PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL"

Transkripsi

1 IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk menghasilkan papan partikel dengan sifat fisik dan mekanis terbaik. Dengan semakin kecilnya ukuran partikel, maka total luas permukaannya akan meningkat, sehingga jumlah perekat per satuan luas permukaan akan semakin sedikit. Di sisi lain, apabila ukuran partikel relatif besar, maka akan cukup area overlay antar partikel sehingga berpotensi meningkatkan kekuatan mekanisnya. Fakta ini telah dibuktikan pada jenis flake board maupun strandboard yang umumnya memiliki kekuatan mekanis lebih tinggi dibandingkan papan yang menggunakan partikel berukuran kecil, misalnya serbuk gergaji (Maloney 1993). Fenomena demikian diduga tidak berlaku pada papan partikel tanpa perekat yang dibuat dengan perlakuan oksidasi. Efektivitas proses oksidasi permukaan bahan akan ditentukan oleh tingkat assesibilitas komponen kimia yang ada dalam bahan tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Sato (24) bahwa banyaknya lignin yang terekspose pada permukaan serat yang dibuat dengan steam exsplosion berkontribusi penting dalam memicu mekanisme ikatan sendiri dalam proses pembuatan papan serat. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diduga bahwa semakin kecil ukuran partikel, assesibilitas komponen kimia oleh oksidator semakin meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas ikatan. Akan tetapi di sisi lain, secara umum telah diketahui bahwa dalam pembuatan papan partikel konvensional, penurunan ukuran partikel akan menurunkan sifat-sifat mekanis papan. Dengan demikian, maka fokus penelitian pada tahapan ini adalah mencari titik optimal hubungan antara ukuran partikel dengan keteguhan rekat dan sifat mekanis lainnya. Dalam hal ini perlakuan yang digunakan berupa ukuran partikel yang dinyatakan dalam. 68

2 Bahan dan Metode Bahan Seperti dalam bab sebelumnya, bahan baku yang digunakan dalam tahapan ini juga terdiri atas dua jenis yaitu bambu andong dan kayu sengon. Adapun bahan oksidator yang digunakan adalah hidrogen peroksida dan fero sulfat. Penelitian pada bagian ini terdiri atas dua tahapan yaitu analisis karakteristik papan partikel yang dibuat dari beragam ukuran partikel yang disaring satu kali dan disaring dua kali. Pada penyaringan satu kali, perlakuan terdiri atas 5 taraf untuk masing-masing jenis bahan baku, yaitu pertikel lolos 2, 1, 5, 2,5, dan 1,5. Adapun tahapan ke dua adalah analisis karakteristik papan partikel yang dibuat dari beragam ukuran partikel yang telah disaring 2 tahap. Perlakuan terdiri atas 3 taraf yaitu partikel lolos 2 /tertahan 4, Lolos 1 /tertahan 2, serta lolos 5 /tertahan 1. Lolos 2 Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Gambar 29 Partikel bambu dan kayu sengon berbagai ukuran Pembuatan dan Pengujian Papan Partikel yang digunakan adalah partikel kering udara dengan kadar air sekitar 1%. Partikel tersebut dioksidasi dengan hidrogen peroksida 2% berdasarkan berat kering partikel dan fero sulfat 5% berdasarkan berat hidrogen peroksida. Partikel teroksidasi kemudian dikondisikan selama 9 sampai 12 menit lalu dibentuk menjadi lembaran. Lembaran tersebut selanjutnya dikempa panas pada suhu 18 o C selama 15 menit dengan tekanan spesifik 25 kgf cm -2. Ukuran papan partikel yang dibuat adalah 3 cm x 3 cm x,7 cm dengan 69

3 kerapatan sasaran,75 g cm -3. Ulangan yang digunakan untuk masing-masing perlakuan adalah 4 kali. Adapun metode pengujian sifat-sifat papan yang dilakukan sama dengan bagian sebelumnya yaitu berdasarkan 23. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian untuk setiap parameter dirataratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu, data yang diperoleh juga dibandingkan dengan nilai-nilai yang ditetapkan dalam JIS A Untuk melihat signifikansi perbedaan karakteristik papan partikel yang dibuat dari partikel dengan ukuran yang berbeda-beda maka dilakukan analisis ragam dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktor tunggal, yaitu ukuran partikel. Hasil analisis ragam yang menunjukkan adanya pengaruh nyata ukuran partikel terhadap karakteristik papan partikel dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji perbandingan berganda Duncan. Untuk analisis perbandingan karakteristik papan yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali dan yang disaring dua kali, digunakan perbandingan nilai tengah masing-masing kelompok ukuran partikel dengan menggunakan analisis Uji t student. Parameter-parameter yang dibandingkan pada bagian ini adalah pengembangan tebal, MOR, MOE, serta keteguhan rekat. Hasil dan Pembahasan Saringan Satu Tahap Meskipun ukuran sasaran partikel telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok, namun karena partikel hanya disaring sekali, maka partikel berukuran lebih halus juga tergabung dalam masing-masing kelompok tersebut. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar tetap ditemukan pada kelompok yang menjadi sasaran utama ukuran partikel. Dari data yang tercantum dalam tabel tersebut, terlihat bahwa proporsi ukuran partikel yang menjadi ukuran sasaran berkisar pada angka 34,55-51,41% untuk bambu dan 47,6-66,31 % untuk sengon, sementara sisanya terdistribusi pada ukuran-ukuran partikel yang lebih halus. Data sebaran ukuran ini mengindikasikan bahwa pembatasan penggunaan partikel pada ukuran yang sangat spesifik menghasilkan rendemen yang rendah. 7

4 Tabel 4 Distribusi ukuran partikel No. Kelompok Ukuran Partikel Lolos 2,5 /Tertahan 5 Lolos 5 / Tertahan 1 Proporsi Distribusi Partikel (%) Lolos1 Lolos 2 Lolos 4 / / / Tertahan Tertahan Tertahan Lolos 6 / Tertahan 8 Lolos 8 1 Lolos ,68 16,33 24,79 17,21 2 Lols ,55 33,53 7,86 13,7 1,36 3 Lolos 5-36,46 17,32 31,71 4,67 5,7 4,13 4 Lolos 2,5 51,41 27,22 6,58 1,4 1,15 2, Lolos 1, x 2,59 x 11,72 mm 1 Lolos ,32 14,5 17,52 9,66 2 Lols ,31 23,46 4,12 3,81 2,31 3 Lolos 5-55,62 11,47 21,64 3,5 5,11 2,66 4 Lolos 2,5 47,6 24,97 4,43 14,33 2,82 3,74 2,1 5 Lolos 1,5 - Partikel-partikel dengan distribusi ukuran sebagaimana disajikan pada Tabel 4 selanjutnya dijadikan bahan dalam pembuatan papan partikel. Hasil analisis terhadap parameter kerapatan papan sebagaimana disajikan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kerapatan papan partikel baik yang berbahan baku bambu maupun sengon tidak memiliki nilai selisih kerapatan yang tinggi pada berbagai ukuran partikel. Namun demikian, hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel bambu tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan partikel yang dihasilkannya, sementara pada papan partikel kayu sengon berpengaruh nyata. Hasil uji perbandingan berganda Duncan sebagaimana disajikan pada Gambar 28 menunjukkan bahwa papan sengon yang terbuat dari partikel berukuran lolos 1,5, lolos 2,5, maupun lolos 5 memiliki kerapatan yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Demikian halnya dengan papan yang terbuat dari partikel yang lolos 1 juga tidak berbeda nyata dengan papan yang terbuat dari partikel yang lolos 2. Dalam penelitian ini, kerapatan papan sesungguhnya telah didisain untuk mencapai kerapatan yang seragam yaitu,75 g cm -3. Namun demikian pada kenyataannya terdapat variasi yang signifikan, khususnya pada papan partikel dari kayu sengon. Walaupun pada kenyataannya kerapatan sasaran papan senantiasa bervariasi pada percobaan-percobaan serupa tetapi variasi tersebut senantiasa 71

5 diusahakan seminimal mungkin. Dalam kasus penelitian ini, beberapa papan partikel memiliki kerapatan yang jauh di bawah kerapatan sasaran. Hal ini disebabkan oleh terbakarnya sebagian kecil partikel halus akibat reaksi eksotermik yang terjadi selama proses oksidasi. Meskipun terjadi perbedaan kerapatan yang cukup signifikan di antara kelompok papan yang dibuat namun apabila dibandingkan dengan, secara keseluruhan papan tersebut masih memenuhi standar. 1. Kerapatan (g cm -3 ) tn c Lolos 2 tn bc tn ab tn a tn ab Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 3 Kerapatan papan pada berbagai ukuran partikel Berbeda dengan nilai kerapatan papan, sebaran kadar air papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 31 sebagian tidak memenuhi. Hal ini terutama terjadi pada papan partikel dari bambu. Sementara itu untuk papan partikel dari kayu sengon, hanya partikel yang berukuran lolos 1,5 yang tidak memenuhi standar. Data pada gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar air papan partikel secara umum relatif rendah. Rendahnya kadar air papan ini disebabkan oleh adanya lignin yang terekspose pada permukaan papan. Hal ini didasarkan pada pengamatan permukaan sampel yang umumnya berwarna gelap, licin dan cenderung hydrophobic. Selain itu, reaksi eksotermik selama proses oksidasi juga menyebabkan menguapnya sebagian air yang terkandung dalam bahan oksidator maupun air yang ada dalam partikel. Fenomena ini juga teramati dari kesan raba partikel teroksidasi yang cenderung kering dan kaku. Kadar air papan-papan partikel tersebut cenderung jauh lebih rendah dari kayu solid yang umumnya di atas 1%. Tekanan pada suhu tinggi (18 o C) selama 72

6 15 menit akan menyebabkan penurunan daerah amorf pada dinding sel partikel, sehingga sifat hydrophilic papan akan menurun. Pada temperatur 18 o C suhu transisi gelas lignin telah terlampaui (Hill 26) yang membuat lignin lebih mudah berubah bentuk. Beberapa bagian dari lignin tersebut dapat terekspose pada permukaan partikel yang teramati secara visual yang diindikasikan oleh warna yang lebih gelap pada papan partikel. Oleh karena lignin adalah bahan yang bersifat hydrophobic, maka keberadaanya dapat menghambat penyerapan uap air selama proses pengkondisian. Berdasarkan hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15, diketahui bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata pada kadar air papan partikel yang dihasilkan, baik pada papan partikel bambu maupun sengon. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa pada papan partikel dari bambu, kadar air tertinggi ditemukan pada papan yang terbuat dari partikel lolos 2,5. Kadar airnya berbeda nyata dengan keempat jenis papan lainnya. Sementara itu kadar air terendah ditemukan pada papan partikel yang terbuat dari partikel lolos 5 dan berbeda nyata dengan papan dari partikel yang lolos 2, meskipun di sisi lain nilainya tidak berbeda nyata dengan papan dari partikel lolos 1 ataupun 1,5. Pada papan partikel dari kayu sengon, kadar air terendah ditemukan pada papan yang terbuat dari partikel lolos 1,5. Berdasarkan analisis perbandingan berganda Duncan, nilainya berbeda nyata dengan papan dari partikel lolos 1 maupun lolos 1,5, meskipun di sisi lain tidak berbeda nyata dengan papan dari partikel yang lolos 2, dan 5. Walaupun terdapat variasi kadar air di antara jenis-jenis papan yang dibuat, namun tampak jelas bahwa ukuran partikel tidak memiliki pola hubungan tertentu dengan kadar air papannya. 73

7 Kadar air (%) ab b ab b a b ab a c ab b ab Lolos 2 ab b a ab c b ab a Lolos 1 Lolos 5 Ukuran partikel Lolos 2,5 Lolos 1,5 Gambar 31 Kadar air papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Daya serap air papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 32 menunjukkan bahwa daya serap air papan tersebut cenderung sedikit menurun seiring dengan semakin meningkatnya ukuran partikel. Meskipun demikian, apabila diamati angka-angka perubahannya, terlihat bahwa perbedaan daya serap air antar ukuran partikel relatif kecil. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 yang menunjukkan bahwa ukuran partikel tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan partikel. Daya serap air (%) tn tn Lolos 2 Lolos 1 tn tn tn tn tn tn tn tn Lolos 5 Ukuran partikel Lolos 2,5 Lolos 1,5 Gambar 32 Daya serap air papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Data pengembangan tebal papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 33 menunjukkan bahwa pengembangan tebal papan cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya ukuran partikel. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh 74

8 nyata terhadap pengembangan papan partikel. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa pada papan partikel bambu, papan yang terbuat dari partikel lolos 2, lolos 1, dan lolos 5 tidak berbeda nyata satu sama lain, akan tetapi berbeda nyata dengan kedua jenis papan lainnya. Sementara itu, papan partikel yang lolos 2,5 dan 1,5 juga tidak berbeda nyata satu sama lain. Pada papan partikel dari kayu sengon, papan yang terbuat dari partikel lolos 1, lolos 2,5, dan lolos 1,5 tidak berbeda nyata satu sama lain akan tetapi ketiganya berbeda dengan dua jenis papan lainnya. Sementara itu papan yang terbuat dari partikel yang lolos 2 dan lolos 5 tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengembangan tebal (%) a a Lolos 2 Lolos 1 a b a a b b b b Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 33 Pengembangan tebal papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Apabila dibandingkan dengan 23, papan partikel dari kayu sengon secara keleluruhan memenuhi standar. Akan tetapi pada papan partikel dari bambu hanya dua dari lima tipe papan yang dibuat yang pengembangan tebalnya memenuhi standar, yaitu yang lolos 2 dan lolos 1. Pada papan partikel bambu, peningkatan pengembangan tebal terjadi secara drastis dari ukuran partikel lolos 5 ke ukuran partikel yang lebih kasar. Pengembangan tebal dapat terjadi karena kembalinya partikel ke bentuk semula setelah sebelumnya mengalami collaps akibat pengempaan pada suhu dan tekanan tinggi (Sekino et al. 1999), serta pengembangan dinding sel akibat penyerapan air. Tampaknya, pada ukuran partikel lolos 2 sampai lolos 5, deformasi partikel yang terjadi relatif lebih permanen sehingga 75

9 pengembangan tebalnya kecil. Hal ini terjadi karena proses oksidasi berlangsung lebih efektif sehingga mampu membentuk ikatan yang lebih kuat dan terdeformasi secara permanen pada saat kempa panas. Fenomena yang berbeda tampak pada papan partikel dari kayu sengon, di mana meskipun pengembangan tebal tertinggi ditemukan pada partikel paling kasar dan terendah pada partikel paling halus, namun pola peningkatannya tidak konsisten. Papan partikel yang terbuat dari partikel lolos 5 dan 2,5 ternyata memiliki pengembangan tebal lebih rendah dibandingkan dengan papan dari partikel yang lolos 1. Dengan demikian variasi pengembangan tebal yang terjadi di antara 5 tipe papan yang dibuat tidak berhubungan dengan ukuran partikel. Hal ini berarti bahwa pada rentang ukuran partikel tersebut, metode oksidasi untuk membuatan papan partikel tanpa perekat dari kayu sengon masih efektif untuk menghasilkan papan partikel dengan stabilitas dimensi yang tinggi. Hubungan antara nilai-nilai MOR dan MOE papan dengan ukuran partikel disajikan pada Gambar 34 dan 35. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap nilai MOR papan partikel. Berdasarkan data pada Gambar 34, diketahui bahwa papan partikel bambu yang dibuat dari partikel lolos 2 (paling halus) memiliki nilai MOR paling tinggi. Meskipun, berdasarkan hasil perbandingan berganda Duncan, diketahui bahwa nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan papan dari partikel lolos 1 dan 5. Nilainya hanya berbeda dengan papan dari partikel yang lolos 2,5 dan 1,5. Hal serupa juga ditemukan pada papan partikel dari kayu sengon, di mana nilai MOR tertinggi dimiliki oleh papan yang dibuat dari partikel paling halus (lolos 2 ) dan berdasarkan hasil analisis perbandingan berganda Duncan, nilainya berbeda nyata dengan keempat jenis papan lainnya. Adapun keempat jenis papan lainnya yang dibuat dari partikel yang lebih kasar memiliki nilai MOR yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Apabila dibandingkan dengan, maka tampak bahwa papan partikel dari bambu dan sengon memenuhi standar untuk ukuran partikel lolos 5 atau lebih halus. Meskipun demikian, data pada Gambar 34 tersebut juga menunjukkan bahwa penurunan nilai MOR seiring peningkatan ukuran partikel 76

10 tidak berlangsung secara signifikan pada papan partikel dari kayu sengon, akan tetapi sangat signifikan pada papan partikel dari bambu. MOR (kgf cm -2 ) b b Lolos 2 Lolos 1 b a b a a a a a Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 34 MOR papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Hasil analisis ragam pengaruh ukuran partikel terhadap MOE papan sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap nilai MOE papan partikel bambu, tetapi tidak berpengaruh nyata pada papan partikel dari kayu sengon. Berdasarkan hasil analisis perbandingan berganda Duncan, diketahui bahwa papan partikel bambu yang dibuat dari partikel yang lolos 2, 1, maupun 5 tidak berbeda nyata satu sama lain, meskipun ketiganya berbeda nyata dengan dua jenis papan lainnya yang dibuat dari partikel yang lebih kasar. Dibandingkan dengan 23, papan partikel dari kayu sengon memiliki nilai MOE yang jauh di atas standar yang ditetapkan. Sementara pada papan partikel dari bambu, papan yang dibuat dengan menggunakan partikel lolos 2,5 atau 1,5 sudah tidak memenuhi standar. Hal ini menunjukkan bahwa proses oksidasi bambu cenderung lebih sensitif terhadap ukuran partikel dibandingan dengan kayu sengon. Dengan demikian ketika assesibilitas komponen kimia partikel menurun, sudah tidak mampu membentuk ikatan untuk menghasilkan papan partikel dengan nilai-nilai MOE yang tinggi. 77

11 MOE (x 1 kgf cm -2 ) b tn Lolos 2 Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 b tn b tn a tn a tn Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 35 Modulus elastisitas papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Nilai-nilai MOR dan MOE papan partikel memiliki kecenderungan menurun seiring dengan semakin meningkatnya ukuran partikel. Fenomena ini berbeda dengan yang biasa ditemukan pada papan partikel yang menggunakan perekat. Maloney (1993), menyatakan bahwa flake dengan dimensi yang lebih panjang memiliki MOR, MOE, dan keteguhan rekat yang lebih tinggi dibandingkan partikel yang lebih kecil, seperti shaving dan serbuk gergaji. Demikian pula shaving yang berdimensi lebih panjang memiliki sifat kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan serbuk gergaji. Penurunan nilai-nilai MOR dan MOE mengindikasikan bahwa peningkatan ukuran partikel menyebabkan penurunan kekuatan ikatan antar partikel. Dari Gambar 34 dan 35 tersebut tampak bahwa pada papan partikel bambu, penurunan yang drastis terjadi dari ukuran lolos 5 ke ukuran partikel yang lebih kasar. Hal ini merupakan indikasi bahwa berdasarkan parameter MOR dan MOE, ukuran partikel yang layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel tanpa perekat adalah partikel yang lolos 5 atau lebih halus. Fenomena ini menunjukkan bahwa proses oksidasi hanya dapat berlangsung efektif apabila ukuran partikel tidak lebih kasar dari ukuran yang lolos saringan 5. Dengan kata lain assesibiltas oksidator terhadap komponen kimia partikel hanya efektif sampai pada ukuran tersebut. Ukuran partikel yang lebih kasar akan menyulitkan assesibilitas komponen kimia partikel sehingga menyebabkan penurunan kekuatan secara signifikan. 78

12 Keteguhan rekat (kgf cm -2 ) b tn b tn b tn a tn a tn Lolos 2 Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 tn tn tn tn tn Ukuran partikel Gambar 36 Keteguhan rekat papan partikel Berbeda dengan nilai MOR dan MOE, nilai keteguhan rekat papan memiliki pola yang berbeda antara papan dari bambu dengan papan dari kayu sengon. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat papan partikel dari bambu tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap papan partikel dari kayu sengon. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa papan partikel bambu yang terbuat dari partikel yang lolos 2, 1, maupun 5 memiliki keteguhan rekat yang tidak berbeda nyata satu sama lain, akan tetapi ketiganya berbeda dengan dua jenis papan lainnya yang dibuat dari partikel dengan ukuran yang lebih kasar (lolos 2,5 dan 1,5 ). Sebagaimana disajikan pada Gambar 36, pola penurunan keteguhan rekat pada papan partikel bambu juga menunjukkan penurunan yang drastis dari ukuran partikel lolos 5 ke ukuran partikel yang lebih kasar. Fakta ini semakin menegaskan bahwa ukuran partikel memang sangat menentukan assesibilitas komponen kimia partikel bambu yang lebih lanjut menentukan kekuatan ikatan yang terbentuk antar partikel. Dari data yang tersaji, tampak bahwa pada rentang ukuran partikel lolos 1 sampai pada ukuran yang paling kasar yang berbentuk slivers dengan dimensi rata-rata 1,14 mm x 2,59 mm x 11,72 mm, keteguhan rekat papan partikel bambu cenderung menurun seiring dengan peningkatan ukuran partikel. Tampaknya, penggunaan hidrogen peroksida sebesar 2% berdasarkan berat kering partikel dan 5% fero sulfat cukup memadai dalam mengoksidasi komponen 79

13 kimia partikel. Dengan demikian pada saat luas permukaan partikel meningkat akibat semakin kecilnya ukuran partikel, proses oksidasi tetap berlangsung, bahkan lebih efektif, akibat semakin tingginya assesibilitas komponen kimia partikel. Hal ini bertolak belakang dengan yang umum terjadi pada papan partikel yang menggunakan perekat, di mana bertambahnya luas permukaan menyebabkan penurunan jumlah perekat per satuan luas permukaan sehingga dapat menurunkan kekuatan ikatannya (Maloney 1993). Fenomena yang berbeda tampak pada papan partikel dari kayu sengon, di mana ukuran partikel ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat. Hal ini mengindikasikan bahwa pada rentang ukuran tersebut, proses oksidasi masih berlangsung secara efektif. Hal ini merupakan petunjuk bahwa kayu sengon cenderung lebih reaktif dibandingkan dengan bambu. Dengan demikian kayu terrsebut lebih mudah dioksidasi sehingga meskipun ukuran partikelnya relatif besar, akan tetapi proses oksidasi tetap berlangsung efektif. Berdasarkan parameter pengembangan tebal, MOR, MOE, serta keteguhan rekat, tampak bahwa secara umum ukuran partikel yang layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel tanpa perekat dengan perlakuan oksidasi adalah partikel yang lolos 5, lolos 1, ataupun lolos 2. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan visual selama pelaksanaan penelitian, reaksi eksotermik yang terjadi selama proses oksidasi membuat suhu partikel meningkat tajam (>1 o C), dan dalam beberapa kasus menyebabkan terbakarnya partikel. Dalam kasus ini, partikel yang seringkali terbakar adalah kelompok partikel yang lolos saringan 2. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka ukuran partikel yang paling layak digunakan dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat adalah partikel yang lolos saringan 5 atau 1. Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan, maka tampak bahwa papan partikel yang dibuat dengan menggunakan partikel yang lolos 1 memenuhi semua parameter yang diuji dalam penelitian dan ditetapkan dalam untuk papan partikel tipe 8, sementara untuk papan yang dibuat dari partikel yang lolos 5 tidak memenuhi parameter pengembangan tebal pada papan partikel bambu. 8

14 Perubahan Karakteristik Papan Partikel akibat Penghilangan Partikel Halus Sebagaimana data yang disajikan pada Tabel 4, partikel yang lolos pada ukuran saringan tertentu memiliki partikel yang terdistribusi ke kelompok ukuran yang lebih halus. Selanjutnya, untuk melihat pengaruh keberadaan komponen partikel halus, maka dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap partikel yang memiliki ukuran lebih seragam melalui penyaringan dua kali. Hasil-hasil penelitian tersebut disajikan pada Gambar Pengembangan Tebal (%) Tahap 2 Tahap tn tn tn tn a b a b tn tn tn tn Gambar 37 Perbandingan pengembangan tebal dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Data pada gambar tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jenis bahan baku menghasilkan respon yang berbeda dalam hal karaktersitik papan yang dihasilkannya. Pada papan partikel dari bambu, secara umum terlihat bahwa penghilangan partikel halus menyebabkan penurunan karakteristik papan partikel yang ditandai dengan meningkatnya nilai pengembangan tebal dan menurunnya sifat-sifat mekanis. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan partikel yang lebih halus dalam pembuatan papan partikel berkontribusi positif terhadap karakteristik papan partikel yang dihasilkannya. Oleh karena itu dugaan awal bahwa assesibilitas komponen kimia kayu selama proses oksidasi berperan penting dalam menentukan kualitas akhir produk yang dihasilkannya terkonfirmasi dalam studi ini. Dalam konteks tersebut, semakin halus ukuran partikel, maka semakin tinggi assesibilitasnya. Namun demikian, fenomena yang berbeda ditunjukkan oleh papan partikel dari kayu sengon. Pada papan ini, terdapat kecenderungan bahwa papan yang 81

15 dibuat dari partikel yang disaring dua kali ternyata memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan papan yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali. Hal ini berarti keberadaan partikel halus tidak berkontribusi positif terhadap stabilitas dimensi, MOR, maupun MOE papan partikel. Sebagaimana telah diulas sebelumnya, bahwa pada papan partikel yang menggunakan perekat, peningkatan luas area overlay partikel cenderung meningkatkan sifat mekanis papan partikel. Tampaknya justifikasi ini berlaku pula pada papan partikel tanpa perekat dari kayu sengon. MOR (Kgf cm -2 ) Tahap 2 Tahap tn tn a b tn tn tn tn a b tn tn Gambar 38 Perbandingan MOR dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Meskipun cenderung menghasilkan papan partikel dengan stabilitas dimensi, MOR, dan MOE yang lebih rendah pada papan partikel yang mengandung partikel halus, namun, khusus untuk parameter keteguhan rekat, tampak jelas bahwa keteguhan rekat papan meningkat dengan keberadaan partikel halus, baik pada papan partikel dari bambu, maupun papan partikel dari kayu sengon. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan partikel halus sebenarnya tetap berperan dalam pembentukan ikatan, meskipun pengaruhnya pada parameter lain berbeda antara papan partikel bambu dan sengon. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan partikel halus lebih berperan penting pada papan partikel dari bambu dibandingkan dengan papan partikel sengon. Dengan kata lain, sesungguhnya reaktivitas partikel bambu cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sengon, dan tampaknya hal ini 82

16 dipengaruhi oleh perbedaan struktur kimia bambu dan sengon. Pada kayu sengon yang merupakan kelompok kayu daun lebar, struktur ligninnya terutama tersusun oleh lignin siringil-guaiasil sementara pada bambu yang merupakan kelompok rerumputan, struktur ligninnya terususun oleh campuran lignin siringil-guaiasil-phidroksifenil propana (Pettersesn 1984, Fengel & Wegener 1995). Oleh karena menurut Widsten (22), salah satu kemungkinan hasil dari reaksi antara hidroksil radikal yang dihasilkan dari proses oksidasi dengan lignin adalah demetoksilasi, maka kemungkinan karena jumlah gugus metoksil yang lebih banyak pada kayu sengon membuatnya cenderung lebih reaktif dibandingkan dengan bambu. Di samping itu, secara fisik, kerapatan bambu yang dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan sengon membuat rasio kempanya lebih rendah sehingga secara umum kontak antar partikel pada kayu sengon dapat diasumsikan dua kali lebih intensif dibandingkan dengan bambu. MOE (x 1 kgf cm -2 ) Tahap 2 Tahap a b a b tn tn tn tn a b tn tn Gambar 39 Perbandingan MOE dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Penurunan sifat mekanis papan partikel bambu akibat penghilangan partikel halus serupa dengan yang ditemukan oleh Karlsson & Westermark (22). Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa penghilangan partikel halus (<,25 mm) sebanyak 24% dari total berat partikel akan menurunkan keteguhan rekat papan partikel sebesar 1/3 dibandingkan dengan keteguhan rekat papan partikel yang mengandung partikel halus. Dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat dengan metode kempa panas maupun injeksi uap, kecenderungan yang 83

17 sama juga terjadi. Keteguhan rekat papan partikel tanpa perekat yang dibuat dari partikel halus lebih tinggi dibandingkan dengan partikel yang lebih kasar (Widyorini et al. 29). Keteguhan Rekat (Kgf cm -2 ) Tahap 2 Tahap tn tn tn tn tn tn a b tn tn a b Gambar 4 Perbandingan keteguhan rekat dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Siginifikansi perbedaan karakteristik papan partikel untuk masing-masing parameter dapat dilihat dari hasil uji t untuk masing-masing parameter pada setiap jenis dan kelompok ukuran partikel sebagaimana disajikan pada Lampiran 16. Pada parameter pengembangan tebal, tampak bahwa pada papan partikel bambu, kelompok ukuran 2 dan 1 memiliki perbedaan pengembangan tebal yang tidak nyata, namun pada kelompok ukuran 5 berbeda nyata. Akan tetapi, pada papan partikel kayu sengon, kelompok ukuran 2 memiliki pengembangan tebal yang berbeda nyata, sementara pada dua kelompok ukuran partikel lainnya tidak berbeda nyata. Untuk parameter MOR, papan partikel bambu dan sengon memiliki pola yang sama yaitu hanya berbeda nyata pada kelompok ukuran 1. Meskipun demikian, apabila dilihat dari nilai tengah masing-masing, maka tampak jelas perbedaan polanya, karena pada papan partikel bambu, papan yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali memiliki nilai MOR yang lebih tinggi, sementara pada papan sengon sebaliknya. Untuk parameter MOE, terdapat sedikit perbedaan pola dengan MOR yaitu untuk kelompok ukuran partikel 2, di mana pada bambu berbeda nyata secara statistik. Untuk parameter keteguhan rekat, papan partikel bambu tidak memiliki perbedaan yang nyata pada ketiga kelompok ukuran, sementara pada papan 84

18 partikel sengon, hanya kelompok ukuran 1 yang tidak berbeda nyata. Dengan hasil analisis seperti ini maka dapat dilihat bahwa meskipun secara visual ada kecenderungan bahwa papan partikel bambu yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali cendrung lebih baik, sementara papan partikel sengon cenderung sama atau bahkan lebih baik pada papan yang dibuat dari partikel yang disaring dua kali, namun secara satistik tidak terdapat pola perbedaan tertentu. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penggunaan partikel yang disaring satu kali terdapat kecenderungan penurunan stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis papan partikel seiring dengan peningkatan ukuran partikel yang digunakan. Hal ini terutama tampak jelas pada papan partikel dari bambu. Kisaran ukuran partikel yang sesuai digunakan sebagai bahan baku papan partikel tanpa perekat dengan menggunakan bambu sebagai bahan baku adalah lolos 1, atau lolos 2, sementara pada papan sengon, ukuran partikel lolos 1 atau lebih kasar layak digunakan. Penghilangan partikel halus melalui penyaringan 2 tahap menurunkan sifat fisik dan mekanis papan partikel bambu secara keseluruhan, akan tetapi pada papan partikel sengon cenderung tidak berpengaruh. Apabila dibandingkan dengan 23, maka papan partikel dari kayu sengon yang dibuat dengan ukuran partikel lolos 5 atau lebih halus baik yang disaring sekali maupun dua kali memenuhi seluruh parameter yang ditetapkan dalam standar, sementara pada bambu, penghilangan partikel halus menyebabkan stabilitas dimensi dan sifat mekanisnya sebagian tidak memenuhi standar. 85

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Papan partikel adalah salah satu jenis produk papan komposit yang dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2011-2012 seluas 8,91 juta Ha 9,27 juta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Kadar perekat urea formaldehida (UF) = 12% Ukuran sampel = 25 x

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL III. PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL Pendahuluan Pembuatan papan partikel tanpa perekat pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Prinsip dasar dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU Ragil Widyorini* Abstrak Berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan emisi formaldehida dari produk-produk panel.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan bahan non kayu mulai dipertimbangkan dalam pembuatan papan partikel seiring meningkatnya produksi panel dunia dan semakin terbatasnya kayu. FAO (2013) menyebutkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL 2.1.1 Definisi dan Pengertian Papan partikel adalah suatu produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK Jurnal Perennial, 2012 Vol. 8 No. 2: 75-79 ISSN: 1412-7784 Tersedia Online: http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT BIOKOMPOSIT PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT Muhammad Navis Rofii dan Ragil Widyorini Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Pembuatan papan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian di laksanakan bulan September - November 2016. Penelitian ini akan dilakukan di Work Shop (WS) dan Laboratorium Teknonologi Hasil Hutan (THH) Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, menjadi sebuah tantangan dalam ilmu material untuk mencari dan mendapatkan material baru yang memiliki

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Andi Aulia Iswari Syam un 1, Muhammad Agung 2 Endang Ariyanti

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Particle Board from Mixture of Rattan Waste and Gemor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 23 MATERI DAN METODE Materi Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di aboratorium Biokomposit, aboratorium Keteknikan Kayu dan aboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET Siti Hosniah*, Saibun Sitorus dan Alimuddin Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2012 Agustus 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lignin Klason Lignin Klason merupakan residu reaksi hidrolisis kayu yang mendegradasi dan melarutkan polisakarida kayu dengan menggunakan asam sulfat 72% (Yasuda et al.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : SINTESIS DAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DAN SABUT KELAPA Erwan 1), Irfana Diah Faryuni 1)*, Dwiria Wahyuni 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumber daya alam penghasil kayu menjadi modal dasar bagi pertumbuhan industri sektor pengolahan kayu. Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan. a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan.

Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan. a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan. Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan Komposisi 0.001 4 0.000 1.515 0.270 Galat 0.002 10 0.000 Total

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan PARDOMUAN SJDABUTAR. E02495009. Pengaruh Macam Dan Kadar Katalis Terhadap Sifat Papan Semen Partikel Acacia nrangirtm Willd., Dibawah Bimbingan Ir. Bedyaman Tambunan dan Ir. I.M. Sulastiningsih MSc. Papan

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT

PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT Muhammad Navis Rofii dan Ragil Widyorini Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Email: navis_r@ugm.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL NATURE OF FISIS MECHANICAL PARTICLE BOARD FROM RIPSAW WASTE OF PURSUANT TO SIZE MEASURE PARTICLE Saibatul Hamdi

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI

PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI *Norman Iskandar, Agung Eko Wicaksono, Moh Farid

Lebih terperinci

Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics (MoE And MoR) Of Particle Board Of Ulin Wood (Eusideroxylon Zwageri T.Et.B)

Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics (MoE And MoR) Of Particle Board Of Ulin Wood (Eusideroxylon Zwageri T.Et.B) PENGARUH UKURAN.. (19) 1-19 PENGARUH SUSUNAN PARTIKEL TERHADAP SIFAT MEKANIK (MoE dan MoR) PAPAN SEMEN PARTIKEL KAYU ULIN (Eusidexylon zwageri T.Et.B) Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bambu merupakan tanaman rumpun yang tumbuh hampir di seluruh belahan dunia, dan dari keseluruhan yang ada di dunia Asia Selatan dan Asia Tenggara menyediakan kira-kira

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci