Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI"

Transkripsi

1 Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap manusia. Oleh sebab itu, komoditas bahan makanan dan produk makanan harus tersedia setiap saat dengan jumlah yang mencukupi dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, pasokan bahan makanan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas dan kontinyuitas, tetapi juga aspek kualitas serta keseimbangan kandungan gizi dengan kebutuhan tubuh manusia seperti karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Kecenderungan meningkatnya harga komoditas bahan makanan di satu sisi dengan masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat di sisi lain menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana perilaku masyarakat dalam merespon peningkatan harga tersebut. Apabila peningkatan harga tersebut direspon dengan mengurangi jumlah permintaan akan mengakibatkan semakin menurunnya pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Apabila peningkatan harga komoditas bahan makanan tidak direspon dengan penurunan jumlah permintaan, rumah tangga dapat mensubstitusi dengan komoditas bahan makanan yang memiliki kualitas dan harga yang lebih rendah. Akan tetapi, hal ini akan mengakibatkan penurunan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Selain itu, rumah tangga juga dapat mengatur kembali pola pengeluaran dengan mengurangi alokasi belanja untuk komoditas non pangan dengan tetap mempertahankan jumlah permintaan komoditas pangan. Dengan adanya beberapa kemungkinan di atas, perlu dilaksanakan penelitian lebih mendalam mengenai bagaimana pengaruh perubahan harga terhadap jumlah permintaan komoditas bahan makanan di Kota Jambi. Sampai saat ini sebagian besar kebutuhan komoditas bahan makanan di wilayah Provinsi Jambi masih dipasok dari daerah lain bahkan luar negeri untuk komoditas tertentu. Pasokan lokal yang relatif rendah dan ketergantungan terhadap impor yang sangat tinggi berimplikasi pada tingginya fluktuasi harga bahan makanan sehingga mengakibatkan tingginya sumbangan bahan makanan terhadap angka inflasi. Tingkat harga yang berfluktuatif mempengaruhi jumlah permintaan masyarakat atas komoditas tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga. Masyarakat berpenghasilan rendah yang sebagian besar pengeluarannya

2 diperuntukkan untuk komoditas bahan pangan menjadi kelompok yang terkena dampak paling besar dari fluktuasi harga komoditas bahan makanan. Efek kenaikan harga tersebut dapat dilihat dari bagaimana perilaku rumah tangga dalam merespon perubahan harga. Respon tersebut ditunjukkan dari besaran elastisitas permintaan atas perubahan harga dan perubahan pendapatan rumah tangga. Tujuan Penelitian a. Mengidentifikasi, mengetahui dan mendeskripsikan perkembangan pengeluaran rumah tangga secara agregat untuk bahan pangan dan non pangan. b. Menganalisis persepsi rumah tangga terhadap permintaan komoditas bahan makanan dalam kaitannya dengan perubahan harga, keragaman tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga. c. Mengukur dan menganalisis besaran koefisien elastisitas permintaan komoditas bahan makanan terhadap tingkat perubahan harga, pendapatan dan barang substitusi. Pengaruh Perubahan Harga Terhadap Jumlah Permintaan Bahan Makanan Komoditas Beras Beras memiliki kepentingan yang cukup tinggi bagi masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan bila dibandingkan dengan komoditas bahan makanan lainnya. Hingga saat ini komoditas beras belum dapat disubstitusi sepenuhnya dengan komoditas atau produk bahan makanan lainnya. Berbagai program diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras belum membuahkan hasil secara maksimal. Bahan makanan pokok lainnya seperti makanan olahan seringkali difungsikan sebagai makanan pelengkap beras/nasi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Akibatnya, jumlah permintaan komoditas beras cenderung meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Hasil survei menunjukkan bahwa harga beras relatif stabil mengingat adanya intervensi pemerintah dalam mengatur pasokan yang dilakukan melalui BULOG. Tingkat harga beli terendah oleh masyarakat adalah Rp. 2000/kg dan teringgi adalah Rp /kg. Tingkat harga terendah tersebut merupakan

3 harga beli beras bersubsidi berupa raskin yang memiliki kualitas tergolong rendah. Sementara itu, tingkat harga tertinggi merupakan harga beras kemasan yang diperdagangkan di pasar swalayan. Hasil estimasi fungsi permintaan menyatakan bahwa ketiga variabel (harga, pendapatan dan jumlah anggota keluarga) berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah permintaan beras. Koefisien elastisitas permintaan atas perubahan harga bertanda negatif dengan angka relatif sangat kecil yaitu sebesar -0,1814. Apabila diasumsikan variabel pendapatan dan jumlah anggota keluarga tidak berubah, angka ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan harga beras sebesar 1% akan direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan beras sebesar 0,1814%. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan komoditas bahan makanan pokok seperti beras bersifat relatif inelastis terhadap perubahan harganya. Sesuai dengan karakteristiknya, rumah tangga tidak dapat mengurangi jumlah permintaan bahan makanan pada tingkat yang lebih tinggi dalam merespon peningkatan harga. Sebaliknya setiap individu tidak berminat untuk meningkatkan jumlah permintaan dengan mengkonsumsi lebih banyak ketika terjadi penurunan harga. Pada tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga tertentu, setiap rumah tangga telah memiliki rencana belanja komoditas beras untuk memperoleh standar kecukupan karbohidrat sebagai sumber energi. Variabel kelompok pendapatan dan jumlah anggota keluarga keduanya berpengaruh positif terhadap permintaan beras di Kota Jambi, dengan angka yang relatif sangat kecil yaitu masing-masing 0,0165 dan 0,1089. Pada tingkat harga dan jumlah anggota keluarga tertentu setiap peningkatan kelompok pendapatan satu level hanya direspon oleh rumah tangga dengan meningkatkan permintaan beras sebesar 0,0165%. Kenaikan pendapatan rumah tangga ternyata tidak diiringi secara serta merta dengan peningkatan volume permintaan beras. Setiap individu anggota rumah tangga telah memiliki batas kapasitas maksimum dalam mengkonsumsi beras. Kemungkinan reaksi rumah tangga dalam merespon peningkatan pendapatan adalah beralih ke

4 jenis beras yang berkualitas lebih tinggi khususnya untuk kelompok rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas. Semenetara itu, besaran elastisitas permintaan atas jumlah anggota keluarga sebesar 0,1089 berarti bahwa rumah tangga hanya akan meningkatkan permintaan beras sebesar 0,1089% apabila jumlah anggota keluarga yang mengkonsumsi beras bertambah 1 orang. Penambahan satu orang jumlah anggota keluarga ternyata tidak memerlukan tambahan pembelian beras secara signifikan. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bergesernya pola konsumsi pangan masyarakat dari konsumsi bahan makanan yang diolah sendiri di rumah tangga ke konsumsi pangan olahan siap saji atau siap santap. Komoditas Cabe Merah Komoditas cabe merah merupakan komoditas impor yang sebagian besar didatangkan dari luar kota, oleh karena itu harga cabe sangat ditentukan oleh jumlah dan ketepatan waktu masuknya pasokan di Pasar Induk Angso Duo. Perubahan harga komoditas ini sangat dinamis dan fluktuatif dengan tingkat harga terendah dan tertinggi masing-masing Rp4.000 per kg dan Rp per kg. Komoditas ini diperdagangkan dalam keadaan segar sehingga fluktuasi harga tidak berlangsung dari hari ke hari atau minggu ke minggu, namun dapat terjadi dalam satu hari (antara pagi, siang dan sore). Frekuensi pembelian oleh rumah tangga umumnya dilakukan per hari atau per minggu, untuk memperkecil kemungkinan pembusukan. Volume pembelian per bulan relatif kecil yaitu antara 4 ons sampai dengan 60 ons. Hasil estimasi memperlihatkan ketiga variabel (harga, tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga) berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan cabe merah. Pada hasil estimasi tersebut, variabel harga bertanda negatif dengan koefisien regresi relatif rendah yaitu -0,3614. Dengan pendapatan dan jumlah anggota keluarga yang tetap, setiap peningkatan 1% harga cabe merah akan menyebabkan penurunan jumlah permintaannya sebesar 0,36%. Respon rumah tangga terhadap kenaikan harga cabe merah juga bersifat inelastis, namun masih lebih besar bila dibandingkan dengan

5 respon rumah tangga terhadap kenaikan harga beras. Tingkat kepentingan komoditas cabe merah reltif lebih rendah bila dibandingkan dengan komoditas beras. Rumah tangga masih memungkinkan untuk melakukan penyesuaian dengan mengurangi permintaan dan konsumsi ketika harga cabe merah meningkat. Komoditas Bawang Merah Bawang merah termasuk kategori komoditas bumbu-bumbuan atau sebagai pelengkap bahan makanan lainnya. Komoditas ini tidak dikonsumsi tersendiri, melainkan dikonsumsi secara bersamaan dengan bahan makanan lainnya. Bawang merah memiliki daya tahan yang sedikit lebih lama bila dibandingkan dengan cabe merah. Frekuensi pembelian yang dilakukan cukup beragam dari per hari, perminggu, per sepuluh hari hingga per bulan, namun sebagian besar rumah tangga melakukan pembelian per bulan. Tingkat harga bawang merah yang dibayar oleh rumah tangga cukup beragam dari Rp5.000 per kg pada saat harga rendah hingga mencapai Rp per kg di saat harga tinggi. Sejalan dengan itu, jumlah pembelian komoditas ini oleh rumah tangga juga bervariasi dari 5 ons hingga 50 ons per bulan. Hasil estimasi fungsi permintaan komoditas bawang merah memperlihatkan, ketiga variabel penjelas berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan baik secara individual maupun secara bersama-sama. Koefisien pengaruh variabel harga bertanda negatif dengan angka yang relatif kecil namun sedikit lebih besar dari hasil estimasi fungsi permintaan cabe merah yaitu -0,4379. Setiap peningkatan harga sebesar 1% hanya direspon dengan menurunkan permintaan sebesar 0,4%. Koefisien elastisitas permintaan bawang merah yang melebihi elastisitas permintaan cabe merah mengindikasikan bahwa tingkat kepentingan bawang merah lebih rendah dari cabe merah. Dengan kata lain rumah tangga masih memungkinkan menurunkan penggunaan bawang merah dalam intensitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan pengurangan penggunaan cabe merah.

6 Komoditas Bawang Putih Bawang putih juga berperan sebagai salah satu komponen bumbu masakan seperti halnya komoditas bawang merah. Akan tetapi kedua jenis komoditas bawang ini tidak dapat saling bersubstitusi melainkan saling berkomplemen dalam pembuatan suatu makanan. Keberadaan bawang putih dalam berbagai jenis makanan bahkan sama pentingnya dengan bawang merah, hanya saja kuantitas penggunaannya relatif lebih sedikit. Bila dibandingkan dengan bawang merah, bawang putih memiliki karakteristik relatif lebih tahan lama sehingga frekuensi pembelianya oleh rumah tangga sebagian besar dilakukan secara bulanan. Estimasi fungsi permintaan komoditas bawang putih telah dilakukan dengan menempatkan tiga variabel penjelas seperti halnya pada persamaan regresi komoditas lainnya yaitu harga, kelompok pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Hasil estimasi juga menunjukkan signifikansi yang sangat tinggi pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap jumlah permintaan komoditas bawang putih. Besaran koefisien regresi harga yang menjadi fokus analisis ternyata berpengaruh negatif terhadap jumlah permintaan bawang putih. Setiap peningkatan 1% harga bawang putih akan mengakibatkan menurunnya jumlah permintaan komoditas tersebut sebesar 0,73%. Ini berarti respon rumah tangga terhadap peningkatan harga komoditas bawang putih juga relatif inelastis seperti pada tiga persamaan regresi sebelumnya. Akan tetapi besaran koefisiennya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan koefisien yang sama pada hasil estimasi fungsi permintaan bawang merah. Hal ini meningdikasikan bahwa derajat kepentingan bawang putih relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelompok bumbu-bumbuan lainnya. Selain itu, proporsi penggunaan bawang putih relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan penggunaan bawang merah pada sebagian besar pembuatan makanan. Oleh sebab itu, rumah tangga cukup mudah mengurangi permintaan dan konsumsi bawang putih.

7 Komoditas Tomat Sayur Komoditas tomat sayur sebagian besar dipasok dari produk lokal khususnya di wilayah sentra produksi seperti Kabupaten Kerinci, dan Jangkat Kabupaten Merangin. Sebagai komoditas bahan makanan yang mudah membusuk, tingkat harganya sangat berfluktuasi mengikuti produksi dan suplainya sesuai dengan kondisi cuaca dan prasarana dan sarana transportasi. Besaran koefisien regresi variabel harga adalah -0,5603, lebih tinggi dari angka yang sama untuk fungsi permintaan bawang merah, tetapi lebih rendah dari fungsi permintaan bawang putih. Setiap peningkatan harga sebesar 1% akan direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan tomat sayur sebesar 0,56%. Dilihat dari sisi praktisnya, tingkat kepentingan komoditas tomat sayur bagi rumah tangga lebih tinggi dari komoditas bawang putih tetapi lebih rendah dari komoditas bawang merah. Komoditas ini masih memiliki produk pengganti yaitu tomat buah. Rumah tangga kemungkinan akan merespon peningkatan harga dengan mengurangi jumlah permintaan tomat sayur dan menggantikannya sebagian dengan tomat buah. Komoditas Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu komoditas pokok yang penggunaannya sangat penting untuk berbagai jenis makanan pada sebagian besar daerah di Indonesia. Sebagai pangan hasil olahan industri, komoditas ini sangat tahan lama sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lebih panjang. Karakteristik ini memberikan celah bagi pemerintah untuk mengatur stabilitas hargaatau memperkecil gejolak harga yang merugikan konsumen. Kebijakan operasi pasar atau bazar yang dilakukan pada setiap menjelang perayaan Idul fitri misalnya mampu mengendalikan kenaikan harga, walaupun permintaan meningkat signifikan secara singkat di saat itu. Hasilnya, variasi harga minyak goreng yang relatif keci sepanjang tahun. Variasi harga beli oleh rumah tangga lebih disebabkan oleh perbedaan tingkat harga antar merk khususnya minyak kemasan.

8 Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, para ibu rumah tangga membeli minyak goreng dalam 2 bentuk yaitu: (1) minyak goreng curah dengan pembungkus plastik sederhana yang dipasok oleh dua perusahaan lokal di Talang Duku dan (2) minyak goreng kemasan dalam ukuran 1 dan 2 liter. Harga jual minyak goreng curah relatif lebih murah bila dibandingkan dengan minyak goreng kemasan lux. Peningkatan harga komoditas minyak goreng sebesar 1% direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan hanya sebesar 0,14%. Koefisien elastisitasnya yang sangat kecil mendekati nilai nol seperti pada fungsi permintaan beras. Hal ini menunjukkan langkanya barang substitusi minyak goreng sehingga membatasi peluang rumah tangga mengurangi permintaan untuk beralih ke komoditas substitusinya ketika harganya naik. Komoditas minyak goreng memiliki peran yang dominan dalam pembuatan masakan bagi masyarakat Kota Jambi. Naik dan turunnya tingkat harga tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli dan mengkonsumsi karena sudah terstandarnya jumlah volume yang dibutuhkanoleh masyarakat. Komoditas Daging Ayam Daging ayam merupakan komoditas bahan pangan hewani yang pasokannya sebagian besar berasal dari aktivitas peternakan di sekitar wilayah Kota Jambi. Oleh sebab itu, gejolak harga komoditas ini lebih banyak bersumber dari keberlangsungan persediaan lokal disamping impor antar daerah dan jumlah permintaan. Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan diketahui tingkat variasi harganya diantara Rp per kg sampai dengan Rp per kg pada saat harga rendah. Pembelian komoditas daging ayam pada umumnya dilakukan per minggu dan per hari sesuai dengan menu makanan keluarga. Volume pembeliannya berkisar antara 3 ons sampai dengan 25 ons pada saat harga tinggi dan 5 ons sampai dengan 30 ons saat harga rendah. Estimasi fungsi permintaan daging ayam menghasilkan koefisien elastisitas permintaan atas perubahan harganya sebesar -0,38 yang signifikan pada tingkat keyakinan 0,05 atau 5%. Besaran koefisien regresi variabel

9 pelengkap masing-masing adalah 0,07 dan 0,05 untuk kelompok pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Kedua angka tersebut signifikan pada tingkat keyakinan 0,01 atau 1%. Koefisen elastisitas permintaan daging ayam ternyata relatif kecil atau inelastis, meskipun komoditas ini dapat disubstitusi dengan daging sapi atau ikan ketika harganya meningkat. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan besarnya proporsi responden berpenghasilan menengah ke bawah yang umumnya mengkonsumsi daging ayam sebagai sumber protein hewani di samping ikan. Pada kelompok rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi, proporsi konsumsi daging sapi relatif cukup besar dan dapat saling menggantikan dengan daging ayam. Oleh sebab itu, kelompok rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi memiliki peluang yang lebih besar untuk menghindari efek peningkatan harga daging ayam. Komoditas Ikan Gembung Ikan memiliki peran yang besar sebagai sumber protein hewani. Berdasarkan tempat hidupnya, terdapat dua jenis ikan yang biasa dipasok ke pasar yaitu ikan laut dan ikan sungai. Sebagian besar ikan yang diperdagangkan di Kota Jambi berasal dari luar daerah Jambi, baik ikan laut maupun ikan sungai. Oleh sebab itu, pembentukan harga sebagian besar komoditas ikan juga lebih banyak ditentukan oleh faktor distribusi, tataniaga dan struktur pasar perdagangannya. Jenis ikan laut dan ikan sungai yang dipasok ke pasar-pasar tradisional dan modern sangat beragam sehingga tidak mudah memilih sampel jenis ikan secara tepat. Pemilihan jenis ikan dimaksud adalah berdasarkan jenis yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga masingmasing satu untuk ikan laut dan sungai. Untuk ikan laut akan diwakili oleh ikan gembung sementara untuk ikan sungai yang dibudidaya akan diwakili oleh ikan nila. Tingkat harga ikan gembung yang dibayar konsumen cukup bervariasi berkisar Rp sampai dengan Rp per kg. Jumlah pembelian komoditas ikan gembung juga bervariasi antar rumah tangga seperti halnya variasi tingkat harga. Pada saat harga tinggi jumlah pembelian sekitar 3 ons

10 sampai 15 ons, sementara pada saat harga rendah jumlah pembelian antara 5 ons sampai dengan 20 ons per minggu. Oleh sebab itu, secara sekilas dapat dikatakan bahwa jumlah volume yang dibeli oleh rumah tangga cukup bervariasi berdasarkan tingkatan harga. Koefisien regresi pengaruh tingkat harga pada fungsi permintaan ikan gembung berbeda dengan besaran koefisien regresi pada fungsi permintaan komoditas-komoditas sebelumnya. Besaran koefisien elastisitas permintaan atas perubahan harga adalah -1,3560 atau bersifat elastic terhadap harga. Peningkatan harga ikan gembung sebesar 1% akan direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan sebesar 1,36%. Koefisien yang elastis ini mengindikasikan bahwa rumah tangga memiliki peluang yang lebih besar untuk menghindari peningkatan harga dengan beralih ke komoditas substitrusi seperti jenis ikan lainnya maupun komoditas protein hewani lainnya dalam merespon peningkatan harga. Komoditas Ikan Nila Komoditas ikan nila termasuk jenis ikan sungai yang dikonsumsi oleh sebagian besar rumah tangga, karena itu ikan ini dipilih sebagai sampel kelompok ikan tawar. Ikan nila yang diperdagangkan di Kota Jambi terdiri atas pasokan lokal dan impor dari luar daerah. Sebagian besar wilayah Provinsi Jambi dilalui olah sungai-sungai besar dan kecil yang sangat potensial untuk pengembangan ternak ikan khususnya keramba. Pemanfaatan sungai sebagai areal budidaya ikan belum optimal sehingga kekurangan pasokan ikan tawar khususnya ikan nila ditutupi dengan impor dari daerah lain seperti Sumatera Barat dan Lubuk Linggau (Sumatera Selatan). Ikan nila termasuk ikan yang cukup digemari masyarakat Kota Jambi seperti halnya ikan mas dan gurami. Frekuensi pembelian ikan nila dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu. Tingkat harga ikan nila berkisar sekitar Rp per kg sampai dengan Rp per kg saat. Variasi tingkat harga juga dikuti oleh variasi volume pembeliannya. Jumlah pembelian pada saat harga tinggi adalah sekitar 3 ons sampai dengan 15 ons per minggu. Ketika harga mengalami penurunan jumlah pembelian oleh rumah tangga meningkat menjadi 5 ons sampai dengan 20 ons perminggu. Gambaran di atas

11 mengindikasikan bahwa jumlah pembelian ikan nila cenderung berhubungan negatif dengan tingkat harganya seperti halnya ikan gembung. Untuk melihat besarnya pengaruh perubahan harga terhadap jumlah permintaan ikan nila telah dilakukan estimasi fungsi permintaannya dengan menambahkan dua variabel pelengkap seperti pada fungsi permintaan komoditas lainnya. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa keselurahan variabel penjelas berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Nilai koefisien variabel harga dalah sebesar -1,0737 atau bersifat elastis terhadap harga seperti halnya fungsi permintaan ikan gembung. Peningkatan harga komoditas ikan nila sebesar 1% juga direspon oleh rumah tangga dengan mengurangi jumlah permintaan sebesar 1,07%. Sepertihalnya ikan gembung, rumah tangga juga memiliki peluang cukup besar untuk memperkecil dampak kenaikan harga dengan beralih ke jenis ikan atau komoditas hewani lainnya yang tidak mengalami peningkatan harga atau dengan peningkatan harga yang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan ikan gembung respon rumah tangga relatif lebih kecil yang mengindikasikan bahwa komoditas ikan nila relatif lebih disukai dari pada ikan gembung. Peningkatan 1% harga ikan nila hanya berdampak pada pengurangan permintaannya dengan persentase yang hampir sama yaitu 1% atau sering disebut dengan istilah elastic uniter. Kesimpulan 1. Sebagian besar rumah tangga tidak melakukan perubahan jumlah permintaan dalam merespon peningkatan atau penurunan harga komoditas bahan makanan. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi rumah tangga akan mengurangi proporsi pengeluaran non pangan. Oleh sebab itu, peningkatan harga lebih banyak mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan kelompok rumah tangga berpenghasilan rendah. 2. Hasil estimasi fungsi permintaan menunjukkan bahwa besaran koefisien elastisitas harga atas permintaan komoditas bahan makanan relatif inelastic kecuali untuk ikan gembung dan ikan nila. Setiap peningkatan

12 harga hanya direspon dengan penurunan jumlah permintaan dalam persentase yang lebih kecil dari perubahan harganya. 3. Semakin tinggi koefisien elastisitas (semakin besar penurunan volume pembelian suatu barang setiap ada kenaikan harga) menunjukkan semakin rendahnya derajat kepentingan komoditas dimaksud. 4. Beras dan minyak goreng yang relatif tidak memiliki komoditas subtitusi sepadan memiliki tingkat elastisitas terendah. Namun demikian, karakteristik kedua komoditas ini yang relatif lebih tahan lama serta terdapat peran pemerintah dalam menjaga kenaikan harga (untuk beras) menyebabkan fluktuasi harga yang lebih rendah. 5. Sementara itu, komoditas ikan segar (ikan gembung dan ikan nila) memiliki koefisien elastisitas lebih dari satu yang menandakan permintaan kedua komoditas ini relatif elastis terhadap perubahan harga. 6. Kuantitas permintaan bahan makanan selain dipengaruhi oleh perubahan tingkat harga juga ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Saran 1. Sebagai kebutuhan pokok, rumah tangga cenderung tidak melakukan penyesuaian terhadap pengeluaran atas komoditas bahan pangan dalam merespon perubahan harga. Oleh sebab itu fluktuasi tingkat harga komoditas pangan perlu diminimalisir. 2. Pembentukan harga komoditas bahan makanan lebih banyak ditentukan oleh sisi suplai/produksi bila dibandingkan dengan sisi permintaan. Oleh sebab itu, minimalisasi fluktuasi harga komoditas lebih efektif dilakukan melalui kebijakan sektor rill seperti pengaturan pola tanam antar daerah untuk menjamin keberlangsungan persediaan. 3. Sebagai daerah yang pasokan komoditas bahan pangannya lebih banyak dipasok dari daerah lain, peningkatan efisiensi distribusi berperan penting untuk meminimalisasi fluktuasi harga. Oleh sebab itu upaya peningkatan penyediaan dan kualitas infrastruktur transportasi, pembenahan strutur pasar beserta pengurangan pungutan perlu untuk dilakukan.

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Boks.2 PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH Pengendalian inflasi merupakan faktor kunci dalam menstimulasi kegiatan ekonomi riil yang berkembang sekaligus

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI

Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI Meningkatnya harga yang tercermin melalui angka inflasi secara secara umum disebabkan oleh meningkatnya permintaan, menurunnya penawaran,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Pada Desember 2011, inflasi 1 tahunan Aceh tercapai di angka 3,43% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi Desember 2010 yang sebesar 5,86% (yoy). Penurunan tekanan inflasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari kawasan Amerika Selatan dan Tengah. Tanaman cabai yang dicakup disini adalah cabai merah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap pembangunan negara. Pertanian merupakan salah satu bagian dari bidang agribisnis. Saragih dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub-sektor di dalam sektor pertanian yang berperan dalam kegiatan pengembangbiakan dan membudidayakan ternak untuk mendapatkan manfaat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Depari dkk (2008) secara empiris harga komoditas pangan mempunyai peranan penting dalam pengendalian inflasi. Porsi sumbangannya yang cukup signifikan

Lebih terperinci

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan Pola Inflasi Ramadhan 1 Tracking bulan Juni 2014 2 Risiko Inflasi s.d Akhir 2014 3 Respon Kebijakan 4 Pola Inflasi Ramadhan Bila mengamati pola historis inflasi selama periode Ramadhan-Idul Fitri, umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015

PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015 PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015 Berdasarkan pemantauan harga dan pasokan pangan pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dengan melibatkan

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selain sebagai negara maritim juga sekaligus sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Artinya bahwa Indonesia merupakan negara yang paling

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat.

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cenderung terus meningkat tampaknya akan menghadapi kendala yang cukup berat. PROGNOSA KETERSEDIAAN PANGAN (BERAS, GULA PASIR, MINYAK GORENG, BAWANG MERAH, CABE MERAH, TELUR AYAM, DAGING AYAM, DAGING SAPI DAN KACANG TANAH) SAAT HBKN DI KOTA MEDAN Sukma Yulia Sirait 1), Ir. Lily

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar wilayahnya mencakup sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Permintaan daging sapi di D.I Yogyakarta dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pendapatan, jumlah penduduk, harga daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat tanaman pisang, hal ini dikarenakan tanaman cepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat tanaman pisang, hal ini dikarenakan tanaman cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Suplemen 3 RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Bank Indonesia Palembang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991).

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991). 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi sudah semakin baik. Kesadaran ini muncul dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan.

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

PERMINTAAN SAYURAN SEGAR DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI SUPERMARKET ALPHA SEMARANG

PERMINTAAN SAYURAN SEGAR DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI SUPERMARKET ALPHA SEMARANG Permintaan Sayuran Segar dan Faktor yang Mempengaruhi di Supermarket Alpha Semarang (Hans A. Purnama, G. Hartono, Lasmono TS) PERMINTAAN SAYURAN SEGAR DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI SUPERMARKET ALPHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perkembangan masyarakat yang semakin bertambah tidak hanya dari segi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perkembangan masyarakat yang semakin bertambah tidak hanya dari segi PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan masyarakat yang semakin bertambah tidak hanya dari segi populasi tetapi juga dari segi pengetahuan akan kesehatan menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan protein asal

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR Ahmad Ridha Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Samudra Email : achmad.ridha@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang peternakan. Pada tahun 2009, industri pengolahan daging di dalam negeri mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAN PENYIMPANAN BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Hingga pertengahan tahun 2013, inflasi tahunan Aceh berada pada tren yang meningkat. Realisasi inflasi tahunan Aceh pada triwulan laporan sebesar 3,45% (yoy) dengan inflasi triwulanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH

PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH PROPOSAL SKRIPSI Nama : Anindita Ardha Pradibtia Kelas : 4 SE 1 NIM : 09.5878 Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran

Lebih terperinci

Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI

Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI Boks 2 PEMBENTUKAN HARGA, STRUKTUR PASAR DAN JALUR DISTRIBUSI KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KENDARI Perekonomian Sulawesi Tenggara terus dihadapkan pada inflasi yang cukup tinggi dan selalu berada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 No. 33/07/63/Th.IV, 1 Juli 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan Bulan Juni 2011 TURUN 0,38 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang popular dikalangan

PENDAHULUAN. Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang popular dikalangan PENDAHULUAN Latar Belakang Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang popular dikalangan masyarakat yang bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan nila merah Oreochromis niloticus merupakan ikan konsumsi yang digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan pertumbuhan yang relatif cepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan perekonomian Indonesia walaupun kontribusi sangat sedikit tetapi sangat menentukan kesejahteran masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Selama triwulan III-2011, inflasi 1 tahunan Aceh kembali melonjak. Menurut Berita Resmi Statistik (BRS) inflasi yang dirilis oleh BPS Aceh, inflasi tahunan Aceh berturut-turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON

6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON 103 6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON 6.1 Pendahuluan Penyediaan pangan masih merupakan masalah penting di Indonesia. Sumber daya manusia Indonesia perlu dibangun agar tangguh dan kuat, dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis merupakan suatu mega sektor karena mencakup banyak sektor, baik secara vertikal (sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa, keuangan, dan sebagainya), maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat pula dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu. Buah-buahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat pula dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu. Buah-buahan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan termasuk dalam jenis tanaman holtikultura yang hasilnya dapat dikonsumsi langsung dalam kondisi mentah ataupun masak di pohon dan dapat pula dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci