VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL"

Transkripsi

1 VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST) seperti pada Tabel 10. Analisis kelayakan yang dilakukan adalah analisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah. Kelompok I merupakan responden yang memiliki sapi satu sampai tiga satuan ternak, Kelompok II memiliki di atas tiga sampai enam satuan ternak, dan Kelompok III memiliki sapi diatas enam satuan ternak. Tabel 10. Pengelompokan Responden berdasarkan Satuan Ternak (ST) Kriteria Kepemilikan Jumlah Rata-rata Kepemilikan Kelompok Ternak (dalam ST) Responden (dalam ST) Kelompok I ,25 Kelompok II diatas ,50 Kelompok III diatas , Usahaternak Sapi Perah di TPK Cibedug Peternak di TPK Cibedug terbagi dalam 52 Tempat Penampungan Susu (TPS). Jumlah peternak pada setiap TPS bervariasi antara satu sampai 19 orang peternak. Dalam satu TPS, anggotanya merupakan peternak dengan lokasi kandang yang berdekatan atau bahkan masih satu keluarga. Seorang peternak dapat memiliki TPS sendiri apabila dapat menyetor minimal 100 liter susu segar pada pagi hari Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan mata pencaharian yang dapat dilihat pada Tabel 11. Umur Umur responden di TPK Cibedug berkisar antara 23 tahun sampai 62 tahun. Responden pada Kelompok I terdistribusi pada umur tahun dengan persentase terbesar pada kisaran umur tahun, yaitu sebesar 27,27 persen. Kelompok II terdistribusi pada umur tahun dengan persentase terbesar pada kisaran umur tahun, yaitu sebesar 44,44 persen. Sedangkan pada

2 Kelompok III terdistribusi pada umur tahun, tahun dan tahun dengan persentase terbesar pada kisaran umur tahun, yaitu sebesar 50 persen. Tabel 11. Karakteristik Responden di TPK Cibedug Tahun 2009 Kelompok I Kelompok II Kelompok III Karakteristik Responden % % Jumlah Responden (orang) Jumlah Responden (orang) Jumlah Responden (orang) Umur (tahun) , , , , , , , , , , , Pendidikan SD 6 54, , SLTP 2 18, , SLTA 3 27, , D ,11-0 Pengalaman Beternak (tahun) , , , , , , , , , Mata Pencaharian Utama 10 90, , Sampingan 1 9, ,44-0 *Catatan: Utama dengan sampingan Pendidikan Pengelompokan responden menurut pendidikannya didasarkan pada jenjang pendidikan yang telah dilalui responden. Responden di TPK Cibedug sebagian besar berada pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD)/sederajat, yaitu sebesar 60 persen. Persentase responden yang berpendidikan SD paling banyak terdapat di Kelompok III yaitu 70 persen, sedangkan untuk Kelompok I dan Kelompok II masing-masing sebesar 54,55 persen dan 55,56 persen. Hal ini %

3 dikarenakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, sehingga responden tidak memiliki dana untuk membiayai pendidikan kejenjang yang lebih tinggi atau dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitar tempat tinggal responden yang jauh dari lokasi sekolah sehingga masyarakat di sana hanya berpendidikan SD/sederajat. Namun, ada juga responden yang tidak mempunyai minat untuk bersekolah walaupun mampu dalam hal pembiayaan. Pada umumnya responden tidak ingin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dikarenakan kekurangan biaya dan adanya keinginan untuk melakukan hal lain yang dianggap lebih berguna, seperti bertani atau beternak. Peneliti tidak mencantumkan pengalaman responden dalam mendapatkan pendidikan informal. Hal ini dikarenakan seluruh responden merupakan anggota KPSBU, dimana setiap anggota pernah mendapatkan pendidikan informal berupa penyuluhan (Lampiran 3). Selain penyuluhan dari pihak KPSBU, responden juga mendapatkan penyuluhan dari Dinas Peternakan Kecamatan Lembang. Pengalaman Beternak Lama beternak menggambarkan pengalaman para responden pada usahaternak sapi perah yang dapat mempengaruhi perilaku peternak dalam menjalankan usahaternak. Tingkat pengalaman beternak di TPK Cibedug berkisar antara satu sampai 30 tahun. Responden mendapatkan pengalaman beternak dari keluarga atau orang tua sendiri yang memang berprofesi sebagai peternak. Berdasarkan Tabel 11, responden pada Kelompok I mempunyai distribusi pengalaman beternak lebih lama dibandingkan dengan kelompok yang lain yaitu sebanyak 18,18 persen dengan pengalaman beternak tahun. Mata Pencaharian Sebanyak 25 responden atau sebesar 83,33 persen menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama. Berdasarkan Tabel 11, jumlah responden yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama adalah 90,91 persen di Kelompok I, 55,56 persen di Kelompok II dan 100 persen di Kelompok III. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah memiliki jaminan pendapatan yang berkelanjutan dari susu yang dihasilkan, sehingga responden tidak merasa khawatir tidak akan mendapatkan penghasilan dari usahaternak yang dijalankan.

4 Dari 25 responden yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama, sebanyak 26,67 persen dari mereka memiliki usaha sampingan. Pada Kelompok I sebanyak 10 persen, Kelompok II 40 persen, dan Kelompok III 50 persen. Adapun usaha sampingan yang dilakukan seperti bertani hortikultura, guru atau sebagai anggota LSM. Hal tersebut dikarenakan usaha sampingan yang dijalani merupakan usaha awal responden sebelum menjadikan usahaternak sapi perah sebagai usaha utama dan ingin usaha tersebut tetap berjalan. Responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai mata pencaharian sampingan yaitu sebanyak 16,67 persen. Berdasarkan Tabel 11, jumlah responden yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian sampingan adalah 9,09 persen di Kelompok I, 44,44 persen di Kelompok II dan nol persen di Kelompok III. Adapun mata pencaharian utama yang mereka jalani adalah bertani hortikultura atau sebagai karyawan KPSBU. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah yang mereka jalani saat ini adalah warisan dari orang tua atau usahaternak tersebut ditujukan untuk memanfaatkan lahan di sekitar rumah yang masih dapat dimanfaatkan dan sebagai aktivitas diwaktu senggang Gambaran Usahaternak Sapi Perah Bangsa Sapi Bangsa sapi yang paling banyak dipelihara di TPK Cibedug adalah sapi dari bangsa Fries Holland (FH) dengan warna bulu hitam putih dan sebagian kecil berwarna merah putih, seperti pada Lampiran 3. Menurut Sudono (2002), sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi di Indonesia maupun di negara-negara lain, dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lain. Sapi perah bangsa FH memiliki rata-rata produksi per hari 10 liter per ekor. Hal ini terbukti dengan produksi rata-rata di TPK Cibedug sebesar 15,39 liter per ekor per hari, bahkan nilai tersebut lebih besar dari rata-rata produksi yang hanya 10 liter per ekor per hari.

5 Kepemilikan Ternak Sapi Perah Ternak sapi perah yang dimiliki oleh responden terdiri dari enam kategori, yaitu sapi laktasi, sapi kering kandang, sapi dara satu tahun, sapi dara dua tahun, pedet jantan, pedet betina, dan sapi jantan dewasa. Pada penelitian ini semua ternak sapi disetarakan ke dalam Satuan Ternak (ST), dimana satu satuan ternak setara dengan satu ekor sapi dewasa, atau dua ekor sapi dara atau empat ekor pedet. Berdasarkan Lampiran 1, dapat dilihat bahwa jumlah populasi sapi perah di TPK Cibedug sebanyak ekor. Total sapi laktsi di TPK Cibedug sebesar 765 ekor. Komposisi kepemilikan sapi perah masing-masing responden pada setiap kelompok di TPK Cibedug dapat dilihat pada Tabel 12. Rata-rata kepemilikan sapi laktasi pada kelompok I adalah dua ekor, Kelompok II empat ekor, dan Kelompok III delapan ekor. Karena rata-rata satuan ternak dari Kelompok III adalah 9,25 ST, maka untuk memudahan perhitungan diasumsikan kepemilikan sapi laktasi pada Kelompok III adalah sembilan ekor. Semua sapi laktasi milik responden diasumsikan dimulai dari laktasi II dan berproduksi sampai laktasi VII. Setelah laktasi VII sapi perah akan dijual sebagai sapi afkir. Sapi kering kandang dalam penghitungan kelayakan finansial dimasukkan dalam kategori sapi produktif, yaitu sapi yang memproduksi susu, pada tahun tersebut. Hal ini dikarenakan masa kering kandang yang hanya berlangsung selama dua bulan. Oleh karena itu, dalam satu tahun sapi tersebut tetap memproduksi susu. Berdasarkan persentase kepimilikan sapi laktasi masing-masing responden, terdapat empat responden yang memiliki persentase sapi laktasi dibawah 60 persen dimana menurut Sudono (1999) usahaternak sapi perah yang menguntungkan adalah usahaternak sapi perah yang mempunyai sapi laktasi lebih dari 60 persen. Namun berdasarkan persentase jumlah sapi produktif yang dimiliki oleh masing-masing responden seluruh responden memiliki persentase lebih dari 60 persen (Lampiran 4).

6 Tabel 12. Kepemilikan Sapi Perah Responden Karakteristik Sapi Perah Res pon Kering Dara 1 Dara 2 Pedet Pedet Laktasi den Kandang Tahun Tahun Jantan Betina Jantan Dewasa Total Satuan Ternak (ST) Kelompok I , , , , , , Kelompok II , , , , , , Kelompok III , , , , , , , , , ,75 Keterangan : Sudono (1999): - 1 ekor sapi laktasi = 1 ST - 1 ekor sapi kering kandang = 1 ST - 1 ekor sapi jantan dewasa = 1 ST - 1 ekor sapi dara = 0,5 ST - 1 ekor pedet jantan = 0,25 ST - 1 ekor pedet betina = 0,25 ST Total sapi yang dimiliki responden pada saat pengambilan data digunakan sebagai investasi awal ternak pada tahun ke-1 dengan asumsi bahwa semua sapi yang beerada di lokasi penelitian tidak ada yang dikeluarkan kecuali sapi jantan, pedet jantan dan induk afkir. Pedet betina akan berkembang menjadi sapi dara umur satu tahun, kemudian menjadi sapi dara umur dua tahun pada tahun berikutnya dan menjadi induk. Tingkat Net Calf Corp diasumsikan 90 persen dan sex ratio diasumsikan 50 persen untuk pedet betina dan 50 persen untuk pedet

7 jantan. Artinya dari kelahiran pedet selama satu tahun, kemungkinan pedet yang dapat bertahan hidup hingga menjadi sapi bakalan yaitu sebanyak 90 persen. Dari total kelahiran pedet dalam satu tahun sebanyak 50 persen merupakan kelahiran pedet betina dan 50 persen merupakan kelahiran pedet jantan. Calving interval atau jarak melahirkan untuk sapi perah di TPK Cibedug rata-rata 12 bulan. Kelahiran dimulai dengan pedet jantan pada tahun ke dua dan pedet betina pada tahun ketiga, berselang-seling. Jika jumlahnya ganjil maka yang pada urutan awal ditahunnya akan berjumlah lebih banyak. Kandang diasumsikan baru pada awal proyek dan maksimal hanya dibangun sebanyak 10 kandang pada awal proyek. Selanjutnya jika kepemilikan ternak sudah melebihi dari kapasitas kandang, selama belum melebihi kapasitas maksimal kepemilikan ternak, barulah diasumsikan dilakukan penambahan kandang. Pembatasan jumlah populasi ternak hanya sampai sejumlah satuan ternak tertentu yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan hijauan dan batas maksimal kebiasaan pembelian pakan hijauan tiap responden, dengan asumsi satu hektar dapat menghasilkan 80 ton hijauan per tahun. Penjualan yang mengakibatkan terjadi pengurangan jumlah ternak, dilakukan setiap akhir tahun sehingga untuk perhitungan proyeksi digunakan data jumlah total ternak. Setiap pedet yang lahir dan kemudian dijual akan dijual pada umur 3 bulan, yaitu setelah lepas sapih. Proyeksi populasi dapat dilihat dalam Lampiran 5. Harga beli dan harga jual untuk setiap jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 13.

8 Tabel 13. Harga Ternak di TPK Cibedug Tahun 2009 No. Jenis Ternak Harga per Ekor (Rp) 1 Pedet jantan Pedet betina Dara satu tahun Dara dua tahun Laktasi I Laktasi II Laktasi III Laktasi IV Laktasi V Laktasi VI Laktasi VII Afkir Jantan dewasa Produksi Susu Produksi susu yang dihitung meliputi jumlah yang dijual, jumlah yang diberikan kepada pedet dan jumlah susu yang dikonsumsi responden. Berdasarkan hasil penelitian, responden di TPK Cibedug sangat jarang yang mengambil susu untuk dikonsumsi. Adapun yang mengambil susu untuk dikonsumsi umumnya hanya mengambil dalam jumlah kurang dari satu liter. Produksi susu dan harga susu pada setiap responden merupakan rata-rata dari produksi dan harga yang diterima dalam sebulan terakhir dan diasumsikan tetap untuk tahun berikutnya. Dalam satu tahun sapi laktasi dapat diperah selama 10 bulan (305 hari). Produksi susu dari responden di TPK Cibedug dapat dilihat pada Tabel 14.

9 Tabel 14. Produksi Susu Responden per Sapi Laktasi per Hari Responden Produksi per Penjualan per Konsumsi Pedet Harga Susu dari Hari (Lt) Hari (Lt) per Hari (Lt) KPSBU (Rp/Lt) Kelompok I 16,71 15,62 5, , ,00 13, , ,00 19,00 6, , ,00 15, , ,00 13, , ,00 19, , ,00 16,00 6, , ,00 19, , ,50 12,50 3, , ,33 17, , ,00 15, , ,00 13, ,68 Kelompok II 15,62 13,43 4, , ,33 12,33 6, , ,00 15,00 6, , ,00 13,00 6, , ,75 18, , ,00 12,00 3, , ,00 12,00 6, , ,00 12,50 3, , ,00 12,75 3, , ,50 12,50 6, ,00 Kelompok III 13,73 12,45 5, , ,40 14,40 5, , ,00 12,80 6, , ,50 15,00 5, , ,00 13,00 5, , ,00 10,00 6, , ,67 11,67 4, , ,75 12,25 4, , ,11 11, , ,33 13, , ,56 10,89 6, ,00 Rata-rata 15,39 13,90 5, ,48 Keterangan: Asumsi harga susu merupakan rata-rata dari harga susu terendah dan harga susu tertinggi yang pernah diterima oleh responden selama melakukan usaha. Produksi susu dari responden di TPK Cibedug berkisar antara 11,11 sampai 25 liter per hari per sapi laktasi dengan rata-rata sebesar 15,39 liter per hari per sapi laktasi. Sedangkan jumlah susu yang dijual peternak responden ke KPSBU berkisar antara 10 sampai 19 liter per hari per sapi laktasi, dengan ratarata sebesar 13,90 liter per hari per sapi laktasi. Harga beli susu dari KPSBU

10 kepada peternak responden di TPK Cibedug berkisar antara Rp 3.000,00 Rp 3.280,00 per liter, dengan harga rata-rata Rp 3.117,48 per liter. Proyeksi produksi susu dihitung dengan mengasumsikan dari jumlah induk laktasi yang ada. Besarnya produksi susu tiap induk diasumsikan selama 305 hari. Proyeksi produksi susu dapat dilihat pada Lampiran 6. Usahaternak pada Responden 2 memiliki rata-rata produksi susu terbanyak dibandingkan dengan responden yang lain, yaitu sebanyak 25 liter per hari per sapi laktasi. Namun penjualan susu rata-rata ke KPSBU terbanyak adalah 19 liter per hari per sapi laktasi, yaitu pada Responden 2, Responden 5, dan Responden 7. Untuk harga jual rata-rata tertinggi adalah harga jual susu dari Responden 29 yaitu sebesar Rp 3.280,00 per liter. Sedangkan untuk harga jual rata-rata susu terendah adalah Responden 27 yaitu sebesar Rp 3.000,00 per liter.produksi susu dari responden pada Kelompok I memiliki rata-rata produksi dan rata-rata penjualan susu teringgi yaitu sebesar 16,71 liter per hari dan 15,62 liter per hari. Namun, untuk harga jual rata-rata tertinggi adalah Kelompok III sebesar Rp 3.145,30. Pemberian susu pada pedet sebenarnya tidak jauh berbeda antara Kelompok I, Kelompok II dan Kelompok III, namun pemberian susu pada pedet yang tertinggi adalah pada Kelompok III sebesar 5,13 liter per hari. Selisih antara jumlah susu yang diproduksi dengan jumlah susu yang dijual merupakan jumlah susu yang diberikan kepada pedet. Umumnya responden memberikan susu kepada pedet sebesar tiga sampai enam liter per hari per ekor. Pemberian susu pada pedet yang lebih dari tiga liter per hari per ekor tidak efisien. Menurut Sudono (2002), pemberian susu pada anak sapi dilakukan selama 3,5 bulan dengan rata-rata pemberian tiga liter per hari. Banyaknya susu yang diberikan kepada pedet akan berdampak pada pendapatan peternak, yaitu akan berdampak pada banyaknya susu yang dijual ke KPSBU. Sebagian besar responden di TPK Cibedug belum efisien dalam hal pemberian susu kepada pedet. Terlihat dari rata-rata konsumsi susu oleh pedet yaitu sebanyak lima liter per hari. Umur beranak pertama rata-rata sapi perah milik responden di TPK Cibedug adalah 2,3 tahun. Umur beranak pertama yang baik adalah sekitar 2-2,5 tahun. Sehingga produksi susu yang dihasilkan akan terus meningkat sampai umur tujuh atau delapan tahun (Sudono 2002). Jumlah susu yang dihasilkan

11 dipengaruhi juga oleh masa laktasi dan masa kering. Rata-rata sapi di TPK Cibedug memiliki masa laktasi 10 bulan dan masa kering dua bulan. Lamanya masa laktasi dan masa kering ini sudah sesuai dengan standar normal. Menurut Sudono (2002), masa laktasi yang baik adalah 10 bulan dengan masa kering kandang tujuh sampai delapan minggu. Selang beranak sapi di TPK Cibedug rata-rata adalah bulan. Menurut Sudono (2002), selang beranak yang optimal adalah bulan. Angka service per conception (S/C) yaitu rata-rata tiga. Menurut Sudono (1999), S/C yang baik adalah dua. Namun angka S/C tersebut tidak berdampak pada lamanya calving interval, sehingga angka tersebut masih berada dalam batas normal. Lamanya selang beranak biasanya dikarenakan kurang tepatnya waktu melakukan IB sehingga waktu birahi terlewatkan dan akhirnya sapi menjadi terlambat bunting Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah Pakan Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah yaitu pemberian pakan. Pada umumnya peternak menyadari bahwa pakan yang diberikan akan mempengaruhi produksi susu, sehingga peternak berusaha memberikan pakan dengan baik. Sapi perah yang produksi susunya tinggi jika diberikan pakan tidak baik maka akan menurunkan kuantitas maupun kualitas susu yang dihasilkan. Pakan yang diberikan kepada sapi perah terdiri atas pakan hijauan dan pakan penguat. Pakan hijauan yang diberikan oleh responden adalah jenis rumput lapang, rumput alam (campuran) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Rumputrumput tersebut diperoleh dari lahan milik sendiri, atau yang disewa oleh peternak baik sewa dari maupun sewa dari pihak lain. Walaupun responden sudah memiliki lahan rumput, baik lahan sendiri ataupun lahan sewa, kekurangan dalam pemberian pakan hijauan tetap saja terjadi pada musim kemarau. Bahkan beberapa responden ada yang mencari hijauan tersebut sampai ke luar daerah, seperti Subang, karena ketersediaan hijauan di wilayah Lembang sudah sangat menipis. Hal ini mengakibatkan adanya penambahan biaya transportasi untuk mendapatkan rumput.

12 Jumlah rata-rata pakan hijauan yang diberikan peternak adalah 55,80 Kg/ST/hari. Pakan penguat terdiri dari konsentrat ditambah dengan ampas tahu atau ampas singkong (ongok), ada pula yang masih menambahkan dedak, gula aren, atau jerami pada pakan yang diberikan. Pemberian ampas tahu, ataupun singkong bertujuan untuk mengurangi penggunaan konsentrat karena alasan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya pakan. Harga untuk masingmasing pakan yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Daftar Harga Pakan yang Digunakan Responden di TPK Cibedug No Jenis Pakan Harga per satuan Satuan (Rp) 1 Rumput 150 Kilogram 2 Jerami Ikat 3 Konsentrat (mako) Karung 4 ampas tahu atau ampas singkong Karung (ongok) 5 Dedak Kilogram 6 gula aren Kilogram 7 Mineral kilogram Pembelian rumput dilakukan apabila rumput yang dihasilkan dari lahan hijauan belum memenuhi kebutuhan pakan ternak yang dimiliki. Satu ikat jerami memiliki berat kurang lebih 40 kilogram, satu karung konsentrat (mako) memiliki berat 50 kilogram, dan satu karung ampas tahu atau ampas singkong (ongok) memiliki berat kurang lebih 50 kilogram. Mineral digunakan oleh responden sebagai pakan penguat sapi yang sedang bunting. Mineral dicampurkan dengan pakan penguat sebanyak 0,07 Kg/ekor/hari. Namun tidak semua responden menggunakan mineral, Hal ini dikarenakan dengan menggunaan mineral berarti akan menambah biaya pakan untuk ternak. Selain itu, beberapa responden mengungkapkan bahwa di dalam konsentrat sudah terkandung sejumlah mineral. Pemberian pakan dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu hari yaitu pada pagi hari dan sore hari sebelum pemerahan dan dengan siang hari, untuk pemberian tiga kali sehari. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan penguat. Pakan penguat diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada pagi hari pakan penguat diberikan setelah pemerahan, sedangkan pada sore hari pakan penguat diberikan sebelum pemerahan.

13 Hijauan memiliki kadar serat yang tinggi, hal ini mengakibatkan kadar lemak yang tinggi. Menurut Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan (2003), pemberian hijauan yang ideal adalah 35 Kg/ST/hari sedangkan menurut anjuran penyuluh dari KPSBU pemberian hijauan cukup 10 persen dari bobot badan sapi, untuk konsentrat 2-2,5 % bobot badan sapi (35-45 Kg/ST/hari), dan mineral kurang lebih satu sendok makan atau kurang lebih 10 gram. Pemberian pakan hijauan pada sapi laktasi tidak terlalu baik karena berada jauh di atas normal, yaitu 55,80 Kg/ST/hari, sehingga dianggap kurang efisien. Pemberian dedak, ongok, dan pakan tambahan lainnya sebenarnya tidak dianjurkan karena kebutuhan tersebut sudah terkandung di dalam konsentrat. Proyeksi pemberian pakan pada masing-masing kelompok maupun responden dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Lampiran 7, pemberian pakan hijauan atau rumput paling banyak adalah pada Responden 14 (120 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 21 (25 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok II merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan hijauan atau rumput yang paling banyak diantara responden yang lain (61 Kg/ST/hari). Pemberian pakan konsentrat atau mako paling banyak adalah pada Responden 21 (13,33 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 15 (0,83 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok III merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan konsentrat atau mako yang paling banyak diantara responden yang lain (7,81 Kg/ST/hari). Pemberian pakan tambahan berupa dedak paling banyak adalah pada Responden 2 (16,67 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 18 (0,00 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok II merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan tambahan berupa dedak yang paling banyak diantara responden yang lain (7,24 Kg/ST/hari). Sedangkan pemberian pakan tambahan berupa ampas singkong (ongok) paling banyak adalah pada Responden 15 (25 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 13 (0,00 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok II merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan tambahan berupa ongok yang paling banyak diantara responden yang lain (8,29 Kg/ST/hari). Penetapan Responden dengan kriteria penggunaan

14 jenis pakan yang paling sedikit dilakukan dengan cara melihat nilai yang paling rendah. Jika terdapat kesamaan dengan responden lain maka ditentukan berdasarkan total pemberian pakan penguat dengan nilai yang paling kecil. Perkandangan Ternak membutuhkan kandang yang berfungsi sebagai tempat berlindung, yaitu untuk menghindari pengaruh-pengaruh yang dianggap kurang menguntungkan seperti kepanasan dan kehujanan. Selain itu kandang juga berfungsi bagi peternak dalam memudahkan penanganan dan pengawasan kesehatan ternak. Pada umumnya sapi perah betina dipisahkan dengan pejantan. Pedet dipelihara dalam kandang tersendiri baik untuk pedet yang baru lahir maupun pedet yang sudah besar. Pedet yang baru lahir dipelahara dalam kandang yang beralaskan rumput, sekam atau serbuk gergaji untuk menghindarkan dari kedinginan. Luas lahan untuk kandang yang terdapat di TPK Cibedug bervariasi, seperti pada Tabel 16. Umur ekonomis kandang rata-rata 10 tahun, dengan biaya pendirian kandang untuk satu ekor sapi sebesar Rp ,00. Kandang umumnya terbuat dari bahan bangunan sederhana seperti kayu dan bahan semen dengan atap genteng atau asbes. Tata letak kandang responden terpisah dengan rumah karena lahan yang tersedia terbatas. Responden membangun kandang sangat berdekatan dengan rumah, berada di belakang, di depan, atau di samping rumah. Luas kandang per satu ekor sapi dewasa rata-rata 1,5 m x 2 m, dengan tinggi rata-rata 2,5-3,0 meter. Peternak ada yang menempatkan dua ekor sapi dalam satu kandang yaitu dengan ukuran 3 m x 2 m yang dinamakan satu lokal (Lampiran 3). Ukuran kandang yang ada sudah sesuai karena ukuran kandang ideal untuk satu ekor sapi induk adalah panjang cm, lebar cm (Sudono 2003). Sedangkan luas kandang untuk pedet adalah setengah kali ukuran sapi dewasa dengan ketinggian yang sama. Kandang yang digunakan oleh seluruh responden merupakan kandang permanen dengan tipe tunggal atau ganda. Untuk tipe ganda ada yang ditempatkan berhadapan ada pula yang bertolak belakang (Lampiran 3). Rata-rata responden melakukan perbaikan kandang pada tahun ke tujuh, dengan biaya sebessar 20 persen dari biaya pendirian kandang.

15 Dinding kandang sapi perah responden terbuat dari tembok yang dibangun setinggi satu hingga 1,5 meter, jarak dari tembok hingga atap menggunakan kayu dengan tinggi berkisar antara dua hingga tiga meter. Lantai kandang yang digunakan responden bermacam-macam, yaitu lantai semen, lantai kayu, dengan karet, atau kombinasi dari tiga bahan tersebut. Penggunaan karet sebagai alas kandang dilakukan untuk memudahkan peternak dalam membersihkan kandang dan lantai tidak licin. Setiap kandang memiliki tempat makan dan tempat minum sendiri. Air minum untuk ternak umumnya selalu tersedia di kandang sehingga responden tidak perlu memberikan air minum setiap waktu. Tabel 16. Luas Lahan yang Dialokasikan untuk Kandang Ternak Sapi Perah Responden Responden Luas (m 2 ) Keterangan 1 6 Milik orang lain tanpa bayar sewa 2 6 Milik orang tua 3 7,26 Wariasan 4 42 Warisan 5 12 Milik orang tua 6 46,70 Milik orang tua 7 42 Milik 8 46,70 Milik orang tua Milik Milik orang tua Milik 12 46,70 Milik orang tua Milik orang tua Milik orang tua Milik Milik Milik orang tua Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik orang tua Milik Milik Milik Milik Milik yayasan tanpa sewa

16 Lahan yang digunakan untuk kandang merupakan lahan milik dan pinjaman. Disebut lahan pinjaman dikarenakan peternak tidak melakukan pembiayaan atas lahan yang dipinjam. Umumnya hal tersebut terjadi dikarenakan faktor kekeluargaan atau balas jasa di masa lalu. Untuk lahan milik, sebagian besar responden memiliki lahan tersebut dari lahan yang diwariskan oleh orang tua yang sebelumnya juga merupakan peternak sapi perah. Ketersediaan air pada peternakan sapi perah sangat penting karena susu yang dihasilkan 87 persen berupa air. Dibutuhkan 3,5 sampai empat liter air minum untuk mendapatkan satu liter susu. Oleh karena itu, di lingkungan sekitar lokasi peternakan keberadaan air harus diperhitungkan. Air pada peternakan sapi perah digunakan untuk minum, mandi, dan membersihkan kandang. Setiap kandang pada umumnya terdapat sumur atau sumber air dari alam untuk kebutuhan ternak yang diambil dari mata air pegunungan. Kegiatan memandikan sapi dilakukan bersamaan dengan membersihkan kandang (Lampiran 3). Kegiatan ini dilakukan sebelum sapi diperah agar air susu yang diperah terhindar dari kotoran atau bibit-bibit penyakit, yang dapat meningkatkan jumlah bakteri dan berakibat pada kualitas susu dan harga yang diterima oleh peternak dari koperasi. Sapi diperah pada pagi hari mulai pukul WIB dan siang hari sekitar pukul WIB. Kepemilikan Lahan Hijauan Lahan yang digunakan oleh responden untuk aktivitas usahaternak terdiri dari dari lahan pribadi dan lahan sewa dengan komposisi seperti pada Tabel 17. Lahan yang disewa merupakan lahan yang disewakan oleh pihak KPSBU (kerjasama dengan Perhutani) maupun lahan yang disewakan oleh perorangan. Satu hektar lahan dapat menghasilkan 80 ton hijauan per tahun. Biaya sewa lahan per tahun pada KPSBU sebesar Rp 34,29 per meter persegi. Pembayaran sewa dilakukan dengan cara pemotongan penerimaan peternak dari hasil penyetoran susu kepada pihak KPSBU per 15 hari selama enam bulan. Untuk sewa lahan dari pihak lain, pembayaran sewa dilakukan sesuai kesepakatan yang dibuat antara peternak dengan pihak yang menyewakan lahan.

17 Tabel 17. Kepemilikan Lahan Hijauan Responden Responden Luas (m 2 ) Sewa Milik Keterangan Sewa ke lahan milik orang China Total Peralatan dan Perlengkapan Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha yang penggunaannya lebih dari satu tahun, sedangkan perlengkapan merupakan alat bantu usaha yang masa pemakaiannya kurang dari atau sama dengan satu tahun. Ada berbagai macam peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh responden seperti tertera pada Tabel 18 dan Tabel 19.

18 Tabel 18. Daftar Peralatan yang Digunakan Responden No Nama Peralatan/Perlengkapan Umur Ekonomis (tahun) Harga Persatuan (Rp) 1 Cangkul Drum Ember pakan Ember stainless Garpu kayu Gentong plastik Gerobak Golok Karet alas Milk can Sekop Ukuran kecil sedang besar besar kecil besar sedang kecil 10 liter 15 liter 20 liter 12 Selang per meter 13 Sikat kandang Tali tambang ~ 3000 per meter 15 Paralon per meter Peralatan yang banyak digunakan responden adalah cangkul, sekop, garpu kayu, milkcan, selang, dan gentong plastik. Umur ekonomis peralatan berkisar antara satu tahun sampai 10 tahun, sedangkan umur ekonomis perlengkapan berkisar kurang dari satu tahun. Nilai penyusutan dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi dengan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis.

19 Tabel 19. Daftar Perlengkapan yang Digunakan Responden No Nama Perlengkapan Umur Ekonomis Harga Persatuan (bulan) (Rp) Ukuran 1 Ember perah Besar Kecil 2 Pikulan rumput Pikulan susu Sabit Besar Kecil 5 Sapu lidi Saringan Besar 7 Sepatu boot Sikat sapi Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak sapi perah dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Responden di TPK Cibedug sebagian besar menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga, yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Tabel 20 menunjukkan penggunaan tenaga kerja responden dalam usahaternak sapi perah dibedakan berdasarkan jenis kelamin yaitu pria dan wanita. saja. Sebagian besar responden menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga sangat penting dan juga dipengaruhi oleh kepemilikan ternak sapi yang kurang dari 10 ST. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga hanya berkisar satu sampai dua orang pekerja. Rata-rata upah pekerja yang berasal dari luar keluarga di TPK Cibedug kurang lebih sebesar Rp ,00 per bulan. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan seluruhnya adalah pria. Untuk tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga tidak diberi upah. Secara umum kegiatan yang dilakukan dalam usahaternak sapi perah terdiri dari pemberian pakan, pemberian minum, membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan, mengangkut susu, dan mencari hijauan serta mencacah rumput (Lampiran 3). curahan waktu yang berbeda. Masing-masing kegiatan memerlukankan Mencari hijauan merupakan kegiatan yang memiliki proporsi terbesar atas total waktu. Kurang lebih waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan rumput adalah dua hingga lima jam dalam sehari. Hal ini dikarenakan lahan rumput yang dimiliki sebagian besar responden, baik lahan

20 sendiri maupun lahan sewa, letaknya cukup jauh. Apalagi jika tidak mencukupi kebutuhan ternak, maka responden harus mencari pakan hijauan ke daerah lain seperti Subang. Tabel 20. Tenaga Kerja yang Digunakan oleh Responden Tenaga Kerja Respond Pemerah Mencari DK LK en an Pakan Pemeliharaa n Kandang Pemberian Pakan P W P W P P W P P P W P P P P P P P W P W P W W P dan P P dan P W P P P W P P dan P P dan P W P W P W W P P W dan P W P P W dan P W dan P P dan P P dan P W P P P W P P P W W P P W dan P W dan P P dan P P W P P P P P P P P P P P P P P (DK) P (LK) P (DK) P (DK) P P W dan P W W P W W P dan P P P dan W W dan P P P dan P P (LK) P (LK) W P 2 P 2 P P P 2 P P dan W W P P P P P, P dan 2 P (LK) 2 P (LK) 2 P (LK) P P P P P Total % 53,1 31, 15, Keterangan : Dalam Keluarga (DK), Luar Keluarga (LK), Pria (P), dan Wanita (W)

21 Para responden menggunakan alat transportasi seperti sepeda motor atau mobil bak terbuka (pick up) dalam aktivitas mencari pakan hijauan, Lampiran 3. Jika menggunakan sepeda motor membutuhkan bahan bakar sebesar satu liter per hari atau seharga Rp 4.500,00 per liter, namun saat musim kemarau memerlukan bahan bakar dua kali lipat atau sebesar dua liter per hari. Pakan hijauan yang diperoleh cukup untuk pakan dua ST. Jika menggunakan alat transportasi mobil responden mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 3.125,00 per ekor per hari. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahaternak sapi perah. Tenaga yang digunakan harus terampil dan berpengalaman agar penggunaan tenaga kerja efisien. Menurut Sudono (1999), untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usahaternak sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat memelihara enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Berdasarkan hasil penelitian Septianingrum (2008), rata-rata curahan waktu kerja masing-masing tenaga kerja dalam keluarga untuk pengelolaan usahaternak sapi perah pada peternak anggota KPSBU per satuan ternak adalah 0,6922-1,2528 HKP per hari untuk tenaga kerja suami, 0,1959-0,4541 HKP per hari untuk tenaga kerja istri, 0,0000-0,1024 HKP per hari untuk tenaga kerja anak kecil, 0,0377-0,1912 HKP per hari untuk tenaga kerja anak dewasa laki-laki dan 0,0136-0,0208 HKP per hari untuk tenaga kerja anak dewasa perempuan. Hasil penelitian Marliani (2008) menyebutkan bahwa rata-rata curahan waktu kerja di wilayah kerja Timur yang terdiri dari TPK Gunung Putri, Cilumber, Cibogo, Cikawari, dan Cibedug adalah seperti pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Curahan Waktu Kerja di Wilayah Kerja Timur KPSBU Aktivitas Curahan Waktu Kerja (HKP/ST) Persentase (%) Pemberian hijauan 0,10 7,28 Pemberian konsentrat 0,10 7,66 Pemberian air minum 0,06 4,13 Membersihkan kandang 0,16 11,71 Memandikan sapi 0,14 10,81 Pemerahan 0,13 9,99 Mengangkut susu 0,04 3,00 Mencari hijauan 0,50 37,69 Mencacah rumput 0,10 7,73

22 Pada penambahan jumlah populasi milik responden maka kebutuhan tenaga kerjapun akan bertambah, sehingga diperlukan proyeksi tenaga kerja untuk melihat kebutuhan tenaga kerja yang meningkat. Rata-rata, di TPK Cibedug, satu orang tenaga kerja menangani sekitar empat sampai enam satuan ternak (ST). Rataan ini masih kurang efisien jika dibandingkan dengan pernyataan Sudono (1999) bahwa satu orang tenaga kerja dewasa mampu menangani sampai tujuh ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Yapp dan Nevans (1955), diacu dalam Sudono (1999), satu tenaga kerja dewasa mampu menangani ekor sapi dewasa. Dalam perhitungan kelayakan finansial penulis mengasumsikan dengan menggunakan nilai tengah dari kedua pendapat tersebut yaitu satu tenaga kerja dewasa mampu menangani 10 ekor sapi dewasa. Pemerahan Peternak di TPK Cibedug melakukan pemerahan dengan cara manual (Lampiran 3). Pemerahan dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pada pagi dan sore hari. Hal ini dilakukan karena pihak koperasi mengumpulkan susu dari peternak dua kali dalam satu hari. Pada pagi hari peternak akan menyetorkan susu hasil perahan ke Tempat Penampungan Susu (TPS) pukul WIB, dan pada sore hari pukul WIB. Perbedaan waktu pengambilan susu dari peternak tergantung letak penampungan susu dengan lokasi Cooling Unit. Susu yang pertama diangkut adalah susu dari tempat penampungan yang paling jauh dari Cooling Unit. Kemudian susu dibawa ke Cooling Unit yang ada di Nagrak, Pamecelan, Pojok, Cibedug dan di Koperasi. Sebelum dilakukan pemerahan peternak membersihkan kandang terlebih dahulu serta memandikan sapi yang akan diperah. Sebelum diperah ambing dibasuh terlebih dahulu dengan menggunakan lap bersih. Beberapa peternak menggunakan air hangat untuk membersihkan ambing agar kuman-kuman yang menempel pada ambing bisa mati dan tidak merusak kualitas susu yang diperah. Namun beberapa peternak lain menganggap menggunakan air biasa juga sudah cukup. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu di dalam ambing benar-benar habis untuk mencegah penyakit mastitis pada sapi perah. Untuk mencegah munculnya penyakit tersebut, umumnya peternak mengoleskan vaselin pada

23 putting yang akan diperah. Satu kilogram vaselin habis dalam waktu tiga bulan untuk setiap ekor sapi laktasi, dimana harga vaselin Rp ,00 per kilogram. Perkawinan Perkawinan adalah upaya untuk melanjutkan keturunan dan menambah populasi ternak sapi perah, sehingga dapat meningkatkan produksi susu. Sebelum melakukan perkawinan peternak harus mengetahui tanda-tanda birahi agar ternak siap untuk dikawinkan, sehingga perkawinan yang dilakukan bisa berhasil. Menurut Sudono (1999), tanda-tanda birahi yang umum pada sapi perah ialah: (1) pada umumnya sapi perah yang birahi akan menaiki sapi betina yang lain, (2) sapi gelisah dan berjalan kesana-kemari, (3) suatu cairan yang kental, jernih, dan berkaca-kaca keluar dari alat kelaminnya dan (4) kemaluannya berwarna merah, bengkak dan hangat. Pelaksanaan perkawinan pada sapi-sapi milik peternak di TPK Cibedug dilakukan oleh petugas inseminator dari KPSBU, Unit Kesehatan Hewan dan IB (IB Keswan). Perkawinan dilakukan dengan kawin buatan atau Inseminasi Buatan (IB). Jika peternak sudah mengetahui sapi yang dimiliki menunjukkan tanda-tanda birahi, maka peternak segera melaporkan pada TPK sambil menyerahkan kartu berwarna merah secara langsung kepada petugas IB atau menyimpan kartu tersebut si tiap-tiap pos TPS terdekat. Setelah dua sampai tiga bulan dilakukan pemerikasaan kebuntingan, jika sapi tidak menunjukkan tandatanda kebuntingan maka inseminator akan melakukan IB setelah sapi tersebut birshi kembali. Pelaksanaan IB tidak dipungut biaya karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelayanan koperasi kepada anggotanya. Penyakit Penyakit yang sering menyerang sapi-sapi peternak di TPK Cibedug adalah diare, kembung, kaki bengkak, mastitits, dan Brucellosis. Pengobatan pertama yang dilakukan peternak jika mengetahui sapi yang dimiliki terkena penyakit, khususnya diare, kembung, dan kurang nafsu makan, adalah dengan menggunakan obat tradisional seperti memberi pakan dengan rumput-rumput jenis tertentu atau dengan jamu. Namun apabila terserang penyakit yang cukup parah seperti Brucellosis atau mastitis, peternak langsung melaporkan ke mantra yang bertugas. Jika tidak dapat ditangani lagi maka ditangani oleh dokter hewan. Sapi

24 yang tidak dapat disembuhkan lagi, langsung dijual ke tempat pemotongan hewan dengan harga yang relatif murah. Umumnya harga yang diberikan hanya setengah dari harga yang seharusnya. Pelayanan kesehatan hewan tidak pernah dituntut biaya sedikitpun. Koperasi memberikan pelayanan kesehatan hewan kepada anggota secara gratis. Untuk memenuhi pelayanan tersebut, koperasi menyediakan tenaga kesehatan seperti dokter-dokter hewan. Setiap tahun koperasi juga menyediakan dana khusus untuk bagian kesehatan hewan dalam memberikan pelayanan kepada peternak-peternak anggota koperasi. Pemasaran Hasil Susu yang diperah akan disetorkan kepada koperasi, yang selanjutnya oleh koperasi akan dipasarkan kepada Industri Pengolah Susu (IPS), seperti PT. Frisian Flag Indonesia (FFI), Ultra, Indomilk, dan Indolacto. Harga yang dibayar oleh koperasi adalah sesuai dengan kualitas susu yang disetorkan dengan harga berkisar antara Rp 2.900,00-Rp3.400,00 per liter, yaitu dengan standar kadar Total Solid (TS) 11,3 persen, uji Resazurin TPC (jumlah kuman < per mililiter), dan Titik Beku (TB) -0,520 C sampai -0,550 C. Jika ada kenaikan TS maupun penurunan jumlah kuman, akan mendapatkan bonus sesuai dengan kategorinya masing-masing dan jika kurang dari standar maka akan dikenakan denda dan surat peringatan sesuai dengan ketetapan di KPSBU. Harga susu yang diterima peternak dari koperasi dalam satu TPS sama, namun bisa berbeda antara TPS yang satu dengan yang lain meski dalam satu TPK. Hal tersebut tergantung pada kualitas susu yang disetorkan. Setiap terjadi peningkatan TS sebesar 0,1 dikenakan bonus Rp 5,00 per liter, sedangkan apabila terjadi penurunan TS sebesar 0,1 dikenakan denda Rp 5,00 per liter. Setiap melewati batas TB dikenakan denda Rp 100,00 per liter. Dilihat dari jumlah kuman (TPC) koperasi membagi kedalam empat kelompok, yaitu B1 (jumlah kuman < per mililiter), B2 (jumlah kuman per mililiter), M (jumlah kuman per mililiter), dan P (jumlah kuman > per mililiter). Untuk kategori TPC B1 peternak memperoleh bonus Rp 450,00; untuk B2 memperoleh bonus Rp 350,00; untuk M dan P tidak memperoleh bonus (bonus Rp 0,00).

25 Standar yang diterapkan koperasi terhadap kualitas susu yang disetorkan peternak salah satunya bertujuan agar peternak terpacu dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kualitas susu terbaik, sehingga dapat memperoleh harga jual susu yang tinggi dan pendapatan akan bertambah. Selain itu, dikelompokkan dalam TPS juga bertujuan untuk saling mengingatkan, minimal antar peternak dalam satu TPS, untuk memperoleh kualitas susu terbaik. Sehingga akan saling membantu dalam tatalaksana usahaternak yang dijalankan, karena jika satu peternak saja dalam satu TPS menghasilkan kualitas susu yang jelek maka semua peternak dalam satu TPS akan terkena imbasnya, yaitu harga susu menjadi rendah. Alasan lainnya adalah agar susu dari peternak dapat terjual seluruhnya ke IPS, karena syarat penjualan susu ke IPS lebih ketat Analisis Kelayakan Finansial Umur proyek dalam analisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah yaitu selama 10 tahun. Hal tersebut didasarkan pada umur ekonomis variabel yang paling lama yaitu kandang. Tahun (t) dimulai dari tahun ke-1 karena pada tahun tersebut usahaternak sudah dapat menghasilkan. Aliran kas membahas tentang arus penerimaan dan arus pengeluaran usahaternak. Aliran kas untuk suatu proyek harus dipisahkan antara aliran kas yang terjadi karena keputusan pembelanjaan dengan aliran kas yang terjadi karena investasi. Arus penerimaan diperoleh dari penerimaan operasi dan nilai sisa aktiva pada akhir proyek. Arus pengeluaran terdiri dari pengeluaran investasi dan pengeluaran operasional selama proyek berjalan. Pendapatan bersih merupakan selisih dari penerimaan total usahaternak sapi perah dikurangi biaya total usahaternak sapi perah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan adalah populasi ternak, tingkat produksi, dan tingkat keefisienan penggunaan faktor produksi Arus Penerimaan Arus penerimaan (inflow) adalah arus kas yang masuk ke suatu usaha. Usahaternak sapi perah di TPK Cibedug memiliki arus penerimaan yang terdiri dari beberapa komponen yaitu penerimaan dari penjualan susu segar, penjualan pedet jantan, penjualan pedet betina, penjualan induk afkir, penjualan jantan, penjualan kotoran, penjualan karung dan nilai sisa. Pada Skenario II, terdapat

26 komponen penerimaan pinjaman pada arus peneripaan. Untuk proyeksi inflow masing-masing kelompok dan responden dapat dilihat pada Lampiran 4. Penjualan pedet betina dilakukan apabila batas maksimal jumlah sapi yang dapat dipelihara sudah terpenuhi. Batas maksimal tersebut berdasarkan ketersediaan lahan yang dimiliki, baik lahan untuk kandang maupun lahan untuk hijauan. Jumlah penerimaan dipengaruhi oleh jumlah produksi dan harga jual. Sapi perah di TPK Cibedug rata-rata beranak satu kali dalam satu tahun. Susu yang dihasilkan dengan kisaran produksi antara liter/ekor/hari yang dijual ke koperasi dengan harga berkisar antara Rp 3.000,00 - Rp 3.280,00 per liter. Penerimaan hasil produksi susu adalah harga jual dikalikan dengan produksi susu yang dijual. Pembayaran dari koperasi atas penjualan susu diberikan setiap 15 hari sekali atau dua kali dalam satu bulan. Penerimaan dari penjualan pedet yang baru lepas sapih, rata-rata berumur tiga bulan. Penerimaan dari penjualan ternak adalah perkalian antara harga jual dengan jumlah ternak yang dijual. Penerimaan yang berasal dari penjualan kotoran dan penjualan kotoran bervariasi. Harga jual untuk karung konsentrat (mako) adalah Rp 1.000,00 dan untuk karung ongok adalah Rp 300,00. Proyeksi penjualan ternak dari masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran Arus Pengeluaran Arus pengeluaran (outflow) yang terjadi meliputi biaya investasi dan biaya operasional selama proyek tersebut dijalankan. Untuk proyeksi outflow masingmasing kelompok dan responden dapat dilihat pada Lampiran Investasi Titik awal dari usaha ekonomi dan finansial suatu proyek adalah penanaman investasi, yaitu biaya yang ditanamkan sebelum usaha berjalan. Biaya investasi yang ditanamkan tersebut memiliki umur ekonomis yang berbeda-beda sesuai dengan ketahanan barang tersebut selama proses produksi. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang ditanamkan. Jumlah investasi yang ditanam masing-masing usaha akan berbeda sesuai dengan jumlah populasi ternak yang dimiliki. Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku di lapang pada saat penelitian berlangsung. Pengeluaran investasi terdiri dari nilai awal ternak pada awal

27 proyek, pembangunan kandang, pembuatan sumber air, dan pembelian peralatan. Diasumsikan pengeluaran tersebut terjadi setiap kenaikan jumlah Satuan Ternak. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. 2. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat proyek beroperasi. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi langsung dengan jumlah produksi susu, sedangkan biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak terkait langsung dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Biaya yang termasuk biaya variabel adalah biaya pakan, biaya perlengkapan, dan biaya vaselin. Sedangkan biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja, listrik, transportasi, biaya sewa dan pajak, kewajiban kepada koperasi, dan perbaikan kandang. Penghitungan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan PBB yang ditetapkan untuk wilayah TPK Cibedung. Kewajiban yang harus disetorkan kepada koperasi adalah berupa simpanan wajib sebesar Rp 5,00 per liter dan simpanan manasuka sebesar Rp 5.000,00 per bulan. 3. Pembayaran Biaya Cicilan Pinjaman Komponen ini hanya terdapat pada Skenario II, akibat adanya penerimaan pinjaman dari bank. Pinjaman dilakukan pada tahun ke-1 dan pembayaran cicilan mulai dilakukan pada akhir tahun pertama dengan waktu pengembalian selama lima tahun Penilaian Kriteria Kelayakan Finansial Berdasarkan nilai arus penerimaan dan arus pengeluaran maka dilakukan analisis finansial untuk mendapatkan nilai Net Present Value (NPV), Interest Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Pada Skenario I suku bunga yang digunakan sebagai parameter analisis untuk menghitung NPV, IRR, Net B/C, dan PP adalah suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia (BI) sebesar tujuh persen per tahun. Hal ini disebabkan semua responden menggunakan modal sendiri dalam mendirikan usahanya, sehingga opportunity cost dari usaha adalah bunga deposito tersebut. Pada Skenario II suku

28 bunga yang digunakan sebagai parameter analisis untuk menghitung NPV, IRR, Net B/C, dan PP adalah suku bunga pinjaman kredit investasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 14 persen per tahun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial peternak apabila modal yang digunakan berasal dari pinjaman. Tingkat suku bunga yang digunakan pada Skenario I menggunakan tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia (BI) pada bulan Juni tahun 2009, yaitu sebesar tujuh persen. Pemilihan ini berdasarkan bahwa di Lembang terdapat berbagai macam bank swasta serta modal usaha pemilik seluruhnya berasal dari modal pribadi bukan berasal dari pinjaman. Pada Skenario II menggunakan tingkat suku bunga pinjaman kredit investasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada bulan Juni tahun 2009, yaitu sebesar 14 persen. Pemilihan ini dikarenakan BRI adalah bank yang paling banyak memberikan pendanaan untuk sektor agribisnis. Besarnya tingkat suku bunga pada kedua skenario tersebut diasumsikan tetap selama umur proyek. Pinjaman diasumsikan sebesar pengeluaran (outflow) pada tahun ke-1. Pinjaman dilakukan pada tahun ke-1 dan pembayaran cicilan mulai dilakukan pada akhir tahun pertama. Waktu pengembalian selama lima tahun pada tingkat suku bunga 14 persen. Jumlah yang harus dibayar setiap tahun diperoleh dengan menggunakan rumus capital recovery factor atau faktor pengembalian modal yaitu P(i(1+i) t : (1+i) t -1). Rumus tersebut untuk mengetahui berapa besarnya jumlah tetap yang harus dibayar pada akhir setiap tahun untuk mengembalikan suatu pinjaman termasuk nilai pokok dan bunganya yang selalu dikenakan terhadap nilai pinjaman yang masih berlaku (belum dikembalikan) selama tahun tersebut (sebelum angsuran akhir tahun). Pada analisis finansial ini tidak memasukkan pajak penghasilan dari usahaternak sapi perah. Hal ini dikarenakan para responden tidak pernah menyetorkan pajak penghasilan dari usaha mereka. Analisis kelayakan finansial secara rinci ditunjukkan oleh Lampiran 9 sampai Lampiran 21, yang diwakili oleh Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III.

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana CV. Usaha Unggas dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Penilaian layak atau tidak usaha tersebut dari

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. perah oleh Drh. Daud Suroto dengan nama Koperasi Sarono Makmur.Koperasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. perah oleh Drh. Daud Suroto dengan nama Koperasi Sarono Makmur.Koperasi 33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Koperasi Sarono Makmur 1. Sejarah berdirinya Koperasi Sarono Makmur Dengan banyaknya peternak yang ingin bergabung dan membentuk kelompok, maka untuk meningkatkan sinergi

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga 58 Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga No Asumsi Volume Satuan 1 Dara bunting 4 bulan 4 Ekor 2 Bangunan Kandang Sapi 115,4 m2 3 Gudang Pakan 72 m2 4 Lahan 210 m2 5 Lahan kebun rumput

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan ayam ras petelur dari segi keuangan. Analisis finansial digunakan

Lebih terperinci

i - - - ii iii iv v vi vii No. Asumsi A B C Aspek Pasar 1. Untuk prediksi ke depan, permintaan produk dianggap tidak mengalami penurunan dalam jangka waktu 10 tahun yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang V. HASIL DAN PEMBAHASAN Usaha peternakan sapi di CV. Anugrah farm merupakan peternakan yang berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang berbobot 200 kg sampai dengan 300

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pola Pemanfaatan Energi pada Rumah Tangga Komersial, Industri, Transportasi, Pembangkit Tenaga Listrik

Lampiran 1. Pola Pemanfaatan Energi pada Rumah Tangga Komersial, Industri, Transportasi, Pembangkit Tenaga Listrik LAMPIRAN Lampiran 1. Pola Pemanfaatan Energi pada Rumah Tangga Komersial, Industri, Transportasi, Pembangkit Tenaga Listrik Energi Energi fosil Energi terbarukan Baru Jenis Energi Bio massa Batu bara Panas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

peternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII

peternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII Faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri. Dia harus tahu bagaimana dan bila menanam modal untuk usaha peternakannya serta dia harus dapat

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja Koperasi Susu Bandung Utara (KPSBU) yang menerapkan mekanisasi pemerahan.

Lebih terperinci

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administratif Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan satu diantara 11

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Budidaya Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan dapat mengunakan. Analisis finansial. Adapun kriteria kriteria penilaian investasi yang dapat digunakan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Sejarah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat Hal yang melatarbelakangi pembentukan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) adalah adanya permasalahan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1

Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1 LAMPIRAN 25 26 Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji mastitis IPB-1 No Kuartir IPB-1 Breed (jumlah sel somatis/ml) 1 Kanan depan 1+ 400 000 2 kanan belakang - 440 000

Lebih terperinci

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

BAB IV Hasil Dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian BAB IV Hasil Dan Pembahasan 4.1.1. Peternakan Sapi Pedaging di Dusun Getasan Kecamatan Getasan merupakan salah satu kecamatan dari sembilan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Sapi Perah Salah satu bidang usaha agribisnis peternakan yang memiliki potensi cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan dan kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk menentukan apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dijalankan. Analisis kelayakan usaha peternakan sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah TEKNIK PEMERAHAN DAN PENANGANAN SUSU SAPIPERAH G. Suheri Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Perkembangan dalam pemeliharaan sapi perah pada akhir-akhir ini cukup pesat dibandingkan tahun-tahun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juli - September 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah usaha

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kelayakan Usahatani Buah Naga Buah naga merupakan tanaman tahunan yang sudah dapat berbuah 1 tahun sampai dengan 1,5 tahun setelah tanam. Buah naga memiliki usia produktif

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

A. UPTD Balai Pembibitan Ternak Sapi Potong

A. UPTD Balai Pembibitan Ternak Sapi Potong A. UPTD Balai Pembibitan Ternak Sapi Potong Keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Peternakan Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan cerminan performa Dinas Peternakan dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH PENERIMA KREDIT USAHA RAKYAT. (Kasus pada Peternak Sapi Perah Nasabah Bank BJB KCP Ujung Berung)

ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH PENERIMA KREDIT USAHA RAKYAT. (Kasus pada Peternak Sapi Perah Nasabah Bank BJB KCP Ujung Berung) ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH PENERIMA KREDIT USAHA RAKYAT (Kasus pada Peternak Sapi Perah Nasabah Bank BJB KCP Ujung Berung) FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS THE DAIRY FARMING RECEPIENTS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua Kecamatan Cisarua, terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Bogor pada 06 0 42 LS dan 106 0 56 BB serta ketinggian antara 650m 1400m dpl (diatas

Lebih terperinci

KARYA A ILMIAH PELUANG BISNIS Usaha Ternak Sapi Perah

KARYA A ILMIAH PELUANG BISNIS Usaha Ternak Sapi Perah KARYA A ILMIAH PELUANG BISNIS Usaha Ternak Sapi Perah Nama Kelas :Ardi Susanto : 11.S1 TI.03 NIM : 11.11.4824 STMIK AMIKOM YOGYAKARTAA ABSTRAKSI Susu merupakan kebutuhan yang sangat vital, walaupun seseorang

Lebih terperinci