KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara maritim. Sebagai bagian dari negara maritim, Pulau Jawa dikelilingi oleh berbagai perairan, baik samudera, laut maupun selat. Secara geografis, letak Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Selat Bali di sebelah Timur, Samudra Hindia di sebelah Selatan, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1 berikut ini. Sumber: Peta Administrasi Podes (BPS) Gambar 4.1. Letak Pulau Jawa dalam Wilayah Nusantara Pulau Jawa membentang dari Barat ke Timur sepanjang km dengan luas ,28 km 2 (berdasarkan Peraturan Dalam Negeri No.6 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008) atau sekitar 6.77% dari total luas wilayah Indonesia. Secara administrasi sampai dengan akhir tahun 2007, Jawa tercatat memiliki 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Banten, yang meliputi 116 kabupaten/kota (84 kabupaten dan 32 kota). Ditinjau dari segi luas wilayahnya, Jawa Timur menempati urutan pertama (terluas) di Pulau Jawa dibandingkan kelima provinsi yang lain, sedangkan DKI Jakarta ada di urutan terakhir (rincian luas wilayah dan pembagian daerah administrasi masing-masing provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut).

2 50 Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administrasi Masing-masing di Pulau Jawa Tahun 2007 Luas Wilayah 1 (km 2 ) Persen Luas (%) Jumlah Kab 1 Jumlah Kota 1 Jumlah Kecamatan 2 Jumlah Desa 2 DKI Jakarta Jawa Barat 35, ,832 Jawa Tengah 32, ,573 D.I.Yogyakarta 3, Jawa Timur 47, ,505 Banten 9, ,504 Jawa 129, ,101 25,119 Indonesia 1,910, ,131 73,408 Sumber: Statistik Indonesia (2008). Keterangan: 1 Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 2008 pada tanggal 31 Januari Berdasarkan Laporan BPS sampai dengan 31 Desember Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kependudukan Penduduk merupakan salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan data BPS, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang mendiami Pulau Jawa tahun 2008 diperkirakan mencapai lebih dari 130 juta jiwa, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk pada Masingmasing di Pulau Jawa Tahun Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun (%) DKI Jakarta 8, , , , Jawa Barat 35, , , , Jawa Tengah 31, , , , D.I.Yogyakarta 3, , , , Jawa Timur 34, , , , Banten 8, , , , Jawa 121, , , , Indonesia 205, , , , Sumber: Statistik Indonesia (2008). Keterangan: 1 Hasil Sensus Penduduk (SP) Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Hasil Proyeksi Penduduk, diolah dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005.

3 51 Selama ini sebagian besar penduduk Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa. Jumlah penduduk di Pulau Jawa begitu besar dan terus bertambah setiap tahunnya, namun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Data tahun 2008 menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas yang hanya mencapai 6.77% dari total luas daratan Nusantara, dihuni sekitar 58% dari total penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, 17.91% penduduk tinggal di Jawa Barat, 14.28% di Jawa Tengah, dan 16.23% di Jawa Timur. Besarnya jumlah penduduk di Pulau Jawa menyebabkan kepadatan penduduk pulau tersebut menjadi sangat tinggi, yaitu 938 jiwa/km 2 (tahun 2000) dan menjadi 1,027 jiwa/km 2 di tahun 2008 (lihat Tabel 4.3 berikut). Tabel 4.3. Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Masingmasing di Pulau Jawa Tahun Persentase Penduduk* (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) DKI Jakarta ,294 12,012 12,245 12,355 Jawa Barat ,060 1,092 1,108 Jawa Tengah D.I.Yogyakarta ,074 1,096 1,107 Jawa Timur Banten ,006 1,045 1,065 Jawa ,017 1,027 Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008). Keterangan: * Persentase penduduk terhadap total jumlah penduduk nasional. 1 Hasil Sensus Penduduk (SP) Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Hasil Proyeksi Penduduk, diolah dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Dari data yang disajikan pada Tabel 4.3. di atas, dapat dilihat bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi di Pulau Jawa dengan tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi, yaitu mencapai 12,355 jiwa/km 2 pada tahun Berdasarkan data persentase penduduk (sebagaimana disajikan pada Tabel 4.3), dapat diketahui bahwa dari tahun 2000 hingga 2008 proporsi penduduk di DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur terhadap jumlah penduduk nasional secara konsisten mengalami penurunan, sementara di Jawa Barat dan Banten secara konsisten mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa di Pulau Jawa dari tahun ke tahun terjadi pemusatan sebaran penduduk ke wilayah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) sebagai wilayah

4 52 penyangga Jakarta yang notabene masuk ke dalam wilayah administrasi Jawa Barat dan Banten. Sedangkan proporsi penduduk DIY relatif tetap (terhadap total penduduk nasional) pada selang waktu tersebut (tahun ). Sementara apabila dilihat proporsi jumlah penduduk Pulau Jawa terhadap jumlah penduduk nasional, maka proporsi penduduk Pulau Jawa sedikit mengalami penurunan. Kecenderungan ini tentunya cukup baik untuk mendorong keberimbangan sebaran jumlah penduduk secara nasional. Namun untuk wilayah Bodetabek justru terus terjadi pemusatan sehingga proporsi penduduk Jawa Barat dan Banten semakin meningkat. Ketenagakerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Pada kondisi Agustus 2007, di Indonesia terdapat 164,12 juta penduduk usia kerja dimana sekitar 60.67% dari mereka berada di Pulau Jawa. Bagian dari tenaga kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi disebut angkatan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 penduduk usia kerja (15+). TPAK di Pulau Jawa pada bulan Agustus 2007 sebesar 66.12%, yang berarti telah mengalami peningkatan sebesar 0.71% dibandingkan dengan kondisi bulan Agustus 2006 yang besarnya 65.65%. Peningkatan TPAK ini antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi nasional yang semakin membaik, sehingga memberikan pengaruh terhadap faktor-faktor produksi di Indonesia. Secara langsung naik turunnya faktor produksi ini akan memberikan dampak terhadap tinggi rendahnya faktor permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sementara itu, hasil Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Februari 2008 menunjukkan bahwa TPAK di Pulau Jawa kembali meningkat dari kondisi tahun 2007, yakni sebesar 67.23% (Tabel 4.4). Sementara itu, ditinjau dari besarnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa TPT di Pulau Jawa terkonsentrasi di tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Ketiganya memiliki tingkat pengangguran terbuka di atas nilai rataan Pulau Jawa

5 53 bahkan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa aglomerasi ekonomi di Kawasan Jabodetabek yang notabene mewakili ketiga provinsi tersebut mulai diwarnai oleh masalah pengangguran. Hal ini tentunya tidak terlepas dari fenomena migrasi ke kota yang terjadi secara berlebihan, dimana sebagian besar penduduk yang bermigrasi tersebut didominasi oleh tenaga kerja yang tidak terdidik dan tidak terlatih (unskilled labour). Akibatnya, banyak angkatan kerja yang tidak dapat tertampung, sehingga masalah pengangguran kian berkembang di ketiga provinsi tersebut. Tabel 4.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Masing-masing di Pulau Jawa Tahun TPT (%) TPAK (%) Feb Agust Feb Agust Feb Feb Agust Feb Agust Feb DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008). Keterangan: Diolah dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Kondisi Sosial Pendidikan Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah tersedianya cukup sumberdaya manusia yang berkualitas. Ukuran yang biasa digunakan untuk menilai kualitas sumberdaya manusia diantaranya adalah angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi sekolah. Angka melek huruf penduduk berumur 15 tahun (baik untuk laki-laki maupun perempuan) di Pulau Jawa sudah cukup baik. Meskipun demikian, angka melek huruf terbesar masih terdapat di 3 provinsi di wilayah Barat yaitu Jakarta, Jawa Barat dan Banten (sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.5). Hal ini bukan hanya menunjukkan bahwa sarana dan prasarana pendidikan pada ketiga provinsi tersebut cukup baik, namun juga mengindikasikan bahwa banyak tenaga terdidik yang bermigrasi dan menetap di ketiga provinsi tersebut. Karena itu, untuk meningkatkan angka melek huruf di

6 54 provinsi lainnya, maka selain perlu meningkatkan penyediaan sarana prasarana pendidikan (baik dari segi kuantitas maupun kualitas), hal lain yang perlu dilakukan adalah terus membuka peluang agar kesempatan untuk bekerja dan berusaha semakin luas. Tabel 4.5. Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas Menurut dan Jenis Kelamin di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2006 ( %) Angka Melek Huruf (%) Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: BPS (2007). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari BPS (2007) juga dapat diketahui data rata-rata lamanya penduduk bersekolah di tiap-tiap wilayah. Pada kasus Pulau Jawa, penduduk di beberapa provinsi tahun 2005 dan 2006 memiliki rata-rata lama sekolah yang berada di atas rataan nasional, yaitu DKI Jakarta, DIY, dan Banten (Tabel 4.6). Tabel 4.6. Rata-rata Lama Sekolah Menurut dan Jenis Kelamin di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2006 (dalam tahun) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: BPS (2007). Rata-rata lama sekolah penduduk di Jawa Barat sama dengan rataan nasional, sedangkan dua provinsi lainnya (Jawa Tengah dan Jawa Timur) justru lebih rendah dari rataan nasional. Dari ketiga provinsi di Pulau Jawa dengan

7 55 nilai di atas rataan nasional, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai rata-rata lama sekolah yang tertinggi, meskipun besarnya hanya mencapai 10.4 (tahun 2005) dan 10.7 (tahun 2006). Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk di Jakarta berpendidikan setingkat SLTA, sedangkan di provinsi lainnya (kecuali di DIY), penduduknya rata-rata berpendidikan setingkat SLTP. Dengan fakta tersebut, sebenarnya tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia khususnya Pulau Jawa relatif masih rendah, meskipun bila dibandingkan dengan pulau yang lain, Jawa masih lebih unggul. Kapasitas SDM merupakan salah satu kunci pembangunan, sehingga hal ini menjadi tantangan yang harus dijawab melalui proses pembangunan wilayah di Pulau Jawa. DKI Jakarta dan DIY memiliki nilai rata-rata lama sekolah yang lebih baik karena keduanya mempunyai sarana dan prasarana pendidikan yang cukup memadai. Selanjutnya ditinjau dari angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok umur 1 menunjukkan bahwa kondisi partisipasi sekolah penduduk di Pulau Jawa memiliki kemiripan karakteristik. Pada kelompok umur 7-12 tahun dan tahun angka partisipasi sekolah cukup baik (pendidikan setingkat SD dan SLTP) dan selanjutnya besarnya persentase angka tersebut semakin menurun secara signifikan pada kelompok umur tahun dan tahun (pendidikan setingkat SLTA dan Perguruan Tinggi). Angka partisipasi sekolah yang paling baik terdapat di DIY, yang ditunjukkan dengan nilai persentasenya yang paling tinggi dibandingkan kelima provinsi lainnya di Pulau Jawa (pada semua kelompok umur), sebagaimana yang disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia Sekolah di Masing-masing di Pulau Jawa (dalam %) Angka Partisipasi Sekolah (%) 7-12 tahun tahun tahun tahun DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Sumber: BPS (2007). 1 Merujuk pada jenjang pendidikan maka penduduk usia sekolah biasanya dikelompokkan ke dalam empat (4) kelompok umur, yaitu 7-12 tahun (SD), tahun (SLTP), tahun (SLTA) dan tahun (Perguruan Tinggi).

8 56 Tingginya angka partisipasi sekolah di DIY sudah dapat diduga karena memang kebanyakan orang datang ke wilayah tersebut untuk menempuh pendidikan, terutama pendidikan menengah dan tinggi (selain juga untuk tujuan wisata). Sementara itu, kondisi belum optimalnya angka partisipasi sekolah di beberapa provinsi lain di Pulau Jawa menuntut adanya perbaikan, sehingga kapasitas dan kualitas SDM di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa semakin meningkat. Kesehatan Pembangunan bidang kesehatan meliputi seluruh siklus atau tahapan kehidupan manusia. Bila pembangunan kesehatan berhasil dengan baik maka secara langsung atau tidak langsung akan terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pentingnya pembangunan bidang kesehatan ini paling tidak tercermin dari deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) dimana lebih dari sepertiga indikatornya menyangkut bidang kesehatan. Berdasarkan informasi dari dokumen Proyeksi Penduduk Indonesia tahun , angka kematian bayi di Pulau Jawa secara umum masih berada di bawah rataan nasional. Namun demikian, ada dua provinsi yang memiliki nilai di atas rataan nasional, yaitu Jawa Barat dan Banten (Tabel 4.8). Tabel 4.8. Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup pada Masingmasing di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2006 Angka Kematian Bayi Angka Harapan Hidup DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: BPS (2007). Dari data Tabel 4.8 di atas terlihat bahwa dominannya aktivitas ekonomi dan memusatnya penduduk di Kawasan Jabodetabek telah diwarnai dengan permasalahan-permasalahan kependudukan seperti angka kematian bayi yang tinggi. Hal inilah yang menjadi salah satu indikasi bahwa telah terjadi urbanisasi

9 57 secara berlebihan di Kawasan Jabodetabek sehingga tingginya aktivitas ekonomi di satu sisi diikuti oleh semakin menurunnya kesejahteraan di sisi yang lain. Berdasarkan dokumen yang sama, angka harapan hidup di Pulau Jawa secara umum berada di atas nilai rataan nasional. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa di Jawa Barat dan Banten angka harapan hidupnya lebih rendah daripada nilai rataan nasional (Tabel 4.8). Indikator lain terkait bidang kesehatan yang dihasilkan dari Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) adalah persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan selama sebulan. Dari Tabel 4.9, dapat diketahui bahwa secara umum hampir setiap tahun (tahun ) besarnya persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan masih berada di atas nilai rataan nasional. Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun, besarnya persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan di Pulau Jawa cenderung meningkat, meskipun pada tahun 2003 dan 2005 angka ini mengalami penurunan. Tabel 4.9. Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Sebulan yang Lalu di Masing-masing di Pulau Jawa Tahun 2002 hingga 2007 (dalam %) Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Sebulan yang Lalu (%) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008); Diolah dari hasil Susenas. Keterangan: 1 DIY tahun 2006 dihitung tanpa Kabupaten Bantul. Sanitasi dan Sarana Permukiman Kondisi sanitasi dan isu-isu permukiman juga merupakan indikator yang dapat mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Ditinjau dari besarnya persentase rumah tangga berdasarkan kategori sumber air yang digunakan untuk minum, maka dapat dilihat bahwa rumah tangga pada semua provinsi di Pulau Jawa (kecuali DKI Jakarta) sebagian besar menggunakan sumber air minum yang berasal dari sumur yang terlindungi. Sementara untuk rumah tangga

10 58 di DKI Jakarta, sebagian besar menggunakan air minum yang berasal dari ledeng, pompa dan air dalam kemasan (Tabel 4.10). Hal tersebut disebabkan karena kesulitan ditemuinya sumber-sumber mata air bersih dari sumur-sumur yang ada di wilayah tersebut dan tingginya tingkat pencemaran air karena limbah, serta bahan pencemar lainnya. Tabel Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Air Minum yang Digunakan pada Masing-masing di Pulau Jawa Tahun 2007 Ledeng Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Air Minum (%) Pompa Air dalam kemasan Sumur terlindungi Sumur tak terlindungi Mata air terlindungi Mata air tak terlindungi Lainnya DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008); Diolah dari hasil Susenas. Indikator lain terkait sarana permukiman yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial masyarakat adalah besarnya persentase rumah tangga menurut sumber penerangan yang digunakan (Tabel 4.11). Sebagaimana data yang disajikan pada Tabel 4.11, dapat diketahui bahwa hampir seluruh rumah tangga di semua provinsi di Pulau Jawa menggunakan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) sebagai sumber penerangan (dengan persentase di atas 90%). Tabel Persentase Rumah Tangga di Masing-masing di Pulau Jawa Berdasarkan Sumber Penerangan yang Digunakan Tahun 2007 (%) Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Penerangan (%) Listrik PLN Listrik Non PLN Petromak/ aladin Pelita/sentir/ obor Lainnya Jumlah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008); Diolah dari hasil Susenas.

11 59 Ditinjau dari besarnya persentase rumah tangga berdasarkan fasilitas tempat buang air besar yang dimiliki (sebagaimana data yang disajikan pada Tabel 4.12), dapat diketahui bahwa sebagian besar rumah tangga di seluruh provinsi di Pulau Jawa rata-rata telah memiliki jamban sendiri untuk buang air besar (dengan persentase di atas 50%). Namun demikian, dari keenam provinsi yang ada di Pulau Jawa, masih terdapat 3 provinsi dimana besarnya persentase rumah tangga yang tidak memiliki jamban/fasilitas buang air besar masih cukup tinggi, bahkan di atas nilai rataan nasional. Ketiga provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (dengan nilai persentase masing-masing secara berurutan dari nilai persentase yang tertinggi hingga terendah yaitu sebesar 32.21%, 25.75% dan 25.32%). Terkait dengan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan jamban sebagai fasilitas untuk buang air besar, maka dari seluruh provinsi yang ada di Pulau Jawa, kondisi di DKI Jakarta tergolong yang paling baik. Sebab, lebih dari 70% rumah tangga di provinsi tersebut telah memiliki jamban sendiri, sekitar 20% rumah tangga memiliki jamban bersama, 6% rumah tangga masih menggunakan jamban umum, sedangkan rumah tangga yang tidak memiliki jamban sama sekali jumlahnya hanya 0.65% (jauh lebih kecil dibandingkan dengan besarnya persentase pada kelima provinsi yang lain). Tabel Persentase Rumah Tangga di Masing-masing di Pulau Jawa Berdasarkan Fasilitas Buang Air Besar Tahun 2007 (dalam %) Jamban Sendiri Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Fasilitas Buang Air Besar (%) Jamban Bersama Jamban Umum Tidak ada Jumlah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008); Diolah dari hasil Susenas. Dari data persentase rumah tangga berdasarkan bahan bakar yang digunakan untuk memasak (Tabel 4.13), maka dapat diketahui bahwa secara umum kondisi rumah tangga di seluruh provinsi di Pulau Jawa relatif lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga pada provinsi lain di luar Jawa. Dari Tabel

12 dapat dilihat bahwa di DKI Jakarta sebagian besar rumah tangganya menggunakan minyak tanah dan gas/elpiji sebagai bahan bakar utama untuk memasak, dengan persentase berturut-turut adalah 57.9% dan 34.2%. Sedangkan beberapa jenis bahan bakar yang lain juga digunakan pada wilayah tersebut, meskipun dengan persentase yang relatif kecil. Sementara itu, di beberapa provinsi yang lain, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY, sebagian besar rumah tangganya masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama untuk memasak, dengan persentase masing-masing adalah 62.33%, 56.43%, dan 50.06%. Sedangkan bahan bakar utama yang digunakan sebagian besar rumah tangga di Jawa Barat dan Banten untuk memasak adalah minyak tanah. Tabel Persentase Rumah Tangga di Masing-masing di Pulau Jawa Berdasarkan Bahan Bakar Utama yang Digunakan untuk Memasak Tahun 2007 (dalam %) Listrik Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Bahan Bakar Utama Yang Digunakan untuk Memasak (%) Gas/elpiji Minyak tanah Arang/ briket Kayu Lainnya Jumlah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia (2008); Diolah dari hasil Susenas. Kondisi Ekonomi Pengeluaran per Kapita Dalam menggambarkan kondisi ekonomi di suatu wilayah, pengeluaran per kapita seringkali dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat yang dapat mencerminkan besarnya pendapatan (income) maupun personal income. Pengeluaran per kapita dapat dirinci menjadi 2 (dua), yaitu pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan dan pengeluaran untuk konsumsi bahan bukan makanan. Pengeluaran per kapita penduduk untuk mengkonsumsi bahan makanan dan bukan makanan diasumsikan sebagai biaya yang dikeluarkan

13 61 untuk mengkonsumsi berbagai produk baik pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, penggunaan area terbangun dan pemanfaatan sumber-sumber energi. Berdasarkan data Susenas tahun 2007, dapat diketahui bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan tingkat pengeluaran per kapita tertinggi dengan rasio pengeluaran bahan makanan/bukan makanan paling rendah, yaitu (Tabel 4.14). Rasio pengeluaran per kapita untuk bahan makanan/bukan makanan dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Salah satu indikator dari tingkat kesejahteraan masyarakat adalah apabila pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan lebih tinggi dibandingkan konsumsi terhadap bahan makanan, sehingga rasio pengeluaran untuk bahan makanan/bukan makanan relatif kecil. Di antara keenam provinsi di Pulau Jawa, hanya terdapat dua provinsi yang rasio pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan/bukan makanan-nya berada di bawah rata-rata Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta dan DIY, sedangkan keempat provinsi yang lain (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten) memiliki nilai rasio yang cukup tinggi. Tabel Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan di Masing-masing di Pulau Jawa (dalam Rupiah) Tahun 2007 Pengeluaran Rata-rata per Kapita (Rp/bulan) Bahan Makanan Bukan Makanan Jumlah Rasio Bahan Makanan/Bukan Makanan DKI Jakarta 272, , , Jawa Barat 180, , , Jawa Tengah 140, , , DI Yogyakarta 163, , , Jawa Timur 143, , , Banten 196, , , Jawa 182, , , Indonesia 174, , , Sumber: Susenas (2007). Data Susenas menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran rata-rata per kapita di Pulau Jawa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan tekanan penduduk di Pulau Jawa yang mendorong terjadinya peningkatan atas permintaan terhadap bahan makanan dan bukan makanan, sehingga lebih lanjut berdampak pada kenaikan harga barang-barang tersebut. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut juga akan semakin meningkat (Tabel 4.15). Di Pulau Jawa, besarnya konsumsi untuk bahan makanan dari tahun ke tahun cenderung semakin menurun.

14 62 Tabel Jumlah Total dan Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk Konsumsi Makanan di Pulau Jawa Menurut Tahun 2002, 2005 dan 2007 Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan (Rp/bulan) (untuk Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan) Konsumsi Makanan DKI Jakarta 481, , , Jawa Barat 209, , , Jawa Tengah 172, , , DI. Yogyakarta 231, , , Jawa Timur 186, , , Banten 260, , , Jawa 257, , , Indonesia 206, , , Sumber: Susenas (2007). Kemiskinan Secara absolut penduduk miskin di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berdomisili di pulau tersebut. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa sebesar juta jiwa (56.77% dari total penduduk miskin di Indonesia) dan pada tahun 2008 sebesar juta jiwa (57.15%). Jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa secara umum terkonsentrasi di tiga provinsi yang memiliki wilayah yang luas yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat (berdasarkan urutan dari yang jumlahnya tertinggi), sebagaimana data yang disajikan pada Tabel 4.16). Tabel Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan pada Masingmasing di Pulau Jawa Tahun 2007 dan 2008 (ribu jiwa) Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan DKI Jakarta Jawa Barat 2, , , , , ,322.4 Jawa Tengah 2, , , , , ,189.6 D.I.Yogyakarta Jawa Timur 2, , , , , ,651.2 Banten Jawa 9, , , , , ,975.8 Indonesia 13, , , , , ,963.3 Sumber: Statistik Indonesia, BPS (2008). Diolah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

15 63 Tabel 4.16 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Jawa Barat relatif berimbang antara wilayah perdesaan dan perkotaan, sementara di Jawa Tengah dan Jawa Timur kemiskinan lebih terkonsentrasi di wilayah perdesaan. Fenomena tersebut memperlihatkan bahwa kemiskinan di Pulau Jawa tidak hanya memusat di wilayah perdesaan tetapi juga makin banyak dijumpai di wilayah perkotaan. Kondisi demikian mengindikasikan dua hal yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi dan banyaknya pendatang telah memarjinalkan penduduk lokal kawasan perkotaan dan/atau (2) terjadi pergerakan kaum miskin ke wilayahwilayah perkotaan sebagai akibat minimnya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di wilayah perdesaan. Berdasarkan data persentase penduduk di bawah garis kemiskinan 2 pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa tahun , dapat diketahui bahwa tiga peringkat teratas berturut-turut ditempati oleh Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY (Tabel 4.17). Tabel Persentase Penduduk Miskin Masing-masing di Pulau Jawa Tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 (dalam %) Persentase Penduduk Miskin (%) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten Jawa Indonesia Sumber: Statistik Indonesia, BPS (2008). Diolah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Sementara itu berdasarkan data jumlah rumah tangga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2005, dapat diketahui bahwa persentase jumlah penduduk Pulau Jawa yang menerima BLT terhadap jumlah penerima BLT nasional sekitar 54.71%. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa merupakan wilayah kantong kemiskinan yang relatif dominan di Indonesia. Artinya dengan 2 Konsep garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2100 kalori per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut garis kemiskinan. Yang disebut penduduk miskin adalah penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum.

16 64 menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Pulau Jawa, maka tingkat kemiskinan di level nasional akan menurun lebih dari setengahnya. Selanjutnya dari data yang disajikan pada Tabel 4.18, dapat diketahui bahwa konsentrasi penerima BLT baik dalam kategori sangat miskin, miskin maupun potensial miskin terkonsentrasi di tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tabel Jumlah Rumah Tangga Penerima BLT Menurut Klasifikasi Kemiskinan Per di Pulau Jawa Tahun 2005 Sangat Miskin Miskin Potensial Miskin KK % KK % KK % DKI Jakarta 23, , , Jawa Barat 615, ,065, ,223, Jawa Tengah 348, ,544, ,277, D.I.Yogyakarta 39, , , Jawa Timur 518, ,763, , Banten 108, , , Jawa 1,654, ,793, ,003, Indonesia 3,894, ,236, ,969, Sumber: BPS (2007). Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kantong-kantong kemiskinan di Pulau Jawa terdapat di tiga provinsi yang notabene memiliki wilayah yang cukup luas, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun, khusus untuk DIY, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinannya tinggi karena garis kemiskinannya menempati peringkat kedua setelah DKI Jakarta, sementara kondisi masyarakatnya tidak terlalu berbeda dengan Jawa Tengah. Nilai garis kemiskinan pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut ini. Tabel Garis Kemiskinan Masing-masing di Pulau Jawa Tahun (Rp/kapita/bulan) Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) DKI Jakarta 295, ,874 Jawa Barat 185, ,734 Jawa Tengah 176, ,111 D.I.Yogyakarta 190, ,965 Jawa Timur 172, ,145 Banten 185, ,485 Sumber: Statistik Indonesia, BPS (2008). Diolah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

17 65 Dari data yang disajikan pada Tabel 4.19 di atas, dapat diamati bahwa garis kemiskinan pada seluruh provinsi di Pulau Jawa mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga Namun, urutan provinsi dengan garis kemiskinan tertinggi sampai yang terendah tidak berubah, yaitu berturut-turut adalah DKI Jakarta, DIY, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Luas Lahan Sawah Penggunaan Lahan Lahan-lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan (terutama sawah) banyak terdapat di Pulau Jawa. Sebagai daerah yang subur, Pulau Jawa memegang peranan yang sangat penting, yaitu sebagai sentra produksi padi sawah nasional. Berdasarkan data BPS (2008), luas sawah di Pulau Jawa tahun 2006 sebesar 3.2 juta hektar (atau sekitar 41% dari total luas lahan sawah di Indonesia). Tabel 4.20 berikut ini menyajikan data luas lahan sawah di masing-masing provinsi di Pulau Jawa tahun 2006 yang dirinci berdasarkan jenis pengairannya. Tabel Luas Lahan Sawah di Masing-masing di Pulau Jawa Menurut Jenis Pengairannya Tahun 2006 (ha) Irigasi Teknis Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairannya Tahun 2006 (ha) Irigasi 1/2 Teknis Irigasi Sederhana Tadah Hujan Pasang Surut Lainnya Jumlah DKI Jakarta ,244 Jawa Barat 376, , , , , ,725 Jawa Tengah 382, , , , , ,808 DI Yogyakarta 18,493 22,630 6,742 9, ,188 Jawa Timur 641, , , , ,370 1,096,077 Banten 51,908 18,217 46,030 78, ,504 Jawa 1,471, , , , ,500 3,235,546 Luar Jawa 714, , ,262 1,324, , ,649 4,650,332 Indonesia 2,185, ,445 1,576,234 2,088, , ,149 7,885,878 Sumber: Statistik Indonesia (2008). Keterangan: Diolah dari Hasil Survei Pertanian Tanaman Pangan dan Ubinan. Luas Kawasan Hutan Ditinjau dari kondisi fisik wilayah dan geografisnya, Jawa merupakan pulau yang juga dianugerahi potensi dan kekayaan sumberdaya hutan. Meskipun potensi kehutanan terbesar banyak disumbangkan oleh wilayah-wilayah yang berada di luar Jawa (luas hutan terbesar didominasi oleh Pulau Kalimantan,

18 66 Papua, Sumatera, dan Sulawesi). Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kehutanan (2008), luas kawasan hutan di Indonesia tahun 2006 adalah 137 juta ha, dimana dari luasan tersebut kawasan hutan yang ada di Pulau Jawa hanya seluas 3.3 juta ha. Tabel 4.21 berikut ini menyajikan data luas kawasan hutan di masing-masing provinsi di Pulau Jawa tahun 2006 yang dirinci berdasarkan jenisnya. Tabel Luas Kawasan Hutan di Masing-masing di Pulau Jawa Tahun 2006 (ribu ha) Kawasan Lindung Hutan Lindung Luas Kawasan Hutan dan Perairan Tahun 2006 (ribu ha) Suaka Alam Hutan Produksi Terbatas Kawasan Budidaya Hutan Produksi Tetap Hutan Buru Hutan Produksi yang dapat dikonversi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur ,357 Banten Jawa , ,307 Indonesia 31,603 23,304 22,501 36, , ,085 Sumber: Statistik Indonesia (2008) berdasarkan data Departemen Kehutanan. Total Tabel 4.22 berikut menyajikan data laju deforestasi rata-rata per tahun periode pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Dari Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa laju deforestasi terbesar di Pulau Jawa terdapat di Jawa Timur, dengan besar laju rata-rata adalah 389,527 ha/tahun. Sedangkan dua urutan berikutnya ditempati oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat, masingmasing sebesar 175,202 ha/tahun dan 159,927 ha/tahun. Tabel Laju Deforestasi Rata-rata Periode Tahun (ha/tahun) Laju Deforestasi Rata-rata (ha/tahun) KPA/KSA HL HP HPT HPK APL Total DKI Jakarta Jawa Barat 24, , , , , ,927.5 Jawa Tengah , , , , ,202.5 DI Yogyakarta , , ,937.5 Jawa Timur 47, , , , ,527.5 Banten 15, , , , , ,250.0 Sumber: Departemen Kehutanan (2009).

19 67 Luas Lahan Kritis Tingginya tekanan kependudukan dan aktivitas pemanfaatan ruang di Pulau Jawa yang cenderung dilakukan secara tidak berkelanjutan telah menyebabkan berbagai bentuk degradasi lahan dan meluasnya lahan kritis. Dari data Departemen Kehutanan yang berhasil dihimpun oleh BPS (2008) dapat diketahui bahwa luas lahan kritis di Indonesia sampai dengan tahun 2006 mencapai 77 juta ha, sedangkan di Pulau Jawa luasnya sekitar 3 juta ha atau sekitar 23% dari total luas wilayahnya (Tabel 4.23). Di antara seluruh provinsi di Pulau Jawa, Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai luasan lahan kritis yang paling besar, yaitu sekitar 1.8 juta ha. Tabel Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Masing-masing di Pulau Jawa sampai dengan Tahun 2006 (ribu ha) Luas dan Penyebaran Lahan Kritis (ribu ha) Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Jumlah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur 1, ,790 Banten Jawa 2,104 1, ,493 Indonesia 47,613 23,306 6,888 77,807 Sumber: Statistik Indonesia, BPS (2008), berdasarkan data Departemen Kehutanan. Bencana Jawa merupakan salah satu pulau utama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrometeorologis/klimatologis dan biologis yang secara alamiah rentan terhadap kejadian bencana. Selain kejadian gempa bumi, isu bencana terpenting yang seringkali terjadi di Pulau Jawa adalah bencana-bencana anthropogenik (bencana yang terutama disebabkan oleh faktor manusia), seperti misalnya bencana banjir dan tanah longsor. Dari Gambar 4.2 (a) dan (b) berikut dapat diketahui bahwa persentase kejadian bencana di Pulau Jawa mengalami trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

20 Pers en (% ) Persen (%) SU M AT ER A J AW A-BALI ALIM AN T AN SU LAW ESI N U SA T EN G G AR A M ALU KU PAPU A N ASIO N AL SUMATERA JAWA-BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSA TENGGARA MALUKU PAPUA NASIONAL (a) Gambar 4.2. (a) Persentase Kejadian Bencana Banjir per Pulau (2000 dan 2006), dan (b) Persentase Kejadian Bencana Tanah Longsor per Pulau (2000 dan 2006) (b) Sumber: Kajian Tata Lingkungan Pulau Jawa (2007). Gambar 4.3. Peta Sebaran Spasial Desa-desa di Pulau Jawa yang Mengalami Kejadian Bencana Banjir Tahun Gambar 4.3 di atas menyajikan secara spasial desa-desa di Pulau Jawa yang mengalami kejadian bencana banjir. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar desa di Pulau Jawa mengalami kejadian banjir di tahun dengan pola yang menyebar. Sedangkan kejadian bencana tanah longsor yang juga menjadi isu strategis dalam penurunan daya dukung lingkungan Pulau Jawa juga mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase jumlah desa yang mengalami bencana tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 4.24.

21 69 Tabel Desa yang Mengalami Bencana Tanah Longsor per di Pulau Jawa Tahun 2000 dan 2006 % desa yang Jumlah desa (total) mengalami DKI Jakarta Jawa Barat 7,222 5, Jawa Tengah 8,543 8, D.I.Yogyakarta Jawa Timur 8,457 8, Banten - 1, JAWA 24,925 25, Sumber: Data Podes 2000 dan Tabel 4.24 menunjukkan bahwa persentase desa yang mengalami kejadian bencana tanah longsor pada seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki kecenderungan semakin meningkat dari tahun , dimana persentase tertinggi terjadi di Jawa Barat, yaitu meningkat dari 21.4% (tahun 2000) menjadi 69.2% (tahun 2006). Sebaran desa yang mengalami kejadian bencana tanah longsor di Pulau Jawa tahun disajikan pada Gambar 4.4. Sumber: Kajian Tata Lingkungan Pulau Jawa (2007). Gambar 4.4. Peta Sebaran Spasial Desa-desa di Pulau Jawa yang Mengalami Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun Dari Gambar 4.4 dapat diamati bahwa secara spasial desa-desa yang mengalami kejadian bencana tanah longsor pada tahun sebagian besar terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY.

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) Konsep antar kerja antar lokal dalam analisis ketenagakerjaan ini merujuk pada mereka yang bekerja di lain kabupaten/kota dengan persyaratan waktu pulang pergi ditempuh dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU IV. GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU 4.1. Kondisi Fisik Wilayah Provinsi Riau terdiri dari daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 329.867,61 km 2 sebesar 235.306 km 2 (71,33

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara sebesar 5,33 persen. Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Pekerjaan Umum. B u k u I n d u k KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. bis-pu 2011

Pekerjaan Umum. B u k u I n d u k KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. bis-pu 2011 Buku Induk Statistik Pekerjaan Umum 2011 PEKERJAAN UMUM B u k u I n d u k STATISTIK Pekerjaan Umum http://www.pu.go.id Pusat Pengolahan Data (PUSDATA) Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia Jl.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005

SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI 2005 No. 37 / VIII / 1 Juli SITUASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA *) FEBRUARI Jumlah angkatan kerja Februari mencapai 105,8 juta orang, bertambah 1,8 juta orang dibanding Agustus sebesar 104,0 juta orang. Jumlah

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 864,11 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Papua pada bulan September

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. Georgrafis Secara astronomis Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak antara 8 o 10-9 o 5 Lintang Selatan dan 115 o 46-119 o 5 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Kondisi lingkungan sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jumlah penduduk yang semakin tinggi memberikan tekanan yang cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian. BAB I PENDAHULUAN Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah struktur ekonomi yang berimbang, yaitu industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk mencapai sasaran tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin 418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 04/01/34/Th.XI, 05 Januari 2009 No. 47/12/34/Th.XI, 01 Desember 2009 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN (Di

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

INDIKATOR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA FEBRUARI 2015 ISSN: 2088-5679 No. Publikasi: 04120.1501 Katalog BPS: 2032004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: 20 + 98 halaman Naskah: Subdirektorat Statistik

Lebih terperinci

Profile Perempuan Indonesia

Profile Perempuan Indonesia Profile Perempuan Indonesia PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebangkitan nasional sebagai awal perjuangan perempuan yang terorganisir, ditandai dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia tingkat

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA INDONESIA

LAMPIRAN DATA INDONESIA LAMPIRAN DATA LAPORAN NEGARA PIHAK SESUAI PASAL 44 KONVENSI LAPORAN PERIODIK KETIGA DAN KEEMPAT NEGARA PIHAK TAHUN 2007 INDONESIA - 1 - DAFTAR TABEL DAN GRAFIK TABEL Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Golongan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

tp :// w ht.g o ps.b w w.id INDIKATOR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA FEBRUARI 2016 ISSN: 2088-5679 No. Publikasi: 04120.1601 Katalog BPS: 2302004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: xviii + 98 halaman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017 No. 08/11/62/Th.XI, 6 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Agustus 2017 Agustus 2017, Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No.51/11/31/Th. XIV, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS Jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta pada mencapai 5,37 juta orang, bertambah 224,74 ribu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

Sulawesi Tenggara. Tugu Persatuan

Sulawesi Tenggara. Tugu Persatuan 494 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Sulawesi Tenggara Tugu Persatuan Tugu Persatuan dibangun di atas lahan yang dulu dipakai Musabaqoh Tilawatir Quran (MTQ) Nasional ke- 21 tahun 2006. Karena itu,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Geografi Indonesia Sumber: Tiara Agustin, 2012 GAMBAR 4.1. Peta Geografi Indonesia Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN JAMBI

PROFIL PEMBANGUNAN JAMBI 1 PROFIL PEMBANGUNAN JAMBI A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45¹ 2º 45¹ LS dan 101º 0¹ - 104º 55 BT dengan wilayah keseluruhan seluas 53.435.72 KM²

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

INDIKATOR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA AGUSTUS 2016 ISSN: 2088-5679 Nomor Publikasi: 04120.1604 Katalog: 2302004 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xxiv + 146 halaman Naskah: Subdirektorat

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN

PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN 1 PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Secara geografis Provinsi Banten terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" - 115 42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci