HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 49 Status merokok ibu adalah status merokok atau tidaknya ibu. Kebiasaan bapak merokok dalam rumah adalah perilaku merokok bapak di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga yang lain. Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang ibu tamatkan. Pendidikan bapak adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang bapak tamatkan. Paritas adalah jumlah kelahiran hidup oleh ibu. Jarak kelahiran adalah interval waktu kelahiran antara anak 0-23 bulan dengan anak sebelumnya. Umur ibu saat melahirkan adalah umur ibu saat melahirkan anak yang nilainya merupakan selisih antara umur ibu dengan umur anak. Pendapatan adalah golongan tingkat ekonomi keluarga anak dalam kuintil. Tinggi badan ibu adalah tinggi badan ibu dari anak yang diukur dalam satuan cm. Stunting adalah status gizi anak 0-23 bulan yang ditentukan berdasarkan indeks panjang badan menurut umur dengan perhitungan z-score (standar deviasi/sd) standar antropometri WHO 2005 dimana nilai z-score kurang dari -2 SD. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Provinsi Bali Provinsi Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan. Relief Pulau Bali merupakan rantai pegunungan yang memanjang dari barat ke timur. Rantai pegunungan yang membentang di bagian tengah Pulau Bali ini menyebabkan wilayah ini secara geografis terbagi menjadi dua bagian yang berbeda, yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dari kaki perbukitan dan pegunungan dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai (Pemerintah Provinsi Bali 2010). Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisik sebelah utara adalah Laut Bali, sebelah timur adalah Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), sebelah selatan merupakan Samudera Indonesia dan sebelah barat adalah Selat Bali (Provinsi Jawa Timur). Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota dengan luas total wilayah Provinsi Bali adalah hektar dengan panjang pantai mencapai 529 km (Pemerintah Provinsi Bali 2010).

2 50 Jumlah penduduk Provinsi Bali tahun 2010 sebanyak jiwa yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak persen dan di daerah perdesaan sebanyak persen. Jumlah anak usia 0-1 tahun sebanyak jiwa, usia 0-2 tahun jiwa dan usia 0-5 tahun sebanyak jiwa. Seks Rasio di Provinsi Bali tahun 2010 adalah 102, berarti terdapat 102 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Median umur penduduk Provinsi Bali tahun 2010 adalah tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Bali termasuk kategori tua. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur <20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur >30 tahun (BPS 2010). Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Bali adalah Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 48 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+ tahun), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 26.6 tahun dan perempuan 22.4 tahun (BPS 2010). Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar persen, tidak/belum tamat SD persen, tamat SD/MI/sederajat persen dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar persen. Pendidikan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Persentase penduduk perempuan usia 5 tahun keatas berpendidikan minimum tamat SMP/MTs/sederajat persen lebih rendah dibandingkan laki-laki persen. Penduduk Provinsi Bali usia 5 tahun keatas yang tamat SMA/sederajat sebesar persen, tamat DI/DII/DIII sebesar 2.77 persen, tamat DIV/S1 sebesar 4.20 persen dan tamat S2/S3 sebesar 0.31 persen (BPS 2010). Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15 tahun keatas sebesar persen, yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun keatas ada 89 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. AMH penduduk usia 15 tahun keatas perempuan (84.13 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (92.89 persen) Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun keatas disebabkan oleh rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun keatas sebesar persen (BPS 2010). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Bali sebesar persen, di mana TPAK laki-laki lebih tinggi daripada TPAK perempuan, yaitu masing-masing sebesar persen dan persen. Dengan jumlah pencari kerja sejumlah orang, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di provinsi ini mencapai 1.13 persen (BPS 2010). Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan (ILO 2010). Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9.5%) terletak di bagian selatan, wilayah lereng bukit yang landai (36.48%) terletak di bagian tengah dan wilayah dataran luas (54.03%) terletak di bagian utara. Batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Sebelah selatan

3 berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Banten. Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas hektar dan garis pantai sepanjang km. Secara administrasi, Jawa Barat terbagi menjadi 17 Kabupaten dan 9 kota (Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2010). Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2010 sebanyak jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak persen dan di daerah perdesaan persen. Jumlah anak usia 0-1 tahun sebanyak jiwa, usia 0-2 tahun sebanyak jiwa, usia 0-5 tahun sebanyak jiwa. Seks Rasio sebesar 104, berarti terdapat 104 laki-laki untuk setiap 100 perempuan (BPS 2010). Berdasarkan sensus penduduk 2010, median umur penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2010 adalah tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Jawa Barat termasuk kategori penduduk usia menengah. Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Jawa Barat adalah Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 51 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 25.9 tahun dan perempuan 22.2 tahun. Dari hasil Sensus 2010, Angka Melek Huruf penduduk Jawa Barat usia 15 tahun keatas sebesar persen yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun keatas ada 96 orang yang melek huruf. AMH penduduk usia 15 tahun keatas perempuan (94.10 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (97.33 persen). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun keatas disebabkan oleh rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun keatas. AMH penduduk usia 45 tahun keatas sebesar persen. Di Provinsi Jawa Barat, persentase penduduk usia 5 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 7.22 persen, tidak/belum tamat SD persen, tamat SD/MI/sederajat persen dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar persen. Persentase penduduk perempuan usia 5 tahun keatas berpendidikan minimum tamat SMP/MTs/sederajat persen lebih rendah dibandingkan laki-laki persen. Penduduk Provinsi Jawa Barat usia 5 tahun keatas yang tamat SMA/sederajat sebesar persen, tamat DI/DII/DIII sebesar 2.02 persen, tamat DIV/S1 sebesar 2.88 persen dan tamat S2/S3 sebesar 0.27 persen (BPS 2010). Dari hasil SP 2010, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Jawa Barat sebesar persen. Dengan jumlah pencari kerja sejumlah orang, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di provinsi ini mencapai 3.88 persen. Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 1192 pulau, 432 pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan sisanya sampai saat ini belum mempunyai nama. Diantara 432 pulau yang sudah bernama terdapat 4 pulau besar: Flores, Sumba, Timor dan Alor dan pulau-pulau kecil antara lain: Adonara, Babi, Komodo, Rinca, Sebabi, Sebayur Kecil dan lainlain. Batas-batas wilayah NTT, sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah timur dengan Negara Timor 51

4 52 Leste, sebelah barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemerintah Provinsi NTT 2010). Jumlah penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak jiwa (19.34 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak jiwa (80.66 persen). Penduduk laki-laki Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Jumlah anak usia 0-1 tahun sebanyak anak, anak usia 0-2 tahun sebanyak jiwa, anak usia 0-5 tahun sebanyak jiwa. Seks Rasio adalah 99, berarti terdapat 99 laki-laki untuk setiap 100 perempuan (BPS 2010). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, median umur penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010 adalah tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk kategori menengah. Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 73 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan adalah sementara di daerah perdesaan Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 26.4 tahun dan perempuan 23.5 tahun. Kualitas SDM dapat dilihat dari pendidikan yang ditamatkan. Gerakan wajib belajar 9 tahun (1994) menargetkan pendidikan yang ditamatkan minimal tamat SMP. Persentase penduduk usia 5 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar persen, tidak/belum tamat SD persen, tamat SD/MI/sederajat persen dan tamat SMP/MTs/sederajat sebesar persen. Pendidikan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Persentase penduduk perempuan usia 5 tahun keatas berpendidikan minimum tamat SMP/MTs/sederajat persen lebih rendah dibandingkan laki-laki persen Penduduk Provinsi NTT usia 5 tahun keatas yang tamat SMA/sederajat sebesar persen, tamat DI/DII/DIII sebesar 1.45 persen, tamat DIV/S1 sebesar 2.03 persen dan tamat S2/S3 sebesar 0.11 persen (BPS 2010). Di NTT, AMH penduduk usia 15 tahun keatas tahun 2010 sebesar persen. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. AMH penduduk usia 15 tahun keatas perempuan (83.75 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (87.88 persen). Rendahnya AMH penduduk usia 15 tahun keatas disebabkan oleh rendahnya AMH penduduk usia 45 tahun keatas. AMH penduduk usia 45 tahun keatas sebesar persen. AMH penduduk usia 45 tahun keatas perempuan (63.49 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (76.40 persen) (BPS 2010). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi NTT tahun 2010 sebesar persen, di mana TPAK laki-laki lebih tinggi daripada TPAK perempuan, yaitu masing-masing sebesar persen dan persen. Sementara itu bila dibandingkan menurut perbedaan wilayah, TPAK di perkotaan lebih rendah daripada perdesaan, masing-masing sebesar persen dan persen. Dengan jumlah pencari kerja sejumlah orang, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi ini mencapai 1.04 persen (BPS 2010).

5 53 Hasil Status Gizi Z-skor PB/U dihitung untuk mengidentifikasi status gizi anak yang sifatnya kronis. Dengan menggunakan catatan jenis kelamin, umur, panjang badan dan nilai standar WHO 2005, diperoleh z-skor masing-masing anak. Z-skor antara -2 SD hingga +2 SD diinterpretasikan normal, sedangkan dibawah -2 SD (<-2 SD) dianggap stunting. Stunting menunjukkan terjadinya kekurangan gizi kronis pada anak. Secara umum, rata-rata z-skor anak sebesar Nilai rata-rata tersebut tergolong normal namun hampir 1 SD di bawah median standar WHO Ada perbedaan yang nyata antara rata-rata z-skor PB/U anak Bali, Jawa Barat dan NTT (p=0.001) (Tabel 10). Berdasarkan uji post hoc lebih lanjut, ratarata z-skor PB/U anak antara di Bali dan Jabar tidak berbeda nyata (p=0.370) begitu juga antara Bali dan NTT (p=0.837). Sedangkan z-skor PB/U anak antara di Jabar dan NTT berbeda nyata (p=0.001). Rata-rata z-skor PB/U anak di Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan di NTT. Rata-rata z-skor anak di Bali , di Jawa Barat dan di NTT Tabel 10 Rata-rata z-skor PB/U anak masing-masing provinsi Provinsi.n % Z-skor PB/U Rata-rata SD p-value* Bali Jawa Barat NTT Total *Anova Setelah z-skor dihitung untuk tiap-tiap anak, diperoleh kategori status gizi masing-masing anak. Dengan menggunakan z-skor indeks PB/U maka interpretasinya dibagi menjadi dua kategori, yaitu status gizi normal dan stunting. Dikatakan normal bila z-skor PB/U -2 SD atau diatas -2 SD (>-2 SD). Stunting bila z-skor dibawah -2 SD (<-2 SD). Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan status gizi indeks PB/U dan provinsi Provinsi Normal Stunting Total.n %.n %.n % Bali Jawa Barat NTT Total Lebih dari sepertiga anak dalam penelitian ini termasuk kategori stunting/pendek (33.7%). Diantaranya 19.3% anak tergolong severe stunting (<-3

6 54 SD). Anak stunting paling banyak ditemukan di NTT (45.0%). Jumlah anak stunting di Bali (35.9%) ternyata sedikit lebih besar dibandingkan jumlah anak stunting di Jawa Barat (31.4%) (Tabel 11). Wilayah/Daerah Wilayah/daerah dibedakan menjadi dua, yaitu perkotaan dan pedesaan. Dalam penelitian ini, 54.5% anak tinggal di perkotaan dan 45.5% tinggal di pedesaan. Di provinsi Bali persentase anak di wilayah perkotaan sedikit lebih besar daripada di pedesaan, masing-masing 52.1% dan 47.9%. Di Provinsi Jawa Barat, anak daerah perkotaan (59.1%) jauh lebih banyak dibandingkan pedesaan (40.9%). Berbeda dengan NTT, anak dari pedesaan lebih banyak dibandingkan dari perkotaan, masing-masing 69.5% dan 30.5%. Tabel 12 menunjukkan baik di Bali, Jabar maupun NTT, anak stunting di pedesaan lebih banyak dibandingkan dengan di perkotaan. Jika dilihat dari panjang badan anak, rata-rata z skor PB/U anak-anak di perkotaan sebesar , sedangkan rata-rata z skor PB/U di pedesaan di bawah rata-rata z-skor 3 provinsi ( ). Rata-rata z-skor anak di perkotaan dengan anak di pedesaan berbeda nyata (p=0.004). Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan wilayah/daerah dan provinsi Wilayah Normal Stunting Total.n %.n %.n % Z-skor PB/U Perkotaan Bali Jabar NTT Total Pedesaan Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.004* *t-test Jenis Kelamin Jumlah anak laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan anak perempuan, masing-masing dengan persentase 50.7% dan 49.3%. Di Provinsi Bali, jumlah anak laki-laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan, masing-masing sebesar 59.8% dan 40.2%. Begitu juga dengan Jawa Barat, lebih banyak laki-laki (50.5%) dibandingkan dengan perempuan (49.5%). Sedangkan di NTT, anak perempuan lebih banyak (53.2%) dibandingkan dengan laki-laki (46.8%).

7 Tabel 13 menunjukkan di Jabar anak laki-laki lebih banyak yang stunting dibandingkan perempuan. Sedangkan di Bali dan NTT, jumlah anak perempuan yang stunting lebih banyak dibandingkan laki-laki. Rata-rata z-skor PB/U perempuan sebesar -0.77±2.53, sedangkan laki-laki -0.96±2.49, namun perbedaan rata-rata z-skor PB/U antara keduanya tidak berbeda nyata (p =0.153). Tabel 13 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan provinsi Jenis Kelamin Laki-laki Normal Stunting Total.n %.n %.n % Bali Jabar NTT Total Z-skor PB/U Perempuan Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.153* *t-test Usia anak Penelitian ini hanya menggunakan sampel Riskesdas yang berusia 0 hingga 23 bulan. Tabel 14 mengklasifikasikan usia dalam 3 kelompok (0-5, 6-11 dan bulan). Klasifikasi ini mengikuti rekomendasi WHO dimana pengelompokkan umur yang dianjurkan untuk analisis dan interpretasi data, khususnya pada kelompok anak bawah usia dua tahun adalah 0-5 bulan, 6-11 bulan, bulan (WHO 1983). Lebih setengahnya dari keseluruhan anak berusia antara bulan (52.9%). 28.2% anak berusia antara 6-11 bulan dan sisanya 18.9% berusia antara 0-5 bulan. Baik di Bali, Jawa Barat maupun NTT, anak paling banyak berusia antara bulan, 28.2% berusia antara 6-11 bulan dan lebih sedikit anak usia 0-5 bulan. Tabel 14 menunjukkan anak yang stunting paling banyak berusia antara bulan, dan paling sedikit berusia antara usia 0-5 bulan. Rata-rata z-skor PB/U berbeda nyata antara kelompok umur 0-5, 6-11 dan bulan (p=0.000). Dari hasil uji post hoc lebih lanjut, ada perbadaan nyata antara rata-rata z-skor PB/U kelompok usia 0-5 bulan dengan kelompok bulan (p=0.001) dan antara kelompok 6-11 bulan dengan kelompok bulan (p=0.017). Sedangkan ratarata z-skor PB/U antara kelompok 0-5 bulan dengan 6-11 bulan tidak berbeda nyata (p=0.940).

8 56 Tabel 14 Sebaran anak berdasarkan usia dan provinsi Usia Normal Stunting Total.n %.n %.n % Z-skor PB/U 0-5 bulan Bali Jabar NTT Total bulan Bali Jabar NTT Total bulan Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.000* * Anova Rata-rata z-skor PB/U sudah di bawah median standar WHO 2005 pada kelompok umur 0-5 bulan (-0.49±2.51) dan kelompok usia 6-11 bulan, yaitu -0.68±2.54. Pada kelompok usia bulan rata-rata z-skor menurun menjadi -1.09±2.48, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata z-skor PB/U keseluruhan kelompok usia anak (-0.87±2.51). Ada kecenderungan semakin tua usia anak, rata-rata nilai z-skor PB/U makin rendah. Rata-rata z-skor PB/U sudah di bawah median standar WHO 2005 pada kelompok umur 0-5 bulan (-0.49±2.51) dan kelompok usia 6-11 bulan, yaitu -0.68±2.54. Pada kelompok usia bulan rata-rata z-skor menurun menjadi -1.09±2.48, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata z-skor PB/U keseluruhan anak (-0.87±2.51). Ada kecenderungan semakin tua usia anak, rata-rata nilai z- skor PB/U makin rendah. Inisiasi Menyusui Inisiasi menyusui adalah interval antara waktu dilahirkannya anak hingga pertama kali anak disusui oleh ibunya. Secara umum, anak pertama kali disusui jam setelah lahir. Rata-rata anak di Bali disusui pertama kali jam setelah lahir. Di Jawa Barat anak rata-rata disusui untuk pertama kalinya jam setelah lahir. Di NTT, rata-rata anak disusui pertama kali jam setelah lahir (Tabel 15).

9 57 Tabel 15 Rata-rata inisiasi menyusui masing-masing provinsi Provinsi.n % Inisiasi menyusui (jam) Rata-rata SD Bali Jawa Barat NTT Total Missing: 128 Selanjutnya untuk kepentingan analisis inisiasi menyusui diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu kurang dari 1 jam (<1 jam) dan 1 jam atau lebih (>1 jam). WHO (2001) merekomendasikan agar menyusui sebaiknya dimulai secara dini, yaitu antara 1 jam setelah kelahiran. Menyusui dini meningkatkan peluang kesuksesan menyusui nantinya. Jumlah anak yang disusui pertama kali dalam waktu 1 jam atau lebih setelah lahir lebih banyak (67.3%) dibandingkan yang kurang dari 1 jam. Di Provinsi Bali, jumlah anak yang disusui 1 jam atau lebih lebih banyak (68.2%) dibandingkan yang disusui kurang dari 1 jam (31.8%). Di Provinsi Jawa Barat, jumlah anak yang disusui 1 jam atau lebih ditemui lebih banyak (70.3%) dibandingkan yang disusui kurang dari 1 jam (29.7%). Di Provinsi NTT, jumlah anak yang disusui 1 jam atau lebih sebesar 49.5%, sedangkan yang kurang dari 1 jam sebesar 50.5%. Tabel 16 menunjukkan di Bali dan Jabar, jumlah anak yang stunting lebih banyak pada golongan anak yang pertama kali disusui kurang dari 1 jam setelah dilahirkan. Berbeda dengan NTT, anak yang stunting lebih banyak dari kategori inisiasi menyusui 1 jam atau lebih. Tabel 16 Sebaran anak berdasarkan kategori inisiasi menyusui dan provinsi Inisiasi Normal Stunting Total Z-skor PB/U Menyusui.n %.n %.n % <1 jam Bali Jabar NTT Total >1 Jam Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.107** 0.242* *t-test, **chi-square

10 58 Rata-rata z-skor antara anak yang disusui pertama kali 1 jam atau lebih setelah lahir dengan anak yang disusui kurang dari 1 jam setelah lahir tidak berbeda nyata (p=0.242). Rata-rata z-skor anak yang kurang dari 1 jam setelah lahir langsung disusui sebesar Rata-rata z-skor anak yang disusui 1 jam atau lebih setelah lahir sebesar Berdasarkan uji chi-square tidak ada hubungan yang nyata antara inisiasi menyusui dengan stunting pada anak (p=0.107). Pemberian Kolostrum Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar, biasanya encer, bening dan atau berwarna kekuning-kuningan. Dalam penelitian ini, yang dianalisis adalah perilaku ibu terhadap kolostrum, yaitu apakah kolostrum dibuang atau diberikan semasa anak baru lahir. Di kebayakan masyarakat, ibu-ibu dapat membedakan kolostrum dengan ASI melalui warna dan konsistensinya. Tetapi secara umum, banyak ibu-ibu yang belum mengetahui arti penting dari kolostrum. Ditemukan berbagai perilaku ibuibu terhadap kolostrum. Ada yang memberikan keseluruhan kolostrum kepada anak dan tidak dibuang sama sekali. Ada yang dibuang sedikit lalu ASI diberikan kepada anak. Ada yang dibuang semua dan ASI diberikan kepada anak. Perilaku yang pertama, yaitu kolostrum diberikan semua kepada anak paling banyak ditemui (74.5%). Perilaku kedua terbanyak adalah membuang sedikit kolostrum dan ASI baru diberikan kepada anak (17.8%). Masih ada 7.8% ibu yang membuang semua kolostrumnya. Di masing-masing provinsi Bali, Jabar dan NTT, perilaku ibu memberikan semua kolostrum kepada anak lebih banyak ditemui. Untuk kepentingan analisis selanjutnya, perilaku ibu terhadap kolostrum dibagi menjadi dua, yaitu kolostrum dibuang/tidak diberikan dan kolostrum diberikan (Tabel 17). Perilaku ibu yang membuang sedikit kolostrum lalu memberikan ASI dimasukkan dalam kategori kolostrum diberikan. Alasannya dalam beberapa hari setelah bayi dilahirkan, kelenjar payudara masih mensekresi kolostrum. Volumenya bervariasi antara 2 dan 10 ml per pemberian ASI (feeding per hari) dalam tiga hari pertama, tergantung paritas ibu. Ibu yang sebelumnya telah melahirkan, khususnya pernah merawat bayi yang dilahirkan sebelumnya, biasanya kolostrumnya lebih cepat keluar dan volumenya lebih besar (Villavieja et al. 1987). Sebesar 92.2% ibu memberikan kolostrum kepada anak dan 7.8% membuang kolostrumnya. Tabel 17 menunjukkan di Bali dan NTT, jumlah anak yang stunting lebih banyak berasal dari kelompok yang diberikan kolostrum. Sedangkan di Jabar, anak yang stunting lebih banyak pada anak yang tidak memperoleh kolostrum. Rata-rata z-skor PB/U anak yang tidak memperoleh kolostrum ( ) lebih rendah dibandingkan dengan anak yang memperoleh kolostrum ( ), namun perbedaan ini tidak signifikan (p=0.544). Berdasarkan uji chi-square, tidak ada hubungan yang nyata antara pemberian kolostrum dengan stunting pada anak (p=0.522).

11 Tabel 17 Sebaran anak berdasarkan kategori perilaku ibu terhadap kolostrum dan provinsi Pemberian Kolostrum Diberikan Normal Stunting Total Z-skor PB/U.n %.n %.n % Bali Jabar NTT Total Dibuang Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.552** 0.544* *t-test, **chi-square Permulaan MP-ASI Permulaan MP-ASI adalah umur mulai diberikannya minuman (cairan) atau makanan selain ASI kepada anak. Paling banyak anak mulai diberikan MP-ASI pertama kali saat umur kurang dari 6 bulan (64.0%). Sebanyak 27.2% anak diberikan MP-ASI pertama kali saat usia 6 bulan atau lebih. Susu formula paling banyak digunakan oleh ibu sebagai Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pertama (32.1%). Jenis MP-ASI terbanyak kedua yang paling sering digunakan adalah bubur tepung/bubur saring (29.9%). Ketiga terbanyak adalah bubur nasi/nasi tim/nasi dihaluskan (15.6%) (Tabel 18). Tabel 18 Sebaran anak berdasarkan jenis pemberian MP-ASI pertama kali Jenis MP-ASI yang pertama kali diberikan.n % Susu formula Susu non formula Air tajin Pisang dihaluskan Sari buah/juice buah Bubur tepung/bubur saring Bubur nasi/nasi tim/nasi dihaluskan Lainnya Missing Total Untuk kepentingan analisis berikutnya, Permulaan MP-ASI akan dibagi menjadi dua macam, yaitu kurang dari 6 bulan (<6 bulan) dan 6 bulan atau lebih

12 60 (>6 bulan). Lebih banyak ibu yang mulai memberikan MP-ASI di usia kurang dari 6 bulan (65.3%) daripada di usia 6 bulan atau lebih (34.7%). Di Bali, Jawa Barat dan NTT, jumlah anak yang diberikan MP-ASI pertama kali kurang dari usia 6 bulan lebih banyak dibandingkan dengan yang lebih dari usia 6 bulan atau saat 6 bulan. Tabel 19 menunjukkan anak yang diberikan MP-ASI pertama kali pada usia 6 bulan atau lebih secara umum lebih banyak yang mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang diberikan MP-ASI pertama kali pada usia kurang dari 6 bulan. Namun tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata z-skor PB/U anak-anak yang mulai diberikan MP-ASI di usia kurang dari 6 bulan dengan anakanak yang mulai diberikan MP-ASI di usia 6 bulan atau lebih (p=0.819). Rata-rata z-skor dan standar deviasi keduanya tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil uji chisquare, tidak ada hubungan yang nyata antara usia pertama kali diberikan MP- ASI dengan stunting pada anak (p=0.493). Tabel 19 Sebaran anak berdasarkan usia pemberian MP-ASI dan provinsi Permulaan MP-ASI <6 bulan Normal Stunting Total.n %.n %.n % Bali Jabar NTT Total Z-skor PB/U >6 bulan Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.493** 0.819* *t-test, **chi-square Pemberian Makanan Pre-lakteal Pemberian makanan pre-lakteal yang dimaksud adalah status diberikan atau tidak diberikannya minuman (cairan) atau makanan selain ASI kepada anak sebelum disusui yang pertama kali atau sebelum ASI keluar. Sebesar 62.5% ibu tidak memberikan makanan pre-lakteal kepada anaknya, sisanya (37.5%) masih banyak yang memberikan makanan pre-lakteal. Di ketiga provinsi, persentase anak yang tidak diberikan makanan pre-lakteal lebih banyak dibandingkan yang diberikan makanan pre-lakteal. Tabel 20 menunjukkan di Bali, anak stunting lebih besar jumlahnya pada kelompok yang tidak diberikan makanan pre-lakteal, sedangkan di Jabar, anak yang stunting lebih banyak pada kelompok anak yang diberikan makanan prelakteal. Di NTT, persentase anak stunting antara anak yang diberikan makanan pre-lakteal dan tidak diberikan makanan pre-lakteal hampir sama. Rata-rata z-skor

13 PB/U anak yang diberikan makanan pre-lakteal (-0.93±2.46) lebih rendah daripada anak yang tidak diberikan makanan pre-lakteal ( ) namun perbedaan ini tidak berbeda nyata (p= 0.501). Berdasarkan uji chi-square, tidak ada hubungan yang nyata antara pemberian makanan pre-lakteal dengan stunting (p=0.767). Tabel 20 Sebaran anak berdasarkan status pemberian makanan pre-lakteal dan provinsi Pemberian Normal Stunting Total Makanan Z-skor PB/U Pre-lakteal.n %.n %.n % Ya Bali Jabar ±2.46 NTT Total Tidak Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.767** 0.501* *t-test, **chi-square Jenis makanan yang paling banyak diberikan kepada anak saat baru lahir sebelum disusui atau sebelum ASI keluar adalah susu formula (53%). Jenis makanan pre-lakteal terbanyak kedua adalah air putih (18.3%), ketiga madu atau madu dicampur dengan air (14.5%) (Tabel 21). Tabel 21 Jenis makanan pre-lakteal yang diberikan kepada anak Jenis makanan pre-lakteal.n % Susu formula Susu lainnya Air putih Air gula Air tajin Air kelapa Teh manis Madu/Madu+air Pisang dihaluskan Nasi dihaluskan Lainnya Total

14 62 Berat Badan Lahir Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh WHO, Berat Badan Lahir Rendah/BBLR adalah berat bayi saat lahir kurang dari 2500 g (hingga dan termasuk 2499 g). Rata-rata berat badan lahir gram dengan standar deviasi gram. Bila melihat rata-rata berat badan lahir diatas, maka rata-rata anak lahir dengan berat badan normal, diatas batas berat badan lahir rendah (2499 g). Rata-rata berat badan lahir anak di NTT lebih rendah dibandingkan anak di Bali dan Jawa Barat. Rata-rata berat badan lahir anak di Bali lebih rendah daripada Jawa Barat (Tabel 22). Sebesar 5.6% anak lahir dengan berat badan rendah (<2500 g), selebihnya 94.4% lahir dengan berat normal (2500 gram atau lebih). Diantara ketiga provinsi, prevalensi BBLR paling banyak di NTT. Tabel 22 Rata-rata berat badan lahir anak Provinsi.n % Berat badan lahir (g) Rata-rata SD Bali Jawa Barat NTT Total Missing: 206 Tabel 23 Sebaran anak berdasarkan kategori berat badan lahir dan provinsi Berat Badan Lahir Normal Normal Stunting Total Z-skor PB/U.n %.n %.n % Bali Jabar NTT Total Rendah Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.044** 0.002* *t-test, **chi-square Tabel 23 menunjukkan anak yang stunting lebih banyak dari kelompok berat badan lahir rendah. Rata-rata z-skor PB/U anak yang berat badan lahirnya

15 rendah signifikan lebih rendah daripada anak yang berat badan lahirnya normal (p=0.002). Rata-rata z-skor PB/U anak-anak yang termasuk kategori BBLR lebih rendah ( ) dibandingkan dengan rata-rata z-skor anak yang berat badan lahirnya normal ( ). Berat badan lahir rendah berhubungan positif dan nyata dengan stunting pada anak usia 0-23 bulan (p=0.044). Imunisasi Dasar Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin polio (Muslihatun 2010). Imunisasi yang diwajibkan sesuai program pengembangan imunisasi (PPI) adalah BCG, polio, hepatitis B, DPT dan campak. 63 Hepatitis B-0 58,6 73,1 88,8 BCG 80,7 89,7 Polio 4x 36,4 67,3 NTT Jawa Barat DPT 3x 46,4 Bali 78,5 Campak 82,1 91, % Gambar 6 Sebaran anak berdasarkan kelengkapan masing-masing imunisasi dan provinsi Untuk kepentingan analisis berikutnya, imunisasi dasar dikategorikan menjadi dua, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dianggap lengkap saat anak memperoleh keseluruhan imunisasi dasar (Hepatitis B-0, BCG, DPT 3x, polio 4x dan campak) dan atau belum waktunya diberikan salah satu imunisasi tersebut. Dianggap tidak lengkap bila anak tidak memperoleh salah satu dari keseluruhan imunisasi dasar di atas. Di Provinsi Jawa Barat dan NTT, jumlah anak yang imunisasi dasarnya tidak lengkap jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang lengkap. Berbeda dengan Bali, jumlah anak yang imunisasi dasarnya lengkap sedikit lebih banyak

16 64 dibandingkan yang tidak lengkap. Tingkat kelengkapan imunisasi dasar anak di ketiga provinsi cenderung rendah (Gambar 6). Tabel 24 menunjukkan secara umum, anak yang stunting lebih banyak pada kelompok anak yang imunisasi dasar tidak lengkap namun rata-rata z-skor PB/U anak yang imunisasi dasarnya lengkap (-0.92±2.53) dan yang tidak lengkap (-0.88±2.46) tidak berbeda nyata (p=0.780). Berdasarkan uji chi-square, tidak ada hubungan yang nyata antara imunisasi dasar tidak lengkap dan stunting pada anak (p=0.652). Tabel 24 Sebaran anak berdasarkan kelengkapan imunisasi dasar dan provinsi Imunisasi Normal Stunting Total Z-skor Dasar.n %.n %.n % PB/U Lengkap Bali Jabar NTT ±2.53 Total Tidak Lengkap Bali Jabar NTT Total ±2.46 Total p-value 0.652** 0.780* *t-test, **chi-square Antenatal Care (ANC) Frekuensi kunjungan antenatal care (ANC) adalah jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan yang ibu lakukan selama mengandung anak 0-23 bulan. Merujuk pada Pedoman Pelayanan Antenatal (Depkes RI 2007), kunjungan pelayanan antenatal sebaiknya dilakukan minimal sebanyak 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester pertama (K1), satu kali pada trimester kedua (K2) dan dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4). Gambar 7 menggambarkan persentase ibu yang memeriksakan kehamilannya selama mengandung. K1, K2 dan K3 &K4 paling tinggi persentasenya di Provinsi Bali, paling tinggi kedua di Jawa Barat dan paling rendah di NTT. Frekuensi kunjungan ANC untuk selanjutnya dibagi dalam dua kategori, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Lengkap bilamana kunjungan ibu selama kehamilan anak berjumlah minimal 4 kali, yaitu minimal 1 kali saat masingmasing trimester pertama dan kedua dan minimal 2 kali saat trimester ketiga. Tidak lengkap bila kunjungan ANC kurang dari 4 kali sebagaimana telah disebutkan diatas.

17 ,8 84,2 78,4 98,1 96,7 94,2 88,0 87,2 82,5 % Bali Jawa Barat NTT 20 0 K1 K2 K3&K4 Gambar 7 Sebaran anak berdasarkan kunjungan ANC ibu dan provinsi Di ketiga Provinsi baik Bali, Jabar dan NTT terlihat bahwa lebih banyak ibu yang memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali atau lebih (>K4) (72.8%) dibandingkan yang kurang dari empat kali (<K4) (27.2%). Tabel 25 menunjukkan anak yang stunting lebih banyak dari kelompok kunjungan ANC lengkap, namun tidak ada perbedaan yang nyata (p=0.585) antara rata-rata z-skor PB/U anak yang ibunya melakukan kunjungan ANC secara lengkap (-0.92±2.50) dan ibu yang kunjungan ANC tidak lengkap (-0.84±2.40). Berdasarkan uji chi-square, frekuensi kunjungan ANC tidak berhubungan nyata dengan stunting (p=0.742). Tabel 25 Sebaran anak berdasarkan kunjungan ANC dan provinsi ANC Normal Stunting Total.n %.n %.n % Z-skor PB/U Lengkap Bali Jabar NTT ±2.50 Total Tidak Lengkap Bali Jabar NTT Total ±2.40 Total p-value 0.742** 0.585* *t-test, **chi-square

18 66 Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan adalah kondisi lingkungan rumah tangga dimana anak tinggal meliputi jumlah dan kualitas air dan akses untuk mendapatkannya untuk keperluan rumah tangga, tempat pembuangan limbah dan jenis bahan bakar utama yang digunakan untuk memasak dalam rumah tangga dan pemakaian kelambu untuk anak. Gambar 8 menunjukkan sebaran anak berdasarkan masalah sanitasi lingkungan di masing-masing provinsi. Hampir setengah dari jumlah anak di Provinsi NTT (45.8%) memiliki akses air yang kurang (<19.9 L/orang/hari). Akses air kurang juga dialami oleh sedikit anak di Provinsi Jawa Barat dan Bali masing-masing sebesar 9.9% dan 13.7%. Untuk akses air minum, anak dengan akses air minum kurang paling banyak ditemui di Provinsi NTT (40.3%). Akses air minum kurang menunjukkan perolehan air minum ke sumber mata air berjarak >1 km atau dalam waktu >30 menit dan atau sulit musim kemarau dan sepanjang tahun. Di Jawa Barat dan Bali, persentase anak yang akses air minumnya kurang masing-masing sebesar 22.6% dan 17.1%. Kualitas fisik air minum dilihat berdasarkan warna, rasa, aroma, adanya busa dan kejernihan. Kualitas fisik air minum dikategorikan kurang baik bila air minum berasa atau berwarna atau keruh atau berbusa atau berbau. Persentase anak yang memiliki kualitas fisik air minum kurang baik relatif hampir sama antar ketiga provinsi. Fasilitas jamban yang merupakan milik bersama atau umum bahkan tidak ada mengambarkan kondisi fasilitas jamban kurang baik. Fasilitas jamban kurang baik ditemukan pada hampir 30% rumah tangga di NTT dan lebih dari 35% di Bali, sedangkan di Jawa Barat sekitar 26%. Tempat penampungan air limbah digolongkan kurang baik bila penampungan terbuka di pekarangan atau penampungan di luar pekarangan atau tanpa penampungan (di tanah) atau langsung ke got/sungai. Umumnya anak di ketiga provinsi tinggal di rumah yang tempat penampungan air limbahnya kurang baik. Hampir 100% tempat penampungan air limbah di NTT kurang baik, sedangkan di Bali 83.8% dan di Jawa Barat 79.1%. Penanganan sampah dengan cara dibakar, dibuang ke kali/parit/laut, atau dibuang sembarangan merupakan cara penanganan sampah yang kurang baik. Rata-rata penanganan sampah di NTT kurang baik (87.1%). Penanganan sampah di Bali dan Jawa Barat lebih baik dibandingkan NTT. Jenis bahan bakar untuk memasak yang dalam beberapa penelitian berisiko terhadap stunting adalah jenis bahan bakar berupa arang/briket/batok kelapa atau kayu bakar. 73.1% anak di NTT tinggal di rumah yang jenis bahan bakar untuk memasak berisiko terhadap stunting sedangkan di Bali sekitar setengah dari jumlah anak. Di Jawa Barat penggunaan jenis bahan bakar di atas paling sedikit (24.3%). Mengenai penggunaan kelambu, di NTT hanya sekitar 30% anak menggunakan kelambu. Di Bali dan Jawa Barat yang bukan merupakan daerah berisiko, persentase anak yang menggunakan kelambu sangat rendah.

19 67 Jumlah air untuk seluruh keperluan kurang Akses air minum kurang Kualitas fisik air minum kurang baik Fasilitas jamban kurang baik Tempat penampungan air limbah kurang baik Cara penanganan sampah kurang baik Jenis bahan bakar utama untuk memasak kurang baik Tidak menggunakan kelambu 45,8 9,9 13,7 40,3 22,6 17,1 NTT 7,5 Jawa Barat 7,1 8,5 Bali 29,9 26,3 37,6 94,5 79,1 83,8 87,1 68,1 60,7 73,1 24,3 50,4 29,9 90,7 99, % Gambar 8 Sebaran anak berdasarkan indikator sanitasi lingkungan dan provinsi Tabel 26 Sebaran anak berdasarkan kondisi sanitasi lingkungan dan provinsi Sanitasi Normal Stunting Total Z-skor Lingkungan.n %.n %.n % PB/U Baik Bali Jabar NTT Total Kurang Baik Bali Jabar NTT Total Total p-value 0.003** 0.001* *t-test, **chi-square Untuk kepentingan analisis selanjutnya. Dikategorikan kurang berisiko jika total sama dengan atau lebih besar dari skor rata-rata dan berisiko jika total skor

20 68 kurang dari skor rata-rata. Skor rata-rata yang diperoleh dari seluruh anak dalam penelitian ini adalah 116. Di Provinsi Bali dan NTT, anak yang kondisi sanitasi lingkungannya tergolong kurang baik/berisiko lebih banyak dibandingkan yang baik/kurang berisiko masing-masing di Bali dan NTT sebesar 53.0% dan 61.2%. Berbeda dengan Provinsi Jawa Barat, anak yang kondisi sanitasi lingkungannya termasuk berisiko sebesar 37.8%, lebih sedikit dibandingkan daripada yang kurang berisiko. Tabel 26 menunjukkan baik di Bali, Jabar maupun NTT, anak yang stunting lebih banyak berasal dari kelompok sanitasi berisiko. Rata-rata z-skor PB/U anak yang kondisi sanitasinya kurang berisiko berbeda nyata dengan anak yang kondisi sanitasinya berisiko. Rata-rata z-skor anak yang sanitasinya kurang berisiko (baik) lebih tinggi ( ) daripada anak yang sanitasinya tergolong berisiko atau kurang baik ( ) (p=0.001). Berdasarkan uji chi-square, ada hubungan yang positif dan nyata antara sanitasi lingkungan yang kurang baik dan stunting (p=0.003). Status Merokok Ibu Anak menghabiskan banyak waktu saat masa kecilnya dengan orang tua, maka anak dengan orang tua perokok lebih banyak tersekspos lingkungan dengan asap rokok. Di Bali, persentase ibu yang merokok 0.9%, di Jabar 3.7% dan di NTT 8.6%. Tabel 27 Sebaran anak berdasarkan status merokok ibu dan provinsi Status Normal Stunting Total Merokok Ibu.n %.n %.n % Ya Bali Jabar NTT Total Z-skor PB/U ±2.45 Tidak Bali Jabar NTT Total ±2.52 Total p-value 0.903** 0.787* *t-test, **chi-square Tabel 27 menunjukkan di Jabar dan NTT, anak yang stunting lebih banyak pada kelompok ibu yang merokok. Namun di Bali, tidak ditemukan anak stunting dengan ibu perokok sehingga jumlah anak stunting-pun ditemukan lebih banyak pada kelompok anak dengan ibu yang bukan perokok. Rata-rata z-skor anak yang ibunya merokok sebesar -0.92±2.45 lebih rendah dibandingkan rata-rata z-skor

21 anak yang ibunya tidak merokok (-0.87±2.52), namun perbedaan ini tidak nyata (p=0.787). Berdasarkan uji chi-square, tidak ditemukan adanya hubungan yang nyata antara perilaku merokok ibu dan stunting pada anak usia 0-23 bulan (p=0.903). Kebiasaan Bapak Merokok dalam Rumah Kebanyakan bapak di Jawa Barat dan NTT memiliki kebiasaan merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga yang lain, masing-masing sebesar 52.6% dan 75.3%. Di Bali, jumlah bapak yang merokok dalam rumah lebih sedikit yaitu 36.8%. Tabel 28 menunjukkan di Bali, Jabar dan NTT, anak yang stunting lebih banyak ditemukan pada kelompok anak dengan bapak yang biasa merokok di dalam rumah. Rata-rata z-skor PB/U anak yang bapaknya biasa merokok dalam rumah (-1.12±2.51) lebih rendah dibandingkan dengan anak yang bapaknya tidak biasa merokok dalam rumah (-0.69±2.51), rata-rata z-skor antar keduanya signifikan berbeda (p=0.005). Kebiasaan bapak merokok dalam rumah terbukti berhubungan positif dan signifikan dengan stunting pada anak usia 0-23 bulan (p=0.004). Tabel 28 Sebaran anak berdasarkan kebiasaan bapak merokok dalam rumah dan provinsi Kebiasaan Bapak Normal Stunting Total Merokok dalam Rumah.n %.n %.n % Ya Bali Jabar NTT Total Z-skor PB/U ±2.51 Tidak Bali Jabar NTT Total ±2.51 Total p-value 0.004** 0.005* *t-test, **chi-square Pendidikan Orang Tua Pendidikan merupakan hak dari setiap warga negara dan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Lama dan tingginya pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pola asuh di dalam keluarga. Gambar 9 menunjukkan sebaran anak berdasarkan pendidikan ibu. Di NTT dan Jawa Barat mayoritas pendidikan terakhir ibu adalah tamat SD/MI, masing-

22 70 masing sebesar 30.5% dan 37.4%, sedangkan di Bali umumnya ibu berpendidikan terakhir tamat SLTA/MA (32.5%). Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD/MI Tamat SD/MI Tamat SLTP/MTs Tamat SLTA/MA Tamat D1/D2/D3 Tamat PT 5,9 0,9 4,3 7,5 8,5 2,7 4,0 5,1 2,7 2,7 2,6 15,0 21,4 20,5 23,5 26,5 21,8 24,0 30,5 37,4 32,5 NTT Jawa Barat Bali % Gambar 9 Sebaran anak berdasarkan tingkat pendidikan terakhir ibu dan provinsi Begitu juga dengan pendidikan terakhir bapak, di Jawa Barat dan NTT, lebih banyak bapak yang berpendidikan terakhir tamat SD/MI, sedangkan di Bali lebih banyak bapak yang berpendidikan terakhir SLTA/MA (40.2%). Pendidikan terakhir bapak paling banyak kedua di NTT adalah tidak tamat SD/MI, sedangkan di Jawa Barat adalah tamat SLTA/MA (Gambar 10). Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD/MI Tamat SD/MI Tamat SLTP/MTs Tamat SLTA/MA Tamat D1/D2/D3 Tamat PT 7,6 0,6 2,3 9,4 10,3 12,0 0,6 3,8 4,6 3,8 5,3 3,4 25,3 27,8 20,7 19,5 18,4 22,8 25,0 36,4 40,2 NTT Jawa Barat Bali % Gambar 10 Sebaran anak berdasarkan tingkat pendidikan terakhir bapak dan provinsi

23 Dari kedua grafik pendidikan terakhir orang tua di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan orang tua di Bali relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat dan NTT. Tingkat pendidikan terakhir bapak umumnya lebih tinggi di Jawa Barat dibandingkan NTT. Program pendidikan yang saat ini pemerintah Indonesia terapkan adalah pendidikan dasar sembilan tahun, dimana setiap warga berhak untuk mendapatkan pendidikan dasar sembilan tahun atau dengan kata lain sampai dengan jenjang pendidikan SLTP, sesuai UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 17, sehingga dalam penelitian ini kategori tingkat pendidikan ada dua, yaitu tingkat pendidikan rendah bila lama pendidikan kurang dari sembilan tahun/sltp ke bawah dan tingkat pendidikan tinggi bila lama pendidikan lebih dari sembilan tahun/slta ke atas. Baik di Bali, Jawa Barat maupun NTT, umumnya ibu memiliki tingkat pendidikan rendah. Tidak berbeda jauh halnya dengan bapak, kebanyakan bapak di ketiga provinsi tersebut berstatus pendidikan rendah. Tabel 29 menunjukkan secara umum, anak stunting di ketiga provinsi lebih banyak dari kelompok pendidikan ibu yang rendah. Rata-rata z-skor anak lebih tinggi pada kelompok ibu berpendidikan tinggi (-0.58±2.52) dibandingkan kelompok ibu yang berpendidikan rendah (-0.99±2.50). Rata-rata z-skor antar kedua kelompok tersebut signifikan berbeda (p=0.003). Tabel 30 menunjukkan secara umum, anak stunting di ketiga provinsi lebih banyak dari kelompok pendidikan bapak yang rendah Rata-rata z-skor anak lebih tinggi pada kelompok bapak pendidikan tinggi (-0.77±2.38) dibandingkan kelompok bapak pendidikan rendah (-1.01±2.58). Perbedaan rata-rata z-skor antara anak kelompok bapak pendidikan tinggi dan anak kelompok bapak pendidikan rendah tidak signifikan berbeda (p=0.132). Berdasarkan uji chisquare, pendidikan ibu dan pendidikan bapak yang rendah berhubungan dengan stunting pada anak usia 0-23 bulan (p<0.005). Tabel 29 Sebaran anak berdasarkan tingkat pendidikan ibu dan provinsi Pendidikan Normal Stunting Total Z-skor Ibu.n %.n %.n % PB/U Rendah Bali Jabar NTT ±2.50 Total Tinggi Bali Jabar NTT Total ±2.52 Total p-value 0.000** 0.003* *t-test, **chi-square

24 72 Tabel 30 Sebaran anak berdasarkan tingkat pendidikan bapak dan provinsi Pendidikan Bapak Rendah Normal Stunting Total Z-skor PB/U.n %.n %.n % Bali Jabar NTT Total ±2.58 Tinggi Bali Jabar NTT Total ±2.38 Total p-value 0.015** 0.132* *t-test, **chi-square Paritas Paritas adalah jumlah kelahiran hidup oleh ibu. Jumlah anak yang dikaji meliputi keseluruhan jumlah anak, baik laki-laki ataupun perempuan, yang tinggal bersama ibu kandungnya, ataupun yang masih hidup tetapi tidak tinggal bersama ibu kandungnya dan atau yang lahir hidup tetapi sudah meninggal. Tabel 31 menunjukkan rata-rata paritas antar ketiga provinsi Bali, Jabar dan NTT. Rata-rata paritas paling rendah di Bali ( ). Rata-rata paritas paling tinggi di NTT ( ). Rata-rata paritas di Jabar ada di antara rata-rata paritas Bali dan NTT ( ). Tabel 31 Rata-rata paritas di masing-masing provinsi Provinsi.n % Paritas Rata-rata SD Bali Jawa Barat NTT Total Missing: 13 Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), jumlah anak lahir hidup dibedakan menjadi dua, yaitu 0-2 orang disebut paritas rendah dan 3 orang atau lebih disebut paritas tinggi. Oleh karena itu penelitian ini mengkategorikan paritas menjadi dua, yaitu <3 anak dan >3 anak. Umumnya paritas di Bali dan Jabar tergolong rendah (<3 anak), sedangkan paritas di NTT tergolong tinggi (>3 anak). Tabel 32 menunjukkan di Bali sebaran anak stunting lebih banyak ditemukan pada kelompok ibu dengan paritas rendah,

25 sedangkan di Jabar dan NTT, anak stunting lebih banyak pada kelompok ibu dengan paritas tinggi. Tabel 32 Sebaran anak berdasarkan paritas dan provinsi Paritas Normal Stunting Total Z-skor.n %.n % n % PB/U Rendah Bali Jabar NTT ±2.53 Total Tinggi Bali Jabar NTT Total ±2.49 Total p-value 0.070** 0.171* *t-test, **chi-square Z-skor anak kelompok paritas tinggi lebih rendah (-0.99±2.49) dibandingkan dengan anak kelompok paritas rendah (-0.81±2.53). Perbedaan z- skor anak baduta antara paritas rendah dan paritas tinggi tidak berbeda nyata (p=0.171). Berdasarkan uji chi-square, tidak ada hubungan yang nyata antara paritas dengan stunting pada anak (p=0.070). Jarak Kelahiran Jarak kelahiran adalah interval waktu kelahiran antara anak 0-23 bulan dengan anak sebelumnya. Berdasarkan rekomendasi jarak kelahiran yang dikeluarkan oleh USAID (2000) adalah 3 tahun atau lebih, maka dalam penelitian ini digunakan kategori jarak kelahiran <3 tahun dan >3 tahun. Tabel 33 Rata-rata jarak kelahiran masing-masing provinsi Provinsi.n % Jarak kelahiran (tahun) Rata-rata SD Bali Jawa Barat NTT Total Tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata jarak kelahiran di Bali, Jabar maupun NTT. Rata-rata jarak kelahiran di Jawa Barat , di Bali dan di NTT Tabel 34 menunjukkan anak stunting di ketiga provinsi lebih banyak dari kelompok jarak kelahiran 3 tahun atau lebih. Namun

METODE. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian. Cara Penarikan Sampel

METODE. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian. Cara Penarikan Sampel 7 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010. Riskesdas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Lampiran 1 Jenis dan cara pengumpulan data 102 Lampiran 1 Jenis dan cara pengumpulan data No Data Cara Ukur Alat ukur 1 Konsumsi pangan hewani (anak) 24 jam-recall RKD10.IND blok IX: konsumsi makan individu 2 Inisiasi menyusui Kuesioner Eb02 3

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

RISET KESEHATAN DASAR 2010 BLOK

RISET KESEHATAN DASAR 2010 BLOK RISET KESEHATAN DASAR 2 BLOK KESEHATAN ANAK JENIS DATA Jenis data yang disajikan : berat badan lahir kepemikilan KMS dan Buku KIA, penimbangan balita, kapsul vitamin A, pemberian ASI proses mulai menyusui

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. Georgrafis Secara astronomis Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak antara 8 o 10-9 o 5 Lintang Selatan dan 115 o 46-119 o 5 Bujur Timur.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut Serta dalam Penelitian (Informed Consent)

LAMPIRAN. Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut Serta dalam Penelitian (Informed Consent) LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut Serta dalam Penelitian (Informed Consent) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Pekerjaan : Dengan sesungguhnya menyatakan

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi di samping air susu ibu kecuali air putih, untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

KUESIONER PERAN IBU. Lampiran:

KUESIONER PERAN IBU. Lampiran: Lampiran: KUESIONER PERAN IBU Petunjuk Pengisian 1. Untuk pertanyaan A, B, C, D diharapkan mengisi jawaban sesuai kolom yang tersedia dan memilih satu jawaban dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah. KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2014 Nama : Umur : Tingkat Pendidikan : Tidak Tamat Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN WANITA 2014 ISSN : No. Publikasi : 5314.1420 Katalog BPS : 2104003.5314 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah Halaman : xiv + 31 halaman Naskah : BPS Kabupaten Rote Ndao Penyunting :

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA INDONESIA

LAMPIRAN DATA INDONESIA LAMPIRAN DATA LAPORAN NEGARA PIHAK SESUAI PASAL 44 KONVENSI LAPORAN PERIODIK KETIGA DAN KEEMPAT NEGARA PIHAK TAHUN 2007 INDONESIA - 1 - DAFTAR TABEL DAN GRAFIK TABEL Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Golongan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan dengan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas

Lebih terperinci

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi baik untuk jajaran manajemen kesehatan maupun untuk masyarakat umum perlu disediakan suatu paket data/informasi kesehatan yang ringkas

Lebih terperinci

MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI PENDAHULUAN. Secara nasional cakupan ASI. belum keluar dan alasan tradisi dan. untuk bayi sampai umur 6 bulan

MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI PENDAHULUAN. Secara nasional cakupan ASI. belum keluar dan alasan tradisi dan. untuk bayi sampai umur 6 bulan PENDAHULUAN Secara nasional cakupan ASI untuk bayi sampai umur 6 bulan mengalami fluktuasi, yaitu 24,3% pada tahun 2008, kemudian meningkat pada MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI belum keluar dan alasan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU KELUARGA MISKIN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU KELUARGA MISKIN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU KELUARGA MISKIN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF Di susun oleh : Ai Nurhayati GMK - A.5633 Komisi Pembimbing Ketua : Prof.Dr. Ir. Hardinsyah, MS Anggota: Prof.DR.Ir. Hidayat

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI 13 12 11 10 9 8 7 Hari Anak-Anak Balita 8 April 6 5 4 3 SITUASI 2 BALITA PENDEK BALITA PENDEK Pembangunan kesehatan dalam periode

Lebih terperinci

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Petunjuk Pengisian Kuesioner : Usia : tahun. 2. Tamat SD. 3. Tamat SMP. 4. Tamat SMA. 5. Tamat PT. : 1. Ibu Rumah Tangga 2. PNS. 3.

Petunjuk Pengisian Kuesioner : Usia : tahun. 2. Tamat SD. 3. Tamat SMP. 4. Tamat SMA. 5. Tamat PT. : 1. Ibu Rumah Tangga 2. PNS. 3. Lampiran 1 Kode Responden : Tanggal Pengisian Kuesioner : Petunjuk Pengisian Kuesioner : Berilah tanda silang (x) hanya pada satu jawaban yang sesuai dengan pendapat dan kenyataan yang dimiliki pada setiap

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 0 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-

KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 0 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program- PETA KESEHATAN INDONESIA TAHUN 0 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 0 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan zat gizi bagi anak merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada anak merupakan cara terbaik untuk meningkatkan

Lebih terperinci

demam tinggi, buah dada membengkak dan bernanah (abses) menyebabkan anak tidak boleh diberi ASI (Oswari 1986). Produksi ASI dipengaruhi konsumsi

demam tinggi, buah dada membengkak dan bernanah (abses) menyebabkan anak tidak boleh diberi ASI (Oswari 1986). Produksi ASI dipengaruhi konsumsi 29 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan literatur kepustakaan, disusun diagram pohon tentang berbagai kemungkinan faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif (Gambar 6). Menurut Delp et al. ( Hardinsyah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA BULAN DI PUSKESMAS TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2014

KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA BULAN DI PUSKESMAS TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2014 KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI PUSKESMAS TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2014 A. Karakteristik Ibu 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : 4.

Lebih terperinci

MASALAH DAN STRATEGI PENINGKATAN CAKUPAN ASI EKSKLUSIF DI INDONESIA. Ratih Putri Damayati 1 1 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia

MASALAH DAN STRATEGI PENINGKATAN CAKUPAN ASI EKSKLUSIF DI INDONESIA. Ratih Putri Damayati 1 1 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia MASALAH DAN STRATEGI PENINGKATAN CAKUPAN ASI EKSKLUSIF DI INDONESIA Ratih Putri Damayati 1 1 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

STATISTIK KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI 2014 ISSN : 2355-2964 Katalog BPS : 2301104.51 Nomor Publikasi : 51521.1502 Ukuran Buku : 14,8 cm x 21 cm Jumlah Halaman : xi + 75 halaman Naskah : BPS Provinsi

Lebih terperinci

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA PULAU BALI 1. Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" -

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Hasil pemilahan data dari sebanyak 2.822 rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-11 bulan yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera, hanya 1.749 rumah tangga

Lebih terperinci

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG KatalogBPS:4102004.18 Kerjasama BadanPerencanaanPembangunanDaerahLampung dan BadanPusatStatitistikProvinsiLampung BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI LAMPUNG 2012

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Perawatan Kehamilan di Desa Manis Kabupaten Asahan Kecamatan Pulau Rakyat Tahun 2016

Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Perawatan Kehamilan di Desa Manis Kabupaten Asahan Kecamatan Pulau Rakyat Tahun 2016 112 Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Perawatan Kehamilan di Desa Manis Kabupaten Asahan Kecamatan Pulau Rakyat Tahun 2016 Nama Responden : 1. Faktor Internal

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

4203002 2 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 PROFIL KESEHATAN ffiu DAN ANAK 2012 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 ISSN: 2087-4480 No. Publikasi: 04230.1202 Katalog BPS: 4203002 Ukuran Buku: 18,2 cm x

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak menurut rekomendasi WHO adalah memberikan hanya ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, meneruskan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

KUESIONER FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA KOLAM KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010

KUESIONER FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA KOLAM KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Lampiran 1 KUESIONER FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA KOLAM KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Alamat Responden : I. Identitas Responden 1. Nama :

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Berdasarkan 22 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam Rencana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Penelitian mengenai studi karakteristik pertumbuhan anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2011 dengan menggunakan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan METODE PENELITIAN Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Riskesdas 2007 diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2011 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2011 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 91522.1205 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100 Ukuran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi. Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang Puskesmas Citarik. Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi. Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang Puskesmas Citarik. Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional 37 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian ini merupakan penelitian survey yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini terdiri dari 3 Puskesmas yaitu Kadudampit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Tilote sebagai salah satu pelayanan dasar dan terdepan di Kecamatan Tilango memberikan pelayanan rawat jaan dan rawat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 No. 16/07/33/16/Th.I, 16 Juli 2017 STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 Pemuda adalah bagian dari penduduk usia produktif yaitu berumur 16-30 tahun. Jumlah pemuda di Kabupaten Blora adalah 167.881 jiwa atau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan potensi dasar dan alami dari setiap individu yang sangat diperlukan pada awal kehidupan dan pertumbuhan manusia. Apabila unsur dasar tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air Susu Ibu atau yang sering disingkat dengan ASI merupakan satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki komposisi gizi yang paling lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian KMS Balita KMS adalah kartu yang memuat grafik pertumbuhan serta indikator perkembangan yang bermanfaat untuk mencatat dan memantau tumbuh kembang balita setiap bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman (Depkes, 2004). ASI

BAB I PENDAHULUAN. berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman (Depkes, 2004). ASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman (Depkes, 2004). ASI Eksklusif adalah bayi

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI RUSUNAWA FLAMBOYAN CENGKARENG JAKARTA BARAT

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI RUSUNAWA FLAMBOYAN CENGKARENG JAKARTA BARAT Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI RUSUNAWA FLAMBOYAN CENGKARENG JAKARTA BARAT No. Sampel : RT/RW : Pewawancara : Tanggal Wawancara : 1. IDENTITAS IBU/RESPONDEN

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari,

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA ii Kata Pengantar i DAFTAR ISI Kata Pengantar...i Daftar Isi... iii Daftar Tabel...v Daftar Gambar...xi Bab I KEPENDUDUKAN... 1 Bab II INDIKATOR GENDER... 9 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development

Lebih terperinci

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya PENDAHULUAN Studi demografi menekankan tiga fenomena perubahan penduduk, yakni: 1. Dinamika Penduduk (Population

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator dalam derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian

Lebih terperinci

https://rotendaokab.bps.go.id

https://rotendaokab.bps.go.id KATA PENGANTAR Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 disusun guna memenuhi kebutuhan pengguna data statistik khususnya data statistik sosial. Oleh karena itu BPS Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai 2 tahun merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai 2 tahun merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai 2 tahun merupakan hal sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang optimal. Sasaran yang akan dicapai, meningkatnya

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 29,7 cm Jumlah halaman : 60 + ix halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Kesehatan menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi gizi kurang.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia ==================================================================================== BAB I Pendahuluan Secara harfiah kata Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini.

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini. gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini. a. Urusan Pendidikan 1) Angka Melek Huruf Angka melek huruf merupakan tolok ukur capaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci