IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua"

Transkripsi

1 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua Kecamatan Cisarua, terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Bogor pada LS dan BB serta ketinggian antara 650m 1400m dpl (diatas permukaan laut) dengan curah hujan rata-rata 3.178mm/tahun dan suhu udara antara 17,85 o -23,91 o C. Suhu udara tersebut sesuai untuk perkembangan ternak sapi perah FH (Frishian Holland). Secara administratif Kecamatan Cisarua terdiri dari 9 Desa dan 1 kelurahan, 32 dusun, 73 RW dan 260 RT. Batas wilayah Kecamatan Cisarua : - Sebelah Utara : Kecamatan Megamendung - Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur - Sebelah Barat : Kecamatan Megamendung - Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk kedalam kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) yang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu yang merupakan wilayah khusus dalam penanganan, dan dalam pengembangannya. Kecamatan Cisarua merupakan wilayah pertanian, perkebunan, pariwisata dan penyangga kawasan hutan lindung. Secara demografis, Kecamatan Cisarua mempunyai penduduk sebanyak jiwa yang tergabung dalam KK. Luas wilayah Kacamatan Cisarua 6.373,62 ha, sehingga kepadatan penduduk rata-rata jiwa/km 2. Mata pencaharian penduduk beragam seperti dapat dilihat dari tabel 7, dimana penduduk yang bermata pencaharian sebagai peternak sebanyak 1,8 %. Di Kecamatan Cisarua mempunyai 4 kelompok peternak sapi perah masing-masing berada di wilayah Baru Tegal, Baru Sireum, Tirta Kencana, dan Bina Warga. Keempat kelompok peternak tersebut tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani. 54

2 Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Kategori Jumlah Orang Persentase (%) Petani ,0 Peternak 615 1,8 Wiraswasta ,4 Buruh ,3 Pensiunan ,5 Sumber : Laporan Kecamatan Cisarua (2009) 4.2 Kegiatan Peternakan Kegiatan peternakan di Kecamatan Cisarua, berdasarkan data yang terdapat pada Kabupaten Bogor dalam angka tahun 2008 adalah seperti terlihat pada tabel 8. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua dari tahun 2004 hingga tahun 2007 mengalami perkembangan, terlihat dari populasi ternak sapi perah dari tahun 2004 hingga 2007 mencapai jumlah ekor. Tabel 8 Jenis Ternak yang Terdapat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Tahun 2004 sampai dengan 2007 Jenis Ternak Kecamatan Cisarua (Ekor) Sapi Perah Kambing Domba Kelinci Kerbau Kuda Ayam Buras Ayam Pedaging Itik Sumber : Kab. Bogor dalam angka tahun 2008 Peternak di Kecamatan Cisarua hingga tahun 2010 dibina oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani. Di dalam pelaksanaan dan pembinaannya KUD Giri Tani membuat 4 kelompok wilayah kerja yaitu Kelompok Tirta Kencana, berada di Kampung Sampay Desa Tugu Selatan, Kelompok Bina Warga berada di Kampung Joglo Desa Cibeureum, Kelompok Baru Tegal berada di Kampung Baru Tegal Desa Cibeureum, dan Kelompok Baru Sireum berada di Kampung Baru Sireum Desa Cibeureum. Perkembangan sapi perah di kelompok tersebut berdasarkan data dari KUD Giri Tani adalah terlihat pada Tabel 9. 55

3 Tabel 9 Jumlah Anggota KUD Giri Tani dan Populasi Sapi Perah Bulan Desember Tahun 2010 di Kecamatan Cisarua Kategori Baru Tegal Baru Sireum Desa Tirta Kencana Bina Warga Jumlah Anggota (Peternak) Sapi Betina (Ekor) Laktasi Laktasi Bunting Laktasi Kering Sapi Dara (Ekor) Dara Dara Bunting Pedet Betina (Ekor) 0-6 Bulan Bulan Jantan (Ekor) 0-6 Bulan Bulan >12 Bulan Sumber : KUD Giri Tani Bulan Desember Keterangan : 0-6 : umur sapi, 7-12 : umur sapi, >12:umur sapi lebih dari 12 bulan. 4.3 Manajemen Usaha Sapi Perah Pakan Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya usaha sapi perah yaitu pemberian pakan. Pemberian pakan sangat mempengaruhi produksi dan kualitas susu. Pemberian pakan yang kurang mencukupi akan mengakibatkan produksi susu dan feces menurun. Peternak umumnya memberikan pakan ternaknya terdiri dari hijauan segar yang mengandung konsentrat tinggi dan pakan penguat (konsentrat) yang mengandung serat kasar rendah. Pada umumnya setiap peternak memberikan pakan yang dan tidak jauh berbeda. Kusminah (2003) yang melakukan pengamatan usaha tani pada peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Cilebut Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa biaya terbesar pada usaha sapi perah adalah biaya pakan yang mencapai rata-rata 56%. Jenis pakan yang diberikan di lokasi penelitian yaitu pakan hijauan, konsentrat dan ampas tahu. Jenis pakan hijauan terdiri dari rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum purputhypoides) dan rumput lapang yang 56

4 diberikan kepada ternak secara subtitusi sesuai dengan ketersediaan rumput. Peternak mendapatkan rumput dari lahan yang berada di sekitar pemukiman dan jika kekurangan biasanya peternak membeli rumput dengan harga Rp 165,- per kg rumput kepada petani di sekitar wilayah. Pemberian rumput per ekor mencapai 22 kg per hari. Konsentrat yang diberikan setiap harinya per ekor sapi sebanyak 5 kg dengan harga Rp 1.800,- per kg. Konsentrat yang diberikan bermerek Prima Feed, konsentrat ini diproduksi oleh salah satu perusahaan penghasil konsentrat di daerah Karawang. Komposisi utama yang terkandung didalam konsentrat adalah dedak. KUD Giri Tani menyediakan konsentrat dengan tiga kualitas sehingga peternak dapat memilih sesuai dengan kemmapuan secara ekonomis. Selain itu, untuk pembayaran, peternak dapat mengambil konsentrat awal bulan dan dibayar di akhir bulan ketika mereka mendapatkan penghasilan susu yang dijual kepada Cimory. Ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak bertujuan untuk mengurangi jumlah pemberian konsentrat dengan alas an faktor ekonomis. Harga ampas tahu per kg Rp 250,- dengan pemberian per ekor setiap harinya sebanyak 5 kg. Ampas tahu umumnya didapatkan dari pabrik tahu yang berada dekat dengan lokasi peternakan. Pemesanan ampas tahu biasanya dilakukan secara berkelompok pada masing-masing kelompok ternak sesuai dengan kebutuhan per bulan. Pemberian pakan konsentrat dan ampas tahu pada sapi dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore, sedangkan untuk rumput diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore. Pemberian pakan konsentrat pada pagi hari dilakukan setelah pemerahan dan pada sore hari diberikan sebelum memerah sapi. Pemberian rumput pada pagi hari dilakukan setelah pemberian konsentrat dan ampas tahu, pada siang hari rumput diberikan antara pukul WIB dan pada sore hari rumput diberikan setelah sapi diperah dengan jumlah lebih banyak dibandingkan pemberian pada pagi dan siang hari. Anak sapi yang baru lahir atau pedet hanya diberikan makan berupa susu dari induknya. Pada setiap penambahan usia pedet, susu yang diberikan pun semakin bertambah. Pakan anak sapi atau pedet dapat dilihat pada tabel

5 Tabel 10 Pemberian Susu/hari/pedet Umur (Bulan) Banyaknya Pemberian (Liter) liter/hari, diberikan dua kali/hari liter/hari, diberikan dua kali/hari liter/hari, diberikan dua kali/hari liter/hari, diberikan dua kali/hari Pedet yang sudah berumur empat bulan akan disapih yaitu siap dilepas dari induknya. Selain pemberian susu, pedet yang berumur empat bulan sedikit demi sedikit dibiasakan untuk mengkonsumsi konsentrat dan rumput. Rumput yang diberikan yaitu rumput muda yang tidak berembun. Pada awal memakan konsentrat dapat diajarkan dengan mengoles-oleskan makanan konsentrat pada mulut pedet atau menambahkan sedikit konsentrat pada ember yang digunakan untuk memberikan susu. Sesudah anak sapi berumur empat bulan anak sapi dapat menghabiskan konsentrat sebanyak 0,5 kg per hari dan pada saat itu juga pemberian susu dihentikan Produktivitas Sapi Perah Produksi susu yang dihasilkan merupakan jumlah susu segar yang dijual. Hasil produksi susu secara rata-rata pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah 9,24 kg/ekor/hari dengan rataan kepemilikan sapi induk laktasi 5 ekor. Sapi jenis Fries Holland pada awal bunting pertama umumnya menghasilkan produksi susu yang masih sedikit mencapai 5 hingga 10 liter/hari. Pada laktasi kedua dan seterusnya hingga umurnya optimal dapat mencapai 10 liter hingga 15 liter per hari, terkadang untuk sapi yang produksi susunya tinggi dapat menghasilkan susu hingga 25 liter per hari. Pengusahaan sapi perah di lokasi penelitian, sapi perah yang digunakan adalah sapi perah yang berumur dua tahun sehingga pada tahun pertama produksi susu sudah optimal sesuai dengan produksi susu rata-rata 9,24 kg. Namun terkadang produksi susu dapat mencapai 11,784 kg/ekor/hari untuk produksi tertinggi dan 5,29 kg/ekor/hari untuk produksi terendah. Produksi susu tergantung dari tata laksana peternakan, bobot sapi, frekuensi birahi, lama masa kering kandang, frekuensi pemerahan, dan pemberian pakan. 58

6 Kegiatan Pemerahan Kegiatan pemerahan susu di Kecamatan Cisarua dilakukan dua kali sehari yaitu pad pagi dan sore hari. Waktu pemerahan untuk untuk pagi hari dimulai dari pada pukul WIB dan sore hari pada pukul WIB. Untuk memerah satu ekor sapi membutuhkan waktu 5-10 menit. Waktu pemerahan pada setiap kegiatan memerah susu harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan karena setiap pukul dan WIB, susu-susu yang dihasilkan akan diangkut langsung oleh pihak KUD Giri Tani untuk dibawa ke Cimory. Proses pemerahan dilakukan secara manual. Sebelum dilakukan pemerahan, terlebih dahulu dilakukan kegiatan membersihkan kandang, memandikan sapi dan ambing sapi dengan menggunakan lap dan air hangat. Tujuannya adalah untuk menjaga kebersihan kandang dan sapi sehingga susu yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Saat proses pemerahan peternak menggunakan mentega untuk menjaga ambing agar tidak mudah lecet karena pemerahan yang terlalu kencang. Seharusnya yang digunakan untuk membantu proses pemerahan adalah Vaseline, namun karena harga Vaseline yang mahal dan ketersediaannya yang jarang maka peternak lebih memilih menggunakan mentega. Dalam satu bulan peternak menghabiskan satu bungkus mentega untuk memerah lima ekor sapi. Mentega yang digunakan adalah mentega Simas dengan harga Rp 5.000,- per bungkus. Pada saat pemerahan, susu yang keluar dari puting ditempatkan pada ember plastik. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu yang didalam ambing keluar. Setelah susu terkumpul dalam ember kemudian susu dituang ke dalam milk can. Pada proses penuangan peternak menggunakan saringan untuk menyaring fecesfeces yang mungkin terdapat dalam ember sehingga ketika dimasukkan ke dalam milk can susu sudah bersih dari feces Pencegahan Penyakit Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara pemandian sapi secara rutin dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari bersamaan dengan membersihkan kandang agar sapi dan kandang tetap bersih serta sapi terhindar dari bakteri dan penyakit. Selain membersihkan kandang, pencegahan penyakit juga dilakukan dengan cara 59

7 pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh Unit Pelayanan Kesehatan dari KUD Giri Tani. Penyakit yang umum menyerang ternak sapi perah di lokasi penelitian adalah diare, pilek, dan manihitis. Adapun obat yang sering diberikan oleh pihak Keswan KUD Giri Tani diantaranya antibiotik, analgetik, antihistamin, obat cacing dan obat kering kandang. Meskipun KUD sudah mempunyai dokter hewan sendiri, tidak jarang para peternak memberikan obat-obatan tradisional kepada sapi yang sedang sakit Perkawinan Perkawinan merupakan faktor yang sangat penting dalam tatalaksana pengusahaan sapi perah. Pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua perkawinan dilakukan secara alami dan dengan bantuan inseminasi buatan (IB). IB dilakukan karena sapi jantan yang dimiliki oleh peternak masih berumur dua tahun. Sapi jantan yang berumur dua tahun hanya mampu mengawini 2-3 ekor betina dalam satu minggu dan jumlah jantan yang ada di peternakan hanya satu ekor. Pada waktu berumur 3-4 tahun pejantan dapat mengawini 3-4 ekor betina dalam satu minggu tetapi perkawinan seperti ini jarng terjadi dalam waktu seminggu berturut-turut. Sebaiknya pejantan kawin dua kali seminggu karena semakin sering pejantan dipakai akan menurunkan fertilitasnya. Bantuan perkawinan dengan Inseminasi Buatan (IB) merupakan solusi terbaik untuk produktifitas kehamilan sapi. IB yang dilakukan pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua dibantu oleh Keswan dari KUD Giri Tani. Setiap tahunnya seekor sapi melakukan IB satu kali dengan biaya Rp ,- per IB Teknik Pembuatan kandang Kandang sangat menunjang tatalaksana peternakan sapi perah. Hal ini menyangkut pengawasan dan kesehatan ternak. Tanpa adanya kandang sangat sulit untuk melakukan control, pemberian pakan, pengawasan, pemerahan, pemandian sapi, pengumpulan fecesm usaha higienisasi dan sebagainya. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari kondisi lingkungan yang dapat merugikan seperti angin kencang, terik matahari, suhu udara malam hari yang dingin, dan pencurian sapi. Kandang sapi perah yang memiliki instalasi biogas harus memperhatikan saluran pembuangna feces ke dalam reaktor. 60

8 Peternakan pada lokasi penelitian dibangun bersebelahan dengan rumah peternak, ini dilakukan agar pemantauan terhadap sapi dapat dengan mudah dilakukan. Sistem perkandangan yang digunakan adalah tai to tail artinya sapi yang dikandangkan saling membelakangi atau ekor dengan ekor sehingga dapat mempermudah dalam proses pemberian pakan dan pemerahan susu. Keunggulan lain dari sistem perkandangan ini adalah mempermudah pengaliran feces dimana aliran feces dibuat ditengah-tengah kandang yang kemudian bermuara pada saluran pemasukan yang akan masuk ke dalam instalasi biogas. Sebagian besar kandang digunakan utnuk sapi perah berbentuk kandang permanen yang beratapkan genteng atau asbes dan berlantaikan semen. Dinding kandang pada lokasi penelitian beragam ada yang tertutup dan ada yang semi terbuka. Biasanya untuk kandang yang semi terbuka berjarak beberapa meter dengan pemukiman. Gambar 6. Kandang Sapi 4.4 Potensi Limbah Limbah peternakan adalah buangan usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Menurut Sudono (2000), satu satuan ternak sapi perah menghasilkan limbah sebanyak 30 kg per hari terdiri dari feces dan urine. Potensi limbah peternakan di Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada tabel 11. Potensi limbah dihitung dari jumlah (satuan ternak) ternak dikali limbah yang dihasilkan per satuan ternak 30 kg/hari. Dari tabel 11 terlihat bahwa potensi limbah terbesar yaitu di daerah Baru Sireum dengan jumlah limbah kg/hari. Rata-rata pemilikan ternak di Kecamatan Cisarua adalah 2-5 ekor ternak sapi 61

9 perah, sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan instalasi biogas untuk Kecamatan Cisarua adalah yang berkapasitas 5 m 3 karena memiliki daya tampung 3-7 ekor. Tabel 11 Jumlah Satuan Ternak dan Potensi Limbah Peternakan di Desa Kecamatan Cisarua Jumlah Ternak Desa ST (Satuan Ternak) Baru Tegal Baru Sireum Tirta Kencana Bina Warga Sapi Betina 135,0 223,0 130,0 41,0 Sapi Dara 19,0 33,0 40,5 12,5 Pedet Betina 8,7 15,7 5,7 3,2 Pedet Jantan 5,7 10,7 5,2 3,2 Jantan >12 bulan 16, Jumlah (ST) 184,9 282,4 181,4 59,9 Potensi Limbah (Kg/hari) Sumber : Data Primer diolah (2011) Ket : Sapi Betina = 1 ST ; Sapi dara dan Jantan = 0,5 ST ; Pedet Betina dan Jantan = 0,25 ST Dari tabel 11 dapat dihitung berapa kebutuhan instalasi biogas jika dihitung berdasarkan instalasi biogas berkapasitas 5 m 3 yang memiliki volume 180 kg feces, maka kebutuhan instalasi biogas dilihat dari potensi limbah yang dihasilkan di setiap desa yaitu untuk desa Baru Tegal dibutuhkan 37 instalasi biogas, desa 47 instalasi biogas, Tirta Kencana 30 instalasi biogas dan Bina Warga 10 instalasi biogas. Total instalasi biogas yang dibutuhkan di Kecamatan Cisarua adalah 124 unit instalasi. Sehingga dapat disimpulkan instalasi biogas yang sudah ada masih kurang dari kebutuhan, sehingga diperlukan partisipasi masyarakat untuk mengadakan instalasi biogas secara mandiri Pengelolaan Limbah Pengusahaan sapi perah selain menghasilkan susu dan pedet juga menghasilkan limbah. Limbah pada peternakan sapi perah diantaranya feces, urine, air limbah dari proses pemandian sapi dan pembersihan kandang. Jika limbah tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan mencemari lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maksudi (1993) dan Haryati (2003) menyatakan bahwa dampak dari adanya limbah sapi perah yang tidak terkelola adalah bau dan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang mencapai 63%. Lokasi peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah kandang sapi berada bersebelahan dengan rumah peternak dan pemukiman penduduk sehingga 62

10 banyak penduduk lain yang mengeluhkan bau dari feces sapi. Haryati (2003) mengatakan bahwa penduduk yang tinggal 0 sampai dengan 50 meter dari lokasi kandang merasa paling terganggu sedangkan lebih dari 50 meter tidak terlalu terganggu. Pengelolaan limbah harus dilakukan dengan baik agar dampak negatif dari limbah seperti bau dan penyakit ISPA terhindar. Salah satu alternatif pengelolaan limbah yang cukup efektif dalam mengurangi bau yaitu dengan menggunakan instalasi biogas, selain itu juga peternak mendapatkan keuntungan lebih yaitu mengubah limbah nya menjadi energi alternatif yang digunakan sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak, dan sisa hasil dari pengolahan menggunakan instalasi biogas juga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos. Pengelolaan limbah pada tempat penelitian dibagi menjadi 3 cara yaitu 1) feces segar dikumpulkan dalam karung lalu dijual langsung ke pengepul 1 minggu sekali dengan harga Rp 5.000,- per karung, 2) feces segar dan air limbah dari pemandian sapi dan pembersihan kandang mengalir langsung ke selokan, 3) feces segar dan air limbah dari pemandian sapi dan pembersihan kandang mengalir ke dalam instalasi biogas. Cara peternak mengelola limbah ternak pada empat lokasi penelitian di Kecamatan Cisarua hampir sama yaitu peternak yang sudah dipasang instalasi biogas mengalirkan limbah ke dalam instalasi, dan peternak yang tidak memiliki instalasi biogas mengalirkan limbah cairnya ke selokan dan limbah padatnnya di masukkan ke dalam karung lalu dijual. Limbah yang diolah melalui instalasi biogas memberikan produk sampingan berupa sludge yang jika diproses lebih lanjut bisa menjadi pupuk organik cair dan padat. Pada peternakan di Kecamatan Cisarua pemanfaatan sludge tidak diolah menjadi pupuk organik cair maupun padat. Sludge berupa kompos yang dihasilkan di masukkan ke dalam karung lalu dijual kepada perusahaan perkebunan dengan harga Rp 150,- per kg. Biasanya peternak yang mengumpulkan sludge ke dalam karung adalah peternak yang tidak mempunyai lahan lagi disekitarnya sedangkan peternak yang kandangnya dekat dengan kebun hijauan makanan ternak langsung dialirkan ke kebun hijauannya. tidak adanya pengolahan sludge menjadi pupuk organik cair dan padat dikarenakan tidak 63

11 adanya waktu dan keahlian peternak untuk melakukan pengolahan pada sludge menjadi pupuk organik cair dan padat. Dilihat dari pengelolaan limbahnya, komposisi responden yang sudah dan belum memiliki instalasi biogas disajikan pada tabel 12. Tabel 12 Komposisi Responden yang Sudah dan Belum Memiliki Instalasi biogas No Kategori Jumlah peternak Persentase (%) (Orang) 1 Belum 19 67,87% 2 Sudah 9 32,14% Sumber : Data Primer Diolah (2011) Pada tabel 12 terlihat sebanyak 19 responden (67.86%) belum memiliki instalasi biogas. Responden peternak yang belum memiliki instalasi biogas, limbahnya dibuat pupuk kompos dengan cara dimasukkan ke dalam karung dan juga dialirkan ke kebun rumput. Hal ini menunjukkan masih banyak peternak yang belum mengolah limbah nya dengan menggunakan instalasi biogas sejalan dengan data kebutuhan instalasi biogas dan jumlah instalasi yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) yang jauh mencukupi yaitu kebutuhan 124 unit instalasi biogas 5 m 3 baru terpasang 37 unit instalasi biogas 5 m 3. Sejak tahun 2007 peternak mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat berupa instalasi biogas skala 5 m 3 dan 7 m 3. Sampai saat ini bantuan instalasi biogas 5 m 3 di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua yaitu kelompok peternak Baru Tegal, Bina Warga dan Baru Sireum dengan jumlah peternak setiap kelompoknya 11, 12 dan 6 peternak yang memiliki instalasi biogas skala 5 m 3, sedangkan di Desa Tugu Selatan jumlah anggota yang tergabung dalam kelompok Tirta Kencana yang memiliki instalasi biogas berjumlah 8 peternak. Dan bantuan instalasi biogas 7 m 3 di Desa Baru Sireum sebanyak 2 peternak. 64

12 Gambar 7. Cara Pengelolaan Limbah Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Teknologi Instalasi biogas Pengusahaan sapi perah selain bermanfaat untuk menghasilkan susu dan pedet juga dapat membantu pengembangan energi alternatif dari limbah yang dihasilkan. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua sejak tahun 2007 mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat berupa instalasi biogas bertipe fixed dome berbahan dasar fiber glass sehingga para peternak dapat memanfaatkan 65

13 feces yang dihasilkan menjadi energi alternatif yang ramah lingkungan. Penyaluran instalasi biogas yang diberikan Pemerintah Pusat kepada para peternak di jembatani oleh KUD Giri Tani. KUD Giri Tani menentukan peternak mana yang berhak mendapatkan bantuan instalasi biogas yaitu : 1. Memiliki sapi empat sampai tujuh ekor. 2. Memiliki lahan sekitar 18 m 2 dimana lahan tersebut tidak akan dijual dan bersedia untuk dipasang instalasi biogas. 3. Memanfaatkan instalasi biogas bantuan dari KLH sebaik-baiknya. 4. Bersedia memelihara dan merawat bantuan tersebut. 5. Bersedia berkonsultasi dengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor melalui Desa apabila terdapat permasalahan dalam pemeliharaan dan pemanfaatan. 6. Apabila tidak dimanfaatkan dengan baik, bersedia memindahkan instalasi biogas ke tempat lain. 7. Menandatangani surat pernyataan pemanfaatan dan pemeliharaan instalasi biogas. Pembuatan instalasi biogas dipercayakan pihak KLH kepada pihak ketiga yaitu PT. Swen Inovasi Transfer dalam hal pembuatan, pemasangan, dan penyuluhan mengenai instalasi biogas kepada peternak, selain mendapatkan hibah berupa pembangunan instalasi biogas, para peternak juga mendapatkan kompor gas sebanyak satu unit dengan rata-rata satu tungku pembakaran, selang gas untuk mengalirkan gas yang dihasilkan dari reaktor ke kompor biogas yang terletak di dapur rumah peternak, stop keran untuk mengatur aliran dan jumlah gas yang dihasilkan, serta dibangun pula lubang pemasukan serta lubang penampung limbah biogas sludge. Pengelolaan limbah dengan menggunakan teknologi instalasi biogas memberikan pengaruh terhadap lingkungan dan juga peternak. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, sehingga peternak dapat mengganti bahan bakar yang dulunya elpiji dengan biogas sehingga sangat menghemat pengeluaran rumah tangga peternak terhadap gas. 66

14 Gambar 8. Instalasi biogas dan Kompor Gas Nilai biogas dapat dihitung dari mengkonversi biogas dengan gas elpiji yang digunakan peternak untuk memasak. Menurut Wahyuni (2008) setiap 1 m 3 reaktor biogas mampu menghasilkan 0,46 kg gas elpiji dalam seharinya. Menurut PT. Swen Inovasi Transfer (2009) setiap 5 m 3 reaktor biogas mampu menampung feces dari tiga sampai tujuh ekor sapi perah dewasa. Biogas yang dihasilkan akan optimum apabila sapi yang diternakkkan berjumlah tujuh ekor sapi perah dewasa, namun jumlah rata-rata kepemilikan sapi perah di Kecamatan Cisarua berjumlah dua sampai lima ekor sapi perah dewasa. Berdasarkan hal tersebut penggunaan reaktor skala 5 m 3 yang dimiliki oleh peternak belum optimum. Berdasarkan perhitungan, volume reaktor untuk lima ekor yaitu 3,56 m 3 sehingga reaktor dalam seharinya mampu menghasilkan setara gas elpiji sebanyak 3,56 m 3 x 0,46 kg = 1,640 kg. Dengan jumlah tersebut dalam satu tahun jumlah biogas yang dapat dihasilkan setara dengan 590,64 kg gas elpiji. Gas elpiji 3 kg biasanya digunakan untuk memasak oleh satu keluarga (3-5 orang) selama 10 hari atau tiga tabung selama satu bulan atau membutuhkan 108 kg gas elpiji per tahun per keluarga, sehingga biogas yang dihasilkan dari 1 reaktor dapat digunakan untuk 5 keluarga. Apabila dilakukan pengkonversian dengan harga jual elpiji 3 kg sebesar Rp ,- atau Rp 5.000,- per kg maka penerimaan biogas yang dihasilkan oleh peternak dalam setahun mencapai Rp ,-. Selain itu proses biogas mengeluarkan sludge yang dapat dijual dengan harga Rp 150 per kg. Sludge yang dihasilkan adalah 70% dari feces yang masuk jadi dapat dihitung penerimaan dari penjualan sludge adalah 70% dikali 150 kg feces yang masuk lalu dikali dengan harga maka didapat hasil Rp ,- per bulan. 67

15 Mulyani (2008) dan Riesti (2010) yang sama-sama meneliti tentang kelayakan finansial pengusahaan biogas skala 5 m 3 dengan umur proyek 30 dan 15 tahun, hasilnya ditampilkan pada tabel 13. Hal itu menunjukkan indikator kelayakan NPV, IRR, Net B/C, menunjukkan nilai positif dengan discount factor 17% dan 6,5% sehingga dapat disimpulkan bahwa peternak tidak dirugikan dengan investasi biogas. Tabel 13 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Biogas Biogas 5 m 3 Indikator Kelayakan Mulyani (2008) Riesti (2010) Df 17% Df 6,5% NPV Rp Rp IRR 34% 95% Net B/C 2,14 9, Teknik Operasional Biogas Proses pembuatan biogas dalam digester akan melalui tahapan berikut : 1. Penyiapan feces sapi yang masih baru antara dua hingga tiga hari yang dicampurkan dengan air. Perbandingan feces dengan air adalah 2:1. 2. Mengalirkan feces sapi ke dalam reaktor. Setelah air dan feces bercampur kemudian di isi ke dalam reaktor biogas melalui saluran pemasukan. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada di puncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara dalam reactor terdesak keluar sehingga proses pemasukan feces sapi lebih mudah. Pengisian pertama dilakukan sampai batas optimal lubang pengeluaran. 3. Membuang gas yang pertama dihasilkan Hingga hari kedelapan, kran yang ada diatas kubah dibuka dan gasnya dibuang. Pembuangan ini disebabkan gas awal yang terbentuk didominasi CO 2. Pada hari ke 10 hingga hari ke 14 pembentukan gas CH 4 54% dan CO 2 27% maka biogas akan menyala. Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas di dapur. 4. Pemanfaatan biogas yang sudah jadi Gas yang sudah mulai terbentuk dapat digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Nyala api kompor yang dihasilkan dari instalasi biogas adalah 68

16 berwarna biru dan berapi besar. Digester dapat terus menghasilkan biogas jika digester terus diisi feces secara kontinu setiap hari. Tinggi rendahnya jumlah biogas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : 1. Bahan organik Jenis bahan organik yang digunakan sebagai bahan baku turut mempengaruhi jumlah biogas yang akan dihasilkan. Bahan organik yang biasa digunakan adalah limbah pertanian, peternakan dan sampah organik. Limbah peternakan khususnya sapi perah merupakan salah satu komponen yang dapat menghasilkan biogas dengan nilai kalori biogas paling tinggi diantara yang lain yaitu 6513 kilo joule, selain itu juga sapi perah mampu menghasilkan feces rata-rata 30 kg per hari. 2. Imbangan C/N Komposisi utama dari biogas salah satunya adalah karbon dan nitrogen. Kedua komponen tersebut harus dalam perbandingan yang sesuai agar dapat menghasilkan biogas secara optimal. Imbangan atau perbandingan yang sesuai untuk menghasilkan biogas adalah 25-30%, jika perbandingannya kurang atau lebih dari komposisi tersebut maka biogas yang dihasilkan akan berada pada titik dibawah kondisi optimal rata-rata, yakni menghasilkan 0,46 kg dalam setiap 1 m Derajat Keasaman Derajat keasaman merupakan salah satu faktor penting yang juga mempengaruhi jumlah biogas yang dihasilkan. Kondisi ini dipengaruhi dari input yang digunakan. Tingkat keasaman yang sesuai adalah pada ph netral, yakni kondisi antara 6,5-7,5. Dengan ph netral, komposisi biogas yang terbentuk akan berada pada kondisi optimal. Komposisi biogas dari berbagai proses biologi dengan kondisi ph netral dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Komposisi Biogas dari Proses Biologi Uraian Jumlah CH 4 77,13 % CO 2 20,88 % H 2 S 1544,46 mg/m 3 NH 3 40,12 mg/m 3 Sumber : Widodo (2000) 69

17 4. Temperatur Temperatur juga merupakan faktor penting dalam menghasilkan biogas yang optimal. Perubahan temperatur dalam reaktor juga dipengaruhi oleh temperatur yang ada di lokasi reaktor biogas. Biogas akan terbentuk dengan optimal jika temperatur dalam reaktor stabil selama proses biologis berlangsung. 5. Zat Toxic Bahan baku yang dimasukkan ke dalam reaktor biogas harus bebas dari zat toxic yang tercampur disaat proses pembersihan kandang berlangsung. Zat toxic ini diantaranya berupa pestisida, deterjen, dan kaporit. Adanya zat toxic ini akan mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan. 6. Loading Rate Peternak harus mengisi reaktor biogas dengan feces dalam jumlah konstan setiap harinya dengan memperhitungkan waktu tinggal feces di dalam reaktor dan volume reaktor. Rumus Loading rate dapat dilihat pada kotak dibawah ini Loading Rate = Volume Reaktor Waktu Tinggal Volume reaktor dapat dihitung berdasarkan skala biogas. Menurut PT. Swen Inovasi Transfer (2009), skala biogas 5 m 3 mampu menampung feces dari tiga sampai dengan tujuh ekor sapi perah dewasa. Setiap satu ekor sapi perah dewasa dalam satu hari mampu menghasilkan feces rata-rata 30 kg, sehingga dapat diperhitungkan bahwa reaktor biogas skala 5 m 3 memiliki volume 210 kg feces. Waktu tinggal rata-rata feces didalam biogas adalah selama 40 hari hingga dapat menghasilkan sludge. Berdasarkan nilai tersebut, loading rate dari biogas adalah 210 kg dibagi dengan 40 hari yaitu sama dengan 5,25 kg per hari. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan biogas secara kontinu feces minimal yang harus dimasukkan adalah 5,25 kg per hari, jika kurang dari jumlah tersebut maka jumlah biogas yang dihasilkan akan tidak kontinu. 7. Pengadukan Pengadukan atau menghomogenkan bahan baku yang masuk dengan air mempengaruhi hasil biogas. Bahan baku yang diaduk akan menghasilkan 70

18 komposisi biogas yang optimal. Pada peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua pengadukan dilakukan secara tidak langsung yaitu ketika membersihkan kandang air dan feces bercampur mengalir ke lubang reaktor biogas. 8. Starter Proses biologis atau fermentasi yang terjadi didalam reaktor biogas dapat dipercepat dengan menambahkan starter berupa mikroorganisme. Namun, pada peternak di Kecamatan Cisarua hal ini tidak dilakukan. Peternak hanya menggunakan mikroorganisme dalam feces sebagai starter. 9. Waktu Retensi Feces atau bahan baku yang digunakan akan berada didalam reaktor selama waktu tertentu, atau disebut dengan waktu retensi. Waktu tinggal yang diperlukan dalam digester adalah hari tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan. Bahan baku organik berupa feces sapi perah waktu retensi yang dibutuhkan hanya berkisar 5-14 hari. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut, peternak dapat lebih cepat menghasilkan biogas. 71

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Aspek Non Finansial Analisis mengenai aspek non finansial, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha peternakan sapi perah yang memanfaatkan kotoran ternak sebagai

Lebih terperinci

Oleh : Rita Nurmalina dan Selly Riesti Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Oleh : Rita Nurmalina dan Selly Riesti Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB ANALISIS BIAYA MANFAAT PENGUSAHAAN SAPI PERAH DAN PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK MENGHASILKAN BIOGAS PADA KONDISI RISIKO (Studi Kasus: Kecamatan Cisarua dan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Rita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di Desa Haurngombong. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU Tandang Sari (2017), jumlah

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Tofik Hidayat*, Mustaqim*, Laely Dewi P** *PS Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal ** Dinas Lingkungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi pada sektor peternakan. Peternakan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah peternakan sapi baik itu sapi perah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Tahapan dalam simulasi Penelitian ini merupakan kegiatan monitoring pengembanganan digester biogas digunakan. Metode kegiatan yang telah dilakukan yaitu : a. Demontrasi yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU Wiwaha Anas Sumadja, Zubaidah, Heru Handoko Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Abstrak Kotoran ternak sapi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Desa Haurngombong memiliki

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Desa Haurngombong memiliki 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Daerah Penelitian Desa Haurngombong merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah merupakan sebuah usaha dimana input utama yang digunakan adalah sapi perah untuk menghasilkan susu sebagai output utamanya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.) TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.) PENDAHULUAN Makin mahal dan langkanya BBM, menyebabkan makin tingginya kebutuhan hidup peternak.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM USAHA

V GAMBARAN UMUM USAHA V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1. Gambaran Umum KUD Giri Tani 5.1.1. Sejarah dan Perkembangan KUD Giri Tani KUD Giri Tani didirikan pada tanggal 26 maret 1973 oleh Alm. H. Dulbari, yang menjabat sebagai Kepala

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN Oleh : NUR ARIFIYA AR F14050764 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan hijauan unggul yang digunakan sebagai pakan ternak. Produksi rumput gajah (Pannisetum purpureum

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF Bulkaini *, Chairussyuhur Arman, Muhzi, dan Mastur Fakultas Peternakan Universitas Mataram. * Korespondensi: bulkaini@yahoo.com Diterima

Lebih terperinci

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI M. Christiyanto dan I. Mangisah ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan produktivitas ruminansia, penurunan pencemaran

Lebih terperinci

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG.

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. Wignyanto 1) ; Susinggih Wijana 2) ; Saiful Rijal 3) ABSTRAK Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2015 dan bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2015 dan bertempat di 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2015 dan bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST)

Lebih terperinci

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK Oleh : Drs. Budihardjo AH, M.Pd. Dosen Teknik Mesin FT Unesa LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Kalisari Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Setiap peternakan memiliki karakteristik tersendiri baik dari segi sejarah pendirian dan tujuan dari pendirian peternakan serta topografi dan letak koordinat. Perincian

Lebih terperinci

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Oleh: Dede Sulaeman, ST, M.Si Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi biasa disebut dengan pemanfaatan biogas. Berdasarkan definisinya, biogas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Penelitian ini dilaksanakan di 4 (empat) lokasi yakni (i) kelompok peternakan sapi di Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, (ii) kelompok Peternakan Sapi di

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pola Pemanfaatan Energi pada Rumah Tangga Komersial, Industri, Transportasi, Pembangkit Tenaga Listrik

Lampiran 1. Pola Pemanfaatan Energi pada Rumah Tangga Komersial, Industri, Transportasi, Pembangkit Tenaga Listrik LAMPIRAN Lampiran 1. Pola Pemanfaatan Energi pada Rumah Tangga Komersial, Industri, Transportasi, Pembangkit Tenaga Listrik Energi Energi fosil Energi terbarukan Baru Jenis Energi Bio massa Batu bara Panas

Lebih terperinci

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas Wawan Trisnadi Putra 1, *, Fadelan 2, Munaji 3 1 Konversi Energi Teknik Mesin, Jl. Budi Utomo 10 Ponorogo 2 Rekayasa Material Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi cukup besar. Eksploitasi sumber energi yang paling banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Ternak Sapi dan Kerbau Sebanyak empat puluh responden yang diwawancarai berasal dari empat kecamatan di Kabupaten Sumbawa yaitu : Kecamatan Moyo Hilir, Lenangguar, Labuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong 5.1.1 Letak Geografis Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga 58 Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga No Asumsi Volume Satuan 1 Dara bunting 4 bulan 4 Ekor 2 Bangunan Kandang Sapi 115,4 m2 3 Gudang Pakan 72 m2 4 Lahan 210 m2 5 Lahan kebun rumput

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

Ditulis oleh Didik Yusuf Selasa, 02 November :36 - Update Terakhir Jumat, 19 November :10

Ditulis oleh Didik Yusuf Selasa, 02 November :36 - Update Terakhir Jumat, 19 November :10 Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk kandang sudah lazim dilakukan oleh petani sejak dahulu. Limbah organik dari ternak kambing yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah urine. Urine mempunyai

Lebih terperinci

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017 REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) Dr. Budhijanto Pusat Inovasi Agro Teknologi Universitas Gadjah Mada OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas Berbagai tipe reaktor - Reaktor yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA Kelompok Tani Usaha Maju II Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Kelompok Masyarakat S A R I Kelompok Tani Usaha Maju II adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Prakarsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Sapi Perah Salah satu bidang usaha agribisnis peternakan yang memiliki potensi cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan dan kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 19 No. Kuesioner : Enumerator : Tanggal : Waktu : PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE, PENELITIAN

BAB III METODE, PENELITIAN BAB III METODE, PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan Komponen pada biodigester sangat bervariasi, tergantung pada jenis biogester yang digunakan, tetapi secara umum bio digaster terdiri dari komponen utama sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Administratif Daerah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Administratif Daerah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Administratif Daerah Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kerbau merupakan ternak yang dipelihara di pedesaan untuk pengolahan lahan pertanian dan dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging, susu, kulit dan pupuk. Di Sumatera

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA I. Informasi Umum Judul program Lokasi Jangka waktu Program Pemanfaatan Biogas Rumah Tangga sebagai Sumber Energi Baru dan Terbarukan yang ramah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR MODUL: PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR I. DESKRIPSI SINGKAT S aat ini isu lingkungan sudah menjadi isu nasional bahkan internasional, dan hal-hal terkait lingkungan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi CV. Anugrah Farm

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi CV. Anugrah Farm IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi CV. Anugrah Farm CV. Anugrah Farm terletak di Simpang Curug RT.02/04 Kampung Baru, Desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Perkandangan Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam

Lebih terperinci