7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO"

Transkripsi

1 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang mikro) pada proses konversi bambu menjadi monomer gula gula telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya (bab 5 dan 6). Pengaruh pra-perlakuan kombinasi ini adalah adanya perubahan struktur selulosa dan kehilangan lignin serta disorganisasi morfologi serat. Pra-perlakuan biologis dengan TV selama 30 hari memberikan selektifitas delignifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan inkubasi 15 dan 45 hari (bab 2). Selain itu pada praperlakuan gelombang mikro dalam medium air (bab 3), iradiasi selama 5, dan 12.5 menit () serta iradiasi selama 5 menit () memberikan kehilangan berat yang relatif lebih rendah dengan mempertimbangkan kehilangan hemiselulosa dibandingkan dengan kehilangan selulosa, sehingga untuk selanjutnya kondisi pra-perlakuan ini yang dipilih untuk digunakan dalam hidrolisis. Kombinasi pra-perlakuan secara biologis-gelombang mikro merupakan upaya alternatif dalam rangka meningkatkan efisiensi ketercernaan substrat pada proses hidrolisis. Hal ini terkait dengan terjadinya aktivitas delignifikasi polimer lignin oleh jamur pelapuk putih dan lebih efektifnya peningkatan luas permukaan dan porositas substrat pada iradiasi gelombang mikro. Rendemen gula per bambu awal tertinggi dari hidrolisis enzimatis pada pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro bambu betung dibawah 5% (Gambar 5.1 dan 6.1). Oleh karena itu pengembangan hidrolisis asam untuk mempercepat waktu hidrolisis dan menekan biaya proses perlu dilakukan. Efektifitas hidrolisis asam ini dapat diakselerasikan dengan iradiasi gelombang mikro. Waktu iradiasi gelombang mikro yang singkat dalam melingkupi seluruh substrat (bersifat volumetrik) mengindari adanya panas yang berlebihan bagian permukaan mendorong peningkatan rendemen gula pereduksinya. Terjadi peningkatan rendemen gula 6-7 kali dalam hidrolisis gelombang mikro dengan asam sulfat 1% dari pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro dibandingkan dengan kontrol. Meskipun demikian, dalam hidrolisis asam berpotensi menghasilkan produk degradasi sekunder seperti furfural dan 5- HMF. Oleh karena itu aplikasi karbon aktif sebagai absorber dalam proses hidrolisis asam-gelombang mikro yang diaplikasikan (bab 4 dan 5) berhasil menurunkan absorbansi senyawa coklat. Penambahan karbon aktif dalam hidrolisis onggok dalam medium air mampu meningkatkan rendemen glukosa, mencerahkan warna hidrolisat, dan menurunkan kadar HMF dengan suhu pemanasan yang lebih rendah (Hermiati et al. 2012a).

2 76 Sejauh ini belum ditemukan studi yang membahas pengaruh penggunaan kombinasi pra-perlakuan secara biologis-gelombang mikro pada bambu terhadap rendemen gula pereduksi dari hidrolisis enzimatik maupun hidrolisis asam- gelombang mikro. Peningkatan rendemen gula yang diperoleh setelah hidrolisis asam-gelombang mikro dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik juga dibahas dalam penelitian ini dan dibandingkan dengan penggunaan metode yang sama pada bambu setelah pra-perlakuan biologis ataupun gelombang mikro. Pengaruh penambahan katalis karbon aktif dalam hidrolisis asam-gelombang mikro dihubungkan dengan sifat adsorbsinya juga didiskusikan. 7.2 Bahan dan Metode Serbuk bambu (40-60 mesh) hasil pra-perlakuan secara biologisgelombang mikro terpilih dijadikan substrat dalam penelitian ini. Inkubasi selama 30 hari dengan konsentrasi inokulum 5 dan % kemudian diiradiasi asam-gelombang mikro. Daya yang digunakan adalah dengan lama iradiasi 5,, 12.5 dan 5 menit (). Kondisi dan tahapan pra-perlakuan yang digunakan pada penelitian ini sama dengan penelitian pra-perlakuan tunggal yang telah dilakukan sebelumnya (bab 5 dan 6). Pulp (fraksi padat) hasil penyaringan dari pra-perlakuan gelombang mikro selanjutnya dihidrolisis dengan enzimatik dan asam-gelombang mikro. Hidrolisis enzimatis yang dilakukan mengikuti prosedur dari NREL (Selig et al. 2008) dengan konsentrasi enzim dan 20 FPU/g pada shaking inkubator selama 48 jam pada suhu 50 C pada kecepatan 150 rpm. Posisi vial dalam hidrolisis ditempatkan secara horizontal untuk memperluas kontak antara enzim dengan substrat. Sebanyak 0.1 g (BKO) sampel hasil pra-perlakuan juga dihidrolisis asam- gelombang mikro menggunakan larutan asam H 2 SO 4 1% hingga konsentrasi substrat 1%. Selanjutnya suspensi tersebut dihomogenkan dengan diaduk pada stirer plate selama 15 menit dan diiradiasi selama menit (). Selain itu juga dilakukan hidrolisis asam-gelombang mikro dengan penambahan karbon aktif sebesar 0.5 (g/g sampel). Ketika waktu tercapai, bahan didinginkan dalam air es selama 15 menit dan kemudian disaring untuk memisahkan hidrolisat dan pulp. Hidrolisat dianalisis rendemen gula pereduksi (metode Nelson- Somogyi) sedangkan penghitungan rendemen gula teoritis dilakukan untuk rendemen gula pereduksi tertinggi (persamaan 6.3). Karbon aktif yang sama digunakan sebelumnya pada bab 5 dan 6. Karbon aktif ini diperoleh dari Ajinomoto Fine-Techno Co., Inc., Japan dengan analisa karakteristik reaktivasi karbon aktif ini dilakukan berdasarkan metode SNI (BSN 1996).

3 Hasil dan Pembahasan Perbandingan Gula Pereduksi Hidrolisis Enzimatis dan Gelombang Mikro Gambar 7.1 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi enzim dua kali hanya sedikit meningkatkan rendemen gula pereduksi. Rendemen gula pereduksi dari hidrolisis enzimatis dengan konsentrasi enzim 20 FPU pada pra-perlakuan biologis dengan 5% inokulum dan diiradiasi selama 5 menit pada daya (1.49%) dan (1.69%) menunjukkan rendemen gula pereduksi per bambu awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi pra-perlakuan lainnya. Pada konsentrasi inokulum %, rendemen gula yang tertinggi hanya ditemukan pada iradiasi 5 menit () sebesar 1.99%. Terjadi peningkatan rendemen gula pereduksi setelah pra-perlakuan dibandingkan dengan kontrol (1.63 kali) terhadap rendemen gula pereduksi yang tertinggi. Berdasarkan nisbah hidrolisisnya (Gambar 7.1), pada kondisi ini holoselulosa yang dapat dikonversi menjadi gula pereduksi hanya sebesar 2.79% atau 2.83% dari rendemen gula pereduksi teoritis bambu awal. Secara teoritis, konversi gula pereduksi dari bambu dengan nisbah hidrolisis 0% dapat memproduksi g gula pereduksi/0 g bambu awal. Rendemen gula pereduksi dan nisbah hidrolisis (%) 4,0 3,0 2,0 1,0 Fpu fpu fpu fpu fpu fpu fpu fpu fpu 5 min min min 5 min 5 min min min Kontrol 5%,30 hari %,30 hari 5 min rendemen gula pereduksi terhadap bambu setelah praperlakuan Rendemen gula pereduksi terhadap bambu awal Nisbah hidrolisis Gambar 7.1 Rendemen gula pereduksi dan nisbah hidrolisis pada hidrolisis enzimatis Dibandingkan dengan rendemen gula pereduksi tertinggi hasil hidrolisis enzimatis pada pra-perlakuan biologis (2.53% per bambu awal) dan gelombang mikro (4.24% per bambu awal) (bab 5 dan 6), maka rendemen gula pereduksi pra-perlakuan kombinasi ini menurunkan rendemen gula pereduksi. Hal ini diduga terkait dengan terjadinya kehilangan berat yang lebih banyak pada perlakuan pendahuluan kombinasi dan lebih tingginya kadar lignin setelah kombinasi perlakuan pendahuluan

4 78 kombinasi ini (bab 4) dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan tunggal (bab 2 dan 3). Terdapat kecenderungan yaitu pengaruh perlakuan pendahuluan gelombang mikro lebih dominan pengaruhnya dalam meningkatkan rendemen gula pereduksi melalui perbaikan karakteristik substrat setelah perlakuan. Hidrolisis asam-gelombang mikro merupakan upaya untuk meningkatkan rendemen gula pereduksi mengingat rendahnya rendemen gula pereduksi dari hidrolisis enzimatis. Asam sulfat merupakan katalis yang umum digunakan dalam hidrolisis (Aguilar et al. 2002). Berdasarkan hasil hidrolisis asam-gelombang mikro dari pra-perlakuan gelombang mikro (simpulan bab 6), peningkatan konsentrasi asam sampai 5% hanya sedikit meningkatkan rendemen gulanya, dan justru terjadi penurunan rendemen gula pada hidrolisis asam-gelombang mikro dari pra-perlakuan biologis (pembahasan bab 5). Hal ini menjadi dasar untuk menggunakan konsentrasi asam 1% pada hidrolisis asam-gelombang mikro pada penelitian ini. Perolehan rendemen gula pereduksi pada konsentrasi inokulum 5% cenderung lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi inokulum % (Gambar 7.2). Rendemen gula pereduksi ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil hidrolisis enzimatis. Kehilangan lignin (24.27%) dan hemiselulosa (.92%) yang lebih besar pada pra-perlakuan biologis dengan konsentrasi inokulum 5% ikut meningkatkan rendemen gula pereduksi (bab 2). Kecenderungan ini sejalan dengan hasil hidrolisis asam-gelombang mikro dari pra-perlakuan tunggal biologis ataupun gelombang mikro (Gambar 5.3 dan 6.3). Struktur substrat setelah perlakuan pendahuluan yang lebih terbuka (peningkatan luas daerah permukaan dan perbesaran pori-pori) akibat terdepolimerisasi lignin setelah inokulasi jamur dan pemanasan gelombang mikro berkontribusi terhadap peningkatan rendemen gula pereduksi tersebut (Gambar 4.3). Pada konsentrasi inokulum 5%, praperlakuan gelombang mikro selama dan 12.5 menit menunjukkan rendemen gula hidrolisis asam-gelombang mikro yang rendah. Peningkatan waktu iradiasi pada hidrolisis asam cenderung meningkatkan rendemen gula pereduksi pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum %. Rendemen gula pereduksi tertinggi (16.65% per bambu awal) diperoleh pada perlakuan pendahuluan biologis inokulum 5% yang diberikan pra-perlakuan gelombang mikro 5 menit () dan dihidrolisis asam selama 12.5 menit. Rendemen ini meningkat 13.7 dan 8.4 kali dibandingkan dengan kontrol dan rendemen gula tertinggi hasil hidrolisis enzimatis. Hal ini berarti praperlakuan biologis-gelombang mikro memberikan efek peningkatan rendemen gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis asam-gelombang mikro dari pra-perlakuan biologis (6.74 kali) ataupun gelombang mikro (6.20 kali). Pada kondisi rendemen gula pereduksi tertinggi ini, sebanyak 27.21% holoselulosa mampu dikonversi menjadi gula pereduksi atau 23.84% dari maksimum potensi gula yang bisa dihasilkan. Peningkatan rendemen gula pereduksi dari hidrolisis asam-gelombang mikro ini terhadap kontrol yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi daripada peningkatan rendemen gula pereduksi (2.3%) yang dilaporkan Husnil (2009) menggunakan jenis bambu yang sama setelah pra-perlakuan gelombang mikro dengan hidrolisis secara enzimatis. Namun rendemen gula

5 79 pereduksi tertinggi (16.65 g/0 g bambu awal) dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan rendemen gua pereduksi (66.5 g/0 g bagas tebu awal) dari hidrolisis enzimatis bagas tebu setelah pra-perlakuan gelombang mikro-alkali-asam (Binod et al. 2012). Hal ini diduga karena dalam penelitian ini, pra-perlakuan tidak menggunakan bahan kimia sehingga meskipun rendemen gula pereduksinya lebih rendah namun praperlakuan ini relatif lebih ramah lingkungan. Selain itu daya gelombang mikro yang digunakan dalam penelitian tersebut lebih tinggi (600 W). A Rendemen gula pereduksi (% bambu awal) 25,0 2 15,0,0 5, Inokulum 5% Inokulum % 5 min B Rendemen gula pereduksi (% bambu awal) 14,0 12,0,0 8,0 6,0 4,0 2, Inokulum 5% Inokulum % Pra-perlakuan secara biologis gelombang mikro min Gambar 7.2. Rendemen gula pereduksi per bambu awal dari hidrolisis asamgelombang mikro tanpa karbon aktif (A) dan dengan karbon aktif (B) Penambahan karbon aktif pada proses hidrolisis asam-gelombang mikro berpengaruh terhadap rendemen gula pereduksi yang diperoleh (Gambar 7.2B). Fenomena pengaruh penambahan karbon aktif ini juga sama dengan hasil hidrolisis asam-gelombang mikro setelah pra-perlakuan biologis ataupun gelombang mikro (Gambar 5.2B dan 6.3B) serta hidrolisis asam pada onggok (Hermiati 2012). Oligomer yang teradsorbsi di permukaan karbon aktif memungkinkannya tidak ikut terhidrolisis (Hermiati 2012) sehingga berpengaruh terhadap penurunan rendemen gula

6 80 pereduksinya. Lebih lanjut menurut Matsumoto et al. (2011) mengatakan bahwa kapasitas adsorbsi maltosa berbanding terbalik dengan daya sakarifikasinya. A Nisbah hidrolisis (%) 4 35,0 3 25,0 2 15,0,0 5,0 5 m, 5 m, 5 m, m, m, 5% inokulum % inokulum 5 m, min B Nisbah hidrolisis (%) 25,0 2 15,0,0 5, % inokulum % inokulum 5 min Gambar 7.3 Nisbah hidrolisis per bambu awal dari hidrolisis asamgelombang mikro tanpa karbon aktif (A) dan dengan karbon aktif (B) Terkait dengan karakteristik karbon aktif (Tabel 7.1) yang digunakan sebagai hasil reaktivasi karbon aktif yang telah digunakan pada hidrolisis asam pada sagu (Fajriutami et al. 2014) tampak bahwa terjadi perbedaan sifat adsorpsi dan ph setelah reaktivasi. Hal ini diduga berkaitan dengan penurunan peranan karbon aktif dalam membantu meningkatkan rendemen gula pereduksi. Daya adorpsi terhadap senyawa I 2 yang mewakili adsorbsi terhadap senyawa berukuran kecil atau berbobot molekul rendah mengalami sedikit penurunan setelah reaktivasi, tetapi adsorpsi terhadap senyawa biru metilena yang mewakili adsorbsi senyawa berukuran atau berbobot molekul besar mengalami penurunan yang nyata. Selain itu juga terjadi kecenderungan penurunan luas permukaan setelah reaktivasi, hal ini mengindikasikan bahwa sifat adsorbsi karbon aktif awal lebih baik daripada setelah reaktivasi. Reaktivasi karbon aktif menyebabkan ph lebih bersifat

7 81 basa, sehingga berpotensi terjadinya penurunan daya hidrolisis. Hal ini kemungkinan merupakan faktor penyebab penurunan rendemen gula pereduksi dalam hidrolisis asam-gelombang mikro dengan penambahan karbon aktif. Tabel 7.1. Perbandingan sifat karbon aktif sebelum dan setelah reaktivasi Karakteristik Awal Reaktivasi Bentuk Granul 1,2 Granul Ukuran 8-20 mesh 1, mesh ph Sifat adsorbsi Daya serap I 2 (mg/g) Daya serap biru metilena (mg/g) Luas permukaan (m 2 /g) Sumber : 1. Fajriutami et al.(2014) 2. Hermiati (2012) Pengaruh Karbon Aktif Terhadap Senyawa Coklat dan ph Hidrolisat Pada proses hidrolisis asam dimungkinkan terbentuknya inhibitor yang mengganggu proses fermentasi melalui penghambatan pertumbuhan sel ragi dan produksi etanol (Larsson et al. 1999) seperti senyawa coklat (hasil degradasi sekunder gula berantai 5 dari hemiselulosa), asam asetat, furan ataupun phenol. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menurunkan kadar inhibitor tersebut diantaranya melalui penambahan karbon aktif. Terjadinya penurunan kadar turunan furan, asam asetat, phenolik dan senyawa coklat dalam hidrolisat setelah penambahan karbon aktif juga telah dilaporkan sebelumnya (Seo et al. 2009; Chandel et al. 2007). Pembentukan senyawa coklat dalam hidrolisat mengindikasikan reaksi pencoklatan non enzimatis seperti reaksi Maillard dan karamelisasi yaitu ketika sistem yang mengandung gula pereduksi dan asam amino dipanaskan (Chen et al. 2009b;Vilota dan Hawkes 2007). Jika dibandingkan dengan hidrolisis asam-gelombang mikro tanpa karbon aktif tampak bahwa penambahan karbon aktif berpengaruh positif terhadap penurunan senyawa coklat dalam hidrolisat (Gambar 7.4). Hal ini mengindikasikan bahwa karbon aktif meskipun menurunkan rendemen gula pereduksi pada proses hidrolisis asam-gelombang mikro, tetapi mampu menghambat produksi senyawa coklat. Hal ini karena terjadi adsorpsi oligomer pada permukaan karbon aktif menyebabkannya tidak ikut terhidrolisis sehingga rendemen gula pereduksinya menurun. Absorbansi senyawa coklat yang tertinggi terjadi pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi selama 12.5 menit (). Waktu iradiasi yang lama memungkinkan lebih intensifnya proses degradasi sekunder yang terjadi. Tingginya rendemen gula pereduksi pada pra-perlakuan secara biologis-gelombang mikro dengan inokulum 5% selama 5 menit ()

8 82 kemungkinan terkait dengan rendahnya senyawa coklat yang terbentuk (Gambar 7.4). Pengaruh positif hidrolisis asam-gelombang mikro yang dikatalisasi karbon aktif terhadap penurunan inhibitor ini juga telah dilaporkan sebelumnya menggunakan substrat hasil pra-perlakuan tunggal biologis-gelombang mikro (bab 5 dan 6). Absorbansi A 0,35 A 0,30 0,25 0,20 0,15 0, % Inokulum % Inokulum 5 min Absorbansi B 0,18 0,16 0,14 0,12 0, % Inokulum % Inokulum 5 min Gambar 7.4 Senyawa coklat yang terbentuk pada hidrolisis asam-gelombang mikro tanpa karbon aktif (A) dan dengan karbon aktif (B) Perubahan nilai ph hidrolisat selama proses hidrolisat disajikan oleh Gambar 7.5. Terjadi fenomena peningkatan nilai ph pada pra-perlakuan biologis 5% dan pra-perlakuan gelombang mikro selama 5 dan menit () serta 5 menit () dan 12.5 menit (). Hal ini mengindikasikan bahwa pemanasan selektif gelombang mikro pada substrat bisa memberikan efek penghambatan terhadap kemungkinan terjadinya dekomposisi produk degradasi karbohidrat lanjutan menjadi asam organik. Namun penyebab fenomena ini belum diketahui pasti. Dibandingkan dengan ph hasil hidrolisis asam pada kontrol, maka pra-perlakuan kombinasi ini memiliki pengaruh lebih baik. Kecenderungan yang sama juga telah dilaporkan hidrolisis asam-gelombang mikro pada perlakuan pendahuluan

9 83 biologis dan gelombang mikro (bab 5 dan 6). Tingkat penurunan ph hidrolisat terhadap kontrol dari perlakuan pendahuluan tunggal (bab 5 dan 6) dan kombinasi secara biologis-gelombang mikro tidak berbeda signifikan. Penambahan karbon aktif tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan nilai ph (Gambar 7.5B). A ph 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0, % Inokulum % Inokulum 5 min B ph 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0, min 5% inokulum % inokulum Gambar 7.5. Perubahan nilai ph pada hidrolisis asam-gelombang mikro tanpa karbon aktif (A) dan dengan karbon aktif (B) 7.4 Simpulan Hidrolisis asam-gelombang mikro dengan bantuan iradiasi gelombang mikro berhasil memperbaiki kinerja hidrolisis enzimatis pada bambu setelah pra-perlakuan kombinasi secara biologis-gelombang mikro. Rendemen gula pereduksi ini meningkat 8.4 kali dibandingkan dengan rendemen gula pereduksi tertinggi dari hidrolisis enzimatis (1.99%) dan terhadap kontrol (13.7 kali). Rendemen gula tertinggi sebesar 16.65% per bambu awal atau 18.92% per bambu setelah pra-perlakuan diperoleh pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro 5 menit () setelah hidrolisis asam-gelombang mikro selama 12.5 menit. Pada kondisi ini sebanyak 27.21% holoselulosa bambu mampu dikonversi

10 84 menjadi gula pereduksi atau 23.84% dari maksimum potensi gula yang bisa dihasilkan. Penambahan karbon aktif dalam hidrolisis asam mampu menurunkan senyawa coklat yang berpotensi sebagai inhibitor dalam proses fermentasi.

6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO

6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO 65 6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO 6.1 Pendahuluan Diantara berbagai jenis pra-perlakuan bahan berlignoselulosa untuk produksi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar fosil semakin berkurang sehingga perlu dicari alternatifnya. Bahan nabati yang telah dikonversi menjadi bahan bakar nabati (BBN) dapat menjadi

Lebih terperinci

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA 40 4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA 4.1 Pendahuluan Untuk lebih memperbaiki ketercernaan substrat dalam proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK EMPULUR SAGU Bahan baku empulur sagu diperoleh dari industri rumah tangga di daerah Cimahpar, Bogor. Bahan baku awal memiliki kadar air yang cukup tinggi karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm. 30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI EMPULUR SAGU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI EMPULUR SAGU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI EMPULUR SAGU Bahan baku empulur sagu yang didapat dari industri rakyat di daerah Cimahpar masih dalam keadaan berkadar air cukup tinggi yaitu 17.9%. Untuk itu, empulur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi

Lebih terperinci

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA 1. Pembuatan sodium Sitrat (C 6 H 5 Na 3 O 7 2H 2 O) 0,1 M 1. Mengambil dan menimbang sodium sitrat seberat 29.4 gr. 2. Melarutkan dengan aquades hingga volume 1000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

ENZYMATIC AND MICROWAVE ASSISTED HYDROLYSIS OF BETUNG BAMBOO (Dendrocalamus asper (Schult.f.)) AFTER COMBINED BIOLOGICAL AND MICROWAVE PRETREATMENTS

ENZYMATIC AND MICROWAVE ASSISTED HYDROLYSIS OF BETUNG BAMBOO (Dendrocalamus asper (Schult.f.)) AFTER COMBINED BIOLOGICAL AND MICROWAVE PRETREATMENTS Jurnal Teknologi Industri Pertanian 25 (2):164-173 (15) idya Fatriasari, asrin Syafii, Nyoman istara, Kaswar Syamsu, Bambang Prasetya HIDROLISIS ENZIMATIS DAN MICROAVE BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula, maupun pati. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010.

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010. 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, dan Laboratorium Pengolahan Limbah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B LAMPIRAN Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung a. Analisis Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g sampel lalu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan kebutuhan energi (khususnya energi dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL Oleh : Hikmatush Shiyami M. (2309100063) Azizah Ayu Kartika (2309100148) Pembimbing : Ir. Mulyanto, M.T. Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan energi ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

STUDI BAHAN BAKU BERLIGNOSELULOSA DARI LIMBAH PERTANIAN UNTUK PRODUKSI GULA XILOSA MURAH DIIKUTI PROSES FERMENTASI MENGHASILKAN ETANOL

STUDI BAHAN BAKU BERLIGNOSELULOSA DARI LIMBAH PERTANIAN UNTUK PRODUKSI GULA XILOSA MURAH DIIKUTI PROSES FERMENTASI MENGHASILKAN ETANOL STUDI BAHAN BAKU BERLIGNOSELULOSA DARI LIMBAH PERTANIAN UNTUK PRODUKSI GULA XILOSA MURAH DIIKUTI PROSES FERMENTASI MENGHASILKAN ETANOL Disusun oleh: Rurry Patradhiani 2305100 001 Indira Setia Utami 2305100

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, sedangkan produksi sumber bahan bakar minyak saat ini semakin menipis (Seftian dkk., 2012). Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini, kulit buah kakao yang digunakan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini, kulit buah kakao yang digunakan terlebih dahulu 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Pendahuluan 1. Substrat Kulit Buah Kakao Pada penelitian ini, kulit buah kakao yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan hingga diperoleh berat kering yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 19 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Petanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 21,22 juta kiloliter pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM Dedy Irawan 1), Zainal Arifin Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda Jalan Ciptomangunkusumo, Samarinda, Kalimantan Timur 75131

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan Latar Belakang Tujuan: Menentukan kadar gula pereduksi dalam bahan pangan Prinsip: Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA Dedy Irawan, dkk : Proses Hidrolisis Sampah Organik Menjadi Gula Dengan 36 PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA Dedy Irawan, Zainal Arifin Jurusan Teknik Kimia Politeknik

Lebih terperinci

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Rizka Dwi Atika Arinda Dwi Apsari 2309 105 006 2309 105 010 Page 1 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya akan diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia 1 LATAR BELAKANG Indonesia Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan Hidrogen - Ramah lingkungan - Nilai kalor lebih besar (119,02 MJ/kg) Bagasse tebu melimpah (5,706 juta ton/tahun)

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES C S CEREVISIAE Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3 TUJUAN PENELITIAN 5 Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN BIDANG KEGIATAN : PKM-GT DIUSULKAN OLEH : LILY KURNIATY SYAM F34052110 (2005) JIHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekicot (Achatina Fulica) tercakup di dalam subkelas Pulmonata dari kelas Gastropoda yang merupakan kelompok molusca yang sangat besar. Meskipun didalam subkelas ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan PENDAHULUAN Latar belakang Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang penting dan banyak digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan (moulding), film

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, gas alam 28,57%

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian 25 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium jurusan pendidikan kimia dan laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang penting di dunia. Kebutuhan kertas terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao

Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao Pod Kakao Pemotongan Pengeringan Penggilingan dengan hammer mill 40 mesh Ca(OH) 2 Degumming (12 jam)

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 47 HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISASI KIMIA BUAH VANILI SEGAR DAN KERING Bahan segar yang digunakan dalam ekstraksi, pada umumnya dikeringkan terlebih dahulu karena reduksi ukuran sampel dalam bentuk kering

Lebih terperinci