PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH"

Transkripsi

1 Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Kegiatan ekonomi produktif akan sulit berjalan dan permintaan masyarakat menjadi tidak efektif di dalam kondisi dimana terjadi inflasi yang tidak terkendali. Oleh karena itu kebijakan pengendalian inflasi menjadi penting untuk dilaksanakan. Efektifitas penerapan kebijakan pengendalian inflasi akan sangat ditentukan oleh kedalaman pengetahuan, data dan informasi tentang faktorfaktor yang berkontribusi dalam pengendalian inflasi. Salah satu pengetahuan dan informasi yang mesti dipahami adalah perilaku komoditas penyumbang inflasi. Struktur pasar dan pola distribusi komoditas sangat mempengaruhi proses pembentukan tingkat harga masing-masing komoditas. Struktur pasar dan pola distribusi suatu komoditas akan berbeda dengan komoditas lainnya. Karenanya data dan informasi yang akurat akan struktur pasar dan pola distribusi menjadi faktor kunci yang digunakan untuk memformulasi kebijakan pengendalian inflasi nantinya. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi struktur pasar komoditas strategis penyumbang inflasi daerah 2. Mengidentifikasi pola distribusi komoditas strategis penyumbang inflasi daerah 3. Mengetahui perilaku produsen, distributor dan pengecer dalam mekanisme pembentukan harga barang strategis penyumbang inflasi di daerah

2 Struktur Pasar Dari hasil survey, dilakukan identifikasi struktur pasar di tingkat pedagang. Elemen-elemen struktur pasar yang digunakan antara lain jumlah pemain dalam wilayah/kota, kemampuan dalam mengontrol harga, kemampuan dalam mengontrol pasokan, serta sifat produk yang diilihat dari bermerk atau tidak produk tersebut. Dari hasil identifikasi tersebut, terlihat bahwa mayoritas struktur pasar komoditas pertanian merupakan indikasi pasar persaingan sempurna. Tabel 1. Identifikasi Struktur Pasar Komoditas Penyumbang Inflasi Komoditi Jumlah Pedagang Kota Kontrol Thd Harga Kontrol Thd Pasokan Sifat Produk (Merek) Kesimpulan Cabe Merah 132 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Beras 81 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Kacang panjang 158 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Bawang merah 34 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Bayam 213 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Tomat sayur 151 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Daging ayam ras 224 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Telur ayam ras 55 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Ikan Gabus 52 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Ikan Nila 18 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Udang Basah 33 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Minyak Goreng 62 Tidak Tidak Ya/tidak Monopolistis Gula Pasir 44 Tidak Tidak Ya/tidak Persaingan Sempurna Pasir 34 Tidak Tidak Tidak Persaingan Sempurna Semen 42 Tidak Tidak Ya Monopolistis Jalur Distribusi Beras Pola distribusi beras di Jambi cukup panjang dimana penjualan beras dari petani ke konsumen akhir/rumah tangga dapat melalui 5 (lima) perantara pedagang yaitu pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar dan pedagang eceran. Mayoritas konsumen mendapatkan beras melalui pedagang eceran namun tak menutup kemungkinan konsumen dapat memperoleh beras langsung melalui pedagang besar. Peran agen dan sub agen dalam perdagangan beras di Kota Jambi cukup tinggi. Jumlah pemain agen penjual beras di Kota Jambi juga relatif sedikit sehingga menjadi pemain utama dalam penyaluran beras kepada pedagangpedagang di bawahnya.

3 Grafik 1. Jalur Distribusi Beras Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Pertanian (selain beras) Berbeda dengan beras, komoditas pertanian lainnya tidak melalui agen dan sub agen dalam jalur distribusinya. Dengan demikian, rantai produksi komoditas pertanian ini relatif lebih singkat yaitu dari petani sampai ke konsumen hanya melalui 3 (tiga) perantara yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang eceran. Bagi komoditas-komoditas ini, peran pedagang besar cukup tinggi dimana pedagang besar memiliki peran dalam hal penyaluran barang dari daerah asal ke kota Jambi. Jauhnya lokasi area produksi terhadap kota Jambi membuat pedagang besar memiliki risiko yang cukup besar dalam mendistribusikan komoditas-komoditas dimaksud. Dengan demikian, kemampuan pedagang besar dalam mempengaruhi harga bagi komoditas pertanian relatif tinggi. Grafik 2. Jalur Distribusi Komoditas Pertanian (Selain Beras) Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Peternakan Tidak seperti komoditas pertanian, pola distribusi komoditas peternakan cukup pendek yaitu dengan tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi diawali dari peternak (bisa berupa peternak inti dan plasma), kemudian

4 didistribusikan ke pedagang besar, selanjutnya dijual ke pengecer lalu dijual ke konsumen akhir. Hal ini disebabkan oleh mayoritas peternak di Jambi tergabung dalam suatu kelompok tertentu. Selain itu, lokasi peternak yang relatif dekat dari kota Jambi menyebabkan tidak diperlukannya pedagang pengepul dalam usaha ini. Grafik 3. Jalur Distribusi Komoditas Peternakan Sumber : Hasil survey, diolah Komoditas Perikanan Secara umum, pola distribusi untuk komoditas perikanan relatif sama baik untuk ikan keramba (nila) maupun ikan tangkapan (udang basah dan gabus). Pola distribusi komoditas perikanan di Sumatera Barat berawal dari produsen di sepanjang pantai timur Jambi untuk ikan tangkapan ataupun usaha keramba di sekitar kota Jambi. Hasil ikan tangkapan tersebut kemudian dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi tangkapan. Sementara itu, ikan hasil produksi keramba dijual melalui pedagang pengepul di sekitar lokasi keramba yang biasanya tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. Setelah itu ikan didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Angso Duo untuk kemudian dijual ke pedagang pengecer di pasar tersebut ataupun pasar-pasar yang lebih kecil lainnya. Grafik 4. Jalur Distribusi Komoditas Perikanan Sumber : Hasil survey, diolah

5 Komoditas Industri Jalur distribusi komoditas industri sedikit mirip dengan komoditas beras namun tidak melalui pedagang pengepul. Jalur distribusi dimulai dari produsen kemudian dijual di daerah melalui agen-agen tertentu, diikuti dengan sub agen, pedagang besar, pedagang eceran baru mencapai konsumen akhir. Sebagaimana dalam rantai perdagangan beras, peran agen dalam mendistribusikan barang sangat tinggi. Agen merupakan penghubung utama antara produsen dengan wilayah pemasaran di daerah. Grafik 5. Jalur Distribusi Komoditas Industri Sumber : Hasil survey, diolah Cabe Merah Petani Cabe Merah Range harga jual cabe merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga cabe merah dapat turun menjadi Rp4.312/kg sementara ketika musim paceklik harga cabe merah dapat melonjak mencapai 8% menjadi Rp38.75/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 9,5% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 14,2% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga tertinggi (62,5%) baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing (37,5%). Pedagang Cabe Merah Harga jual cabe merah di tingkat pedagang memiliki range dari Rp9.733/kg Rp 23.2 sementara itu range harga beli oleh pedagang sekitar Rp7.333/kg Rp 2./kg. Lebarnya harga jual cabe ini di tingkat pedagang

6 disebabkan oleh lebarnya harga jual di tingkat petani. Selisih harga jual dan beli terbesar dialami ketika pasokan dalam kondisi normal yaitu sekitar Rp6.933/kg. Adapun selisih harga ketika pasokan sedikit atau banyak masing-masing sebesar Rp3.2/kg dan Rp2.4/kg. Dengan demikian, pedagang cenderung memiliki keuntungan ketika pasokan normal. Ketika pasokan sedikit ataupun banyak, pedagang cenderung hati-hati dalam menentukan harga jualnya. Hal ini disebabkan oleh cepat berubahnya harga cabe merah sehingga ada kekhawatiran akan barang yang tak terjual ketika pasokan sedang tidak stabil. Komoditas ini juga cepat membusuk sehingga pedagang cenderung memilih untuk tidak mengambil risiko dengan cara menurunkan margin keuntungannya. Harga cabe merah cepat berubah dimana harga di sore hari bisa turun jauh dari pada harga di pagi hari. Hal tersebut juga mempengaruhi jumlah penjualan cabe merah. Ketika pasokan sedikit, jumlah penjualan cabe merah dapat berkurang setengahnya dari ketika pasokan banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka, khawatir harga akan berubah dalam waktu dekat. Fluktuasi harga pada cabe merah ini juga berdampak pada bervariasinya margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin keuntungan dapat mencapai 22,8% sementara ketika pasokan sedikit margin keuntungan dapat turun menjadi 13,93%. Namun demikian, margin keuntungan yang diterima pedagang lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh petani. Berbeda dengan di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (6,7%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin.

7 Grafik 6. Harga Cabe Merah di Tingkat Pedagang Grafik 7. Jumlah Penjualan Cabe Merah 25, , 15, 1, 5, Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli Beras Petani Beras Range harga jual beras di tingkat petani tidak terlalu besar. Ketika panen raya, harga beras dapat turun menjadi Rp5.76/kg sementara ketika musim paceklik, harga beras dapat melonjak mencapai 27,9% menjadi Rp7.321/kg. Margin keuntungan yang diterima oleh petani beras relatif sempit namun pada level yang tinggi yaitu mencapai 119,4% ketika harga sedang tinggi atau minimum 71,6% ketika harga sedang rendah. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga tertinggi (57,14%) baru diikuti dengan mengikuti harga pesaing (42,86%). Mayoritas hasil panen tersebut (76,43%) diperuntukkan untuk dijual, sementara sisanya untuk dikonsumsi sendiri (15,%) dan disimpan (8,57%). Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul (57,14%) dan pedagang besar (42,86%). Pedagang Beras Selisih harga jual dan harga beli beras relatif kecil dan stabil dalam baik dalam kondisi pasokan banyak, sedikit maupun normal yaitu pada sekitar 5%. Beras yang merupakan kebutuhan pokok serta tidak memiliki barang subtitusi yang sepadan memiliki kecenderungan harga yang stabil. Selain itu, komoditas ini merupakan barang yang dapat bertahan hinga beberapa bulan sehingga permainan pedagang dalam menentukan harga jual relaitf rendah. Relatif stabilnya harga beras juga terlihat dari sempitnya range harga ketika pasokan banyak maupun sedikit. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-

8 rata pedagang sebesar Rp7.884/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 8,9% mencapai Rp8.19/kg. Jumlah penjualan beras juga menunjukkan angka yang relatif stabil. Ketika pasokan sedikit, jumlah penjualan beras dapat berkurang 16,29% dari ketika pasokan banyak. Angka penurunan penjualan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan komoditas bumbu-bumbuan ataupun sayuran. Hal ini terkait dengan posisi beras sebagai makanan pokok sehingga akan tetap dibeli masyarakat berapapun harganya. Stabilnya harga beras juga berdampak pada cukup rendahnya margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin keuntungan dapat mencapai 7,51% sementara ketika pasokan sedikit margin keuntungan dapat turun mencapai 3,7%. Margin keuntungan yang diterima oleh pedagang ini lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima oleh petani. Sebagai mana di tingkat petani, mayoritas pedagang (5,%) mengikuti harga tertinggi dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (43,8%) menentukan harga jual dengan melihat harga pesaing. Grafik 8. Harga Beras di Tingkat Pedagang Grafik 9. Jumlah Penjualan Beras 9, , , , , , Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli Bawang Merah Petani Bawang Merah Range harga jual bawang merah di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga bawang merah dapat turun menjadi Rp3.562/kg sementara ketika musim paceklik, harga bawang merah dapat melonjak mencapai 338,6% menjadi Rp15.625/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani memiliki range yang tinggi yaitu dapat mencapai 79,68% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 16,68% ketika harga sedang rendah.

9 Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (75,%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (25,%). Pedagang Bawang Merah Untuk ukuran komditi bumbu-bumbuan, range harga jual bawang merah tidaklah terlalu lebar. Ketika pasokan banyak, harga jual bawang merah di tingkat pedagang sebesar Rp11.2/kg sementara ketika pasokan sedang sedikit harga jual meningkat 65,77% menjadi Rp18.566/kg. Ketika harga sedang turun, pedagang menentukan harga jual sekitar 22,4% di atas harga beli. Namun demikian,ketika harga sedang tinggi, harga jual yang ditetapkan oleh pedagang hanya sekitar 17,% di atas harga jual. Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun hingga mencapai setengah dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka, khawatir harga akan berubah dalam waktu dekat. Sementara itu, margin yang ditetapkan oleh pedagang relatif stabil yaitu berkisar antara Rp1.886/kg Rp2.8/kg atau sekitar 17,9%-19,52% harga. Secara umum, harga bawang merah di tingkat pedagang lebih stabil dibandingkan di tingkat petani. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (93,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (6,7%) menjual berdasarkan biaya tertinggi. Grafik 12. Harga Bawang Merah di Tingkat Pedagang , , , 25, 2, 15, 1, 5, Grafik 13. Jumlah Penjualan Bawang Merah Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli,

10 Bayam Range harga jual bayam di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga bayam dapat turun menjadi Rp2.666/kg sementara ketika musim paceklik, harga bayam melonjak 112,5% menjadi Rp5.667/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh petani cukup lebar yaitu sebesar 57,% ketika harga sedang tinggi atau sebesar 9,33% ketika harga sedang rendah. Yang perlu dicermati adalah, keuntungan yang diterima petani ketika harga sedang rendah hanya sebesar Rp243/kg. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (66,67%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (33,33%). Pedagang Bayam Harga jual bayam ketika harga normal sebesar Rp2.81/kg sementara ketika pasokan sedikit dapat melonjak 86,3% menjadi Rp5.236/kg. Selisih harga jual dan beli terbesar yang diterima oleh pedagang adalah ketika harga tinggi yaitu mencapai Rp2.469/kg. Namun secara umum, selisih harga secara rupiah tersebut relatif stabil yaitu sebesar Rp1.54/kg-Rp2.469/kg. Volume penjualan komoditas ini cukup tergantung akan jumlah pasokannya. Ketika jumlah pasokan sedikit, volume penjualan dapat turun hingga mencapai sepertiga dari penjualan ketika banyak. Dalam kondisi ini, pembeli juga cenderung untuk menurunkan jumlah pembelian mereka, mengingat masih adanya barang subtitusi bayam. Relatif stabilnya harga bayam ini juga berdampak pada cukup stabilnya margin keuntungan yang diambil oleh pedagang. Dalam kondisi normal, margin keuntungan dapat mencapai 27,92% sementara ketika pasokan sedikit margin keuntungan dapat turun menjadi 26,9%. Namun demikian, margin keuntungan yang diterima pedagang secara rupiah cukup kecil yaitu pada kisaran Rp3-Rp786/kg. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (86,7%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (13,3%) menjual berdasarkan harga tertinggi.

11 Grafik 14. Harga Bayam di Tingkat Pedagang Grafik 15. Jumlah Penjualan Bayam , , ,3 3, 25, 2, 15, 1, 5, Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli, Daging Ayam Ras Peternak Daging Ayam Ras Range harga jual daging ayam ras di tingkat pedagang cukup stabil. Ketika panen raya, harga daging ayam ras dapat turun menjadi Rp15.312/kg sementara ketika musim paceklik, harga daging ayam ras melonjak 11,84% menjadi Rp17.125/kg. Dengan demikian, margin keuntungan yang diterima oleh peternak juga relatif stabil pada level yang tinggi yaitu sekitar Rp11.145/kg Rp12.957/kg. Margin yang diterima oleh peternak tersebut dapat mencapai 75% dari harga jualnya. Dalam menentukan harga jual, peternak cenderung untuk mengikuti harga pesaing (62,5%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (37,5%). Pedagang Daging Ayam Ras Fluktualitas harga daging ayam ras di tingkat pedagang lebih tinggi jika dibandingkan dengan di tingkat peternak. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang dapat mencapai Rp2.184/kg sementara ketika pasokan sedikit harga dapat melonjak 26,68% mencapai Rp25.568/kg. Namun demikian selisih harga jual dan harga beli daging ayam ras relatif stabil yaitu pada kisaran Rp4.131/kg - Rp5.131/kg atau sekitar 22,9% - 34,1%. Sementara itu, ketika pasokan sedikit dan harga tinggi, volume penjualan daging ayam ras juga mengalami penurunan. Volume penjualan saat pasokan banyak dapat mencapai 63,75 kg/pedagang namun demikian ketika pasokan sedikit volume penjualan dapat turun hingga 3,95% menjadi 416,88 kg/pedagang.

12 Namun demikian, margin yang diterima oleh pedagang memiliki range yang cukup lebar yaitu pada kisaran Rp3.568/kg Rp6.318/kg. Margin keuntungan tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan margin keuntungan yang diterima oleh peternak. Sebagaimana di tingkat peternak, mayoritas pedagang (81,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya menjual berdasarkan harga tertinggi (12,5%) dan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin (6,3%). Grafik 18. Harga Daging Ayam Ras di Tingkat Pedagang , , ,9 Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5,, Grafik 19. Jumlah Penjualan Daging Ayam Ras Ikan Gabus Nelayan Ikan Gabus Range harga jual ikan gabus di tingkat petani cukup lebar. Ketika panen raya, harga ikan gabus dapat turun menjadi Rp8.75/kg sementara ketika musim paceklik, harga ikan gabus dapat melonjak mencapai 11,43% menjadi Rp17.625/kg. Namun demikian, range margin keuntungan yang diterima oleh petani tidak terlalu lebar yaitu mencapai 21,79% ketika harga sedang rendah atau sebesar 56,84% ketika harga sedang tinggi. Dalam menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (87,5%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (12,5%). Adapun 1% hasil produksi tersebut dijual melalui pedagang pengumpul (1%). Pedagang Ikan Gabus Fluktualitas harga ikan gabus di tingkat pedagang cukup rendah. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang dapat mencapai Rp31.62/kg

13 sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak 32,9% mencapai Rp41.281/kg. Selisih harga jual dan harga beli ikan gabus berada pada kisaran Rp5.312/kg Rp6.781/kg. Semakin tinggi harga beli ikan gabus oleh pedagang, maka selisih harga terhadap harga jualnya juga semakin tinggi. Secara persentase, pedagang menetapkan harga jual ikan gabus sekitar 2% di atas harga beli baik dalam kondisi pasokan sedikit, normal maupun banyak. Cukup stabilnya harga komoditas ini disebabkan oleh banyaknya barang subtitusi untuk jenis ikan-ikanan. Pembeli tidak terpaku untuk memilih salah satu juni komoditas saja. Dengan demikian, pedagang akan memikirkan kembali jika harus menetapkan harga yang jauh diatas harga normalnya. Hal ini juga tercermin dimana ketika pasokan sedikit maka volume penjualan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu turun 43,75% dari volume penjualan ketika pasokan banyak. Sebagaimana di tingkat nelayan, mayoritas pedagang (81,3%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (12,5%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 22. Harga Ikan Gabus di Tingkat Pedagang , , ,7 Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli 25, 2, 15, 1, 5,, Grafik 23. Jumlah Penjualan Ikan Gabus Ikan Nila Petani Ikan Nila Range harga jual ikan nila di tingkat petani cukup sempit. Ketika panen raya, harga ikan nila dapat turun menjadi Rp18.333/kg sementara ketika musim paceklik, harga ikan nila hanya akan melonjak 14,55% menjadi Rp21./kg. Margin keuntungan yang diterima oleh petani juga memiliki range yang sempit yaitu sekitar 2,8% - 34,94% atau sekitar Rp4.67/kg Rp6833/kg. Dalam

14 menentukan harga jual, petani cenderung untuk menjual dengan mengikuti harga pesaing (88,89%) baru diikuti dengan mengikuti harga tertinggi (11,11%). Petani biasanya menjual hasil panen melalui pedagang pengumpul (61,11%) diikuti pedagang eceran (22,22%) dan pedagang besar (16,67%). Pedagang Ikan Nila Sebagaimana harga di tingkat petani, fluktualitas harga ikan nila di tingkat pedagang juga cukup rendah. Ketika pasokan banyak, harga jual ratarata pedagang dapat mencapai Rp31.62/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak sampai 32,9% mencapai Rp41.281/kg. Selisih harga jual dan beli ikan nila pada kisaran Rp11.862/kg Rp18.881/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual dan beli menjadi semakin tinggi. Secara persentase, pedagang menetapkan harga jual ikan nilai cukup tinggi dari harga belinya yaitu mencapai 61,8% - 84,3% dari harga jual. Komoditas ini merupakan komoditas yang hampir selalu ada setiap waktu, sehingga menjadi pilihan utama masyarakat bagi jenis ikanikanan. Oleh sebab itu, harga yang ditetapkan dapat menjadi cukup tinggi karena ketersediaannya yang cukup baik di saat komoditas lainnya mengalami penurunan pasokan. Namun demikian, ketika pasokan berkurang, volume penjualan komoditas ini dapat berkurang sebesar 41,4% dari volume penjualan ketka pasokan banyak. Sebagaimana di tingkat petani, mayoritas pedagang (6,%) mengikuti harga dari pesaing dalam menentukan harga jualnya. Sementara sisanya (33,3%) menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 24. Harga Ikan Nila di Tingkat Grafik 25. Jumlah Penjualan Ikan Nila Pedagang , 84,3 4. 8, , 7, ,8 6, , , 15. 3, , ,, Harga Beli Harga Jual % Selisih Harga Jual dan Beli

15 Udang Basah Pedagang Udang Basah Untuk kategori perikanan, fluktuasi harga udang basah termasuk yang tertinggi jika dibandingkan dengan ikan gabus dan nila. Ketika pasokan banyak, harga jual rata-rata pedagang sebesar Rp28.1/kg sementara ketika pasokan sedikit harga melonjak sampai 56,58% mencapai Rp44./kg. Meningkatnya harga jual tersebut seiring dengan meningkatnya harga beli dari nelayan. Selisih harga jual dan beli udang basah berada pada kisaran Rp3.825/kg Rp12.5/kg. Semakin tinggi harga jual komoditas ini, maka selisih harga jual dan beli menjadi semakin tinggi. Komoditas ini termasuk komoditas musiman dimana produksi akan meningkat pada waktu-waktu tertentu. Meskipun komoditas ini memiliki barang subtitusi produk sejenis lainnya, namun adanya preferensi masyarakat akan produk ini menyebabkan pedagang berani memberikan harga yang tinggi saat pasokan sedikit. Hal ini tercermin dari relatif lebih rendahnya penurunan volume penjualan udang basah ketika harga tinggi. Apabila volume penjualan ikan gabus dan nila dapat turun masing-masing sebesar 43,75% dan 41,4% maka volume penjualan udang basah hanya turun mencapai 35,9%. Untuk menentukan harga jual, mayoritas pedagang (7,%) mengikuti harga dari pesaing. Sementara sisanya 2% pedagang menjual berdasarkan jumlah biaya produksi ditambah dengan margin. Grafik 26. Harga Udang Basah Tingkat Pedagang ,1 Kesimpulan 15, ,7 5, 4, 3, 2, 1,, Grafik 27. Jumlah Penjualan Udang Basah Dengan mengikuti kriteria pengelompokan pasar menurut Nicholson (1991), diketahui bahwa struktur pasar komoditas penyumbang inflasi di tingkat pedagang ternyata mengarah kepada persaingan sempurna baik 25

16 untuk komoditi pertanian, peternakan, perikanan maupun industri (kecuali untuk minyak goreng dan semen). 2. Sementara itu struktur pasar untuk komoditi minyak goreng dan semen merupakan monopolistik karena terdapatnya unsur merek dalam komoditi ini. 3. Jalur distribusi masing-masing komoditi memiliki pola yang relatif sama untuk masing-masing kelompok komoditi. Jalur distribusi untuk komoditi pertanian (kecuali beras) dari petani sampai ke konsumen melalui 3 (tiga) perantara yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang eceran. Sementara itu, jalur distribusi untuk komoditi beras relatif lebih panjang yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen. 4. Jalur distribusi komoditi peternakan merupakan yang terpendek yaitu hanya melalui 2 (dua) perantara yaitu dari produsen, pedagang besar, pedagang eceran, serta konsumen akhir. 5. Jalur distribusi untuk komoditi perikanan serupa dengan komoditi pertanian yaitu dari produsen, pedagang pengepul, pedagang besar, pedagang eceran dan konsumen akhir. 6. Jalur distribusi untuk komoditi industri serupa dengan jalur distribusi beras yaitu dari produsen, pedagang pengepul, agen, sub agen, pedagang besar, pedagang eceran, baru sampai ke konsumen. 7. Dalam menentukan harga, sebagian besar petani maupun pedagang berpatokan pada harga pesaing. 8. Untuk komoditi yang diproduksi dengan jumlah yang relatif stabil (ikan nila, dan daging ayam ras), harga jual di tingkat produsen cukup stabil sementara fluktuasi harga terjadi di tingkat pedagang. Sementara itu, untuk komoditi yang jumlah produksinya kurang stabil (cabe merah, bawang merah, hasil tangkapan ikan laut), fluktuasi harga sudah terjadi dari tingkat produsen.

17 Saran 1. Mengupayakan penataan pasokan barang untuk mengurangi besarnya peran pedagang besar atau grosir dalam menetapkan harga beli pedagang pengecer dan mengurangi peran pedagang pengecer dalam menetapkan harga jual ke konsumen serta memperkecil peluang terjadinya spekulasi pada berbagai tingkatan pedagang khususnya untuk komoditi non pangan dan komoditi pangan tahan lama. 2. Pengembangan multikomoditas berdasarkan potensi masing-masing wilayah melalui pemetaan potensi lahan pertanian. Melalui kebijakan ini setiap wilayah berspesialisasi dalam menghasilkan komoditas tertentu sehingga dapat mendorong peningkatan produksi di masing-masing sentra produksi yang ditetapkan berdasarkan keputusan bersama antara pemerintah, petani dan pengusaha.

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 No. 17/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI BANTEN, MARGIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 4,97 PERSEN, CABAI MERAH 23,04 PERSEN, BAWANG MERAH 13,18 PERSEN, JAGUNG PIPILAN

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Suplemen 3 RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Bank Indonesia Palembang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi April 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,09% (mtm) di bulan April (Tabel 1). Inflasi IHK

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 No. 33/07/63/Th.IV, 1 Juli 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan Bulan Juni 2011 TURUN 0,38 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015

PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015 PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015 Berdasarkan pemantauan harga dan pasokan pangan pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dengan melibatkan

Lebih terperinci

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan Pola Inflasi Ramadhan 1 Tracking bulan Juni 2014 2 Risiko Inflasi s.d Akhir 2014 3 Respon Kebijakan 4 Pola Inflasi Ramadhan Bila mengamati pola historis inflasi selama periode Ramadhan-Idul Fitri, umumnya

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

Boks 2. Perkembangan Harga Menjelang Hari Besar Keagamaan

Boks 2. Perkembangan Harga Menjelang Hari Besar Keagamaan Boks 2. Perkembangan Harga Menjelang Hari Besar Keagamaan Bahan Makanan Menjelang hari besar keagamaan, beberapa komoditi menunjukkan peningkatan terutama untuk komiditi daging-dagingan serta bumbu-bumbuan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Pada Desember 2011, inflasi 1 tahunan Aceh tercapai di angka 3,43% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi Desember 2010 yang sebesar 5,86% (yoy). Penurunan tekanan inflasi

Lebih terperinci

Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI

Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI Meningkatnya harga yang tercermin melalui angka inflasi secara secara umum disebabkan oleh meningkatnya permintaan, menurunnya penawaran,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan September 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Depari dkk (2008) secara empiris harga komoditas pangan mempunyai peranan penting dalam pengendalian inflasi. Porsi sumbangannya yang cukup signifikan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 No. 05/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 186,53 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN OKTOBER 2011 TURUN 0,53 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN OKTOBER 2011 TURUN 0,53 PERSEN NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN OKTOBER 2011 TURUN 0,53 PERSEN No. 47/11/14/Th.XII, 1 November 2011 Pada bulan Oktober 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 104,32 atau turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek ekonomi, sosial, dan politik (Prabowo, 2014). Harga komoditas bahan pangan sendiri sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JANUARI 2011 NAIK 0,20 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JANUARI 2011 NAIK 0,20 PERSEN NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JANUARI 2011 NAIK 0,20 PERSEN No. 06/02/14/Th.XII, 1 Februari 2011 Pada bulan Januari 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 105,96 atau naik

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 No. 45/07/51/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 185,20 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL 2015 INFLASI 0,39 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL 2015 INFLASI 0,39 PERSEN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 29/05/35/Th.XIII, 4 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR APRIL INFLASI 0,39 PERSEN Pada bulan April Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,39 persen. Semua

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2014 INFLASI 0,24 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2014 INFLASI 0,24 PERSEN BPS KABUPATEN BANYUWANGI No. 07/Juli/3510/Th.I, 04 Agustus PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI INFLASI 0,24 PERSEN Pada bulan Juli mengalami inflasi sebesar 0,24 persen lebih rendah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 No. 06/01/51/Th. XI, 3 Januari 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 174.94 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari kawasan Amerika Selatan dan Tengah. Tanaman cabai yang dicakup disini adalah cabai merah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN. No. 55/09/17/Th.IX, 15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias (bunga). Sayuran merupakan salah satu bahan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH BAB 2 Inflasi Aceh yang dihitung berdasarkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di dua kota yaitu Banda Aceh dan Lhokseumawe pada triwulan III tahun 2012 tercatat sebesar 2,07%

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI

Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI Perekonomian Sulawesi Tenggara terus dihadapkan pada inflasi yang cukup tinggi dan selalu berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2008 SEBESAR 135,16

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2008 SEBESAR 135,16 No. 19/06/34/TH.X, 02 Juni NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL SEBESAR 135,16 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Nilai Tukar Petani (NTP) bulan tercatat 135,16. Angka ini mengalami

Lebih terperinci

ii

ii WP/7/2016 i ii 1 2 3 4 5 6 7 No Jenis Barang dan Jasa Rata2 2002-2015 1 BERAS 4.38 2 DAGING AYAM RAS 1.37 3 MINYAK GORENG 1.16 4 DAGING SAPI 0.82 5 TELUR AYAM RAS 0.72 6 JERUK 0.51 7 CABAI MERAH 0.48 8

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Selama triwulan III-2011, inflasi 1 tahunan Aceh kembali melonjak. Menurut Berita Resmi Statistik (BRS) inflasi yang dirilis oleh BPS Aceh, inflasi tahunan Aceh berturut-turut

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 39/07/16/ Th. XIX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA SELATAN MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KEADAAN MARET 2017 MENCAPAI 13,19 PERSEN Keadaan Maret

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI APRIL 2016 DEFLASI 0,40 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI APRIL 2016 DEFLASI 0,40 PERSEN BPS KABUPATEN GROBOGAN No. 3315.028/05/2016, 18 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI APRIL 2016 DEFLASI 0,40 PERSEN Pada April 2016 terjadi deflasi sebesar 0,40 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KABUPATEN TULUNGAGUNG NOVEMBER 2015 INFLASI 0,05 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KABUPATEN TULUNGAGUNG NOVEMBER 2015 INFLASI 0,05 PERSEN No. 01/12/3504/Th.XV, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KABUPATEN TULUNGAGUNG NOVEMBER 2015 INFLASI 0,05 PERSEN Pada bulan November 2015 Kabupaten Tulungagung mengalami Inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPSPROVINSI JAWATIMUR BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 45/07/35/Th.XV, 17 Juli 2017 Profil Kemiskinan Di Jawa Timur Maret 2017 Penduduk Miskin di Jawa Timur Turun 0,08 Poin Persen Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bulan Maret 2017

Lebih terperinci

INBOX 2 : PERGERAKAN HARGA BEBERAPA BARANG di ACEH

INBOX 2 : PERGERAKAN HARGA BEBERAPA BARANG di ACEH 2 : PERGERAKAN HARGA BEBERAPA BARANG di ACEH Laju Inflasi tahunan 2007 tertinggi di Indonesia terjadi di Kota Banda Aceh yang merupakan ibukota Prov. Nanggroe Aceh Darussalam yang mencapai 11,00% (yoy)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 No. 07/07/62/Th. VII, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016 B P S P R O V I N S I A C E H No. 32/07/TH.XIX, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016 Jumlah Penduduk Miskin Mencapai 848 Ribu Orang RINGKASAN Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36 No. 39/07/34/Th.XVII, 1 Juli 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI MEI 2015 INFLASI 0,55 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI MEI 2015 INFLASI 0,55 PERSEN BPS KABUPATEN BANYUWANGI No. 05/Mei/3510/Th.II, 01Juni 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI MEI 2015 INFLASI 0,55 PERSEN Pada bulan Mei 2015 Banyuwangi mengalami inflasi sebesar 0,55

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016 No. 47/07/51/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 178.18 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN No. 34/08/14/Th.XIV, 01 Agustus 2013 NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN Pada bulan Juli 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 100,43 atau turun 1,84

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU JUNI 2015 SEBESAR 96,24 ATAU NAIK 1,05 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU JUNI 2015 SEBESAR 96,24 ATAU NAIK 1,05 PERSEN No. 34/07/14/Th.XVI, 1 Juli 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU JUNI 2015 SEBESAR 96,24 ATAU NAIK 1,05 PERSEN Pada bulan Juni 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 96,24 atau

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015 No. 05/01/15/Th X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 311,56 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN BERITA RESMI STATISTIK

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 No. 23/04/34/Th.XVII, 1 April 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Inflasi Aceh masih berada pada tren penurunan yang terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Pada periode laporan, laju inflasi Aceh adalah 0,22% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah bagi perusahaan, karena terkait dengan biaya penyimpanan dan biaya kerugian jika

BAB I PENDAHULUAN. masalah bagi perusahaan, karena terkait dengan biaya penyimpanan dan biaya kerugian jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahan baku merupakan hal yang penting dalam proses produksi. Ketersediaan bahan baku yang ada nantinya akan mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Proses produksi tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID Harga Pangan Dorong Inflasi Oktober 2017 Tetap Rendah INFLASI IHK Inflasi IHK sampai dengan Oktober 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2015 INFLASI 0,46 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2015 INFLASI 0,46 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2015 INFLASI 0,46 PERSEN No.30/07/3311/Th.II, 10 Juli 2015 Bulan Juni 2015, Kabupaten Sukoharjo mengalami Inflasi sebesar 0,46 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016 No. 07/07/62/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN No.09/08/3311/Th.III, 15 Agustus 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN Bulan Juli 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,65 persen

Lebih terperinci