BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik"

Transkripsi

1 Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis sidik ragam (ANSIRA) Lampiran 2. Gambar 3 berikut adalah nilai rata-rata organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) berdasarkan perlakuan penambahan garam selama masa pemasaran a a a a a b b b b d e e e f f 0% (A0) 2 % (A1) 5 % (A2) 10% (A3) c perlakuan (A) Konsentrasi Garam Gambar 3. Histogram pengaruh perlakuan penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) selama pemasaran rantai dingin ( = 0 jam, = 24 jam, = 48 jam, =72 jam). Histogram pada Gambar 3 menunjukan bahwa nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dengan penambahan garam konsentrasi 2% (A1) pada pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) dan 72 jam (B3) berturut-turut adalah 7, 4, 3. Pada penambahan garam konsentrasi 5% nilai organoleptik adalah 7, 6, 4. Dan penambahan garam konsentrasi 10% berturut-turut adalah 8, 7, 6. Sedangkan untuk 0% (A0) beturut-turut mendapatkan nilai 5, 4, 3. 39

2 Histogram di atas menunjukan terjadi penurunan nilai organoleptik selama masa pemasaran. Nilai organoleptik tertinggi adalah 8 yang diperoleh pada ikan lolosi merah (C. chrysozona) yang baru di tangkap (A0) dengan suhu awal yaitu -0,1 0 C. Seiring lama pemasaran nilai organoleptik menurun pada setiap perlakuan konsentrasi garam yang ditambahkan. Nilai organoleptik terendah yaitu 3, diperoleh pada interaksi perlakuan penambahan garam 2% (A1) dan 5% (A2) setelah lama pemasaran 72 jam (B3). Nilai organoleptik pada lama pemasaran 72 jam tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh (SNI, 2006c) ikan segar dimana minimal nilai organoleptik adalah 7 dengan spesifikasi yaitu kenampakan mata, agak cerah bola mata rata, pupil agak keabu abuan dan kornea agak keruh. Insang berwarna merah agak kusam dan tanpa lendir. Lendir permukaan badan mulai agak keruh dan berwarna putih kurang transparan. Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis dan dinding daging perut utuh. Bau netral serta tekstur agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari dan sulit menyobek daging dari tulang belakang. Menurunnya nilai organoleptik pada semua konsentrasi penambahan dan lama pemasaran disebabkan oleh peningkatan suhu ikan lolosi merah (C. chrysozona) sehingga nilai organoleptik terus menurun. Hal ini berdasarkan pengukuran suhu pada penambahan garam 2% (A1) terjadi kenaikan suhu hingga 27 0 C, penambahan garam 5% (A2) hingga 23 0 C, dan penambahan garam 10% (A3) hingga 20 0 C selama pemasaran. Sedangkan untuk 0% penambahan garam terjadi kenaikan suhu yang sangat cepat mencapai 32 0 C. Penurunan nilai organoleptik salah satunya disebabkan oleh peningkatan suhu dan kadar air pada ikan lolosi merah (C. chrysozona), hal ini akan menyebabkan mikroba mengalami peningkatan karena ketika suhu pusat ikan 40

3 meningkat akan menyebabkan mikroba aktif berkembang biak, kemudian akan merombak daging ikan sehingga karakteristik organoleptik meliputi tekstur, kenampakan, dan bau akan menurun. Menurut Junianto (2003), proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan tersebut dapat dilihat dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor. Sama halnya dengan sampel ikan lalosi merah (C. chrysozona) yang digunakan mengalami perubahan fisik, kimia, dan organoleptik. Perubahan ini ditandai dengan perubahan pre-rigor dimana pada fase ini terjadi pelepasan lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit ikan lalosi merah (C. chrysozona). Lendir yang dikeluarkan ini dapat menjadi media bagi pertumbuhan bakteri. Lendir-lendir yang terlepas tesebut membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Perubahan selanjutnya yang terjadi pada ikan lalosi merah (C. chrysozona) dimana perubahan rigor mortis ditandai jaringan otot yang semakin lama semakin tidak kenyal. Fase perubahan selanjutnya yakni perubahan post rigor. Memasuki tahap post rigor, mulai terjadi proses pembusukan. Rangkaian perubahan yang berlangsung pada tubuh ikan selama tahap post rigor, berbeda dibandingkan dengan perubahan pada tahapan sebelumnya, dimana proses perubahan yang berlangsung selama post rigor sedah mengarah ke pembusukan. Pada tahap ini mulai terbentuk warna, rasa, bau, dan tekstur yang tidak diharapkan dan sering digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran hasil perikanan. Perubahan yang terjadi pada 41

4 daging ikan selama tahap post rigor dapat dikelompokan dua kelompok sesuai dengan faktor penyebabnya, yaitu pembusukan mikrobial yang disebabkan oleh aktivitas mikroba pembusuk dan pembusukan non mikrobial yang disebabkan oleh enzim yang secara alami terdapat di dalam tubuh ikan. Enzim merupakan bahan mirip protein yang terdapat di dalam daging dan lambung yang fungsi utamanya pada saaat ikan masih hidup untuk mempercepat proses reaksi kimia, sehingga menghasilkan perubahan pada bahan pangan. Pada saat yang sama enzim juga membantu tubuh untuk mensintesa komponen bahan pangan tersebut menjadi jaringan atau mengganti sel-sel rusak. Setelah ikan mati enzim masih tetap bekerja namun hanya berperan dalam proses perombakan saja. Dengan tidak adanya pangan yang masuk menyebabkan enzim mulai merombak jaringan daging ikan. Hobbs (1982) menyatakan bahwa, autolisis merupakan proses perombakan oleh enzim yang ada di dalam daging ikan mati. Proses autolisis dapat berlangsung secara cepat, terutama pada ikan kecil karena, proses metabolisme lebih cepat. Pada tahap awal autolisis, enzim akan merombak jaringan otot sehingga daging ikan menjadi lunak. Wheaton dan lawson (1985) mengemukakan bahwa, saat ikan ditangkap atau dipanen biasanya memiliki enzim yang aktif dalam lambungnya. Setelah mati, aktifitas enzim menjadi tidak terkendali sehingga akan merusak dinding saluran pencernaan dan daging disekitarnya. Kondisi seperti ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu kerusakan kimiawi yang sering terjadi pada ikan segar adalah oksidasi lemak. Oksidasi lemak yang terjadi mengakibatkan rasa pahit, bau tengik dan perubahan warna. 42

5 Oksidasi lemak merupakan penyebab utama penurunan kualitas pada ikan segar yang disimpan pada suhu rendah. Mikroba dan enzim yang dihasilkan dapat berperan dalam proses ketengikan lemak, tetapi proses oksidasi lemak lebih dominan sebagai penyebab ketengikan (Wheaton dan Lawson, 1985). Pada perlakuan penambahan garam 2% (A1) mutu organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) tidak dapat bertahan hingga 72 jam (B3) masa pemasaran. Karakteristik organoleptik yang diamati adalah kenampakan mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, dan kornea agak keruh. Insang merah agak kusam sedikit lendir, lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, dan kurang transparan. Pada daging, sayatan daging mulai pudar, di sepanjang tulang belakang mulai berwarna merah pucat, bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam, tekstur agak lunak, bekas jari terlihat bila ditekan mudah menyobek daging dari tulang. Hal ini karena konsentrasi garam yang diberikan terlalu sedikit, menyebabkan garam dengan cepat melebur kedalam es curai. Sehingga karakteristik organoleptik ikan tidak dapat bertahan selama masa pemasaran. Pada perlakuan penambahan garam 5% (A2) mutu organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat bertahan, hingga 24 jam (B1) masa pemasaran dengan nilai organoleptik 7. Hal ini karena konsentrasi garam yang diberikan lebih banyak dari 2% (A1) sehingga memperlambat proses peleburan es curai sehingga nilai organoleptik dapat dipertahankan sampai 24 jam masa pemasaran. Pada perlakuan tersebut mutu organoleptik dapat dipertahankan sehingga ikan lolosi merah (C. chrysozona) masih layak untuk dikonsumsi. Adapun karakteristik organoleptik yang diamati adalah kenampakan mata agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu- 43

6 abuan kornea agak keruh, insang agak kusam tanpa lendir, lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan, sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, di sepanjang tulang belakang masih berwarna agak putih, dinding perut utuh, bau netral tekstur agak padat agak elastis. Sedangkan untuk lama pemasaran 48 jam (B2) dan 72 jam (B3) mutu organoleptik tidak dapat memenuhi syarat (SNI, 2006c) ikan segar karena hanya memiliki nilai organoleptik 6 dan 3. Adapun karakteristik organoleptik yang diamati adalah kenampakan bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh, insang merah agak kusam, lapisan lendir mulai keruh dan kurang transparan, sayatan daging mulai pudar, berwarna merah pucat, dinding perut lunak bau amoniak kuat, dan tekstur agak lunak. Hal ini karena garam dan es curai yang ada dalam coolbox telah melebur sehingga karakteristik organoleptik ikan tidak lagi dapat bertahan. Pada perlakuan penambahan garam 10% (A3) mutu organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat bertahan hingga 48 jam (B2) dengan nilai organoleptik terendah adalah 7. Hal ini disebabkan penambahan konsentrasi garam lebih banyak dari 2% (A1) dan 5% (A2), sehingga dapat memperlambat proses peleburan es curai dengan demikian jumlah es curai yang digunakan lebih efisien. Selain itu garam juga dapat menurunkan suhu ikan yang ada di dalam coolbox, pada perlakuan tersebut mutu organoleptik dapat dipertahankan sehingga ikan lolosi merah (C. chrysozona) masih layak untuk dikonsumsi. Adapun spesifikasi organoleptik yang diamati adalah kenampakan mata agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan kornea agak keruh, insang agak kusam tanpa lendir, lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan, sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, 44

7 tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh, bau netral tekstur agak padat agak elastis dan asin. Sedangkan untuk lama pemasaran 72 jam (B3) mutu organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) rendah dengan nilai organoleptiknya adalah 5. Hal ini karena garam yang sudah melebur kedalam es curai, serta suhu udara panas yang masuk dari luar coolbox ketika proses pemasaran berlangsung. Adapun karakteristik organoleptik yang diamati adalah kenampakan bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh, insang merah agak kusam, lapisan lendir mulai keruh dan kurang transparan, sayatan daging mulai pudar, berwarna merah pucat, dinding perut lunak bau amoniak kuat, dan tekstur agak lunak. Menurut Clucas (1981), kesegaran ikan tidak bisa ditingkatkan. Tetapi proses perubahannya dapat dihambat sehingga dapat dipertahankan lebih lama. Ikan akan membusuk dalam waktu jam setelah ditangkap atau dipanen, tergantung dari jenis ikan, kondisi ikan, cara penangkapan dan kondisi lingkungan. Penurunan kesegaran ikan akan berbeda antara satu jenis ikan dengan ikan lainnya karena komposisi dagingnya berbeda. Ikan dengan kandungan glikogen tinggi mampu mempertahankan kesegaran lebih lama. Ikan utuh yang disimpan dingin dapat mempertahankan kesegarannya hingga hari ketujuh sedangkan bila tidak didingkan sudah memperlihatkan tanda-tanda pada jam keenam. Media pendinginan es yang ditambah garam (NaCl) banyak digunakan dalam penanganan ikan segar. Media pendinginan ini banyak digunakan oleh para pedagang pengecer ikan untuk menyimpan ikan yang tidak terjual pada penjualan hari pertama. Dengan penggunaan es ditambah garam, penurunan suhu dalam kotak atau wadah penanganan juga akan berlangsung lebih cepat dibandingkan penggunaan media 45

8 pendingin es saja. Kemampuan media pendingin es ditambah garam dalam pempercepat penurunan suhu ikan akan menghasilkan suhu akhir ikan yang rendah berdampak positif terhadap upaya mempertahankan kesegaran ikan. Rendahnya suhu dan kecepatan penurunan suhu ikan dapat menghambat proses biokimia dan pertumbuhan bakteri pembusuk. Disamping itu garam juga mempunyai sifat kimia yang berfungsi sebagai bakteriostatis dan bakteriosidal. Dan konsentrasi garam yang tinggi mampu merendahkan daya larut O 2 sehinga dalam jaringan daging ikan, O 2 hanya tingal sedikit (Yunizal dan Wibowo, 1998). Kualitas ikan lolosi merah (C. chrysozona) segar selama penyimpanan akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan kadar air. Peningkatan kadar air bisa dihambat dengan penambahan garam. Hal ini sesuai dengan pendapat Khairi (2012), bahwa ion Na+ pada garam akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik antara di luar dan di dalam daging ikan sehingga air di dalam membrane tertarik ke luar. Pendapat yang sama oleh Rahayu et. al dalam Nurrahman dan Isworo (2010), garam dapat menghambat mikroorganisme pembusuk dan patogen karena mempunyai sifat dapat meningkatkan tekanan osmotik substrat, menurunkan Aw (aktivitas air), dehidrasi sel mikroorganisme, bakteriosidal dan menyebabkan denaturasi protein. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa semakin besar persentase penambahan garam maka semakin kecil kadar air pada sampel ikan yang digunakan. Kenaikan kadar air menyebabkan pertumbuhan bakteri sesuai dengan pendapat Zaki (2012) bahwa, faktor lain yang mempengaruhi tingginya jumlah bakteri yaitu peningkatan aktivitas air. Air merupakan media yang baik bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dan dapat memicu kenaikan jumlah bakteri. 46

9 Kenaikan jumlah bakteri pada ikan lalosi merah (C. chrysozona) dapat menurunkan nilai organoleptik. Sehingga penurunan nilai organoleptik juga dipengaruhi oleh peningkatan kadar air dan jumlah bakteri pada ikan lalosi merah (C. chrysozona). Untuk mengetahui pengaruh penambahan garam dan lama pemasaran terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) segar maka dilakukan analisis sidik ragam (ANSIRA). Adapun hasil analisis sidik ragam tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANSIRA) perlakuan penambahan garam dan lama pemasaran memberikan pengaruh yang sangat nyata (α < 0,01). Setelah dilakukan perhitungan secara statistik diperoleh nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 5% dan 1%. Uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) (Lampiran 3a), perlakuan penambahan konsentrasi garam 10% (A3) berbeda sangat nyata (α < 0,01) dengan perlakuan 2% (A1). Pada perlakuan penambahan garam konsentrasi 5% (A2) berbeda nyata (α < 0,05) dengan 2% (A1). Hal ini karena perbandingan konsentrasi garam yang sedikit menyebabkan es curai dengan cepat melebur dengan garam sehingga es curai dengan cepat mencair. Uji beda nyata terkecil (BNT) untuk lama pemasaran (Lampiran 3b), lama pemasaran 24 jam (B1) dan 48 jam (B2) berbeda sangat nyata (α < 0,01) dengan 72 jam (B3). Uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) memperlihatkan perbedaan yang nyata (α < 0,05) terhadap interaksi (Lampiran 3c) perlakuan penambahan garam dan lama pemasaran, hal ini karena bedasarkan perhitungan statistik menunjukan nilai (BNT) yang diperoleh hanya lebih besar dari nilai (BNT 0,05). Data lengkap hasil uji analisis 47

10 Nilai TPC (CFU/gram) sidik ragam (ANSIRA) dan uji beda nyata terkecil (BNT) organoleptik disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran Nilai TPC (Total Plate Count) Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai TPC (Total Plate Count) ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat dilihat pada tabel analisis sidik ragam (ANSIRA) Lampiran 4. Gambar 4 berikut adalah nilai rata-rata pertumbuhan mikroba pada perlakuan penambahan garam selama masa pemasaran f e f e c d d c b b c a a a a 0% (A0) 2 % (A1) 5 % (A2) 10% (A3) d perlakuan (A) Kosentrasi Garam Gambar 4. Histogram pengaruh perlakuan penambahan garam terhadap nilai TPC (Total Plate Count) ikan lolosi merah (C. chrysozona) selama pemasaran rantai dingin ( =0 jam, =24 jam, =48 jam, =72 jam). Histogram pada Gambar 4 menunjukan bahwa perlakuan penambahan garam dan lama pemasaran memberikan pengaruh yang sangat nyata (α < 0,01) terhadap jumlah TPC (Total Plate Count). Pada perlakuan penambahan garam konsentrasi 2% (A1) masa pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) dan 72 jam (B3) berturut-turut memiliki rata-rata nilai log TPC 5,5 cfu/g, 6,2 cfu/g dan 7,6 cfu/g. Pada penambahan 48

11 garam konsentrasi 5% (A2) masa pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) dan 72 jam (B3) berturut-turut memiliki rata-rata nilai log TPC 5,3 cfu/g, 6,1 cfu/g dan 7,3 cfu/g. Sedangkan penambahan garam konsentrasi 10% (A3) pada pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) dan 72 jam (B3) berturut-turut memiliki rata-rata nilai log TPC 5,1 cfu/g, 5,7 cfu/g dan 6,2 cfu/g. Berdasarkan pengamatan pada nilai TPC (Total Plate Count) terjadi peningkatan nilai TPC dimana nilai terendah yaitu 4,4 cfu/g pada kontrol (A0) dan nilai TPC tertinggi yaitu 7,6 cfu/g perlakuan penambahan garam 2% (A1) selama 72 jam masa pemasaran (B3). Namun jika dibandingkan dengan kontrol hingga 72 jam (A0 B3) lama pemasaran nilai TPC pada perlakuan (A1 B3) ini masih lebih rendah. Nilai TPC (Total Plate Count) yang ada pada perlakuan tersebut tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh (SNI, 2006a) dimana nilai maksimal log TPC adalah 5,7 cfu/g. Dari berbagai perlakuan yang diberikan, penambahan garam 10% (A3) dan lama pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) memliki rata-rata nilai log TPC yang masih memenuhi (SNI, 2006a) ikan segar yaitu di bawah 5,7 cfu/g. Pada perlakuan ini pertumbuhan bakteri sedikit terhambat dan tidak dapat berkembang biak dengan cepat. Hal ini karena yang sifat garam yang mampu mengurangi jumlah kadar air pada ikan yaitu dengan cara menyerap air yang ada pada tubuh ikan. Garam juga mempunyai sifat kimia yang berfungsi sebagai bakteriostatis dan bakteriosidal. Sehinga ikan lolosi merah (C. chrysozona) masih dapat dikonsumsi meskipun sudah pada 48 jam masa pemasaran. Berdasarkan (SNI, 2006a) batas maksimum jumlah bakteri yang terdapat pada ikan segar adalah 5 x 10 5 koloni/g (nilai lognya adalah 49

12 5,70 koloni/gram) dan ikan masih dalam kategori segar jika jumlah bakterinya tidak melebihi 5x10 5 (log TPC adalah 5,70 cfu/g). Semakin lama waktu pemasaran terjadi peningkatan jumlah TPC (Total Plate Count) pada ikan lolosi merah (C. crysozona), yang diikuti oleh kenaikan suhu pada sumua perlakuan penambahan garam. peningkatan suhu bila dihubungkan dengan aktifitas bakteri serta organoleptik sangat berkaitan. Sesuai dengan pendapat Ilyas (1983), bahwa semakin rendah suhu ikan lolosi merah (C. chrysozona) pertumbuhan bakteri dapat terhambat sehingga karakteristik organoleptik dapat dipertahankan dengan daya awet 3-10 hari. Namun sebaliknya, semakin tinggi suhu kegiatan pertumbuhan bakteri pada ikan luar biasa cepat dan karakteristik organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) menurun dengan cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty (2010), peningkatan suhu dalam coolbox sangat mempengaruhi jumlah nutrisi untuk pertumbuhan bakteri, sehingga bakteri cepat mengalami peningkatan. Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi yang pada akhirnya menjurus pada kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai deteriorasi. Jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh makanan, cara penangkapan, penanganan, dan perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis (Irawan, 1995). Yunizal dan Wibowo (1998), mengemukakan bahwa proses kerusakan ikan berlangsung cepat di daerah beriklim tropis dengan suhu dan kelembapan harian tinggi. Proses tersebut semakin dipercepat dengan praktek-praktek atau penangkapan 50

13 yang tidak baik, cara penanganan yang kurang tepat, sanitasi dan higiene yang tidak memadai mengakibatkan ikan sangat rentan terhadap kerusakan biologis. Kerusakan biologis dapat menyebabkan proses pembusukan pada ikan oleh bakteri berlangsung sangat cepat, terbatasnya sarana distribusi dan sistem pemasaran dan lain-lain. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia seringkali ikan ditangkap dan didaratkan tanpa pemberian es yang layak. Akibatnya, dengan suhu harian yang tinggi (25-32ºC) dan kelembaban yang tinggi (70-90%) ikan cepat sekali rusak. Jika penanganannya tidak baik, hanya dalam jam saja ikan sudah busuk. Segera setelah ikan mati terjadi perubahan-perubahan mutu yang mengarah pada kebusukan yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biokimia, fisik dan mikrobiologi. Untuk mengetahui pengaruh penambahan garam dan lama pemasaran terhadap nilai TPC (Total Plate Count) ikan lolosi merah (C. chrysozona) segar, maka dilakukan analisis sidik ragam (ANSIRA). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANSIRA) penambahan garam dan lama pemasaran memberikan pengaruh sangat nyata (α < 0,01) terhadap pertumbuhan jumlah bakteri. Setelah dilakukan perhitungan secara statistik diperoleh nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 5% dan 1%. Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) (Lampiran 5a), perlakuan penambahan garam 10% (A3) berbeda sangat nyata (α < 0,01) dengan perlakuan 2% (A1) dan 5% (A2). Uji beda nyata terkecil (BNT) (Lampiran 5b) lama pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) juga berbeda sangat nyata (α < 0,01) dengan 72 jam (B3). Uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata (α < 0,01) terhadap interaksi perlakuan penambahan garam dan lama pemasaran. Berdasarkan perhitungan secara statistik diperoleh pula nilai yang lebih besar dari 51

14 Tabel BNT 0,05 dan 0,01 (Lampiran 5c). Data lengkap hasil uji analisis sidik ragam (ANSIRA) dan uji beda nyata terkecil (BNT) TPC (Total Plate Count) disajikan pada (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Menurut Sukarsa (1980), garam sebagai bahan pengawet mempunyai senyawa NaCl yang sangat berperan dalam pengawetan ikan yang berguna untuk menghambat secara selektif pertumbuhan mikroba. Konsentrasi garam yang tinggi mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Kemampuan media pendingin es ditambah garam dalam pempercepat penurunan suhu ikan akan menghasilkan suhu akhir ikan yang rendah berdampak positif terhadap upaya mempertahankan kesegaran ikan. Rendahnya suhu dan kecepatan penurunan suhu ikan dapat menghambat proses biokimia dan pertumbuhan bakteri pembusuk. Menurut Khairi (2012), garam berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan. Garam (NaCl) dalam cairan es akan terurai menjadi bentuk ion-ion, yaitu Na+ dan Cl yang akan menganggu mikroba, terutama bakteri secara fisik dan fisiologis. Na+ akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik antara di luar dan di dalam membran plasma sel bakteri. Air di dalam membran tertarik ke luar dan akhirnya menjadi lisis sehingga pertumbuhan bakteri terhambat. Ion Cl- menyebabkan penurunan daya larut oksigen sehingga kebutuhan oksigen oleh bakteri menjadi terbatas dan akhirnya mempengaruhi pertumbuhannya. Hal ini yang menyebabkan sampel ikan lalosi merah (C. chrysozona) jika semakin banyak persentase garam yang digunakan jumlah bakteri (TPC) dapat berkurang. Selain itu, keluarnya air dari daging ikan yang diserap oleh ion Na+ pada garam maka kadar air pada ikan juga ikut berkurang. Sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat disebabkan karena air yang menjadi media 52

15 Jumlah kadar air (%) pertumbuhan bakteri telah berkurang. secara umum jumlah kadar air mempengaruhi pertumbuhan bakteri. 4.3 Kadar Air Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap jumlah kadar air ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis sidik ragam (ANSIRA) Lampiran 6. Gambar 5 berikut adalah jumlah kadar air berdasarkan perlakuan penambahan garam selama masa pemasaran. 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% f f f a d e a c e a b c a a c 0% (A0) 2 % (A1) 5 % (A2) 10% (A3) f Konsentrasi perlakuan (A) Garam Gambar 5. Histogram pengaruh perlakuan penambahan garam terhadap jumlah kadar air ikan lolosi merah (C. chrysozona) selama masa pemasaran rantai dingin ( = 0 jam, = 24 jam, = 48 jam, = 72 jam). Histogram pada Gambar 5 menunjukan bahwa perlakuan penambahan garam dan lama pemasaran memberikan pengaruh yang sangat nyata (α < 0,01) terhadap jumlah kadar air yang ada pada ikan lolosi merah (C. chrysozona). Pada perlakuan penambahan garam konsentrasi 2% (A1) selama masa pemasaran, kadar air 53

16 mengalami peningkatan mulai dari 73%, hingga 88%. Pada penambahan garam konsentrasi 5% (A2) juga mengalami peningkatan kadar air 72% hingga 85%, demikian juga dengan penambahan garam konsentrasi 10% (A3) selama masa pemasaran kadar air mengalami peningkatan dari 71%, hingga 85%. Berdasarkan pengamatan, terjadi peningkatan jumlah kadar air yakni terendah 72% pada ikan lolosi merah (C. chrysozona) yang baru di tangkap (A0) dan kadar air tertinggi yaitu 88% pada perlakuan penambahan garam 2% selama 72 jam (A1 B3), namun jumlah kadar air ini masih lebih rendah dari jumlah kadar air pada perlakuan tanpa penambahan garam 72 jam masa pemasaran (A0 B3) yakni 89%. Jumlah kadar air yang terdapat pada perlakuan tersebut tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh AOAC 2007, dimana nilai kandungan air dalam kisaran normal pada ikan segar yaitu 70-85%. Jumlah kadar air yang meningkat dalam coolbox dapat mengaktifkan kembali bakteri yang sebelumnya tidak aktif pada suhu rendah sehingga bakteri dengan cepat berkembang biak, karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu jumlah air yang berlebihan akan membuat karakteristik organoleptik seperti tekstur dan kenampakan dapat menurun dengan cepat. Voksresensky (1965) mengemukakan bahwa, komponen utama terbesar pada tubuh ikan adalah air. Dengan menaburkan kristal garam pada tubuh ikan akan menyebabkan air terekstraksi keluar dari jaringan tubuh ikan, karena kristal garam yang ditaburkan akan menyerap air yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan. Selain itu sifat kimia garam yang berfungsi sebagai bakteriostatis dan bakteriosidal. Menurut Hamm (1960) dalam Sumaryanto (1984), pada saat es curai dan garam yang telah melebur dan ikan terendam dalam larutan garam maka air akan 54

17 dipindahkan ke jaringan daging ikan yang mengakibatkan daging mengembang. Hal ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air pada ikan lolosi merah (C. chrysozona). Kadar air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut. Secara khusus kadar air merupakan indikator bagi kemajuan perkembangan bakteri, karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Sehingga semakin meningkat kadar air pada ikan semakin meningkat pula jumlah bakteri pada ikan. Untuk mengetahui pengaruh penambahan garam dan lama pemasaran terhadap jumlah kadar air pada ikan lolosi merah (C. chrysozona) segar, maka dilakukan analisis sidik ragam (ANSIRA). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANSIRA) penambahan garam dan lama pemasaran memberikan pengaruh sangat nyata (α < 0,01) terhadap jumlah kadar air. Hal ini karena F hitung menunjukan nilai yang lebih besar dari F tabel 5% dan 1%. Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) (Lampiran 7a), perlakuan penambahan garam 10% (A3) berbeda sangat nyata (α < 0,01) dengan perlakuan 2% (A1) dan 5% (A2). Hal ini karena konsentrasi 10% (A3) garam lebih banyak dari 2% (A1) dan 5% (A2) dapat membuat es curai dan garam lebih lama melebur sehingga jumlah kadar air lebih sedikit. Berdasarkan perhitungan secara statistik diperoleh nilai lebih besar dari Tabel BNT 0,05 dan 0,01 Uji beda nyata terkecil (BNT) (Lampiran 7b) lama pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) juga berbeda sangat nyata (α < 0,01) dengan 72 jam (B3). Uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata (α < 0,01) terhadap interaksi perlakuan penambahan garam dan lama pemasaran. (Lampiran 7c). 55

18 Data lengkap hasil uji analisis sidik ragam (ANSIRA) dan uji beda nyata terkecil (BNT) kadar air disajikan pada (Lampiran 6 dan Lampiran 7). Dari berbagai perlakuan yang diberikan penambahan garam 10% (A3) dengan lama pemasaran 24 jam (B1), 48 jam (B2) diketahui memliki jumlah kadar air yang paling sedikit, hal ini karena keberadaan garam yang ditaburkan ke es curai dapat memperlambat proses peleburan es curai sehingga ikan lolosi merah (C. chrysozona) masih layak untuk dikonsumsi hingga pada 48 jam (B2) masa pemasaran. 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.Volume II, Nomor 4, Desember 2014 Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Herlila Tamuu, Rita Marsuci Harmain

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Suhu Optimum Ekstraksi Inhibitor Katepsin Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin bertujuan untuk mengetahui suhu optimum untuk pemisahan antara kompleks

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah penentuan fase kemunduran mutu (post mortem) pada ikan bandeng. Penentuan fase post mortem pada ikan bandeng

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas. Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi

Lebih terperinci

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng LAMPIRAN 86 65 88 Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007 89 66 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGIS IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) SEGAR DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN LENGKUAS MERAH (Alpinia Purpurata K.

MUTU ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGIS IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) SEGAR DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN LENGKUAS MERAH (Alpinia Purpurata K. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan MUTU ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGIS IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) SEGAR DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN LENGKUAS MERAH (Alpinia Purpurata K. Schum) Herlila Tamuu, Rita Marsuci

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG Jurnal Perikanan dan Kelautan EFEKTIVITAS KONSENTRASI BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG (Decapterus sp.) Segar SELAMA PENYIMPANAN RUANG 1,2 Raflin

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR. Riyantono 1 Indah Wahyuni Abida 2 Akhmad Farid 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo 2 Dosen Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo. Selanjutnya dilakukan pengujian organoleptik, mikrobiologi dan kadar air

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo. Selanjutnya dilakukan pengujian organoleptik, mikrobiologi dan kadar air BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2012. Lokasi uji pemasaran yakni di Kelurahan Liluwo Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Lolosi Merah (C. chrysozona) Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk dalam family ikan caesiodidae yang erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Modifikasi Alat IFFI-2 merupakan modifikasi dari instrumen pendeteksi kesegaran atau kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini mengaplikasikan metode spektroskopi

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 91 6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 6.1 Tingkatan Mutu Hasil Tangkapan yang Dominan Dipasarkan di PPP Lampulo Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ikan ini termasuk jenis pemakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Manajemen kualitas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Manajemen kualitas 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan dan standar proses produksi, yang dimaksud barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian diperoleh hasil kadar ikan kembung yang diawetkan dengan garam dan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari ikan kembung adalah : : Tunicata (Urochordata) : Scomber kanangurta

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari ikan kembung adalah : : Tunicata (Urochordata) : Scomber kanangurta TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Ikan Sistematika dari ikan kembung adalah : Phylum Sub phylum Class Sub class Ordo Sub ordo Family Genus Species : Chordata : Tunicata (Urochordata) : Osteichthyes : Sarcopterygii

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data 17 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

WULUH FRUITSTAR EXTRACT EFFECT WITH DIFFERENT AMOUNTS OF QUALITY FRESHNESS OF THE FISH TAMBAKAN (Helostoma temmincki) ABSTRACT

WULUH FRUITSTAR EXTRACT EFFECT WITH DIFFERENT AMOUNTS OF QUALITY FRESHNESS OF THE FISH TAMBAKAN (Helostoma temmincki) ABSTRACT WULUH FRUITSTAR EXTRACT EFFECT WITH DIFFERENT AMOUNTS OF QUALITY FRESHNESS OF THE FISH TAMBAKAN (Helostoma temmincki) By Ranggi Oktori 1), Suparmi 2), Dewita Buchari 2) ABSTRACT The purpose of this study

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Layur (Trichiurus sp.) Ikan layur (Trichiurus sp.) menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) Phyllum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR Pengamatan Fisik Ikan dan Pembuatan Surimi

PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR Pengamatan Fisik Ikan dan Pembuatan Surimi Nama Asisten : Rista Nurmalinda Tanggal Praktikum : 1 November 2016 Tanggal Pegumpulan : 15 November 2016 PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR Pengamatan Fisik Ikan dan Pembuatan Surimi Sarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

Simatupang Maria Fransiska, Sri Purwati, Masitah Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman

Simatupang Maria Fransiska, Sri Purwati, Masitah Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Awet Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) pada Kondisi Suhu Kamar Simatupang Maria Fransiska, Sri Purwati,

Lebih terperinci

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK Beberapa produsen ikan asap di daerah Bandarharjo Semarang menggunakan tawas sebagai perendam ikan sebelum

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN Indra Jaya 1) dan Dewi Kartika Ramadhan 2) Abstract This paper describes an attempt to introduce acoustic method as an alternative for measuring fish freshness.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nike (Awaous melanocephalus) Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan banyak terdapat di Perairan Gorontalo. Klasifikasi ikan nike menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi dan Analisis Data Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa kadar ikan tuna yang diawetkan dengan metode penggaraman dan khitosan,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

Efektivitas Belimbing Wuluh terhadap Parameter Mutu Organoleptik dan ph Ikan Layang Segar Selama Penyimpanan Ruang

Efektivitas Belimbing Wuluh terhadap Parameter Mutu Organoleptik dan ph Ikan Layang Segar Selama Penyimpanan Ruang Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 201 Efektivitas Belimbing Wuluh terhadap Parameter Mutu Organoleptik dan ph Ikan Layang Segar Selama Penyimpanan Ruang 1,2 Raflin Djafar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang lebih besar dari pada luas daratan. Besarnya luas wilayah perairan yang dimiliki Indonesia, membuat negara ini kaya akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sebagai seorang manusia tentunya kita memiliki berbagai kebutuhan yang sangat banyak dan bermacam. Salah satu yang menjadi kebutuhan utama seorang manusia tentunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP MUTU FILLET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hyphopthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR Oleh Noviantari 1), Mirna Ilza 2), N. Ira

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci