara umum memang masih terjadi, dan pada beberapa Kecamatan. Di Kabupaten Gunungkidul, ada 2,43 persen masyarakatnya masih menggunakan jasa dukun beranak dalam menolong proses persalinan terakhirnya. Sedangkan sebagian besar masyarakat di Gunungkidul sudah mengggunakan tenaga medis dalam menolong kelahiran terakhirnya yaitu sebesar 97,57 persen dengan rincian 52,84 persen oleh bidan; 41,87 persen oleh dokter kandungan, dan 2,86 persen oleh perawat. Gambar 3.5 Persentase Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Sumber : Susenas 2015 Tabel 3.4 menunjukkan bahwa penolong kelahiran pertama di Gunungkidul paling utama dilakukan oleh bidan. Selain mayoritas proses persalinan tertangani oleh bidan, dominasi penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya) masih terlihat, ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat untuk menggunakan jasa tenaga kesehatan terlatih masih baik, sehingga resiko kematian bayi maupun ibu dapat ditekan, dan tentunya akan menurunkan angka kematian bayi dan angka kematian ibu. Imunisasi Angka kematian bayi sangat berhubungan erat dengan proses kelahiran, setelah itu masih banyak tahap yang harus dilalui seseorang untuk tetap survive terutama selama tahap usia balita. Untuk menjamin kesehatan balita yang rentan dengan ancaman penyakit, sangat perlu diberikan imunisasi agar kekebalan pada tubuh balita dapat terbentuk. Imunisasi yang diberikan pada balita diantaranya adalah imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak/Morbili, dan Hepatitis B. Pemberian imunisasi sebagai salah satu cara untuk mencegah terserang penyakit dan atau menyebabkan kematian. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa di tahun 2015, persentase balita yang mendapatkan imunisasi cukup tinggi untuk semua jenis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

33 imunisasi yaitu BCG (100 %); DPT (94,64 %); Polio (99,05 %); Campak /Morbili (88,51 %); dan sebanyak 89,88 persen imunisasi Hepatitis B. Tingkat kesadaran tertinggi terdapat pada jenis imuniasi BCG, sedangkan kesadaran imunisasi terendah adalah pada jenis penggunaan imunisasi campak/morbili. Kesadaran dalam mengimunisasi balita sangat penting perannya dalam tumbuh kembang balita. Sebenarnya tidak hanya kesadaran dalam mengimunisasi balita saja yang harus diperhatikan oleh para orang tua, namun juga imunisasi dasar lengkap harus dilakukan. Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian lima vaksin imunisasi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan untuk bayi dibawah satu tahun. Imunisasi lengkap tersebut yaitu: (1) Hepatitis-B, umur pemberian kurang dari 7 hari sebanyak satu kali; (2) BCG, umur pemberian satu bulan sebanyak satu kali; (3) DPT, umur pemberian dua bulan, tiga bulan, dan empat bulan sebanyak 3 kali; (4) Polio, umur pemberian satu, dua, tiga, dan empat bulan sebanyak empat kali; (5) Campak, umur pemberian sembilan bulan sebanyak satu kali. Perlu diketahui bahwa informasi pada tabel ini tidak dapat menampilkan apakah balita yang bersangkutan telah mendapatkan imunisasi secara lengkap, tetapi hanya menampilkan balita yang telah mendapatkan imunisasi. Pemahaman masyarakat tentang pemberian imunisasi lengkap perlu terus digalakkan agar tidak hanya sekedar diberikan imunisasi tetapi imunisasi dasar lengkap. Tabel 3.6 Persentase Penggunaan Imunisasi Pada Balita di Kabupaten Gunungkidul Tahun BCG Polio DPT HB Campak Sumber : Susenas 2015 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

34 Morbiditas/ Tingkat Pesakitan Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah adalah angka kesakitan penduduk dan rata-rata lamanya sakit. Angka kesakitan penduduk merupakan proporsi penduduk yang mengalami gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, baik bekerja, sekolah maupun yang lainnya. Sedangkan rata-rata lamanya sakit menyatakan rata-rata lamanya hari penduduk mengalami keluhan sampai menyebabkan terganggunya aktivitas. Rata-rata lamanya sakit menunjukkan tingkat keparahan penduduk akibat dari akumulasi sakit yang dirasakan penduduk. Kedua ukuran ini dihitung berdasarkan data hasil Susenas. Waktu rujukan yang digunakan untuk mengamati indikator ini adalah selama sebulan yang lalu dari saat pencacahan. Besaran ini menggambarkan derajat kesehatan penduduk yang diwakili oleh angka kesakitan dan rata-rata lama sakit. Gambar 3.7 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun Sumber : Susenas 2015 Berdasarkan hasil Susenas, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama tahun 2015 tercatat sebanyak 20,03 persen. Cukup banyak mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 41,84 persen. Akan tetapi tingkat keparahan penyakit yang diukur dari rata-rata lamanya sakit mengalami kenaikan dari 4,68 hari pada tahun 2014 menjadi 5,84 hari pada tahun Fenomena ini mengindikasikan insiden kesakitan yang terjadi pada masyarakat relatif menurun akan naiknya angka rata-rata lama kesakitan mengindikasikan tingkat pelayanan fasilitas kesehatan yang tidak lebih baik. Angka kesakitan penduduk yang cukup tinggi ini membutuhkan perhatian serius melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan dan penanganan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

35 penyakit yang diderita oleh penduduk. Keluhan kesehatan yang banyak dialami oleh masyarakat adalah penyakit akibat perubahan musim seperti pilek, batuk dan panas. Penyebab utama jenis penyakit tersebut adalah daya tahan tubuh yang kurang menunjang, disamping faktor kesehatan lingkungan serta perubahan cuaca yang terjadi secara mendadak. Gambar 3.9 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Gunungkidul apabila memiliki keluhan kesehatan cenderung untuk berobat jalan yaitu sebesar 66,12 persen.. Gambar 3.8 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Tidak 33.88% Ya 66.12% Sumber : Susenas 2015 Informasi mengenai keluhan kesehatan dapat digunakan sebagai referensi dalam penyediaan pelayanan kesehatan seperti persediaan obat-obatan dan tenaga medis maupun paramedis. Data Susenas 2015 juga menunjukkan bahwa sebanyak 44,68 persen penduduk di Gunungkidul melakukan pengobatan sendiri ketika menderita keluhan sakit. Dan lebih dari setengah penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan cenderung merasa tidak perlu untuk berobat jalan. Gambar 3.9 Persentase Alasan Utama Penduduk tidak Berobat Jalan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Tidak ada biaya transport 4.25% 0.25% 44.68% Mengobati sendiri Tidak ada yang mendampingi 50.44% 0.37% Merasa tidak perlu Lainnya Sumber : Susenas 2015 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

36 Penggunaan Air Bersih Selain dilihat dari tingkat morbiditas, derajat kesehatan masyarakat juga dapat diamati dari pola hidup. Pola hidup mempengaruhi tingkat kesehatan. Pola hidup yang bersih dan sehat tentunya lebih dapat menjamin kesehatan jika dibandingkan dengan pola hidup yang tidak bersih. Penggunaan air bersih baik itu sumber air minum maupun yang lainnya menentukan kondisi kesehatan masyarakat. Sumber air minum menentukan kualitas air minum. Hasil Susenas 2015 menunjukkan bahwa sebesar 28,13 persen rumah tangga di Gunungkidul menggunakan air leding meteran untuk minum; 26,19 persen mengunakan air sumur terlindungi; 23,60 persen menggunakan air hujan; sedangkan pengguanaan air yang lainnya untu minum persentasenya masing-masing kurang dari 10 persen (lihat Gambar 3.11). Gambar 3.10 Persentase Sumber Air Utama yang Digunakan Rumah Tangga untuk Minum Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Sumber : Susenas 2015 Kondisi penggunaan air sumur/ pompa/mata air yang digunakan untuk air minum menunjukkan kondisi yang baik. Hal ini dapat dilihat dari gambar 3.11 yang menggambarkan persentase jauhnya jarak sumber air minum ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat, dimana sebagian besar sumur/ pompa/mata air di Gunungkidul jaraknya lebih dari 10 meter ke tempat penampungan limbah/kotoran/ tinja terdekat, yaitu mencapai 87,06 persen. Sedangkan yang jaraknya kurang dari 10 meter persentasenya sebesar 9,30 persen, dan sisanya tidak tahu. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

37 Gambar 3.11 Persentase Jarak Air Sumur/Pompa/Mata Air untuk Minum ke Tempat penampungan Limbah Kabupaten Gunungkidul Tahun < 10 m >= 10 m Tidak tahu Sumber : Susenas 2015 Fasilitas air minum merupakan instalasi air minum yang dikelola oleh PAM/PDAM atau no-pam/ PDAM, termasuk sumur dan pompa. Pendekatan yang digunakan untuk perhitungan ini adalah air minum yang banyak digunakan dalam satu bulan terakhir. Dimana dapat dilihat dari gambar 3.11, sebagian besar atau lebih dari setengah rumah tangga di Gunungkidul sudah memiliki fasilitas air bersih sendiri yaitu sebesar 62,95 persen. Rumah tangga yang menggunakan fasilitas bersama sebesar 24,99 persen, yang menggunakan fasilitas umum 3,89 persen dan yang tidak memiliki fasilitas air minum sebesar 8,17 persen. Gambar 3.12 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Tidak ada 8.17 Umum 3.89 Bersama Sendiri Sumber : Susenas Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

38 3.3 Kondisi Pendidikan Kemerdekaan memberikan janji kepada seluruh anak bangsa lintas generasi, seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Janji adalah sesuatu yang harus dilunasi. Janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menempatkan pembangunan pendidikan dan kebudayaan menjadi isu pokok dan agenda utama tiap periode pemerintahan. Janji kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum lebih memperkuat keniscayaan itu. Arti penting pembangunan pendidikan dan kebudayaan juga merupakan pelaksanaan amanat konstitusi yang secara lugas dinyatakan dalam berbagai pasal. Pasal 28c, ayat (1), UUD 1945 menyatakan bahwa "setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia". Pasal 31 menyatakan pemerintah wajib memajukan pendidikan dengan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang, memprioritaskan anggaran pendidikan serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Upaya melunasi janji kemerdekaan dan kesungguhan melaksanakan amanat konstitusi terkait dengan pendidikan semakin didukung oleh perundang-undangan. Visi Pendidikan Nasional pun menjadi semakin jelas. Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sementara itu, keterkaitan yang amat erat antara pembangunan pendidikan dan pembangunan kebudayaan sudah diamanatkan oleh konstitusi. Selain pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 yang disebut terdahulu, Pasal 32 menyatakan bahwa negara berperan dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya serta menghormati dan memelihara bahasa Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

39 daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun disusun berdasarkan beberapa paradigma. Sebagian paradigma bersifat universal, dikenal dan dipakai berbagai bangsa. Sebagian lagi lebih bersifat nasional, sesuai dengan nilai-nilai dan kondisi bangsa Indonesia. Perincian paradigma itu adalah sebagai berikut. 1. Pendidikan untuk Semua "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia" adalah amanat konstitusi. Pendidikan harus dapat diakses oleh setiap orang dengan tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu. Pemerintah harus menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik, mental, ekonomi, sosial, ataupun geografis. 2. Pendidikan Sepanjang Hayat Pendidikan merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, yaitu sejak lahir hingga akhir hayat. Pendidikan harus diselenggarakan dengan sistem terbuka yang memungkinkan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program secara lintas satuan dan jalur pendidikan. 3. Pendidikan sebagai Suatu Gerakan Pemerintah memang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi semua warga negara. Namun, semua pihak dapat memberi kontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan agar hasilnya optimal. Penyelenggaraan pendidikan harus disikapi sebagai suatu gerakan, yang mengintegrasikan semua potensi negeri dan peran aktif seluruh masyarakat. 4. Pendidikan Menghasilkan Pembelajar Penyelenggaraan pendidikan harus memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi subjek pembelajar mandiri yang bertanggung jawab, kreatif dan inovatif. Pendidikan diupayakan menghasilkan insan yang suka belajar dan memiliki kemampuan belajar yang tinggi. Pembelajar hendaknya mampu menyesuaikan diri dan merespons tantangan baru dengan baik. 5. Pendidikan Membentuk Karakter Pendidikan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, dan pembentukan kepribadian. Kepribadian dengan karakter unggul antara lain, bercirikan kejujuran, berakhlak mulia, mandiri, serta cakap dalam menjalani hidup. 6. Sekolah yang Menyenangkan Sekolah sebagai satuan pendidikan yang utama merupakan suatu ekosistem. Suatu tempat yang di dalamnya terjadi hubungan saling ketergantungan antara Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

40 manusia dengan lingkungannya. Sekolah harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi manusia yang berinteraksi di dalamnya, baik siswa, guru, tenaga pendidik, maupun orang tua siswa. 7. Pendidikan Membangun Kebudayaan Pendidikan memiliki hubungan yang amat erat dengan kebudayaan. Sebagian dari paradigma yang disebut di atas mengandung aspek kebudayaan atau proses budaya. Pendidikan pada dasarnya juga merupakan proses membangun kebudayaan atau membentuk peradaban. Pada sisi lain, pelestarian dan pengelolaan kebudayaan adalah untuk menegaskan jati diri dan karakter bangsa Indonesia. Langkah-langkah tersebut diatas merupakan semata-mata dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan dalam upaya untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Beberapa indikator pendidikan terpilih digunakan untuk melihat sejauh mana kualitas pendidikan di Gunungkidul diuraikan sebagai berikut: Harapan Lama Sekolah Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Angka ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. Untuk mendapatkan data pesantren diperoleh dari Direktorat Pendidikan Islam. Angka harapan lama sekolah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 sebesar 12,92 tahun, yang artinya lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur 7 tahun adalah sampai lulus SMA (12 tahun) atau Diploma I (13 tahun). Angka ini relatif mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni hanya naik 0,10 point dari tahun sebelumnya. Kecilnya kenaikan angka harapan lama sekolah penduduk tidak berarti bahwa proses pembangunan di bidang pendidikan yang telah dilakukan tidak mengalami kemajuan. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan sebuah proses yang panjang dan hasilnya pun tidak dapat dilihat atau dirasakan secara instan. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

41 3.3.2 Rata-rata Lama Sekolah Di samping kemampuan dasar baca tulis, diperlukan suatu indikator yang dapat mewakili tingkat ketrampilan bagi mereka yang telah memperoleh pendidikan. Semakin lama mereka mengenyam bangku sekolah diharapkan memiliki ketrampilan yang lebih baik. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan hal itu adalah rata-rata lama sekolah yang dijalani oleh penduduk berusia dua puluh lima tahun ke atas. Ukuran ini memberikan informasi sejauh mana tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk. Pada tahun 2015, rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 6,46 tahun. Rata-rata lamanya penduduk berusia 25 tahun ke atas ini setara dengan kelas enam SD atau kelas tujuh SMP. Dibandingkan dengan daerah lain di DIY, relatif lebih rendahnya rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Gunungkidul menunjukkan prioritas meningkatkan akses penduduk untuk memperoleh pendidikan masih perlu perhatian serius di daerah ini. Lebih lanjut, jika dicermati ada perbedaan yang cukup signifikan angka partisipasi sekolah pada level SMP dan SMA penduduk Kabupaten Gunungkidul dengan lainnya memberi petunjuk perlunya kesempatan yang lebih luas bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan SMP dan SMA. Gambar 3.13 Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Gunungkidul Tahun (tahun) RLS HLS Sumber : Susenas 2015 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

42 3.3.3 Tingkat Partisipasi Sekolah Tingkat partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan komposisi penduduk terutama penduduk usia muda. Tingkat partisipasi sekolah peserta didik, salah satunya dapat diukur dengan mengamati angka partisipasi murni (APM). APM merupakan rasio antara murid berusia tertentu pada suatu jenjang pendidikan dengan penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Penduduk usia sekolah untuk jenjang SD adalah mereka yang berumur antara 7-12 tahun, SMP tahun dan jenjang SMA adalah mereka yang berusia tahun. Nilai APM masih memiliki kelemahan, misalnya seorang anak berusia 6 tahun yang telah masuk SD tidak dilibatkan dalam penghitungan APM SD, karena usia di luar kisaran usia SD. Demikian pula bagi anak-anak yang terpaksa mengulang kelas sehingga usianya melampaui 12 tahun namun masih duduk di bangku SD, juga tidak dicakup dalam penghitungan APM SD. APM penduduk usia SD (7-12 tahun) di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 mencapai 100 persen; yang berarti dari 100 orang penduduk usia SD semuanya masih aktif bersekolah pada tingkat SD. Hal ini membutuhkan kajian yang lebih mendalam dari dinas yang terkait. APM di Gunungkidul sudah mencapai 100 persen sejak tahun 2014 lalu. Pencapaian APM pada tingkat SD diikuti dengan peningkatan SMP, akan tetapi menurun untuk APM tingkat SMA. APM tingkat SMP terlihat naik dari 74,16 persen pada tahun 2014 menjadi 83,59 persen pada tahun Sedangkan dengan APM tingkat SMA mengalami penurunan pada tahun 2015 ini menjadi 67,42 persen dari 70,75 persen di tahun Meskipun angka APM pada tahun 2015 dari tingkatan SD sampai SMP mengalami kenaikan, namun hal ini tidak serta merta meningkatkan angka rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf karena kedua indikator tersebut sangat dipengaruhi oleh rentang umur dalam konsep yang mensyaratkan minimal 15 tahun dan tanpa batas atas. Namun turunnya APM pada tingkat SMA sekarang ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar anak lulusan SMP/sederajat mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Program prioritas pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun yang mencakup SD dan SMP dengan biaya gratis perlu lebih digiatkan untuk meningkatkan partisipasi sekolah penduduk. Pemerintah Daerah juga dapat mendorong program serupa untuk golongan usia SMP dan SMA karena APM pada tingkat SMP dan SMA yang masih rendah, jauh tertinggal dari APM SD yang telah mencapai angka 100 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

43 Gambar 3.14 Angka Partisipasi Sekolah (APM) Kabupaten Gunungkidul Tahun SD SMP SMA Sumber : Susenas 2015 Kecenderungan yang terlihat dari APM untuk jenjang pendidikan SD sampai dengan SMA adalah bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh seseorang maka tingkat partisipasinya semakin rendah. Dengan demikian dapat diartikan pula semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh maka angka putus sekolahnya semakin besar. Tren perkembangan APM untuk semua jenjang pendidikan memang mengalami peningkatan, namun angka APM untuk jenjang pendidikan SLTP/MTs keatas masih relatif rendah. Apalagi gap antara APM SD/ MI dengan SLTP/MTs dan APM SLTA/MA. Hal ini menginformasikan bahwa siswa putus sekolah terbesar terjadi ketika siswa menyelesaikan pendidikan SD/MI dan SLTP/MTs ke jenjang pendidikan selanjutnya Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Gambaran mengenai peningkatan sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun keatas. Level pendidikan penduduk diketahui dari tingkat pendidikan yang ditamatkan dengan diidentifikasi melalui ijazah/sttb tertinggi yang dimiliki. Indikator ini dapat pula digunakan untuk melihat perkembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengetahui level tertinggi pendidikan antar waktu dan antar wilayah. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

44 Semakin tinggi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan maka menggambarkan semakin baik pula kualitas pendidikan manusianya. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (di atas SLTA). Biasanya terdapat kecenderungan bahwa penduduk yang memiliki ijazah perguruan tinggi persentasenya lebih rendah. Gambar 3.15 Persentase Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 Sumber : Susenas 2015 Gambar 3.16 menggambarkan sebesar 17,32 persen penduduk berumur 10 tahun ke atas tidak memiliki ijazah. Hal ini mencerminkan, kualitas SDM dari aspek pendidikan di Gunungkidul masih tergolong rendah. Hanya 4,02 Persen penduduk 10 tahun ke atas yang lulus dari perguruan tinggi. Tidak ada kesenjangan penerimaan manfaat layanan pendidikan di antara laki-laki dan perempuan. Persentase perempuan dan laki-laki hampir sama pada setiap jenjang pendidikan. 3.4 Kondisi Perekonomian Situasi perekonomian secara makro Kabupaten Gunungkidul diukur dengan besarnya Nilai Tambah Bruto (NTB) yang diperoleh dari kumulatif seluruh kegiatan ekonomi selama satu tahun atau biasa dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sedangkan kinerja perekonomian diukur dari kenaikan PDRB terhadap tahun sebelumnya berdasarkan harga konstan Sementara struktur perekonomian ditunjukkan melalui distribusi persentase nilai tambah atas dasar harga berlaku per sektor. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

45 PDRB Kabupaten Gunungkidul dihitung atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga konstan 2010 (ADHK). Penghitungan juga dibedakan dengan menyertakan minyak dan gas (dengan migas) dan tanpa minyak dan gas (tanpa migas) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan agregat nilai tambah aktivitas perekonomian di suatu wilayah selama waktu tertentu. Angka PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk menghasilkan nilai PDRB per kapita. Indikator ini sering digunakan sebagai salah satu ukuran untuk melihat taraf hidup atau tingkat kemakmuran suatu daerah atau negara. Akan tetapi, banyak kritik yang menyatakan PDRB per kapita belum sepenuhnya dapat mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. PDRB per kapita hanya merupakan suatu agregat yang belum tentu dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk dalam suatu wilayah. Bahkan tidak menutup kemungkinan pendapatan tersebut sama sekali tidak dinikmati oleh penduduk, karena nilai tambah yang tercipta tersebut langsung ditransfer ke wilayah lain. Hal itu mungkin terjadi jika faktor-faktor produksi dikuasai oleh orang/lembaga yang bukan berasal dari daerah bersangkutan. PDRB Kabupaten Gunungkidul tahun 2015 sebesar Rp ,23 triliun rupiah atas dasar harga berlaku dan Rp ,69 triliun atas dasar harga konstan. PDRB tahun 2015 tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2014 yaitu semula Rp ,33 triliun atas dasar harga berlaku dan Rp ,46 triliun atas dasar harga konstan Struktur Ekonomi Regional PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Gunungkidul dalam lima tahun terakhir menunjukkan trend yang semakin meningkat, dari 9.739,09 milyar rupiah pada tahun 2011 hingga mencapai ,23 milyar rupiah pada tahun Namun demikian, angka tersebut belum menggambarkan kondisi riil perkembangan perekonomian, karena masih dipengaruhi oleh faktor inflasi/perubahan harga. Nilai PDRB atas dasar harga konstan 2010 sebagai nilai PDRB yang sudah menghilangkan pengaruh inflasi Kabupaten Gunungkidul pada periode yang sama juga menunjukkan trend yang semakin meningkat, dari 9.248,01 milyar rupiah pada tahun 2011 menjadi ,69 milyar rupiah pada tahun Nilai PDRB inilah yang menunjukkan perkembangan riil kinerja perekonomian Kabupaten Gunungkidul selama periode tersebut. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

46 Struktur perekonomian sebagian masyarakat Gunungkidul masih didominasi kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sumbangan kategori ini masih mencapai lebih dari seperempat nilai PDRB. Sumbangan masing-masing kategori pada 2015 ini masih dipimpin oleh kategori tersebut, diikuti oleh kategori konstruksi; kategori administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; kategori industri pengolahan serta kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Kategori lain yang menyumbang lebih dari 5 persen adalah kategori transportasi dan pergudangan; kategori penyediaan akomodasi dan makan minum, kategori informasi komunikasi, serta kategori jasa pendidikan. Sementara peranan kategori lainnya di bawah 5 persen. Tabel 3.6 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015 (Persen) Kategori Lapangan Usaha * 2015** (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya Produk Domestik Regional Bruto Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha BPS Kab. Gunungkidul 2015 Catatan : * angka sementara ** angka sangat sementara Masih tingginya ketergantungan ekonomi terhadap sektor pertanian, seyogyanya membuat pemerintah harus memperhatikan kesinambungan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja selama belum ada sektor lain yang dapat dikembangkan untuk menyerap limpahan pekerjanya. Di samping itu, penerapan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian juga diperlukan untuk mening- Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

47 katkan kesejahteraan petani. Apalagi diketahui selama ini sektor pertanian menjadi limpahan pengangguran terselubung atau pekerja keluarga yang secara teoritis memiliki produktivitas yang rendah. Sehingga upaya untuk mendorong pertumbuhan sektor ini membutuhkan peningkatan produktivitas yang nyata. Di masa mendatang, pengembangan sektor lainnya untuk menampung kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian perlu diperhatikan. Secara teoritis pengalihan ini tidak akan menyebabkan turunnya output sektor pertanian. Dengan asumsi marginal produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang rendah bahkan nol, maka relokasi tenaga kerja juga akan mendorong naiknya produktivitas pekerja sektor pertanian sehingga peluang meningkatkan kesejahteraan penduduk yang bekerja di sektor pertanian makin terbuka. Penurunan secara berangsur-angsur kontribusi kategori pertanian dan peningkatan kontribusi dari tahun ke tahun untuk kategori industri pengolahan; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; dan jasa-jasa di dalam memberikan nilai tambah pada PDRB menunjukkan adanya kecenderungan pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder maupun tersier Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro untuk melihat kinerja nyata ekonomi di suatu wilayah. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar harga konstan tahun bersangkutan terhadap tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai peningkatan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua bidang usaha kegiatan ekonomi di suatu daerah selama jangka waktu satu tahun. Perekonomian Gunungkidul pada tahun 2015 mengalami percepatan dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Gunungkidul tahun 2015 mencapai 4,81 persen, sedangkan tahun 2014 sebesar 4,54 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh kategori Jasa lainnya sebesar 8,65 persen. Seluruh kategori ekonomi PDRB yang lain pada tahun 2015 mencatat pertumbuhan yang positif, kecuali kategori pengadaan listrik dan gas yang tumbuh negatif 0,71 persen. Adapun kategori-kategori lainnya berturut-turut mencatat pertumbuhan yang positif, di antaranya kategori Jasa Lainnya mencatat 8,65 persen, kategori Jasa Keuangan dan asuransi sebesar 8,54 persen, Jasa Pendidikan sebesar 7,19 persen, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,19 persen, kategori Jasa Perusahaan 7,04 persen, kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 6,89 persen, kategori Real Estat 6.65 persen, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mencatat sebesar 6,43 persen, diikuti kategori Informasi dan Komunikasi 5,65 persen, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

48 dan kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,26 persen. Adapun kategori yang pertumbuhannya kurang dari lima persen adalah kategori Konstruksi 4,36 persen, kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar 3,68 persen, kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2,88 persen, kategori Industri Pengolahan 2,64 persen, kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,58 persen dan kategori Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,25 persen. Gambar 3.16 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul Tahun (%) Pertumbuhan ekonomi Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha BPS Kab. Gunungkidul 2015 Catatan : * angka sementara ** angka sangat sementara PDRB per Kapita Sebuah nilai yang cukup relevan dalam menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk secara makro ekonomi adalah dengan menggunakan pendekatan PDRB per kapita. Pada PDRB per kapita, besaran nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun dari wilayah tersebut. Jadi besarnya PDRB telah tertimbang dengan jumlah penduduk pada masing-masing wilayah, sehingga tingginya PDRB tidak lagi dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang besar. Salah satu indikator tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah/wilayah dapat dilihat dari nilai PDRB per kapita, yang merupakan hasil bagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan jumlah penduduk. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah penduduk akan mempengaruhi nilai PDRB per kapita, sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

49 potensi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Pada tahun 2015, PDRB per kapita Gunungkidul mencapai 19,34 juta Rupiah dengan pertumbuhan sebesar 8,96 persen. Pertumbuhan PDRB perkapita ini sedikit menurun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yaitu sebesar 9,09 persen. Gambar 3.17 PDRB per Kapita ADHB dengan Migas dan Tanpa Migas Kabupaten Gunungkidul Tahun (Juta Rupiah) Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha BPS Kab Gunungkidul 2015 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

50 BAB IV PERKEMBANGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA IPM tersusun atas tiga aspek mendasar pembangunan manusia. Aspek kesehatan yang bermakna mempunyai umur panjang diwakili oleh indikator harapan hidup, aspek pendidikan yang direpresentasikan oleh indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta dimensi perekonomian yang bermakna kehidupan yang layak digambarkan dengan pengeluaran per kapita disesuaikan. Ketiga aspek tersebut dianggap mampu untuk merepresentasikan pembangunan manusia sehingga sampai saat ini penghitungan IPM masih menjadi rujukan negara-negara di dunia dalam mengukur perkembangan pembangunan manusia. Perkembangan IPM dari tahun ke tahun sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen yang menyusunnya. Sedangkan komponen-komponen tersebut bervariasi untuk tiap kabupaten/kota. Kemajuan ini sangat tergantung pada komitmen penyelenggara pemerintah daerah dalam meningkatkan kapasitas dasar penduduk yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. IPM sebagai indikator komposit memiliki nilai antara 0 hingga 100. Semakin besar nilai IPM mengindikasikan kualitas pembangunan manusia yang semakin baik. Penggolongan IPM berdasarkan kriteria dari United Nations Development Programme (UNDP) adalah sebagai berikut: nilai IPM yang kurang dari 60 digolongkan sebagai kategori rendah ; rentang antara 60 hingga 69 masuk kriteria sedang; rentang antara 70 hungga 79 masuk kriteria tinggi dan nilai 80 keatas merupakan kelompok sangat tinggi. Karena keterbatasan indikator komposit yang hanya memberikan gambaran secara agregat, maka implementasi hasil penghitungan IPM dalam program-program pembangunan membutuhkan pencermatan lebih lanjut pada indikator atau variabel yang terkait dengan indikator utama yang digunakan dalam menyusun IPM. 4.1 Perkembangan Kesehatan Indikator ini menunjukkan kondisi dan sistem pelayanan kesehatan masyarakat, karena mampu merepresentasikan output dari upaya pelayanan kesehatan secara komprehensif. Hal ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa jika seseorang memiliki derajat kesehatan yang semakin baik maka yang bersangkutan akan berpeluang memiliki usia lebih panjang atau mempunyai angka harapan hidup yang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

51 tinggi. Angka harapan hidup merupakan indikator yang cukup efektif untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada khususnya. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan di suatu wilayah akan disertai oleh peningkatan usia harapan hidup penduduknya, namun sebaliknya semakin rendah usia harapan hidup di suatu wilayah mencerminkan buruknya kualitas pembangunan kesehatan. Angka harapan hidup menggambarkan perkiraan rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Perkembangan komponen kesehatan digambarkan dengan indikator angka harapan hidup. Angka harapan hidup adalah perkiraan banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup (secara rata-rata). Indikator ini seringkali digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan. Usia harapan hidup penduduk Kabupaten Gunungkidul selama periode menunjukkan tren yang semakin meningkat. Pada tahun 2011, usia harapan hidup penduduk mencapai 73,36 tahun, dan terus meningkat menjadi 73,69 tahun pada tahun Secara umum, angka ini menunjukkan usia ratarata yang akan dijalani oleh seorang bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2015 adalah mencapai 73,69 tahun. Peningkatan usia harapan hidup ini secara tidak langsung menunjukkan adanya perbaikan kualitas kesehatan penduduk. Program perbaikan kualitas kesehatan penduduk terutama pada kelompok yang berpendapatan rendah selama beberapa tahun terakhir dilakukan melalui program Askeskin (asuransi kesehatan bagi keluarga miskin), jamkesmas dan jamkesos. Program intervensi ini diharapkan dapat menaikkan kualitas kesehatan penduduk secara umum dengan sasaran utama mereka yang memiliki daya beli rendah terhadap pelayanan kesehatan. Sebagai perbandingan, usia harapan hidup rata-rata di Provinsi DIY sekitar 74,68 tahun. Dengan demikian seperti tahun-tahun sebelumnya, rata-rata angka harapan hidup penduduk Kabupaten Gunungkidul masih berada di bawah rata-rata angka harapan hidup penduduk DIY. Perkembangan angka harapan hidup per tahun di Gunungkidul tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu periode jangka waktu satu tahun. Hal ini berarti bahwa kondisi angka kematian bayi (infant mortality rate) di Gunungkidul termasuk dalam kategori Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun penurunan angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga implikasinya adalah angka harapan hidup yang dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir menjadi lambat untuk mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari perkembangan angka harapan hidup yang tidak melebihi satu digit dalam kurun waktu satu tahun. Kondisi tersebut juga terjadi untuk kondisi nasional, penurunan angka kematian bayi terjadi secara gradual bahkan mengarah melambat. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

52 Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Gunungkidul Tahun Sumber : BPS 4.2 Perkembangan Pendidikan Perkembangan komponen pendidikan direpresentasikan oleh harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Harapan lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang, sedangkan rata-rata lama sekolah menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk untuk menempuh pendidikan formal. Bobot kedua indikator ini masing-masing sebesar setengah dalam membentuk komponen pendidikan Perkembangan Harapan Lama Sekolah Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang. Untuk penghitungannya, umur yang digunakan adalah 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. Untuk mendapatkan data pesantren diperoleh dari Direktorat Pendidikan Islam. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

53 Gambar 4.2 Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun Sumber : BPS Angka harapan lama sekolah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 sebesar 12,92 tahun, yang artinya lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur 7 tahun adalah sampai lulus SMA (12 tahun) atau Diploma I (13 tahun). Angka relatif mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni hanya naik 0,10 persen dari tahun sebelumnya. Kecilnya kenaikan angka harapan lama sekolah penduduk tidak berarti bahwa proses pembangunan di bidang pendidikan yang telah dilakukan tidak mengalami kemajuan. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan sebuah proses yang panjang dan hasilnya pun tidak dapat dilihat atau dirasakan secara instan Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Indikator rata-rata lama sekolah sangat dipengaruhi oleh partisipasi sekolah untuk semua kelompok umur. Bila angka partisipasi sekolah di Kabupaten Gunungkidul rendah maka kemungkinan besar angka rata-rata lama sekolahnya juga akan rendah. Angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Gunungkidul bergerak sangat lambat. Pada tahun 2015 rata-rata lama sekolah Kabupaten Gunungkidul mencapai 6,46 tahun atau hanya mengalami peningkatan sebesar 0,01 tahun dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan tahun Sedangkan bila Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

54 dibandingkan dengan tahun 2013, angka rata-rata lama sekolah hanya meningkat sebesar 0,05 tahun dalam kurun waktu dua tahun. Angka rata-rata lama sekolah sebesar 6,46 tahun mengandung arti rata-rata penduduk Kabupaten Gunungkidul hanya mengenyam pendidikan sampai dengan kelas 6 SD atau putus sekolah pada kelas 1 SLTP. Kondisi ini bahkan hampir dapat dikatakan hanya terjadi sedikit perubahan selama kurun waktu lima tahun yaitu periode tahun Gambar 4.3 Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten Gunungkidul Tahun Sumber : Susenas Perkembangan Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Komponen terakhir yang digunakan untuk penghitungan IPM adalah dimensi ekonomi yaitu kemampuan untuk hidup layak. Komponen ini digambarkan dengan pengeluaran per kapita disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uang untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga-harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menaikkan atau menurunkan daya beli Dalam penghitungan pengeluaran per kapita disesuaikan, rata-rata pengeluaran per kapita dihitung dari level provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

55 tahun dasar 2012=100. Paritas daya beli telah menggunakan harga yang telah distandarkan dengan kondisi Jakarta Selatan sebagai rujukannya. Penggunaan standar harga ini untuk mengeliminasi perbedaan harga antar wilayah sehingga perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah dapat diperbandingkan. Pengeluaran per kapita disesuaikan per tahun Kabupaten Gunungkidul tahun 2015 adalah sebesar Rp ,- meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar Rp ,-. Kondisi tersebut juga meningkat dibandingkan dengan situasi pada tahun 2013 yang mempunyai pengeluaran per kapita disesuaikan sebesar Rp ,-. Kenaikan nilai ini diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk dengan adanya kenaikan pendapatan. Hal ini mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses pendidikan untuk melanjutkan sekolah dan mengakses fasilitas kesehatan menjadi semakin baik. Tabel 4.4 Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan di Kabupaten Gunungkidul Tahun (Ribu Rupiah) Sumber : Susenas Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

56 4.4 Perkembangan IPM Di tahun 2015, IPM dihitung menggunakan metode baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antardaerah dengan baik. PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Alasan kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik sudah tidak sesuai dalam penghitungan IPM karena capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. Keuntungannya adalah terdapat indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik (diskriminatif). Dengan memasukkan rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, bisa didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi. PNB menggantikan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya. Gambar 4.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gunungkidul Tahun Sumber : Diolah dari Susenas Secara umum besarnya capaian IPM Kabupaten Gunungkidul selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Demikian pula dengan kabupaten/kota di Kabupaten Gunungkidul tidak satupun yang Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

57 mengalami penurunan angka IPM. Perkembangan capaian nilai IPM menandakan usaha-usaha pembangunan manusia telah berjalan, meskipun ada yang mengalami kemajuan yang pesat dan ada juga yang lambat berkembang. 4.5 Pertumbuhan IPM Pertumbuhan IPM ditujukan untuk melihat kemajuan atau kemunduran dari pencapaian sasaran pembangunan manusia di suatu daerah selama kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui angka pertumbuhan ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah. Terdapat sebuah kecenderungan dalam pencapaian IPM, jika nilai IPM semakin mendekati nilai maksimumnya (100 persen), maka pertumbuhannya akan semakin lambat. Sebaliknya jika angka capaian IPM masih berada pada level yang rendah maka kemampuan untuk memacu pertumbuhan yang tinggi dalam capaian IPM akan lebih mudah. Tabel 4.6 Pertumbuhan IPM di Kabupaten Gunungkidul Tahun Sumber : Susenas Pada tahun 2011 pertumbuhan IPM Gunungkidul mencapai 0,98 persen. Pada tahun 2012 pertumbuhan IPM Gunungkidul mengalami peningkatan menjadi 1,33 persen. Pertumbuhan IPM Gunungkidul mengalami perlambatan menjadi 0,94 persen pada periode 2013, namun kembali naik menjadi 1,09 persen pada tahun Dan kembali mengalami perlambatan pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 0,57 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

58 BAB V POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA Hasil penghitungan IPM dengan metode baru pada tahun 2015 untuk Kabupaten Gunungkidul menunjukkan perkembangan yang positif. Komponen harapan hidup, pendidikan dan pengeluaran riil perkapita meningkat dari tiap tahunnya. Ini mengindikasikan selama tahun terjadi perbaikan kualitas pembangunan manusia dari sisi kesehatan, pendidikan dan daya beli penduduk. Indeks harapan hidup penduduk meningkat dari 82,10 pada tahun 2011 menjadi 82,60 pada tahun Indeks pendidikan meningkat dari 51,99 pada tahun 2011 menjadi 57,42 pada tahun Sedangkan indeks pendapatan meningkat dari 63,84 pada tahun 2011 menjadi 64,58 pada tahun Berdasarkan rata-rata geometrik ketiga indeks yang menyusun IPM, diperoleh nilai IPM Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 sebesar 67,41. Selama lima tahun terakhir nilai IPM Kabupaten Gunungkidul terus mengalami peningkatan, dari 64,83 pada tahun 2011 menjadi 67,41 pada tahun Secara umum hal ini menggambarkan terjadinya perbaikan kualitas pembangunan sumber daya manusia selama lima tahun terakhir di Kabupaten Gunungkidul. Menurut kategorinya, IPM Kabupaten Gunungkidul selama lima tahun terakhir termasuk dalam kelompok sedang, yakni kelompok daerah dengan nilai IPM berkisar antara 60 hingga dibawah 70. Tabel 5.1 Indicator IPM Kabupaten Gunungkidul, Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) Komponen IPM 1. Angka Harapan Hidup (tahun) 2. Harapan Lama Sekolah (tahun) 3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 4. Konsumsi riil perkapita (000 Rp) Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul ,138 8,170 8,202 8,235 8,336 Indeks 1. Harapan Hidup Pendidikan Pendapatan IPM Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

59 Untuk melihat pencapaian IPM Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi DIY, berikut ini disajikan hasil penghitungan IPM kabupaten/kota pada tahun Dalam perbandingan antar kabupaten/kota se DIY, IPM Kabupaten Gunungkidul juga masih belum beranjak dari peringkat 5 dari 5 kabupaten/kota se DIY. Fenomena ini menunjukkan tingkat pencapaian kualitas pembangunan di beberapa kabupaten/kota lainnya yang lebih cepat dibanding Gunungkidul. Tabel 5.2 Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Gunungkidul dengan Daerah Lainnya di Provinsi D I Yogyakarta, Wilayah/Daerah Nilai IPM Peringkat se DIY D I YOGYAKARTA Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Kota Yogyakarta Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

60 BAB VI PENUTUP 1. Posisi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 tercatat sebesar 67,41; meningkat dari 67,03 pada tahun Indeks komponen harapan hidup meningkat sebesar 0,46 poin selama Indeks komponen pendidikan yang mewakili tingkat ketrampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan penduduk mengalami kenaikan 0,30 poin. Sementara itu, indeks komponen pendapatan mengalami kenaikan 0,38 poin. Dapat dilihat bahwa pendorong utama kenaikan IPM pada tahun 2014 berasal dari aspek kesehatan. 2. Indeks harapan hidup merupakan indeks yang berkembang paling pelan dibanding indeks lainnya. Indeks harapan hidup tahun ini meningkat 0,46 poin, dan merupakan peningkatan tertinggi dalam lima tahun terakhir, setelah sebelumnya hanya meningkat 0,01 poin. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan proses yang sangat panjang, hasilnya tidak dapat dinikmati secara instan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan. 3. Kesenjangan penduduk dalam menjangkau fasilitas kesehatan dapat dikurangi dengan lebih mengoptimalkan peran puskesmas, puskesmas pembantu serta puskesmas keliling. Keberadaan posyandu sampai tingkat pedukuhan disertai dengan peningkatan kemampuan kader kesehatan serta penempatan bidan desa juga dapat diupayakan untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat di daerah pedesaan. Selain itu adanya program pemerintah dalam membantu penduduk yang tidak mampu melalui program jamkesmas, jamkesos, jamkesta ataupun askeskin diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan penduduk secara keseluruhan. Meskipun tetap diperlukan adanya pengawasan untuk mengawal jalannya program tersebut, sehingga penyimpangan seperti tidak tepat sasaran, ataupun dananya tidak sampai kepada yang berhak menerima dapat diminimalisir. 4. Kemudahan penduduk untuk menjangkau sarana pendukung kegiatan pendidikan terutama pada tingkat SMP dan SMA masih belum merata antara daerah perkotaan dan pedesaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah lebih mengoptimalkan peran SMP dan SMA di ibukota kecamatan. Perbaikan sarana transportasi juga perlu diperhatikan, karena salah satu sebab tingginya angka putus sekolah di daerah pinggiran adalah kendala transportasi. Upaya penempatan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

61 guru selaku fasilitator yang tinggal di daerah setempat juga bisa lebih mengoptimalkan peran sekolah. 5. Beberapa faktor utama yang menjadi kendala dalam pemberdayaan sumber daya manusia di masa mendatang adalah masih rendahnya kualitas angkatan kerja dan relatif tingginya tingkat pengangguran. Pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka memang kecil hanya 2,90 persen. Penciptaan kesempatan berusaha serta pembukaan lapangan kerja baru merupakan prioritas yang dapat ditempuh untuk meningkatkan akses penduduk terhadap sumber-sumber pendapatan. Peningkatan tingkat ketrampilan/skill dan jiwa kewirausahaan penduduk, terutama bagi mereka yang akan memasuki bursa kerja melalui program pelatihan kerja juga perlu lebih digiatkan. Diperlukan proses sinkronisasi antara kebutuhan dunia usaha terhadap tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Penciptaan lapangan kerja juga akan mengurangi tingkat migrasi keluar penduduk berpendidikan yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap indeks pendidikan. 6. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Daerah dapat menempuh beberapa program dengan kelompok sasaran utama adalah penduduk miskin. Kendala utama untuk meningkatkan kualitas manusia terletak pada ketidakberdayaan secara ekonomi. Kegiatan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan dasar penduduk dengan subsidi pangan murah, bantuan penyelenggaraan pendidikan serta pelayanan kesehatan. Kebijakan pemerintah pusat melalui program wajib belajar sembilan tahun yang didukung dengan pembebasan biaya pendidikan pada sekolah negeri sampai tingkat SMP perlu lebih disosialisasikan secara luas. Upaya ini dapat mengurangi angka putus sekolah di tingkat SMP secara signifikan. Dukungan alokasi dana untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Bantuan pembiayaan bagi penduduk miskin melalui program Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (Askes Gakin dan Jamkesmas) untuk bidang kesehatan dan bantuan usaha untuk mengangkat daya beli masyarakat perlu mendapat dukungan pemerintah daerah sehingga program ini lebih tepat sasaran. Pada akhirnya kondisi tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan mereka. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul

62

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU H.Nevi Hendri, S.Si Soreang, 1 Oktober 2015 Pendahuluan Metodologi IPM Hasil Penghitungan IPM Metode Baru Penutup Pendahuluan SEJARAH PENGHITUNGAN IPM 1990:

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.13.04 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : xviii + 109 Naskah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 i ii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 Katalog BPS/ BPS Catalogue : 1413.9107 ISSN : 2302-1535 Nomor Publikasi/ Publication Number : 9107.15.03 Ukuran Buku/ Book size :

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2013 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.14.16 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : vii rumawi + 123 halaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.XVIII, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta pada

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015 No. 40/07/36/Th.X, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015 STATUS PEMBANGUNAN MANUSIA BANTEN MENINGKAT MENJADI TINGGI Pembangunan manusia di Banten pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016 No. 30/05/36/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BANTEN TERUS MENGALAMI KEMAJUAN Pembangunan manusia di Banten pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/05/33.08/Th. I, 04 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN MAGELANG 2016 1. Perkembangan IPM Kabupaten Magelang, 2010-2016 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU UMUR PANJANG DAN HIDUP SEHAT PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK BADAN PUSAT STATISTIK DAFTAR ISI Pembangunan Manusia Perubahan Metodologi IPM Implementasi IPM Metode

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

jayapurakota.bps.go.id

jayapurakota.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA DAN ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA TAHUN 2015/2016 ISSN: Nomor Katalog : 2303003.9471 Nomor Publikasi : 9471.1616 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : : 16,5

Lebih terperinci

ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GRESIK TAHUN 2017

ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GRESIK TAHUN 2017 PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GRESIK TAHUN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN GRESIK Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 B A D A N P U S A T S T A T I S T I K No.31/05/76/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Barat pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG No. 001/05/1611/Th.XIX, 24 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNA AN MANUSIA (IPM) TAHUN IPM Empat Lawang Tahun Pembangunan manusia di Empat Lawang pada tahun terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 25/04/52/th II, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTB pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015 No. 34/06/75/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015 IPM Provinsi Gorontalo Tahun 2015 Pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 B A D A N P U S A T S T A T I S T I K No.36/06/76/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sulawesi Barat Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sulawesi Barat pada tahun 2015 terus

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 No. 23/05/14/Th. XVIII, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 IPM Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XIX, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT Pembangunan manusia di D.I. Yogyakarta terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 33/05/51/Th. II, 5 Mei 2017 IPM Provinsi Bali Tahun 2016 Progres pembangunan manusia pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016 No. 22/04/82/Th XVI, 17 April 2017 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016 IPM Maluku Utara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Maluku Utara pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-290 PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Eta Rahayu dan Eko Budi Santoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu terjadi dalam proses pembangunan di negara berkembang. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015 INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI Kata Pengantar merupakan publikasi yang menyajikan data terkait indikator ekonomi, sosial, infrastruktur dan pelayanan publik, lingkungan, dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015 No. 38/07/17/I, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015 IPM Bengkulu Tahun 2015 = 68,59 Pembangunan manusia di Bengkulu pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75 No. 48/06/21/Th. XI, 15 Juni 2016 IPM Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 40/06/51/Th. I, 15 Juni 2016 Pembangunan manusia pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN UTARA TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN UTARA TAHUN 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 32/04/64/Th.XX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN UTARA TAHUN 2016 IPM Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016 KATA PENGANTAR Semangat otonomi daerah yang digulirkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan telah direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU UMUR PANJANG DAN HIDUP SEHAT PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DAFTAR ISI Pembangunan Manusia Perubahan Metodologi

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 BPS PROVINSI MALUKU No. 05/010/81/Th. I, 3 Oktober 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 Untuk melngkapi penghitungan IPM, UNDP memasukan aspek gender ke dalam konsep pembangunan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 30/06/14/Th. XVII, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 33/06/63/Th. XX/15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Selatan Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 15/05/18/TAHUN II, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Lampung Tahun 2016 Pembangunan manusia di Lampung pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI MALUKU No. 07/05/81/Th. II, 2 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Maluku Tahun 2016 Pembangunan manusia di Maluku pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 29/05/16/Th.XIX, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sumatera Selatan Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sumatera Selatan pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 15/06/18/TAHUN I, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Lampung Tahun 2015 Pembangunan manusia di Lampung pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 39/07/16/Th.XVII, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sumatera Selatan Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sumatera Selatan pada tahun 2015 terus

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kondisi kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2012 secara umum lebih buruk

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 31/05/Th.I, 5 Mei 2017 IPM Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 No. ISBN ISBN Number : 4102004.3403 No. Publikasi Publication Number : 3403.16.066 Naskah Manuscript

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 28/05/63/Th.XXI/5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Kalimantan Selatan Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Selatan pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

p://papuabarat.bps.go.id

p://papuabarat.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (METODE BARU) PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2015 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91550.16.22 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : viii

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 28 / 05/ 61/ Th XX, 05 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Kalimantan Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Barat pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 31/04/64/Th.XX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016 IPM Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROPINSI NTB TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROPINSI NTB TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 40/06/52/th I, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROPINSI NTB TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Propinsi NTB pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 33/05/Th. XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Utara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Utara pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1413.7371 Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar 2014 Katalog BPS : 1413.7371 Naskah/Editor : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Gambaran Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN No. 04/06/3524/Th. II, 14 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 RINGKASAN Pembangunan manusia di Lamongan pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Maluku Tahun 2015 1. Perkembangan IPM Maluku Tahun 2010-2015 No. 06/07/81/Th. I, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Maluku pada tahun

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 27/05/62/Th. II, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT IPM Kalimantan Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Tengah pada

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 Nomor Katalog / Catalog Number : 4102002.9108 Nomor Publikasi / Publication Numbe r : 91080.12.28

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA K o t a B a t a m Tahun 2015 No. Publikasi : 2171.15.07 No. Katalog BPS : 4102.002.2171 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : viii + 50 Naskah : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

http://papuabarat.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (METODE BARU) PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2014 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.15.16 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 39/ 06/ 61/ Th XIX, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Barat Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Barat pada tahun 2015 terus

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 27/07/62/Th. I, 01 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA GUNUNGKIDUL 2014 HUMAN DEVELOPMENT INDEX

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA GUNUNGKIDUL 2014 HUMAN DEVELOPMENT INDEX INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA GUNUNGKIDUL 2014 HUMAN DEVELOPMENT INDEX INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA GUNUNGKIDUL (HUMAN DEVELOPMENT INDEX) 2014 No. ISSN : - No. Publikasi : 34033.15.05 Katalog BPS : 4102002.3403

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 42/06/Th. X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sulawesi Utara Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sulawesi Utara pada tahun 2015 mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 36/06/17/II, 2 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN IPM PROVINSI BENGKULU TAHUN TERMASUK KATEGORI SEDANG Pembangunan manusia di Provinsi Bengkulu terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci