V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tata Niaga Labi-labi Pelaku Tata Niaga Pelaku perdagangan labi-labi terdiri dari para pedagang besar, pengumpul dan para penangkap yang tersebar di kota Jambi dan 8 kabupaten lainnya di Provinsi Jambi, bahkan dari luar provinsi yaitu Provinsi Sumatera Selatan. Pedagang Pedagang besar yang memegang ijin edar dan ijin tangkap untuk labi-labi di Provinsi Jambi berjumlah 8 orang yang tersebar di 5 kabupaten dan Kota Jambi. Sebaran lokasi pedagang besar berikut wilayah tangkapnya disajikan dalam Gambar 6. 6 Jumlah 4 2 Kota/kabupaten Pedagang Wilayah Kerja Gambar 6 Sebaran pedagang besar dan wilayah tangkapnya di Provinsi Jambi Jumlah pedagang besar terbanyak terdapat di Kota Jambi yaitu 3 dari 8 orang, sementara 5 orang lainnya tersebar masing-masing 1 orang di satu kabupaten lain. Sebaran lokasi domisili pedagang besar ini tidak menggambarkan wilayah kerja para pedagang tersebut karena hubungan kerjasama para pedagang dengan pengumpul maupun penangkap labi-labi terjadi lintas kabupaten bahkan lintas provinsi. Kabupaten Tebo, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung

2 42 Timur merupakan 3 kabupaten dimana tidak terdapat pedagang besar tetapi menjadi lokasi tangkap labi-labi yang dipasok kepada para pedagang tersebut. Tujuh dari delapan pedagang besar tersebut juga memiliki ijin yang sama untuk beberapa spesies reptil lainnya dari jenis ular, biawak dan kura-kura. Oktaviani dan Samedi (28) menyebutkan bahwa di Sumatera Selatan para penampung labi-labi juga menampung jenis reptil lainnya, namun dari 7 penampung yang memegang ijin pemanfaatan reptil hanya 2 yang memiliki ijin untuk spesies A. cartilaginea. Hasil penelitian Kusrini et al. (29) di Kalimantan Timur menyebutkan bahwa hanya ada 1 pedagang besar yang memegang ijin pemanfaatan labi-labi dan pedagang besar tersebut sekaligus berfungsi sebagai eksportir. Selain sebagai bentuk diversifikasi spesies yang diusahakan, para pedagang besar ini juga mendapatkan keuntungan dari kegiatan pemotongan ular dan biawak, karena dagingnya dapat dijadikan pakan labi-labi yang dikumpulkan atau ketika labi-labi harus disimpan dalam waktu yang cukup lama sebelum dikirim. Para pedagang besar merupakan pelaku tata niaga labi-labi yang menerima alokasi kuota tangkap labi-labi dari alam yang setiap tahun dibagikan melalui Balai KSDA Provinsi Jambi. Kuota tangkap labi-labi untuk Provinsi Jambi pada tahun 21 dan 211 berturut-turut adalah 1 dan 1 3 ekor, dengan jatah kuota tangkap per pedagang berkisar antara 5 3 ekor per tahun (BKSDA Jambi, 212). Kuota tangkap yang diterima setiap pedagang besar direalisasikan selama 1 tahun berjalan dan secara administratif diterjemahkan dalam penerbitan SATS-DN yang menyertai pengangkutan labi-labi keluar provinsi Jambi. Lalu lintas pengangkutan labi-labi yang terjadi di dalam wilayah provinsi tidak memerlukan SATS-DN. Pengumpul Para pengumpul sebagai pelaku tata niaga labi-labi di Provinsi Jambi berperan sebagai perantara yang mengantarkan hasil tangkapan para penangkap labi-labi kepada para pedagang besar, dan umumnya memperoleh keuntungan dari selisih harga di pedagang besar dan di penangkap, tentunya setelah dikurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan seperti ongkos angkut. Pengumpul memasok labi-labi ke pedagang besar setiap 1-2 kali dalam satu bulan, bahkan ada juga

3 43 yang hampir setiap minggu mengantarkan labi-labi dengan jumlah dan ukuran yang beragam. Setiap pedagang besar di Provinsi Jambi memiliki hubungan kerja dengan pengumpul yang menyetorkan labi-labi dalam jumlah banyak, walaupun tidak sedikit penangkap perorangan yang langsung mengantarkan labi-labi yang berhasil mereka tangkap kepada para pedagang besar. Dua orang dari tujuh pengumpul yang berhasil diwawancarai langsung adalah mantan penangkap labilabi sementara 2 orang lainnya masih aktif menjadi penangkap labi-labi. Kusrini et al. (29) menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur juga ada pengumpul yang sekaligus berperan sebagai pemancing labi-labi. Para pengumpul yang tidak merangkap sebagai penangkap labi-labi bekerja sebagai pengumpul reptil, penjual jasa (bengkel dan buruh perkebunan) atau mengelola kebun milik pribadi. Sebaran lokasi pengumpul berikut wilayah tangkapnya disajikan Gambar Jumlah 3 2 Jml Pengumpul Wil. Tangkap 1 Kota/kabupaten Gambar 7 Sebaran pengumpul labi-labi dan wilayah tangkapnya Pengumpul labi-labi tersebar di hampir seluruh wilayah administrasi Provinsi Jambi dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Muaro Jambi dan Merangin. Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh merupakan 2 wilayah dalam Provinsi Jambi yang diduga tidak dihuni oleh labi-labi karena ketinggian tempatnya berkisar antara m dpl, dan menurut Iskandar (2) labilabi masih bisa dijumpai sampai pada ketinggian 35 m dpl. Melalui informasi sebaran lokasi dan wilayah kerja para pengumpul ini dapat diduga bahwa labi-labi

4 44 tersebar hampir di seluruh perairan air tawar di wilayah Provinsi Jambi dengan ketinggian < 35 m dpl walaupun tetap dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tigabelas dari duapuluh pengumpul (65%) konsisten memasok labi-labinya kepada satu pedagang tertentu saja. Pedagang yang menjalin kerjasama dengan pengumpul yang banyak identik dengan pasokan labi-labi dalam jumlah yang lebih banyak pula, dan ukuran populasi labi-labi di pedagang P1, P3 dan P6 memang lebih banyak dibandingkan pedagang lainnya. Pada pendataan bulan April 212 jumlah labi-labi di pedagang P1, P3 dan P6 berturut-turut 174, 1 dan 161 ekor sementara pada pedagang lain berkisar antara 2 52 ekor, sebagaimana ditunjukkan Gambar 8. Pengumpul > 2 Pedagang yang dipasok Pengumpul P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Pedagang (a) (b) Gambar 8 (a) Proporsi jumlah pengumpul labi-labi yang menjadi pemasok ke pedagang besar (b) Jumlah pedagang pemasok labi-labi ke setiap pedagang Pedagang besar di Provinsi Jambi menyebutkan bahwa pasokan labi-labi juga berasal dari beberapa pengumpul dari provinsi tetangga, terutama dari wilayah yang langsung berbatasan dengan kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Tiga orang pengumpul dari wilayah Lesung Batu, Rawas dan Rupit (Provinsi Sumatera Selatan) yang berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun rutin mengantarkan labilabi ke pedagang besar yang berdomisili di Kabupaten Sarolangun. Pengumpul dari daerah Bayung Lencir dan Sungai Lilin (Provinsi Sumatera Selatan) yang berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi ada juga memasok labi-labi kepada pedagang besar di Kota Jambi. Dari Provinsi Sumatera Barat juga diduga ada pasokan labi-labi ke pedagang besar yang berdomisili di Kabupaten Bungo. Pertimbangan yang mendorong para pengumpul di provinsi tetangga lebih memilih mengantarkan labi-labi hasil tampungannya ke pedagang besar di Jambi

5 45 adalah harga yang lebih tinggi serta pembayaran yang lancar dibandingkan dengan pedagang di provinsi tetangga itu sendiri. Oktaviani dan Samedi (28) menyebutkan bahwa labi-labi yang terkumpul di para pedagang di Sumatera Selatan juga ada yang berasal dari Lampung, Jambi dan Bangka Belitung. Satu orang pengumpul juga melakukan pembesaran labi-labi di kolam penampungannya. Labi-labi berukuran kecil yang diperoleh dari penangkap tidak langsung disetorkan kepada pedagang besar, tetapi dipelihara untuk dibesarkan hingga mencapai ukuran super yang harga jualnya pun lebih tinggi, sebagaimana juga disebutkan oleh Kusrini et al. (29). Pembesaran labi-labi cukup sederhana, dengan memberi pakan secara rutin satu kali dalam seminggu dan menempatkannya di kolam tanah ataupun semen. Labi-labi hasil pembesaran memiliki bentuk karapas yang tidak melebar dan bagian pinggirnya Pada kesempatan berkunjung ke eks lokasi pembesaran labi-labi, pemiliknya menyebutkan bahwa labi-labi berukuran berat 1 kilogram yang dimasukkan ke dalam kolam dan diberi pakan jerohan ayam sebanyak satu kali seminggu mengalami pertambahan berat hingga tujuh kilogram dalam waktu satu tahun. Pernyataan ini masih membutuhkan pembuktian melalui penelitian tersendiri tentang pengaruh pemberian pakan terhadap pertambahan berat labi-labi pada kelas umur dewasa muda. Penangkap Profil Penangkap Penangkap profesional adalah penangkap labi-labi yang memiliki kemampuan mengenali lokasi tangkap yang potensial dan menggunakan alat tangkap khusus, sementara penangkap oportunistik pada umumnya adalah penangkap ikan yang secara tidak sengaja mendapatkan labi-labi pada alat tangkap mereka. Penangkap labi-labi dibedakan menjadi penangkap profesional dan penangkap oportunistik sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Kusrini et al. 29; Mumpuni & Riyanto 21; Nijman 212). Seluruh penangkap labi-labi yang menjadi responden langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini adalah penangkap profesional, dan terdiri dari duabelas penangkap tetap dan tigabelas penangkap sambilan. Penangkap profesional

6 46 dibedakan menjadi penangkap tetap dan penangkap sambilan berdasarkan alokasi waktu tangkapnya seperti ditunjukkan dalam Gambar 9. a) b) Karet Sawit Ikan Lainnya 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam Gambar 9 (a) jumlah penangkap sambilan berdasarkan komoditas bidang pekerjaan utama (b) jumlah penangkap berdasarkan curahan jam tangkap per hari Gambar 9 (a) menunjukkan bahwa para penangkap sambilan memiliki bidang pekerjaan utama yang bervariasi namun 61.5% bergerak di komoditas perkebunan seperti karet dan sawit sebagai pemilik sekaligus pekerja ataupun hanya sebagai buruh kebun. Penangkap yang langsung mengantarkan labi-labi hasil tangkapannya adalah para penangkap yang berdomisili dekat dengan lokasi pedagang besar dan mereka tidak memiliki tempat penyimpanan sementara, sehingga untuk menghindari resiko kematian labi-labi tersebut langsung diantarkan ke gudang milik para pedagang besar. Di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo dan Batang Hari penangkap labi-labi selain dari etnis Melayu juga sebagian besar adalah suku asli Jambi, yaitu Suku Anak Dalam. Suku Anak Dalam mengkonsumsi labi-labi berukuran kecil sebagai makanan mereka, tetapi mengkhususkan labi-labi berukuran besar untuk dijual kepada para pedagang besar. Mayoritas penangkap labi-labi dari Suku Anak Dalam mengantarkan labilabi langsung kepada pedagang besar tanpa melalui penampung. Curahan waktu tangkap berbeda pada setiap penangkapan, karena ditentukan oleh lokasi tangkap dan perolehan labi-labi, namun waktu tangkap rata-rata yang dihabiskan oleh penangkap labi-labi adalah sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 9 (b). Penangkap yang memulai perjalanan menuju lokasi tangkapnya pada pagi hari berangkat sekitar jam 7 pagi dan menghabiskan waktu menurut kondisi yang ditemui saat pemancingan, tetapi rata-rata mengalokasikan 7-8 jam per hari tangkap. Penangkap sambilan memulai

7 47 penangkapan pada siang/sore hari setelah mereka menyelesaikan pekerjaan utamanya terlebih dulu, dan menghabiskan waktu tangkap rata-rata 4-6 jam per hari tangkap. Enam orang penangkap menyebutkan bahwa mereka juga melakukan pemancingan pada malam hari karena kondisi sekitar lokasi pancing lebih tenang dan labi-labi cenderung lebih banyak beraktivitas. Metode tangkap Penangkapan labi-labi oleh para penangkap menggunakan beberapa cara yaitu pemancingan, pemasangan perangkap (bubu/pangilar), pemasangan tajur, pencarian dengan tombak (tuk-tuk), bahkan pembongkaran sarang. Gambar 1 menunjukkan jenis alat tangkap labi-labi dan umpan yang digunakan di Jambi. Gambar 1 Peralatan menangkap labi-labi (a) pangilar atau bubu; (b) Inggu, bahan beraroma amis yang sangat tajam sebagai umpan labi-labi yang dipasang di bubu/pangilar; (c) gulungan tali pancing berupa benang nilon; (d) mata pancing ukuran nomor 1; (e) umpan pancing labi-labi berupa daging atau jerohan ayam; dan (f) cara pemancing memasang mata pancing pada tali pancing

8 48 Beberapa metode yang sama dilakukan juga di tempat lain dimana terdapat aktivitas pemanenan labi-labi dari habitat alaminya (Jensen & Das 28; Kusrini et al. 29; Lilly 21; Mumpuni & Riyanto 21; Mumpuni et al. 211). Tiga cara pertama dapat dilakukan kapan saja tanpa tergantung musim, sementara pencarian dengan tuk-tuk atau pembongkaran sarang khusus dilakukan oleh suku asli Jambi, Suku Anak Dalam, dan hanya dilakukan pada musim kemarau. Alat tangkap labi-labi (Gambar 1) berbeda dari alat tangkap jenis yang sama yang digunakan untuk memancing/menangkap ikan. Mata pancing yang digunakan untuk memancing labi-labi berukuran lebih besar dan jenis umpan yang digunakan pun berbeda sementara bubu/pangilar yang digunakan untuk menangkap labi-labi juga memiliki bentuk dan ukuran yang lebih besar. Sterrett et al. (21) menyebutkan bahwa metode penangkapan dengan memasang umpan bagian tubuh hewan pada mata pancing tepat digunakan untuk spesies kura-kura yang bersifat omnivorus. Metode penangkapan lain adalah penangkapan menggunakan tangan, tetapi pada labi-labi tidak mungkin dilakukan mengingat labi-labi termasuk hewan galak dan cenderung menghindari gangguan. Penggunaan inggu sebagai umpan non-hewani dipilih oleh penangkap labi-labi di Jambi yang menggunakan bubu atau pangilar karena bau amis yang ditebarkan inggu yang terlarut dalam air sangat tajam dan lebih cepat menarik perhatian labilabi. Tipe habitat yang dipilih oleh para pemancing lebih beragam dibandingkan yang menggunakan bubu atau pangilar karena jenis alat yang digunakan pun menentukan tipe habitatnya. Penangkap yang menggunakan alat pancing lebih leluasa memilih tipe habitat tangkap karena kemudahan dalam pemakaian/pemasangannya ataupun perpindahan lokasi pemancingan di sungai, danau atau rawa yang sama, namun perolehan hasil pancingan terbatas hanya satu ekor di setiap mata pancing yang ditebar. Walaupun sama-sama menggunakan alat pancing terdapat perbedaan antara memancing labi-labi di sungai, danau dan rawa. Berdasarkan pengamatan selama mengikuti para pemancing di berbagai lokasi di Jambi, di setiap titik pemancingan penangkap menebarkan 4 7 mata pancing tunggal dan masing-masing mata pancing tersebut berjarak 2-3 meter lalu menunggu sekitar 15 2 menit sebelum kemudian berpindah ke titik

9 49 pemancingan berikutnya. Jumlah dan jarak mata pancing yang digunakan di danau tidak berbeda dengan di sungai tetapi alokasi waktu sebelum berpindah ke titik pancing berikutnya lebih lama, berkisar antara 3 45 menit. Menurut penangkap yang memancing di beberapa tipe habitat perbedaan ini berhubungan dengan ada atau tidaknya aliran air di habitat tersebut yang berfungsi mengantarkan bau dari umpan yang dipasang di mata pancing untuk menarik labilabi. Bubu atau pangilar lebih sesuai digunakan di tipe habitat rawa dengan cara membendung sebagian badan rawa dan menyesuaikan lebar aliran air dengan ukuran bagian bubu atau pangilar tempat labi-labi masuk. Walaupun jenis alat ini hanya cocok digunakan di rawa dan membutuhkan waktu satu hari untuk pemasangan satu unit, ukurannya yang besar dan panjang memungkinkan diperoleh lebih dari satu ekor labi-labi dalam satu bubu atau pangilar pada satu kali pemasangan. Bila kedua cara tangkap tersebut dibandingkan dengan kondisi labi-labi yang tertangkap sebagai tolok ukurnya maka bubu atau pangilar lebih baik daripada pancing. Labi-labi yang terperangkap dalam bubu atau pangilar tetap dapat bergerak dan tidak ada resiko tersangkut ataupun terluka di bagian tubuhnya seperti yang diakibatkan oleh mata pancing yang tertelan. Hasil ini mendukung penelitian Lilly (21) di Kalimantan Barat. Proporsi jumlah pemancing berdasarkan tipe habitat dan jenis alat yang digunakan ditampilkan dalam Gambar 11. a) 1 b) Sungai Danau Rawa Kanal Pancing Pangilar Gambar 11 Proporsi pemancing berdasarkan (a) tipe habitat dan (b) jenis alat yang digunakan Duapuluh tiga dari duapuluh lima penangkap memilih sungai sebagai lokasi tangkap yang disukai, enam memilih rawa dan untuk danau dan kanal masing-

10 5 masing hanya satu penangkap. Tiga orang penangkap memancing di semua tipe habitat, sementara penangkap lainnya dapat disebut sebagai spesialis pemancing sungai dan pemasang bubu atau pangilar di rawa. Para penangkap di Jambi melakukan penangkapan labi-labi secara berkelompok terdiri dari 2 5 orang penangkap. Keuntungan yang diperoleh ketika melakukan penangkapan labi-labi secara berkelompok diantaranya adalah peluang perolehan yang lebih besar karena semakin banyak mata pancing yang terpasang, dan khusus untuk pemasangan bubu atau pangilar yang relatif sulit dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat. Disamping itu ada pertimbangan keamanan dan kemudahan membawa hasil tangkapan ketika lokasi penangkapan berjarak jauh dari pemukiman penduduk serta hasil tangkapan yang diperoleh cukup banyak. Penangkapan oleh perorangan juga ada dilakukan tetapi biasanya di sungai-sungai kecil yang dekat dengan tempat tinggal penangkap Alur Perdagangan Alur perdagangan labi-labi di Provinsi Jambi dapat digambarkan sebagai berikut : Penangkap Profesional Pasar Lokal Habitat Labi-labi Pengumpul Penangkap Oportunistik Pedagang Besar Gambar 12 Alur perdagangan labi-labi di Provinsi Jambi Alur perdagangan labi-labi merupakan hubungan kerja antar-pelaku perdagangan dan dalam hal ini dikendalikan oleh harga beli dari masing-masing pedagang. Di lokasi pedagang dan pedagang ternyata selain labi-labi juga ditemukan spesies kura-kura lainnya yaitu curup (Dogania subplana), biuku (Orlitia borneensis) dan kura-kura patah dada (Cuora amboinensis). Pada umumnya para penangkap akan mengambil kemudian menjual spesies kura-kura apapun yang ditemui, namun kura-kura berkarapas lunak seperti labi-labi lebih

11 51 disukai karena harga jualnya yang lebih tinggi, bahkan di negara India bisa mencapai enam kali lipat harga domba atau ayam (Traffic 1999). Labi-labi yang ditangkap dari alam baik oleh penangkap profesional maupun penangkap oportunistik dibawa untuk dijual kepada pengumpul atau langsung ke pedagang. Para penangkap secara periodikal menyerahkan labi-labi hasil tangkapan mereka kepada satu pengumpul atau pedagang, tetapi para pengumpul bisa memasok ke lebih dari satu pedagang. Para penangkap yang menangkap labi-labi secara berkelompok biasanya mempercayakan hasil tangkapan mereka kepada satu penangkap saja untuk kemudian diantarkan kepada pengumpul atau pedagang langganan mereka. Diantara para penangkap ada sistem kerja yang mereka kembangkan, dan berbeda menurut keanggotaannya. Pada kelompok penangkap yang melibatkan seorang pengumpul sekaligus penangkap maka hampir seluruh biaya yang dikeluarkan, kecuali perbekalan pribadi, ditanggung oleh pengumpul tersebut. Sebagai konsekuensinya, seluruh hasil tangkapan diserahkan kepada pengumpul tersebut yang kemudian akan memberikan harga dibawah harga jual langsung kepada pedagang besar berdasarkan prinsip harga jual dikurangi hasil tangkapan perorangan akan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Pada kelompok yang seluruh anggotanya adalah penangkap maka biaya ditanggung bersama, dan hasil tangkapan merupakan milik perorangan anggota. Hasil tangkapan kelompok ini langsung diantarkan kepada pedagang besar karena para penangkap tidak memiliki tempat penampungan sementara dan untuk menghindari resiko kematian labi-labi hasil tangkapan mereka. Baik pengumpul maupun pedagang ada yang memberikan pinjaman modal ataupun menerapkan sistem tabungan kepada para penangkap labi-labi, dan sistem ini menjadikan para penangkap terikat kepada satu pengumpul atau pedagang tertentu saja. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan Mardiastuti (28) bahwa tidak ada hubungan pra-pembiayaan dalam rantai perdagangan labi-labi dan transaksi jual-beli dilakukan dengan sistem cash and carry. Hasil wawancara langsung maupun berdasarkan informasi pengumpul menunjukkan dari 25 responden penangkap yang tersebar di lima kabupaten yang disurvei 52% diantaranya menyerahkan hasil tangkapannya kepada pengumpul sementara 48% penangkap lainnya menyerahkan hasil tangkapan mereka kepada pedagang.

12 52 Di Jambi labi-labi juga dikonsumsi oleh para konsumen lokal dalam jumlah yang relatif sedikit, dan tidak ada pasar formal seperti pasar tradisional yang terdapat di Kalimantan Timur (Kusrini et al. 29) maupun Kalimantan Barat (Lilly 21). Para pembeli yang berminat langsung membeli kepada pedagang atau pedagang yang telah dikenalnya. Hal ini dikarenakan labi-labi adalah satwa yang dagingnya tidak umum dikonsumsi oleh semua orang, atau dengan kata lain labi-labi memiliki pasar khusus yang terbentuk berdasarkan informasi yang terbatas. Traffic (28) menyebutkan bahwa konsumsi lokal labi-labi di Indonesia jauh lebih rendah dibanding di daerah Indocina yang disebabkan oleh perbedaan pola makan maupun jenis makanan yang dikonsumsi, ditambah pula adanya aturan agama dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu. Labi-labi yang diperjualbelikan untuk konsumen lokal berasal dari pengumpul dan pedagang, dan tidak ada yang langsung dijual oleh para penangkapnya. Melalui wawancara dengan satu orang pengumpul dan tiga pedagang diperoleh informasi bahwa di Provinsi Jambi konsumen lokal yang rutin membeli labi-labi walau dalam jumlah relatif sedikit, dan labi-labi yang diminati adalah labi-labi berukuran kecil. Diluar waktu tersebut, pedagang ini juga melayani pembelian dalam jumlah dan periode waktu yang tidak tetap. Labi-labi dari Provinsi Jambi dikirim keluar provinsi kepada para eksportir maupun pedagang lokal di provinsi lainnya (Gambar 13) karena di Jambi tidak ada eksportir labi-labi. Kerjasama di tingkat pedagang terjalin untuk memenuhi permintaan pengiriman labi-labi dari para eksportir dimana para pedagang saling berhubungan untuk menggabungkan stok labi-labi mereka di salah satu pedagang, biasanya pedagang dengan stok terbanyak, untuk kemudian labi-labi tersebut akan dikirimkan dalam satu kali pengangkutan. Para pedagang besar memilih menjual labi-labinya kepada eksportir di Jakarta kendati di Sumatera Utara dan Riau juga terdapat eksportir labi-labi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sortasi yang lebih longgar walaupun harga belinya lebih murah dibandingkan harga beli eksportir di kedua provinsi tersebut.

13 Tembilahan Batam Lampung Medan Jakarta Gambar 13 Kota tujuan penjualan labi-labi dari pedagang besar di Jambi Labi-labi yang telah disepakati harga pembeliannya diangkut dan biaya transportasi menjadi tanggungan eksportir/pembeli dari kota lain, begitu juga resiko kerusakan atau kematian labi-labi setelah meninggalkan tempat pedagang. Labi-labi yang diperuntukkan bagi ekspor adalah labi-labi hidup yang memiliki tampilan baik dan tidak cacat serta kebanyakan termasuk dalam ukuran super menurut klasifikasi pedagang setempat. Labi-labi untuk pasar domestik memiliki kualitas lebih rendah yang umumnya merupakan sisa sortiran kualitas ekspor dan di Jambi dikenal dengan istilah BS. Tabel 3 menyajikan kriteria kondisi labilabi yang dikategorikan tidak layak ekspor atau disebut BS. Tabel 3 Kriteria kondisi labi-labi yang tidak layak ekspor Kategori Kondisi fisik BS 1 Bagian plastron berwarna kemerahan 2 Mata buta 3 Bagian kaki mengalami luka atau cacat 4 Lemas karena menelan mata pancing 5 Bagian kloaka mengalami pembengkakan Harga Harga labi-labi berfluktuasi mengikuti perkembangan permintaan, terutama dari negara-negara importir. Harga yang berlaku berbeda untuk tingkat produsen (penangkap, pedagang dan pedagang) dan konsumen (perorangan atau restoran). Harga labi-labi pada tingkat produsen di Jambi diklasifikasikan menjadi 3 kelas berdasarkan ukuran berat yaitu : kelas kecil dengan kisaran berat <7 kg, kelas

14 54 super dengan kisaran berat 7 2 kg, dan kelas besar dengan kisaran berat > 2 kg. Harga jual untuk konsumen rata-rata Rp35. Rp4./kg untuk pasar lokal Jambi dan Rp4. Rp5./kg untuk pasar konsumen di Jakarta. Seperti halnya komoditas perdagangan lainnya, harga labi-labi juga mengalami pertambahan di setiap tingkat pelaku perdagangan. Harga labi-labi ditentukan oleh jumlah permintaan ekspor karena harga untuk pasar lokal cenderung lebih stabil. Hal ini dikemukakan oleh eksportir dan pedagang yang diwawancarai. Permintaan ekspor yang tinggi diikuti oleh naiknya harga beli dari eksportir kepada pedagang besar demikian pula dari pedagang besar ke pengumpul/penangkap, dan sebaliknya ketika permintaan ekspor menurun maka harga beli labi-labi pun akan menurun. Para pedagang dan pengumpul mengaku mengalami kerugian karena besarnya resiko kematian labi-labi yang mereka simpan selama para eksportir tidak menerima pasokan labi-labi mereka. Tabel 4 menunjukkan harga jual labi-labi berdasarkan klasifikasi ukuran berat di setiap tingkat produsen di Provinsi Jambi. Tabel 4 Selisih harga labi-labi antara pelaku tata niaga di Provinsi Jambi Pelaku Harga Jual Rata-rata Selisih Harga Perdagangan Kecil Super Besar I II III Penangkap Pengumpul Pedagang Selisih harga jual setiap tingkat pelaku tata niaga labi-labi di Provinsi Jambi berkisar antara Rp2 5. Rp16 5. per kilogram berat labi-labi hidup. Selisih harga terendah terjadi pada rantai penangkap pedagang untuk kelas ukuran labi-labi yang besar. Biaya yang dikeluarkan oleh setiap pelaku perdagangan tidak menjadi bagian penelitian ini, tetapi biaya yang ditimbulkan oleh jarak tempuh antara lokasi pengumpul dan pedagang menurut para pengumpul dapat tertutupi karena labi-labi yang diantar atau dijemput seringkali bersamaan dengan spesies reptil lainnya seperti ular (Python reticulatus dan Python brongersmai) atau biawak air tawar (Varanus salvator). Pengiriman labilabi dari pengumpul ke pedagang berlangsung secara kontinyu namun dengan periode pengiriman yang bervariasi antara setiap pengumpul. Harga labi-labi di Kalimantan Timur juga dibedakan berdasarkan ukuran berat (Kusrini et al. 29) kelas <2 kg, kelas 2-3 kg dan kelas >3 kg berturut-

15 55 turut Rp24./kg, Rp22./kg dan Rp2./kg, namun ada perbedaan antara Provinsi Jambi dengan Kalimantan Timur yaitu pada tingkat penangkap di Kalimantan Timur hanya berlaku 2 kelas harga (labi-labi berukuran berat < 2 kg dan > 2 kg) sementara di Jambi umumnya berlaku 3 kelas harga di setiap tingkat produsen. Di Provinsi Sumatera Selatan, Oktaviani dan Samedi (28) menyebutkan bahwa harga labi-labi juga dibedakan berdasarkan klasifikasi ukuran namun dengan interval berat yang lebih sempit, sehingga terbagi menjadi 8 kelas dengan harga tertinggi untuk labi-labi berukuran kg yaitu Rp1. Rp4. per kilogram. Menurut eksportir labi-labi yang diwawancarai, terjadinya perbedaan harga ini disebabkan oleh kuota ekspor labi-labi yang ditetapkan dalam satuan individu (ekor) sementara harga jualnya berdasarkan ukuran berat (kilogram). Biaya pengurusan ijin ekspor (CITES permit) yang dikeluarkan untuk satu ekor labi-labi berukuran 3 kilogram sama dengan labi-labi berukuran 15 kilogram, sementara meskipun ukuran kecil dihargai lebih mahal namun jumlah kilogram per individu jelas mempengaruhi perolehan dari tiap individu tersebut. Eksportir lebih memilih mengekspor labi-labi berukuran besar karena berdasarkan perhitungan biaya lebih menguntungkan (Mardiastuti 28) walaupun sesekali tetap memasukkan labilabi berukuran kecil demi memuaskan importirnya. Harga tertinggi untuk labi-labi pada kisaran ukuran 7 2 kilogram akan mendorong pemanenan terfokus pada kelas ukuran tersebut sementara hal ini bertentangan dengan rekomendasi CITES management atas pertimbangan penyelamatan kelas umur reproduktif. Traffic (1999) menyebutkan bahwa labi-labi yang diminati untuk dikonsumsi pada umumnya adalah labi-labi berukuran kecil, dan hal ini sesuai dengan fakta yang ditemukan di Jambi. Pengumpul yang berdomisili di Kabupaten Tanjung Jabung Barat menyebutkan bahwa setiap bulan sekitar 1 ekor labi-labi berukuran berat <4 kg rutin dijual kepada konsumen perorangan. Dua pedagang di Kota Jambi setiap minggu memasok 2 3 ekor labi-labi berukuran <5 kg ke satu rumah makan yang menjual masakan berbahan labi-labi. Seorang pedagang besar di Kabupaten Bungo memenuhi permintaan labi-labi untuk konsumen lokal yang memuncak pada setiap akhir tahun, mencapai 2 3 ekor dengan ukuran berat <7 kg per ekor. Pengamatan proses jual-beli dan

16 56 wawancara terhadap penjual labi-labi di Pasar Glodok Jakarta selama 2 kali kunjungan juga menemukan bahwa labi-labi yang dijual berkisar antara 3 7 kg, dengan jumlah terbanyak pada ukuran 5 kg. Informasi yang diperoleh dari seorang eksportir juga menyebutkan bahwa di negara yang menjadi tujuan ekspornya yang paling diminati dan berharga paling tinggi adalah labi-labi berukuran 1 3 kg. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tekstur tubuh labi-labi yang berukuran kecil lebih lembut dan ketika diolah menjadi masakan menghasilkan sajian yang lebih disukai penikmatnya (Traffic 1999). Konsumen perorangan juga akan memilih labi-labi dengan ukuran yang disesuaikan kebutuhan, dalam arti untuk konsumsi satu keluarga umumnya cukup dengan membeli 1 ekor labi-labi berukuran <4 kg. Hasil ini berbeda dengan yang ditemukan Kusrini et al. (29) di Kalimantan Timur, dimana labi-labi yang dijual di pasar lokal adalah labi-labi berukuran besar ( 12 kg) dengan kisaran harga Rp18. Rp35./kg, dan mencapai angka penjualan sebesar 9 1 kg/minggu. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya orang yang mengkonsumsi daging labi-labi sehingga pasar lokal bisa menjual daging labi-labi layaknya daging satwa lainnya seperti sapi, kerbau atau ayam. Penjualan labi-labi dalam bentuk potongan-potongan daging ini tentu membuka peluang bagi masuknya labi-labi berukuran besar yang sebaliknya justru tidak laku di pasar lokal Jambi atau Jakarta. 5.2 Demografi Populasi Panenan Ukuran Populasi Kelimpahan relatif labi-labi di lokasi tangkap tidak dihitung karena selama melaksanakan pengambilan data dengan cara mengikuti kegiatan pemancingan hanya enam ekor labi-labi yang terpancing di enam lokasi pancing yang berbeda. Empat orang pemancing menyatakan bahwa dalam beberapa kali kegiatan memancing, pancing mereka hampir berhasil memperoleh labi-labi yang diindikasikan dari hilangnya umpan pancing yang dipasang pada mata pancing mereka. Namun pernyataan para pemancing tidak dapat dipertimbangkan sebagai justifikasi dari keberadaan labi-labi di lokasi pancing tersebut. Minimnya jumlah labi-labi tertangkap dan sulitnya menemukan sarang labi-labi yang dapat

17 57 dijadikan indikator keberadaan labi-labi di lokasi pancing menyebabkan sulitnya dilakukan estimasi kelimpahan populasi labi-labi. Jumlah labi-labi di setiap pedagang bervariasi antara 2-37 ekor. Menurut para pedagang besar saat penelitian ini dilakukan bukan merupakan masa puncak panen labi-labi dikarenakan masih seringnya hujan turun, sementara labi-labi lebih banyak berhasil dipanen pada saat musim kering/kemarau yang pada tahun 212 ini oleh para pedagang besar diprediksikan terjadi pada bulan Juli. Tabel 5 Peubah parameter demografi populasi panenan labi-labi di pedagang dan pengumpul Parameter Demografi Ukuran populasi Panenan di Pedagang (P) Panenan di Pengumpul (Pn) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Pn1 Pn2 Pn3 Pn Nisbah Kelamin jantan betina 1:1, : :1, :2, :1, :1, :1, :1, :1,5 6 9 Kelas umur : Remaja Dewasa Muda Dewasa Jantan Betina Sumber : Data yang diolah dari delapan pedagang dan empat pengumpul labi-labi di Provinsi Jambi Pendekatan estimasi kelimpahan populasi panenan yang digunakan adalah jumlah per satuan waktu tangkap (ekor/bulan) (Seber 1982). Angka yang digunakan sebagai asumsi panenan per bulan adalah rata-rata dari panenan selama tiga bulan di salah satu pedagang. Selama bulan April Juni 212 panenan labilabi di pedagang tersebut menunjukkan angka 161, 13 dan 16 ekor dan diperoleh rata-rata ekor/bulan. Bila kemudian diasumsikan jumlah panenan yang diterima pedagang setiap bulannya adalah tetap, maka untuk satu tahun didapatkan total panenan ekor untuk satu pedagang. Penelitian tentang populasi labi-labi telah dilakukan di beberapa provinsi yang menjadi wilayah sebaran labi-labi di Indonesia. Studi pemanenan dan perdagangan labi-labi di wilayah Kalimantan Timur (Kusrini et al. 29) yang dilakukan di sungai sepanjang km selama 17 hari dengan jumlah tangkapan 7 ekor labi-labi memberikan angka estimasi kelimpahan (produksi)

18 ekor/km/bulan. Mumpuni dan Riyanto (21) dalam surveinya di tiga provinsi menyebutkan estimasi kelimpahan di Sumatera Selatan adalah 7.54 ekor per bulan, di Jambi 74.9 ekor per bulan dan di Riau 6.89 ekor per bulan. Di Sumatera Barat hasil survei Mumpuni et al. (211) menunjukkan estimasi kepadatan di dua lokasi survei berturut-turut 16 ekor/km dan 3 ekor/km. Data tersebut merupakan estimasi kelimpahan total di suatu wilayah yang dihitung dengan menggunakan angka kelimpahan relatif di lokasi tangkap. Estimasi kelimpahan hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Mumpuni dan Riyanto (21) di Jambi ( ekor/bulan dan 74.9 ekor/bulan). Hal ini disebabkan oleh jumlah labi-labi yang berbeda pada saat penelitian dilakukan, dan Mumpuni dan Riyanto (21) mengasumsikan jumlah labi-labi di setiap pedagang besar adalah sama Nisbah Kelamin Populasi panenan labi-labi yang berhasil diidentifikasi jenis kelaminnya di pedagang besar menunjukkan lebih banyak individu betina yang dipanen (Gambar 14). Di tingkat pedagang dominasi labi-labi betina mencapai angka 58.52% sementara di tingkat pengumpul mencapai 6%. Perbandingan jumlah labi-labi jantan dan betina secara keseluruhan adalah 31:433 atau nisbah kelaminnya adalah 1: Jumlah Jantan Betina P1 (174) P2 (6) P3 (1) P4 (14) P5 (25) P6 (37) P7 (2) P8 (52) Pengumpul Gambar 14 Proporsi populasi panenan berdasarkan jenis kelamin labi-labi di setiap pedagang

19 59 Tidak ada preferensi jenis kelamin pada tindakan pemanenan labi-labi di Jambi maupun daerah lainnya di Indonesia (Kusrini et al. 29; Lilly 21), sehingga proporsi jenis kelamin hasil tangkapan sepenuhnya tergantung pada keberhasilan penangkapan. Hal ini dikarenakan pemanenan labi-labi tidak mengenal musim tertentu, misalnya musim bertelur, yang memungkinkan proporsi tangkapan mengelompok pada jenis kelamin atau kelas umur tertentu. Pemanenan kura-kura moncong babi Carettochelys insculpta dilakukan pada saat musim bertelur sehingga banyak individu betina yang tertangkap sedang melakukan aktivitas bersarang (Eisemberg 21), dan pemanenan Malayemys subtrijuga di Kamboja mengarah kepada betina yang mengandung telur karena olahan individu betina yang mengandung telur dianggap sebagai sajian yang istimewa (Platt et al. 28). Preferensi terhadap jenis kelamin tertentu dalam melakukan pemanenan memiliki sejumlah konsekuensi, dan kekhawatiran meningkat ketika pemanenan dilakukan terhadap individu betina dewasa. Individu betina lebih berperan dalam pertumbuhan populasi suatu spesies satwaliar karena memiliki fungsi sebagai penghasil keturunan, tetapi peran individu jantan terhadap keberhasilan proses reproduksi pun perlu mendapat pertimbangan. Hasil penelitian mengenai nisbah kelamin ideal labi-labi belum tersedia sampai dengan saat ini, sehingga belum dapat dipastikan apakah pemanenan yang didominasi jantan memberikan dampak positif terhadap kelestarian populasi labi-labi di alam. Apabila pemanenan labi-labi yang tidak berdasarkan preferensi terhadap jenis kelamin atau kelas umur tertentu digunakan untuk menduga kondisi populasi labilabi di alam maka populasi labi-labi di Jambi diduga didominasi oleh betina pada kelas umur dewasa. Indrawan et al. (27) menyebutkan bahwa perbandingan jenis kelamin yang tidak seimbang dalam populasi pada gilirannya akan memperkecil ukuran populasi efektif. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam pelaksanaan kegiatan pemanenan labi-labi dari alam kendati penelitian lebih lanjut tetap dibutuhkan Kelas Umur Berdasarkan kelas umurnya populasi panenan labi-labi di Provinsi Jambi didominasi oleh labi-labi dewasa (Gambar 15).

20 6 Dewasa Dewasa Muda Remaja Jantan Betina Tukik Gambar 15 Struktur populasi panenan labi-labi berdasarkan kelas umur Pada populasi panenan di pedagang masih ditemukan individu labi-labi dari kelas umur remaja dalam porsi yang relatif kecil, hanya.8% dari total populasi 743 individu, sementara di pedagang terdapat 14.58% labi-labi remaja dari total 48 individu. Gambar 15 menampilkan struktur populasi panenan berdasarkan kelas umur yang berbentuk piramida terbalik, menunjukkan kondisi populasi panenan didominasi oleh kelas umur dewasa. Labi-labi dikategorikan ke dalam kelas umur dewasa setelah mencapai ukuran PLK minimum 25 cm, dan dalam penelitian ini ukuran PLK tersebut identik dengan kisaran berat kg. Kelas umur dewasa muda memiliki proporsi yang kecil dibandingkan kelas umur dewasa dan terdapat di 5 pedagang besar, sementara kelas umur remaja hanya ditemukan di 2 pedagang. Berdasarkan pembagian kelas umur pada setiap jenis kelamin labi-labi maka jumlah terbanyak baik pada jantan maupun betina adalah kelas umur dewasa. Struktur populasi panenan berdasarkan kelas umur yang berbentuk piramida terbalik menunjukkan kondisi populasi panenan didominasi oleh kelas umur dewasa. Untuk kura-kura dengan pencapaian umur dewasa yang lebih awal, peluang hidup yang tinggi pada kelas umur dewasa menjadi lebih penting bagi pertumbuhan populasi (Heppel 1998 dalam Chacín 21) sehingga pemanenan besar-besaran terhadap kelas umur dewasa dikhawatirkan mengancam proses perkembangbiakan dan pemulihan populasinya di alam.

21 Angka Kematian Angka kematian pada saat dilakukan penelitian hanya terjadi di satu pedagang besar di Kabupaten Sarolangun. Kematian 24 ekor labi-labi terjadi pada bulan Juni 212 saat populasi panenan berjumlah 16 ekor, sehingga angka kematian pada bulan tersebut adalah 22.6%. Jumlah kematian tersebut terhadap total jumlah populasi panenan di seluruh pedagang yang berjumlah 743 ekor adalah sebesar 3.23%. Kematian labi-labi di kolam penampungan pedagang ini disebabkan oleh terlalu padatnya kolam penampungan sementara masa penampungan pun berlangsung lama sehingga terjadi perkelahian antar labi-labi tersebut. Kusrini et al. (29) menghitung angka kematian panenan di lokasi pengumpulan di Kalimantan Timur, dan hasilnya menunjukkan terjadi kematian pada 11 ekor labi-labi dari populasi berjumlah 526 ekor (Kusrini et al. 29) yang disebabkan oleh luka akibat pemancingan, sementara Lilly (21) menyebutkan angka kematian sebesar 15% di tingkat pengumpul di Kabupaten Sambas dan Ketapang, Kalimantan Barat, juga diduga disebabkan oleh luka akibat bekas pemancingan. Karakteristik populasi panenan labi-labi berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin di Jambi selama pelaksanaan penelitian dapat disajikan dalam Gambar 16. Jumlah Labi-labi April Mei Juni Jantan Betina Jumlah Labi-labi April Mei Juni Remaja Dewasa Muda Dewasa Bulan dalam tahun 212 Bulan dalam tahun 212 (a) (b)

22 Jumlah labi-labi P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Pengumpul Jantan Betina Jumlah labi-labi P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Pengumpul Remaja Dewasa Muda Dewasa (c) Gambar 16 (a) Populasi panenan di satu pedagang berdasarkan jenis kelamin selama bulan April Juni 212 (b) Populasi panenan di satu pedagang berdasarkan kelas umur selama bulan April Juni 212 (c) Populasi panenan di seluruh pedagang berdasarkan jenis kelamin selama bulan April (d) Populasi panenan di seluruh pedagang berdasarkan kelas umur selama bulan April Apabila data populasi panenan yang diperoleh selama penelitian dijadikan pendekatan untuk melihat tren populasi panenan labi-labi di Jambi (Gambar 16) maka dapat dikatakan bahwa tren populasi di pedagang ketika dilakukan pengambilan data secara bersamaan pada bulan April 212 didominasi oleh labilabi pada kelas umur dewasa dan dari jenis kelamin betina sementara tren bulanan yang diwakili oleh data dari satu pedagang (data selama bulan April Juni 212) menunjukkan kecenderungan yang sama bahwa populasi panenan didominasi oleh kelompok umur dewasa dan jenis kelamin betina. Berdasarkan hasil penghitungan dan pengukuran selama tiga bulan tersebut jumlah individu betina yang tertangkap paling banyak pada bulan April (67.8% dari total labi-labi 161 ekor), sementara pada bulan Mei dan Juni proporsi jumlah betina yang tertangkap lebih sedikit (54.43% dan 5.94% dari total jumlah labi-labi pada masing-masing bulan tersebut). Pengaruh faktor alam seperti curah hujan terhadap ukuran populasi labi-labi di pedagang besar juga dianalisis karena diduga curah hujan mempengaruhi kondisi habitat labi-labi. Gambar 17 menampilkan grafik hubungan antara jumlah curah hujan dengan jumlah labi-labi pada satu orang pedagang besar di Kota Jambi. Menurut pemancing labi-labi pada saat curah hujan tinggi yang diikuti dengan meningkatnya permukaan air sungai, labi-labi akan keluar dari sarangnya (d)

23 63 dan menyebar ke sungai-sungai kecil bahkan parit-parit yang berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga besar kemungkinan terpancing oleh para pemancing Jumlah Curah Hujan (mm) Curah Hujan Labi-labi Jumlah llabi-labi Jan-1 Feb-1 Mar-1 Apr-1 Mei-1 Jun-1 Jul-1 Agust-1 Sep-1 Okt-1 Nov-1 Dec-1 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nov-11 Dec-11 Bulan dalam Tahun Gambar 17 Grafik hubungan antara jumlah labi-labi di satu pengumpul dengan jumlah curah hujan selama tahun 21 dan 211 (Sumber : BKSDA Jambi dan BMKG Jambi) Pola hubungan sebagaimana disampaikan pemancing tersebut terlihat pada bulan Februari dan Agustus 21 serta Oktober 211 saat jumlah labi-labi panenan di satu pengumpul tersebut mencapai angka tertinggi dan jumlah curah hujan juga tinggi. Pola ini tidak berlaku sepanjang tahun dan juga tidak mewakili kondisi seluruh pengumpul di Jambi. Uji korelasi Spearman antara jumlah labilabi dengan curah hujan menghasilkan angka koefisien korelasi.361 dan probabilitas.84 yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kedua variabel tersebut. Ukuran populasi panenan kemungkinan lebih dipengaruhi oleh jumlah usaha penangkapan (jumlah penangkap dan/atau hari tangkap) yang dicurahkan. 5.3 Peubah Morfometri dan Biologi Reproduksi Ukuran Panjang Lengkung Karapas (PLK) Hasil pengukuran terhadap PLK seluruh individu labi-labi di pedagang besar ditampilkan pada Gambar 18.

24 64 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - 8, 75, 6,7 57, 52, 52, 44, 4,4 36, 27, 26,4 21, 23,5 2, 17, 18, P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 PLK Max PLK Min Gambar 18 Proporsi jumlah labi-labi berdasarkan ukuran PLK minimal dan maksimal di setiap pedagang besar di Provinsi Jambi Labi-labi yang berdasarkan klasifikasi ukuran PLK termasuk dalam kelas umur dewasa (PLK minimal 25 cm) memiliki bobot tubuh yang bervariasi dengan berat minimal 1.11 kg. Ukuran berat labi-labi yang paling ringan dari seluruh populasi yang terukur adalah.38 kg dengan ukuran PLK 18 cm dan termasuk dalam kelas umur remaja, sementara ada labi-labi dengan berat.7 kg memiliki ukuran PLK yang lebih pendek yaitu 17. cm. Menurut Riyanto (212, hasil komunikasi pribadi) pengklasifikasian kelas umur lebih tepat dilakukan berdasarkan ukuran PLK karena pertambahan PLK dianggap lebih konsisten dibandingkan ukuran berat individu labi-labi. Pertambahan bobot tubuh labi-labi tidak berbanding lurus dengan pertambahan umurnya, karena selalu ada pengaruh ketersediaan pakan maupun kepadatan populasi di suatu lokasi. Tabel 6 di bawah ini menunjukkan kisaran berat tubuh beberapa ekor labi-labi pada satu ukuran PLK yang sama. Tabel 6 Kisaran berat tubuh labi-labi pada beberapa ukuran PLK Ukuran PLK (cm) Kisaran berat tubuh Mean ± Std.Dev Selisih 25 (n = 13) ± (n = 2) ± (n = 27) ± (n = 14) ± (n = 14) ± (n = 16) ±.32.4

25 65 Individu labi-labi yang berbeda meskipun memiliki ukuran PLK yang sama ternyata memiliki berat tubuh yang berbeda karena berat tubuh memang tergantung jumlah pakan yang dikonsumsi yang dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan ketersediaan pakan. Ukuran PLK digunakan sebagai dasar penentuan kelas umur labi-labi dan pembagian struktur umur menjadi empat kelas menurut Kusrini et al. (27) merupakan yang paling lengkap sampai dengan saat ini. Namun demikian informasi yang masih belum tersedia adalah perkiraan umur labi-labi berdasarkan ukuran PLK. Oktaviani dan Samedi (28) menuliskan hasil komunikasi dengan Farajallah (27) yang menyebutkan bahwa labi-labi dapat mencapai dewasa setelah panjang karapas berukuran 2 cm dan ukuran tersebut dapat dicapai pada saat labi-labi berusia 6 tahun. Barone (29) menuliskan bahwa pada spesies kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) ukuran PLK 25 cm dicapai pada saat spesimen berumur 1 tahun dan mencapai ukuran 3 cm pada saat berumur tahun. Hasil penelitian mengenai kisaran ukuran PLK labi-labi panenan di beberapa provinsi disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Kisaran ukuran panjang lengkung karapas labi-labi panenan Peneliti Lokasi Penelitian Kelas Umur Panenan Kisaran PLK Labilabi Elviana, 2 Jambi Remaja Dewasa 12.5 cm 61 cm Oktaviani & Samedi, Sumatera Selatan Muda, Dewasa < 25 cm & > 25 cm 28 Kusrini et al, 29 Kalimantan Timur Dewasa 25 cm 8 cm Lilly, 21 Kalimantan Barat Remaja, Dewasa cm - 61 cm Mumpuni & Riyanto, 21 Sumatera Selatan Jambi 13 cm 54.5 cm 11 cm 7 cm Riau Mumpuni et al, 211 Sumatera Barat Remaja Dewasa 24 cm 37 cm 19 cm 28 cm 32 cm 63 cm Hasil dari seluruh penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa labi-labi yang dipanen didominasi kelas umur dewasa dan dewasa muda, hanya sedikit dari kelas umur remaja. Sterrett et al. (21) menyebutkan bahwa penangkapan kura-kura dengan menggunakan alat pancing berumpan cocok digunakan untuk kura-kura omnivorus yang aktif melakukan foraging, tetapi tidak efektif dalam mendapatkan kura-kura dari kelas ukuran kecil. Hal ini bisa menjelaskan mengapa populasi panenan didominasi oleh kelas umur dewasa

26 66 muda dan dewasa karena sebagian besar penangkap menggunakan alat pancing berumpan dalam menangkap labi-labi Ukuran Berat Tubuh Pada populasi panenan yang terkumpul di tujuh pengumpul di Jambi ditemukan labi-labi dengan ukuran berat minimal < 2 kilogram dan maksimal mencapai 53 kilogram. Hampir seluruh populasi panenan itu diperoleh dari para penangkap, dan ada sebagian kecil merupakan hasil pembesaran pengumpul. Kisaran ukuran berat labi-labi hasil pemanenan ini menunjukkan bahwa di habitat alaminya labi-labi mampu hidup hingga mencapai ukuran bobot tubuh yang sangat besar. Menurut pedagang besar yang kerap mengirimkan labi-labinya kepada eksportir di Jakarta labi-labi dengan ukuran dibawah 3 kilogram ikut dikirimkan bersama labi-labi lainnya yang berbobot lebih besar. Pada interval berat 5 kilogram labi-labi yang paling banyak dipanen di Jambi adalah labi-labi berukuran kg dengan jenis kelamin betina (Gambar 19). >35, kg 3,1-35, kg 25,1-3, kg 2,1-25, kg 15,1-2, kg 1,1-15, kg 5,1-1, kg 1, - 5, kg < 1 kg Jantan Betina Gambar 19 Distribusi jumlah labi-labi berdasarkan kelas ukuran berat (hasil pengolahan data populasi panenan di seluruh pedagang) Gambar 2 menunjukkan proporsi populasi panenan labi-labi di para pedagang besar berdasarkan klasifikasi ukuran berat menurut rekomendasi manajemen CITES dan klasisikasi ukuran berat menurut harga yang berlaku dalam tata niaga labi-labi di Provinsi Jambi.

27 < 5 Kg 5 kg m 15 Kg > 15 Kg < 7 Kg 7 kg m 2 Kg 26 > 2 Kg Rekomendasi SA & MA Harga Pasar Lokal Gambar 2 Proporsi populasi labi-labi berdasarkan kelas ukuran berat Menurut dugaan para pedagang besar labi-labi dengan kisaran berat 7-2 kilogram dihargai paling tinggi karena kondisi daging yang memenuhi selera para konsumen di luar negeri. Pengklasifikasian ukuran berat dengan pertimbangan yang bertolak belakang ini menyebabkan sulitnya dilaksanakan rekomendasi pembatasan ukuran berat yang dipanen dari habitat alami. Labi-labi yang direkomendasikan untuk tidak dipanen pada kenyataannya justru berharga paling tinggi di pasar lokal maupun luar Provinsi Jambi. Kisaran berat minimal dan maksimal labi-labi di setiap pedagang besar selama periode pengambilan data dapat dilihat pada Gambar ,32 44, Massa (Kg) ,1 23,3 14,1 15,45 7,21 9,3 5,82,89 1,72,7,78 1,35,38 1,9 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Massa Max Massa Min Pedagang besar Gambar 21 Proporsi jumlah labi-labi berdasarkan berat minimal dan maksimal di setiap pedagang besar di Provinsi Jambi

28 68 Hasil yang sama dikemukakan oleh Oktaviani dan Samedi (28) serta Lilly (21). Ukuran berat yang paling banyak ditemukan di tingkat para pedagang ini juga digunakan Nijman et al. (212) untuk mengkonversi ukuran berat labi-labi menjadi jumlah individu berdasarkan berat rata-rata ~5 kg. Hasil penelitian Kusrini et al. (29) menunjukkan dominasi panenan yang berbeda, yaitu pada kisaran berat kilogram dan jenis kelamin jantan. Rekomendasi CITES management mengenai kisaran berat labi-labi yang dilarang untuk dipanen ternyata belum sepenuhnya berhasil diimplementasikan yang tergambar dari karakteristik populasi panenan di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat (Oktaviani & Samedi 28; Kusrini et al. 29; dan Lilly 21) dimana labi-labi dengan interval ukuran berat 5 15 kilogram masih banyak dijumpai di pedagang besar dan pengumpul. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap parameter morfometri populasi panenan labi-labi di tujuh pedagang di Provinsi Jambi disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Parameter Morfometri Hasil uji statistik deskriptif dan Kruskal-Wallis terhadap parameter morfometri Statistik Deskriptif Uji Kruskal-Wallis Mean Min. Max. Asymp. Sig. Kesimpulan PLK Tolak Ho Berat Tolak Ho Berdasarkan hasil uji terhadap parameter morfometri populasi panenan labi-labi di Provinsi Jambi tidak ada preferensi penangkap terhadap ukuran ataupun jenis kelamin labi-labi yang dipanen, atau individu labi-labi yang berhasil ditangkap akan disetorkan ke pedagang tanpa memilih ukuran tertentu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang, pengumpul dan penangkap diperoleh informasi bahwa labi-labi berukuran <2 kg pun tetap diterima oleh pengumpul atau pedagang atas beberapa pertimbangan. Pengumpul dan pedagang yang memiliki kolam tempat penampungan sementara masih bisa menampung sambil membesarkan labi-labi tersebut hingga mencapai ukuran yang cukup besar untuk dijual. Para penangkap yang memperoleh labi-labi dengan total jumlah bobot yang cukup banyak juga tetap menyerahkan hasil tangkapannya yang berukuran kecil, tetapi ketika hanya 1 ekor labi-labi berukuran kecil yang diperoleh maka penangkap akan melepaskan kembali labi-labi tersebut. Seorang penangkap di Kabupaten Sarolangun menyebutkan bahwa apabila dalam satu hari penangkapan

29 69 hanya berhasil tertangkap 1 ekor labi-labi berukuran kecil maka akan dilepaskannya kembali setelah dilukai karapasnya atau bahkan dibunuh. Berbeda dengan Suku Anak Dalam yang secara khusus memang mengkonsumsi labi-labi yang berukuran < 3 kg Warna karapas Perbedaan warna karapas labi-labi yang dipanen walaupun tidak mencirikan perbedaan harga jual, namun dapat memberikan informasi kondisi habitatnya, dimana menurut informasi para pedagang besar, pedagang dan penangkap warna karapas kuning mencirikan labi-labi tersebut berasal dari habitat sungai dengan kondisi air yang mengalir dan berwarna jernih sampai dengan coklat. Warna karapas hitam mencirikan labi-labi berasal dari habitat rawa atau sungai dengan kondisi air yang menggenang dan mengandung gambut, serta warna air yang kehitaman Jumlah 15 1 Kuning Hitam 5 Lainnya P1 (174) P2 (6) P3 (1) P4 (14) P5 (25) P6 (37) P7 (2) P8 (52) Pedagang besar Gambar 22 Proporsi jumlah labi-labi di pedagang besar berdasarkan warna karapas Perbedaan karapas tidak hanya terletak pada warna tetapi juga bentuk pikun yang lebar membulat, elips memanjang atau berbentuk oval. Informasi mengenai bentuk dan warna karapas dapat digunakan sebagai penduga habitat asal labi-labi juga disebutkan di Kalimantan (Mardiastuti 28; Kusrini et al. 29). Selain labi-labi dengan warna karapas kuning dan hitam, di beberapa pedagang besar juga ditemui labi-labi dengan warna karapas hijau, abu-abu, dan kuning berbintikbintik dalam jumlah sedikit. Variasi warna karapas terbanyak ditemukan di salah satu pedagang besar yang berlokasi di Kota Jambi, dan hal ini disebabkan oleh

30 7 pedagang besar tersebut mendapat pasokan labi-labi dari pedagang ataupun penangkap yang berasal dari beberapa kabupaten berbeda sehingga habitat labilabi pun terdiri dari bermacam-macam tipe. Hasil penelitian McGaugh (28) juga menyebutkan bahwa variasi warna karapas pada Apalone spinifera menunjukkan tipe habitat tangkap yang berbeda, yaitu danau, sungai dan lagoon. Gambar 23 menunjukkan empat warna karapas labi-labi yang ditemukan di Jambi. Gambar 23 (a) labi-labi dengan karapas berwarna kuning; (b) labi-labi dengan karapas berwarna abu-abu dengan bentuk tidak melebar, hasil dari pembesaran; (c) labi-labi dengan karapas berwarna hitam; (d) labilabi dengan karapas berwarna kehijauan (foto koleksi pribadi, 212) Reproduksi Hasil pengamatan kondisi reproduksi labi-labi jantan dan betina ditampilkan dalam Tabel 9. Tabel 9 Status reproduksi berdasarkan ukuran berat labi-labi Jenis Kelamin Jml Kelas Umur Kisaran PLK (cm) Betina 14 1 Dewasa Muda Kisaran Berat (Kg) Mean ± sd Kondisi Reproduksi Belum matang kelamin 13 Dewasa ±1.8 Matang kelamin 16,7% dalam kondisi berisi folikel Jantan 6 6 Dewasa ±2.1 Matang kelamin

31 71 Dua ekor labi-labi betina yang dipotong memiliki masing-masing 4 dan 3 clutch folikel dan telur oviduktal (Tabel 1). Tabel 1 No Jumlah dan ukuran clutch pada dua sampel labi-labi betina yang dipotong PLK (cm) Berat (kg) Jumlah Clutch Folikel Jumlah Diameter (mm) Oviduktal Jumlah Diameter (mm) Mumpuni dan Riyanto (21) melakukan pengamatan organ reproduksi pada labi-labi jantan dan betina yang dibedah di tempat pemotongan labi-labi di Kota Jambi dan hasilnya menunjukkan bahwa labi-labi dengan panjang lengkung karapas 28.5 cm dan bobot tubuh 2.25 kg telah memiliki 21 folikel berukuran diameter.5 cm. Empat telur oviduktal ditemukan pada pembedahan labi-labi betina berukuran PLK 33.5 cm selain 2 folikel berukuran diameter 2 mm. Hasil pengamatan dari spesimen labi-labi betina yang dipotong menunjukkan bahwa pada ukuran 5 kilogram labi-labi betina telah mencapai kondisi matang kelamin dan ini memperkuat rekomendasi CITES Scientific Authority bahwa kondisi populasi panenan yang didominasi oleh betina pada kisaran ukuran berat 5-15 kilogram bisa menjadi ancaman bagi kelestarian populasi labi-labi di alam. Minimum breeding age labi-labi betina masih belum terjawab oleh dua hasil penelitian ini, dan perlu dilakukan pembedahan terhadap labi-labi betina berukuran lebih kecil dari yang telah dibedah sebelumnya. Menurut Mumpuni et al. (211) penemuan ini dapat mengindikasikan bahwa labi-labi melakukan reproduksi lebih dari satu kali dalam satu tahun, sebagaimana disebutkan Iskandar (2) bahwa seekor betina dapat bertelur sampai empat kali dalam setahun. Data pada Tabel 1 diolah untuk mendapatkan rata-rata jumlah telur per clutch dengan asumsi semua folikel berkembang menjadi telur oviduktal dan berhasil ditelurkan oleh labi-labi betina. Data untuk melakukan estimasi kehilangan individu akibat pemanenan labi-labi betina pada umur reproduktif ditampilkan pada Tabel 11.

32 72 Tabel 11 Data dasar estimasi kehilangan individu akibat pemanenan Variabel Notasi Jumlah (n) Interval Rata-rata Individu betina reproduktif F kg 8.68 Jumlah clutch E butir % Penetasan telur Pt 3.74 Masa peneluran T 4 kali 2 Estimasi kehilangan individu per tahun ketika dilakukan pemanenan terhadap labi-labi betina potensial reproduktif adalah sebesar : Estimasi ini dilakukan berdasarkan ukuran clutch yang ditemukan pada labi-labi betina berukuran 5 kilogram, sementara menurut Walde et al. (27) dan Naimi et al. (212) ukuran tubuh betina yang lebih besar berhubungan dengan ukuran telur yang lebih besar ataupun frekuensi clutch tahunan Jenis pakan Identifikasi jenis pakan labi-labi di Provinsi Jambi dilakukan terhadap 7 ekor labi-labi yang dipotong, terdiri dari 3 jantan dan 4 betina, menunjukkan hasil seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil identifikasi jenis pakan labi-labi di Jambi Jenis Kelas Umur Bobot (Kg) Jenis Pakan Kelamin Jantan Dewasa 7.21 Buah sawit, serpihan kayu Jantan Dewasa 6.77 Buah pinang, buah sawit Jantan Dewasa 1.72 Tanah, biji-bijian Betina Dewasa 3.63 Batu, cangkang dan potongan capit crustacea, biji-bijian Betina Dewasa 4.1 Tanah Betina Dewasa 3.19 Buah pinang Betina Dewasa Muda 1.7 Batu, 32 tutup cangkang siput Hasil identifikasi sisa pakan labi-labi di usus besar terdiri dari beberapa jenis bijibijian, serpihan kayu, tanah, batu berukuran kecil, cangkang kepiting, dan tutup cangkang siput. Menurut Mumpuni dan Riyanto (21) jenis pakan labi-labi sangat bervariasi, terdiri dari buah sawit, umbi dari tanaman ubi kayu, berbagai jenis ikan, dedaunan yang tidak teridentifikasi, biji-bijian, bahkan pakan burung. Ketersediaan berbagai jenis ikan air tawar di habitatnya merupakan potensi pakan

33 73 bagi labi-labi. Di Sumatera Barat, tepatnya di Bandar Gadang, Mumpuni et al. (211) menemukan 21 keong emas di dalam usus besar seekor labi-labi yang dibedah. Keong emas merupakan hama bagi tanaman padi di sawah, sehingga dengan menjadikan keong emas sebagai salah satu pakannya labi-labi berfungsi sebagai predator hama sekaligus penyebar biji. 5.4 Karakteristik Habitat Beberapa tipe habitat labi-labi di Jambi ditampilkan dalam Gambar 24. Gambar 24 (a) Batang Limun, anak sungai yang dangkal dan mengalir di tepi lahan persawahan penduduk (b) Batang Tembesi, salah satu sungai besar (c) Sungai Jangga, mengalir melintasi perkebunan sawit (d) Sungai Dingin, mengalir di dekat permukiman penduduk (e) Rawa Panjang (e) Danau di dekat lahan persawahan Habitat tangkap labi-labi di Provinsi Jambi terdiri dari beberapa tipe perairan, baik yang mengalir seperti sungai, kanal dan rawa maupun perairan tergenang seperti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Parameter Demografi Populasi Panenan Tingkat pemancing dan pengumpul di Kabupaten Sambas Pemanenan labi-labi di Kalimantan Barat dilakukan dengan menggunakan pancing

Lebih terperinci

TUJUAN umum. Lokasi penelitian 27/11/2011

TUJUAN umum. Lokasi penelitian 27/11/2011 MIRZA D. KUSRINI ANI MARDIASTUTI BOBY DARMAWAN MEDIYANSYAH ABDUL MUIN NATUREharmony promoting a balance between development and conservation of biological resources Latar Belakang Labi-labi (Amyda cartilaginea)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN KETAPANG

III. METODE PENELITIAN KETAPANG III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua lokasi tangkapan labi-labi (Amyda cartilaginea) yaitu di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang untuk tingkat pemancing

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Habitat Tangkap Habitat tangkap labi-labi di Kalimantan Tengah terdiri dari beberapa tipe yaitu sungai, danau, rawa, dan kanal. Hasil pengamatan di lapangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konservasi satwaliar meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan (Sekditjen PHKA 2007a). Pemanfaatan satwaliar menjadi kegiatan yang dilakukan manusia

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng. yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng. yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng merupakan salah satu pasar hewan yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 No. 02/01/34/TH.XV, 02 Januari 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Desember 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Sep-10 Okt-10 Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Edisi : 9/AYAM/TKSPP/ Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar domestik

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82 No. 62/11/34/Th.XVII, 2 November 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2015, NTP

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71 No. 27/05/34/Th.XVII, 4 Mei 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA D i s a m p a i k a n Oleh : D I R E K T U R J E N D E R AL P E R D AG AN G AN L U AR N E G E R I Pada Forum D i s

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan impor jeruk yang kian meningkat dalam sepuluh tahun ini

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan impor jeruk yang kian meningkat dalam sepuluh tahun ini I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan impor jeruk yang kian meningkat dalam sepuluh tahun ini membuat Indonesia menjadi pangsa pasar yang menjanjikan bagi negara lain dalam memasarkan produknya.

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 No. 23/04/34/Th.XVII, 1 April 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal PEMBAHASAN Kriteria Mutu Buah Sebagai Dasar Sortasi TBS Tandan buah segar yang diterima oleh pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01 No. 71/12/34/Th.XVII, 1 Desember 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2015,

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 100,79

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 100,79 No. 17/03/34/Th.XVII, 2 Maret 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 100,79 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Februari 2015, NTP

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Sep-10 Okt-10 Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Edisi : 10/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tabungan untuk keperluan di masa depan. Jumlah populasi kerbau pada Tahun

I PENDAHULUAN. tabungan untuk keperluan di masa depan. Jumlah populasi kerbau pada Tahun I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tata Niaga 5.1.1 Pelaku Tata Niaga Pelaku tata niaga Python reticulatus di Kalimantan Tengah adalah penangkap, pengumpul perantara dan pemilik ijin resmi (penangkap berijin

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2014 SEBESAR 102,18

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2014 SEBESAR 102,18 No. 51/09/34/Th.XVI, 1 September 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2014 SEBESAR 102,18 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Agustus 2014, NTP

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 No. 59/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2014, NTP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36 No. 39/07/34/Th.XVII, 1 Juli 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN VARIASI HARGA DAGIN. DAN TELUR PADA BERBAGAI KOTA BESAR DI INDONESIA

PERKEMBANGAN DAN VARIASI HARGA DAGIN. DAN TELUR PADA BERBAGAI KOTA BESAR DI INDONESIA PERKEMBANGAN DAN VARIASI HARGA DAGIN. DAN TELUR PADA BERBAGAI KOTA BESAR DI INDONESIA Oleh : Rosmiati Sajuti *) Abstrak Penerapan secara luas teknologi maju dalam bidang peternakan telah menimbulkan masalah

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05 No. 19/04/34/TH.XVI, 1 April 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2014, NTP Daerah

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2014 SEBESAR 102,10

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2014 SEBESAR 102,10 No. 35/07/34/Th.XVI, 1 Juli 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2014 SEBESAR 102,10 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2014, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 No. 04/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Desember 2014, NTP

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam

Lebih terperinci

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Pangan dan Pertanian 2016 Permasalahan

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2015 SEBESAR 99,24

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2015 SEBESAR 99,24 No. 35/06/34/Th.XVII, 1 Juni 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2015 SEBESAR 99,24 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2015, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 No. 14/03/34/TH.XVI, 3 Maret 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Mulai Desember 2013, penghitungan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2014 SEBESAR 102,54

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2014 SEBESAR 102,54 No. 43/08/34/Th.XVI, 4 Agustus 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2014 SEBESAR 102,54 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2014, NTP Daerah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 No. 67/12/34/Th.XVIII, 1 Desember 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2016,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 103,90

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 103,90 No. 15/03/34/Th.XVIII, 1 Maret 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 103,90 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Februari 2016, NTP

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2016 SEBESAR 103,94

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2016 SEBESAR 103,94 No. 08/02/34/Th.XVIII, 1 Februari 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2016 SEBESAR 103,94 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Januari 2016,

Lebih terperinci

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam.

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam. PETUNJUK TEKNIS DEMPOND BUDIDAYA LELE MENGGUNAKAN PAKAN (PELET) TENGGELAM DI KAB I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Usaha Budidaya lele sampe sekarang banyak diminati masyarakat dikarenakan dalam perlakuannya

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH Teknik Penangkapan Ikan Sidat..di Daerah Aliran Sungai Poso Sulawesi Tengah (Muryanto, T & D. Sumarno) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

Lebih terperinci

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia,

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia, Rata-rata Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia, 2012-2016 / Bulan Giling Kualitas (Rp/Kg) Kadar Air (%) Kadar Hampa/Kotoran (%) Panen Giling Panen Giling Panen HPP 1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68 No. 33/07/34/TH.XV, 01 Juli 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JUNI 2013 SEBESAR 117,68 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2013, Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI

PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No.15/12/62/Th.X, 1 Desember PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI Selama Oktober, Jumlah Penumpang Angkutan Laut dan Udara Masing Masing 19.470 Orang dan 136.444 Orang.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BERBINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU, NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BERBINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU, NOVEMBER 2016 No. 04/01/17/Th.IV, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BERBINTANG DAN STATISTIK TRANSPORTASI PROVINSI BENGKULU, NOVEMBER 2016 A. TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR DAN RATA-RATA LAMA MENGINAP

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II. IKLIM & METEOROLOGI 1 Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi 1. CUACA & IKLIM Hidrologi suatu wilayah pertama bergantung pada iklimnya (kedudukan geografi / letak ruangannya) dan kedua pada rupabumi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kalimantan Tengah bagian selatan dengan rincian lokasi: a. Lokasi habitat tangkap labi-labi di kelompok anak Sungai Kahayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2015, pertumbuhan pabrik karet yang semakin pesat membuat terbatasnya sumber daya bahan baku yang ada. Hal ini tentu akan membuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/11/62/Th. XI, 1 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama September 2017, TPK Hotel Berbintang Sebesar 58,44 persen

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47 No. 50/09/34/Th.XVIII, 1 September 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 105,47 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Agustus 2016,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 57/10/13/Th XVIII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 SEBESAR 97,08 ATAU NAIK 0,11 PERSEN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI

PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No.15/01/62/Th.XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI Selama November, Jumlah Penumpang Angkutan Laut dan Udara Masing-Masing 15.421 Orang dan 134.810 Orang.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI

PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No.15/08/62/Th.XI, 1 Agustus PERKEMBANGAN JASA TRANSPORTASI Selama Juni, Jumlah Penumpang Angkutan Laut dan Udara Masing-Masing 37.461 Orang dan 142.782 Orang. Jumlah

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik : PENANGKAPAN DAN DISTRIBUSI HIU (APPENDIX II CITES) OLEH NELAYAN RAWAI DI PERAIRAN SELATAN TIMOR CATCH AND DISTRIBUTION OF SHARKS (APPENDIX II CITES) BY LONGLINE FISHERMEN IN SOUTH WATER OF TIMOR Oleh :

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 BPS PROVINSI ACEH No.40/8/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 21/04/Th. X, 2 April 2007 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Januari 2007, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bermanfaat bagi manusia. Daging banyak dikonsumsi oleh manusia untuk

PENDAHULUAN. bermanfaat bagi manusia. Daging banyak dikonsumsi oleh manusia untuk I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditas hasil ternak yang sangat bermanfaat bagi manusia. Daging banyak dikonsumsi oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah No. 10/10/62/Th. XI, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Jasa Akomodasi Provinsi Kalimantan Tengah Selama

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci