PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) BEKU DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI LAMPUNG SKRIPSI IMAN INDRAJAYA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 USE OF POLYPHOSPHATE TO REDUCE COOKING LOSS DURING INDUSTRIAL SCALE PRODUCTION OF FROZEN WHITE SHRIMP (Litopenaeus vannamei) IN PT. CENTRALPERTIWI BAHARI, LAMPUNG Iman Indrajaya, Ratih Dewanti-Hariyadi, Joko Hermanianto Departement of Food Science and Technology, Faculty of AgriculturalTechnology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,Indonesia. Phone : , iman_indrajaya@yahoo.com ABSTRACT White shrimp (L. vannamei) is the most important shrimp export commodity in Indonesia. Shrimps are mostly exported as frozen product after cooking process.the cooking process to produce frozen shrimp generally cause undesirable cooking loss because it decrease the weight. To overcome this problem, several techniques have been developed such as soaking in salt and polyphosphate as sequestrant before cooking process. Polyphosphate and salt can increase ph and ionik strength thus increase the WHC (Water Holding Capacity) and reduce cooking loss. In addition, polyphosphate provide a synergistic effect when it is combined with salt. The purpose of this research is to determine the influence of various concentrations of polyphosphate (0%, 2%, 3%, 4%) in combination with salt (4%) on the cooking loss of industrial scale frozen zhrimp production at PT Centralpertiwi Bahari, Lampung. The physico-chemicalproperties of shrimp observed are WHC using Hamm method and phosphate content in the product as P 2 O 5. Formula resulting in the lowest cooking loss was selected as the best formula and the effect of polyphosphate was evaluated base on organoleptic characteristic. The result indicated that 4% polyphosphate gave the smallest cooking loss. Based on sensory evaluation, all various concentration showed that there is no bitter effect on final product. Keyword : white shrimp, polifosfat, WHC, cooking loss, P 2 O 5

3 Iman Indrajaya. F Penggunaan Polifosfat Untuk Mengurangi Susut Masak Produk Udang Putih (L. vannamei) Beku di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung. Dibawah bimbingan Ratih Dewanti-Hariyadi, Joko Hermanianto, Hardi Kurniawan dan Ahmad Sofian. RINGKASAN Udang beku merupakan salah satu produk ekspor perikanan yang cukup penting yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang budidaya udang adalah PT. Centralpertiwi Bahari (CPB). Permintaan buyer luar negeri yang meningkat akan produk udang siap saji (cooked shrimp) pada PT. CPB khususnya pada jenis produk CTO (Cooked Tail-On), menyebabkan ditingkatkannya kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi ini menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan baku udang untuk dilakukan proses pemasakan. Namun, setelah dilakukan proses pemasakan terjadi penurunan jumlah produk yang cukup tinggi yang disebabkan oleh tingginya nilai susut masak. Hal ini menyebabkan perusahaan harus menyiapkan bahan baku udang yang lebih banyak untuk mendapatkan jumlah produk akhir yang diinginkan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka sebelum proses pemasakan dilakukan proses perendaman menggunakan larutan garam dan polifosfat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi polifosfat optimum yang menghasilkan nilai susut masak rendah sehingga dapat meningkatkan jumlah produk akhir dalam skala produksi (rendemen total). Dalam penelitian ini dilakukan proses perendaman dengan menggunakan konsentrasi garam 4% dan berbagai macam konsentrasi polifosfat (0%, 2%, 3%, 4%) dengan waktu perendaman selama 3 jam dan dilakukan proses pengadukan secara terusmenerus. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai WHC (Water Holding Capacity) pada daging udang sehingga dapat diketahui hubungan antara konsentrasi polifosfat dan nilai WHC. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui konsentrasi phosfat pada produk akhir dalam bentuk P 2 O 5. Dari hasil yang terbaik berdasarkan nilai susut masak terendah dan menghasilkan rendemen total yang tinggi, maka konsentrasi polifosfat yang ditetapkan akan di scale-up pada skala produksi. Penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan dengan polifosfat 4% memberikan nilai susut masak rendah sebesar 12,51% dan nilai rendemen total paling tinggi sebesar 88,21%, meskipun hasil perlakuan yang lain memiliki hasil yang tidak berbeda nyata baik dalam nilai susut masak dan rendemen total. Namun perbedaan 1-2% dalam skala industri dapat menghasilkan perbedaan yang cukup besar. Data hasil pengukuran WHC juga menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi polifosfat 4% memberikan nilai WHC tertinggi yaitu sebesar 78,75%. Hasil pengujian kadar phosfat pada produk akhir dari ke-4 perlakuan menunjukkan kadar P 2 O 5 yang dikandung masih dibawah 0,5%, hal ini sesuai dengan standar regulasi. Sedangkan untuk hasil uji organoleptik dari ke-4 perlakuan menunjukkan tidak ada rasa pahit yang disebabkan oleh kandungan phosfat pada produk akhir melainkan rasa dominan asin. Sehingga dapat dikatakan produk udang akhir aman untuk dikonsumsi.

4 PENGGUNAAN POLIFOSFAT UNTUK MEREDUKSI SUSUT MASAK SELAMA PRODUKSI SKALA INDUSTRI UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) BEKU DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI LAMPUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh IMAN INDRAJAYA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Penggunaan Polifosfat Untuk Mereduksi Susut Masak Selama Produksi Skala Industri Udang Putih (L. vannamei) Beku di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung Nama : Iman Indrajaya NIM : F Menyetujui 14 Oktober 2011, Pembimbing Utama, Pembimbing Kedua, Pembimbing Lapang, Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc NIP Dr. Ir. Joko Hermanianto NIP Ahmad Sofian, S.Si NIP Mengetahui: Plt. Ketua Departemen, (Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.) NIP Tanggal lulus: 20 September 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penggunaan Polifosfat Untuk Mereduksi Susut Masak Selama Produksi Skala Industri Udang Putih (Litopenaeus vannamei) Masak Di PT. Centralpertiwi Bahari Lampung adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing lapang dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 14 Oktober 2011 Yang membuat pernyataan, Iman Indrajaya F

7 Hak cipta milik Iman Indrajaya, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

8 BIODATA PENULIS Penulis bernama Iman Indrajaya, dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 September Penulis merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Dr. Ir. Bambang Widigdo dan Ibu Ir. Dwi Poetranti Kientjokowati serta kakak Tetuko Widigdo dan adik Nur Amirah Trijayanti. Penulis memulai pendidikan pada tahun , di TK Insan Kamil, Bogor. Pada tahun penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Polisi I, Bogor. Pada tahun penulis melanjutkan jenjang berikutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama Negeri 4, Bogor, kemudian Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor pada tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Selama di Perkuliahan, penulis aktif di organisasi HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan) sebagai staf Hi-Co (HIMITEPA Corporation) ( ). Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan seperti LCTIP XVII (2009), IFOODEX (2009), Entreupreneurship Day (2009) dan Orde Keramat ITP (2010). Penulis juga pernah menjadi delegasi di acara Indonesia Youth Delegate, Miracle Youth Conference, University Putra Malaysia, Malaysia (Juni 2009). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan kegiatan magang selama empat bulan di PT Centralpertiwi Bahari, Lampung. Tema penelitian dalam kegiatan magang ini adalah Penggunaan Polifosfat Untuk Mereduksi Susut Masak Selama Produksi Skala Industri Udang Putih (Litopenaeus vannamei) Beku Di PT Centralpertiwi Bahari, Lampung di bawah bimbingan Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc, Dr. Ir. Joko Hermanianto, Hardi Kurnia dan Ahmad Sofian, S.Si.

9 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Penggunaan Polifosfat Untuk Mereduksi Susut Masak Selama Produksi Skala Industri Udang Putih (Litopenaeus vannamei) Masak Di PT Centralpertiwi Bahari, Lampung dengan baik yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mempersembahkan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Bambang Widigdo dan Mama Dwi Poetranti, Mas Tuko dan Mbak Asti, serta adik Nur Amirah Trijayanti atas doa dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga tugas akhir ini merupakan langkah awal untuk bisa membahagiakan keluarga. 2. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dannasihat-nasihat yang sangat berharga kepada penulis hingga skripsi ini selesai. 3. Dr. Ir, Joko Hermanianto sebagai dosen pembimbing ke-2 yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta nasihat-nasihat hingga penulisan skripsi ini selesai. 4. Bapak Hardi Kurnia dan Bapak Ahmad Sofian, S.Si atas kesediaanya menjadi pembimbing lapang dan atas bimbingan, nasihat-nasihat serta motivasi selama kegiatan magang hingga penulisan skripsi. 5. Departemen A&I (Application & Improvement), Dept QC dan QMS, dan Dept Processing PT. CPB 6. Septiannisa Rahmi, atas saran, motivasi, kesabaran serta kebersamaan yang indah dalam mendampingi penulis selama ini. 7. Sahabat-sahabat terbaikku : Leo, Adi, Wimala, Bogel, Cherish, Vendry, Arum, Mita, Indrawan, Argya, Dinda, Andri, Ibu Elmiati, Amelinda, Marisa, Trancy, Daniel, Elisabeth, Munyatul, Dimas, Irsyad, Vita, Rozak, Indri, Marvin, Tiara, Oni, Ni Putu, Melia, Ronald, Bertha, Kevin dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membantu dalam penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, Amin. Bogor, 14 Oktober 2011 Iman Indrajaya iii

10 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN...viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 C. MANFAAT... 2 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN... 3 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... 3 B. LOKASI PERUSAHAAN... 3 C. VISI DAN MISI PERUSAHAAN... 4 D. SUMBER DAYA MANUSIA... 4 E. STRUKTUR ORGANISASI... 4 F. HASIL PRODUKSI DAN PEMASARAN... 5 G. FASILITAS... 5 III. TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. PRODUK UDANG BEKU... 6 B. TEKNOLOGI PEMASAKAN UDANG CTO (cooked tail-on)... 7 C. MUTU PRODUK UDANG BEKU... 9 D. PENGARUH POLIFOSFAT TERHADAP SUSUT MASAK IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI POLIFOSFAT B. KONSENTRASI PHOSFAT (P 2 O 5 ) PADA PRODUK AKHIR iv

11 C. UJI ORGANOLEPTIK D. ANALISIS BIAYA PRODUKSI VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Atribut Uji Organoleptik Tabel 2 Perbedaan Penggunaan Polifosfat Terhadap Rendemen Tabel 3 Pengaruh Polifosfat Terhadap Kadar Phosfat Udang Tabel 4 Pengaruh Polifosfat Terhadap Nilai WHC Tabel 5 Pengaruh Polifosfat Terhadap Susut Masak Tabel 6 Pengaruh Polphosfat Terhadap Rendemen total Tabel 7 Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Pada Udang Masak Tabel 8 Hasil Uji Organoleptik Tabel 9 Analisis Biaya Produksi vi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Diagram alir proses pemasakan udang di PT CPB... 8 Gambar 2 Struktur Sarkolema Gambar 3 Struktur Miosin Gambar 4 Pengaruh ph Terhadap Struktur Protein Gambar 5 Pengaruh ph Terhadap Kelarutan Protein Daging Gambar 6 Diagram Alir Penelitian Gambar 7 Cetakan Daging Udang Pada Kertas Whatman No Gambar 8 Nilai ph pada setiap Perlakuan Gambar 9 Hubungan Antara WHC dan Kadar Phosfat (P 2 O 5 ) 26 Gambar 10 Hubungan Antara WHC dan ph Udang Setelah Perendaman 26 Gambar 11 Hubungan Antara WHC dan Susut Masak.. 28 vii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Rekapitulasi Data Nilai Rendemen, Susut Masak dan Rendemen Total Lampiran 2a Hasil Analisis Statistik (ANOVA) Pengaruh Polifosfat Terhadap Rendemen Lampiran 2b Hasil Uji Lanjut (Duncan) Pengaruh Polifosfat Terhadap Rendemen Lampiran 3a Rekapitulasi Data Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Perendaman I Lampiran 3b Rekapitulasi Data Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Perendaman II Lampiran 3c Rekapitulasi Data Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Perendaman III Lampiran 3d Hasil Analisis Statistik (ANOVA) Pengaruh Polifosfat Terhadap Kadar Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah 40 Perendaman Lampiran 3e Hasil Uji Lanjut (Duncan) Pengaruh Polifosfat Terhadap Kadar Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Perendaman 40 Lampiran 4a Rekapitulasi Data Nilai WHC (water holding capacity). 41 Lampiran 4b Hasil Uji Statistik (ANOVA) Pengaruh Polifosfat Terhadap Nilai WHC (water holding capacity). 42 Lampiran 4c Hasil Uji Lanjut (Duncan) Pengaruh Polifosfat Terhadap Nilai WHC (water holding capacity).. 42 Lampiran 5 Rekapitulasi Data Nilai ph Setelah Perendaman 43 Lampiran 6 Hubungan Nilai WHC (water holding capacity) Dengan Kadar Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Perendaman 44 Lampiran 7 Hubungan Nilai WHC (water holding capacity) dengan Nilai ph Udang Setelah Perendaman. 44 Lampiran 8a Hasil Analisis Statistik (ANOVA) Pengaruh Polifosfat Terhadap Nilai Susut 45 Masak Lampiran 8b Hasil Uji Lanjut (Duncan) Pengaruh Polifosfat Terhadap Nilai Susut Masak 45 Lampiran 9 Hubungan Antara Nilai Susut Masak Dengan WHC (water holding capacity).. 45 Lampiran 10a Hasil Analisis Statistik (ANOVA) Pengaruh Polifosfat Terhadap Rendemen 45 Total Lampiran 10b Hasil Uji Lanjut (Duncan) Pengaruh Polifosfat Terhadap Rendemen Total Lampiran 11a Rekapitulasi Data Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Pemasakan I.. 46 Lampiran 11b Rekapitulasi Data Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Pemasakan II 47 Lampiran 11c Rekapitulasi Data Konsentrasi Phosfat (P 2 O 5 ) Setelah Pemasakan III Lampiran 11d Hasil Analisis Statistik Kadar Phosfat (P 2 O 5 ) Pada Produk Akhir (Setelah Pemasakan).. 47 Lampiran 12a Hasil Analisis Uji Organoleptik.. 48 Lampiran 12b Hasil Analisis Statistik Uji Organoleptik Rasa Lampiran 12c Hasil Analisis Statistik Uji Organoleptik Tekstur Lampiran 12d Hasil Analisis Statistik Uji Organoleptik Kenampakan Lampiran 13 Form Penilaian Organoleptik.. 50 Lampiran 14a Kurva Standar P 2 O 5 I Lampiran 14b Kurva Standar P 2 O 5 II Lampiran 14c Kurva Standar P 2 O 5 II viii

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah perairan yang luas dan kaya akan potensi sumberdaya perikanan. Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan, sangat diminati pasar dalam maupun luar negeri. Salah satu komoditas unggulan pada sektor perikanan adalah udang. Udang sangat diminati oleh konsumen karena memiliki nilai gizi yang sangat tinggi. Sebagai bahan pangan, udang merupakan sumber mineral dan sumber protein hewani yang baik. Produk udang bagi Indonesia merupakan primadona ekspor non migas. Menurut data dari Menteri Kelautan dan Perikanan, hingga akhir tahun 2009, ekspor udang mencapai 240,250 ton atau 27,29% dari total ekspor perikanan yang mencapai 881,413 ton. Hal ini juga dibuktikan dengan penigkatan penjualan bibit udang yang melonjak 20% pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya, penjualan benur mencapai satu juta ekor per hari. Sebagai salah satu komoditas ekspor maka masalah mutu menjadi masalah penting bagi industri pengolah udang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat banyak pesaing produk-produk udang dari negara lain yang sangat memperhatikan mutu produk udang yang prima. PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB) merupakan salah satu perusahaan tambak udang dengan pengelolaan secara terintegrasi mulai dari pembenihan, pembesaran dan pengolahan. Produk akhir dari perusahaan ini merupakan udang beku segar, dan olahan dimana 90% dari total produknya diekspor baik ke Amerika, Eropa maupun ke Jepang. Agar produknya tetap eksis dipasar internasional, maka perusahaan ini sangat memperhatikan aspek mutu dan keamanan produk. Salah satu produk dari PT CPB adalah udang beku (frozen shrimp). Permasalahan mutu yang sering dihadapi pada produk udang masak adalah hilangnya berat produk udang akibat susut masak. Untuk mengurangi besarnya susut masak, maka dilakukan proses perendaman menggunakan garam dan polifosfat sebelum dilakukan proses pemasakan. Menurut Ockermen (1983) fungsi dari polifosfat adalah untuk meningkatkan daya ikat air (water holding capacity/whc) dalam daging udang sehingga penurunan kadar air akibat pemasakan dan pembekuan dapat diminimalkan. WHC akan meningkat jika kadar polifosfat juga meningkat. Namun belum ditemukan pola hubungan yang teratur (konsisten) anatara dosis polifosfat dengan kehilangan berat yang dimaksud. Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih mendalam tentang hubungan antara konsentrasi polifosfat dalam proses perendaman udang sebelum pemasakan dan kehilangan berat baik setelah udang dimasak maupun setelah didefrost (setelah dibekukan). Penggunaan konsentrasi polifosfat yang rendah dapat menurunkan kemampuan mengikat air (water holding capacity/whc) pada udang sehingga air yang keluar lebih banyak dan susut masak semakin tinggi. Sedangkan penggunaan konsentrasi polifosfat yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan WHC udang namun dapat menyebabkan produk udang menjadi pahit. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi penggunakan konsentrasi polifosfat sehingga didapatkan kemampuan WHC udang yang baik dan aman untuk dikonsumsi. 1

16 B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan konsentrasi polifosfat optimum perendaman udang sehingga dapat menghasilkan nilai susut masak rendah dan nilai rendemen total yang tinggi, (2) mengetahui hubungan antara konsentrasi polifosfat dengan WHC (Water Holding Capacity) dan susut masak, (3) mengetahui konsentrasi phosfat (P 2 O 5 ) pada produk akhir. C. MANFAAT Optimasi penggunaan polifosfat saat perendaman pada produk CTO ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam perusahaan berkaitan dengan penurunan jumlah produk akhir setelah proses pemasakan, sehingga diperoleh jumlah produk akhir yang sesuai tanpa menggunakan bahan baku yang berlebihan. 2

17 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT Centralpertiwi Bratasena didirikan pada tanggal 8 Juli 1994 dengan SPT BPKM No. 453/PMDN/1994, dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 509/KPT/IK.120/7/1995 serta surat Keputusan Gubernur Daerah Lampung No. 5 tahun 1996 tentang Pola Kemitraan Usaha Perikanan Inti Rakyat di Wilayah Lampung. PT Centralpertiwi Bratasena ini merupakan usaha gabungan antara investor Charoen Pokhpand Group dari Thailand dengan PT Bratasena Perkasa Kencana. PT Centralpertiwi Bratasena bergerak di bidang aquabisnis dengan pola usaha kemitraan inti rakyat (plasma). Pada tahun 1998, pemilik PT Bratasena Kencana Perkasa menarik sahamnya dari usaha gabungan ini. Kemudian, Nama PT Centralpertiwi Bratasena diganti menjadi PT centralpertiwi Bahari yang sudah tertuang dalam akta perusahaan Anggaran Dasar Perseroan Nomor 29 tanggal 13 Februari 1998 di hadapan Notaris Sutjito, SH. Pada tanggal 28 Desember 1998 mendapatkan predikat B (baik) dari Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian Jakarta, No. 325/PP/SKP/PB/I/12/98 dan pada tanggal 26 Agustus 1999 mendapatkan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Nomor 102/PP/Va/I/VIII/99. Saat ini, mayoritas saham PT Centralpertiwi Baharai dimiliki oleh PT Centralprotein Prima yang merupakan anak cabang Charoen Pokhpand Indonesia (CPI). B. LOKASI PERUSAHAAN PT Centralpertiwi Bahari berada di wilayah bekas hutan register 47 Way Terusan, Kecamatan Pembantu Gedong Meneng, Kecamatan Induk Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Luas Lahan yang dicadangkan adalah hektar. Batas-batas wilayah PT Centralpertiwi Bahari, yaitu : Utara : Sungai Way Tulang Bawang, Selatan : Sungai Way Seputih dan Laut Jawa Barat : Sungai Way Terusan Timur : Laut Jawa PT Centralpertiwi Bahari mempunyai kapasitas sekitar plasma dan 1000 tenaga kerja. Wilayah tambak budidaya terletak di dua desa, yaitu : 1. Desa Adiwarna yang meliputi Blok 1, Blok 2 dan Blok Desa Mandiri yang meliputi Blok 71 Selain itu, PT Centralpertiwi Bahari memiliki tempat pembenuran (hatchery) yang terletak di Desa Suak, Lampung Selatan seluas 130 hektar. PT Centralpertiwi Bahari juga memiliki pabrik pakan udang yang terletak di Tanjung Bintang, Kawasan Industri Lampung. Apabila seluruh lahan dan kapasitas PT Centralpertiwi Bahari telah difungsikan, maka perusahaan ini akan menjadi perusahaan budidaya tambak udang terbesar di dunia. 3

18 C. VISI DAN MISI PERUSAHAAN PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB) merupakan perusahaan budidaya dan pengolahan udang modern. Perusahaan ini memiliki visi menjadi perusahaan tambak inti rakyat terbaik dengan teknologi ramah lingkungan dimana setiap insane secara tulus mengabdi dan memberikan konstribusi terbaiknya kepada perusahaan, bangsa dan negara. Misi dari PT CPB yaitu : 1. Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. 2. Membina hubungan kerjasama yang harmonis antara inti dengan plasma untuk mencapai tujuan bersama. 3. Menyediakan produk dan pelayanan dengan mutu terbaik bagi pelanggan yang pada akhirnya memberikan manfaat kepada investor, karyawan, mitra kerja dan pemerintah. 4. Memberikan manfaat kepada masyarakat sekeliling melalui peningkatan kegitan ekonomi Selain itu, PT CPB juga memiliki nilai-nilai (values) yang diterapkan, meliputi : 1. Contribution : merupakan falsafah Charoen Pokhpand yang berarti perusahaan didirikan jika mempunyai kontribusi pada negara, masyarakat dan karyawan. 2. Profesionalism (honesty, loyalty, quality and intregity): segala sesuatunya dituntut berjalan secara professional, sesuai dengan nilai-nilai keujuran, kesetiaan, kualitas dan integritas yang tinggi pada perusahaan. 3. Broadminded : berpikiran luas, fleksibel dan mampu menerima, menyerap serta menerapkan kemajuan dan teknologi. D. SUMBER DAYA MANUSIA Berdasarkan data dari Human Resources Departement (HRD) PT Centralpertiwi Bahari, hingga bulan Juni 2011, jumlah karyawan yang bekerja baik di Plant 1 maupun Plant 2, sebagai pekerja inti adalah 491 laki-laki dan 187 perempuan. Selain itu, PT CPB juga melakukan outsourcing dengan mempekerjakan karyawan dari perusahaan penyalur tenaga kerja sejumlah 1675 laki-laki dan 7410 perempuan. E. STRUKTUR ORGANISASI PT CPB memiliki sebelas divisi yang tersebar di beberapa wilayah di Lampung, dan dua bagian non-divisi yang berada di Bandar Lampung yaitu Kantor Perwakilan PT CPB untuk wilayah Lampung dan di Jakarta yaitu Kantor Pusat. Sembilan dari sebelas divisi tersebut berada di area tambak (Pond Site), wilayah Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. Dua divisi lainnya berada di wilayah Kawasan Industri Lampung (KaIL) Tanjung Bintang yaitu Divisi Feedmill Operation yang merupakan divisi yang bertanggung jawab dalam hal pengadaan pakan udang (pabrik pakan) dan di wilayah Suak-Kalianda, Lampung Selatan yaitu Divisi Breeding Operation, yakni divisi yang bertanggung jawab dalam hal pengadaan benur udang. Sembilan divisi PT Centralpertiwi Bahari di Pond Site yaitu : 1. Divisi budidaya air (Aquaculture division) 2. Divisi pengolahan dan penyimpanan (Processing and cold storage) 3. Divisi pelayanan petambak (Farmer service) 4. Divisi pengembangbiakan udang (Breeding operation) 4

19 5. Divisi pembangkit listrik dan peralatan elektrik (Power plant and electric engineering) 6. Divisi pemasaran (Marketing Division) 7. Divisi permasalahan umum dan pengembangan sumber daya manusia (General Affair and Human Resources Development) 8. Divisi keuangan dan akuntansi (Finance and accounting) 9. Divisi masyarakat dan permesinan (Civil and engineering) F. HASIL PRODUKSI DAN PEMASARAN PT Centralpertiwi Bahari memproduksi berbagai macam jenis udang beku seperti udang mentah beku (conventional frozen shrimp), udang kupas mentah beku (peel raw frozen shrimp), udang masak beku (cooked frozen shrimp), nobashi ebi dan sushi ebi. Seluruh produk diekspor ke mancanegara, seperti Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Produk unggulan PT CPB adalah produk udang beku CTO (cooked tailon). Setiap harinya PT CPB memproduksi produk CTO rata-rata sebesar 2,5-3 ton/hari dan menghasilkan ton/tahun. G. FASILITAS PT Centralpertiwi Bahari menyediakan fasilitas bagi karyawan, petambak dan keluarganya. Fasilitas tersebut meliputi fasilitas perumahan, sarana pendidikan, alat transportasi, tempat ibadah, sarana ekonomi, sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana olahraga dan rekreasi. Bagi karyawan PT CPB, disediakan perumahan, tunjangan, jamsostek sesuai dengan peraturan tentang ketenagakerjaan.,fasilitas pendidikan terdiri dari satu Sekolah Dasar (SD) pada masing-masing desa dan satu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Fasilitas transportasi berupa infrastruktur jalan (road and subroad), jalan raya menuju dermaga (± 20 km), dermaga sungai (Amarta dan Sadewa), transportasi air (perahu speed boat dan pontoon), serta transportasi darat (bus karyawan dan minibus). Untuk memenuhi kebutuhan spiritual, didirikan tempat ibadat berupa masjid, mushola, gereja dan pura. Fasilitas ekonomi meliputi pasar traditional, warung, kantin, bengkel dan pertokoan di setiap pemukiman. Selain itu, juga terdapat koperasi karyawan (Kopkar) dan Koperasi Unit Desa (KUD). Fasilitas komunikasi meliputi siaran radio Swara Bahari, HT, Warung Telekomunikasi (Wartel), telepon rumah dan pemancar signal HP. Fasilitas kesehatan meliputi puskesmas di setiap blok dan Pusat Pelayanan Medical. Sedangkan fasilitas olahraga meliputi lapangan sepak bola, lapangan bulu tangkis dan tenis meja, taekwondo dan terdapat organisasi olahraga Satria Nusantara (SN). Terkadang, diadakan acara hiburan seperti layar tancap, music dangdut yang didatangkan dari Bandar Lampung. 5

20 III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU Udang dalam bentuk produk beku memiliki pangsa pasar yang cukup luas. Sebagian besar produk udang beku diekspor ke negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang. Produk beku adalah produk yang sudah diberi perlakuan proses pembekuan yang cukup untuk mereduksi suhu seluruh produk sampai pada tingkat suhu yang cukup rendah guna mengawetkan mutu produk dan tingkat suhu rendah ini dipertahankan selama pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi sampai saat (dan termasuk) waktu penjualan akhir (Johnston et al., 1994). Udang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi. Sidwell et al, (1987) menyebutkan bahwa pada udang mentah mempunyai kadar protein pada kisaran 14,1g 25,0g. Proses pemasakan dan pengalengan tidak terlalu memengaruhi kisaran protein pada udang mentah. Kadar lemak pada udang mentah lebih sedikit dibandingkan dengan protein udang. Kadar lemak pada udang mentah berkisar antara 0,37g 0,88g. Phospholipids dan sterol adalah komponen terbesar dalam kadar lemak yang terdapat dalam udang (Kritchevsky, et al. 1976) Definisi udang beku menurut SNI adalah udang segar yang telah dicuci bersih, didinginkan untuk mempertahankan suhu udang sekitar 0 o C, dan dibekukan dengan atau tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu rendah maksimum -45 o C sehingga suhu produk akhir menjadi maksimum -18 o C, dan kemudian disimpan pada tempat penyimpanan dengan suhu maksimum -25 o C dengan fluktuasi 1 o C (BSN, 1992). Berbagai macam bentuk udang beku dapat ditemukan di pasaran. Namun demikian, produk-produk itu dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: produk untuk dikonsumsi langsung dan produk untuk diolah lebih lanjut. Produk udang beku yang umum ada dipasaran adalah head-on (HO), headless (HL), peeled and undeveined (PUD udang dikupas, kepala dan kulit dibuang, tetapi isi perut tetap). Bentuk lain termasuk peeled and undeveined, tail on (PUDT/PTO); peeled and deveined, tail-on (butterfly); dan black tiger (BT tidak ada kulit atau kaki harus tetap ada pada udang atau pada kemasan). Dunia perdagangan mengenal bentuk penyajian udang beku antara lain (Ilyas, 1993): 1. Utuh: berkepala dan berkulit (whole; head and shell-on); 2. Tanpa kepala berkulit (headless shell-on); 3. Ekor kipas utuh: kepala dan kulit dibuang, kecuali ruas paling akhir dan ekor (fantail round); 4. Ekor kipas tanpa isi perut (fantai deveined); 5. Ekor kipas kupu-kupu (fantail butterfly); 6. Dikupas: tanpa kepala dan dikupas (peeled); 7. Dikupas dan tanpa isi perut (peeled and deveined); 8. Dikupas dan direbus (peeled and cooked); 9. Utuh direbus (whole cooked); 10. Dikupas dan tidak dibuang isi perut (peeled and undeveined). Udang diperdagangkan berdasarkan ukuran dengan menghitung jumlah ekor udang, yang dinyatakan sebagai rentang jumlah udang per pon atau kilogram. Misalnya ukuran menyatakan bahwa terdapat 26 dan 30 ekor udang per pon. Mendapatkan 6

21 hitungan yang benar dari jumlah udang merupakan hal yang sangat penting karena terdapat perbedaan harga diantara berbagai ukuran. Jumlah udang lebih sering dinyatakan sebagai nama dibandingkan jumlah, misalnya colossal (raksasa): per pon, jumbo: per pon dan extra large: per pon. Terdapat tiga kategori produk udang yang dimasak: cooked, peeled and deveined, tail-on (CP, tail-on/cto); cooked, peeled and deveined, tail-off (CP, tail-off); dan cooked in the sheel (utuh dimasak) (Kanduri dan Eckhardt, 2002). B. TEKNOLOGI PEMASAKAN UDANG CTO (cooked tail-on) Udang CTO adalah produk udang Litopenaeus vannamei dengan ekor tanpa kepala, dibuang kulit segmen 1 5, bekas pangkal kaki renang dikerik, kemudian dibelah dari segmen 2 5 sedalam usus terambil (kedalaman 30%) kemudian dimasak dan dibekukan (A&I PT CPB, 2007). Pada penelitian ini pengujian dilakukan sampai dengan tahap pemasakan. Secara umum proses pemasakan udang CTO melalui beberapa tahapan, mulai dari pengupasan kepala (head of/ho), pengupasan kulit (peeled), dan membuang isi perut (deveined). Kemudian dilakukan proses perendaman menggunakan STP (Sodium Tripolifosfat) dan dimasak menggunakan suhu o C (Kanduri dan Eckhardt, 2002). Namun, di PT CPB perendaman dilakukan menggunakan polifosfat sesuai dengan permintaan buyer. Selain itu proses pemasakan menggunakan steam bersuhu o C. Proses pemasakan udang CTO pada PT CPB ini dimulai dari penerimaan udang mentah (raw material), kemudian dilakukan pencucian dengan air es yang mengandung klorin 20-30ppm. Tahap selanjutnya adalah pemisahan berdasarkan ukuran dan grade udang kemudian dilanjutkan dengan penimbangan. Setelah penimbangan udang dicuci menggunakan air es, dipotong kepala, dan dicuci kembali menggunakan air es. Setelah itu udang dikelompokkan berdasarkan permintaan harian yang telah dibuat oleh PPIC (Production Planning & Inventory Control). Setelah dikelompokkan, kemudian dilakukan pengupasan kulit dan pembuangan usus sampai pembelahan pada punggung udang. Udang kemudian direndam dengan menggunakan larutan garam dan polifosfat. Proses pemasakan dilakukan setelah perendaman menggunakan larutan tersebut. Secara lebih rinci proses pemasakan udang ini dapat dilihat pada Gambar 1. Proses pemasakan yang dilakukan merupakan salah satu penerapan pengolahanpanas pada bahan pangan. Menurut Lund (1989), pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan unutk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengolahan panas pada bahan pangan yang diterapkan pada pemasakan udang berupa pengukusan (menggunakan sumber panas berupa steam). Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Tujuan proses pengukusan bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan. Misalnya pengukusan sebelum pembekuan atau pengeringan terutama untuk menginaktivasi enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan (Lund, 1989). Pada proses pemasakan penggunaan suhu yang kebih rendah dengan waktu pemasakan yang lebih lama dapat menurunkan susut masak produk. Hal ini dikarenakan pada penggunaan suhu rendah pada proses pemasakan perbedaan suhu pusat udang dengan suhu permukaan menjadi lebih kecil sehingga air yang hilang selama pemasakan dat ditekan dan rendemen akan meningkat jika dibandingkan dengan mengunakan suhu 7

22 tinggi. Selain itu penggunaan suhu yang lebih rendah akan membuat produk lebih aman karena produk akan lebih lama berada pada kisaran suhu diatas pertumbuhan bakteri serta akan memberikan penampakan tekstur dan rasa yang lebih baik (Anonim 1, 2001). Penerimaan Pencucian menggunakan air es Pemisahan (ukuran dan grade) Penimbangan Pencucian menggunakan air es Potong kepala Pencucian menggunakan air es Pengelompokkan Pengupasan kulit, pengambilan usus dan pembelahan punggung Perendaman dengan garam dan polifosfat Pemasakan Pendinginan Pembekuan dengan tunnel freezer Penimbangan Glazing Pengemasan dan Pelabelan Penyimpanan dalam cold room Gambar 1. Diagram alir proses pemasakan udang di PT CPB Menurut Crowly (2001), metode dasar dari pemasakan komersil seafood ada tiga yaitu: pemasakan dengan steam, pemasakan dengan air panas dan pemasakan dengan udara panas. Prose pemasakan di PT CPB memakai steam sebagai sumber panasnya dan memanfaatkan pindah panas konduksi dan konveksi dalam prosesnya. Mesin pemasak yagn digunakan pada penelitian ini adalah mesin Cabinplant cooker. Mesin ini mampu memenuhi kapasitas produksi pemasakan 1000 kg/jam. Steam, yang dijadikan sumber panas, dialirkan langsung merata dari bagian atas mesin ke produk dengan waktu 8

23 pemasakan antara 25 detik sampai 240 detik. Suhu yang digunakan yaitu 197 o F-203 o F atau sekitar 92 o C-113 o C (Crowly, 2001). Suhu pemasakan yang distandarkan pada mesin Cabinplant cooker di PT CPB yaitu 98 o C-99 o C. kisaran suhu ini juga banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan udang masak lainnya. Setelah proses pemasakan berakhir, kemudian dilanjutkan dengan pendinginan dalam air yang telah ditambahkan serpihan es (flake es) dan garam 2% sampai suhu dibawah 5 o C yang berfungsi sebagai shock chilling yang bertujuan agar mikroba yang belum tereduksi selama pemasakan tidak tumbuh lagi. Selain itu, suhu dingin pada udang juga diperlukan karena setelah proses pemasakan, akan dilanjutkan pada proses pembekuan sehingga produk akan lebih cepat beku dan beban refrigerasi dapat dikurangi. Proses pembekuan dilakukan dengan menggunakan system tunnel freezer, penimbangan, glazing, dikemas dan diberi label, dan tahap akhir adalah penyimpanan di cold room. C. MUTU PRODUK UDANG BEKU Salah satu metode penilaian mutu produk perikanan yaitu dengan penilaian subjektif. Penilaian subjektif yang disebut juga penilaian organoleptik, menggunakan panca indra pengamat untuk menilai faktor mutu yang umumnya dikelompokkan atas penampakkan, bau, citarasa dan tekstur. Sifat organoleptik yang berhubungan dengan sifat fisik sangan memegan peran penting terutama untuk menentukan komoditas yang masih segar atau sudah busuk (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Berdasarkan penampakan, untuk udang masak, daging udang yang telah matang berwarna putih susu. Penilaian mutu secara organoleptik selain penampakan adalah tekstur dan rasa. Tekstur yang palin bagus pada udang masak adalah elastic, kompak dan padat kenyal. Untuk produk udang masak, kematangan juga sangat berpengaruh terhadap tekstur. Udang yang terlalu matang akan merusak tekstur. Udang yang terlalu lembek dan sangat lunak juga tidak bagus bagi tekstur udang (AOAC, 2000). Udang dan produk perikanan lainnya pada umumnya mempunyai sifat cepat busuk dan mutunya identik dengan kesegarannya. Proses pembusukan atau penurunan mutu pada udang dan produk perikanan lainnya terutama disebabkan oleh kegiatan enzim dan bakteri. Untuk mempertahankan suhu agar dibawah suhu pertumbuhan mikroba, biasanya ditambahkan sejumlah es (Moeljanto, 1992). Ada tiga penyebab terjadinya penurunan mutu udang menurut Purwaningsih (2000), yang pertama adalah penurunan secara autolisis dimana terjadinya penurunan ini diakibatkan oleh kegiatan enzim didalam tubuh udang yang tidak terkendali sehingga senyawa kimia pada jaringan tubuh terurai. Diantara proses enzimatis yang sangat mempengaruhi rupa udang selama proses penanganan adalah pembentukan bercak hitam (black spot) akibat melanosis. Gejalanya adalah penghitaman pada kepala, ruas-ruas dan ekor. Penyebabnya adalah enzim dalam udang yang melalui suatu rangkaian reaksi, mengoksidasi senyawa-senyawa tertentu, menghasilkan pigmen melanin berwarna hitam, proses melanosis ini sangat dipengaruhi oleh keadaan kering, adanya oksigen, suhu tinggi dan faktor waktu (Ilyas, 1993). Menurut Bileye dkk (1960), bercak hitam itu adalah senyawa melanin, hasil keja dari enzim oksidatif tyrosinase atau Polyphenol Oxidase (PPO) yang mengkatalisis reaksi mengubah tyrosin (substrat) menjadi melanin yang berwarna hitam. Black spot tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak juga mengubah rasa maupun aroma tetapi memperburuk penampakan pada udang sehingga, produk akan ditolak oleh konsumen. Enzim PPO, yang merupakan penyebab terjadinya blackspot, 9

24 banyak terdapat pada lapisan kutikula dan hemolymph pada crustaceans dan serangga. PPO berperan penting dalam pengerasan kulit dari chitin selama siklus pertumbuhannya, sehingga banyak terjadi pada produk udang berkulit (shell-on). Penurunan mutu yang kedua adalah penurunan mutu secara bakteriologi yaitu suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh daging udang yang terurai dan menimbulkan bau busuk. Penurunan mutu yang ketiga adalah penurunan mutu secara oksidasi, penurunan mutu ini biasanya terjadi pada udang yang kandungan lemaknya tinggi. Lemak pada udang akan dioksidasi oleh oksigen yang berada di udara sehingga menimbulkan bau dan rasa tengik (Purwaningsih, 2000). Perubahan mutu yang sangat berisiko dalam produk udang masak adalah perubahan mutu teknologi. Salah satunya adalah terjadinya susut masak pada produk udang yang diakibatkan oleh kehilangan sejumlah air yang terdapat didalam udang yang terjadi karena pengaruh suhu pemanasan dari proses pemasakan. Nilai susut masak dipengaruhi oleh daya ikat air/water holding capacity (WHC), kelarutan protein dan nilai ph. Dari sisi ekonomi, produk yang mengalami susut masak tinggi menyebabkan kehilangan berat yang cukup besar. Hal ini tidak diinginkan oleh perusahaan karena dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi susut masak pada produk udang adalah melakukan proses perendaman menggunakan polifosfat dan garam sebelum dilakukan proses pemasakan. D. PENGARUH POLIFOSFAT TERHADAP SUSUT MASAK Polifosfat adalah komponen kimia yang berfungsi sebagai buffer, sekuestran dan sebagai polimer yang berperan meningkatkan kekuatan ionic. Pada umumnya fosfat digunakan sebagai bahan tambahan pangan pada bermacam makanan termasuk daging, unggas dan produk perikanan. Melalui reaksi kimia antar komponen makanan dengan bahan tambahan lain, fosfat akan mempengaruhi daya ikat air, warna, pengawetan dan penanganan berbagai jenis makanan (Sofos, 1986). Polifosfat merupakan salah satu jenis garam alkali fosfat yang sering digunakan oleh industri yang ditujukan untuk memperbaiki mutu produk, salah satunya adalah mengurangi susut masak. Pada daging alkali fosfat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air/water Holding Capacity (WHC) oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan memperbaiki tekstur, sehingga dapat mengurangi susut masak. Daya ikat air oleh protein atau water holding capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemanasan, penggilingan, pengadukan dan tekanan. Absorpsi air atau kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan. Air yang berada pada otot daging minimal ada dalam dua kondisi dan dalam setiap kondisi tersebut proporsinya terikat atau bebas. Hamm (1960) menjelaskan bahwa tidak lebih dari 5 persen total air dalam otot daging dapat secara langsung terikat pada grup hidrofilik dalam protein. Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4 5 % sebagai lapisan monomolecular pertama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4% dan lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air 10

25 terikat (lapisan pertama dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein daging, sedangkan jumlah air terikat yang lebih lemah yaitu lapisan air diantara molekul protein akan menurun bila protein mengalami denaturasi (Wismer-Pedersen, 1971). Hampir semua air dalam urat daging berada dalam myofibril, dalam ruang antara filamen yang tebal dari myosin dan filamen tipis dari aktin/tropomiosin. Ruang interfilamen (menurut hasil pengamatan) berukuran antara 320 Ǻ dan 570 Ǻ; ukuran tersebut ada hubungannya dengan ph, panjang sarkomere, kekuatan ionik, tekanan osmotic dan apakah otot daging tersebut dalam keadaan pre- atau postrigor (Offer dan Trinick, 1983). Dalam penelitian yang mendetail tentang myofibril, Offer dan Trinick (1983) melaporkan suatu kenyataan dalam menunjang pandangan mereka bahwa hampir semua air yang ada dalam otot daging ditahan oleh tenaga kapiler diantara filamen-filamen tebal dan tipis. Filamen tipis mempunyai diameter kira-kira 1µm pada setiap jalur Z dan merupakan ban I-nya sarkomer. Filamen tipis terutama terdiri dari molekul-molekul protein aktin, sehingga disebut juga filamen aktin (Forrest et al., 1975; Lawrie, 1979; Swatland, 1984) (Gambar 2). Myosin adalah protein filamen tebal yang dominan dan proporsi asam-asam amino basic dan asidiknya tinggi. Myosin memiliki ph isoele ktrik kira-kira 5,4, mengandung asam amino prolin yang lebih rendah dan lebih fibrus dari aktin. Struktur molekul myosin berbentuk seperti batang korek api dengan bagian tebal pada salah satu ujungnya. Bagian tebal ini disebut kepala myosin yang berjumlah dua buah, dan bagian yang seperti batang panjang disebut ekor myosin. Bagian antara kepala dengan ekor disebut leher myosin (Gambar 3). Gambar 2. Struktur Sarkolema (Soeparno, 2005) Gambar 3. Struktur Miosin (Soeparno, 2005) WHC dipengaruhi oleh ph (Bouton et al., 1971; Wismer-Pedersen, 1971). WHC menurun dari ph tinggi sekitar 7 10 sampai pada ph titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0 5,1. Pada ph isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal. Pada ph yang lebih tinggi dari isoelektriknya protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air (Gambar 4). Demikian pula pada ph lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat ekses muatan positif yang 11

26 mengakibatkan penolakan miofilamen dan member lebih banyak ruang untuk molekulmolekul air. Jadi pada ph lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik proteinprotein daging, WHC meningkat (Gambar 5). Hanya sangat jarang ph jatuh dibawah 5,0, karena enzim yang mempengaruhi glikolisis pascamati cenderung dinonaktifkan pada saat ph turun sampai 5,4 5,5 yaitu titik isoelektrik protein otot daging. Periode pembentukan asam laktat yang menyebabkan penurunan ph otot postmortem, menurunkan WHC daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelektrik protein myofibril, filamen myosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen ini menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP serta pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigormortis menyebabkan penurunan WHC. Penurunan ph yang cepat karena pemecahan ATP akan meningkatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan WHC protein (Bendall, 1960). Dua pertiga penurunan WHC otot sapi adalah karena pembentukan aktomiosin dan menjadi habisnya ATP pada saat rigor, dan sepertiga lainnya disebabkan oleh penurunan ph (Hamm, 1960). Gambar 4. Pengaruh ph terhadap Struktur Protein (Warriss, 2004). Gambar 5. Pengaruh ph terhadap kelarutan protein daging (Warriss, 2004) Pemasakan menyebabkan perubahan WHC karena adanya solubilitas protein daging. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan WHC (Bouton dan Harris, 1971). Pada temperatur 30 dan 40 o C, protein myofibril mulai mengalami koagulasi dan pada temperatur 55 o C, protein myofibril mengalami denaturasi sempurna (Locker, 1956). Pada temperatur 60 o C, protein sarkoplasmik hamper mengalami denaturasi sempurna (Bendall, 1960). WHC mengalami perubahan besar dengan pemanasan pada temperatur 60 o C (Hamm, 1960). Bendall dan Restall (1983) menyimpulkan bahwa sifat dari suatu potongan daging yang besar bila dibuat stew (yaitu 12

27 dimasak/dipanasi dalam media cair) dapat dijelaskan dalam 4 fase. Pertama, suatu kehilangan cairan dari zat-zat myofibril ke dalam ruang-ruang ekstraseluler pada proteinprotein sarkoplasma dan myofibril terdenaturasi pada suhu antara o C tanpa diikuti pemendekan; Kedua, kehilangan cairan yang cepat dari myofibril pada saat temperature meningkat menjadi 60 o C; pada saat itu kolagen dari membrane basal mengalami pengerutan karena panas. Ketiga, pengerutan karena panas dari kolagen endomisium, perimisium dan epimisium pada suhu antara o C semakin banyak pengerutan, penurunan diameter miofiber dan kehilangan karena pemasakan. Keempat, selama pemanasan lebih lanjut atau diperpanjang ada konversi kolagen dari epimisium, sendomisium dan perimisium menjadi gelatin diikuti oleh pengempukan. Pemanasan udara kering juga mempengaruhi WHC daging. WHC menurun dengan meningkatnya temperatur pemanasan. Penurunan WHC pada pemanasan sampai temperatur 80 o C berhubungan dengan berkurangnya grup asidik. Hilangnya grup asidik ini meningkatkan ph daging, sehingga titik isoelektrik daging berubah dan berada pada ph yang lebih tinggi (Hamm, 1960). Selama proses pemasakan atau pemanasan terjadi peningkatan ph akibat hilangnya group asidik di dalam otot (Angsupanich dan Ledward, 1998). Disamping faktor ph dan pemasakan atau pemanasan, WHC daging juga dipengaruhi oleh spesies, umur dan fungsi otot (Wismer-Pedersen, 1971). Peningkatan kapasitas WHC kelihatannya lebih banyak disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam hubungan ion-protein; ada peningkatan ion K + dan peningkatan ion Ca ++. Semakin kuat ion-ion terikat oleh protein, akan semakin kuat pula pengaruh hidrasinya (Hamm, 1960). Penurunan WHC menyebabkan terjadinya susut masak. Susut masak merupakan fungsi dari temperature dan lama pemasakan. Disamping itu susut masak juga dipengaruhi oleh ph, panjang sarkomer serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging (Bouton et al., 1971). Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Perubahan nilai WHC dan denaturasi protein dipengaruhi oleh konsentrasi dan komposisi garam didalam otot. Hanya 4 5% dari total air terikat kuat didalam otot dan tidak dipengaruhi oleh perubuahan struktur dan muatan protein. Kebanyakan air yang ada didalam otot dipengaruhi oleh perubahan struktur dan muatan yang ada pada protein otot. Phosfat dan natrium klorida memberikan pengaruh terhadap nilai WHC baik pada daging maupun ikan (Greene, 1981). Pada garam dengan konsentrasi sangat rendah (0 0,1 M) peningkatan konsentrasi garam dapat menurunkan ruang antara filamen dan menyebabkan penyusutan serat otot. Pada konsentrasi garam yang lebih tinggi dari 0,1 M, ruang antara filamen meningkat seiring dengan peningkatan muatan negatif dan meningkatnya gaya tolak menolak protein otot. Peningkatan pembekakan filamen dapat juga terjadi karena dipolimerisasi filamen tebal, yang mendorong terjadinya disosiasi dari kompleks aktomiosin (Fennema, 1990). Pada konsentrasi diatas 1 M, ruang antara filamen makin tidak mengembang, sedangkan diatas 4,5 M, otot menyusut (Offer and Knight, 1988). Pada kekuatan ionik yang tinggi, garam mempunyai pengaruh dehidrasi; hidrasi maksimum bila kekuatan ionik sekitar 0,8 0,1. Ini setara dengan 5 8 % NaCl untuk daging tanpa dan dengan penambahan 60% air (Hamm, 1960). Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan zat aditif dalam produksi pangan telah meningkat. Penambahan polifosfat pada daging dan produk perikanan dapat 13

III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU

III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU III. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUK UDANG BEKU Udang dalam bentuk produk beku memiliki pangsa pasar yang cukup luas. Sebagian besar produk udang beku diekspor ke negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang. Produk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Optimasi Polifosfat 1. Pengaruh Terhadap Rendemen Rendemen dihitung berdasarkan kenaikkan berat udang setelah perendaman dibandingkan dengan berat udang sebelum perendaman yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi yang terkandung dalam diri

I. PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi yang terkandung dalam diri 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif. SDM

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UNTUK UDANG CPDTO

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UNTUK UDANG CPDTO SKRIPSI OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UNTUK UDANG CPDTO (Cooked Peel Deveined Tail-On) 31-40 DENGAN MENGGUNAKAN LAITRAM COOKER DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI LAMPUNG Oleh DIAN KRESNAWATI F24102121 2006 FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah udang putih (Litopenaeus vannamei), polifosfat ((NaPO 3 )n) dan garam (NaCl). Udang putih yang digunakan memiliki ukuran 31-40,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING KUALITAS DAGING Dalam pengujian kualitas daging dipergunakan sampel-sampel : macam otot, penyiapan sampel. Uji fisik obyektif yang meliputi Keempukan

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh penggunaan restraining box terhadap ph daging Hasil pengujian nilai ph dari daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box, nilai ph rata-rata pada

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI Oleh : Indah Asriningrum 0333010052 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SENYAWA FOSFAT DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS UDANG BEKU MAKALAH KOMPREHENSIF

PEMANFAATAN SENYAWA FOSFAT DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS UDANG BEKU MAKALAH KOMPREHENSIF PEMANFAATAN SENYAWA FOSFAT DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS UDANG BEKU MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: KURNIAWATI 6103008107 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pangsa Ekspor Udang Indonesia Menurut Pasar Tujuan Utama Negara Tujuan ekspor Persentase Jumlah (kg) Nilai (US$)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pangsa Ekspor Udang Indonesia Menurut Pasar Tujuan Utama Negara Tujuan ekspor Persentase Jumlah (kg) Nilai (US$) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan komoditi perikanan Indonesia yang kian mengalami peningkatan permintaan ekspor udang per tahun. Potensi ekspor udang meningkat dari 251.763 ton pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

Grace Sugianto (6103012048), Amelia Sugianto (6103012075), Jessica Novita Budiono (6103012080). Proses Pembekuan Udang di PT. Surya Alam Tunggal. Waru-Sidoarjo. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Anna Ingani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat menguntungkan peternak di samping cara pemeliharaannya yang mudah dan sifatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN (Kuliah TM 4; 23 Sept 2014) PROSES MENGHASILKAN DAGING TERNAK HIDUP KARKAS POTONGAN BESAR READY TO COOK Red meat White meat NAMP Meat Buyer

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI oleh KURNIA MEIRINA F34102031 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI Sebagai

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1 DAGING Theresia Puspita Titis Sari Kusuma There - 1 Pengertian daging Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR SKRIPSI Oleh: PRITA LESTARI NINGRUM 080305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI SKRIPSI OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI Listeria monocytogenes DI PT CENTRALPERTIWI BAHARI, LAMPUNG Oleh Mohammad Fauzan F24103045 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI SKRIPSI OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI Listeria monocytogenes DI PT CENTRALPERTIWI BAHARI, LAMPUNG Oleh Mohammad Fauzan F24103045 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO 6103008106 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK SKRIPSI Oleh: CHERIA LESTARI 090305017/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

DAGING. Pengertian daging

DAGING. Pengertian daging Pengertian daging DAGING Titis Sari Kusuma Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera Indonesia d~n Samudera Pasifik dengan Iuas wi/ayah yang sangat besar, kaya akan sumber peri kanan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. Ria Mariana Mustafa

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. Ria Mariana Mustafa STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU Ria Mariana Mustafa PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN RIA MARIANA

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Kerbau Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub family Bovinae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India (Hasinah dan Handiwirawan, 2006).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian TINJAUAN PUSTAKA Nugget. Nuget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora KULIAH KE 8: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN & NILAI TAMBAH TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan berbagai teknologi pasca panen untuk memberi nilai tambah. Agricultural

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi Pengaruh dan terhadap Kualitas Daging Sapi Syafrida Rahim 1 Intisari Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tahun 2008. Penelitian bertujuan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN : Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal 22-28 Vol. 12 No. 1 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DEDAK PADI TERFERMENTASI CAIRAN RUMEN TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM Effect of Rice Bran Fermented

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK Beberapa produsen ikan asap di daerah Bandarharjo Semarang menggunakan tawas sebagai perendam ikan sebelum

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Oleh: RAHMI RANGKUTI 060305010/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci