IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sri Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis proksimat tongkol jagung Komponen % b.b % b.k Air Abu Protein Lemak Serat Kasar Karbohidrat (by difference) Keterangan: % b.b = Persentase berdasarkan bobot basah % b.k = Persentase berdasarkan bobot kering Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan bahan selama menunggu proses pengolahan. Hasil analisis kadar air tongkol jagung awal yaitu 10.71%, menunjukkan bahwa tongkol jagung yang digunakan memiliki kadar air yang rendah. Kadar air yang rendah menyebabkan bahan lebih tahan terhadap serangan mikroba selama penyimpanan. Tongkol jagung memiliki kadar abu sebesar 1.69% (b.b) dan 1.89% (b.k). Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan bahan anorganik dan kandungan unsur mineral dalam suatu bahan. Menurut Chang dan Miles (1989), mineral merupakan komponen yang penting bagi pertumbuhan fungi. Mineral utama yang dibutuhkan bagi pertumbuhan fungi yaitu fosfor, kalsium dan magnesium. Kadar protein tongkol jagung menunjukkan hasil yang sangat kecil, yaitu 0.60% (b.b). Hal ini menunjukkan bahwa tongkol jagung yang 25
2 digunakan memiliki kandungan nutrisi (protein) yang kurang mencukupi khususnya jika akan dipergunakan langsung untuk bahan pakan ternak. Tongkol jagung memiliki kadar lemak sebesar 2.34% (b.b) dan 2.62% (b.k). Lemak merupakan zat ekstraktif yang larut dalam pelarut organik seperti eter, aseton, dan lain-lain (Fengel dan Wegener, 1995). Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan (Apriyantono et al., 1989). Kadar serat kasar tongkol jagung yang tinggi, yaitu 79.15% (b.b) menunjukkan bahwa bahan tersebut merupakan sumber karbon yang baik yang berguna sebagai nutrisi bagi pertumbuhan mikroba, khususnya bagi mikroba yang dapat menguraikan komponen serat (ligninolitik dan selulolitik). Hasil analisis karbohidrat (by difference) menunjukkan bahwa tongkol jagung memiliki kandungan karbohidrat sebesar 5.51% (b.b) dan 6.18% (b.k). Kandungan karbohidrat tongkol jagung yang cukup tinggi memiliki peluang yang cukup besar sebagai sumber karbon (C) bagi pertumbuhan mikroba. b. Analisis Komponen Lignoselulosa Lignoselulosa merupakan komponen utama tanaman yang menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui (Sjostrom, 1995). Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa bahan ekstraktif lain. Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel tanaman. Hasil analisis komponen lignoselulosa awal tongkol jagung manis yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan hasil kadar lignin 19.74%, kadar selulosa 41.45% dan hemiselulosa 33.91%. Sedangkan tongkol jagung yang digunakan oleh Iswanto (2009) mempunyai kandungan lignin sebesar 15%, kadar selulosa 45% dan kadar hemiselulosa 35%. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap jenis tongkol jagung mempunyai komposisi komponen lignoselulosa yang berbeda. Perbedaan komposisi kimia tongkol jagung tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan varietas, tempat tumbuh, kelembaban dan cuaca saat pemanenan (Shofiyanto, 26
3 2008). Hasil analisis komponen lignoselulosa tongkol jagung sebelum didelignifikasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi komponen lignoselulosa tongkol jagung sebelum didelignifikasi Komponen % b.k Zat Ekstraktif 4.92 Lignin Selulosa Hemiselulosa Keterangan: % b.k = Persentase berdasarkan bobot kering Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya selulosa dan hemiselulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi produk turunannya. Berdasarkan hasil analisis kandungan komponen lignoselulosa, dapat dikatakan bahwa lignin yang terkandung dalam tongkol jagung cukup tinggi. Lignin merupakan senyawa yang heterogen dengan berbagai tipe ikatan sehingga tidak dapat diuraikan oleh enzim hidrolisis (Hofrichter, 2002). Lignin dapat didegradasi oleh fungi pelapuk kayu tetapi hanya dapat didegradasi secara sempurna oleh fungi pelapuk putih (white rot fungi). Fungi ini dapat mendegradasi polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan bantuan enzim ekstraseluler yang terdiri atas selulase, xilanase, hemiselulase, serta enzim pendegradasi lignin yaitu laccase (Lac) dan peroksidase yang terdiri dari lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). 27
4 2. Penentuan Fungi Terbaik Parameter utama yang digunakan untuk penilaian jenis fungi pelapuk putih terbaik yang akan terpilih dari ketiga jenis fungi yaitu Schizophyllum commune, Phanerochaete chrysosporium dan isolat Pleurotus EB9 berdasarkan kemampuan fungi dalam mendegradasi lignin paling tinggi pada tongkol jagung selama 30 hari inkubasi. Persentase penurunan kadar lignin oleh masing-masing fungi selama 30 hari inkubasi dapat dilihat pada Gambar % 14.15% 1.66% Gambar 16. Persentase penurunan kadar lignin tongkol jagung (PC*: Phanerochaete chrysosporium, SC*: Schizophyllum commune, EB9*: isolat Pleurotus EB9) Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan bobot lignin awal dan bobot lignin setelah perlakuan inkubasi fungi pada tongkol jagung telah terjadi penurunan lignin (Gambar 16). Setelah 30 hari inkubasi, tongkol jagung yang diinkubasi dengan P. chrysosporium mengalami penurunan kadar lignin paling tinggi diantara ketiga jenis fungi lainnya, yaitu 26.07% (Gambar 16 dan Lampiran 1). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadilah (2008), selama inkubasi pada suhu 38 o C selama 30 hari, P. chrysosporium mampu menurunkan kadar lignin batang jagung sebesar 81.4 %. Hasil penurunan kadar lignin yang kecil pada penelitian ini diduga terjadi karena P. chrysosporium tidak diinkubasi pada suhu optimumnya yang berkisar antara o C. Penurunan kadar lignin oleh isolat Pleurotus EB9 setelah diinkubasi selama 30 hari sangat kecil yaitu 1.66%. Tidak seperti pada P. chrysosporium 28
5 yang dapat menghasilkan enzim pendegradasi komponen fenolik (MnP) dan komponen non fenolik (LiP) sekaligus, Pleurotus EB9 hanya menghasilkan satu jenis enzim pendegradasi lignin yaitu enzim laccase. Menurut Kimura et al. (1990), usaha untuk mendeteksi aktivitas enzim lignin peroksidase pada P.ostreatus di bawah beberapa kondisi kultur tidak menunjukkan hasil yang positif. Sannia et al. (1991) menemukan bahwa pada fungi pelapuk putih Pleurotus terdapat aktivitas enzim laccase. Laccase merupakan fenol oksidase yang mengandung tembaga yang tidak membutuhkan H 2 O 2 tetapi menggunakan molekul oksigen (Thurston, 1994). Laccase dapat mengoksidasi komponen non fenolik jika terdapat mediator seperti ABTS (2,2- azinobis (3-etilbenzthiazolin-6-sulfonat)) atau HBT (hidroksibenzotriazol) (Bourbonnais dan Paice, 1990). Padahal sekitar 90% struktur lignin tersusun atas unit non fenolik (Srebotnik et al., 1994). Hal inilah yang menyebabkan kecilnya persentase penurunan lignin pada substrat yang diinkubasi oleh Pleurotus dibandingkan substrat yang diinkubasi oleh P. chrysosporium. Seperti halnya pada Pleurotus, fungi S. commune diketahui dalam mendegradasi lignin fungi ini hanya menghasilkan enzim laccase. Lebih rendahnya bobot lignin akhir yang dialami oleh substrat setelah diinkubasi dengan S. commune disebabkan oleh lebih besarnya penurunan bobot kering yang dialami oleh substrat tersebut. Namun pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa persentase kadar lignin substrat yang diinkubasi selama 30 hari oleh kedua jenis fungi tersebut hampir sama yaitu 22.55% pada S. commune dan 22.36% pada isolat Pleurotus EB9. Menurut Herliyana (1997), setelah 6 minggu inkubasi pada media padat dengan kondisi diberi aerasi, pemberian S. commune dapat menurunkan kadar lignin pada pulp kayu Acacia mangium sebesar 69.3% dan pada pulp kayu Pinus merkusii sebesar 10%. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan S. commune dalam mendegradasi lignin pada masingmasing substrat berbeda-beda, termasuk pada substrat tongkol jagung. Hal ini terjadi karena perbedaan komposisi kimia dari substrat tersebut. 29
6 Lignin merupakan senyawa polimer aromatik yang sulit didegradasi dan hanya sedikit organisme yang mampu mendegradasi lignin, diantaranya fungi pelapuk putih. Fungi mendegradasi lignin menjadi produk yang larut dalam air dan CO 2 (Boyle et al., 1992). P. chrysosporium mempunyai kemampuan mendegradasi komponen lignin tongkol jagung paling besar diantara yang lain. Oleh karena itu, P. chrysosporium digunakan sebagai fungi terpilih untuk mendelignifikasi tongkol jagung pada penelitian utama. Selain penurunan kadar lignin, tongkol jagung setelah diinkubasi dengan fungi juga mengalami penurunan bobot kering. Seperti halnya penurunan lignin, tongkol yang diinkubasi dengan P. chrysosporium memiliki tingkat penurunan bobot kering paling tinggi yaitu 28.22% (Gambar 17) % 27.32% 15.79% Gambar 17. Persentase penurunan bobot kering tongkol jagung (PC*: Phanerochaete chrysosporium, SC*: Schizophyllum commune, EB9*: isolat Pleurotus EB9) Persentase penurunan bobot kering tongkol jagung merupakan salah satu ukuran adanya biodegradasi oleh fungi. Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa P. chrysosporium mempunyai kemampuan menurunkan bobot kering tongkol jagung terbesar diantara ketiga jenis fungi. Terjadinya penurunan bobot kering selama waktu inkubasi diduga karena adanya degradasi tongkol jagung oleh enzim yang dikeluarkan oleh fungi. Menurut Hatakka (2001), white-rot fungi menghasilkan berbagai jenis enzim yang terlibat dalam proses degradasi lignin, juga menghasilkan selulase, xilanase dan hemiselulase. 30
7 B. PENELITIAN UTAMA 1. Struktur Mikroskopis Tongkol Jagung Struktur mikroskopis serat tongkol jagung awal dengan struktur serat tongkol jagung yang telah diinkubasi dengan P. chrysosporium dapat dilihat pada Gambar 18. (a) (b) (c) (d) Gambar 18. Struktur mikroskopis serat tongkol jagung (perbesaran 400x): tanpa polarisasi (a) sebelum didelignifikasi, (b) diinkubasi 30 hari oleh P. chrysosporium; dengan cahaya terpolarisasi; (c) sebelum didelignifikasi, (d) diinkubasi 30 hari oleh P. chrysosporium Pada Gambar 18 tampak struktur seperti benang yang disebut fibril. Fibril merupakan kumpulan molekul-molekul selulosa dan mengandung bagian yang teratur dan kurang teratur. Struktur tongkol jagung awal Gambar 18 (a) tampak struktur fibril yang masih tersusun lurus. Namun, setelah inkubasi 30 hari (Gambar 18 (b) ) dapat dilihat bahwa struktur serat tampak lebih renggang. Hal ini terjadi karena selama waktu inkubasi terjadi degradasi oleh enzim yang dikeluarkan oleh fungi, sehingga menyebabkan dinding-dinding sel semakin lama semakin keropos dan menghasilkan struktur sarang lebah. Zona lisis fibril selulosa tidak terlindungi dan melonggar (Fengel dan Wegener, 1995). Pada penampakan tongkol jagung dengan cahaya yang terpolarisasi (Gambar 18 (c), (d) ), terdapat warna kebiruan yang menunjukkan struktur 31
8 kristalin selulosa. Pada struktur tongkol jagung awal (sebelum didelignifikasi), tampak struktur kristalin selulosa yang ditandai dengan warna kebiruan. Pada inkubasi 30 hari warna kebiruan pada cahaya terpolarisasi semakin sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa lignin yang dikandung semakin sedikit dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Menurut Knauf dan Moniruzzaman (2004), perubahan yang terjadi pada struktur lignoselulosa yang telah diberi perlakuan awal dapat berupa pemisahan antara selulosa dengan materi yang melindunginya (hemiselulosa dan lignin). Perubahan struktur selulosa yang pada awalnya berbentuk kristal menjadi amorf, sehingga mudah untuk dihidrolisis. 2. Biodelignifikasi oleh P. chrysosporium a. Bobot Kering Setelah Inkubasi Perlakuan inkubasi fungi P. chrysosporium pada tongkol jagung telah menyebabkan penurunan dan kenaikan bobot kering. Hasil perhitungan bobot kering tongkol jagung sebelum dan sesudah delignifikasi dapat dilihat pada Gambar 19 dan Lampiran 3. Bobot kering (g) Gambar 19. Bobot kering tongkol jagung sebelum (awal) dan setelah delignifikasi (*Urutan berdasarkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.) Degradasi komponen lignoselulosa tongkol jagung ditandai oleh penurunan bobot kering bahan. Enzim yang dikeluarkan oleh fungi mampu mengkatalis reaksi biokimia pada media lignoselulosa, sehingga holoselulosa dan lignin dapat dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. 32
9 Senyawa-senyawa ini selanjutnya dapat diabsorpsi dan dimetabolisme oleh fungi (Herliyana, 1997). Akan tetapi, dari hasil yang didapatkan terjadi peningkatan bobot kering pada dua perlakuan. Kenaikan ini terjadi karena adanya pertumbuhan komponen miselia fungi yang cepat. Menurut Fadilah (2009), penambahan nutrisi berupa glukosa dalam media mempunyai dua keuntungan, salah satunya adalah pertumbuhan fungi yang cepat pada media. Oleh karena adanya penambahan komponen miselia fungi, terjadilah kenaikan bobot kering substrat setelah delignifikasi. Penampakan pertumbuhan miselia P. chrysosporium pada media tongkol jagung dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Penampakan pertumbuhan miselia Phanerochaete chrysosporium pada media tongkol jagung b. Kadar Zat Ekstraktif Zat ekstraktif terdiri dari beberapa komponen senyawa organik seperti asam, resin, asam lemak, terpena dan alkaloid (Sjostrom, 1995). Zat ekstraktif memiliki bobot molekul yang bervariasi. Zat ini terdapat pada bahan berlignoselulosa tetapi tidak menyusun dinding sel. Kemampuan P. chrysosporium mendegradasi komponen ekstraktif tongkol jagung dipengaruhi oleh sifat ekstraktif yang terkandung. Menurut Lewin dan Goldstein (1991), pada beberapa spesies kayu terdapat zat ekstraktif yang merupakan racun yang menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga meningkatkan ketahanan kayu. Bahan dengan kandungan zat ekstraktif tinggi, degradasinya akan berlangsung lebih lambat. Pada tongkol jagung terdapat komponen ekstraktif berupa lemak 0.7% dan asam uronat sebesar 3.36% (Parajo et al., 2003). 33
10 Pemberian fungi pada serbuk tongkol jagung menyebabkan turunnya kadar zat ekstraktif. Kadar zat ekstraktif merupakan bobot zat ekstraktif per bobot keing oven substrat (BKO). Hasil perhitungan kadar zat ekstraktif yang larut dalam etanol:benzene (1:2) sebelum (awal) dan sesudah didelignifikasi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Gambar 21. Zat ekstraktif pada tongkol jagung setelah perlakuan mengalami penurunan yang bervariasi. Penurunan terbesar terjadi pada sampel dengan nomor percobaan 7 yaitu dari (g/g BKO) menjadi (g/g BKO) atau sekitar 86.75% (Lampiran 3). Menurut Rayner dan Boddy (1995) keberadaan zat ekstraktif pada kayu dapat mempengaruhi pertumbuhan fungi, yaitu berperan sebagai sumber karbon, sebagai stimulan pertumbuhan dan sebagai penghambat pertumbuhan. Penurunan zat ekstraktif pada tongkol jagung diperkirakan zat ekstraktif yang terkandung dalam tongkol jagung tersebut dipergunakan sebagai sumber karbon oleh fungi. Gambar 21. Kadar zat ekstraktif (g/g) yang larut dalam etanol:benzene (1:2) sebelum (awal) dan sesudah didelignifikasi(*urutan berdasarkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.) c. Kadar Lignin Biodegradasi lignin dapat terjadi jika fungi pelapuk putih menghasilkan enzim degradasi lignin ekstraselular, yaitu lignin peroksidase dan Mn peroksidase yang disebut sebagai keadaan ligninolitik. Lignin peroksidase dan Mn peroksidase diketahui merupakan ekstraselular enzim yang mengkatalisis oksidasi suatu senyawa aromatik. Keadaan ligninolitik P. 34
11 chrysosporium akan teraktivasi saat metabolisme sekunder pertumbuhan fungi dan diatur oleh tersediaanya nutrisi, oksigen, trace logam, dan ph (Fadilah, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi 37.8 hari (No. Percobaan 10) menyebabkan penurunan kadar lignin yang paling tinggi yaitu dari (g/g BKO) menjadi 0,136 (g/g BKO) % (Lampiran 3). Dari data juga diperoleh bahwa semakin lama waktu inkubasi, maka penurunan kadar lignin tongkol jagung semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa fungi P. chrysosporium memang merupakan organisme ligninolitik yang efisien. Kadar lignin sebelum (awal) dan sesudah didelignifikasi oleh P. chrysosporium dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Kadar lignin (g/g) sebelum (awal) dan sesudah didelignifikasi oleh Phanerochaete chrysosporium (*Urutan berdasarkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.) Tingginya laju degradasi lignin pada hari ke 37.8 mungkin disebabkan oleh masih cukupnya nutrisi untuk pertumbuhan fungi. Dalam percobaan ini ditambahkan glukosa sebagai nutrisi tambahan bagi fungi. d. Kadar Selulosa Selain mendegradasi komponen lignin, fungi P. chrysosporium juga menyebabkan terjadinya degradasi selulosa. Degradasi selulosa oleh fungi merupakan hasil kerja sekelompok enzim selulolitik yang bekerja secara sinergis. Fungi P. chrysosporium menghasilkan enzim selulase dengan aktivitas menyerupai endogluconases (EGs) dan exocellobiohydrolases 35
12 (CBHs) tergantung sumber karbon yang tersedia (Broda et al., 1996). Enzim endoglucanases menghidrolisis secara acak bagian amorf selulosa serat menghasilkan oligosakarida dengan panjang yang berbeda dan terbentuknya unjung rantai baru. Enzim Exoglucanases bekerja terhadap ujung pereduksi dan nonpereduksi rantai polisakarida selulosa dan membebaskan glukosa yang dilakukan oleh enzim glucanohydrolases atau selobiosa yang dilakukan oleh enzim cellobiohydrolases sebagai produk utama (Lynd et al., 2002). Pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa kadar selulosa mengalami penurunan selama inkubasi oleh fungi P. chrysosporium. Penurunan ini membuktikan bahwa selama waktu inkubasi fungi P. chrysosporium telah melakukan degradasi komponen selulosa oleh enzim-enzim selulolitik yang dihasilkan. Kadar selulosa (g/g BKO) sebelum (awal) dan setelah delignifikasi dapat dilihat pada Gambar 23 dan Lampiran 3. Gambar 23. Kadar selulosa (g/g) sebelum (awal) dan setelah perlakuan inkubasi oleh Phanerochaete chrysosporium (*Urutan berdasarkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.) Selulosa akan diuraikan oleh fungi menjadi senyawa yang sederhana yang dipergunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Selanjutnya, senyawa yang lebih sederhana tersebut akan dipergunakan fungi dalam siklus metabolismenya. Penambahan nutrisi berupa glukosa merupakan faktor yang memperkecil degradasi selulosa oleh fungi. Semakin banyak glukosa yang ditambahkan, laju degradasi selulosa semakin kecil. Hal ini dikarenakan fungi akan mengkonsumsi glukosa terlebih dahulu sebelum merombak 36
13 struktur selulosa menjadi gula yang lebih sederhana untuk kebutuhan hidupnya. e. Kadar Hemiselulosa Hemiselulosa mengalami biodegradasi menjadi monomer gula dan asam asetat dengan bantuan enzim hemiselulase. Hemiselulase seperti kebanyakan enzim lainnya yang dapat menghidrolisis dinding sel tanaman merupakan protein multi-domain. Xilan merupakan karbohidrat utama penyusun hemiselulosa dan Xilanase merupakan hemiselulase utama yang menghidrolisis ikatan β-1,4 rantai xilan. Fungi P. chrysosporium menghasilkan endoxylanase yang berperan dalam pemecahan xilan menjadi oligosakarida (Perez et al., 2002). Dari Gambar 24 dapat dilihat bahwa beberapa sampel mengalami peristiwa kenaikan jumlah komponen hemiselulosa. Peningkatan kandungan hemiselulosa pada substrat dapat diakibatkan oleh ikut terhitungnya komponen miselia fungi sebagai bagian dari hemiselulosa. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada beberapa sampel kecepatan pertumbuhan miselia lebih tinggi daripada kecepatan degradasi komponen lignoselulosa. Menurut Chang dan Miles (1989), rata-rata miselia fungi memiliki kandungan serat mulai 7.4%-24.6%. Gambar 24. Kadar hemiselulosa (g/g) sebelum (awal) dan setelah perlakuan inkubasi oleh Phanerochaete chrysosporium (*Urutan berdasarkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.) 37
14 3. Pengaruh Faktor Terhadap Nisbah Kadar Lignin/Holoselulosa Proses biodelignifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu waktu inkubasi dan jumlah miselia yang ditambahkan dalam media. Faktor-faktor tersebut dapat dioptimalkan, sehingga dapat meningkatkan efektifitas delignifikasi. Peningkatan efektifitas delignifikasi ini dapat dilihat dari tingkat degradasi lignin oleh P. chrysosporium. Selain mendegradasi lignin, P. chrysosporium juga melakukan degradasi komponen holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa). Hal ini dilakukan karena fungi tersebut memerlukan gula yang lebih sederhana untuk pemenuhan nutrisinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penambahan gula sederhana (glukosa) pada media untuk mengurangi tingkat degradasi komponen polisakaridanya. Proses delignifikasi yang ideal adalah ketika lignin terurai dalam jumlah yang besar namun komponen holoselulosa terurai dalam jumlah yang kecil. Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas dari zat ekstraktif dan lignin, terdiri dari semua komponen selulosa dan hemiselulosa (Chang dan Alan, 1971). Oleh karena itu, parameter utama untuk menilai efektifitas delignifikasi adalah dari penurunan kadar lignin dan kadar holoselulosa tongkol jagung. Menurut Goenadi et al. (1996), untuk menghitung efektifitas biodelignifikasi dihitung nisbah lignin/holoselulosa. Nisbah terendah menyatakan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi optimum untuk pertumbuhan fungi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh faktor waktu inkubasi, jumlah miselia yang ditambahkan serta jumlah glukosa yang ditambahkan terhadap nisbah lignin/holoselulosa serta interaksi ketiga faktor terhadap nisbah lignin/holoselulosa. Hubungan faktor reaksi terhadap respon dapat diketahui melalui serangkaian percobaan yang sistematis yang diuji melalui analisis statistik. a. Waktu Inkubasi Hasil analisis statistik (Tabel 6) menunjukkan bahwa baik efek linier maupun kuadratik dari waktu inkubasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nisbah lignin/holoselulosa. 38
15 Tabel 6. Pengaruh linier dan kuadratik faktor waktu inkubasi terhadap nisbah lignin/holoselulosa Sumber* Peluang nilai p > F Keterangan x 1 <.0001 Nyata x 1 * x 1 <.0001 Nyata Notasi x 1 : Efek linier waktu inkubasi; x 1 * x 1 : Efek kuadratik waktu inkubasi Gambar 25. Pengaruh waktu inkubasi (hari) terhadap nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa; (a) Kombinasi dengan jumlah miselia yang ditambahkan (ml/10 g substrat); (b) Kombinasi dengan jumlah glukosa (g/10 g substrat). Gambar 25 (a) dab (b) menunjukkan bahwa sampai sekitar hari ke-24 respon terus mengalami penurunan. Akan tetapi setelahnya, terlihat bahwa telah terjadi kenaikan nilai nisbah lignin/holoselulosa. Nilai nisbah lignin/holoselulosa yang semakin menurun dapat disebabkan terdegradasinya lignin yang nilainya lebih tinggi dari tingkat degradasi komponen holoselulosanya. Hal ini dikarenkan masih tersedianya glukosa pada media sehingga fungi akan mengkonsumsi glukosa tersebut terlebih dahulu sampai 39
16 glukosa yang tersedia habis. Setelah hari ke 24 nisbah lignin/holoselulosa cenderung naik. Kenaikan tersebut dapat terjadi karena cadangan glukosa pada media kemungkinan telah habis, sehingga fungi melakukan degradasi holoselulosa menjadi gula yang lebih sederhana untuk pemenuhan nutrisinya. Adanya degradasi komponen holoselulosa tersebut membuat kandungan holoselulosa menurun, sehingga nisbah lignin/holoselulosa akan cenderung naik. Meskipun faktor waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap nisbah lignin/holoselulosa, namun pengaruh interaksi antara waktu inkubasi dengan jumlah miselia dan jumlah glukosa yang ditambahkan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai nisbah lignin/holoselulosa. Hal ini dapat dilihat dari bentuk permukaan respon (Gambar 25 a dan b) yang cenderung tidak berubah pada berbagai kombinasi antara waktu inkubasi dengan faktor penambahan miselia dan glukosa. Hal ini dikuatkan oleh peluang nilai p > F dari hasil analisis yang menunjukkan pengaruh interaksi tersebut tidak nyata (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh interaksi antara waktu inkubasi dengan jumlah miselia dan jumlah glukosa yang ditambahkan terhadap nisbah lignin/holoselulosa Sumber* Peluang nilai p > F Keterangan x 1 -x Tidak Nyata x 1 -x Tidak Nyata Notasi x 1 -x 2 berarti interaksi waktu inkubasi dengan jumlah miselia yang ditambahkan dan seterusnya. b. Jumlah Miselia yang Ditambahkan Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa bobot kering miselia Fungi P. chrysosporium adalah 0.03 g/ml suspensi yang ditambahkan. Siahaan (1997) menyatakan bahwa semakin banyak penambahan jumlah isolat FFP pada sampel, terjadi kecenderungan penurunan lignin yang meningkat. Namun, pada penelitian ini penambahan jumlah miselia (x 2 ) dalam proses 40
17 delignifikasi menunjukkan bahwa penambahan jumlah miselia tidak menurunkan nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa secara nyata. Tabel 8. Pengaruh linier dan kuadratik faktor jumlah miselia yang ditambahkan terhadap nisbah lignin/holoselulosa Sumber* Peluang nilai p > F Keterangan x Tidak nyata x 2* x Tidak Nyata Notasi x 2 : Efek linier jumlah miselia yang ditambahkan; x * 2 x 2 : Efek kuadratik jumlah miselia yang ditambahkan. Gambar 26. Pengaruh jumlah miselia yang ditambahkan (ml/10 g substrat) terhadap nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa; (a) Kombinasi dengan waktu inkubasi (hari); (b) Kombinasi dengan jumlah glukosa (g/10 g substrat). Penambahan jumlah miselia (x 2 ) dalam proses delignifikasi menghasilkan grafik respon nisbah lignin/holoselulosa pada Gambar 26 (a) dan (b). Grafik yang cenderung datar tersebut menunjukkan bahwa penambahan jumlah miselia tidak menurunkan nisbah kadar lignin terhadap 41
18 holoselulosa secara nyata. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis efek linier dan kuadratik (Tabel 8) yang menunjukkan bahwa penambahan jumlah miselia memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap respon. Ini berarti bahwa penambahan jumlah miselia paling rendah (2.5 ml/10 g substrat) telah memenuhi kebutuhan proses delignifikasi. Pengaruh interaksi antara jumlah miselia dengan waktu inkubasi dan jumlah glukosa yang ditambahkan pada proses yang diamati tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai nisbah lignin/holoselulosa. Ini dapat dilihat dari bentuk permukaan respon (Gambar 26 a dan b) yang cenderung tidak berubah pada berbagai kombinasi dengan faktor lain dan dikuatkan oleh peluang nilai p > F dari hasil analisis yang menunjukkan pengaruh interaksi tersebut tidak berpengaruh nyata (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh interaksi antara jumlah miselia dengan waktu inkubasi dan jumlah glukosa yang ditambahkan terhadap nisbah lignin/holoselulosa Sumber* Peluang nilai p > F Keterangan x 2 - x Tidak Nyata x 2 - x Tidak Nyata Notasi x 2 -x 1 berarti interaksi waktu inkubasi dengan jumlah miselia yang ditambahkan dan seterusnya. c. Jumlah Glukosa yang Ditambahkan Penambahan glukosa pada media (x 3 ) yang diamati menghasilkan grafik respon nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa pada gambar 27 (a) dan (b). Meskipun tampak dari grafik (b) bahwa nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa mengalami sedikit penurunan seiring dengan bertambahnya jumlah glukosa yang ditambahkan, tetapi dari analisis efek linier maupun kuadratik menunjukkan bahwa pengaruh faktor jumlah glukosa adalah tidak nyata terhadap respon (Tabel 10). 42
19 Tabel 10. Pengaruh linier dan kuadratik faktor jumlah glukosa yang ditambahkan terhadap nisbah lignin/holoselulosa Sumber* Peluang nilai p > F Keterangan x Tidak nyata x 3* x Tidak nyata Notasi x 3 : Efek linier jumlah glukosa yang ditambahkan; x * 3 kuadratik jumlah glukosa yang ditambahkan. x 3 : Efek Gambar 27. Pengaruh jumlah glukosa (g/10 g substrat) terhadap nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa kombinasi dengan: (a) Waktu inkubasi (hari); (b) Jumlah miselia yang ditambahkan (ml/10 g substrat). Pengaruh interaksi antara jumlah glukosa yang ditambahkan dengan waktu inkubasi dan jumlah miselia yang ditambahkan pada proses yang diamati tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai nisbah lignin/holoselulosa. Ini dapat dilihat dari bentuk permukaan respon (Gambar 27) yang cenderung tidak berubah pada berbagai kombinasi dengan faktor lain. Hal ini dikuatkan oleh peluang nilai p > F dari hasil analisis yang menunjukkan pengaruh interaksi tersebut tidak berpengaruh nyata (Tabel 11). 43
20 Tabel 11. Pengaruh interaksi antara jumlah glukosa dengan waktu inkubasi dan jumlah miselia yang ditambahkan terhadap nisbah lignin/holoselulosa Sumber* Peluang nilai p > F Keterangan x 3 -x Tidak Nyata x 3 - x Tidak Nyata Notasi x 3 -x 1 berarti interaksi waktu inkubasi dengan jumlah glukosa dan seterusnya. C. KONDISI TERBAIK PROSES BIODELIGNIFIKASI Hasil pengolahan data nisbah lignin/holoselulosa pada berbagai perlakuan menghasilkan persamaan optimasi nisbah lignin/holoselulosa untuk proses delignifikasi sebagai berikut. LH * N = x x x x x x x x x 23...(2) Notasi LH * N adalah nisbah lignin/holoselulosa (g/g), x 1 adalah waktu inkubasi (hari), x 2 adalah jumlah miselia yang ditambahkan (ml), dan x 3 adalah jumlah glukosa yang ditambahkan (g). Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon diketahui bahwa model permukaan respon adalah minimum. Hal tersebut menyebabkan nilai optimum dapat ditentukan dari permukaan respon. Penentuan kondisi terbaik proses biodelignifikasi oleh Phanerochaete chrysosporium dengan menggunakan persamaan mendapatkan kondisi seperti pada Tabel 13. Tabel 12. Kondisi terbaik proses biodelignifikasi oleh Phanerochaete chrysosporium Faktor* Kode Nilai x x x * x 1 : Waktu Inkubasi (Hari); x 2 : Jumlah Miselia (ml/10 g substrat) ; x 3 : Jumlah Glukosa (g/10 g substrat). 44
21 Pada kondisi tersebut, diperkirakan memberikan hasil nisbah kadar lignin terhadap holoselulosa sebesar g/g. Artinya, terdapat lignin sebesar g tiap 1 g holoselulosa. Nilai nisbah ini didapatkan pada kondisi waktu inkubasi fungi Phanerochaete chrysosporium selama hari, jumlah miselia yang ditambahkan 1.89 ml/10 g substrat dan jumlah glukosa 0.23 g/10 g substrat. Hasil analisis statistik optimasi faktor waktu inkubasi, jumlah miselia dan jumlah glukosa terhadap respon nisbah lignin terhadap holoselulosa dapat dilihat pada Lampiran 4. 45
II. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TONGKOL JAGUNG Menurut Koswara (1992), tongkol jagung merupakan tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji serta merupakan modifikasi dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pahan (2008) nama latin pelepah sawit yaitu Elaeis guineensis,
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pelepah Sawit Menurut Pahan (2008) nama latin pelepah sawit yaitu Elaeis guineensis, berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu elaia yang berarti zaitun, karena buahnya mengandung
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris memiliki produk pertanian yang melimpah, diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen 13.769.913 ha dan produktivitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik yang terdiri atas sebagian besar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai
Lebih terperinci7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO
75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang
Lebih terperinciBIODELIGNIFIKASI TONGKOL JAGUNG MENGGUNAKAN FUNGI PELAPUK PUTIH (WHITE ROT FUNGI) Oleh: CUCU RINA PURWANINGRUM F
BIODELIGNIFIKASI TONGKOL JAGUNG MENGGUNAKAN FUNGI PELAPUK PUTIH (WHITE ROT FUNGI) Oleh: CUCU RINA PURWANINGRUM F34060347 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG B. LIGNOSELULOSA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG Tanaman jagung merupakan tanaman berumpun, tegak, tinggi ± 1,5 m. batang bulat massif, tidak bercabang, pangkal batang berakar, berwarna kuning atau jingga. Daun tunggal,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu bahan pakan alternatif yang potensial dimanfaatkan sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bahan pakan alternatif yang potensial dimanfaatkan sebagai pakan berasal dari limbah perkebunan kelapa sawit. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara agraris dan sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian harus
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PRODUKSI INOKULUM 1. Karakteristik Substrat Inokulum Substrat yang digunakan terdiri dari onggok (ampas tapioka), bekatul, bungkil kacang tanah dan ampas tahu. Substrat tersebut
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Furfural merupakan salah satu senyawa kimia yang memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai pelarut dalam memisahkan senyawa jenuh dan tidak jenuh pada industri minyak bumi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor pertanian yang memiliki produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah tongkol jagung manis kering yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Kapang yang digunakan untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao
BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIMBAH TANAMAN JAGUNG Tanaman jagung (Zea mays L.) termasuk ke dalam famili rumput-rumputan (Graminaceae). Tanaman ini di Indonesia sudah dikenal sejak 400 tahun yang lalu, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Produk pertanian yang melimpah menyediakan limbah hasil pertanian yang melimpah pula. Umumnya limbah hasil pertanian ini masih mengandung sejumlah nutrien,
Lebih terperinciBAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase
BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TONGKOL JAGUNG Tongkol jagung merupakan salah satu limbah hasil pertanian dari buah jagung. Secara keseluruhan total bobot total, jagung terdiri dari 30 % bagian berupa tongkol
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Komponen Kimia Kayu
4 TINJAUAN PUSTAKA Komponen Kimia Kayu Kayu disusun oleh unsur karbon, hidrogen dan oksigen (Haygreen & Bowyer 1995). Di samping itu, kayu juga mengandung senyawa anorganik yang disebut abu. Abu tersebut
Lebih terperinciBAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Di pasaran, terdapat beberapa macam kertas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu hasil samping agroindustri dari pembuatan minyak inti sawit. Perkebunan sawit berkembang pesat di Asia Tenggara, termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum banyak diminati masyarakat untuk dijadikan sebagai pakan alternatif. Produksi pisang di Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)
17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sampah merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia yang sampai saat ini
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia yang sampai saat ini masih belum teroptimalkan penanganannya. Komposisi sampah di negara-negara berkembang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena
27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya
I. PENDAHULUAN Budidaya jamur pangan (edible mushroom) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan budidaya jamur ini, akan menghasilkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat
Lebih terperinciPENURUNAN KADAR LIGNIN DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN PEMECAHAN MATERIAL SELULOSA UNTUK PEMBENTUKAN GLUKOSA DENGAN PROSES FUNGAL TREATMENT
PENURUNAN KADAR LIGNIN DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN PEMECAHAN MATERIAL SELULOSA UNTUK PEMBENTUKAN GLUKOSA DENGAN PROSES FUNGAL TREATMENT Fanandy Kristianto / 2309 100 064 Aldino Jalu Gumilang
Lebih terperinciIV. Hasil dan Pembahasan
IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.
30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. fungi kelompok tertentu yang memiliki kemampuan enzimatik sehingga. kekuatan kayu dan mengakibatkan kehancuran (Zabel, 1992).
TINJAUAN PUSTAKA Proses Pelapukan Pelapukan dan perubahan warna pada kayu disebabkan oleh fungi dan bakteri. Fungi dan bakteri adalah sumber kerugian utama pada produksi kayu dan penggunaannya. Pelapukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciHasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Potensi Nenas dan Limbahnya Sebagai Pakan Ternak Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nenas dikenal dengan nama latin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciPENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL
PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL Oleh : Hikmatush Shiyami M. (2309100063) Azizah Ayu Kartika (2309100148) Pembimbing : Ir. Mulyanto, M.T. Laboratorium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Ubi Kayu Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasape. Ubi kayu merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi
Lebih terperinciTeknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc
Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Limbah merupakan sampah sisa produksi yang mengandung bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Limbah merupakan sampah sisa produksi yang mengandung bahan bahan yang dapat menimbulkan polusi dan dapat menganggu kesehatan. Pada umumnya sebagian orang mengatakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nama Botani dari Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis Hill
TINJAUAN PUSTAKA Eucalyptus grandis Nama Botani dari Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis Hill exmaiden. Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var. pallidivalvis Baker et
Lebih terperinci1.3 TUJUAN PENELITIAN
5 Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak mentah nasional menipis produksinya.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kelapa memberikan banyak hasil misalnya kopra yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinci