4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA
|
|
- Dewi Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 40 4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA 4.1 Pendahuluan Untuk lebih memperbaiki ketercernaan substrat dalam proses hidrolisis maka pemilihan pra-perlakuan yang efektif penting dilakukan. Kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro dapat menjadi alternatif untuk memodifikasi kondisi bahan sehingga proses hidrolisis lebih baik. Pengaruh utama pra-perlakuan kombinasi ini adalah degradasi lignin dan hemiselulosa serta peningkatan porositas serat. Hal ini mengingat dalam pra-perlakuan biologis, JPP digunakan untuk mendegradasi polimer lignin melalui degradasi enzim lignolitik (Sun dan Cheng 2002; Zhang et al 2007; Messner dan Srebotnik 1994; Kirk dan Chang 1981). Untuk memperoleh selektifitas delignifikasi dan rendemen gula pereduksi dari hidrolisis enzimatis yang tinggi, maka pemilihan jenis jamur yang cocok dengan substrat penting untuk dilakukan. JPP, TV merupakan jamur yang telah terbukti mampu tumbuh baik dalam substrat bambu betung untuk biopulping dibandingkan dengan jamur lain yaitu Pleurotus ostreatus and Phanerochaete chrysosporium. Jamur ini memberikan selektifitas delignifikasi yang lebih baik pada pulpnya (Fatriasari et al. 2011; Falah et al. 2011). menarik lain yang relatif ramah lingkungan adalah praperlakuan gelombang mikro pada bahan berlignoselulosa dalam medium cair (Kheswani et al. 2007). Metode ini telah diaplikasikan pada berbagai bahan berlignoselulosa seperti switch grass, bagas, jerami padi, bahan berkayu, TKKS, batang dan pelepah sawit dan lain-lain (Azuma et al. 1984; Hu dan Wen 2008; Keshwani 2009; Anita et al. 2012; Risanto et al. 2012; Lai dan Idris 2013) karena waktu proses yang singkat dan rendemen serta kualitasnya yang tinggi (Hermiati et al. 2011). gelombang mikro memberikan panas internal langsung terhadap biomasa yang dihasilkan dari vibrasi molekul polar yang bergetar sejajar dengan medan magnet (Kheswani et al. 2007). Lebih lanjut, pra-perlakuan ini dapat meningkatkan produksi ion sehingga memungkinkan pelarutan bahan non polar dan hidrolisis biomasa tanpa katalis (Tsubaki dan Azuma 2011). Studi paralel pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro pada bambu betung juga telah dilakukan untuk menentukan kondisi praperlakuan tunggal terbaik yang akan digunakan sebagai substrat untuk praperlakuan kombinasi biologis dan gelombang mikro. biologis dengan waktu inkubasi 30 hari terpilih untuk dikombinasikan dengan pretreament gelombang mikro karena kehilangan lignin yang tinggi dengan kehilangan selulosa yang rendah. gelombang mikro dengan iradiasi selama 5, 10 dan 12.5 pada daya 330 W menit serta 5 menit pada daya 770 W memiliki kehilangan berat yang relatif rendah dengan mempertimbangkan alfa selulosa yang relatif tinggi dan hemiselulosa yang
2 41 rendah dibandingkan dengan kondisi pra-perlakuan gelombang mikro lain. Sejauh ini belum ada studi yang melaporkan perubahan struktur lignin dan karbohidrat yang terjadi setelah kombinasi pra-perlakuan biologisgelombang mikro. Dalam penelitian ini, pengaruh inokulum dalam praperlakuan biologis dikombinasikan dengan waktu iradiasi dan daya pada pra-perlakuan gelombang mikro diinvestigasi secara detail untuk melihat perubahan karakteristik setelah pra-perlakuan Persiapan Bahan 4.2 Bahan dan Metode Prosedur penyiapan serbuk bambu (40-60 mesh) mengikuti metode yang disebutkan pada bab 2.2 dan 3.2. Serbuk itu kemudian disimpan dalam plastik tertutup sebelum digunakan sebagai substrat pra-perlakuan pada kondisi ruang Metode Pretratment kombinasi ini dilakukan dengan melakukan pra-perlakuan biologis terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Adapun detail tahapan metode ini disampaikan berikut ini Biologis Tahapan prosedur penyiapan bahan, pembuatan inokulum yang digunakan mengikuti metode pra-perlakuan biologis dengan jamur TV dengan waktu inkubasi 30 hari (bab 2.2). Sampel hasil pra-perlakuan tersebut kemudian dicuci dan disimpan dalam lemari pendingin Gelombang Mikro Bambu hasil pra-perlakuan biologis selanjutnya digunakan sebagai substrat untuk pra-perlakuan gelombang mikro dengan terlebih dahulu ditentukan kadar airnya. Tahapan prosedur yang digunakan juga mengikuti tahapan pada pra-perlakuan gelombang mikro (bab 3.2). Substrat (0.1 g berat kering oven) diiradiasi dengan daya 330 W selama 5,10 dan 12.5 menit dan daya 770 W selama 5 menit. Pulp (fraksi padat) hasil penyaringan dari pra-perlakuan ini selanjutnya sebagian disimpan dalam lemari pendingin, sedangkan sebagian lain digunakan sebagai sampel untuk analisis komponen kimia dan pengujian XRD, SEM-EDS dan FTIR Perubahan Morfologi dan Karakteristik Selulosa dan Lignin Pulp hasil pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro diukur perubahan komponen kimia. Penghitungan kehilangan berat mengikuti metode Pandey dan Pitman (2003), sedangkan selektifitas delignifikasi dihitung berdasarkan nisbah kehilangan lignin terhadap kehilangan selulosa (Yu et al. 2010). Penentuan indeks kristalinitas, struktur kristal selulosa alomorf dan ukuran kristal selulosa dilakukan dengan analisis XRD. Pola
3 42 biodegradasi dan gugus fungsional dievaluasi dengan analisis FTIR. Kondisi pengujian dan metode untuk evaluasi komponen kimia dan karakteristik ini sama dengan prosedur pada bab 2.2 dan 3.2. Perubahan morfologi bambu setelah pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro dilakukan dengan SEM, sedangkan perubahan elemen penyusun pulp tersebut menggunakan EDS dengan prosedur pengujian mengikuti metode pada bab Analisis Data Percobaan penentuan komponen kimia dilakukan dengan tiga kali ulangan dan data disajikan dalam rata-rata. 4.3 Hasil dan Pembahasan Perubahan Komponen Kimia pada Bambu Setelah Biologis-Gelombang Mikro Alfa selulosa, hemiselulosa, lignin, dan ekstraktif merupakan komponen kimia penyusun bambu. Berdasarkan data pada Gambar 4.1 mengindikasikan bahwa bambu memiliki kandungan alfa selulosa yang tinggi, polimer ini merupakan sumber utama gula dengan rantai karbon 6 (C-6) yang dapat dikonversi menjadi etanol. Polimer selulosa ini terdiri dari bagian amorf dan kristalin, dimana daerah kristalin harus dimodifikasi melalui proses pra-perlakuan. Lebih lanjut, dalam komplek struktur dari lignoselulosa, polimer lignin dapat menghambat proses biodegradasi bahan lignoselulosa dalam hidrolisis enzimatis sehingga menghasilkan rendemen gula yang rendah. Dalam penelitian ini, kombinasi pra-perlakuan biologisgelombang mikro digunakan untuk mengurangi kadar lignin dengan penyerangan polimer lignin, pelarutan hemiselulosa dan peningkatan porositas substrat. Oleh karena itu, hemiselulosa sebagai sumber gula lima (C-5) yang tidak dapat difermentasi oleh ragi, Saccaromyces cerevisiae dihilangkan. Kombinasi pra-perlakuan jamur dan gelombang mikro menyebabkan terjadinya kehilangan berat pada sampel (Gambar 4.1), dengan kehilangan berat pada inokulum 10% lebih rendah daripada inokulum 5%. Kehilangan berat tertinggi terjadi pada inokulum 5% dengan iradiasi 10 menit pada daya 330 W, dan yang terendah pada inokulum 10% pada daya 770 W selama 5 menit. Kehilangan berat total berkisar antara %. Kehilangan alfa selulosa yang menunjukkan fenomena yang berkebalikan dengan kehilangan berat. Selektifitas delignifikasi tertinggi pada pra-perlakuan dengan inokulum 5% yang kemudian diiradiasi selama 5 menit. Selektifitas delignifikasi (lebih dari dua) yang tinggi mengindikasikan efektifitas pemecahan polimer lignin dibandingkan dengan aktivitas degradasi selulosa pada substrat (Gambar 4.1).
4 43 100% Komposisi komponen kimia 80% 60% 40% 20% 0% Kontrol 5% KI, 5 min 5% KI, 10 min 5% IL, 12.5 min 5% IL, 5 min 10% IL, 5 min 10% IL, 10% IL, 10 min 12.5 min 5% IL, 5 min SD Gambar 4.1 Perubahan 1 komponen kimia bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro. Komponen: KI, konsentrasi inokulum; KB, kehilangan berat; LK, lignin klason; HC, hemiselulosa; AC, alfaselulosa; E, ekstraktif etanol-benzene; SD, selektivitas delignifikasi Kehilangan lignin cenderung meningkat dengan semakin lamanya iradiasi gelombang mikro pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5%. Energi panas dari gelombang mikro melingkupi substrat dengan efektif terkait dengan fenomena ini. Kadar alfa selulosa dari sampel setelah praperlakuan cenderung meningkat yang dihasilkan dari pemecahan hambatan struktural biomasa dengan terganggunya ikatan hidrogen intra dan inter molekul yang berikatan dengan lignin. Dalam aktifitas delignifikasi lignin, karbohidrat juga ikut terdegradasi seperti alfa selulosa dan hemiselulosa. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sebagian ikatan hidrogen dalam LCC (kompleks lignin karbohidrat) (Li et al. 2010). biologis menyebabkan pembukaan struktur kompleks dari lignoselulosa melalui depolimerisasi lignin sehingga terjadi peningkatan asesibilitas terhadap bagian karbohidrat. Meskipun pra-perlakuan dengan waktu iradiasi 12.5 menit menyebabkan degradasi lignin yang lebih tinggi, namun kehilangan selulosanya juga cukup tinggi. Iradiasi gelombang mikro dapat merubah ultrasuktur selulosa; mendegradasi lignin dan hemiselulosa dalam bahan berlignoselulosa yang menyebabkan peningkatan suseptibilitas bahan berlignoselulosa (Binod et al. 2012). Pemanasan gelombang mikro mentransfer dan menginduksi panas secara langsung dalam subtrat bambu, yang menyebabkan depolimerisasi struktur bangunan gula menjadi oligosakarida (Ebringerova 2006). Untuk menghilangkan lebih banyak lignin dan hemiselulosa maka diperlukan penggunaan suhu diatas suhu Tg (transisi gelas) dari lignin ( C). Nilai selektifitas delignifikasi tertinggi (lebih dari 2) ditemukan setelah bambu diberikan pra-perlakuan dengan inokulum 5% dan kemudian WL AIL HC AC E
5 44 diiradiasi selama 5 menit. Selektifitas delignifikasi yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa pemecahan polimer lignin lebih efektif daripada aktivitas degradasi selulosa pada substrat Perubahan Struktur Selulosa dan Lignin Bambu Setelah Praperlakuan Spektroskopi FTIR digunakan untuk menginvestigasi perubahan struktur kimia pada bambu setelah iradiasi seperti di tunjukkan oleh Gambar 4.2. Absorbansi yang luas dan lebar tampak pada bilangan gelombang sekitar 3340 cm -1 yang mengindikasikan serapan regangan gugus hidrogen (O-H). Daerah pada cm -1 identik dengan daerah regangan O-H dari selulosa I. Pita pada bilangan gelombang cm -1 berhubungan dengan regangan C-H (Pandey dan Pitman 2003). biologisgelombang mikro mempengaruhi luas dan tinggi puncak pada bilangan gelombang 3340 cm -1 (uluran O-H) (Gambar 4.2A dan B). Hal ini mengindikasikan pelemahan ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Goshadrou et al. 2011). A Absorbansi unit Gambar 4.2A. Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro Spektrum FTIR dengan frekuensi sekitar 1600 dan 1510 cm -1 (vibrasi cincin aromatik), 1470 dan 1460 cm -1 (deformasi C-H dan vibrasi cincin aromatik) merupakan indikasi dari struktur lignin (Fengel dan Wegener 1998). Lignin pada bambu terdiri dari unit guaiacyl (G) (1257 cm -1 ) dan syringyl (1327 cm -1 ) (S) propana yang mengandung satu dan dua gugus metoksil dapat diobservasi secara jelas pada semua pra-perlakuan. Penurunan absorbansi pada bilangan gelombang 1327 cm -1 dan 1257 cm -1 seiring dengan peningkatan waktu iradiasi menunjukkan penurunan kadar lignin. Hal ini sebagai indikasi efek delignifikasi yang terkait dengan praperlakuan yang dilakukan. Absorbansi syringyl lebih rendah daripada guiacy menunjukkan bahwa syringyl lebih mudah terlarut dibandingan guiacyl pada pra-perlakuan biologis-gelombang mikro.
6 45 B Absorbansi unit Gambar 4.2B Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro Puncak pita tajam sekitar 895 cm -1 (ikatan β-glikosida) antar unit gula dalam selulosa (Nelson dan Connor 1964) tampak jelas dalam spektra FTIR. Hal ini mengindikasikan hilangnya lignin yang membentuk matrik dengan selulosa. Penambahan waktu iradiasi menyebabkan penurunan intensitas pita dari gugus fungsional (C=O) dalam hemiselulosa (3), C-H dalam selulosa dan hemiselulosa (9), dan C-O-C dalam hemiselulosa (12). Frekuensi pita IR dan spektrum FTIR komponen bambu dalam bilangan gelombang, cm -1 diilustrasikan pada Tabel 4.1. Enam belas gugus fungsional dapat diobservasi pada delapan kondisi pra-perlakuan. Setiap gugus fungsional yang teridentifikasi dapat ditemukan pada semua perlakuan, meskipun terdapat sedikit pergeseran bilangan gelombang pada puncak-puncak tersebut. Pada perlakuan inokulum 5 dan 10% dengan iradiasi selama 5 menit (770 W) menyebabkan kehilangan gugus fungsional C-Ph (1605 cm -1 ) yang merupakan gugus aromatik lignin (5). Selain itu praperlakuan menyebabkan penurunan intensitas absorbansi puncak.
7 32 Tabel 4.1 Gugus fungsional dari spektra pita IR bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro N o 330 W (5 min) Biologis Inokulum 5% inkubasi 30 hari inokulum 10% inkubasi 30 hari Gelombang mikro 330 W 770 W 330 W 330 W 330 W 330 W (10 (5 (5 (12.5 min) (10 min) (12.5 min) min) min) min) Bilangan gelombang (cm-1) 770 W (5 min) Gugus Fungsional Absorbsi regangan ikatan hidrogen (O-H) Absorbsi regangan C-H nyata C=O tidak terkonjugasi dalam xylan O-H terabsorbsi dan C-O terkonjugasi Gugus aromatik skeletal Deformasi C-H C-H 2 scissoring motion Deformasi C-H 1 Vibrasi C-H Vibrasi C 1 -O dalam turunan syringyl Cincin Guaiacyl 1 Regangan C-O Vibrasi C-O-C Gugus aromatik skeletal dan regangan C-O Regangan C-O Vibrasi C-H 1 1 Pandey dan Pitman (2003), 2 Nelson dan O Connor (1964), 3 Cheng et al. (2013) Regangan C-O-C pada ikatan β glikosida atau deformasi C-H dalam selulosa 2 46
8 Pengaruh Biologis-Gelombang Mikro Terhadap Morfologi Bambu Mikrograf SEM dari sampel setelah pra-perlakuan digunakan untuk mengobservasi perubahan karakteristik morfologi pada berbagai waktu iradiasi. Photomigraf bambu setelah pra-perlakuan disajikan pada Gambar 4.3A dan B. Gambar SEM pada inokulum 5 dan 10% menunjukkan bahwa sampel setelah pra-perlakuan mengalami kerusakan pada sebagian struktur serat. Pemecahan polimer lignin dalam dinding sel sebagai efek praperlakuan berkontribusi terhadap disorganisasi morfologi serat dengan semakin banyaknya serat yang terpapar. Semakin lama waktu iradiasi, derajat kerusakan serat yang terjadi cenderung semakin intensif. Perubahan morfologi dinding sel karena kehilangan lignin menghasilkan pembesaran ukuran pori di permukaan, memberikan penetrasi enzim yang lebih baik pada selulosa. Degradasi sebagian lignin dan hemiselulosa merusak beberapa ikatan eter dalam lignin dan kompleks lignin-karbohidrat, yang mendorong terjadi pemisahan ikatan antar serat (Li et al. 2010). Ketercernaan selulosa dapat berpotensi ditingkatkan akibat pemutusan lignin (Nazarpour et al. 2013). Observasi struktur bambu setelah praperlakuan menyebabkan struktur lebih terbuka dan membentuk struktur yang lebih rapuh yang dapat meningkatkan laju reaksi hidrolisis. Gambar 4.3A. Mikrograf SEM bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro pada pembesaran x
9 48 Gambar 4.3B Mikrograf SEM bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro pada pembesaran x Berdasarkan Tabel 4.2 mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kadar karbon yang sangat besar ketika dilakukan iradiasi gelombang mikro selama 5 menit pada daya 770 W. Penyebab pasti fenomena ini belum diketahui secara pasti. Sebaliknya kadar oksigen sangat tinggi pada kondisi praperlakuan ini. Tabel 4.2 Perubahan berat elemen penyusun pada bambu setelah praperlakuan biologis-gelombang mikro N o Elemen (b/b %) 330W (5 min) Biologis 5% inokulum (30 hari) 10% inokulum (30 hari ) 330W (10 min) Gelombang mikro 330W (12.5 min) 770W (5 min) 330W (5 min) 330W (10 min) 330W (12.5 min) 770W ( 5 min) 1 C O F Si Cu Pb N Total
10 49 Elemen minor seperti silikon hanya sedikit teridentifikasi ketika praperlakuan gelombang mikro 5 menit (770 W), 12.5 menit (330 W). Nitrogen hanya ditemukan ketika iradiasi gelombang mikro menggunakan daya 770 W. Nilai presentasi total dari elemen ini mewakili spot yang diamati Struktur Kristal Selulosa Alomorf Struktur kristal selulosa alomorf pada sampel setelah pra-perlakuan yang diobservasi dengan analisis XRD ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Semua pra-perlakuan mempunyai struktur monoklinik kecuali pada inokulum 5% dengan iradiasi 10 menit (330 W) dan 5 menit (770 W) dengan inokulum 10%. Fase kristal I α diharapkan akan memperbaiki ketercernaan selulosa terkait dengan kemampuan yang lebih mudah didegradasi dibandingkan dengan fase kristal I β (Wada dan Okano 2001). Selain itu struktur triklinik ini bersifat tidak stabil dan lebih reaktif dibandingkan dengan struktur monklinik (O Sullivan 1997; Sassi et al. 2000). Tabel 4.3 Struktur kristal selulosa alomorf bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Inokulum (%) Inkubasi (hari) Gelombang mikro Daya (W) Iradiasi (min) Struktur kristal alomorf d (101) nm d (10-1) nm z Kristal alomorf Kontrol I β I β I α I β I β I β I β I β I α Pola Biodegradasi Bambu Setelah Biologis- Gelombang Mikro Biodegradasi bambu setelah pra-perlakuan dievaluasi dengan analisis FT IR. Analisis spektroskopi FTIR yang detail berdasarkan metode analisis Pandey dan Pitman (2003) dilakukan untuk mengitung intensitas vibrasi gugus aromatik terhadap pita-pita ciri karbohidrat pada bambu setelah praperlakuan. Perubahan relatif intensitas gugus aromatik skeletal puncak lignin pada bilangan gelombang 1512 cm -1 terhadap empat ikatan karbohidrat tidak terkonjugasi yaitu 1736 cm -1 (C=0 di xylan), 1373 cm -1 (deformasi C-H dalam selulosa dan hemiselulosa), 1165 cm -1 (vibrasi C-O- C dalam selulosa dan hemiselulosa), 895 cm -1 (deformasi C-H atau regangan C-O-C pada karakteristik ikatan β glikosida dalam selulosa) yang dihitung berdasarkan tinggi puncak dan luas daerah puncak diringkas pada
11 50 Tabel 3.6. Empat puncak ciri karbohidrat dan gugus aromatik lignin disajikan pada Gambar 4.4 A dan B. A Gambar 4.4A Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro B Gambar 4.4B Spektra FTIR bambu dengan pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro Pada inokulum 5%, penambahan lama iradiasi cenderung meningkatkan nisbah lignin/karbohidrat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lamanya waktu iradiasi gelombang mikro dapat menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Degradasi karbohidrat setelah perlakuan berkontribusi menyebabkan fenomena ini. Pada inokulum 10%,
12 51 selektifitas delignifikasi cenderung tidak selektif setelah iradiasi gelombang mikro selama 10 menit. Tabel 4.4 Nisbah intensitas lignin berasosiasi dengan pita karbohidrat bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Inokulum (%) Inkubasi (hari) Gelombang mikro Daya (%) Iradiasi (min) Intensitas relatif a vibrasi gugus aromatik (I 1512 ) terhadap pita ciri untuk karbohidrat I 1512 /I 1736 I 1512 /I 1373 I 1512 /I 1165 I 1512 /I 897 kontrol 1.04(1.06) 1.02(1.06) 0.98(0.95) 1.28(1.29) (0.83) 0.86(0.6) 0.67(0.33) 1.74(3.75) (1.19) 0.88(0.57) 0.64(0.34) 1.59(3.57) (1.88) 0.94(0.81) 0.58(0.48) 3.26(2.5) (0.57) 0.79(1.12) 0.69(0.79) 1.11(0.87) (1.37) 0.83(0.74) 0.59(0.48) 1.55(1.51) (0.75) 0.78(0.48) 0.56(0.29) 1.58(4.0) (1.33) 0.84(0.77) 0.57(0.47) 1.73(1.69) (0.68) 0.78(1.02) 0.72(1.02) 0.72(0.25) Intensitas relatif dihitung menggunakan tinggi puncak (diluar tanda kurung) dan luas (dalam tanda kurung) Indeks Kristalinitas Bahan dan Ukuran Kristal Selulosa Struktur kristalin dan amorf selulosa dapat diidentifikasi dari puncak utama dari pola difraksi XRD yang antara dan puncak kedua pada kisaran sudut 2θ (Lai dan Idris 2013; Liu et al. 2012). Puncakpuncak ini dalam kisaran sudut 2θ yang disebutkan tersebut teridentifikasi pada semua perlakuan, yang mengindikasikan daerah kristalin dan amorf selulosa (Gambar 4.5A dan B). Transformasi intensitas dalam ikatan hidrogen dalam selulosa dapat ditentukan dari variasi lebar puncak kristalin. Pemanasan yang bersumber dari iradiasi gelombang mikro dapat merusak ikatan hidrogen yang dapat meningkatkan efek pemutusan pada daerah kristalin dan memaksimalkan ekspansi/perluasan daerah amorf (Liu et al. 2012). Indeks kristalinitas bambu setelah pra-perlakuan dapat digunakan untuk menginterpretasikan perubahan selulosa yang terjadi akibat perlakuan yang dilakukan. Indeks kristalinitas ini cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan lama iradiasi. Peningkatan ini disebabkan oleh hilangnya fraksi amorf seperti lignin dan hemiselulosa dari serat selama perlakuan. Fenomena ini didukung oleh kehilangan komponen lignin yang disajikan pada Gambar 4.1. Indeks kristalinitas merupakan salah satu sifat terpenting yang berpengaruh terhadap kemudahan proses hidrolisis yang dapat juga dianalisis dengan spektroskopi FTIR. Perubahan kristalinitas dapat dipelajari dari LOI dari data spektrum FTIR (Tabel 4.5). Peningkatan waktu iradiasi cenderung meningkatkan LOI. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
13 52 transformasi struktur kristalin selulosa menjadi bentuk amorf. Fenomena ini sejalan dengan penentuan indeks kristalinitas berdasarkan analisis XRD. Tabel 4.5 CI dan LOI bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Inoku lum (%) Inku basi (hari) Gelombang mikro CI LOI Daya (W) Iradia si (min) Fc (Krista Lin) Fa (Am orf ) CI A 1427 (krist alin) A 897 (Amorf) Kontrol LOI Tabel 4.6 Ukuran kristal bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Gelombang mikro Ukuran kristal (nm) Inokulum Inkubasi Daya Iradiasi D D D D (%) (hari) (W) (min) (101) (10-1) (002) (040) Kontrol Ukuran kristal selulosa pada bambu bervariasi pada bidang kisi (101), (10-1) dan (002) (Tabel 4.6). Ukuran kristal bervariasi antara 5.19 sampai Ukuran kristal selulosa terbesar pada bidang kisi (002) ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi selama 12.5 menit. Penambahan iradiasi gelombang mikro berpengaruh terhadap
14 53 peningkatan ukuran kristal pada bidang kristal (002). Panjang kristal (bidang kisi 040) tertinggi ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 10% diiradiasi selama 5 menit. Tidak terdapat kecenderungan yang sama pada panjang kristalin setelah pra-perlakuan gelombang mikro antara inokulum 5 dan 10%. A Gambar 4.5A Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro B Gambar 4.5B Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% diinkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro
15 Simpulan menyebabkan kehilangan berat dan komponen kimia. Selektifitas delignifikasi tertinggi diberikan pada pra-perlakuan biologisgelombang mikro dengan inokulum 5% dengan iradiasi 5 menit. Berdasarkan spektrum FTIR, terjadi kehilangan gugus fungsional C-Ph (gugus aromatik lignin) ketika iradiasi 5 menit (770 W). Selain itu terjadi kecenderungan penurunan intensitas absorbansi gugus fungsional sejalan dengan penambahan waktu iradiasi yang mengindikasikan terjadinya perubahan struktural setelah pra-perlakuan. Intensitas unit guiacyl propana lebih tinggi dibandingkan dengan unit syringy propana. Peningkatan indeks kristalinitas bahan berhubungan dengan hilangnya bagian amorf. Praperlakuan menyebabkan kerusakan struktur serat berdasarkan hasil gambar SEM. Semakin lamanya waktu iradiasi, tingkat kerusakan serat cenderung semakin intensif. Penambahan waktu iradiasi pada inokulum 5% cenderung menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Struktur kristal alomorf monoklinik pada kontrol bertransformasi menjadi struktur triklinik pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi 10 menit (330 W) dan inokulum 10% diiradiasi selama 5 menit (770 W).
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar fosil semakin berkurang sehingga perlu dicari alternatifnya. Bahan nabati yang telah dikonversi menjadi bahan bakar nabati (BBN) dapat menjadi
Lebih terperinci7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO
75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang
Lebih terperinci2 PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM DAN WAKTU INKUBASI PADA PRA-PERLAKUAN BIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK PADA BAMBU BETUNG
9 2 PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM DAN WAKTU INKUBASI PADA PRA-PERLAKUAN BIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK PADA BAMBU BETUNG 2.1 Pendahuluan Peningkatan perhatian terhadap dampak lingkungan mendorong
Lebih terperinci6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO
65 6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO 6.1 Pendahuluan Diantara berbagai jenis pra-perlakuan bahan berlignoselulosa untuk produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,
Lebih terperinciPEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.
PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah
Lebih terperinciTabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)
22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di daerah Sleman, Yogyakarta banyak sekali petani yang menanam tanaman salak (Zalacca edulis, Reinw.) sebagai komoditas utama perkebunannya. Salak adalah tanaman asli
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen
Lebih terperinci4 Hasil dan pembahasan
4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis
Lebih terperinci= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij
5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,
Lebih terperinciPengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal
Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan
Lebih terperinciKata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)
Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.
30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan
Lebih terperinciANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM
ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis
Lebih terperinciUntuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam
Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciGambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi
Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi
2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat
Lebih terperinciTeknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc
Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di seluruh dunia, kurang lebih sepertiganya (5,37 juta ha) ditanam di Indonesia (FAOSTAT 2012).
Lebih terperinciDan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi. Selama ini pemanfaatan sekam padi belum dilakukan secara maksimal sehingga hanya digunakan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia
1 LATAR BELAKANG Indonesia Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan Hidrogen - Ramah lingkungan - Nilai kalor lebih besar (119,02 MJ/kg) Bagasse tebu melimpah (5,706 juta ton/tahun)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan
6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang bisa dibuat dari
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciPembuatan Pulp dari Batang Pisang
Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36-50 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Syamsul
Lebih terperinciBAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.
Lebih terperinciPENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS
PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat
Lebih terperinciREAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1
REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 Oleh: Dyah Fitasari 1409201719 Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, S.Si, M.Sc Suprapto, M.Si, Ph.D LATAR BELAKANG Sikloheksanon Sikloheksanon Oksim
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna
Lebih terperinci4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon
4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Di pasaran, terdapat beberapa macam kertas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan
Lebih terperinciANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA
ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Kakao Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod kakao), 24,37% biji (umumnya dalam satu buah kakao terdiri dari 30-40 butir biji kakao) dan 2% plasenta
Lebih terperinciPENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL
IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk
Lebih terperinciMODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri
Lebih terperinciPenentuan struktur senyawa organik
Penentuan struktur senyawa organik Tujuan Umum: memahami metoda penentuan struktur senyawa organik moderen, yaitu dengan metoda spektroskopi Tujuan Umum: mampu membaca dan menginterpretasikan data spektrum
Lebih terperinciDAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv vi viii xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,
Lebih terperinciBATERAI BATERAI ION LITHIUM
BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung
Lebih terperinci