Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan."

Transkripsi

1 2 Standar Nasional Indonesia Tata caraa enghitungan hujan maksimumm boleh jadi dengan metode Hersfield ICS ; Badan Standardis sasi Nasional

2 BSN 2012 Hak cita dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memerbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk aaun serta dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik mauun tercetak tana izin tertulis dari BSN BSN Gd. Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3,4,7,10. Tel Fax Diterbitkan di Jakarta

3 Daftar Isi Daftar Isi.....i Prakata....ii Pendahuluan iii 1 Ruang lingku Acuan normatif Istilah dan definisi Data Tata cara enghitungan hujan maksimum boleh jadi Hujan maksimum boleh jadi rata-rata Evaluasi hasil enghitungan hujan maksimum boleh jadi Langkah enghitungan hujan maksimum boleh jadi...11 Lamiran A (Gambar)...13 Lamiran B (Contoh enghitungan)...15 Lamiran C...21 Lamiran D...24 Bibliografi...25 BSN 2012 i

4 Prakata Standar Nasional Indonesia Tata cara enghitungan hujan maksimum boleh jadi dengan metode Hersfield ini termasuk dalam Gugus Kerja Hidrologi, Hidraulika, Lingkungan, Air Tanah, dan Air Baku ada SPT S1 Bidang Sumber Daya Air. Standar ini disusun berdasarkan ada Manual for Estimation of Probable Maximum Preciitation, WMO-332 : Switzerland, Standar ini daat digunakan sebagai acuan untuk melakukan enghitungan hujan maksimum boleh jadi dalam rangka meningkatkan kualitas erencanaan elimah bendungan. Perumusan standar ini dilakukan melalui roses embahasan ada Gugus Kerja, dan Konsensus ulang ada bulan November 2011 di serta roses enetaan ada Subanitia Teknis S1 Sumber daya air yang melibatkan ara nara sumber dan akar dari berbagai instansi terkait.. BSN 2012 ii

5 Pendahuluan SNI 7746:2012 Bangunan elimah ada bendungan besar didesain untuk melimahkan banjir maksimum boleh jadi (BMBJ) dengan aman. Oleh karena itu, dibutuhkan erkiraan besarnya BMBJ atau lebih dikenal dengan PMF (Probable Maximum Flood) yang melewatinya. Besaran BMBJ diestimasi dengan metode hubungan hujan-limasan dengan hujan yang digunakan adalah hujan maksimum boleh jadi (HMBJ) yang lebih dikenal dengan nama PMP (Probable Maximum Preciitation) HMBJ daat diartikan sebagai tebalnya curah hujan turun dan meruakan batas atas secara fisik, untuk suatu durasi dan DPS tertentu. Terdaat beberaa endekatan yang daat dilakukan untuk menghitung PMP di antaranya endekatan meteorologi dan statistik. Pendekatan secara meteorologi daat dilakukan dengan menggunakan Metode storm transosition dan moisture maximization. Sementara itu endekatan statistik daat dilakukan dengan metode Hersfield. Pendekatan secara meteorologi tidak daat dilakukan di Indonesia dikarenakan data yang dierlukan seerti: usat tekanan tinggi dan rendah, moisture source, dan dew oint tidak tersedia. Oleh karena itu endekatan yang daat dilakukan adalah endekatan statistik dengan metode Hersfield. Untuk mendaatkan besaran HMBJ yang realistis dierlukan data hujan harian maksimum tahunan sebagai masukan dalam enghitungan sehingga layak dan daat diertanggung jawabkan. Oleh karena itu dierlukan enyaringan data sebelum data digunakan dalam enghitungan nilai HMBJ. Penyaringan data terbagi dalam dua kelomok yaitu enyaringan secara manual dan enyaringan secara statistik. BSN 2012 iii

6 1 Ruang lingku Tata cara enghitungan hujan maksimum boleh jadi dengan metode Hersfield Tata cara enghitungan hujan maksimum boleh jadi mencaku: data yang digunakan, enyaringan data, enghitungan hujan maksimum boleh jadi dengan Metode Hersfield yang hanya berlaku untuk hujan titik dan bukan untuk hujan wilayah, serta evaluasi hasil enghitungan hujan maksimum boleh jadi (HMBJ). 2 Acuan normatif SNI 3432, Tata cara enetaan banjir desain dan kaasitas elimah untuk bendung. 3 Istilah dan definisi 3.1 Hujan harian maksimum tahunan hujan harian yang terbesar dalam satu tahun. 3.2 Keseragaman semua elemen dari keseluruhan seri data dalam satu os berasal dari satu oulasi. 3.3 Ketidaktergantungan tidak ada satu un data di dalam seri data yang saling memengaruhi. 3.4 Stasionaritas tidak ada kecendrungan naik atau turun, tidak ada loncatan, tidak terbentuk suatu ola. 3.5 Hujan rencana hujan dengan eriode ulang tertentu. 3.6 Periode ulang 100 tahun kejadian hujan yang sama atau lebih besar dari nilai hujan tertentu, memunyai eluang rata-rata kejadian sekali dalam 100 tahun. 3.7 Hujan harian maksimum (R mak ) hujan maksimum harian dalam suatu eriode engamatan. 3.8 Hujan maksimum boleh jadi (HMBJ) tebalnya curah hujan turun dan meruakan batas atas secara fisik untuk suatu durasi dan daerah aliran sungai tertentu. BSN dari 24

7 3.9 Hujan harian absolut maksimum besarnya hujan harian maksimum yang ernah terjadi Outlier (data bias) data yang keluar dari oulasinya dan jarang terjadi serta besarannya jauh dari yang lainnya, nilainya bisa sangat besar atau kecil dibandingkan dengan yang lainnya. 4 Data Data yang dierlukan dalam enghitungan hujan maksimum boleh jadi adalah data hujan harian maksimum tahunan, sedangkan data yang dierlukan dalam enyaringan adalah data hujan harian absolut, data hujan bulanan, dan data hujan tahunan. Jenis data tersebut tersedia dalam Year Book dari tahun 1916 samai 1984 yang diterbitkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Jakarta. Setelah tahun 1984 data daat dicari di BMG wilayah atau instansi terkait lainnya. Jika tersedia, data hujan harian sangat direkomendasikan untuk digunakan. Persyaratan data hujan harian maksimum tahunan yang digunakan dalam enghitungan hujan maksimum boleh jadi adalah sebagai berikut : a) data sebaiknya berurutan. Jika memungkinkan dilakukan uaya engisian data; b) data harus layak dan daat diertanggungjawabkan; c) data harus memenuhi kriteria statistik, yaitu : ketidaktergantungan, keseragaman, dan stasionaritas. Untuk memenuhi ersyaratan di atas maka dilakukan enyaringan data secara manual dan statistik sebelum digunakan dalam enghitungan hujan maksimum boleh jadi. 4.1 Penyaringan data secara manual Pemeriksaan terhada simbol encatatan Sebelum dilakukan enyaringan data hujan harian maksimum tahunan ada suatu os, engguna data harus memahami simbol-simbol data ublikasi, seerti : a) ta, artinya tidak ada data, b) 999, artinya tidak ada data, c) 0, artinya tidak terjadi hujan, dan d) -, artinya tidak ada data. Dengan diahaminya simbol-simbol ada data ublikasi, diharakan tidak ada kesalahan mengartikan simbol Pemeriksaan anjang encatatan data Pemeriksaan anjang encatatan data (n) dilakukan aling awal sehingga mengurangi volume ekerjaan emeriksaan data. Pos hujan yang digunakan ada enghitungan ini adalah os hujan yang memiliki anjang encatatan data lebih anjang atau sama dengan 20 tahun. Disarankan anjang encatatan data lebih anjang dari 30 tahun. Jika jumlah tahun encatatan data lebih kecil dari 20 tahun di suatu os hujan, os tersebut gugur dan tidak erlu dilakukan emeriksaan lain Pemeriksaan seri data dalam suatu os BSN dari 24

8 4.1.4 Pemeriksaaan hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari 20 mm Data hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari 20 mm tidak digunakan ada enghitungan ini Pemeriksaan hujan harian maksimum tahunan terhada hujan bulanan Data hujan harian maksimum tahunan yang terjadi ada bulan tertentu dieriksa terhada data hujan bulanan yang bersangkutan. Kriteria yang digunakan ada emeriksaan ini adalah sebagai berikut. a) data diterima jika hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari hujan bulanannya. b) data diragukan jika ada bulan yang bersangkutan tidak ada data bulanan mauun jumlah hari hujan. c) data ditolak jika besaran hujan harian maksimum tahunan lebih besar dari jumlah hujan bulanan ada bulan yang bersangkutan. d) data yang meragukan dieriksa secara sasial ada enyeleksian selanjutnya Data hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400 mm dieriksa terhada hujan bulanannya Sebelum menggunakan hujan harian maksimum tahunan lebih besar atau sama dengan 400 mm, sebaiknya dilakukan emeriksaan khusus kebenaran besarnya hujan absolut tersebut. Kriteria ada emeriksaan ini adalah sebagai berikut : a) data diterima jika hujan bulanannya lebih besar dari hujan harian maksimum tahunan yang terjadi; b) data diragukan jika : 1) besaran hujan bulanannya hamir sama dengan hujan harian maksimum tahunan; 2) bulan terjadinya R lebih besar atau sama dengan 400 mm berlainan; 3) nama os berubah; 4) tidak ada data hujan bulanan; 5) hujan bulanan sangat kecil. c) data ditolak jika hujan bulanannya lebih kecil dari hujan harian maksimum tahunan. d) data yang meragukan dieriksa secara sasial ada enyeleksian selanjutnya Data hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400 mm dieriksa terhada hujan harian sebelum dan sesudahnya Pemeriksaan taha ini hanya daat dilakukan jika data hujan harian tersedia. Penyeleksian taha ini memiliki kriteria sebagai berikut. Data diterima jika : a) besaran R lebih besar atau sama dengan 400 mm terdaat ada data harian kecuali yang diragukan; b) data diragukan jika : 1) terjadinya angka-angka di atas 400 mm lebih dari sekali dalam waktu 3 hari; 2) hari-hari sebelum terjadinya hujan diatas 400 mm tidak ada hujan; BSN dari 24

9 3) tidak ada data hujan hariannya. c) data ditolak jika tidak terdaat dalam hujan harian. d) data yang meragukan dieriksa secara sasial ada enyeleksian selanjutnya. 4.2 Penyaringan data secara statistik Pengujian keseragaman, ketidaktergantungan, dan outlier Setelah emeriksaan secara manual, data erlu diuji secara statistik keandalannya suaya memenuhi ersyaratan-ersyaratan, yakni melalui engujian, keseragaman, ketidaktergantungan, dan outlier. Pengujian ini terdiri dari 3 rangkaian uji yaitu : a) uji Wald-Wolfowitz untuk emeriksaan ketidaktergantungan; b) uji Mann Whitney untuk emeriksaan keseragaman; c) uji Grubbs & Beck untuk endeteksian outlier. Metode uji ketidaktergantungan dan stasionaritas dengan Wald Wolfowitz Untuk besar samel N ( 1,..., N ) Wald and Wolfowitz menguji ketidaktergantungan dan stasioner dengan statistik R sebagai berikut. = = N 1 R i i+ 1 + x1 i 1 x N... (1) dengan : i adalah hujan harian maksimum tahunan ada saat i i+1 adalah hujan harian maksimum tahunan ada saat i+1 N adalah jumlah samel data Samel dinyatakan ketidaktergantungan, bila R mengikuti distribusi normal dengan rata-rata dan varian sebagai berikut. 2 R = s s ( N 1)... (2) ( s s4 ) 2 Var( R) = R ( N 1) S N m m = N. i i= 1 2 S S1 S2 + 4S1S3 + S ( N 1)( N 2) dengan : m adalah momen 1, 2, 3 dan 4 N adalah banyak samel adalah data ke i i 1 ( R R ) ( Var(R) ) S 4... (3)... (4) U =... (5) BSN dari 24

10 Rumus (4) di atas mengikuti distribusi normal dan daat digunakan untuk menguji hiotesis ketidaktergantungan dengan tingkat α, dengan cara membandingkan u dengan standard normal deviate μ α/2 untuk kemungkinan melamaui α/2. Interrestasi hasil uji statistik U adalah seerti berikut. Jika U 1.96, hiotesis ketidaktergantungan diterima dengan tingkat keercayaan 5 %. Jika 1,96 < U (2,57), hiotesis ketidaktergantungan dengan tingkat keercayaan 5 % di tolak tetai ada 1 % diterima. Jika U > 2,57, hiotesis ketidaktergantungan ditolak ada tingkat keercayaan 1%. Metode uji Mann Whitney untuk keseragaman dan stationaritas Seri data dibagi menjadi dua subkelomok dengan jumlah data tia-tia sub adalah dan q. Seluruh seri data (berjumlah N) diurutkan dari kecil ke besar. N = + q... (6) V = R ( +1) 2... (7) W = q V... (8) dengan : R adalah jumlah nomor urut (1 samai N) dari samel ertama (ukuran ) Statistik Mann-Whitney yaitu,u, ditentukan dari nilai terkecil V atau W. U didekati dengan distribusi normal, dengan U = q/2 dan variannya seerti rumus 9 berikut, 3 q N N Var( U ) = T N( N 1) (9) dengan : T = (J 3 J)/12 J adalah nomor data yang terikat ada rangking atau q yang terkecil. N adalah jumlah samel data Untuk tingkat keercayaan, α, besarnya U (rumus 10) dibandingkan dengan varian normal baku, μ α/2 yang memunyai nilai kemungkinan melamaui α/2. U 1 ( U U ) [ Var ( U )] 2 =... (10) Interrestasi hasil uji statistik U adalah seerti berikut : Jika U 1.96, hiotesis ketidaktergantungan diterima tingkat keercayaan 5 %. Jika 1,96 < U (2,57), hiotesis ketidaktergantungan dengan tingkat keercayaan 5 % ditolak tetai ada 1 % diterima. BSN dari 24

11 Jika U > 2,57, hiotesis ketidaktergantungan ditolak ada tingkat keercayaan 1%. Uji deteksi outlier dengan Metode Grubbs and Beck Outlier adalah data dengan nilai jauh berada di antara data yang lain. Keberadaan outlier biasanya mengganggu emilihan jenis distribusi untuk suatu samel data. Uji Grubbs and Beck menetakan dua batas ambang bawah ( L ) dan atas ( H ) : H + ( x K S) = ex... (11) N ( x K S ) L = ex N... (12) dengan: x adalah rata-rata dari Ln samel data S adalah simangan baku dari Ln samel data K N - 3, ,28446 N ¼ - 2,49835 N ½ + 0, N ¾ - 0, N N adalah jumlah samel data Data yang nilainya di bawah L diklasifikasikan sebagai outlier bawah dan yang nilainya di atas H dikategorikan outlier atas. Dalam enghitungan HMBJ outlier bawah langsung dibuang dan outlier atas harus diertimbangkan masak-masak untuk membuangnya. Uji embuangan outlier atas Seri data yang mengandung outlier atas diuji keseragamannya, ketidaktergantungan dan stationaritas dengan status : a) uji diterima, maka outlier atas tidak dibuang. b) uji ditolak, maka outlier atas dibuang sementara kemudian diuji lagi : 1) hasil diterima maka outlier atas tidak dibuang 2) hasil ditolak maka seri data dalam os tersebut tidak digunakan Tinjauan secara sasial Parameter statistik yang digunakan dalam tinjauan ini, adalah rata-rata ( n ). Suatu daerah yang dibatasi oleh kondisi toografi dan kondisi klimatologi yang sama atau miri akan memiliki arameter statistik yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut memungkinkan diadakannya studi embandingan secara sasial untuk os yang menyimang dalam suatu areal terhada os-os di sekelilingnya. Syarat dalam engujian secara sasial ini adalah sebagai berikut : a) Pos diterima jika erbedaan arameter statistik antara os yang diragukan dan os sekitarnya tidak lebih dari 10%; b) Pos ditolak jika erbedaan arameter statistik antara os yang diragukan dan os sekitarnya lebih dari 10% Pembandingan S n, R maks dan R 100 Pemeriksaan yang digunakan adalah membandingkan nilai R 100 dan R max terhada simangan baku (S n ) dalam suatu daerah dengan menggambarkannya dalam diagram acak. Makin besar S n, makin besar variasi R 100 dan R max ; dari satu daerah tersebut. Dari diagram BSN dari 24

12 terdeteksi kembali os hujan yang berada diluar oulasinya dan erlu eninjauan ulang. Peninjauan ulang daat dilakukan dengan metode kurva massa ganda (Double Mass Curve). Peninjauan kurva massa ganda menggunakan data hujan tahunan. Persyaratan ada engujian ini adalah sebagai berikut : a) Pos diterima jika kurva massa ganda yang terbentuk berua garis lurus.atau terjadi enyimangan kurang dari 5 % (Gambar 1, garis ABC) b) Pos ditolak jika kurva massa ganda yang terbentuk menyimang lebih dari 5 % dari garis lurus. (Gambar 1, garis ABD) Gambar 1 Kurva massa ganda 5 Tata cara enghitungan hujan maksimum boleh jadi Metode Hershfield (1961, 1986) meruakan rosedur statistik yang digunakan untuk memerkirakan nilai hujan maksimum boleh jadi. Metode ini digunakan untuk kondisi dimana data meteorologi sangat kurang atau erlu erkiraan secara ceat. Hershfield mengembangkan rumus frekuensi Chow : m + = K S... (13) m dengan : m adalah nilai hujan maksimum boleh jadi. adalah rata-rata dari seri data hujan harian maksimum tahunan berjumlah n yang telah dikalikan faktor enyesuaian. K m adalah nilai fungsi dari durasi hujan dan rata-rata hujan harian maksimum tahunan. S adalah simangan baku dari seri data hujan harian maksimum tahunan berjumlah n yang telah dikalikan faktor enyesuaian Nilai K m ada ersamaan (13) didaatkan dari Gambar 2), Nilai K m tergantung ada durasi dan rata-rata hujan harian maksimum tahunan. Semakin kering suatu daerah akan semakin tinggi nilai K m. BSN dari 24

13 Nilai dan S yang digunakan ada ersamaan (13) adalah nilai n dan S n yang telah disesuaikan terhada engamatan maksimum dan terhada anjang encatatan data. Penghitungan nilai. f 1. f dan S terhada faktor-faktor koreksi adalah sebagai berikut : = n 2... (14) dengan : adalah rata rata yang digunakan ada ersamaan (13) n adalah rata-rata data hujan harian maksimum tahunan yang telah lolos enyaringan f 1 adalah faktor enyesuaian terhada engamatan maksimum (Gambar 3) f adalah faktor enyesuaian terhada anjang data (Gambar 5) S 2 S. f 3. f = n 4... (15) dengan : S adalah simangan baku yang digunakan ada ersamaan (13) S n adalah simangan baku dari data hujan harian maksimum tahunan yang telah lolos enyaringan f 3 adalah faktor enyesuaian terhada engamatan maksimum (Gambar 4) f adalah faktor enyesuaian terhada anjang data (Gambar 5) 4 Setelah dilakukan enghitungan hujan maksimum boleh jadi menggunakan ersamaan (13), hasil tersebut harus dikalikan 1,13 (faktor engali untuk durasi hujan 24 jam atau lebih) agar daat menghasilkan atau mendekati hasil yang didaat dari hujan maksimum yang sebenarnya. Besaran 1,13 didasarkan ada enelitian dari ribuan os hujan untuk hujan durasi 24 jam yang berasal dari engukuran durasi tunggal, yaitu durasi 24 jam. Faktor engali ini tidak berlaku untuk hujan 24 jam yang berasal dari engukuran durasi lebih kecil misal 1 jam atau 6 jam. BSN dari 24

14 (Sumber : WMO-NO.332) (Sumber : WMO-NO.332) Gambar 2 Menentukan harga K m Gambar 3 Faktor enyesuaian rata-rata terhada engamatan maksimum Keterangan gambar : 1 n adalah rata-rata hujan harian maksimum tahunan 2. n-m adalah rata-rata hujan harian maksimum tahunan tana nilai maksimum 3. Faktor enyesuaian n (ersen) adalah f 1 BSN dari 24

15 (Sumber : WMO-NO.332) Keterangan gambar : 1. S n adalah simangan baku 2. S n-m adalah simangan baku tana nilai maksimum 3. Faktor enyesuaian S n (ersen) adalah f 3 Gambar 4 Faktor enyesuaian simangan baku terhada engamatan maksimum (Sumber : WMO-NO.332) Keterangan gambar : 1. Faktor enyesuaian rata-rata adalah f 2 2. Faktor enyesuaian simangan baku adalah f 4 Gambar 5 Faktor enyesuaian rata-rata dan simangan baku terhada anjang engamatan data 6 Hujan maksimum boleh jadi rata-rata Penghitungan hujan maksimum boleh jadi didasarkan ada endekatan statistik yang dikembangkan oleh Hershfield, mengacu ada data hujan harian maksimum tahunan di os tertentu, sehingga hujan maksimum boleh jadi yang dihasilkan juga bersifat hujan titik (oint BSN dari 24

16 rainfall). Analisis banjir maksimum boleh jadi membutuhkan masukan utama hujan maksimum boleh jadi rata-rata di DPS yang bersangkutan (basin rainfall). Cara memerkirakan basin rainfall dari oint rainfall yaitu dengan membuat eta isohit ada DPS tersebut. Setelah hujan harian maksimum tahunan rata-rata didaatkan dengan metode isohit, hasil tersebut harus dikalikan faktor enyesuaian untuk mendaat hujan maksimum boleh jadi rata-rata yang digunakan dalam banjir maksimum boleh jadi. 7 Evaluasi hasil enghitungan hujan maksimum boleh jadi Hasil enghitungan hujan maksimum boleh jadi yang didaat dari tahaan enghitungan ada subbab sebelumnya adalah berua hujan titik yang kemudian dibuat eta isohit awal. Peta ini erlu dikaji dan dievaluasi sebagai uaya untuk membuang atau tidak mengikutsertakan os hujan yang mungkin masih mengandung kesalahan, akan tetai belum terdeteksi oleh jenjang enyaringan yang dilakukan sebelumnya. Evaluasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. a) Tinjau besaran HMBJ terhada hujan absolut. Besaran HMBJ tidak boleh lebih kecil dari hujan absolut ada os yang sama atau os terdekat dengan radius ± 5 km. b) Besaran 15% samai dengan 50% HMBJ dierkirakan memunyai eriode ulang 100 samai dengan 1000 tahunan. c) Bandingkan terhada R 100 Pemeriksaan yang digunakan adalah membandingkan nilai R 100 dan HMBJ. Nilai embandingan (Rasio HMBJ / R 100 ) tersebut berkisar antara 2 samai 6; untuk daerah egunungan 2 dan daerah adang gurun 6. Di Pulau Jawa memunyai Ratio 2 samai 3. Pos hujan dengan nilai rasio meragukan daat diuji ulang secara sasial baik arameter statistiknya mauun besarnya HMBJ yang dihasilkan dengan os hujan disekitarnya dan kurva massa ganda dengan os hujan disekitarnya. d) Evaluasi terhada eta isohit yang dihasilkan Untuk menghitung HMBJ di suatu Daerah Pengaliran Sungai erlu dibuat eta isohit. Peta isohit yang dihasilkan harus memenuhi ersyaratan: suatu isohit yang memertimbangkan toografi, arah angin, jenis hujan (hujan konvektif atau orografis) Evaluasi isohit dilakukan melalui eninjauan secara teliti garis isohit yang terbentuk. Kejanggalan yang muncul adalah seerti usat hujan yang didasarkan ada 1 os hujan saja. Pos hujan yang janggal diuji lagi secara sasial. Dalam hal ini kemungkinan ada os hujan yang dibuang karena ada kejanggalan dalam embuatan garis isohit. e) Tinjau terhada karakteristik daerah yang ditinjau berdasarkan tinjauan meteorologi sebagai contoh daerah yang terengaruh badai siklon trois atau badai Teluk Benggala. 8 Langkah enghitungan hujan maksimum boleh jadi Langkah yang dilakukan dalam enghitungan hujan maksimum boleh jadi adalah sebagai berikut : a) Pengumulan data b) Periksa simbol encatatan data c) Periksa anjang encatatan data. BSN dari 24

17 d) Periksa hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari 20 mm. e) Periksa hujan harian maksimum tahunan terhada hujan bulanan f) Periksa hujan harian maksimum tahunan yang sama atau lebih besar dari 400 mm terhada bulanannya g) Periksa hujan harian maksimum tahunan yang sama atau lebih besar dari 400 mm terhada hujan harian sebelum dan sesudahnya h) Periksa homogenitas, ketidaktergantungan, dan outlier i) Periksa secara sasial j) Periksa embandingan nilai S n, R mak, dan R 100 k) Hitung nilai rata-rata hujan harian maksimum tahunan l) Cari nilai K m m) Cari faktor enyesuaian hujan rata-rata maksimum tahunan terhada engamatan maksimum n) Cari faktor enyesuaian hujan rata-rata maksimum tahunan terhada anjang data o) Hitung nilai rata-rata yang telah dikalikan faktor enyesuaian ) Hitung simangan baku q) Cari faktor enyesuaian simangan baku terhada engamatan maksimum r) Cari faktor enyesuaian simangan baku terhada anjang data s) Hitung nilai simangan baku yang telah dikalikan faktor enyesuaian t) Hitung nilai hujan maksimum boleh jadi u) Kalikan nilai hujan maksimum boleh jadi dengan 1,13 v) Evaluasi besaran HMBJ yang dihasilkan w) Buat draft eta isohit x) Evaluasi eta isohit Untuk lebih jelasnya, skema tahaan enyaringan data dan enghitungan hujan maksimum boleh jadi disajikan ada Lamiran A. BSN dari 24

18 Mulai Pengumulan data hujan harian maksimum tahunan (HHMT) Periksa simbol encatatan data Periksa anjang encatatan data Periksa HHMT < 20 mm Periksa HHMT terhada hujan bulanannya Periksa HHMT > 400 mm terhada hujan bulanannya Periksa HHMT > 400 mm terhada hujan harian sebelum dan sesudahnya Pengujian keseragaman, ketidaktergantungan, dan outlier Pengujian secara sasial Pos yang lolos dan HHMT yang lolos Lamiran A (normatif) Gambar Lolos dan meragukan Lolos dan meragukan Lolos dan meragukan Lolos dan meragukan Lolos dan meragukan Lolos dan meragukan Lolos Pembandingan Rmak, R 100 terhada S n Lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Selesai Gambar A.1 Bagan alir tahaan enyaringan data hujan harian maksimum tahunan Tidak digunakan Tidak digunakan Tidak digunakan Tidak digunakan Tidak digunakan Tidak digunakan Tidak digunakan Tidak digunakan BSN dari 24

19 Data hujan harian maksimum tahunan yang telah lolos uji Hitung harga Mulai, S, n n m, Gambar A.2 Bagan alir tahaan enghitungan hujan maksimum boleh jadi n S n m Hitung nilai : K m, dari gambar 2, f 1 dari gambar 3, f 2 dari gambar 5, f 3 dari gambar 4, f 4 dari gambar 5 Hitung nilai, S Hitung Hujan Maksimum Boleh jadi (HMBJ) Kalikan HMBJ dengan 1,13 Evaluasi nilai HMBJ Draft eta isohit Evaluasi eta isohit Peta isohit akhir Selesai BSN dari 24

20 Lamiran B (informatif) Contoh enghitungan Sebagai contoh enghitungan digunakan data Stasiun Menes (no. stasiun 5). Data hujan harian maksimum tahunan Stasiun Menes dari tahun 1916 samai 1984 daat dilihat ada tabel berikut : No. Tahun Tabel B.1 Data hujan harian maksimum tahunan Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm) No. Tahun Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm) BSN dari 24

21 Penghitungan hujan maksimum boleh jadi dimulai dari enyaringan data hujan harian maksimum tahunan. Penyaringan data Langkah-langkah yang digunakan dalam enyaringan data adalah sebagai berikut. a) Periksa simbol encatatan data. Pada Stasiun Menes tanda yang digunakan adalah -, yang memunyai arti tidak terdaat data. b) Periksa anjang encatatan data. Jumlah data ada Stasiun Menes adalah 57 buah. Syarat dari banyak encatatan data adalah 20 buah, sehingga Stasiun Menes lolos dari taha enyaringan ini dan daat diuji ada enyaringan selanjutnya. c) Periksa hujan harian maksimum tahunan yang lebih kecil dari 20 mm. Seerti terlihat ada Tabel B.1 bahwa tidak terdaat data yang nilainya lebih kecil dari 20 mm, sehingga seluruh data ada Stasiun Menes lolos enyaringan. d) Periksa hujan harian maksimum tahunan terhada bulanan Pada Tabel B.2. disajikan nilai hujan harian maksimum tahunan dan nilai hujan bulanannya. Dari tabel tersebut terlihat hujan harian maksimum tahunan yang terjadi nilainya lebih kecil dari hujan bulannnya, sehingga data tersebut lolos dari enyaringan ini. e) Periksa data hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400 mm terhada hujan bulanannya. Pada Stasiun Menes tidak terdaat hujan harian maksimum tahunan yang nilainya sama atau lebih besar dari 400 mm, sehingga enyaringan ini tidak dilakukan. f) Periksa data hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400 mm terhada hujan harian sebelum dan sesudahnya Pada Stasiun Menes tidak terdaat hujan harian maksimum tahunan yang nilainya sama atau lebih besar dari 400 mm, sehingga enyaringan ini tidak dilakukan. g) Lakukan enyaringan data secara statistik Setelah dilakukan roses enyaringan data hujan harian maksimum tahunan selanjutnya stasiun yang lolos dan data yang lolos digunakan dalam enghitungan hujan maksimum boleh jadi. BSN dari 24

22 Tabel B.2 Data nilai hujan harian maksimum tahunan dan nilai hujan bulanan No. Tahun Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm) Hujan Bulanan (mm) 617 No. Tahun Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm) Hujan Bulanan (mm) BSN dari 24

23 Penghitungan hujan maksimum boleh jadi Rumus yang digunakan dalam enghitungan ini adalah : m = + K m S Langkah-langkah yang digunakan dalam enghitungan adalah sebagai berikut : a) Penghitungan nilai Rumus yang digunakan : = n. f f 1. dengan engertian : 2 n adalah rata-rata data hujan maksimum tahunan yang telah lolos enyaringan yaitu 165,298 mm. f 1 adalah faktor enyesuaian terhada engamatan maksimum yang didaat dari Gambar 3. Lihat Gambar 3. n-m = 162,571 mm n = 165,298 mm n-m/ n = 0,984 dengan anjang encatatan 57 tahun, maka faktor enyesuaiannya adalah 1,001. f2 adalah faktor enyesuaian terhada anjang data didaat dari Gambar 5. Lihat Gambar 5. Panjang encatatan adalah 57 tahun, maka faktor enyesuaian adalah 1. maka : = 165,298. 1, = 165,518 Jadi, rata-rata hujan harian maksimum dengan anjang encatatan 57 tahun adalah 165,518 mm b) Penghitungan nilai K m Harga Km tergantung ada durasi nilai hujan maksimum boleh jadi dan rata-rata hujan harian maksimum tahunan yang didaat dari Gambar 2. Durasi nilai hujan maksimum boleh jadi adalah 24 jam dan rata-rata hujan harian maksimum tahunan adalah 165,298 mm, maka harga K m adalah 13,155. BSN dari 24

24 c) Penghitungan nilai S Rumus yang digunakan : S = dengan : S n. f f 3. 4 S n adalah simangan baku dari data hujan harian maksimum tahunan yang telah lolos enyaringan, yaitu 52,935. f adalah faktor enyesuaian terhada engamatan maksimum didaat dari Gambar 4. 3 Lihat Gambar 4. S n-m = 49,209 S n = 52,935 S n-m / S n = 0,930 dengan anjang encatatan 57 tahun, maka faktor enyesuaiannya adalah 1,013. f 4 adalah faktor enyesuaian terhada anjang data didaat dari Gambar 5. Lihat Gambar 5. Panjang encatatan adalah 57 tahun, maka faktor enyesuaian adalah 1. maka : S = 52,935. 1, = 53,631 Jadi, simangan baku hujan harian maksimum anjang encatatan 57 tahun adalah 52,935 mm d) Penghitungan hujan maksimum boleh jadi m = + K m S Dari enghitungan taha 1 samai 3 didaatkan nilai : adalah 165,518 mm Km adalah 13,155. S adalah 53,631 mm maka : = 165, , ,631 = 868,916 m Jadi, nilai hujan maksimum boleh jadi adalah 868,916 mm. BSN dari 24

25 Untuk mendaatkan hasil hujan maksimum boleh jadi yang mendekati hujan maksimum yang sebenarnya, maka hasil enghitungan m harus dikalikan dengan 1,13 sehingga nilai hujan maksimum boleh jadi di stasiun Menes adalah 981,875 mm. BSN dari 24

26 Lamiran C (normatif) Prosedur enghitungan hujan maksimum boleh jadi untuk DPS Hujan maksimum boleh jadi yang dihasilkan masih berua hujan titik dengan durasi 24 jam. Oleh karena itu dierlukan suatu rosedur untuk mencaai hujan maksimum boleh jadi dalam artian hujan rata-rata DPS atau hujan wilayah. Langkah yang erlu dilakukan adalah sebagai berikut. a) Plot DPS yang bersangkutan dalam eta isohit hujan maksimum boleh jadi 24 jam yang tersedia. Perlu dierhatikan enematan bujur dan lintang suaya lokasi tidak menyimang. b) DPS yang bersangkutan dilalui oleh beberaa garis isohit, luas antara 2 garis isohit yang berurutan disebut A i, nilai hujan maksimum boleh jadi antara dua garis isohit meruakan rata-rata dari garis yang mengaitnya disebut R i c) Hujan rata-rata DPS berdasarkan hujan titik adalah enjumlahan antara erkalian A i dan R i dibagi luas DPS, atau dengan erkataan lain : HMBJ titik = A i.ri A i d) Gambar C.1 menggambarkan koefisien reduksi yang erlu dierhitungkan untuk mengubah hujan maksimum boleh jadi titik menjadi hujan maksimum boleh jadi DPS-24 jam, koefisien reduksi tergantung dari luas DPS-nya. Jadi hujan maksimum boleh jadi DPS sama dengan hujan maksimum boleh jadi titik dikalikan koefisien reduksi. e) Tentukan durasi dari hujan maksimum boleh jadi jika kurang dari 24 jam. Gunakan koefisien reduksi yang tercantum dalam Gambar C.2. BSN dari 24

27 BSN dari 24

28 Persentase terhada PMP 24 Jam Durasi (jam) Gambar C.2 Koefisien reduksi dari R-24 Jam BSN dari 24

29 Bibliografi 1. Bobee Bernard, and Fahim Ashkar (1991). The Gamma Family and Derived Distributions Alied in Hydrology, Water Resources Publications, Colorado, USA 2. Committee on Safety Criteria for Dams, Water Science and Technology Board, Commission on Engineering and Technical Systems and National Research Council.(1985). Safety of Dams Flood and Earthquake Criteria. National Academy Press, Washington, D.C. 3. Mulyantari Fransisca, Wanny Adidarma, dan Lanny Martawati (1998). Penyaringan Data Hujan Harian Maksimum Tahunan untuk Persuaan Estimasi PMP, Prosiding PIT-V HATHI, Bandung. 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan (1998). Penelitian Hujan Maksimum Boleh jadi(pmp) yang Memerhitungkan Faktor Keamanan terutama Bendungan di Pulau Jawa,Indonesia. 5. WMO-332, Switzerland 1986 : Manual for estimation of robable maximum reciitation. BSN dari 24

Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit

Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit Standar Nasional Indonesia ICS 93.140 Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA SITU LEBAK WANGI, BOGOR JAWA BARAT

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA SITU LEBAK WANGI, BOGOR JAWA BARAT SEMIAR ASIOAL ke 8 Tahun 013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi AALISIS DEBIT BAJIR RECAA SITU LEBAK WAGI, BOGOR JAWA BARAT Edy Sriyono Jurusan Teknik Siil Universitas Janabadra Jalan Tentara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Prosedur Pengumulan Data 3.. Sumber Data Data yang digunakan dalam enelitian ini meruakan data sekunder yang diambil dari Deartemen Keuangan, BAPEPAM, dan IAPI. Data-data

Lebih terperinci

Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron

Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron ICS 13.080.40; 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

ANALISIS BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE INVERSELY ESTIMATED RAINFALL

ANALISIS BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE INVERSELY ESTIMATED RAINFALL ANALISIS BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE INVERSELY ESTIMATED RAINFALL Titiek ABSTRACT To avoid the aucity of rainfall data, develoment of flood estimation methods that rely on hydrograh data are required.

Lebih terperinci

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A Standar Nasional Indonesia Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

Modifikasi Hydrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sungai Cisangkuy Dengan Metoda Optimasi

Modifikasi Hydrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sungai Cisangkuy Dengan Metoda Optimasi Modifikasi Hydrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sungai Cisangkuy Dengan Metoda Otimasi Ariani Budi Safarina ABSTRAK Metoda hydrograf satuan sintetik dierlukan untuk menentukan arameter banjir di daerah aliran

Lebih terperinci

BAB III MODEL EXPONENTIAL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC IN MEAN (EGARCH-M)

BAB III MODEL EXPONENTIAL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC IN MEAN (EGARCH-M) 30 BAB III MODEL EXPOETIAL GEERALIZED AUTOREGRESSIVE CODITIOAL HETEROSCEDASTIC I MEA (EGARCH-M) 3.1 Proses EGARCH Exonential GARCH (EGARCH) diajukan elson ada tahun 1991 untuk menutui kelemahan model ARCH/GARCH

Lebih terperinci

ANALISIS BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE INVERSELY ESTIMATED RAINFALL

ANALISIS BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE INVERSELY ESTIMATED RAINFALL Titiek Widyasari Analisis Banjir Rancangan dengan Metode Inversely Estimated Rainfall BMPTTSSI MEDIA KOMUNIKASI TEKNIK SIPIL ANALISIS BANJIR RANCANGAN DENGAN METODE INVERSELY ESTIMATED RAINFALL Titiek

Lebih terperinci

ZULISTIA Air dan air limbah Bagian 80: Cara uji warna secara spektrofotometri SNI :2011

ZULISTIA Air dan air limbah Bagian 80: Cara uji warna secara spektrofotometri SNI :2011 Standar Nasional Indonesia ICS 13.060.50 Air dan air limbah Bagian 80: Cara uji warna secara spektrofotometri Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan neonatus yang memenuhi kriteria inklusi

BAB V HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan neonatus yang memenuhi kriteria inklusi BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik ibu dan neonatus Pengambilan samel dilakukan ada bulan Maret 2009 samai Aril 2010, didaatkan jumlah keseluruhan neonatus yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak

Lebih terperinci

HYDROGRAPH HYDROGRAPH 5/3/2017

HYDROGRAPH HYDROGRAPH 5/3/2017 5/3/2 HYDROGRAH REKAYASA HIDROLOGI Norma usita, ST.MT. HYDROGRAH Debit rencana banjir atau imasan banjir rencana di tentukan dengan beberaa metode, yaitu analitis, rasional, infitrasi, dan emiris. Metode

Lebih terperinci

Metode uji penentuan ukuran terkecil rata-rata (UKR) dan ukuran terbesar rata-rata (UBR) butir agregat

Metode uji penentuan ukuran terkecil rata-rata (UKR) dan ukuran terbesar rata-rata (UBR) butir agregat Standar Nasional Indonesia SNI 4137:2012 Metode uji penentuan ukuran terkecil rata-rata (UKR) dan ukuran terbesar rata-rata (UBR) butir agregat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta

Lebih terperinci

Modifikasi Hydrograf Satuan Sintetik SCS Sungai Serayu Dengan Metoda Optimasi

Modifikasi Hydrograf Satuan Sintetik SCS Sungai Serayu Dengan Metoda Optimasi Modifikasi Hydrograf Satuan Sintetik SCS Sungai Serayu Dengan Metoda Otimasi Ariani Budi Safarina ABSTRAK Metoda hydrograf satuan sintetik dierlukan untuk menentukan arameter banjir di daerah aliran sungai

Lebih terperinci

Analisis kadar abu contoh batubara

Analisis kadar abu contoh batubara Standar Nasional Indonesia Analisis kadar abu contoh batubara ICS 19.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Cara uji kemampuan penyelimutan dan ketahanan aspal emulsi terhadap air

Cara uji kemampuan penyelimutan dan ketahanan aspal emulsi terhadap air Standar Nasional Indonesia Cara uji kemampuan penyelimutan dan ketahanan aspal emulsi terhadap air ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk berkunjung ke suatu negara. Permintaan pariwisata biasanya diukur dari segi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk berkunjung ke suatu negara. Permintaan pariwisata biasanya diukur dari segi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permintaan Pariwisata Pariwisata mamu mencitakan ermintaan yang dilakukan oleh wisatawan untuk berkunjung ke suatu negara. Permintaan ariwisata biasanya diukur dari segi jumlah

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 3: Pemeriksaan

Kayu gergajian Bagian 3: Pemeriksaan SNI 7537.3:2011 Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 3: Pemeriksaan ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

270 o. 90 o. 180 o PENDAHULUAN

270 o. 90 o. 180 o PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan analisis data saat ini masih bertumu ada analisis untuk data linear. Disisi lain, untuk kasus-kasus tertentu engukuran dilakukan secara sirkular. Beberaa ilustrasi

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Semen portland komposit

Semen portland komposit Standar Nasional Indonesia Semen portland komposit ICS 91.100.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dimulai dengan adanya ermasalahan yang ditemukan oleh enulis yakni mengenai validitas CAPM di dalam engalikasiannya terhada engukuran

Lebih terperinci

Biaya Modal (Cost of Capital)

Biaya Modal (Cost of Capital) Bahan Ajar : Manajemen Keuangan II Digunakan untuk melengkai buku wajib Disusun oleh: Nila Firdausi Nuzula Biaya Modal (Cost of Caital) Caital Budgeting dan Cost of Caital (CoC) meruakan dua konse yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS RANTAI MARKOV PADA PERAMALAN PANGSA PASAR

BAB III ANALISIS RANTAI MARKOV PADA PERAMALAN PANGSA PASAR BAB III ANALISIS RANTAI MARKOV PADA PERAMALAN PANGSA PASAR Berdasarkan ada bab sebelumnya, ada bab ini akan dijelaskan enetaan atribut-atribut (keseakatan istilah) yang akan digunakan, serta langkah-langkah

Lebih terperinci

Metode uji penentuan persentase butir pecah pada agregat kasar

Metode uji penentuan persentase butir pecah pada agregat kasar Standar Nasional Indonesia ICS 91.100.30 SNI 7619:2012 Metode uji penentuan persentase butir pecah pada agregat kasar Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1997 negara-negara di Kawasan Asia mengalami krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1997 negara-negara di Kawasan Asia mengalami krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 997 negara-negara di Kawasan Asia mengalami krisis ekonomi, seerti Korea Selatan, Thailand, Filiina, Malaysia, Singaura, Indonesia. Penyebaran krisis di kawasan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PENGELOMPOKKAN KECAMATAN DI KODYA SURABAYA BERDASARKAN VARIABEL-VARIABEL KEPENDUDUKAN, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN

SKRIPSI ANALISIS PENGELOMPOKKAN KECAMATAN DI KODYA SURABAYA BERDASARKAN VARIABEL-VARIABEL KEPENDUDUKAN, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN SKRIPSI ANALISIS PENGELOMPOKKAN KECAMATAN DI KODYA SURABAYA BERDASARKAN VARIABEL-VARIABEL KEPENDUDUKAN, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN Oleh : Rengganis L. N. R 302 00 046 PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk

Lebih terperinci

sasi Nasional Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan

sasi Nasional Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di  dan tidak untuk di komersialkan 2 Standar Nasional Indonesia Tataa cara penentuan tinggi muka air tanah pada lubang bor atau sumur pantau ICS 93.020 Badan Standardis sasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis Hertini. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran *E mail:

Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis Hertini. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran *E mail: Perubahan Perilaku Pengguna nstant Messenger dengan Menggunakan Analisis Koresondensi Bersama (Studi Kasus Mahasiswa di Program Studi S-1 Matematika FMPA Unad) Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis

Lebih terperinci

Cara uji sifat tahan lekang batu

Cara uji sifat tahan lekang batu Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat tahan lekang batu ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Cara uji daktilitas aspal

Cara uji daktilitas aspal Standar Nasional Indonesia Cara uji daktilitas aspal ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR)

Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR) Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR) ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional 2011 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM 3.1. Pengembangan Teorema Dalam enelitian dan erancangan algoritma ini, akan dibahas mengenai beberaa teorema uji rimalitas yang terbaru. Teorema-teorema

Lebih terperinci

Regresi Rasio Prevalensi dengan Model Log-Binomial: Isu Ketakkonvergenan. Netti Herawati 1) Alfian Futuhul Hadi 2)

Regresi Rasio Prevalensi dengan Model Log-Binomial: Isu Ketakkonvergenan. Netti Herawati 1) Alfian Futuhul Hadi 2) BIAStatistika (2) Vol. 4, No., hal. 35 45 Regresi Rasio Prevalensi dengan Model Log-Binomial: Isu Ketakkonvergenan Netti Herawati ) Alfian Futuhul Hadi 2) ) Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lamung

Lebih terperinci

Metode penyiapan secara kering contoh tanah terganggu dan tanah-agregat untuk pengujian

Metode penyiapan secara kering contoh tanah terganggu dan tanah-agregat untuk pengujian Standar Nasional Indonesia SNI 1975:2012 Metode penyiapan secara kering contoh tanah terganggu dan tanah-agregat untuk pengujian ICS 13.080.20; 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta

Lebih terperinci

oleh seperangkat variabel X, maka persamaan di atas dinamakan persamaan struktural, dan modelnya disebut model struktural.

oleh seperangkat variabel X, maka persamaan di atas dinamakan persamaan struktural, dan modelnya disebut model struktural. ANALISIS JALUR A. PENGERTIAN ANALISIS JALUR Telaah statistika menyatakan bahwa untuk tujuan eramalan/ endugaan nilai Y atas dasar nilai-nilai X 1, X,., X i, ola hubungan yang sesuai adalah ola hubungan

Lebih terperinci

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur

Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 4868.2:2013 Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur BSN 2013 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Tata cara pengambilan contoh uji campuran beraspal

Tata cara pengambilan contoh uji campuran beraspal Standar Nasional Indonesia SNI 6890:2014 Tata cara pengambilan contoh uji campuran beraspal ICS 93.080.20 (ASTM D 979-01 (2006), IDT) Badan Standardisasi Nasional ASTM 2006 All rights reserved BSN 2014

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis aspal keras

Cara uji berat jenis aspal keras Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis aspal keras ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

PEMODELAN KETERTINGGALAN DAERAH DI INDONESIA MENGGUNAKAN ANALISIS DISKRIMINAN

PEMODELAN KETERTINGGALAN DAERAH DI INDONESIA MENGGUNAKAN ANALISIS DISKRIMINAN M-20 PEMODELAN KETERTINGGALAN DAERAH DI INDONESIA MENGGUNAKAN ANALISIS DISKRIMINAN Titi Purwandari, Yuyun Hidayat 2,2) Deartemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran, email : titiurwandari@yahoo.com,

Lebih terperinci

Metode uji pengendapan dan stabilitas penyimpanan aspal emulsi (ASTM D , MOD.)

Metode uji pengendapan dan stabilitas penyimpanan aspal emulsi (ASTM D , MOD.) Standar Nasional Indonesia ICS 93.080.20 Metode uji pengendapan dan stabilitas penyimpanan aspal emulsi (ASTM D 6930-04, MOD.) Badan Standardisasi Nasional SNI 6828:2012 BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Spesifikasi aspal emulsi kationik

Spesifikasi aspal emulsi kationik Standar Nasional Indonesia Spesifikasi aspal emulsi kationik ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Metode uji bahan yang lebih halus dari saringan 75 m (No. 200) dalam agregat mineral dengan pencucian (ASTM C , IDT)

Metode uji bahan yang lebih halus dari saringan 75 m (No. 200) dalam agregat mineral dengan pencucian (ASTM C , IDT) Standar Nasional Indonesia Metode uji bahan yang lebih halus dari saringan 75 m (No. 200) dalam agregat mineral dengan pencucian (ASTM C117 2004, IDT) ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional ASTM 2004

Lebih terperinci

DETEKSI RISIKO DINI SAHAM GABUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN VALUE at RISK

DETEKSI RISIKO DINI SAHAM GABUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN VALUE at RISK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 01 DETEKSI RISIKO DINI SAHAM GABUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN VALUE at RISK Haryono, Muhammad Sjahid Akbar dan Sony Sunaryo Statistics, Seuluh Noember Institute of Technology

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging

Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 7353.1:2013 Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging BSN 2013 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang

Lebih terperinci

Kulit masohi SNI 7941:2013

Kulit masohi SNI 7941:2013 Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.99 Kulit masohi Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

PETA KENDALI X DENGAN UKURAN SAMPEL DAN INTERVAL PENGAMBILAN SAMPEL YANG BERVARIASI

PETA KENDALI X DENGAN UKURAN SAMPEL DAN INTERVAL PENGAMBILAN SAMPEL YANG BERVARIASI JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 2, NO. 2, DESEMBER 2: 72-83 PETA KENDALI X DENGAN UKURAN SAMPEL DAN INTERVAL PENGAMBILAN SAMPEL YANG BERVARIASI Pauline Astari Singgih Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan

Lebih terperinci

Cara uji kandungan udara dalam beton segar dengan metode tekan

Cara uji kandungan udara dalam beton segar dengan metode tekan Standar Nasional Indonesia ICS 93.010 Cara uji kandungan udara dalam beton segar dengan metode tekan Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 4, Nomor 1, Mei 2013 ISSN

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 4, Nomor 1, Mei 2013 ISSN Perbandingan Metode Klasifikasi Regresi Logistik Dengan Jaringan Saraf Tiruan (Studi Kasus: Pemilihan Jurusan Bahasa dan IPS ada SMAN 2 Samarinda Tahun Ajaran 2011/2012) Comarison of Classification Methods

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TIJAUA PUSTAKA Portofolio Saham Portofolio berarti sekumulan investasi, untuk kasus saham, berarti sekumulan investasi dalam bentuk saham. Proses embentukan orfolio saham terdiri dari mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan jalur terendek (Shortest Path) meruakan suatu jaringan engarahan erjalanan dimana seseorang engarah jalan ingin menentukan jalur terendek antara dua kota

Lebih terperinci

Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP )

Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP ) Standar Nasional Indonesia Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP ) ICS 77.140.65 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sampling, (e) Validitas dan Reliabilitas, (f) Metode analisis data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sampling, (e) Validitas dan Reliabilitas, (f) Metode analisis data BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada embahasan dalam metode enelitian ini akan menguraikan mengenai (a) Identifikasi variabel enelitian, (b) Defenisi oerasional variabel enelitian, (c)metode engumulan data,

Lebih terperinci

Metode uji persentase partikel aspal emulsi yang tertahan saringan 850 mikron

Metode uji persentase partikel aspal emulsi yang tertahan saringan 850 mikron Standar Nasional Indonesia ICS 93.080.20 SNI 3643:2012 Metode uji persentase partikel aspal emulsi yang tertahan saringan 850 mikron Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Atmosfer standar untuk pengondisian dan/atau pengujian - Spesifikasi

Atmosfer standar untuk pengondisian dan/atau pengujian - Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Atmosfer standar untuk pengondisian dan/atau pengujian - Spesifikasi Standard atmospheres for conditioning and/or testing Specifications ICS 19.020 (ISO 554 1976, IDT) Badan

Lebih terperinci

Hidrograf Satuan Sintetis

Hidrograf Satuan Sintetis Hidrograf Satuan Sintetis Hidrograf Satuan Sintetis Untuk membuat hidrograf banjir ada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka erlu dicari karakteristik

Lebih terperinci

8. Rangkaian Arus Searah, Pemroses Energi

8. Rangkaian Arus Searah, Pemroses Energi ntroduction to ircuit nalysis Time Domain www.dirhamblora.com 8. angkaian rus Searah, Pemroses Energi Kita mengetahui bahwa salah satu bentuk gelombang dasar adalah bentuk gelombang anak tangga. Di bagian

Lebih terperinci

Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper

Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper Standar Nasional Indonesia Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Tata cara pencatatan akuifer dengan metode logging geolistrik tahanan jenis short normal (SN) dan long normal (LN) dalam rangka eksplorasi air tanah

Tata cara pencatatan akuifer dengan metode logging geolistrik tahanan jenis short normal (SN) dan long normal (LN) dalam rangka eksplorasi air tanah Badan Standardisasi Nasional Tata cara pencatatan akuifer dengan metode logging geolistrik tahanan jenis short normal (SN) dan long normal (LN) dalam rangka eksplorasi air tanah ICS 13.080.01; 93.020 Badan

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryatno Sudirham Studi Mandiri Integral dan Persamaan Diferensial ii Darublic BAB 3 Integral (3) (Integral Tentu) 3.. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu Integral tentu meruakan integral yang

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Pemilahan Data

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Pemilahan Data BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Pemilahan Data Pemilahan data dilakukan untuk menentukan data mana saja yang akan diolah. Dalam enelitian ini, data yang diikutsertakan dalam engolahan ditentukan berdasarkan teori

Lebih terperinci

Bab 4 PRINSIP PRINSIP PEMODELAN FISIS

Bab 4 PRINSIP PRINSIP PEMODELAN FISIS Bab 4 PRINSIP PRINSIP PEMODELAN FISIS 4. Fase-fase Pemodelan Dalam bab ini kita akan mendiskusikan bagaimana membangun model model matematika system dinamis. Kita akan memerhatikan masalah bagaimana mencaai

Lebih terperinci

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II. IKLIM & METEOROLOGI 1 Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi 1. CUACA & IKLIM Hidrologi suatu wilayah pertama bergantung pada iklimnya (kedudukan geografi / letak ruangannya) dan kedua pada rupabumi atau

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan I. Latar Belakang Masalah Dalam beberaa tahun terakhir ini, roses emonitoran kestabilan barisan matriks korelasi mendaatkan erhatian yang amat serius dalam literatur, terutama dalam literatur

Lebih terperinci

Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Konstruksi di PT Wijaya Karya (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Di Provinsi Kalimantan Timur)

Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Konstruksi di PT Wijaya Karya (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Di Provinsi Kalimantan Timur) Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Konstruksi di PT Wijaya Karya (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Di Provinsi Kalimantan Timur) Odik Fajrin Jayadewa, Dr. Irhamah, S.Si, M.Si, dan 3 Dwi Endah Kusrini, S.Si,

Lebih terperinci

Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium

Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium Standar Nasional Indonesia Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Bambu lamina penggunaan umum

Bambu lamina penggunaan umum Standar Nasional Indonesia Bambu lamina penggunaan umum ICS 79.060.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Metode uji residu aspal emulsi dengan penguapan (ASTM D , IDT)

Metode uji residu aspal emulsi dengan penguapan (ASTM D , IDT) Standar Nasional Indonesia SNI ASTM D6934:2012 Metode uji residu aspal emulsi dengan penguapan (ASTM D 6934 04, IDT) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Biji kakao AMANDEMEN 1

Biji kakao AMANDEMEN 1 Standar Nasional Indonesia Biji kakao AMANDEMEN 1 ICS 67.140.30 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Spesifikasi aspal keras berdasarkan kelas penetrasi

Spesifikasi aspal keras berdasarkan kelas penetrasi Standar Nasional Indonesia Spesifikasi aspal keras berdasarkan kelas penetrasi ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium

Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium Standar Nasional Indonesia SNI 8072:2016 Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium ICS 91.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan

Lebih terperinci

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball)

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) Standar Nasional Indonesia Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

Kayu lapis - Klasifikasi. Plywood - Classification

Kayu lapis - Klasifikasi. Plywood - Classification SNI ISO 1096:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu lapis - Klasifikasi Plywood - Classification (ISO 1096:1999,IDT) Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Panitia Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu ICS 79.060 Badan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PERBANDINGAN METODA

BAB III METODOLOGI DAN PERBANDINGAN METODA BAB III METODOLOGI DAN PERBANDINGAN METODA Melalui enjelasan konse jaringan grah, dalam menelusuri rute menuntut adanya enggunaan metoda yang teat. Merunut ada tinjauan ustaka, setidaknya akan digunakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN HUJAN DAN BANJIR RANCANGAN

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN HUJAN DAN BANJIR RANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN HUJAN DAN BANJIR RANCANGAN Habib Ratu Perwira Negara, Syaharuddin, Riai 3 STMIK Bumigora Mataram, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram,3 Habib.ratu@gmail.com abialmusthafa@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uraian Umum Bendungan (waduk) mempunyai fungsi yaitu menampung dan menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari daerah pengaliran sunyainya (DPS).

Lebih terperinci

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) Standar Nasional Indonesia Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Rambu evakuasi tsunami

Rambu evakuasi tsunami Standar Nasional Indonesia Rambu evakuasi tsunami ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung

Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional SNI ISO 12957-1:2012 Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung ICS 59.080.70 Geosynthetics Determination

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI 3.1 Tahap Tahap Penelitian a. Identifikasi Masalah Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah Sulitnya data debit jangka panjang pada sungai untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 53 pasien dengan polineuropati diabetika DM

BAB IV HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 53 pasien dengan polineuropati diabetika DM BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian Telah dilakukan enelitian ada 53 asien dengan olineuroati diabetika DM tie 2 yang berobat di oli Penyakit Saraf dan Poli Dalam RSUP Dr.Kariadi

Lebih terperinci

PETA KENDALI R ADAPTIF SEBAGAI ALTERNATIF PETA KENDALI R SHEWHART DALAM MENDETEKSI PERGESERAN KECIL PADA VARIANS

PETA KENDALI R ADAPTIF SEBAGAI ALTERNATIF PETA KENDALI R SHEWHART DALAM MENDETEKSI PERGESERAN KECIL PADA VARIANS PETA KENDALI R ADAPTIF SEBAGAI ALTERNATIF PETA KENDALI R SHEWHART DALAM MENDETEKSI PERGESERAN KECIL PADA VARIANS Adative R Control Chart as Alternative Shewhart R Control Chart in Detecting Small Shifts

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RSKDIA SITI FATIMAH MAKASSAR 2016

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RSKDIA SITI FATIMAH MAKASSAR 2016 ANALISIS FAKT RISIKO KEJADIAN BBLR DI RSKDIA SITI FATIMAH MAKASSAR 2016 Rahmawati STIKES Nani Hasanuddin Makassar Alamat koresondensi: Rahmaq320@gmail.com/085395118181 ABSTRAK BBLR adalah bayi dengan berat

Lebih terperinci

SNI 4482:2013 Standar Nasional Indonesia Durian ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI 4482:2013  Standar Nasional Indonesia Durian  ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Durian ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci

Metode uji penentuan campuran semen pada aspal emulsi (ASTM D , IDT)

Metode uji penentuan campuran semen pada aspal emulsi (ASTM D , IDT) Standar Nasional Indonesia ICS 93.080.20 Metode uji penentuan campuran semen pada aspal emulsi (ASTM D 6935 04, IDT) Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin,

Lebih terperinci

MODUL IV FISIKA MODERN EFEK COMPTON

MODUL IV FISIKA MODERN EFEK COMPTON MODUL IV FISIA MODERN EFE COMPTON Tujuan instruksional umum Agar mahasiswa daat memahami tentang Efek Comton Tujuan instruksional khusus: - Daat menerangkan tentang momentum foton - Daat menerangkan efek

Lebih terperinci

Baja tulangan beton SNI 2052:2014

Baja tulangan beton SNI 2052:2014 Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton ICS 77.140.15 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di  dan tidak untuk di komersialkan 2 Standar Nasional Indonesia Tata caraa pencatatan akuifer dengan metode logging geolistrik tahanan jenis short normal (SN) dan long normal (LN) dalam rangka eksplorasi air tanah ICS 13.080.01; 93.020

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI COX DAN REGRESI PARAMETRIK UNTUK ANALISIS SURVIVAL PASIEN JANTUNG MENGGUNAKAN R SOFTWARE

PENERAPAN REGRESI COX DAN REGRESI PARAMETRIK UNTUK ANALISIS SURVIVAL PASIEN JANTUNG MENGGUNAKAN R SOFTWARE PENERAPAN REGRESI COX DAN REGRESI PARAMETRIK UNTUK ANALISIS SURVIVAL PASIEN JANTUNG MENGGUNAKAN R SOFTWARE Diah Ayu Novitasari *) *) Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan Email

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI COX DAN REGRESI PARAMETRIK UNTUK ANALISIS SURVIVAL PASIEN JANTUNG MENGGUNAKAN R SOFTWARE

PENERAPAN REGRESI COX DAN REGRESI PARAMETRIK UNTUK ANALISIS SURVIVAL PASIEN JANTUNG MENGGUNAKAN R SOFTWARE PENERAPAN REGRESI COX DAN REGRESI PARAMETRIK UNTUK ANALISIS SURVIVAL PASIEN JANTUNG MENGGUNAKAN R SOFTWARE Diah Ayu Novitasari * * Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan Email :

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Smith dan Skousen dalam bukunya Intermediate Accounting sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Smith dan Skousen dalam bukunya Intermediate Accounting sebagai BAB 2 ANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Menurut Smith dan Skousen dalam bukunya Intermediate Accounting sebagai berikut: Barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan normal erusahaan,

Lebih terperinci