6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO"

Transkripsi

1 65 6 KINERJA HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM- GELOMBANG MIKRO PADA BAMBU BETUNG SETELAH PRA-PERLAKUAN GELOMBANG MIKRO 6.1 Pendahuluan Diantara berbagai jenis pra-perlakuan bahan berlignoselulosa untuk produksi bioetanol yang telah banyak dikembangkan, pra-perlakuan gelombang mikro (tunggal ataupun kombinasi dengan pra-perlakuan lain) menjadi metode pra-perlakuan biomasa yang menarik karena perolehan rendemen gulanya yang lebih baik. Pra-perlakuan gelombang mikro dapat dikategorikan sebagai pra-perlakuan fisik yang memberikan efek utama berupa peningkatan luas permukaan dan memperbesar ukuran pori. Lebih lanjut, efek lain dari pra-perlakuan ini adalah melunakkan dan mendepolimerisasi sebagian lignin dan merusakan ikatan kompleks ligninkarbohidrat (Conde-Meija et al. 12). Dibandingkan dengan pemanasan konvensional, iradiasi gelombang mikro berupa kontak langsung dari sumber panasnya kedalam substrat, lebih mudah dioperasikan, cepat dan pemanasannya selektif pada bagian polar dan membangkitkan hot spot dengan bahan yang tidak homogen (Chen et al. 11; Hu dan Wen 08; Zhang et al. 07). Studi pra-perlakuan gelombang mikro menggunakan berbagai bahan kimia pada bahan berlignoselulosa telah dilaporkan sebelumnya. Azuma et al.(1985) melaporkan bahwa gula total yang diperoleh dari hidrolisis enzimatis kayu daun lebar yang diberikan pra-perlakuan gelombang mikro pada medium air sebesar 88-93%. Peningkatan ketercernaan enzimatis dari kombinasi pra-perlakuan gelombang mikro dengan asam sulfat juga dilaporkan oleh Singh et al. (13), dengan maksimum gula pereduksi yang diperoleh sebesar 1.376,99 µg/ml. Iradiasi gelombang mikro dengan alkali pada switchgrass pada kondisi optimal yaitu C, 50 g/l kadar padatan selama 30 menit menghasilkan rendemen gula 58.7 g/0 g biomasa, setara dengan 99% dari maksimum potensi gula yang dapat dihasilkan (Hu dan Wen 08). Perlakuan gelombang mikro pada bagas tebu dengan NaOH 1% pada 600 W selama 4 menit yang dihidrolisis secara enzimatis menghasilkan rendemen gula pereduksi sebesar g/g biomasa kering, sedangkan kombinasi perlakuan gelombang mikro-alkali-asam dengan NaOH 1% diikuti dengan asam sulfat 1%, rendemen gula pereduksinya naik menjadi 0.83 g/g biomasa kering (Binod et al 12). Penggunaan asam nitrit encer 2% dalam pemanasan gelombang mikro telah dilaporkan sebelumnya oleh Ravoof et al.(12), dengan rendemen gula pereduksi maksimum pada hidrolisis enzimatik selama 8 jam hampir 60%. Lebih lanjut, praperlakuan bonggol jagung menggunakan kombinasi steam explosion dan iradiasi gelombang mikro menghasilkan rendemen gula maksimum sebesar 72.1 g/0 g biomasa kering, yang dicapai pada daya 540 W selama 5 menit (Pang et al. 12). Kheswani (09) melakukan pra-perlakuan gelombang

2 66 mikro dengan sodium hidroksida pada switch grass dan coastal bermuda grass. Pada kondisi pra-perlakuan optimum, rendemen glukosa 82% dan xylosa 63% diperoleh untuk switch grass, sedangkan hidrolisis enzimatik bermuda grass setelah pra-perlakuan menghasilkan rendemen glukosa 87% dan xylosa 59%. Berdasarkan penelitian yang telah dilaporkan penggunaan pemanasan alternatif yaitu iradiasi gelombang mikro terbukti memperbaiki efisiensi hidrolisis dan rendemen gula pereduksi dalam hidrolisis enzimatik pada bahan berlignoselulosa. Iradiasi gelombang mikro dapat digunakan baik pada pra-perlakuan dan hidrolisis, mempertimbangkan kelebihannya dibandingkan dengan pemanasan konvensional dari hidrolisis yang dikatalisasi asam encer. Selain hidrolisis enzimatis (Pu et al. 13), hidrolisis asam telah banyak dilakukan untuk sakarifikasi bahan berlignoselulosa (Pu et al. 13; Ha et al. 11) dan pati (Matsumoto et al. 11; Warrand dan Janssen 07) untuk bioetanol atau produksi oligosakarida. Lebih jauh, teknik ini mungkin dikembangkan untuk memperpendek waktu proses dan juga memperbaiki rendemen gula. Penelitian ini sejalan dengan studi perubahan struktur setelah praperlakuan gelombang mikro pada bambu dalam medium air (bab 3). Kondisi pra-perlakuan pada daya 330 W selama 5, dan 12.5 menit serta 770 W (5 menit) terpilih untuk dihidrolisis dengan mempertimbangkan kehilangan berat yang relatif rendah dan kehilangan hemiselulosa yang relatif tinggi. Oleh karena itu penelitian pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui kinerja hidrolisis enzimatis dan hidrolisis asam- gelombang mikro. Iradiasi gelombang mikro dengan katalis padat menarik untuk diaplikasikan karena tidak bersifat toksik pada limbah cair (Matsumoto et al. 11; Zhang dan Zhao 09), lebih mudah didaur ulang (Zhang dan Zhao 09), dan memperbaiki rendemen glukosa dalam medium air (Hermiati et al. 12) sebagai penyerap. Penggunaan karbon aktif sebagai penyerap iradiasi gelombang mikro, sensitizer gelombang mikro untuk pirolisis dan hidrolisi pati, degradasi senyawa berbahaya dalam fase padat dan tahap fermentasi, meningkatkan reaksi dengan katalis telah dilaporkan sebelumnya (Matsumoto et al. 11; Hermiati 12; Menendez et al. ). Selama hidrolisis asam, beberapa produk samping yang potensial seperti asam asetat, asam format, turunan furan (5-hydroxymethylfurfural atau HMF dan furfural), dan senyawa fenolik yang menghambat proses fermentasi mungkin dihasilkan dalam proses ini. Oleh karena itu, untuk menurunkan efek produk degradasi sekunder dapat ditambahkan karbon aktif dalam hidrolisis asam. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja hidrolisis enzimatik dan hidrolisis asam-gelombang mikro pada kondisi pra-perlakuan gelombang mikro terpilih. Efek penambahan karbon aktif untuk menurunkan pembentukan produk samping dalam hal ini absorbansi senyawa coklat juga diskusikan. 6.2 Bahan dan Metode Serbuk bambu (1 g BKO) hasil pra-perlakuan gelombang mikro terpilih (iradiasi selama 5,, 12.5 menit dan 5 menit (770 W))

3 67 digunakan sebagai substrat untuk hidrolisis enzimatis mengikuti metode NREL (Selig et al. 08) dengan konsentrasi enzim selulase dan /g sampel. Satu didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mampu memproduksi 1 µmol gula pereduksi per menit (Chittibabu et al. 11). Untuk mencegah komtaminan maka ditambahkan sodium azide 2% (b/v). Hidrolisis ini dilakukan pada suhu 50 o C selama 72 jam pada 150 rpm. Fraksi padat (pulp) bambu (0.1 g berat kering oven atau 1% (b/b) dari berat total) hasil pra-perlakuan gelombang mikro dijadikan substrat untuk hidrolisis asam-gelombang mikro. Konsentrasi asam sulfat yang ditambahkan dalam substrat adalah 1 dan 5% (v/v) sampai mencapai berat total g dan selanjutnya diaduk pada stirrer plate agar tercampur sempurna dan kemudian diiradiasi gelombang mikro selama menit menggunakan daya sebesar 330 W. Metode dan kondisi hidrolisis asam-gelombang mikro yang sama juga dilakukan pada hidrolisis asam-gelombang mikro dengan penambahan karbon aktif sebanyak 0.5 g. Karbon aktif ini diperoleh dari hasil reaktivasi karbon aktif yang sebelumnya telah digunakan satu kali untuk proses hidrolisis sagu untuk maltodekstrin. Reaktivasi dilakukan selama 1 menit pada suhu 800 o C. Hidrolisat hasil penyaringan dari hidrolisis gelombang mikro dengan atau tanpa karbon aktif diukur rendemen gula pereduksi berbasis bambu kering awal (persamaan 5.1) dan bambu hasil pra-perlakuan (persamaan 5.2) berdasarkan metode Nelson-Somogyi (Wrolstad et al. 05) dan senyawa coklat yang diukur dengan UV VIS Hitachi U-01 spektrophotometer pada panjang gelombang 490 nm (Warrand dan Janssen 07). Selain itu nisbah hidrolisis juga dihitung yaitu nisbah rendemen gula pereduksi terhadap kadar holoselulosa (Yu et al. 09) dengan kehilangan berat sebagai faktor pengurang. Penghitungan rendemen gula pereduksi teoritis dilakukan pada rendemen gula pereduksi yang tertinggi berdasarkan persamaan 5.3. Rendemen gula pereduksi ini efektif jika semua holoselulosa dari bambu dapat dikonversi menjadi gula pereduksi. Pengukuran nilai ph hidrolisat juga dilakukan menggunakan ph meter Eutech. Semua perlakuan dilakukan tiga kali ulangan, dan data disajikan dalam bentuk rata-rata ± standar deviasi. 6.3 Hasil dan Pembahasan Secara teori, potensi produksi gula dari bambu adalah sebesar 72.03% dengan faktor konversi untuk gula pereduksi adalah Pengaruh utama pra-perlakuan gelombang mikro utamanya adalah memperbaiki ketercernaan substrat melalui meningkatkan porositas substrat dan kehilangan hemiselulosa Perbandingan Rendemen Gula Pereduksi antara Hidrolisis Enzimatik dan Gelombang Mikro Secara umum rendemen gula pereduksi yang diproduksi dengan hidrolisis enzimatis cenderung rendah. Seperti disajikan dalam Tabel 6.1A, rendemen gula pereduksi tertinggi dari hidrolisis enzimatis diperoleh pada iradiasi gelombang mikro selama 5 menit pada daya 770 W (4.24% per

4 68 bambu awal atau 4.32% per bambu setelah pra-perlakuan). Holoselulosa yang dapat dikonversi menjadi gula pereduksi adalah 4.23% atau 5.98% dari rendemen gula pereduksi teoritis dari bambu awal. Rendemen yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih tinggi daripada rendemen gula pereduksi dari hasil hidrolisis enzimatis bambu setelah pra-perlakuan biologis (2.53% per bambu awal) (bab 4). Hal ini mengindikasikan bahwa hidrolisis enzimatis bambu setelah pra-perlakuan gelombang mikro dalam medium air sedikit lebih baik daripada rendemen gula pereduksi dari praperlakuan biologis. 6,0 Rendemen gula pereduksi dan nisbah hidrolsisi (%) 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 5 min min 12.5 min 5 min 330 watt 770 watt Pra-perlakuan gelombang mikro % rendemen gula pereduksi bambu setelah praperlakuan % rendemen gula pereduksi bambu awal % Nisbah hidrolisis Gambar 6.1. Rendemen gula pereduksi bambu setelah pra-perlakuan gelombang mikro dengan hidrolisis enzimatis dan nisbah hidrolisis Dibandingkan dengan kontrol, rendemen gula pereduksi dari praperlakuan gelombang mikro (kecuali iradiasi 5 menit ) dari hidrolisis enzimatik lebih tinggi dan peningkatan iradiasi pra-perlakuan gelombang mikro cenderung memperbaiki rendemen ini. Iradiasi langsung antara keseluruhan bahan dan sumber panas dari iradiasi gelombang mikro memberikan absorbsi yang selektif pada bagian polar air dan kemudian menciptakan hot spot dengan bahan yang tidak homogen (Zhang et al. 07b; Ravoof et al. 12). Pra-perlakuan gelombang mikro menyebabkan selulosa lebih terekspos dan substrat memiliki struktur yang lebih terbuka sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh selulase. Selain itu, pra-perlakuan ini mempengaruhi peningkatan luas permukaan, ukuran pori dan sebagian lignin terdepolimerisasi (Conde-Meija et al. 12) setelah iradiasi gelombang mikro. Hanya pra-perlakuan gelombang mikro selama 5 menit (770 W) menunjukkan kehilangan lignin, sedangkan pra-perlakuan lain menunjukkan sebaliknya (Tabel 3.1). Lebih kerasnya kondisi pra-perlakuan menunjukkan rendemen gula pereduksi yang lebih tinggi dan peningkatan konsentrasi enzim juga memperbaiki rendemen gula pereduksi.

5 69 Efek positip hidrolis asam-gelombang mikro telah dilaporkan dalam hidrolisis asam-gelombang mikro bambu dengan pra-perlakuan biologis (bab 4). Terjadi peningkatan rendemen gula pereduksi dari hidrolisis asamgelombang mikro pada pra-perlakuan biologis sebesar 6.74 kali dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik (simpulan bab 4). Mempertimbangkan hasil ini, studi ini sebagai upaya untuk meningkatkan rendemen gula pereduksi dari bambu dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Selain itu, efektifitas metode pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro dapat dibandingkan. Untuk proses hidrolisis, asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis (Aguilar et al. 02). Studi sebelumnya (Aguilar et al.02; O Brein et al. 04) melaporkan bahwa konsentrasi asam sulfat optimal untuk menghidrolisis bahan berlignoselulosa adalah 1-6%, sehingga studi ini menggunakan konsentrasi asam pada kisaran tersebut. Rendemen gula pereduksi berdasarkan bambu awal dan bambu setelah pra-perlakuan dengan atau tanpa penambahan karbon aktif disampaikan pada Gambar 6.2. Terdapat peningkatan rendemen gula pereduksi yang tinggi pada sampel setelah pra-perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pra-perlakuan merupakan metode yang efektif untuk memperbaiki ketercernaan substrat. A Rendemen gula pereduksi (% bambu awal) % H2SO % H2SO min min 12.5 min B Rendemen gula pereduksi (% bambu awal) % H2SO4 5% H2SO min min 12.5 min 5 min(770 W) Gambar 6.2. Rendemen gula pereduksi berbasis bambu awal tanpa karbon aktif (A), dan dengan karbon aktif (B)

6 70 Peningkatan waktu iradiasi dalam hidrolisis asam-gelombang mikro cenderung meningkatkan rendemen gula pereduksi. Waktu iradiasi selama 5 dan 7.5 menit hanya menghasilkan rendemen gula pereduksi yang rendah (dibawah 5%); sedangkan peningkatan signifikan rendemen gula pereduksi diperoleh dalam waktu iradiasi dan 12.5 menit. Bambu dengan iradiasi gelombang mikro selama 12.5 menit pada daya 330 W, menunjukkan rendemen gula pereduksi yang tertinggi (25.81% dari bambu awal atau 27.12% bambu setelah pra-perlakuan) dalam hidrolisis asam-gelombang mikro dengan konsentrasi asam 1%. Holoselulosa yang dapat dikonversi menjadi gula pereduksi sebanyak 37.92% atau 36.12% dari rendemen gula pereduksi teoritis dari bambu awal. Data ini membuktikan bahwa hidrolisis asam-gelombang mikro dapat memperbaiki rendemen gula pereduksi dari bambu setelah pra-perlakuan. Rendemen ini meningkat 6.2 kali dibandingkan dengan rendemen gula pereduksi tertinggi dari hidrolisis enzimatis menggunakan enzim selulase /g (Tabel 6.1). Rendemen ini hampir sama dengan rendemen hidrolisis asam-gelombang mikro selama menit (24.82% dari bambu awal atau 25.56% bambu setelah pra-perlakuan). Tabel 6.1. Perbedaan rendemen gula pereduksi antara hidrolisis enzimatis dan gelombang mikro Hidrolisis enzimatis (EH) Hidrolisis gelombang mikro (MGM) Metode Rendemen gula pereduki (RGP) Per bambu awal 2.52 Pretreat ment % H 2 SO % H 2 SO Kondisi praperlakuan gelombang mikro 5 min (770 W) 12.5 min (330W) 5 min (770 W) Kondisi hidrolisis (48 jam) 12.5 min 12.5 min Peningkatan (x) Terha dap Terha RGP dap terting kontrol gi dari EH Peningkatan konsentrasi asam dapat memperbaiki rendemen gula pereduksi, dimana pra-perlakuan gelombang mikro selama 5 menit (770 W) menghasilkan rendemen gula pereduksi yang tertinggi (26.27% dari bambu awal atau 26.78% dari bambu setelah pra-perlakuan) dalam hidrolisis asam -gelombang mikro selama 12.5 menit. Pra-perlakuan ini dapat mengkonversi 37.45% holoselulosa menjadi gula pereduksi atau setara dengan 36.78% dari maksimum potensi gula yang dapat dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan konsentrasi asam hanya sedikit berpengaruh terhadap rendemen gula pereduksi. Oleh karena itu, penggunaan konsentrasi asam 1% tampaknya lebih baik daripada konsentrasi asam 5%, dengan mempertimbangkan biaya produksi dan efek terhadap lingkungan. Rendemen gula pereduksi tertinggi diperoleh pada

7 71 pra-perlakuan gelombang mikro menggunakan hidrolisis asam 1% ini meningkat 1.5 kali dan 2.4 kali lebih tinggi daripada hidrolisis asamgelombang mikro bambu setelah pra-perlakuan biologis menggunakan jamur TV (bab 5) dan PC (Fatriasari dan Anita 12). Peningkatan konsentrasi asam menunjukkan pengaruh yang berbeda antara pra-perlakuan gelombang mikro dan pra-perlakuan biologis dalam hidrolisis asamgelombang mikro. Berdasarkan hasil studi ini, perubahan struktur bambu setelah pra-perlakuan memfasilitasi perbaikan kinerja hidrolisis gelombang mikro. Hal ini karena peningkatan luas permukaan dan ukuran pori, pelunakan substrat dan depolimerisasi sebagian lignin serta perusakan kompleks lignin-karbohidrat dalam lignoselulosa (Conde-Meija et al. 12) lebih berpengaruh efektif daripada kehilangan lignin dan hemiselulosa pada bambu dengan pra-perlakuan biologis (bab 2). Aplikasi karbon aktif dalam hidrolisis asam-gelombang mikro cenderung menurunkan rendemen gula pereduksi. Hasil ini sejalan dengan hidrolisis asam-gelombang mikro bambu setelah pra-perlakuan biologis (bab 4.3). Fenomena ini berhubungan dengan adsorpsi oligomer dipermukaan karbon aktif, sehingga bagian ini tidak ikut dihidrolisis (Hermiati 12). Lebih lanjut, karbon aktif dengan kapasitas adsorpsi rendah menunjukkan laju hidrolisis yang tinggi dan dapat menurunkan suhu hidrolisis sebesar -30 C, sedangkan yang memiliki kapasitas adsorpsi tinggi memiliki kencenderungan sebaliknya. Hidrolisis pati memiliki hubungan yang terbalik dengan kapasitas adsorbsi dalam fase cair (Matsumoto et al. 11). Lebih lanjut, penggunaan karbon aktif telah terbukti meningkatkan rendemen glukosa dari hidrolisis gelombang mikro pada onggok dalam medium air, namun tidak dalam medium asam (Hermiati et al. 12a) Pengaruh Penambahan Karbon aktif terhadap Senyawa Coklat dan Nilai ph Penggunaan hidrolisat dengan konsentrasi inhibitor yang rendah penting diperoleh jika media akan digunakan untuk fermentasi (Aguilar et al. 02). Oleh karena itu, detoksifikasi hidrolisat asam diperlukan untuk menghilangkan senyawa toksik dalam tahap fermentasi. Diantara beberapa teknik untuk mengurangi kadar inhibitor, karbon aktif telah dilaporkan mampu menurunkan turunan furan, penolik dan asam asetat masing-masing sebesar 38.7%, 57% dan 68.8% (Chandel et al. 07). Penggunaan karbon aktif pada hidrolisat asam dari corn hull memberikan penurunan 92.3% dalam total senyawa fenolik dan menghilangkan warna coklat gelap dalam hidrolisat (Seo et al. 09). Turunan furan menyebabkan penurunan permeabilitas membran sehingga menghasilkan pertumbuhan sel yang lebih panjang (Larsson et al. 1999) dan lebih produktif dalam produksi etanol (Palmqvist et al. 1999). Selain itu, turunan furan pada tingkat 500 mg/l mulai menghambat produksi bioetanol (O'Brein et al. 04). Senyawa coklat termasuk dalam turunan furan yang terbentuk dalam hidrolisis asam-gelombang mikro dengan atau tanpa karbon aktif ditunjukkan oleh Gambar 6.3. Furfural dan 5-HMF merupakan produk perantara dalam reaksi Maillard antara asam amino dan glukosa (Hermiati

8 72 12). Dibandingkan dengan kontrol, bambu dengan pra-perlakuan gelombang mikro menurunkan absorbansi senyawa coklat. Hal ini berarti pra-perlakuan gelombang mikro memberikan pengaruh positip terhadap penurunan absorbansi senyawa coklat. Selain itu, peningkatan waktu iradiasi pada pra-perlakuan gelombang mikro sampai menit mendorong penurunan absorbansi senyawa coklat. Namun, iradiasi yang lebih lama sampai menit dalam hidrolisis asam-gelombang mikro dengan konsentrasi asam 1% mempengaruhi peningkatan absorbansi senyawa coklat. Efek penambahan karbon aktif dalam hidrolisis asam-gelombang mikro mampu menurunkan absorbansi senyawa coklat (Gambar 6.3B). Data ini memperkuat studi sebelumnya yang melaporkan efek positip penambahan karbon aktif untuk menurunkan bahan yang bersifat toksik dalam hidrolisat seperti senyawa coklat. Pada kondisi (12.5 menit pada daya 330 W) menghasilkan rendemen gula pereduksi tertinggi, meskipun absorbansi senyawa coklat cenderung menurun namun rendemen gula pereduksinya juga menurun. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan pembentukan produk degradasi sekunder lain seperti 5-HMF dan asam asetat. A Absorbansi 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0, H2SO4 1% H2SO4 5% 5 min min 12.5 min 5 min (770 W) B Absorbansi 1 0,8 0,6 0,4 0,2 5 min min 12.5 min 5 min (770 W) H2SO4 1% H2SO4 5% Gambar 6.3. Senyawa coklat yang terbentuk selama hidrolisis asamgelombang mikro tanpa karbon aktif (A) dan dengan karbon aktif (B)

9 73 Selama hidrolisis asam-gelombang mikro, ph hidrolisat menurun setelah bambu diiradiasi gelombang mikro (Gambar 6.4). Peningkatan iradiasi gelombang mikro dan konsentrasi asam dari kontrol dalam proses hidrolisis asam-gelombang mikro cenderung menurunkan ph hidrolisat. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan proses dekomposisi selama proses hidrolisis untuk membentuk asam organik sebagai produk degradasi karbohidrat. Hasil yang sama dilaporkan oleh Hermiati (12), dan Khan et al.(1979). Lebih lanjut, pembentukan asam format, asam asetat, asam propionik, asam isovaleric, asam isobutyric, asam valeric isoproic, dan asam caproic selama pemanasan dikarenakan oksidasi udara dari senyawa aldehida telah dilaporkan oleh Lorenz dan Johnson (1972). Terdapat sedikit peningkatan nilai ph hidrolisat seiring dengan peningkatan waktu iradiasi dan penambahan karbon aktif yang mungkin berkaitan dengan efek penghambatan dari pembentukan produk samping selama hidrolisis asamgelombang mikro. 2 A ph 1,5 1 0, H2SO4 1% H2SO4 5% 5 min min 12,5 min 5 min (770 W) B ph 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0, H2SO4 1% H2SO4 5% 5 min min 12.5 min 5 min (770 W) Gambar 6.4 ph yang terbentuk selama hidrolisis asam-gelombang mikro tanpa karbon aktif (A), dan dengan karbon aktif (B) 6.4 Simpulan Peningkatan rendemen gula pereduksi terhadap kontrol yang dihasilkan oleh hidrolisis asam-gelombang mikro (25.81%) lebih tinggi

10 74 daripada hidrolisis enzimatik (4.24%) pada bambu dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Konsentrasi asam (1%) yang lebih rendah memberikan peningkatan rendemen gula pereduksi yang lebih kecil (6.09 kali) dibandingkan dengan konsentrasi asam (5%) yang lebih tinggi (6. kali). Hidrolisis asam-gelombang mikro selama menit cukup untuk memperoleh rendemen gula pereduksi (24.82% dari bambu awal) yang tinggi. Meskipun karbon aktif menurunkan absorbansi senyawa coklat dari hidrolisat yang diidentifikasi sebagai penghambat fermentasi, namun rendemen gula pereduksinya juga menurun. Hal ini berkaitan dengan efek adsorbsi oligomer oleh karbon aktif yang lebih dominan daripada efek peningkatan rendemen gula pereduksi. Dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan rendemen gula pereduksi maka konsentrasi asam 1% lebih baik dipilih untuk menghidrolisis bambu dengan pra-perlakuan gelombang mikro.

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar fosil semakin berkurang sehingga perlu dicari alternatifnya. Bahan nabati yang telah dikonversi menjadi bahan bakar nabati (BBN) dapat menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA 40 4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA 4.1 Pendahuluan Untuk lebih memperbaiki ketercernaan substrat dalam proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan kebutuhan energi (khususnya energi dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK EMPULUR SAGU Bahan baku empulur sagu diperoleh dari industri rumah tangga di daerah Cimahpar, Bogor. Bahan baku awal memiliki kadar air yang cukup tinggi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama yang dihadapi di seluruh dunia dewasa ini adalah krisis energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah krisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 21,22 juta kiloliter pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES C S CEREVISIAE Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI EMPULUR SAGU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI EMPULUR SAGU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI EMPULUR SAGU Bahan baku empulur sagu yang didapat dari industri rakyat di daerah Cimahpar masih dalam keadaan berkadar air cukup tinggi yaitu 17.9%. Untuk itu, empulur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, gas alam 28,57%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan energi ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B LAMPIRAN Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung a. Analisis Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g sampel lalu

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, sedangkan produksi sumber bahan bakar minyak saat ini semakin menipis (Seftian dkk., 2012). Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Permasalahan Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Rabobank, Pawan Kumar, Rabobank Associate Director

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Rizka Dwi Atika Arinda Dwi Apsari 2309 105 006 2309 105 010 Page 1 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan konsumsi energi semakin meningkat pula tetapi hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan cadangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM Dedy Irawan 1), Zainal Arifin Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda Jalan Ciptomangunkusumo, Samarinda, Kalimantan Timur 75131

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang terus menipis mendorong para peneliti untuk mengembangkan usaha dalam menanggulangi masalah ini diantaranya menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010.

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010. 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, dan Laboratorium Pengolahan Limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA

PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA Dedy Irawan, dkk : Proses Hidrolisis Sampah Organik Menjadi Gula Dengan 36 PROSES HIDROLISIS SAMPAH ORGANIK MENJADI GULA DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA Dedy Irawan, Zainal Arifin Jurusan Teknik Kimia Politeknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 18 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

ENZYMATIC AND MICROWAVE ASSISTED HYDROLYSIS OF BETUNG BAMBOO (Dendrocalamus asper (Schult.f.)) AFTER COMBINED BIOLOGICAL AND MICROWAVE PRETREATMENTS

ENZYMATIC AND MICROWAVE ASSISTED HYDROLYSIS OF BETUNG BAMBOO (Dendrocalamus asper (Schult.f.)) AFTER COMBINED BIOLOGICAL AND MICROWAVE PRETREATMENTS Jurnal Teknologi Industri Pertanian 25 (2):164-173 (15) idya Fatriasari, asrin Syafii, Nyoman istara, Kaswar Syamsu, Bambang Prasetya HIDROLISIS ENZIMATIS DAN MICROAVE BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 19 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Petanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jerami merupakan limbah hasil panen bahan makanan pokok beras yang berasal dari tanaman padi (Oryza sativa). Melimpahnya limbah jerami ini berbanding lurus dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL Oleh : Hikmatush Shiyami M. (2309100063) Azizah Ayu Kartika (2309100148) Pembimbing : Ir. Mulyanto, M.T. Laboratorium

Lebih terperinci

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA 1. Pembuatan sodium Sitrat (C 6 H 5 Na 3 O 7 2H 2 O) 0,1 M 1. Mengambil dan menimbang sodium sitrat seberat 29.4 gr. 2. Melarutkan dengan aquades hingga volume 1000

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis Lampiran 1. Prosedur Analisis a. Kadar Air (AOAC 1995) Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam cawan almunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-105 o C sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura produksi pisang pada tahun 2010 adalah sebanyak 5.755.073

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Industri pulp dan kertas merupakan industri yang cukup penting untuk keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian. Kebutuhan pulp

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka merk ROSE BRAND". Dari hasil analisa bahan baku (AOAC,1998), diperoleh komposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berlaku global termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak mentah nasional menipis produksinya.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam negeri maupun luar negeri yaitu untuk berkomunikasi dan berkreasi. Industri pulp dan kertas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao

Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao Lampiran 1.Diagram alir penelitian proses produksi bioetanol dari hidrolisat fraksi selulosa pod kakao Pod Kakao Pemotongan Pengeringan Penggilingan dengan hammer mill 40 mesh Ca(OH) 2 Degumming (12 jam)

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asap cair merupakan hasil pirolisis bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung senyawa tar dan polisiklis

Lebih terperinci