HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hartanti Yulia Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Hasil pemilahan data dari sebanyak rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-11 bulan yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera, hanya rumah tangga yang memenuhi syarat untuk dianalisis datanya. Sampel yang dianalisis yaitu mempunyai catatan berat lahir dan dilakukan pengukuran berat badan serta panjang badan ketika anak berusia 6 11 bulan. Tabel 3 Karakteristik Responden (Berat Bayi Lahir dan Anak 6 11 bulan) No Peubah n % Rata rata ± SD Minimummaksimum 1 Berat Bayi Lahir (gram) - < (BBLR) < < ,7 26,4 39,3 29, ± 505, s/d Status Gizi Anak (BB/U) - Buruk - Kurang - Normal - Lebih ,6 9,1 81,7 4,3-0,517± 1,52-5,6 s/d 5,53 3 Status Gizi Anak (BB/TB) - Sangat Kurus - Kurus - Normal - Gemuk ,8 8,9 57,9 17,3 0,35 ± 2,719-6,96 s/d 6,28 4 Status Gizi anak (TB/U) - Sangat Pendek - Pendek - Normal ,8 10,1 71,1 0,022 ± 3,221-5,95 s/ d 6,14 5 Pemantauan Pertumbuhan - Tidak Pernah - < 1-3 kali - 4 kali ,3 19,6 72,2 4,62 ± 1,91 0 s/d 11 6 Penyakit Infeksi - Tidak Infeksi - Infeksi ,1 52,9
2 50 Tabel 4 Karakteristik Ibu dan Keluarga No Peubah n % Rata rata±sd Minimum- Maksimum 1 Status Gizi Ibu (IMT) - Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas ,2 68,7 10,1 12,1 22,69 ± 3,69 10 s/d 40 2 Umur Ibu Saat Hamil - Risiko (< 20 atau > 35 thn) - Tidak Risiko (20 s/d 35 thn) ,7 76,3 27,66 ± 5,98 14 s/d 49 3 Pendidikan Ibu (tahun) - Rendah (< 9 tahun) - Sedang (9-12 tahun) - Tinggi (> 12 tahun) ,3 27,3 39,4 4,01 ± 1,16 0 s/d 16 4 Tinggi Badan Ibu - Risiko ( < 150 cm) - Tidak Risiko ( 150 cm) ,2 74,8 152,69 ± 5, s/d Pemeriksaan Kehamilan - < 4 kali - 4 kali ,9 91,1 6 Paritas - 3 orang - 2 orang - 1 orang ,6 27,3 34,1 2,54 ± 1,76 1 s/d 12 7 Pengeluaran (Rp) - Kuintil I - Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V ,0 24,6 19,7 17,1 11, ± s/d Jumlah Anggota Keluarga - Besar ( 7 orang) - Sedang (5 6 orang) - Kecil ( 4 orang) ,2 37,2 44,6 5,02 ± 1,71 2 s/d 12 9 Kebiasan merokok KK - Merokok - Tidak
3 51 Prevalensi bayi dengan berat lahir < gram (BBLR) yaitu 4,7% dan rata - rata berat bayi lahir gram dengan berat lahir paling rendah gram dan tertinggi gram. Masalah gizi pada anak usia 6 11 bulan ; gizi buruk 4,6%, sangat kurus 15,8% dan sangat pendek 18,8%. Masalah gizi akut / wasting yaitu 24,7% (Sangat kurus + kurus), masalah gizi kronis / stunting yaitu 28,9% (Sangat pendek + pendek) dan masalah gizi kurang / underweight yaitu 13,7% (Gizi buruk + kurang). Selain itu terdapat masalah kegemukan pada anak di wilayah Sumatera yaitu 17,3%. Pemantauan pertumbuhan yang dinilai berdasarkan frekuensi penimbangan anak dalam 6 bulan terakhir ternyata 8,3% tidak pernah ditimbang, penimbangan secara teratur < 80% dan status kesehatan yaitu 52,9% pernah menderita penyakit infeksi (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat rata rata usia ibu pada saat hamil 27,66 tahun dan 23,7% hamil pada usia yang berisiko (< 20 atau > 35 tahun). Rata-rata tinggi badan ibu 152,69 cm dan rata-rata paritas 2,54 serta rata rata ibu berpendidikan tingkat sedang (SMP dan SMA). Sebagian besar ibu hamil pernah memeriksakan kehamilan yaitu 91,1%. Rata rata pengeluaran rumah tangga perkapita setiap bulan Rp ,- dengan rata rata jumlah anggota keluarga 5 orang dan 90,2% kepala keluarga (Bapak) mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah setiap hari. Tabel 5 Karakteristik Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan No Peubah n % Rata rata ± SD Minimum- Maksimum 1 Sanitasi lingkungan - Buruk - Kurang - Baik ,7 66,2 32,1 22,69 ± 3,69 11 s/d 52 2 Akses Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,5 70,7 9,8 10,39 ± 1,78 5 s/d 15 3 Pemanfaatan Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,4 46,2 33,4 21,95 ± 5,43 8 s/d 42
4 52 Penilaian terhadap sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan beberapa pertanyaan dan kemudian dilakukan skoring. Hasil penilaian dikatakan buruk jika < 60%, kurang jika 60-80% dan baik jika > 80% dari total skor yang diperoleh. Berdasarkan Tabel 5, sanitasi lingkungan tempat tinggal responden dengan rata - rata skor 22,69 (60 80% dari skor total) artinya pada kondisi lingkungan kategori tingkat kurang. Akses terhadap pelayanan kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagian besar masih kurang (70,7% dan 46,2%) serta masih ditemukan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang buruk di wilayah Sumatera yaitu masing - masing 9,5% dan 20,4%. Berat Bayi Lahir Berat bayi lahir adalah berat bayi yang baru lahir yang ditimbang dengan timbangan bayi segera saat bayi lahir sampai 24 jam pertama setelah lahir. Seorang bayi yang sehat dan cukup bulan, pada umumnya mempunyai berat badan lahir gram atau lebih. Bayi dikatakan mempunyai berat bayi lahir rendah jika berat lahirnya kurang dari gram (Depkes RI 2009). Tabel 6 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Provinsi di Sumatera No Provinsi Berat Bayi Lahir (gram) < < < n % n % n % n % DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau ,0 2,4 5,8 3,9 3,5 3,3 4,3 7,0 13,2 3, ,1 25,5 20,7 26,0 24,6 40,0 21,7 29,7 31,1 27, ,5 36,9 40,7 45,5 46,5 35,3 39,1 32,0 30,2 46, ,5 35,2 32,8 24,7 25,4 21,3 34,8 31,3 25,5 22,1 Total 83 4, , , ,6
5 53 Prevalensi bayi lahir dengan berat badan < gram (BBLR) paling tinggi di Provinsi Bangka Belitung yaitu 13,2% sedangkan prevalensi BBLR terendah di Provinsi Sumatera Utara yaitu 2,4%. Prevalensi bayi yang lahir dengan berat badan > gram paling tinggi di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Ada 2 provinsi yang banyak bayi lahir dengan berat badan < gram yaitu Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (43,3% dan 44,3%) sedangkan di Provinsi Bengkulu paling sedikit bayi yang lahir dengan berat badan < gram yaitu 26% (Tabel 6). Tabel 7 Sebaran Anak menurut Pelayanan Kesehatan, Sanitasi Lingkungan, Kebiasaan Merokok dan Berat Bayi Lahir No Peubah Berat Bayi Lahir (gram) < < < n % n % n % n % 1 Pemeriksaan Kehamilan - Tidak - Ya ,1 2, ,4 25, ,8 40, ,7 31,1 2 Akses Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,0 4,8 4, ,3 25,5 26, ,7 39,2 40, ,9 30,5 28,3 3 Sanitasi Lingkungan - Buruk - Kurang - Baik ,7 5,2 3, ,3 27,4 23, ,0 37,9 42, ,0 29,5 30,3 4 Kebiasaan Merokok - Ya - Tidak ,6 6, ,0 21, ,4 37, ,1 34,7 Berdasarkan Tabel 7, pemeriksaan kehamilan terlihat mempunyai perbedaan dalam persentase berat bayi yang dilahirkan. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilan mempunyai prevalensi berat bayi lahir < gram (BBLR) lebih tinggi dibandingkan ibu hamil yang memeriksakan kehamilan yaitu 32,1% dan 2,1%. Kelompok bayi dengan berat badan gram lebih banyak
6 54 berasal dari ibu yang pada saat hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tidak memeriksakan kehamilan. Akses terhadap pelayanan kesehatan yaitu kemudahan dalam memperoleh/menjangkau pelayanan kesehatan. Kelahiran BBLR paling banyak berasal dari ibu yang tinggal dengan akses terhadap pelayanan kesehatan buruk dan kurang dibandingkan ibu dengan akses pelayanan kesehatan yang baik. Berdasarkan sanitasi lingkungan terlihat bahwa pada keluarga dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan kurang memiliki prevalensi BBLR lebih tinggi dibandingkan keluarga dengan sanitasi baik. Prevalensi bayi lahir dengan berat badan gram kebanyakan berasal dari rumah tangga dengan kepala keluarga yang mempunyai kebiasaan tidak merokok dalam rumah yaitu 34,7%. Tabel 8 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi dan Berat Bayi Lahir No Peubah Berat Bayi Lahir (gram) < < < n % n % n % n % 1 Tingkat Pengeluaran - Kuintil I - Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V ,3 5,1 4,1 5,0 3, ,7 29,2 25,9 26,4 27, ,3 36,4 37,2 38,5 47, ,7 29,2 32,8 30,1 21,7 2 Tinggi Badan Ibu - Risiko - Tidak Risiko ,0 4, ,6 25, ,6 39, ,8 30,5 3 4 Pendidikan Ibu - Rendah - Sedang - Tinggi Umur Ibu - Risiko - Tidak Risiko ,3 2,7 2,3 11,1 2, \ ,8 29,5 23,8 23,2 27, \ ,3 39,1 41,1 38,4 39, ,6 28,7 32,8 \ 27,3 30,3 5 Paritas - Paritas 3 orang - Paritas 2 orang - Paritas 1 orang ,5 3,4 5, ,2 24,5 32, ,6 38,6 38, ,6 33,5 23,7
7 55 Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga, semakin tinggi pengeluaran rumah tangga maka semakin rendah prevalensi bayi yang lahir dengan berat badan < gram. Ibu dengan tinggi badan risiko (<150 cm) mempunyai prevalensi berat badan lahir < gram dan < gram lebih tinggi dibandingkan ibu yang tinggi badan tidak risiko. Sebaliknya bayi lahir dengan berat badan gram prevalensinya lebih tinggi pada kelompok ibu dengan tinggi badan tidak risiko. Berdasarkan tingkat pendidikan, ibu yang pendidikannya rendah (< 6 tahun) mempunyai prevalensi BBLR paling tinggi yaitu 11,3%. Sebaliknya bayi yang lahir dengan berat badan normal prevalensinya lebih tinggi pada ibu dengan pendidikan yang lebih baik yaitu tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Umur ibu pada saat hamil yang tidak berisiko cenderung melahirkan bayi dengan berat badan normal lebih tinggi dibandingkan ibu yang hamil pada unur risiko. Prevalensi BBLR lebih tinggi pada kelompok ibu yang hamil pada umur risiko (umur < 20 tahun dan > 35 tahun) dibandingkan dengan yang tidak risiko (umur tahun). Sedangkan berdasarkan tingkat paritas prevalensi bayi lahir dengan berat < gram (BBLR) paling rendah pada kelompok ibu paritas dua dan prevalensi bayi yang lahir dengan berat badan gram paling tinggi pada kelompok paritas 3 (Tabel 8). Status Gizi Anak Status gizi anak diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan/panjang badan (TB). Variabel berat badan dan panjang badan anak ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Untuk menilai status gizi anak maka angka berat badan dan panjang badan serta umur anak dikonversikan ke dalam bentuk nilai standar Z-score dengan menggunakan baku antropometri WHO 2005 dengan menggunakan Program Anthro Berdasarkan nilai Z score ini ditentukan status gizi balita pada tiap indikator.
8 56 Berat Badan menurut Umur (BB/U) Indikator berat badan menurut umur (BB/U) memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum dan tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi buruk dan gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut. Status gizi indikator BB/U lebih mencerminkan status gizi saat ini. Berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, misalnya terserang peyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Tabel 9 Sebaran Anak menurut Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U dan Provinsi di Sumatera No Provinsi Status Gizi Anak berdasarkan Indikator BB/U Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau ,5 5,5 4,0 5,8 5,3 3,3 4,3 1,7 3,9 1, ,0 11,1 8,8 7,8 7,9 8,0 7,8 4,7 10,4 6, ,0 80,2 82,7 79,9 79,8 82,0 87,0 86,7 83,0 92, ,5 3,1 4,6 6,5 7,0 6,7 3,5 4,7 2,8 0 Total 80 4, , ,1 73 4,2 Tabel 9 menyajikan prevalensi status gizi anak usia 6 11 bulan berdasarkan indikator berat badan menurut umur di 10 provinsi wilayah Sumatera. Prevalensi gizi buruk tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yaitu 7,5% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau yaitu 1,3%. Ada 3 provinsi yang mengalami masalah gizi kurang (buruk + kurang) masih diatas prevalensi rata rata yaitu Provinsi DI Aceh, Sumatera Utara dan Bangka Belitung. Ada 5 provinsi yang
9 57 mempunyai anak dengan status gizi normal diatas angka rata rata yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung dan Sumatera Barat. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang (underweight) hasil penelitian ini adalah 13,7% sedangkan prevalensi nasional 12,9%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target Mellinium Develoment Goals (MDGs) untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka untuk wilayah Sumatera target - target tersebut sudah tercapai yaitu < 18,5% tetapi masih ada provinsi yang belum mencapai target tersebut yaitu Provinsi DI Aceh dengan prevalensi kurang gizi 20,5%. Tabel 10 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U Berat Bayi Lahir (gram) - < < < Status Gizi berdasarkan BB/U Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % ,7 5,2 4,4 2, ,8 11,9 9,9 5, ,9 79,2 81,5 87, ,6 3,7 4,2 4,6 Berdasarkan berat bayi lahir status gizi anak ketika berusia 6 11 bulan indikator BB/U prevalensi gizi buruk paling tinggi pada kelompok bayi yang lahir dengan berat badan < gram. Prevalensi gizi kurang lebih tinggi pada kelompok anak yang lahir dengan berat badan < gram dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan gram. Semakin tinggi berat badan lahir maka semakin tinggi prevalensi status gizi baik pada anak ketika berumur 6 11 bulan. Anak gizi buruk yang berasal dari kelompok dengan berat lahir gram paling sedikit dibandingkan kelompok lain yaitu 2,5%. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara berat bayi lahir dengan status gizi anak ketika berusia 6 11 bulan (Tabel 10).
10 58 Tabel 11 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi Demografi dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U No Peubah Status Gizi berdasarkan BB/U Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % 1 Tingkat Pengeluaran - Kuintil I - Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V ,3 4,9 5,2 2,7 3, ,3 8,8 5,2 9,7 8, ,5 82,4 85,8 83,3 84, ,9 3,9 3,8 4,3 3,4 2 Pendidikan Ibu - Rendah - Sedang - Tinggi ,8 5,6 2, ,5 9, ,9 80,8 84, ,8 4,2 4,5 3 Status Gizi Ibu - Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas ,0 4,8 4,9 1, ,7 9,8 6,7 6, ,7 81, , ,7 4,3 4,9 4,1 4 Anggota RT - Besar - Sedang - Kecil ,7 4,0 4, ,8 10,0 7, ,4 81,4 83, , ,8 Berdasarkan Tabel 11 di atas, tingkat pengeluaran rumah tangga tidak berhubungan dengan status gizi anak uisa 6 11 bulan. Ibu balita dengan pendidikan rendah paling banyak yang menderita gizi buruk dan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik status gizi anaknya hal ini menunjukan adanya hubungan status gizi dengan tingkat pendidikan ibu. Status gizi ibu yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) berhubungan dengan status gizi anaknya. Hal tersebut terlihat kelompok ibu dengan status gizi kategori kurus mempunyai anak dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi dan semakin baik status gizi ibu terlihat semakin baik juga status gizi anaknya. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi pada kelompok dengan
11 59 anggota rumah tangga besar ( 7 orang) dan semakin sedikit anggota rumah tangga prevalensi anak gizi baik semakin tinggi. Tabel 12 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U No Peubah Status Gizi berdasarkan BB/U Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % 1 Penyakit Infeksi - Pernah infeksi - Tidak pernah infeksi ,8 4, ,9 8, ,6 82, ,7 4,7 2 Pemantauan pertumbuhan - Buruk - Kurang - Baik ,7 5,9 2, ,7 11,4 7, ,6 79,2 84, ,1 3,5 4,6 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi pada kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi dalam 12 bulan terakhir sedangkan kelompok anak yang tidak pernah menderita penyakit infeksi mempunyai prevalensi status gizi baik yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara penyakit infeksi yang pernah diderita dengan status gizi anak. Pemantauan pertumbuhan dalam 6 bulan terakhir berhubungan dengan status gizi anak hal ini terlihat dari prevalensi gizi buruk 16,7% pada kelompok anak yang tidak pernah ditimbang dan prevalensi tersebut paling tinggi dibandingkan kelompok anak yang pernah menimbang 1 kali atau 4 kali dalam 6 bulan terakhir. Pemantauan pertumbuhan dapat mencegah terjadinya penurunan status gizi pada anak karena dengan pemantauan pertumbuhan secara rutin dapat diketahui lebih dini jika ada gangguan dalam pertumbuhan anak. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan prevalensi anak dengan status gizi baik pada kelompok yang melakukan pemantauan pertumbuhan 4 kali dalam 6 bulan terakhir.
12 60 Tabel 13 Sebaran Anak menurut Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U No Peubah Status Gizi berdasarkan BB/U Buruk Kurang Baik Lebih n % n % n % n % 1 Sanitasi Lingkungan - Buruk - Kurang - Baik ,3 5,5 2, ,7 9,5 8, ,7 81,2 84, ,3 3,8 5,0 2 Akses Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,4 4,7 3, ,1 8,9 7, ,5 81,8 85, ,0 4,6 3,2 3 Pemanfaatan Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,0 4,5 2, ,6 8,9 7, ,4 82,2 85, ,9 4,1 4,4 Berdasarkan sanitasi lingkungan tempat tinggal responden, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang buruk (13,3% dan 16,7%) sebaliknya prevalensi status gizi baik paling tinggi pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang baik yaitu 84,8%. Semakin baik sanitasi lingkungan tempat tinggal maka prevalensi status gizi baik semakin tinggi. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan tempat tinggal dengan status gizi anak. Akses terhadap pelayananan kesehatan berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang semakin meningkat pada kelompok yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kurang dan buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya akses terhadap pelayanan kesehatan ini berarti dengan kemudahan dalam menjangkau pelayanan kesehatan akan menunjang peningkatan status gizi anak. Pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang semakin meningkat pada kelompok yang memanfaatkan pelayanan kesehatan kurang dan
13 61 buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan ini berarti dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia akan mencegah terjadinya penurunan status gizi anak (Tabel 13). Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang singkat. Pada kondisi dengan adanya penyakit infeksi dan kurang gizi berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya sehingga anak menjadi kurus. Indikator BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi karena BB/TB dapat memberikan gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan sehingga indeks ini dijadikan indikator kekurusan dan kegemukan. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z-score < -3,0 SD. Tabel 14 Sebaran Anak menurut Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB dan Provinsi di Sumatera No Provinsi Status Gizi Anak berdasarkan Indikator BB/TB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk n % n % n % n % DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau ,6 22,0 13,1 19,5 14,0 16,0 8,7 10,2 8,5 13, ,3 10,6 11,2 7,8 5,3 8,0 4,3 8,6 6,6 7, ,6 50,7 62,9 48,1 65,8 58,0 66,1 60,9 72,6 63, ,5 16,7 12,8 24,7 14,9 18,0 20,9 20,3 12,3 15,6 Total , , , ,2
14 62 Tabel 14 menyajikan prevalensi status gizi anak usia 6 11 bulan berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan di 10 provinsi wilayah Sumatera. Prevalensi sangat kurus tertinggi di Provinsi Sumatera Utara yaitu 22% dan terendah di Provinsi Bangka Belitung yaitu 8,5%. Ada 9 provinsi yang mengalami masalah gizi kronis (sangat kurus + kurus) merupakan masalah sangat kritis (> 15%) yaitu Provinsi Sumatera Utara, Riau, DI Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Lampung. Hasil penelitian ini secara keseluruhan di wilayah Sumatera prevalensi wasting (sangat kurus + kurus) pada anak uia 6-11 bulan adalah 24,7% sedangkan prevalensi nasional 15,4%. Hal ini menunjukan bahwa masalah kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kritis karena sesuai dengan kriteria yang ditetapkan WHO (2005), dikatakan masalah kesehatan kritis jika prevalensi wasting > 15%, 10 14,9% masalah serius dan > 5% mengidikasikan adanya masalah kesehatan masyarakat. Tabel 15 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB Berat Bayi Lahir (gram) Status Gizi berdasarkan BB/TB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk n % n % n % n % - < < < ,9 19,1 16,2 11, ,4 10,2 8,3 8, ,0 56,2 58,6 61, ,7 14,5 16,9 19,3 Tabel 15 di atas menunjukan bahwa prevalensi status gizi sangat kurus paling tinggi pada kelompok anak yang lahir dengan berat badan < gram (BBLR) sedangkan status gizi kurus paling tinggi pada kelompok anak dengan berat lahir < gram. Semakin baik berat badan pada waktu lahir maka prevalensi status gizi normal semakin meningkat. Masalah wasting (sangat kurus + kurus) paling tinggi prevalensinya pada kelompok anak dengan berat lahir < gram yaitu 31,2%. Selain itu prevalensi gizi lebih paling tinggi pada kelompok anak yang lahir dengan berat badan < gram yaitu 21,7%.
15 63 Tabel 16 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi Demografi dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB No Peubah Status Gizi berdasarkan BB/TB Sgt Kurus Kurus Normal Gemuk n % n % n % n % 1 Tingkat Pengeluaran - Kuintil I - Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V ,2 18,1 16,0 14,1 16, ,7 10,2 8,1 7,0 7, ,2 52,2 59,3 61,4 59, ,9 19,5 16,6 17,4 16,3 2 Pendidikan Ibu - Rendah - Sedang - Tinggi ,0 18,2 13, ,3 9,9 7, ,0 56,2 62, ,7 15,7 17,0 3 Status Gizi Ibu - Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas ,0 16,6 12,2 10, ,7 9,3 9,8 6, ,3 57,3 59,1 66, ,0 16,8 18,9 16,8 4 Anggota Keluarga - Besar - Sedang - Kecil ,0 14,4 16, ,9 9,2 8, ,7 57,9 59, ,4 18,4 16,1 Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga tidak terlihat perbedaan prevalensi status gizi indikator BB/TB antara rumah tangga pada semua kuintil. Hal tersebut dimungkinkan karena pengeluaran yang dihitung adalah pengeluaran total artinya tingkat pengeluaran yang tinggi belum tentu untuk keperluan makanan. Menurut tingkat pendidikan ibu prevalensi sangat kurus paling tinggi pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan sedang (9-12 tahun) dan prevalensi kurus paling tinggi pada kelompok ibu berpendidikan rendah (< 9 tahun). Semakin baik tingkat pendidikan ibu semakin baik juga status gizi anak, hal ini ditunjukan dengan meningkatnya prevalensi anak gizi normal pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah dan sedang.
16 64 Status gizi ibu yang dinilai berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) berhubungan dengan status gizi anaknya. Hal tersebut terbukti dengan semakin baik status gizi ibu prevalensi status gizi normal pada anak semakin meningkat. Prevalensi sangat kurus dan kurus paling tinggi pada kelompok ibu dengan IMT < 18. Berdasarkan jumlah anggota keluarga prevalensi sangat kurus paling tinggi pada kelompok rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang lebih banyak tetapi prevalensi kurus paling banyak pada kelompok dengan anggota rumah tangga sedang. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak ada hubungan secara langsung jumlah anggota kelurga dengan status gizi anak (Tabel 16). Tabel 17 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB No Peubah Status Gizi berdasarkan BB/TB Sgt Kurus Kurus Normal Gemuk n % n % n % n % 1 Penyakit Infeksi - Pernah infeksi - Tidak pernah ,9 14, ,9 10, ,7 56, ,5 19,2 2 Pemantauan pertumbuhan - Buruk - Kurang - Baik ,1 22,9 11, ,9 11,7 7, ,2 47,5 63, ,9 17,9 17,4 Berdasarkan Tabel 17 di atas, dapat dilihat bahwa anak dengan status gizi sangat kurus prevalensinya lebih tinggi pada kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi dalam 12 bulan terakhir dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita infeksi. Kelompok anak yang tidak pernah menderita penyakit infeksi mempunyai prevalensi status gizi normal lebih tinggi dibandingkan anak yang pernah menderita penyakit infeksi. Pemantauan pertumbuhan secara rutin berhubungan dengan peningkatan status gizi anak. Hal tersebut terlihat dari anak yang tidak pernah ditimbang dalam 6 bulan terakhir mempunyai prevalensi status gizi sangat kurus dan kurus lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang rutin dilakukan pemantauan
17 65 pertumbuhannya. Adanya peningkatan prevalensi anak dengan status gizi normal pada kelompok dengan pemantauan pertumbuhan baik ( 4 kali dalam 6 bulan terakhir). Pemantauan pertumbuhan dapat mendeteksi lebih dini jika ada tanda tanda masalah gizi yang dihadapi anak sehingga dapat dilakukan perbaikan dengan cepat. Tabel 18 Sebaran Anak menurut Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB No Peubah Status Gizi berdasarkan BB/TB Sgt Kurus Kurus Normal Gemuk n % n % N % n % 1 Sanitasi Lingkungan - Buruk - Kurang - Baik ,0 16,0 14, ,3 9,4 8, ,7 57,3 59, ,0 17,3 17,5 2 Akses Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,5 15,9 14, ,2 8,7 9, ,2 58,3 59, ,1 17,2 17,1 3 Pemanfaatan Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,2 16,4 12, ,6 8,6 8, ,7 58,3 62, ,5 16,7 17,1 Berdasarkan sanitasi lingkungan tempat tinggal responden terlihat prevalensi tertinggi status gizi sangat kurus pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan prevalensi tertinggi status gizi kurus pada kelompok dengan sanitasi kurang. Adanya peningkatan prevalensi status gizi normal seiring dengan perbaikan sanitasi lingkungan. Akses terhadap pelayanan kesehatan berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi status gizi sangat kurus dan kurus yang semakin meningkat pada kelompok yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kurang dan buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya akses terhadap pelayanan kesehatan ini berarti dengan kemudahan dalam menjangkau pelayanan kesehatan akan menunjang peningkatan status gizi anak.
18 66 Pemanfaatan pelayananan kesehatan juga berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi status gizi sangat kurus dan kurus yang semakin meningkat pada kelompok yang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan ini berarti dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia akan mencegah terjadinya penurunan status gizi anak (Tabel 18). Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Status gizi berdasarkan indikator tinggi badan / panjang badan menurut umur (TB/U) merupakan gambaran status gizi dalam jangka waktu yang lama (kronis), artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku, pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik. Indeks TB/U mengambarkan pertumbuhan skletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertambahan umur (Riyadi 2003). Tabel 19 Sebaran Anak menurut Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U dan Provinsi di Sumatera No Provinsi Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal n % n % n % DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau ,8 20,5 12,5 24,7 19,3 13,3 21,7 21,1 17,9 14, ,9 8,2 10,6 7,1 10,5 11,3 14,8 8,6 9,4 16, ,2 71,3 76,9 68, ,3 63, ,6 68,8 Total , , ,2
19 67 Tabel 19 menyajikan prevalensi status gizi anak usia 6 11 bulan berdasarkan indikator panjang badan menurut umur di 10 provinsi wilayah Sumatera. Prevalensi sangat pendek tertinggi di Provinsi DI Aceh dan terendah di Provinsi Sumatera Barat. Masalah gizi kronis (sangat pendek + pendek) masih diatas angka rata rata yaitu di Provinsi DI Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu dan Kepulauan Riau. Masalah pendek pada anak usia 6 11 bulan masih tinggi yaitu 28,9%. Namun jika dibandingkan dengan prevalensi pendek anak usia 6 11 bulan masih dibawah angka nasional yaitu 34,2%. Tabel 20 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U Berat Bayi Lahir (gram) Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal n % n % n % - < < < ,3 18,9 18,0 17, ,2 11,9 10,2 8, ,4 69,2 71,8 73,7 Berdasarkan Tabel 20 di atas, prevalensi sangat pendek paling tinggi pada kelompok anak anak yang lahir dengan berat badan < gram (31,3% tetapi prevalensi pendek paling tinggi pada kelompok anak dengan berat lahir < gram (11,9%). Adanya peningkatan prevalensi status gizi normal sesuai dengan peningkatan berat bayi lahir. Kelompok anak yang lahir dengan berat badan gram setelah berusia 6 11 bulan mempunyai prevalensi sangat pendek paling sedikit dibandingkan kelompok yang lahir dengan berat < gram.
20 68 Tabel 21 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi Demografi dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U No Peubah Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal n % n % n % 1 Tingkat Pengeluaran - Kuintil I - Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V ,3 20,4 18,6 17,1 16, ,5 8,6 14,0 9,4 8, ,2 71,0 67,4 73,6 74,4 2 Pendidikan Ibu - Rendah - Sedang - Tinggi ,8 18,4 16, ,6 10,7 10, ,6 70,9 72,2 3 Status Gizi Ibu - Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas ,3 19,7 15,2 14, ,7 9,6 11,0 13, ,0 70,6 73,8 72,6 4 Jumlah anggota keluarga - Besar - Sedang - Kecil ,7 20,4 17, ,1 8,3 11, ,2 71,3 71,1 Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat ada perbedaan prevalensi status gizi sangat kurus pada kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga dan terjadi penurunan dengan bertambah baiknya pendapatan/pengeluaran. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam jangka waktu yang lama pengeluaran akan mempengaruhi jenis dan macam bahan makanan yang dipilih dan disesuaikan dengan ketersediaan uang. Menurut tingkat pendidikan ibu prevalensi sangat kurus paling tinggi pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan rendah (< 6 tahun). Semakin baik tingkat pendidikan ibu semakin baik juga status gizi anak, hal ini ditunjukan dengan meningkatnya prevalensi gizi normal pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah dan sedang.
21 69 Status gizi ibu yang dinilai berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) terlihat prevalensi masalah gizi kronis pada kelompok ibu dengan status gizi normal paling tinggi. Hal tersebut menunjukan tidak ada hubungan antara status gizi ibu dengan status gizi anaknya. Berdasarkan jumlah anggota keluarga prevalensi sangat pendek paling tinggi pada kelompok rumah tangga dengan anggota rumah tangga 4-6 orang (20,4%) dan prevalensi kurus paling banyak pada kelompok dengan anggota rumah tangga kecil dan besar yaitu 11,1%. Berdasarkan Tabel 22 di atas, dapat diihat bahwa anak dengan status gizi sangat pendek prevalensinya lebih tinggi pada kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi dalam 12 bulan terakhir sedangkan prevalensi status gizi normal tidak ada perbedaan antara kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi maupun yang tidak pernah menderita infeksi. Tabel 22 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U No Peubah Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal n % n % n % 1 Penyakit Infeksi - Pernah infeksi - Tidak pernah ,7 17, ,3 10, ,0 71,4 2 Pemantauan pertumbuhan - Buruk - Kurang - Baik ,5 22,6 17, ,5 7,3 10, ,0 70,1 72,1 Pemantauan pertumbuhan berhubungan dengan peningkatan status gizi anak karena dengan memantau pertumbuhan anak dapat dideteksi secara dini jika ada kelainan gizi pada anak. Hasil penelitian terlihat anak yang tidak pernah ditimbang dalam 6 bulan terakhir mempunyai prevalensi masalah gizi kronis (sangat pendek + pendek) lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang dilakukan pemantauan pertumbuhan secara rutin. Adanya peningkatan prevalensi anak dengan status gizi normal pada kelompok dengan pemantauan pertumbuhan 4 kali dalam 6 bulan terakhir.
22 70 Tabel 23 Sebaran Anak menurut Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U No Peubah Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal n % n % n % 1 Sanitasi Lingkungan - Buruk - Kurang - Baik ,7 19,3 17, ,7 10,6 9, ,7 70,1 73,1 2 Akses Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,9 18,4 17, ,2 9,7 11, ,9 71,9 70,8 3 Pemanfaatan Yankes - Buruk - Kurang - Baik ,2 17,9 16, ,8 9,7 9, ,0 72,5 74,4 Berdasarkan sanitasi lingkungan tempat tinggal responden terlihat prevalensi tertinggi status gizi sangat pendek dan pendek pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang kurang. Akses terhadap pelayanan kesehatan berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi status gizi sangat pendek paling tinggi pada kelompok yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan buruk. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan kemudahan dalam menjangkau pelayanan kesehatan akan menunjang peningkatan status gizi anak. Pemanfaatan pelayananan kesehatan juga berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi status gizi sangat pendek dan pendek yang semakin meningkat pada kelompok yang memanfaatkan pelayanan kesehatan kurang dan buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan ini berarti dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia akan mencegah terjadinya penurunan status gizi anak (Tabel 23).
23 71 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 24,7% 13,7% 15,8% 9,1% 8,9% 18,8% 10,1% 28,9% < -3 SD < -2 SD (<-3 SD + <-2 SD) 5,0% 4,6% 0,0% Underweight Wasting Stunting Gambar 2 Besaran Masalah Gizi di Sumatera berdasarkan Indikatot BB/U, BB/TB dan TB/U Berdasarkan ciri masalah gizi diketahui bahwa di wilayah Sumatera menghadapi masalah gizi akut-kronis, dimana prevalensi balita wasting mencapai 24,7% (> 5%), balita stunting mencapai 28,9% (> 20%) dan balita status gizi underweight sebesar 13,7% (> 10%). Tiga indeks status gizi dapat dijadikan pedoman dalam menentukan ciri masalah gizi di suatu wilayah apakah ciri masalah gizi akut, masalah gizi kronis atau masalah gizi akut-kronis. Depkes RI (2009) membagi 3 (tiga) masalah gizi wilayah berdasarkan WHO (World Health Organization), yaitu : 1) Suatu wilayah memiliki masalah gizi akut, jika banyak balita wasting (gabungan kurus dan sangat kurus) (> 5%), sedikit balita stunting (gabungan pendek dan sangat pendek) (< 20%) dan banyak balita underweight (> 10%) ; 2) Suatu wilayah memiliki masalah gizi kronis, jika balita stunting (> 20%), sedikit balita gizi underweight (< 10%) dan sedikit balita wasting (< 5%); 3) Suatu wilayah memiliki masalah gizi akut-kronis, jika banyak balita wasting (> 5%), banyak balita stunting (> 20%) dan balita underweight (> 10%).
24 72 Faktor - Faktor yang mempengaruhi Berat Bayi Lahir Berdasarkan hasil analisis Regresi Linier Berganda diperoleh bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap berat bayi lahir adalah pemeriksaan kehamilan, paritas, umur ibu saat hamil dan pendidikan ibu. Pemeriksaan kehamilan memberikan kontribusi pengaruh yang paling kuat diantara variabel yang lainnya yaitu 6,43%. Secara keseluruhan keempat variabel memberikan kontibusi terhadap berat bayi lahir sebesar 8,45%. Paritas atau urutan kelahiran memberikan kontribusi terhadap berat badan lahir sebesar 0,4% setelah faktor pemeriksaan kehamilan masuk ke dalam model. Umur ibu ibu pada saat hamil memberikan pengaruh negatif terhadap berat bayi lahir artinya semakin tua umur ibu pada saat hamil akan mengurangi berat bayi lahir. Pemeriksaan kehamilan, pendidikan ibu yang lebih baik dapat meningkatkan berat bayi lahir. Sedangkan anak yang lahir pada urutan ke dua atau tiga mempunyai berat bayi lahir yang lebih baik dibandingkan anak pertama (Tabel 24). Model persamaannya adalah : Ŷ= 3222, ,99 X ,56 X 7-10,98X ,44 X 1 Tabel 24 Faktor Faktor yang mempengaruhi Berat Bayi Lahir Kode Peubah B T R 2 Parsial Sig X 5 X 7 X 4 X 1 Intercept Pemeriksaan Kehamilan Paritas Umur Ibu Pendidikan Ibu 3222,19 416,99 44,56-10,98 39, ,90 18,96 70,20 13,01 8,99 0,0643 0,0041 0,0090 0,0072 0,0000 0,0000 0,0001 0,0003 0,0028 N = R 2 0,0845 Pemeriksaan Kehamilan Pemeriksaan kehamilan merupakan pemeriksaan yang diberikan kepada ibu hamil oleh tenaga kesehatan selama kehamilannya, dengan jumlah standar kunjungan selama hamil minimal 4 kali. Adapun jenis pemeriksaan kehamilan yaitu pemeriksaan kehamilan yang diperoleh oleh ibu hamil dari tenaga kesehatan meliputi ; pengukuran tinggi badan. pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus, pemberian tablet Fe, pemberian Imunisasi TT, penimbangan berat badan, pemeriksaan Hb dan pemeriksaan urine.
25 73 Pertumbuhan janin merupakan hasil interaksi antara potensi genetik dengan lingkungan ibu yang mulai memasuki masa kehamilan. Ibu hamil yang sehat dan tidak mengalami masalah pada organ-organ reproduksinya, berpeluang melahirkan bayi yang lebih sehat dibandingkan ibu yang mengalami masalah kesehatan dan gizi. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan sejak dini akan memungkinkan diketahuinya kelainan atau masalah kesehatan yang dihadapi ibu selama proses kehamilannya, sehingga dapat diambil langkah langkah yang dapat menyelamatkan janin dan ibunya (Ebrahim 1985). Selain itu sesuai dengan petunjuk dari Departemen Kesehatan bahwa selama kehamilan seorang ibu hamil minimal harus memperoleh pelayanan antenatal sebanyak 4 kali, masing-masing satu kali pada trimester I dan II, dua kali pada trimester III. Pelayanan yang harus diperoleh pada saat memeriksakan kehamilan adalah pelayanan 5T (timbang badan, periksa tekanan darah, imunisasi TT, ukur tinggi fundus dan memperoleh tablet Fe). Salah satu jenis pelayanan dalam pemeriksaan kehamilan adalah memperoleh tablet tambah darah (tablet Fe). Ibu hamil memerlukan zat besi lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak hamil sehingga harus mendapatkan tambahan berupa suplemen tablet Fe berhubungan dengan peningkatan kadar haemoglobin dalam darah yang berfungsi mengikat dan mendistribusikan oksigen ke sel-sel jaringan tubuh, termasuk ke dalam sel jaringan janin. Apabila kadar Hb < 11 gr% (anemia) pada saat hamil, maka distribusi oksigen ke jaringan akan berkurang sehingga metabolisme jaringan menurun, termasuk pada janin pertumbuhan akan terhambat dan berakibat berat badan bayi rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Roudbari et al di Zahedan - Republik Islam Iran tahun 2004 menyebutkan bahwa BBLR disebabkan oleh tidak mendapatkan suplemen Fe dan jarak kelahiran < 3 tahun. Penelitian Singh et al (2007) di Amerika Serikat juga menunjukan bahwa pemeriksaan kehamilan < 3 kali merupakan penyebab BBLR dan sejalan dengan penelitian di India yang menghasilkan kunjungan antenatal care (ANC) yang kurang dan ANC yang terlambat akan memberikan dampak yang besar terhadap berat bayi lahir (Velankar 2008).
26 74 Paritas Paritas (urutan kelahiran) merupakanrhubungan dengan berat bayi lahir. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Elshibly E dan Schmalisch G di Sudan yang menyatakan bahwa paritas menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi berat badan lahir. Primiparity dikaitkan dengan peningkatan risiko relatif untuk BBLR sebesar 2,16. Beberapa penelitian lainnya telah menunjukkan bahwa berat lahir meningkat dengan urutan kelahiran. Hirve et al, di India menemukan risiko relatif 1,3 lebih tinggi untuk BBLR anak kelahiran pertama dan di Afrika Lawoyin menemukan bahwa bayi yang lahir pertama 3,1 kali memiliki risiko kematian lebih tinggi. Paritas dan umur ibu saling berkaitan sebagai faktor risiko pertumbuhan dan perkembangan anak. Landers (1984) dalam Yongky (2007) mendapatkan bahwa sampai dengan 3 kehamilan pertama, jumlah kehamilan berhubungan dengan berat lahir rendah, sedangkan sesudah itu hubungan tersebut tidak lagi sistematis. Mata dan Wyat (1971) dalam Yongky (2007) menyatakan bahwa paritas pada umumnya menggambarkan jarak dua kehamilan yang manifestasinya nyata pada persediaan energi dan zat gizi ibu serta kemampuan ibu untuk memelihara kehamilan dan memberikan ASI sesudah kelahiran anak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kejadian BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh Lee, et al (2007) menjelaskan bahwa program kunjungan rumah ibu hamil dengan fokus pada dukungan sosial, pendidikan kesehatan dan akses terhadap pemberi layanan promosi dan kesehatan dapat menurunkan risiko BBLR. Umur Ibu Umur ibu pada saat hamil mempengaruhi kondisi kehamilan ibu karena selain berhubungan dengan kematangan organ reproduksi juga berhubungan dengan kondisi psikologis terutama kesiapan dalam menerima kehamilan serta berhubungan dengan pengetahuan dan tingkat pendidikan. Umur ibu menentukan efisiensi reproduksi. Ibu yang terlalu muda mungkin tidak memiliki kematangan
27 75 fisiologis untuk menanggung tambahan beban saat hamil. Secara psikologis sikap perasaan ambivalen ibu hamil muda tentang kehamilan membuatnya tidak memperhatikan pentingnya perawatan kehamilan yang memadai. Sebaliknya ibu yang lebih tua mulai menunjukan pengaruh proses penuaannya. Kejadian BBLR dan kematian neonatus meningkat pada ibu yang berumur < 15 tahun dan > 35 tahun. Ibu yang berumur antara 25 dan 35 tahun mengalami kehamilan yang terbaik (Wortington R & Williams 2000). Kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi. Angka kesakitan dan kematian ibu demikian pula bayi, 2 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan pada wanita yang telah cukup umur (Unicef, 2002). Masa reproduksi wanita pada dasarnya dibagi dalam 3 periode yaitu kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35 tahun) dan reproduksi tua ( tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa risiko kehamilan rendah pada kurun reproduksi sehat dan meningkat lagi secara tajam pada kurun reproduksi tua (Depkes RI 1995). Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan ibu mengenai kehamilan yang sedang berlangsung. Semakin baik pengetahuan ibu maka diharapkan ibu semakin mengerti tentang kesehatannya saat hamil dan berhubungan dengan pemilihan makanan bergizi pada saat hamil serta akan memeriksakan kehamilan secara rutin. Hasil penelitian Madanijah (2003) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Beberapa studi memperkuat hasil penelitian ini yaitu Alisyahbana (1990) menemukan hal yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian BBLR, ibu
28 76 yang tidak mendapatkan pendidikan yang cukup mempunyai risiko 1,7 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu yang berpendidikan kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Eltahir M dan Schmalisich di Sudan tahun 2007 menyebutkan bahwa usia ibu dan antropometri ibu berhubungan dengan berat bayi lahir. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah (< 9 tahun) dan kurang gizi meningkatkan risiko relatif BBLR. Prevalensi BBLR berbeda antara kelompok ibu yang berpendidikan < 9 tahun (9,2%) dan kelompok ibu dengan pendidikan > 12 tahun (6,0%). Penelitian di Tanzania menunjukan bahwa Ibu dengan pendidikan rendah mempunyai risiko 4 kali lebih mungkin untuk melahirkan BBLR daripada pendidikan tinggi (Siza 2002). Sanitasi lingkungan juga berhubungan dengan berat bayi lahir yang dihubungkan dengan penyakit infeksi yang pernah diderita oleh ibu pada waktu hamil. Penelitian ini tidak melihat penyakit infeksi yang pernah diderita oleh ibu hamil karena tidak tersedianya data pada Riskesdas 2007 dan ini merupakan salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. Berdasarkan study terhadap beberapa literatur, diindikasikan ibu yang tinggal di lingkungan sanitasi kurang cenderung lebih mudah untuk terkena penyakit infeksi dimana penyakit infeksi akan berdampak terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Penelitian Watson-Jones et al (2007), menyebutkan bahwa ibu hamil yang menderita penyakit malaria berisiko 7,76 kali melahirkan anak BBLR dibandingkan ibu yang tidak menderita malaria. Penelitian di Medical Center Tanzania (2002) juga menyebutkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan BBLR adalah penyakit infeksi (HIV), hipertensi, komplikasi (TBC, Malaria, Anemia) dan malnutrisi (Siza 2002). Faktor Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Anak Berdasarkan model penyebab kurang gizi yang dikembangkan UNICEF 1998, gizi salah (malnutrition) disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas; sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh akses dan kualitas pelayanan
29 77 kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan ditingkat rumah tangga. Menurut Soetjiningsih (1998), ada dua faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Pengaruh faktor lingkungan ini jauh lebih besar dibandingkan faktor genetik. Selanjutnya, untuk faktor lingkungan, dirinci menjadi lingkungan biologis, lingkungan fisik, faktor psikososial, faktor keluarga dan adat istiadat. Berdasarkan hasil analisis Regresi Linier Berganda diperoleh bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap status gizi anak berdasarkan indikator BB/U adalah pemantauan pertumbuhan, sanitasi lingkungan, berat bayi lahir, penyakit infeksi pemanfaatan pelayanana kesehatan dan status gizi ibu. Pemantauan pertumbuhan memberikan kontribusi terhadap status gizi anak sebesar 2,87% dan sanitasi lingkungan memberikan kontribusi 2,48% setelah faktor pemantauan pertumbuhan masuk kedalam model. Berat bayi lahir memberikan kontribusi terhadap status gizi anak ketika berusia 6 11 bulan sebesar 2,14% setelah faktor pemantauan pertumbuhan dan sanitasi lingkungan masuk kedalam model. Secara keseluruhan keenam variabel memberikan kontribusi terhadap status gizi 8,75%. Penyakit infeksi memberikan efek negatif artinya jika anak terkena penyakit infeksi dapat menurunkan/memperburuk status gizi anak sedangkan variabel yang lain memberikan efek positif (Tabel 25). Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : Ŷ= - 5, ,110X 2 +0,055X 6 +0,00043X 3-0,233X 7 +0,0119X 5 + 0,019X 9 Tabel 25 Faktor Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Anak berdasarkan Indikator BB/U Kode Peubah B T R 2 Parsial Sig X 2 X 6 X 3 X 7 X 5 X 9 Intercept Pemantauan Pertumbuhan Sanitasi Lingkungan Berat Bayi Lahir Penyakit Infeksi Pemanfaatan Yankes Status Gizi Ibu -5, , , , , , , ,94 31,77 39,76 35,82 10,56 7,74 3,85 0,0287 0,0248 0,0214 0,0057 0,0046 0,0022 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0012 0,0055 0,0499 N= R 2 0,0875
BAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Landasan kebijakan program pangan dan gizi dalam jangka panjang di tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran
21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Angka prevalensi anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki
Lebih terperinciISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia
ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 Kg dan panjang badan 50 cm (Pudjiadi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpenting dalam pertumbuhan anak dimasa datang (Rodhi, 2011) World Health Organization (WHO) 2008, telah membagi umur kehamilan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bayi sehat adalah modal utama dalam mewujudkan manusia berkualitas. Keadaan ibu sebelum dan saat hamil akan menentukan berat bayi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan pada ibu hamil merupakan permasalahan yang penting bagi sebuah negara. Hal ini akan berpengaruh pada kesehatan anak saat lahir dan perkembangan anak di kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun bayi (Depkes, 2007).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan dibanding
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan dapat dinilai dari indikator derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Balita Balita didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi seimbang di Indonesia masih merupakan masalah yang cukup berat. Pada hakikatnya berpangkal pada keadaan ekonomi yang kurang dan terbatasnya pengetahuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).
Lebih terperinciISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK
ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI 13 12 11 10 9 8 7 Hari Anak-Anak Balita 8 April 6 5 4 3 SITUASI 2 BALITA PENDEK BALITA PENDEK Pembangunan kesehatan dalam periode
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia yakni suatu kondisi dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat mengganggu kapasitas darah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi atau jumlah makanan (zat gizi) yang dikonsumsi dengan jumlah
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada makhluk hidup. Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam ukuran fisik, akibat
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB). sehingga akan berpengaruh kepada derajat kesehatan. (1-5)
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan < 2500 gram. BBLR merupakan salah satu indikator untuk melihat bagaimana status kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita
6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009).
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Balita Balita (Bawah lima tahun) didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). 2.2
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari anemia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia adalah gizi yang seimbang. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator dalam derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan potensi dasar dan alami dari setiap individu yang sangat diperlukan pada awal kehidupan dan pertumbuhan manusia. Apabila unsur dasar tersebut tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Tujuan pembangunan kesehatan 2005 2009 diarahkan untuk mencapai tujuan
Lebih terperinciS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, PENDAPATAN KELUARGA, ASUPAN GIZI, PEMERIKSAAN KEHAMILAN, KURANG ENERGI KRONIS DAN ANEMIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN GRESIK TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memperlihatkan kemajuan signifikan dalam mencapai tujuan Milenium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Pembangunan Indonesia kedepan berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) (2005-2025) adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri,
Lebih terperinci4203002 2 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 PROFIL KESEHATAN ffiu DAN ANAK 2012 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 ISSN: 2087-4480 No. Publikasi: 04230.1202 Katalog BPS: 4203002 Ukuran Buku: 18,2 cm x
Lebih terperinciPROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014
PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegemukan pada anak mengalami peningkatan dari tahun ketahun baik di dunia maupun di Indonesia. Tahun 2006, terdapat 20 juta anak-anak dibawah usia 5 tahun di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehat dan berkembang dengan baik (Kemenkes, 2010). sebagai makanan dan minuman utama (Kemenkes, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak seharusnya tumbuh dan bertambah berat badannya dengan pesat. Sejak lahir sampai dengan dua tahun, anak seharusnya ditimbang secara teratur untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru dalam periode pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan
Lebih terperinciKeluarga Sadar Gizi (KADARZI)
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa menjadi suatu peluang yang menguntungkan bagi Indonesia bila diikuti dengan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi (Depkes RI, 2011). mampu menurunkan angka kematian anak (Depkes RI, 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan adalah angka kematian bayi (AKB) karena dapat mencerminkan status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia pada kehamilan merupakan masalah yang umum karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi adalah zat-zat yang ada dalam makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi untuk pertumbuhan badan. Gizi merupakan faktor penting untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM
HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN KOMPOSIT DENGAN MORBIDITAS ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM ANALISIS INDEKS KOMPOSIT Penentuan prevalensi gangguan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator peningkatan kualitas kehidupan manusia dapat dilihat secara internasional dalam Millenium Development Goals (MDG s) yaitu bertujuan menurunkan kematian anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumber daya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimana Indonesia sekarang berada pada peringkat 108
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia pra sekolah merupakan anak yang berusia antara 3-6 tahun (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada usia ini pertumbuhan
Lebih terperinciNurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masih menjadi perhatian di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat terlihat di dalam rumusan Millennium Development Goals (MDGs) goal pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Children's Emergency Fund (WHO dan UNICEF 2004), berat badan lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization dan United Nations International Children's Emergency Fund (WHO dan UNICEF 2004), berat badan lahir masih merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BERAT BAYI LAHIR DAN PENGARUHNYA TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 6 11 BULAN DI SUMATERA A R P A N S A H
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BERAT BAYI LAHIR DAN PENGARUHNYA TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 6 11 BULAN DI SUMATERA A R P A N S A H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB) B O G
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier
Lebih terperinciDesain, Tempat dan Waktu Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
METODE Desain, Tempat dan Waktu Disain penelitian ini adalah Cross-Sectional Study, yaitu studi yang dirancang untuk mengumpulkan peubah-peubah bebas (faktor resiko) dan tidak bebas (outcome) secara bersamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan hal
Lebih terperinci