4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA"

Transkripsi

1 40 4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA 4.1 Pendahuluan Untuk lebih memperbaiki ketercernaan substrat dalam proses hidrolisis maka pemilihan pra-perlakuan yang efektif penting dilakukan. Kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro dapat menjadi alternatif untuk memodifikasi kondisi bahan sehingga proses hidrolisis lebih baik. Pengaruh utama pra-perlakuan kombinasi ini adalah degradasi lignin dan hemiselulosa serta peningkatan porositas serat. Hal ini mengingat dalam pra-perlakuan biologis, JPP digunakan untuk mendegradasi polimer lignin melalui degradasi enzim lignolitik (Sun dan Cheng 2002; Zhang et al 2007; Messner dan Srebotnik 1994; Kirk dan Chang 1981). Untuk memperoleh selektifitas delignifikasi dan rendemen gula pereduksi dari hidrolisis enzimatis yang tinggi, maka pemilihan jenis jamur yang cocok dengan substrat penting untuk dilakukan. JPP, TV merupakan jamur yang telah terbukti mampu tumbuh baik dalam substrat bambu betung untuk biopulping dibandingkan dengan jamur lain yaitu Pleurotus ostreatus and Phanerochaete chrysosporium. Jamur ini memberikan selektifitas delignifikasi yang lebih baik pada pulpnya (Fatriasari et al. 2011; Falah et al. 2011). menarik lain yang relatif ramah lingkungan adalah praperlakuan gelombang mikro pada bahan berlignoselulosa dalam medium cair (Kheswani et al. 2007). Metode ini telah diaplikasikan pada berbagai bahan berlignoselulosa seperti switch grass, bagas, jerami padi, bahan berkayu, TKKS, batang dan pelepah sawit dan lain-lain (Azuma et al. 1984; Hu dan Wen 2008; Keshwani 2009; Anita et al. 2012; Risanto et al. 2012; Lai dan Idris 2013) karena waktu proses yang singkat dan rendemen serta kualitasnya yang tinggi (Hermiati et al. 2011). gelombang mikro memberikan panas internal langsung terhadap biomasa yang dihasilkan dari vibrasi molekul polar yang bergetar sejajar dengan medan magnet (Kheswani et al. 2007). Lebih lanjut, pra-perlakuan ini dapat meningkatkan produksi ion sehingga memungkinkan pelarutan bahan non polar dan hidrolisis biomasa tanpa katalis (Tsubaki dan Azuma 2011). Studi paralel pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro pada bambu betung juga telah dilakukan untuk menentukan kondisi praperlakuan tunggal terbaik yang akan digunakan sebagai substrat untuk praperlakuan kombinasi biologis dan gelombang mikro. biologis dengan waktu inkubasi 30 hari terpilih untuk dikombinasikan dengan pretreament gelombang mikro karena kehilangan lignin yang tinggi dengan kehilangan selulosa yang rendah. gelombang mikro dengan iradiasi selama 5, 10 dan 12.5 pada daya 330 W menit serta 5 menit pada daya 770 W memiliki kehilangan berat yang relatif rendah dengan mempertimbangkan alfa selulosa yang relatif tinggi dan hemiselulosa yang

2 41 rendah dibandingkan dengan kondisi pra-perlakuan gelombang mikro lain. Sejauh ini belum ada studi yang melaporkan perubahan struktur lignin dan karbohidrat yang terjadi setelah kombinasi pra-perlakuan biologisgelombang mikro. Dalam penelitian ini, pengaruh inokulum dalam praperlakuan biologis dikombinasikan dengan waktu iradiasi dan daya pada pra-perlakuan gelombang mikro diinvestigasi secara detail untuk melihat perubahan karakteristik setelah pra-perlakuan Persiapan Bahan 4.2 Bahan dan Metode Prosedur penyiapan serbuk bambu (40-60 mesh) mengikuti metode yang disebutkan pada bab 2.2 dan 3.2. Serbuk itu kemudian disimpan dalam plastik tertutup sebelum digunakan sebagai substrat pra-perlakuan pada kondisi ruang Metode Pretratment kombinasi ini dilakukan dengan melakukan pra-perlakuan biologis terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Adapun detail tahapan metode ini disampaikan berikut ini Biologis Tahapan prosedur penyiapan bahan, pembuatan inokulum yang digunakan mengikuti metode pra-perlakuan biologis dengan jamur TV dengan waktu inkubasi 30 hari (bab 2.2). Sampel hasil pra-perlakuan tersebut kemudian dicuci dan disimpan dalam lemari pendingin Gelombang Mikro Bambu hasil pra-perlakuan biologis selanjutnya digunakan sebagai substrat untuk pra-perlakuan gelombang mikro dengan terlebih dahulu ditentukan kadar airnya. Tahapan prosedur yang digunakan juga mengikuti tahapan pada pra-perlakuan gelombang mikro (bab 3.2). Substrat (0.1 g berat kering oven) diiradiasi dengan daya 330 W selama 5,10 dan 12.5 menit dan daya 770 W selama 5 menit. Pulp (fraksi padat) hasil penyaringan dari pra-perlakuan ini selanjutnya sebagian disimpan dalam lemari pendingin, sedangkan sebagian lain digunakan sebagai sampel untuk analisis komponen kimia dan pengujian XRD, SEM-EDS dan FTIR Perubahan Morfologi dan Karakteristik Selulosa dan Lignin Pulp hasil pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro diukur perubahan komponen kimia. Penghitungan kehilangan berat mengikuti metode Pandey dan Pitman (2003), sedangkan selektifitas delignifikasi dihitung berdasarkan nisbah kehilangan lignin terhadap kehilangan selulosa (Yu et al. 2010). Penentuan indeks kristalinitas, struktur kristal selulosa alomorf dan ukuran kristal selulosa dilakukan dengan analisis XRD. Pola

3 42 biodegradasi dan gugus fungsional dievaluasi dengan analisis FTIR. Kondisi pengujian dan metode untuk evaluasi komponen kimia dan karakteristik ini sama dengan prosedur pada bab 2.2 dan 3.2. Perubahan morfologi bambu setelah pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro dilakukan dengan SEM, sedangkan perubahan elemen penyusun pulp tersebut menggunakan EDS dengan prosedur pengujian mengikuti metode pada bab Analisis Data Percobaan penentuan komponen kimia dilakukan dengan tiga kali ulangan dan data disajikan dalam rata-rata. 4.3 Hasil dan Pembahasan Perubahan Komponen Kimia pada Bambu Setelah Biologis-Gelombang Mikro Alfa selulosa, hemiselulosa, lignin, dan ekstraktif merupakan komponen kimia penyusun bambu. Berdasarkan data pada Gambar 4.1 mengindikasikan bahwa bambu memiliki kandungan alfa selulosa yang tinggi, polimer ini merupakan sumber utama gula dengan rantai karbon 6 (C-6) yang dapat dikonversi menjadi etanol. Polimer selulosa ini terdiri dari bagian amorf dan kristalin, dimana daerah kristalin harus dimodifikasi melalui proses pra-perlakuan. Lebih lanjut, dalam komplek struktur dari lignoselulosa, polimer lignin dapat menghambat proses biodegradasi bahan lignoselulosa dalam hidrolisis enzimatis sehingga menghasilkan rendemen gula yang rendah. Dalam penelitian ini, kombinasi pra-perlakuan biologisgelombang mikro digunakan untuk mengurangi kadar lignin dengan penyerangan polimer lignin, pelarutan hemiselulosa dan peningkatan porositas substrat. Oleh karena itu, hemiselulosa sebagai sumber gula lima (C-5) yang tidak dapat difermentasi oleh ragi, Saccaromyces cerevisiae dihilangkan. Kombinasi pra-perlakuan jamur dan gelombang mikro menyebabkan terjadinya kehilangan berat pada sampel (Gambar 4.1), dengan kehilangan berat pada inokulum 10% lebih rendah daripada inokulum 5%. Kehilangan berat tertinggi terjadi pada inokulum 5% dengan iradiasi 10 menit pada daya 330 W, dan yang terendah pada inokulum 10% pada daya 770 W selama 5 menit. Kehilangan berat total berkisar antara %. Kehilangan alfa selulosa yang menunjukkan fenomena yang berkebalikan dengan kehilangan berat. Selektifitas delignifikasi tertinggi pada pra-perlakuan dengan inokulum 5% yang kemudian diiradiasi selama 5 menit. Selektifitas delignifikasi (lebih dari dua) yang tinggi mengindikasikan efektifitas pemecahan polimer lignin dibandingkan dengan aktivitas degradasi selulosa pada substrat (Gambar 4.1).

4 43 100% Komposisi komponen kimia 80% 60% 40% 20% 0% Kontrol 5% KI, 5 min 5% KI, 10 min 5% IL, 12.5 min 5% IL, 5 min 10% IL, 5 min 10% IL, 10% IL, 10 min 12.5 min 5% IL, 5 min SD Gambar 4.1 Perubahan 1 komponen kimia bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro. Komponen: KI, konsentrasi inokulum; KB, kehilangan berat; LK, lignin klason; HC, hemiselulosa; AC, alfaselulosa; E, ekstraktif etanol-benzene; SD, selektivitas delignifikasi Kehilangan lignin cenderung meningkat dengan semakin lamanya iradiasi gelombang mikro pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5%. Energi panas dari gelombang mikro melingkupi substrat dengan efektif terkait dengan fenomena ini. Kadar alfa selulosa dari sampel setelah praperlakuan cenderung meningkat yang dihasilkan dari pemecahan hambatan struktural biomasa dengan terganggunya ikatan hidrogen intra dan inter molekul yang berikatan dengan lignin. Dalam aktifitas delignifikasi lignin, karbohidrat juga ikut terdegradasi seperti alfa selulosa dan hemiselulosa. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sebagian ikatan hidrogen dalam LCC (kompleks lignin karbohidrat) (Li et al. 2010). biologis menyebabkan pembukaan struktur kompleks dari lignoselulosa melalui depolimerisasi lignin sehingga terjadi peningkatan asesibilitas terhadap bagian karbohidrat. Meskipun pra-perlakuan dengan waktu iradiasi 12.5 menit menyebabkan degradasi lignin yang lebih tinggi, namun kehilangan selulosanya juga cukup tinggi. Iradiasi gelombang mikro dapat merubah ultrasuktur selulosa; mendegradasi lignin dan hemiselulosa dalam bahan berlignoselulosa yang menyebabkan peningkatan suseptibilitas bahan berlignoselulosa (Binod et al. 2012). Pemanasan gelombang mikro mentransfer dan menginduksi panas secara langsung dalam subtrat bambu, yang menyebabkan depolimerisasi struktur bangunan gula menjadi oligosakarida (Ebringerova 2006). Untuk menghilangkan lebih banyak lignin dan hemiselulosa maka diperlukan penggunaan suhu diatas suhu Tg (transisi gelas) dari lignin ( C). Nilai selektifitas delignifikasi tertinggi (lebih dari 2) ditemukan setelah bambu diberikan pra-perlakuan dengan inokulum 5% dan kemudian WL AIL HC AC E

5 44 diiradiasi selama 5 menit. Selektifitas delignifikasi yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa pemecahan polimer lignin lebih efektif daripada aktivitas degradasi selulosa pada substrat Perubahan Struktur Selulosa dan Lignin Bambu Setelah Praperlakuan Spektroskopi FTIR digunakan untuk menginvestigasi perubahan struktur kimia pada bambu setelah iradiasi seperti di tunjukkan oleh Gambar 4.2. Absorbansi yang luas dan lebar tampak pada bilangan gelombang sekitar 3340 cm -1 yang mengindikasikan serapan regangan gugus hidrogen (O-H). Daerah pada cm -1 identik dengan daerah regangan O-H dari selulosa I. Pita pada bilangan gelombang cm -1 berhubungan dengan regangan C-H (Pandey dan Pitman 2003). biologisgelombang mikro mempengaruhi luas dan tinggi puncak pada bilangan gelombang 3340 cm -1 (uluran O-H) (Gambar 4.2A dan B). Hal ini mengindikasikan pelemahan ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Goshadrou et al. 2011). A Absorbansi unit Gambar 4.2A. Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro Spektrum FTIR dengan frekuensi sekitar 1600 dan 1510 cm -1 (vibrasi cincin aromatik), 1470 dan 1460 cm -1 (deformasi C-H dan vibrasi cincin aromatik) merupakan indikasi dari struktur lignin (Fengel dan Wegener 1998). Lignin pada bambu terdiri dari unit guaiacyl (G) (1257 cm -1 ) dan syringyl (1327 cm -1 ) (S) propana yang mengandung satu dan dua gugus metoksil dapat diobservasi secara jelas pada semua pra-perlakuan. Penurunan absorbansi pada bilangan gelombang 1327 cm -1 dan 1257 cm -1 seiring dengan peningkatan waktu iradiasi menunjukkan penurunan kadar lignin. Hal ini sebagai indikasi efek delignifikasi yang terkait dengan praperlakuan yang dilakukan. Absorbansi syringyl lebih rendah daripada guiacy menunjukkan bahwa syringyl lebih mudah terlarut dibandingan guiacyl pada pra-perlakuan biologis-gelombang mikro.

6 45 B Absorbansi unit Gambar 4.2B Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro Puncak pita tajam sekitar 895 cm -1 (ikatan β-glikosida) antar unit gula dalam selulosa (Nelson dan Connor 1964) tampak jelas dalam spektra FTIR. Hal ini mengindikasikan hilangnya lignin yang membentuk matrik dengan selulosa. Penambahan waktu iradiasi menyebabkan penurunan intensitas pita dari gugus fungsional (C=O) dalam hemiselulosa (3), C-H dalam selulosa dan hemiselulosa (9), dan C-O-C dalam hemiselulosa (12). Frekuensi pita IR dan spektrum FTIR komponen bambu dalam bilangan gelombang, cm -1 diilustrasikan pada Tabel 4.1. Enam belas gugus fungsional dapat diobservasi pada delapan kondisi pra-perlakuan. Setiap gugus fungsional yang teridentifikasi dapat ditemukan pada semua perlakuan, meskipun terdapat sedikit pergeseran bilangan gelombang pada puncak-puncak tersebut. Pada perlakuan inokulum 5 dan 10% dengan iradiasi selama 5 menit (770 W) menyebabkan kehilangan gugus fungsional C-Ph (1605 cm -1 ) yang merupakan gugus aromatik lignin (5). Selain itu praperlakuan menyebabkan penurunan intensitas absorbansi puncak.

7 32 Tabel 4.1 Gugus fungsional dari spektra pita IR bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro N o 330 W (5 min) Biologis Inokulum 5% inkubasi 30 hari inokulum 10% inkubasi 30 hari Gelombang mikro 330 W 770 W 330 W 330 W 330 W 330 W (10 (5 (5 (12.5 min) (10 min) (12.5 min) min) min) min) Bilangan gelombang (cm-1) 770 W (5 min) Gugus Fungsional Absorbsi regangan ikatan hidrogen (O-H) Absorbsi regangan C-H nyata C=O tidak terkonjugasi dalam xylan O-H terabsorbsi dan C-O terkonjugasi Gugus aromatik skeletal Deformasi C-H C-H 2 scissoring motion Deformasi C-H 1 Vibrasi C-H Vibrasi C 1 -O dalam turunan syringyl Cincin Guaiacyl 1 Regangan C-O Vibrasi C-O-C Gugus aromatik skeletal dan regangan C-O Regangan C-O Vibrasi C-H 1 1 Pandey dan Pitman (2003), 2 Nelson dan O Connor (1964), 3 Cheng et al. (2013) Regangan C-O-C pada ikatan β glikosida atau deformasi C-H dalam selulosa 2 46

8 Pengaruh Biologis-Gelombang Mikro Terhadap Morfologi Bambu Mikrograf SEM dari sampel setelah pra-perlakuan digunakan untuk mengobservasi perubahan karakteristik morfologi pada berbagai waktu iradiasi. Photomigraf bambu setelah pra-perlakuan disajikan pada Gambar 4.3A dan B. Gambar SEM pada inokulum 5 dan 10% menunjukkan bahwa sampel setelah pra-perlakuan mengalami kerusakan pada sebagian struktur serat. Pemecahan polimer lignin dalam dinding sel sebagai efek praperlakuan berkontribusi terhadap disorganisasi morfologi serat dengan semakin banyaknya serat yang terpapar. Semakin lama waktu iradiasi, derajat kerusakan serat yang terjadi cenderung semakin intensif. Perubahan morfologi dinding sel karena kehilangan lignin menghasilkan pembesaran ukuran pori di permukaan, memberikan penetrasi enzim yang lebih baik pada selulosa. Degradasi sebagian lignin dan hemiselulosa merusak beberapa ikatan eter dalam lignin dan kompleks lignin-karbohidrat, yang mendorong terjadi pemisahan ikatan antar serat (Li et al. 2010). Ketercernaan selulosa dapat berpotensi ditingkatkan akibat pemutusan lignin (Nazarpour et al. 2013). Observasi struktur bambu setelah praperlakuan menyebabkan struktur lebih terbuka dan membentuk struktur yang lebih rapuh yang dapat meningkatkan laju reaksi hidrolisis. Gambar 4.3A. Mikrograf SEM bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro pada pembesaran x

9 48 Gambar 4.3B Mikrograf SEM bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro pada pembesaran x Berdasarkan Tabel 4.2 mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kadar karbon yang sangat besar ketika dilakukan iradiasi gelombang mikro selama 5 menit pada daya 770 W. Penyebab pasti fenomena ini belum diketahui secara pasti. Sebaliknya kadar oksigen sangat tinggi pada kondisi praperlakuan ini. Tabel 4.2 Perubahan berat elemen penyusun pada bambu setelah praperlakuan biologis-gelombang mikro N o Elemen (b/b %) 330W (5 min) Biologis 5% inokulum (30 hari) 10% inokulum (30 hari ) 330W (10 min) Gelombang mikro 330W (12.5 min) 770W (5 min) 330W (5 min) 330W (10 min) 330W (12.5 min) 770W ( 5 min) 1 C O F Si Cu Pb N Total

10 49 Elemen minor seperti silikon hanya sedikit teridentifikasi ketika praperlakuan gelombang mikro 5 menit (770 W), 12.5 menit (330 W). Nitrogen hanya ditemukan ketika iradiasi gelombang mikro menggunakan daya 770 W. Nilai presentasi total dari elemen ini mewakili spot yang diamati Struktur Kristal Selulosa Alomorf Struktur kristal selulosa alomorf pada sampel setelah pra-perlakuan yang diobservasi dengan analisis XRD ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Semua pra-perlakuan mempunyai struktur monoklinik kecuali pada inokulum 5% dengan iradiasi 10 menit (330 W) dan 5 menit (770 W) dengan inokulum 10%. Fase kristal I α diharapkan akan memperbaiki ketercernaan selulosa terkait dengan kemampuan yang lebih mudah didegradasi dibandingkan dengan fase kristal I β (Wada dan Okano 2001). Selain itu struktur triklinik ini bersifat tidak stabil dan lebih reaktif dibandingkan dengan struktur monklinik (O Sullivan 1997; Sassi et al. 2000). Tabel 4.3 Struktur kristal selulosa alomorf bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Inokulum (%) Inkubasi (hari) Gelombang mikro Daya (W) Iradiasi (min) Struktur kristal alomorf d (101) nm d (10-1) nm z Kristal alomorf Kontrol I β I β I α I β I β I β I β I β I α Pola Biodegradasi Bambu Setelah Biologis- Gelombang Mikro Biodegradasi bambu setelah pra-perlakuan dievaluasi dengan analisis FT IR. Analisis spektroskopi FTIR yang detail berdasarkan metode analisis Pandey dan Pitman (2003) dilakukan untuk mengitung intensitas vibrasi gugus aromatik terhadap pita-pita ciri karbohidrat pada bambu setelah praperlakuan. Perubahan relatif intensitas gugus aromatik skeletal puncak lignin pada bilangan gelombang 1512 cm -1 terhadap empat ikatan karbohidrat tidak terkonjugasi yaitu 1736 cm -1 (C=0 di xylan), 1373 cm -1 (deformasi C-H dalam selulosa dan hemiselulosa), 1165 cm -1 (vibrasi C-O- C dalam selulosa dan hemiselulosa), 895 cm -1 (deformasi C-H atau regangan C-O-C pada karakteristik ikatan β glikosida dalam selulosa) yang dihitung berdasarkan tinggi puncak dan luas daerah puncak diringkas pada

11 50 Tabel 3.6. Empat puncak ciri karbohidrat dan gugus aromatik lignin disajikan pada Gambar 4.4 A dan B. A Gambar 4.4A Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro B Gambar 4.4B Spektra FTIR bambu dengan pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro Pada inokulum 5%, penambahan lama iradiasi cenderung meningkatkan nisbah lignin/karbohidrat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lamanya waktu iradiasi gelombang mikro dapat menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Degradasi karbohidrat setelah perlakuan berkontribusi menyebabkan fenomena ini. Pada inokulum 10%,

12 51 selektifitas delignifikasi cenderung tidak selektif setelah iradiasi gelombang mikro selama 10 menit. Tabel 4.4 Nisbah intensitas lignin berasosiasi dengan pita karbohidrat bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Inokulum (%) Inkubasi (hari) Gelombang mikro Daya (%) Iradiasi (min) Intensitas relatif a vibrasi gugus aromatik (I 1512 ) terhadap pita ciri untuk karbohidrat I 1512 /I 1736 I 1512 /I 1373 I 1512 /I 1165 I 1512 /I 897 kontrol 1.04(1.06) 1.02(1.06) 0.98(0.95) 1.28(1.29) (0.83) 0.86(0.6) 0.67(0.33) 1.74(3.75) (1.19) 0.88(0.57) 0.64(0.34) 1.59(3.57) (1.88) 0.94(0.81) 0.58(0.48) 3.26(2.5) (0.57) 0.79(1.12) 0.69(0.79) 1.11(0.87) (1.37) 0.83(0.74) 0.59(0.48) 1.55(1.51) (0.75) 0.78(0.48) 0.56(0.29) 1.58(4.0) (1.33) 0.84(0.77) 0.57(0.47) 1.73(1.69) (0.68) 0.78(1.02) 0.72(1.02) 0.72(0.25) Intensitas relatif dihitung menggunakan tinggi puncak (diluar tanda kurung) dan luas (dalam tanda kurung) Indeks Kristalinitas Bahan dan Ukuran Kristal Selulosa Struktur kristalin dan amorf selulosa dapat diidentifikasi dari puncak utama dari pola difraksi XRD yang antara dan puncak kedua pada kisaran sudut 2θ (Lai dan Idris 2013; Liu et al. 2012). Puncakpuncak ini dalam kisaran sudut 2θ yang disebutkan tersebut teridentifikasi pada semua perlakuan, yang mengindikasikan daerah kristalin dan amorf selulosa (Gambar 4.5A dan B). Transformasi intensitas dalam ikatan hidrogen dalam selulosa dapat ditentukan dari variasi lebar puncak kristalin. Pemanasan yang bersumber dari iradiasi gelombang mikro dapat merusak ikatan hidrogen yang dapat meningkatkan efek pemutusan pada daerah kristalin dan memaksimalkan ekspansi/perluasan daerah amorf (Liu et al. 2012). Indeks kristalinitas bambu setelah pra-perlakuan dapat digunakan untuk menginterpretasikan perubahan selulosa yang terjadi akibat perlakuan yang dilakukan. Indeks kristalinitas ini cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan lama iradiasi. Peningkatan ini disebabkan oleh hilangnya fraksi amorf seperti lignin dan hemiselulosa dari serat selama perlakuan. Fenomena ini didukung oleh kehilangan komponen lignin yang disajikan pada Gambar 4.1. Indeks kristalinitas merupakan salah satu sifat terpenting yang berpengaruh terhadap kemudahan proses hidrolisis yang dapat juga dianalisis dengan spektroskopi FTIR. Perubahan kristalinitas dapat dipelajari dari LOI dari data spektrum FTIR (Tabel 4.5). Peningkatan waktu iradiasi cenderung meningkatkan LOI. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

13 52 transformasi struktur kristalin selulosa menjadi bentuk amorf. Fenomena ini sejalan dengan penentuan indeks kristalinitas berdasarkan analisis XRD. Tabel 4.5 CI dan LOI bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Inoku lum (%) Inku basi (hari) Gelombang mikro CI LOI Daya (W) Iradia si (min) Fc (Krista Lin) Fa (Am orf ) CI A 1427 (krist alin) A 897 (Amorf) Kontrol LOI Tabel 4.6 Ukuran kristal bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro Biologis Gelombang mikro Ukuran kristal (nm) Inokulum Inkubasi Daya Iradiasi D D D D (%) (hari) (W) (min) (101) (10-1) (002) (040) Kontrol Ukuran kristal selulosa pada bambu bervariasi pada bidang kisi (101), (10-1) dan (002) (Tabel 4.6). Ukuran kristal bervariasi antara 5.19 sampai Ukuran kristal selulosa terbesar pada bidang kisi (002) ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi selama 12.5 menit. Penambahan iradiasi gelombang mikro berpengaruh terhadap

14 53 peningkatan ukuran kristal pada bidang kristal (002). Panjang kristal (bidang kisi 040) tertinggi ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 10% diiradiasi selama 5 menit. Tidak terdapat kecenderungan yang sama pada panjang kristalin setelah pra-perlakuan gelombang mikro antara inokulum 5 dan 10%. A Gambar 4.5A Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro B Gambar 4.5B Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% diinkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan praperlakuan gelombang mikro

15 Simpulan menyebabkan kehilangan berat dan komponen kimia. Selektifitas delignifikasi tertinggi diberikan pada pra-perlakuan biologisgelombang mikro dengan inokulum 5% dengan iradiasi 5 menit. Berdasarkan spektrum FTIR, terjadi kehilangan gugus fungsional C-Ph (gugus aromatik lignin) ketika iradiasi 5 menit (770 W). Selain itu terjadi kecenderungan penurunan intensitas absorbansi gugus fungsional sejalan dengan penambahan waktu iradiasi yang mengindikasikan terjadinya perubahan struktural setelah pra-perlakuan. Intensitas unit guiacyl propana lebih tinggi dibandingkan dengan unit syringy propana. Peningkatan indeks kristalinitas bahan berhubungan dengan hilangnya bagian amorf. Praperlakuan menyebabkan kerusakan struktur serat berdasarkan hasil gambar SEM. Semakin lamanya waktu iradiasi, tingkat kerusakan serat cenderung semakin intensif. Penambahan waktu iradiasi pada inokulum 5% cenderung menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Struktur kristal alomorf monoklinik pada kontrol bertransformasi menjadi struktur triklinik pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi 10 menit (330 W) dan inokulum 10% diiradiasi selama 5 menit (770 W).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar fosil semakin berkurang sehingga perlu dicari alternatifnya. Bahan nabati yang telah dikonversi menjadi bahan bakar nabati (BBN) dapat menjadi

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

2 PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM DAN WAKTU INKUBASI PADA PRA-PERLAKUAN BIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK PADA BAMBU BETUNG

2 PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM DAN WAKTU INKUBASI PADA PRA-PERLAKUAN BIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK PADA BAMBU BETUNG 9 2 PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM DAN WAKTU INKUBASI PADA PRA-PERLAKUAN BIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK PADA BAMBU BETUNG 2.1 Pendahuluan Peningkatan perhatian terhadap dampak lingkungan mendorong

Lebih terperinci

6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO

6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO 65 6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO 6.1 Pendahuluan Diantara berbagai jenis pra-perlakuan bahan berlignoselulosa untuk produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di daerah Sleman, Yogyakarta banyak sekali petani yang menanam tanaman salak (Zalacca edulis, Reinw.) sebagai komoditas utama perkebunannya. Salak adalah tanaman asli

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm. 30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di

1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di seluruh dunia, kurang lebih sepertiganya (5,37 juta ha) ditanam di Indonesia (FAOSTAT 2012).

Lebih terperinci

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi. Selama ini pemanfaatan sekam padi belum dilakukan secara maksimal sehingga hanya digunakan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia 1 LATAR BELAKANG Indonesia Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan Hidrogen - Ramah lingkungan - Nilai kalor lebih besar (119,02 MJ/kg) Bagasse tebu melimpah (5,706 juta ton/tahun)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang bisa dibuat dari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36-50 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Syamsul

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 Oleh: Dyah Fitasari 1409201719 Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, S.Si, M.Sc Suprapto, M.Si, Ph.D LATAR BELAKANG Sikloheksanon Sikloheksanon Oksim

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Di pasaran, terdapat beberapa macam kertas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Kakao Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod kakao), 24,37% biji (umumnya dalam satu buah kakao terdiri dari 30-40 butir biji kakao) dan 2% plasenta

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

Penentuan struktur senyawa organik

Penentuan struktur senyawa organik Penentuan struktur senyawa organik Tujuan Umum: memahami metoda penentuan struktur senyawa organik moderen, yaitu dengan metoda spektroskopi Tujuan Umum: mampu membaca dan menginterpretasikan data spektrum

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv vi viii xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci