V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Optimasi Polifosfat 1. Pengaruh Terhadap Rendemen Rendemen dihitung berdasarkan kenaikkan berat udang setelah perendaman dibandingkan dengan berat udang sebelum perendaman yang dipengaruhi oleh masuknya zat (baik pelarut maupun zat terlarut) ke dalam sel udang. Proses keluar masuknya zat ke dalam sel udang salah satunya dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut yang pada penelitian ini adalah polifosfat dan garam. Unal et al. (2004) menjelaskan selama proses perendaman terjadi dua mekanisme difusi yang terjadi secara bersamaan : pada sampel daging secara alami mengandung jumlah orthophosfat yang sangat tinggi sehingga menyebabkan orthophosfat berdifusi ke dalam larutan polifosfat, sementara berlangsung juga difusi polifosfat ke dalam sampel daging. Sebagai tambahan, polifosfat berdifusi ke dalam sampel daging membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan difusi orthophosfat keluar dari sampel daging dampai pembentukan kompleks air-protein-polifosfat (Tenhet et al. 1981a,b) pada permukaan daging sempurna. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 3 kali pengulangan menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan konsentrasi polifosfat memberikan hasil rendemen yang berbeda pula. Hal ini bisa dilihat pada Lampiran 2a (ANOVA) dan 2b (Uji Lanjut Duncan). Berdasarkan hasil ANOVA (Analysis of Variance) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan dengan nilai rendemen yang diperoleh. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Sig. (significant level) < 0,05 (nilai α pada selang kepercayaan 95%). Perbedan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Penggunaan Polifosfat Terhadap Rendemen. Konsentrasi Rendemen (%) Polifosfat 0% 106,58 a 2% 114 b 3% 114,52 b 4% 115,89 c Pada perlakuan polifosfat 0% memberikan hasil rendemen terkecil (106,58%), dan perlakuan 4% memberikan hasil rendemen terbesar (115,89%). Perlakuan 2% dan 3% menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (114% dan 114,52%). Perlakuan 0% memberikan nilai rendemen yang paling rendah disebabkan karena perlakuan perendaman hanya menggunakan garam saja, sementara perlakuan 4% memberikan nilai rendemen yang paling besar karena perlakuan perendaman menggunakan campuran garam dan polifosfat yang tertinggi yaitu sebesar 4%. Menurut Jantranit dan Thipayarat (2009), perendaman udang putih (Panaeus vannamei) menggunakan 3% STPP dengan lama perendaman selama 60 menit memberikan nilai rendemen sebesar 107,33% sementara dengan 5% STPP dengan lama perendaman 60 menit juga memberikan nilai rendemen sebesar 108,08%. Hasil rendemen pada penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Jantranit dan Thipayarat, 22

2 hal ini dikarenakan waktu perendaman yang dilakukan lebih lama yaitu 3 jam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi polifosfat semakin tinggi pula nilai rendemen yang diperoleh. Phosfat akan memiliki sifat sinergis dengan garam dalam meningkatkan WHC. Garam dapat meningkatkan kekuatan ionik yang menyebabkan gaya tolak menolak pada protein otot yang kemudian akan memperbanyak masuknya larutan ke dalam daging sehingga WHC meningkat. Sementara phosfat dapat meningkatkan WHC dengan cara memecah atau memisahkan kompleks aktomiosin menjadi aktin dan myosin sehingga myosin akan lebih mudah larut dan sifat fungsionalnya lebih baik daripada aktomiosin hal ini dapat meningkatkan kekuatan ionik dan daya ikat air (WHC) sehingga akan meningkatkan rendemen setelah proses perendaman. 2. Pengaruh Terhadap Kadar Phosfat Daging Udang Setelah Perendaman Selama proses perendaman terjadi mekanisme difusi yang menyebabkan masuknya larutan polifosfat kedalam daging udang. Pengukuran phosfat (P 2 O 5 ) dilakukan sebanyak 3 kali ulangan triplo, masing-masing ulangan menggunakan kurva standar yang baru (Lampiran 14a, 14b, 14c). Berdasarkan hasil analisis ANOVA dan Uji Lanjut Duncan (Lampiran 3d dan 3e), menunjukkan kandungan phosfat dari ke-4 perlakuan berbeda nyata, hal ini ditunjukkan oleh nilai Sig. < 0,05 (nilai α pada selang kepercayaan 95%). Untuk hasil Uji Lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Polifosfat Terhadap Kadar Phosfat Udang Setelah Perendaman Konsentrasi Polifosfat Kadar Phosfat (%) 0% 0,18 a 2% 0,29 b 3% 0,33 b 4% 0,49 c Pada Tabel 3 dapat dilihat perlakuan 0% memiliki kadar phosfat paling rendah (0,18%) sedangkan perlakuan 2% dan 3% tidak berbeda nyata (0,29% dan 0,33%) dan perlakuan 4% memiliki kadar phosfat paling tinggi (0,49%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, telah terjadi peningkatan kadar phosfat dari udang raw material (0,25%) terhadap perlakuan 2%, 3% dan 4%. Pada perlakuan 0% terjadi penurunan kadar phosfat, hal ini disebabkan kandungan garam NaCl yang tinggi pada larutan perendaman udang tanpa adanya polifosfat yang memengaruhi proses difusi. Seperti yang telah dijelaskan oleh Unal et al. (2004) secara alami terdapat orthophosfat di dalam daging yang berdifusi ke dalam larutan perendaman, sementara itu terjadi juga difusi larutan perendaman (dalam hal ini hanya NaCl saja) ke dalam sampel daging, sehingga konsentrasi phosfat pada sampel udang dengan perlakuan 0% polifosfat mengalami penurunan. 3. Pengaruh Terhadap Nilai WHC/water holding capacity Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan polifosfat pada industri udang memiliki tujuan untuk meningkatkan rendemen produk dengan cara meningkatkan nilai WHC pada udang. Mekanisme polifosfat dalam meningkatkan 23

3 WHC adalah dengan meningkatkan ph, sehingga akan meningkatkan muatan negatif yang akan menimbulkan gaya tolak menolak pada protein udang. Gaya tolakmenolak inilah yang menyebabkan air/larutan bisa masuk banyak kedalam protein daging sehingga meningkatkan WHC. Selain itu, mekanisme yang lainnya adalah dengan memecah kompleks aktomiosin, sehingga dapat memperlebar ruang antar filamen dan air/larutan dapat masuk kedalam daging udang. Offer dan Knight (1988) mendiskusikan efek dari garam dan phosfat pada myofibril dan WHC didalam daging. Mereka menjelaskan ada tiga cara phosfat mempengaruhi WHC. Pertama, phosfat merupakan buffer yang baik, yang dapat membantu terjadinya depolimerisasi dari filamen tebal dan meningkatkan penyerapan air. Kedua, dengan adanya Mg 2+, pyophosfat dan triphosfat mengikat molekul myosin. Pyrophosfat berperan sebagai analog ATP dan berikatan dengan kepala myosin, ini bisa mendorong terjadinya disosiasi aktomiosin. Ketiga, polifosfat dapat mengikat ekor myosin dan mendorong disosiasi dari filamen myosin. Berdasarkan hasil analisis ANOVA dan Uji Lanjut Duncan (Lampiran 4b dan 4c), hasil ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan dengan nilai WHC yang diperoleh. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Sig. (significant level) < 0,05 (nilai α pada selang kepercayaan 95%). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Polifosfat Terhadap Nilai WHC Perlakuan Nilai WHC (%) 0% 72,57 a 2% 77,07 b 3% 78,01 bc 4% 78,75 c Pada Tabel 4 dapat dilihat perlakuan 2% dan 3% tidak berbeda nyata (77,07% dan 78,01%), begitu pula dengan perlakuan 3% dan 4% (78,01% dan 78,75%). Namun jika dilihat secara nilai matematis, perlakuan 4% memiliki nilai WHC yang paling tinggi. Semakin banyak konsentrasi polifosfat yang digunakan maka semakin tinggi pula muatan negative yang menyebabkan semakin besar pula gaya tolak menolak pada protein otot udang sehingga nilai WHC yang diperoleh pun semakin tinggi. Berikut dapat dilihat ph daging udang setelah proses perendaman pada Gambar 8. 0 Gambar 8. Nilai ph pada setiap Perlakuan Menurut Abduh (2001), udang windu (Paneus monodon) yang direndam menggunakan 4% sodium tripolifosfat selama 60 menit memiliki nilai WHC yang berbeda jika dibandingkan dengan perendaman udang tanpa sodium tripolifosfat. 24

4 Perendaman udang tanpa menggunakan sodium tripolifosfat memiliki nilai WHC sebesar 29,31 mg H 2 O, sementara perendaman udang menggunakan 4% sodium tripolifosfat memiliki nilai WHC sebesar 61,34 mg H 2 O. Hal ini membuktikan bahwa polifosfat memiliki kemampuan dalam meningkatkan nilai WHC. Hasil WHC pada penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Abduh, hal ini dikarenakan waktu perendaman yang dilakukan pada penelitian lebih lama yaitu 3 jam. Peningkatan nilai WHC juga dimungkinkan dipengaruhi oleh ph. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa polifosfat memiliki nilai ph tinggi dan bersifat basa sehingga udang yang direndam menggunakan larutan polifosfat gugus karboksil asam aminonya akan terdisosiasi. Hal tersebut dapat meningkatkan muatan dan mengembangkan molekul protein yang disebabkan oleh melonggarnya jaringan protein sehingga terjadi peningkatan kapasitas menahan air karena terikatnya molekul H 2 O pada gugus karboksil dan amino bebas protein (Winarno, 1984). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme polifosfat dalam meningkatkan WHC adalah dengan meningkatkan ph. Pada perlakuan 4% dapat dilihat pada grafik tersebut memiliki nilai ph yang paling besar yaitu 7,45 (Lampiran 5). Hal ini juga yang memberikan alasan bahwa perlakuan 4% memiliki nilai WHC yang paling tinggi. WHC menurun sampai pada ph titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,4 5,5. Pada ph isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal. Pada ph yang lebih tinggi dari isoelektriknya protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Demikian pula pada ph lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat ekses muatan positif yang mengakibatkan penolakan miofilamen dan member lebih banyak ruang untuk molekul-molekul air (Bouton et al., 1971). Jadi pada ph lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, WHC meningkat. Hanya sangat jarang ph jatuh dibawah 5,0, karena enzim yang mempengaruhi glikolisis pascamati cenderung dinonaktifkan pada saat ph turun sampai 5,4 5,5 yaitu titik isoelektrik protein otot daging. Oleh karena itu ph daging udang harus dipertahankan diatas ph isoelektrik protein daging untuk mempertahankan nilai WHC. 4. Korelasi Antara Kadar Phosfat dan ph Udang dengan Nilai WHC Nilai WHC dipengaruhi oleh kadar phosfat yang ada pada daging udang. Hal ini karena pengaruh phosfat terhadap peningkatan ph dan peningkatan kekuatan ionik pada protein otot udang. Berdasarkan analisis statistic menggunakan Correlation didapatkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara WHC dengan kadar phosfat (Nilai Sig. < 0,05). Dari nilai pearson correlation menunjukkan nilai positif sebesar 0,553 ( Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara WHC dan kadar phosfat berbanding lurus. Semakin tinggi phosfat maka semakin tinggi nilai WHC yang diperoleh. Phosfat dapat meningkatkan WHC dengan cara memecah atau memisahkan kompleks aktomiosin menjadi aktin dan myosin sehingga, myosin akan lebih mudah larut. Hal ini dapat meningkatkan kekuatan ionik dan daya ikat air (WHC) sehingga akan meningkatkan rendemen setelah proses perendaman (Stone, 1981). Korelasi antara kadar phosfat dengan WHC dapat dilihat 25

5 pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat diketahui pula persamaan korelasinya yaitu y = 18,79x + 70,54 dengan nilai R = 75,7% yang menandakan bahwa korelasi kadar phosfat dengan WHC tidak terlalu berbanding lurus. Gambar 9. Korelasi antara kadar phosfat dengan WHC Selain dipengaruhi oleh kadar phosfat, nilai WHC juga dipengaruhi oleh ph. Berdasarkan analisis statistic menggunakan Correlation didapatkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara nilai WHC dengan ph (Nilai Sig < 0,05). Nilai pearson correlation juga menunjukkan nilai positif sebesar 0,956 (Lampiran 7) yang berarti hubungan antara nilai WHC dengan ph berbanding lurus. Semakin tinggi ph daging udang maka semakin tinggi pula nilai WHC yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan teori menurut Bouton et al (1971), nilai ph diatas ph isoelektrik daging 5,4-5,5 dapat meningkatkan nilai WHC. Korelasi antara ph WHC dapat dilihat pada Gambar 10. Pada Gambar 10 dapat diketahui pula persamaan korelasinya yaitu y = 7,275x + 24,67 dengan nilai R = 99,7% yang menandakan korelasi antara ph udang dengan WHC berbanding lurus. Gambar 10. Hubungan WHC dan ph udang 26

6 5. Pengaruh Polifosfat Terhadap Susut Masak Proses pemasakan udang dilakukan pada suhu O C selama 2 menit 15 detik. Selama proses pemasakan, menurut Bendall dan Restall (1983) menyimpulkan bahwa sifat dari suatu potongan daging yang besar bila dibuat stew (yaitu dimasak/dipanasi dalam media cair) dapat dijelaskan dalam 4 fase. Pertama, suatu kehilangan cairan dari zat-zat myofibril ke dalam ruang-ruang ekstraseluler pada protein-protein sarkoplasma dan myofibril terdenaturasi pada suhu antara o C tanpa diikuti pemendekan; Kedua, kehilangan cairan yang cepat dari myofibril pada saat temperature meningkat menjadi 60 o C; pada saat itu kolagen dari membrane basal mengalami pengerutan karena panas. Ketiga, pengerutan karena panas dari kolagen endomisium, perimisium dan epimisium pada suhu antara o C semakin banyak pengerutan, penurunan diameter miofiber dan kehilangan karena pemasakan. Keempat, selama pemanasan lebih lanjut atau diperpanjang ada konversi kolagen dari epimisium, sendomisium dan perimisium menjadi gelatin diikuti oleh pengempukan. Keempat fase inilah yang menyebabkan terjadinya susut masak pada produk udang. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANOVA dan Uji Lanjut Duncan ( Lampiran 8a, 8b), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan denga nilai susut masak yang diperoleh. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Sig. (significant level) < 0,05 (nilai α pada selang kepercayaan 95%). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Polifosfat Terhadap Susut Masak Perlakuan Nilai Susut Masak (%) 0% 15,94 b 2% 13,54 a 3% 11,92 a 4% 12,51 a Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan 2%, 3%, dan 4% tidak berbeda nyata, sementara perlakuan A memiliki nilai susut masak terbesar yaitu 15,94%. Semakin besar nilai susut masak, semakin tidak bagus untuk perusahaan, karena dapat menurunkan berat produk dari target yang ingin dicapai. Sementara jika dilihat secara matematis perlakuan 3% memiliki nilai susut masak terendah (11,92%) diikuti oleh perlakuan 4% dan 3% (12,51% dan 13,54%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faithong et al. (2006) pengaruh penggunaan 3% SHMP (Sodium hexametaphosphate) pada udang putih (Penaeus vannamei) dengan garam NaCl 3% mampu menghasilkan nilai susut masak sebesar 10,77 ± 0,73 %. Susut masak pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Faithong et al. Hal ini disebabkan udang yang digunakan oleh Faithong hanya 1 kg untuk perendaman dengan larutan polifosfat sehingga lebih mudah untuk mengontrol hasil susut masak. Sedangkan menurut Erdogu (2007), pada daging merah yang dimasak tanpa perlakuan phosfat memiliki nilai susut masak sebesar 45,9%, tetapi ada penurunan 10% susut masak (35%) pada daging merah yang dimasak setelah dilakukan perendaman menggunakan 6% STP (Sodium trypolyphosphat). Jadi peningkatan konsentrasi polifosfat saat perendaman mempengaruhi nilai susut masak yang dihasilkan. 27

7 6. Korelasi Antara WHC dengan Susut Masak Pengaruh nilai WHC terhadap nilai susut masak dapat dilihat berdasarkan analisis statistic menggunakan Correlation. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa terdapat hubungan yang nyata antara nilai WHC dengan susut masak yang diperoleh (Nilai Sig. < 0,05). Jika dilihat dari nilai pearson correlation menunjukkan nilai negative sebesar 0,827 (Lampiran 9). Hal ini menandakan bahwa hubungan antara WHC dengan susut masak berbanding tebalik. Semakin besar nilai WHC maka semakin kecil nilai sust masak yang diperoleh. Semakin besar kemampuan protein otot pada daging udang dalam mengikat air maka semakin kecil kemungkinan air yang sudah terserap keluar pada saat proses pemasakan. Korelasi antara WHC dengan susut masak dapat dilihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 dapat diketahui pula persamaan korelasinya yaitu y = -0,614x + 60,52 dengan nilai R = 92,3% yang menandakan hubungan antara nilai WHC dan susut masak berbanding lurus. Gambar 11. Korelasi antara WHC dengan Susut Masak 7. Pengaruh Polifosfat Terhadap Rendemen total Rendemen total suatu produk merupakan indikasi pencapaian berat target perusahaan pada penjualan produk tertentu. Rendemen total merupakan perbandingan produk akhir yang dihasilkan terhadap bahan mentah (udang) yang digunakan. Sebagai produk akhir pada perlakuan ini yaitu produk masak dan udang mentah yang diambil yaitu dari bentuk Head Less (udang tanpa kepala) dengan mengasumsikan rendemen pada proses peeling untuk semua perlakuan sama. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan ANOVA dan Uji Lanjut Duncan (Lampiran 10a dan 10b), dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dilihat dari rendemen total produk yang dihasilkan. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Sig. (significant level) < 0,05 (nilai α pada selang kepercayaan 95%) seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Polphosfat Terhadap Rendemen total Perlakuan Nilai Rendemen total (%) 0% 77,93 a 2% 86,15 b 3% 87,37 b 4% 88,21 b 28

8 Berdasarkan Tabel 6. Dapat dilihat bahwa perlakuan 2%, 3% dan 4% tidak berbeda nyata. Sementara perlakuan 0% memiliki nilai rendemen total paling rendah sebesar 77,93%. Walaupun perlakuan 2%, 3% dan 4% tidak berbeda nyata, namun pada perusahaan perbedaan 1-2% memiliki perbedaan yang cukup besar. Oleh karena itu jika dilihat secara matematis perlakuan 4% memberikan nilai rendemen total yang paling besar yaitu 88,21%. B. Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Pada Produk Akhir Penggunaan polifosfat pada industri udang harus digunakan sesuai dengan peraturan yang ada, baik peraturan di negara yang akan dituju maupun peraturan di dalam negeri. Menurut peraturan pangan international CODEX (Codex Alimentarius Commission, 1992) penggunaan phosfat pada produk seafood tidak boleh lebih dari 0,5 % dalam bentuk P 2 O 5. Hal ini juga diatur oleh pemerintah Indonesia yang diatur dalam MENKES RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 yang juga menyatakan pada produk udang masak kandungan phosfat dalam bentuk P 2 O 5 tidak boleh lebih dari 0,5 %. Pengukuran phosfat dilakukan triplo (Lampiran 11a, 11b, 11c). Berikut konsentrasi phosfat pada produk udang setelah dimasak dari ke-4 perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Pada Udang Masak Perlakuan Rata-rata Konsentrasi Phosfat (%) 0% 0,17 2% 0,23 3% 0,27 4% 0,29 Jika dibandingkan dengan kandungan phosfat setelah perendaman pada Tabel 3 terjadi penurunan kadar phosfat. Hal ini disebabkan karena pengaruh proses pemasakan dan proses pendinginan. Berdasarkan analisis statistic (Lampiran 11d), dari ke-4 sampel perlakuan memiliki rata-rata konsentrasi P 2 O 5 dibawah standar peraturan yang ada yaitu < 0,5%. Sehingga dapat dikatakan dari ke-4 perlakuan masih aman dan layak untuk dikonsumsi. C. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode uji rating kategori yang meliputi uji rasa, tekstur dan kenampakan. Nilai maksimum tiap-tiap aspek menurut standar PT. CPB adalah 5. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 12a. Uji organoleptik ini diikuti oleh 8 panelis terlatih. Secara rinci, hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Nilai Rata-Rata Uji Rasa Uji Tekstur Uji Kenampakan 0% 4,13 4,75 4,63 2% 4,25 4,50 4,75 3% 4,25 4,38 4,63 4% 4,13 4,75 4,63 29

9 Dari tabel, dapat dilihat bahwa dari ke-4 perlakuan tidak berbeda nyata baik dari rasa, tekstur maupun kenampakan pada selang kepercayaan 95%. Hal ini dikarenakan berdasarkan uji statistic nilai F tabel > F hitung (Lampiran 4b, 4c, 4d). Dari ke-4 perlakuan berdasarkan Tabel 8. memiliki rasa asin, tekstur yang elastis, kompak, padat, kenyal dan memiliki kenampakan warna kulit terang. D. Analisis Biaya Produksi Biaya produksi dihitung berdasarkan nilai rendemen total yang diperoleh. Dari hasil rendemen total akan dihitung kebutuhan bahan kimia dan udang mentah (RM). Analisis biaya produksi menggunakan asumsi, seperti : (1) dalam satu hari menghasilkan produk jadi/finish Good (FG) sebanyak 2000 kg, (2) nilai tukar dolar terhadap rupiah sebesar Rp 8.200,00, (3) harga pembelian RM Rp ,00/kg, dan (4) harga jual produk jadi sebesar Rp ,00/kg. Berikut rincian biaya produksi dari perlakuan 0%, 2%, 3% dan 4% pada Tabel 9. Tabel 9. Analisi Biaya Produksi Kategori Konsentrasi Polifosfat 2% Polifosfat (Perusahaan) 4% Polifosfat 0% Polifosfat 3% Polifosfat Asumsi FG = kg /Hari Yield (HL to FG) Harga Bahan Kimia ($)/kg Harga Bahan Kimia (Rp)/kg 15, , , , Kebutuhan RM HL (Kg) 2, , , , Kebutuhan RM HO (Kg) 3, , , , Kebutuhan Bahan Kimia/ kg FG (kg) Biaya RM untuk kg FG (Rp) 128,320, ,076, ,455, ,365,832 Biaya Bahan Kimia/ kg FG (Rp) 1,354,847 1,225,574 1,833,526 2,311,357 Biaya RM dan Bahan Kimia/ 2000 kg FG 129,675, ,302, ,289, ,677,189 Biaya RM dan Bahan Kimia/ kg FG 64,838 58,651 58,145 57,839 Selisih biaya udang/kg(rp) -6, Selisih biaya udang/2000kg(rp) -12,372,950-1,012,895 1,624,996 Keuntungan udang/kg (Rp) 15,162 21,349 21,855 22,161 Keuntungan/2000kg(Rp) 30,324,866 42,697,815 43,710,711 44,322,811 Persentase kenaikan keuntungan % % 3.81% Keterangan : HL : Head less HO : Head on FG : Finish Good 30

10 Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa perlakuan 4% membutuhkan biaya Rp ,6/Kg produk akhir, perlakuan 2% membutuhkan biaya Rp ,6/Kg produk akhir dan perlakuan 3% membutuhkan biaya Rp ,1. Perlakuan 4% memerlukan jumlah biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan perlakuan 2% dan 3%. Hal ini dikarenakan perlakuan 4% memiliki nilai rendemen total yang paling besar sehingga membutuhkan bahan udang mentah HO lebih sedikit dibandingkan perlakuan 2% dan 3%. Penggunaan 4% polifosfat dapat menghemat uang sebesar Rp /kg udang dan Rp 1,624,996.44/2000kg udang. Jika diasumsikan harga jual udang Rp 80,000/kg maka keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan 4% polifosfat akan mendapatkan keuntungan terbesar yaitu Rp 22,161.41/kg udang dan Rp 44,322,811.47/2000kg udang. Dengan demikian penggunaan 4% polifosfat akan menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 3,81%. Sementara perlakuan 0% sudah jelas membutuhkan biaya yang paling besar dan memberikan kerugian yang besar pula (-29%). 31

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah udang putih (Litopenaeus vannamei), polifosfat ((NaPO 3 )n) dan garam (NaCl). Udang putih yang digunakan memiliki ukuran 31-40,

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU

III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU Udang dalam bentuk produk beku memiliki pangsa pasar yang cukup luas. Sebagian besar produk udang beku diekspor ke negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang. Produk

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING KUALITAS DAGING Dalam pengujian kualitas daging dipergunakan sampel-sampel : macam otot, penyiapan sampel. Uji fisik obyektif yang meliputi Keempukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Ayam Petelur Afkir Rata-rata hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi sari buah stroberi (Fragaria

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh penggunaan restraining box terhadap ph daging Hasil pengujian nilai ph dari daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box, nilai ph rata-rata pada

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Daging dan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Karakteristik daging dan surimi ikan nila meliputi fisik dan kimianya. Sifat fisik meliputi penampakan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK Beberapa produsen ikan asap di daerah Bandarharjo Semarang menggunakan tawas sebagai perendam ikan sebelum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Kerbau Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub family Bovinae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India (Hasinah dan Handiwirawan, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat menguntungkan peternak di samping cara pemeliharaannya yang mudah dan sifatnya

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi ditinjau dari kandungan asam amino yang lengkap dalam protein daging, hal ini memungkinkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

PENDAHULUAN. Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, populasi ayam ras petelur 146.660,42 ekor dan pada tahun 2015 meningkat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pembuatan Gel Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan frekuensi pencucian terbaik pada surimi ikan nila merah. Penelitian

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING PENGEMPUKAN (TENDERISASI) Materi 7 TATAP MUKA KE-7 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGOLAHAN DAGING PENGEMPUKAN (TENDERISASI) Materi 7 TATAP MUKA KE-7 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN DAGING PENGEMPUKAN (TENDERISASI) Materi 7 TATAP MUKA KE-7 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi Garam Sodium Trypoliposphate (STPP) terhadap Kualitas Torimi Daging Ayam (Gallus Domesticus)

Pengaruh Konsentrasi Garam Sodium Trypoliposphate (STPP) terhadap Kualitas Torimi Daging Ayam (Gallus Domesticus) Pengaruh Konsentrasi Garam Sodium Trypoliposphate (STPP) terhadap Kualitas Torimi Daging Ayam (Gallus Domesticus) Ridawati, Alsuhendra dan Anindya e-mail: ridawati.sesil@gmil.com Program Studi Tata Boga,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies 4. PEMBAHASAN Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk keprok Malang yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pada buah yang belum matang lamella belum mengalami perubahan struktur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian diperoleh hasil kadar ikan kembung yang diawetkan dengan garam dan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6. 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan

Lebih terperinci

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1 DAGING Theresia Puspita Titis Sari Kusuma There - 1 Pengertian daging Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak dan relatif murah harganya. Daging ayam mengandung 22 persen protein dan 74 persen air dalam 100 gram

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Protein adalah senyawa organik besar, yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH

PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) BEKU DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI LAMPUNG SKRIPSI IMAN INDRAJAYA F24070121 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI Oleh : Indah Asriningrum 0333010052 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, berbentuk lempengan tipis, bundar atau persegi panjang, yang terbuat dari bahan dasar beras dengan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk Bali (Citrus grandis) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 SI (Satuan Internasional),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun papaya terhadap ph, daya kunyah dan kesukaan dilaksanakan pada tanggal 15 Januari sampai 14

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi dan Analisis Data Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa kadar ikan tuna yang diawetkan dengan metode penggaraman dan khitosan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget)

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Nurzainah Ginting Staf Pengajar Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan ataupun penggantian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. Protein adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh unsur atau keadaan gizi yang seimbang. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 41 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer dan bermasyarakat. Bakso banyak ditemukan di pasar tradisional maupun di supermarket, bahkan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci