VII. PENENTUAN DAN PENETAPAN STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. PENENTUAN DAN PENETAPAN STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN"

Transkripsi

1 VII. PENENTUAN DAN PENETAPAN STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN 7.1. Faktor-Faktor Strategis dalam Pengembangan Peternakan di Kabupaten Bengkalis Untuk mengetahui faktor-faktor strategis yang mempengaruhi dan menetukan keberhasilan pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis, dilakukan analisis faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, dan analisis faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Untuk menentukan faktor internal dan eksternal terlebih dahulu dilakukan studi pustaka dan wawancara dengan dinaslinstansi terkait. Setelah didapat faktor-faktor strategis internal dan eksternal, dengan bantuan kuisioner diminta pendapat responden untuk menilai suatu faktor apakah merupakan ancaman atau peluang (eksternal), dan kekuatan atau kelernahan (internal) yang berpengaruh pada pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis Faktor Strategis Internal Berdasarkan wawancara melalui kuisioner dan rnasukan-masukan dari responden, diperoleh beberapa faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis sebagai berikut : a. Faktor Kekuatan Faktor kekuatan adalah bagian dari faktor strategis internal. Dianggap sebagai kekuatan karena dapat rnendukung terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis, oleh karena itu faktor kekuatan harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dari masukan 11 orang responden didapat faktor kekuatan yang dimiliki Kabupaten Bengkalis dalam pengembangan usaha peternakan adalah sebagai berikut:

2 47 1. Keadaan surnber daya alam. Dilihat dari aspek surnber daya alarn seperti luas lahan serta potensi bahan pakan yang masih cukup tersedia dan potensial untuk dikelola bagi pengernbangan usaha peternakan. Selain itu, posisi daerah yang strategis berhadapan langsung dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka serta berada pada kawasan perturnbuhan segitiga Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS- GT) dan segitiga Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT) dapat dijadikan peluang pasar yang rnenjanjikan. 2. Lernbaga pernbina. Tersedianya lernbaga pernbina seperti Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan lnvestasi, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan dinaslinstansi terkait lainnya dapat diharapkan rnenjadi fasilitator dan actor utarna dalarn upaya pernbinaan bagi pelaku usaha baik dibidang teknik budidaya, panen dan pasca panen, pemasaran hasil rnaupun rnanajernen usaha. 3. lnforrnasi pasar. Cukup dekatnya jarak antar pelaku usaha dengan pasar di Kabupaten Bengkalis dan adanya siaran televisi lokal yang rnenayangkdn inforrnasi pasar, telah rnernbuat para pelaku usaha dengan cepat dapat rnengetahui perkernbangan inforrnasi pasar setiap harinya. Dengan dernikian, peluang ini rnerupakan kesernpatan untuk rnengernbangkan usaha dan rnensuplai kornoditas sesuai kebutuhan pasar terrnasuk kornoditas peternakan. 4. Sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana untuk rnelakukan kegiatan usaha peternakan di Kabupaten Bengkaiis dapat dikatakan cukup rnernadai,

3 48 karena untuk rnendapatkan sarana produksi peternak dapat rnernbelinya di pasar kecarnatan dan pada sernua kecarnatan terdapat lebih dari satu toko yang rnenjual kebutuhan peternak berupa bibit, bahan pakan, dan peralatan. Akses ke lokasi usaha cukup rnudah dijangkau dan begitu pula sebaliknya, pengangkutan hasil juga cukup rnudah dilakukan karena harnpir sernua daerah dapat dijangkau oleh kendaraan angkutan. 5. Kernarnpuan rnernasarkan di dalarn daerah. Sifat urnurn konsurnen yang kadangkala rnenghadapi ketidakpastian tentang inforrnasi suatu produk yang sarna tetapi ditawarkan oleh produsen yang berbeda dan urnurnnya konsurnen lebih suka rnenghindari resiko, rnenyebabkan konsurnen lebih rnenyukai pilihan pasti dibanding yang tidak pasti walau pilihan itu rnernberikan nilai harapan yang sarna. Untuk itu produsen harus dapat dengan cepat rnenguasai perrnintaan dan kebirnbangan konsurnen. Hal ini dapat menjadi keunggulan peternak daerah ini dalarn rnernasarkan produknya,.karena dekatnya jarak antar konsurnen dengan produsen produk peternakan di Kabupaten Bengkalis, rnernberikan tindkat kepercayaan konsurnen rnenjadllebih baik kepada produsen di dalarn daerah. Seperti alasan kearnanan pangan, produk peternakan di daerah ini dapat langsung diketahui dan dinilai kearnanannya oleh konsurnen. 6. Kernarnpuan modal usaha. Karena berkernbangnya sistem gaduhan dan seduaan usaha ternak di daerah ini, sehingga rnernberi kesernpatan kepada peternak untuk rnengakses perrnodalan. Selain itu, daerah ini rnasih cukup kental

4 49 rasa kekeluargaan, sehingga peternak dapat rnenggadaikan ternaknya dengan sistern seduaan untuk rnernperoleh modal yang diperlukan. Dukungan program ekonorni kerakyatan di daerah ini juga rnendukung tersedianya modal bagi peternak untuk rnengernbangkan usaha peternakan. 7. Kornoditas yang dikernbangkan. Dukungan surnber daya alarn dan sosial budaya rnasyarakat kabupaten ini, mernberikan peluang untuk pengernbangan berbagai jenis kornoditas peternakan. Meski rnayoritas berpenduduk rnuslirn, narnun keberadaan ternak lain tidak rnenjadi suatu perrnasalahan selagi dikelola dengan keadaan yang baik. Disarnping itu pennintaan berbagai jenis produk peternakan dari rnasyarakat daerah ini terus rneningkat sejalan dengan rneningkatnya jurnlah penduduk. b. Faktor Kelemahan Faktor kelernahan adalah bagian dari faktor strategis internal, faktor tersebut dianggap sebagai kelernahan karena akan rnenjadi kendala dalarn pengernbangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis. Setelah dilakukan perrnintaan pendapat dan pandangan dari 11 responden, terdapat 8 faktor kelernahan yang harus dirninirnalisir dalarn upaya pengernbangan usaha peternakan, antara lain: 1. Keadaan surnber daya rnanusia Salah satu surnber inefisiensi dalarn pengusahaan pengernbangan peternakan adalah ketidak harrnonisan antara pelaku usaha dan pernbina. Faktor penyebab ketidakhannonisan ini adalah rendahnya kualitas surnber daya manusia peternakan. Masih rendah dan

5 50 terbatasnya kemarnpuan sumber daya manusia akan menjadi hambatan dalam percepatan proses transfer teknologi dan pengetahuan kepada peternak dalam memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya yang tersedia. Di Kabupaten Bengkalis permasalahan sumber daya manusia peternakan tidak hanya dari kualitas yang minim tetapi diperparah lagi dengan kuantitas yang juga minim. Tercatat tenaga pembina peternakan saat ini yang ada di Kabupaten Bengkalis adalah: Dokter Hewan sebanyak 1 orang; Sarjana Peternakan 2 orang; dan tenaga Paramedis Veteriner sebanyak 12 orang. Dari sisi peternak, dari hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar peternak responden berpendidikan SDIsederajat dan bahkan ada yang tidak tamat pendidikan dasar tersebut. 2. Pelaksanaan pembinaan Pelaksanaan pembinaan seharusnya tidak hanya dilakukan dalam ha1 teknis saja, namun juga pada masalah manajemen usaha, pemasaran, dan kelembagaan. Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh instansi berwenang selama ini dirasakan masih kurang optimal dan masih sangat tergantung pada pola proyek, sehingga pembinaan hanya dilaksanakan selama anggaran proyek berjalan. namun pembinaan pasca proyek sangat jarang dilaksanakan. Seharusnya pembinaan yang dilaksanakan mengacu pada program keja yang jelas, rutin, sinergis dan melibatkan semua unsur terkait dengan tingkat keberhasilan yang terukur (accountability). 3. Ketepatan kebijakan pemerintah Kebijakan adalah suatu keputusan yang memberikan arahan untuk mencari solusi terhadap permasalahan khusus yang berkembang

6 51 dikalangan masyarakat. Kebijakan yang tepat akan memberikan dampak yang positif sesuai yang diharapkan. Dari 11 responden yang dimintakan tanggapan terhadap ketepatan kebijakan pemerintah, 7 responden rnemberikan nilai negatif terhadap ketepatan kebijakan pemerintah dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Dengan demikian responden tersebut menilai bahwa kebijakan yang diambil belum memberikan darnpak yang positif terhadap tujuan kebijakan sesuai yang diharapkan. 4. Koordinasi antar lembaga terkait Sangat disadari bahwa program pengernbangan peternakan tidak rnungkin dapat dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan secara bersendirian, akan tetapi keteriibatan dari instansi lain dan stakeholder terkait sangat dibutuhkan. Untuk itu sangat diperlukan koordinasi yang baik antar lembaga-lernbaga tersebut. Sampai saat ini masih berkembang anggapan bahwa segala sesuatu yang menyangkut pengembangan peternakan adalah menjadi tanggung jawab Dinas Pertanian dan Peternakan. Walau ada suatu kesepahaman bahwa untuk pekerjaan tertentu seperti penyediaan sarana jalan dan pembinaan kelembagaan telah dilakukan oleh instansi berwenang namun dalam perencanaannya sering tidak ada koordinasi sehingga satu sama lain tidak terdapat kegiatan yang sinergis dan saling mendukung, malahan sering terjadi overlapping. 5. Manajemen usaha Dari hasil pengamatan dan wawancara, secara umum sistem usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis selama ini masih bersifat usaha sambilan. Hal ini tergambar dari ciri-ciri usaha peternakan peternak responden sebagian besar sesuai seperti apa yang diungkap

7 52 Diwyanto dkk. (1995) yang dikutip Wirosuhardjo dan Priyanti (1997) bahwa usaha peternakan bersifat sambilan adalah usaha yang dicirikan oleh skala pengusahaan ternak yang relatif kecil, input biaya produksi yang relatif rendah, kurang berorientasi ekonomi, serta bentuk usahanya bersifat pembibitan dan pembesaran. Lebih lanjut Wirosuhardjo dan Priyanti (1997) menjelaskan bahwa sistem usaha seperti tersebut belum memperhitungkan semua faktor input produksi seperti curahan tenaga kerja keluarga, pakan (rumput) dan sewa lahan untuk bangunan kandang. Pemasaran produksi juga belum berdasarkan target penjualan, akan tetapi pada umumnya lebih ditentukan oleh kebutuhan akan uang tunai. Hal ini menunjukkan masih lemahnya manajernen usaha peternak di daerah ini. Pada umumnya peternak masih mengelola usahanya dengan sederhana, padahal untuk pengembangan usaha peternakan dalarn suatu sistern agribisnis perlu dikelola dengan manajemen yang lebih baik. Kegiatan agribisnis memerlukan manajemen usaha yang baik karena akan berpengaruh pada hasil yang dicapai. Manajemen usaha agribisnis modern harus dimulgi dari perencanaan, pelaksanan kegiatan usahatani, penanganan panen, pengolahan hasil dan pemasaran hasil Motivasi peternak Motivasi adalah kondisi dalam diri individu yang berhubungan dengan rangsangan sehingga mendorong seseorang bertindak untuk mencapai tujuan (Sugema, 1999). Sahlan (2002) mengemukakan bahwa ada tiga motivasi yang sering dijumpai pada kehidupan manusia yaitu: Pertama, motivasi berprestasi yaitu dorongan yang timbul dalam diri individu sehubungan

8 53 dengan adanya pengharapan bahwa tindakan yang dilakukan rnerupakan alat untuk mencapai hasil yang lebih baik dari pada hasil yang telah dicapai sebelurnnya, bersaing dan menggauli orang lain, rnengatasi rintangan, serta mernelihara sernangat kerja yang tinggi; Kedua, motivasi berafiliasi yaitu dorongan yang tirnbul dalam diri individu sehubungan dengan adanya pengharapan bahwa tindakan yang dilakukan rnerupakan alat untuk mernbentuk, rnemelihara, diterirna serta bekerja sama dengan orang lain; dan Ketiga, motivasi berkuasa yaitu dorongan yang tirnbul dalarn diri individu sehubungan dengan adanya pengahrapan bahwa tindakan yang dilakukan merupakan alat untuk mernpengaruhi, menguasai, rnengendalikan serta memanipulasi perilaku orang lain. Dengan dernikian motivasi berperan dalarn menentukan perkembangan dan keberhasilan suatu usaha. Dikaitkan dengan keragaan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis, motivasi untuk berprestasi, berafiliasi dan berkuasa pada diri para peternak belurn begitu berkembang. Hal ini terlihat dari be!um bergesernya sebagian besar sistem usaha sambilan dan subsistens ke arah wawasan untuk rnenjadi pengusaha yang rnandiri. 7. Tingkat keuntungan usaha Tingkat keuntungan usaha merupakan suatu pertirnbangan bagi para pengusaha untuk rnenekuni suatu usaha. Selama ini secara urnum rnasyarakat masih beranggapan bahwa usaha peternakan merupakan usaha yang high risk low return. 8. Kemampuan memasarkan ke luar daerah Peluang pernasaran produk peternakan Kabuapten Bengkalis ke luar daerah sebenarnya terbuka lebar. Diantara daerah tujuan

9 54 pemasaran yang potensial adalah Pulau Batam. Karena adanya peluang ini, mengakibatkan daerah ini dihadapkan kepada berbagai tantangan dalam menghadapi persaingan dengan daerah lain. Sejauh ini keunggulan yang dimiliki daerah ini lebih banyak pada kegiatan produksi yang bersifat resource base dari pada kegiatan produksi yang bersifat technological base. Beberapa ha1 spesifik yang merupakan tantangan dalam bersaing untuk memasarkan produk peternakan ke luar daerah adalah rendahnya kualitas produk, belum adanya jaminan kontinuitas produk, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia Faktor Strategis Eksternal Faktor strategis eksternal terdiri dari peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari untuk mencapai keberhasilan dalam upaya pengembangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis. a. Peluang Faktor yang dianggap sebagai peluang adalah faktor yang bisa dimanfaatkan dalam upaya pencapaian tujuan. Dari wawancara terhadap responden terdapat 7 faktor yang merupakan peluang - yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan petemakan di Kabupaten Bengkalis. Peluang-peluang tersebut adalah: I. Teknologj informasi Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi seperti internet, televisi, telepon dan lain sebagainya, maka ada peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan dalam rangka pengembangan usaha peternakan. Peluang tersebut dapat berupa akses tentang informasi

10 55 teknologi baru, informasi pasar, permintaan pasar luar negeri, dan lainlain. Selain itu rnelalui teknologi inforrnasi, pelaku usaha dapat rnelakukan transaksi dengan cepat 2. Potensi pasar Letak geografis Kabupaten Bengkalis yang berhadapan langsung dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka serta berada pada kawasan pertumbuhan segitiga Indonesia-Malaysia- Singapura (IMS-GT) dan segitiga Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT- GT) menjadikan negara-negara tetangga tersebut sebagai peluang target pasar kornoditas peternakan. 3. Otonorni daerah Berlakunya Otonomi Daerah sejak tahun 1999 dengan lahirnya Undang-Undang Nornor 22 Tahun 1999 dan kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nornor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, rnernberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk rnengatur diri sendiri rnelalui local self government dan rnelaksanakan pernbangunan sesuai prakarsa dan karakteristik daerah (kondisi geografis, sumber daya alam, dan sosial budaya masyarakat) masingmasing. Dengan terbukanya kesempatan tersebut, diharapkan masyarakat dan pernerintah kabupaten dapat terpacu untuk lebih kreatif dalarn rnembangun daerahnya masing-masing. 4. Ketersediaan kredit Ketersediaan kredit dari lernbaga keuangan yang ada di Kabupaten Bengkalis saat ini seperti BRI, Bank Riau, Bank Perkreditan Rakyat dan Koperasi Simpan Pinjam merupakan peluang yang dapat

11 56 dimanfaatkan dalam menyediakan modal dan kesernpatan untuk mengembang usaha. Selain itu, saat ini tersedia skim kredit ketahanan pangan (KKP) yang khusus diperuntukkan bagi pengembangan usaha peternakan yang disediakan oleh Departemen Pertanian melalui Bank Riau. 5. Kesernpatan bermitra Pola kemitraan akan menciptakan kesempatan dan peluang kerjasama antara rnasyarakat, pernerintah dan swasta untuk mengernbangkan suatu komoditas secara terpadu. Kesempatan bermitra dalam usaha peternakan cukup terbuka dengan adanya perusahaan besar di daerah ini seperti PT. Caltex Pacific Indonesia, PT. Kondur dan Pertamina. Yang dibutuhkan adalah adanya fasilitasi kemitraan antara pengusaha besar dengan petani dari pemerintah, rnereka harus rnenjalin kerjasama dengan pengusaha besarlkecil agar kemitraan bisa terwujud. Kemitraan sangat diperlukan terutarna dalarn ha1 pernasaran hasil, pembinaan manajemen usaha, pengolahan hasil dan permodalan. 6. Perturnbuhan ekonorni Besarnya laju perturnbuhan ekonorni Kabupaten Bengkalis dapat dilihat berdasarkan kenaikan PDRB setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonorni Kabupaten Bengkalis selama periode Tahun yang mengacu pada tahun dasar 2000 telah tumbuh dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 7,54 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2004 ternyata meningkat dibandingkan dengan tahun 2004, yaitu sebesar 8,20 persen. Dengan semakin baiknya perturnbuhan ekonomi tersebut rnaka akan rneningkatkan daya beli masyarakat, dengan dernikian permintaan

12 57 komoditi peternakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat, akan semakin baik. 7. Ketersediaan teknologi Dalam pengembangan peternakan, ketersediaan teknologi terutama teknologi tepat guna merupakan salah satu ha1 yang cukup penting. Saat ini teknologi terapan yang tersedia di Kabupaten Bengkalis adalah teknologi lnseminasi Buatan. Teknologi Laserpuncture. Selain teknologi tersebut, juga tersedia mesin pengolah pakan ternak, mesin tetas, yang dapat dengan mudah diakses oleh peternak. Paket-paket teknologi juga tersedia dan ditawarkan terus oieh balai-balai peneiitian dan pengkajian teknologi seperti teknologi pakan ternak (complete feed), teknologi pengolahan pasca panen dan limbah. b. Ancaman Faktor ancaman adalah faktor yang dianggap bisa menghambat pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Dari wawancara terhadap responden terdapat 7 faktor yang merupakan ancaman yang dapat mengganggu kelangsungan upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Ancaman-ancaman tersebut adaiah: 1. Tingkat inflasi Tingkat inflasi akibat tekanan krisis dan meningkatnya harga bahan bakar minyak berdampak pada semua sektor usaha terrnasuk usaha peternakan. Bank Indonesia memperkirakan akibat kenaikan bahan bakar minyak, akan mengakibatkan inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung

13

14 59 yang jauh lebih besar, sehingga terjadi ketidak seirnbangan diantara petani dengan pedagang untuk rneraih pendapatan dari kornoditas yang sarna. Selain itu, kondisi yang ditentukan oleh sifat alarni kornoditas peternakan ditarnbah dengan ketidak seirnbangan antara jurnlah produksi dengan perrnintaan, sehingga proses penentuan harga sering tidak transparan dan lebih rnenguntungkan pedagang karena kenaikan harga ditingkat konsurnen sering tidak ditransrnisikan ke tingkat petani peternak. 4. Tuntutan kearnanan produk (Arnan. Sehat, Utuh dan Halal) Selain tuntutan kuantitas terhadap kebutuhan produk peternakan, saat ini rnasyarakat luas telah rnulai sadar akan pentingnya kearnanan pangan. Pengertian kearnanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk rnencegah pangan dari kernungkinan cernaran biologis (rnikrobiologis), kirnia dan benda-benda lain yang dapat rnengganggu, rnerugikan dan rnernbahayakan kesehatan rnanusia. Penanganan produk peternakan secara tradisional dilakukan dengan rnetode sederhana tanpa rnernperhatikan rnetode penanganan yang sernpurna. Dalarn sistern tradisional kualitas produk belum rnernegang peran yang penting dan dikontrol sepenuhnya oleh produsen. Pada era saat ini standar kualitas ditentukan oleh konsurnen, konsurnen rnernpunyai kekuatan penuh untuk mernilih produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkannya. Hal ini akan rnenyebabkan penyernpitan pasar bagi produk peternakan yang tidak ditangani secara baik. 5. Tingkat suku bunga

15 Tingkat suku bunga kredit perbankan saat ini masih cukup tinggi diikuti dengan tingginya resiko usaha dalam bidang peternakan, 60 mengakibatkan pengusaha kebanyakan menjadi enggan untuk meminjam modal ke bank sehingga tertundanya kegiatan investasi ataupun ekspansi usaha. Pelaku usaha yang terlanjur meminjam kredit bank kesulitan untuk mencicil kredit yang diperoleh. 6. Fluktuasi harga Seperti halnya produk pertanian secara umum, harga produk peternakan juga sangat fluktuatif. Penyebab terjadinya fluktuasi harga produk peternakan adalah karena: Pertama, Pertumbuhan berat badan ternak akan menemui titik optimum, sehingga konversi pakan (kebutuhan pakan untuk menghasilkan produksi) akan semakin meningkat yang akan mangakibatkan tingkat keuntungan peternak akan semakin menurun karena meningkatnya biaya pakan ternak; Kedua, Produk peternakan seperti daging, telur dan susu tidak dapat disimpan lama. Kedua ha1 ini menuntut peternak harus menjual hasil ternaknya walaupun saat itu harganya murah. Disisi lain, pada waktu-waktu tertentu seperti menghadapi hari-hari besar keagamaan, harga produk peternakan dapat meningkat tinggi. Selain terjadi pada produk peternakan, fluktuasi harga juga terjadi pada harga sarana prasarana produksi seperti harga pakan dan bibit yang sangat tidak menentu, sehingga peternak terkadang tidak dapat melakukan usahanya untuk sementara waktu. 7. Kejadian penyakit ternak Kejadian penyakit ternak akan mempengaruhi tingkat keamanan dan produksi ternak. Selain itu, beberap jenis penyakit terutama penyakit zoonosis (penyakit hewan menular kepada manusia) akan

16 61 mempengaruhi usaha peternakan dan permintaan produk peternakan. Isu Avian Influenza (Al), telah sangat mernpengaruhi kondisi peternakan di Indonesia Evaluasi Faktor-Faktor Strategis Alat yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap faktor-fator strategis yang mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabuapten Bengkalis adalah matriks lnternal Factor Evaluation (IFE) untuk faktor strategis internal, dan External Factor Evaluation (EFE) untuk faktor strategis eksternal. Tujuan dari matriks IFEIEFE adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor strategis internalleksternal mempengaruhi keberhasilan pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. a. lnternal Factor Evaluation (IFE) Hasil perhitungan bobot dan rating dari faktor-faktor strategis internal yang mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis disajikan dalam bentuk matriks Internal Factor Evaluation (IFE) seperti pada Tabel 22. Dari matriks IFF_ tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Elemen Kekuatan Elemen kekuatdn terdiri dari tujuh faktor strategis internal yakni sumber daya alam, - lembaga pembina, informasi pasar, sarana dan prasarana produksi, kemampuan memasarkan di dalarn daerah, kemampuan modal usaha, dan kornoditas yang dikembangkan. Bobot masing-masing faktor kekuatan tersebut adalah: sumber daya alam 0,091, lembaga pembina 0,078, kornoditas yang dikembangkan 0,078, sarana dan prasarana produksi 0,076, informasi pasar 0,067, kemampuan memasarkan di dalam daerah 0,065, kemarnpuan modal usaha 0,063.

17 1. Tabel 22. Matriks IFE Pengembangan Usaha Peternakan di Kabupaten Bengkalis. Faktor Strategis Internal I Bobot I A. Kekuatan Surnber dava alarn Lernbaga dernbina 0:078 lnforrnasi pasar 0,067 Sarana dan prasarana produksi 0,076 Kernarnpuan rnernasarkan di dalarn daerah 0,065 Kernarnpuan modal usaha 0,063 Kornoditas yang dikembangkan 0,078 Jumlah Rating 2. 1 Pelaksanaan pernbinaan 1 0, Ketepatan kebijakan pemerintah Koordinasi antar lembaga terkait Manajernen usaha Motivasi peternak Tingkat keuntungan usaha Kernarnpuan rnernasarkan ke luar daerah Jumlah I ' I B. Kelemahan Surnber daya rnanusia 0,080 1 TOTAL ( 1,000 1 :umber : Tanggapan Responden (perhitungan disajikan pada Lampiran 26 s/d Lampiran 30). 1 Total Skor 2,628 Kekuatan utarna dalarn pengernbangan peternakan di Kabupaten Bengkalis adalah surnber daya alarn, sarana dan prasarana produksi, dan komoditas yang dikernbangkan. Hal ini terlihat dari nilai rating 4 yang diberikan responden terhadap faktor-faktor tersebut. Sedangkan faktor kekuatan lainnya rnerniliki rating 3 yang berarti bahwa faktor tersebut merupakan kekuatan kecil. 2. Elemen Kelernahan Terdapat delapan faktor strategis internal dalam elernen kelernahan yang rnernpengaruhi pengernbangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Kedelapan faktor tersebut adalah: surnber daya rnanusia, pelaksanaan pembinaan, ketepatan kebijakan pernerintah, koordinasi antar lernbaga terkait, rnanajemen usaha, rnotivasi peternak, tingkat keuntungan usaha, dan kemarnpuan memasarkan ke luar daerah.

18 63 Bobot masing-masing faktor tersebut adalah: surnber daya rnanusia 0,080, pelaksanaan pernbinaan 0,065, rnotivasi peternak 0,063, ketepatan kebijakan pernerintah 0.060, rnanajernen usaha 0,058, tingkat keuntungan usaha 0,054, koordinasi antar lernbaga terkait 0,052, dan kernarnpuan rnernasarkan keluar daerah 0,052. Dari delapan faktor kelernahan, tersebut, terdapat dua faktor kelernahan yang rnerniliki rating 1 yang rnenunjukkan bahwa kelernahan tersebut rnerupakan kelernahan utarna. Faktor kelernahan tersebut adalah: surnber daya rnanusia, dan rnanajernen usaha. Sedangkan faktor kelernahan lainnya rnerniliki rating 2 yang rnenunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut rnerupakan kelernahan kecil. Secara keseluruhan faktor strategis internal yang paling penting untuk dicerrnati adalah faktor sumberdaya alarn dan surnber daya rnanusia, dibandingkan dengan faktor strategis internal lainnya kedua faktor tersebut rnerniliki bobot yang paling besar, artinya tingkat kepentingan relatif dari kedua faktor ini adalah sangat rnenentukan dalarn pengernbangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Dilihat dari jurnlah skor total elernen kekuatan dan kelernahan sebesar 2,628 yang berada di atas rata-rata 2,500, berarti bahwa Kabupaten Bengkalis rnasih berada di atas rata-rata dalarn kekuatan icternal keseluruhannya untuk pengernbangan peternakan. Respon elernen kekuatan (total skor 1,796) lebih tinggi dibanding total elernen kelernahan (total skor 0,832). b. External Factor Evaluation (EFE) Hasil perhitungan bobot dan rating dari faktor-faktor strategis eksternal yang rnernpengaruhi pengernbangan peternakan di Kabupaten Bengkalis

19 disajikan dalarn bentuk rnatriks External Factor Evaluation (EFE) seperti pada Tabel 22. Dari rnatriks EFE tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Elernen Peluang Elernen peluang terdiri dari tujuh faktor strategis eksternal yakni teknologi inforrnasi, potensi pasar, otonorni daerah, ketersediaan kredit. kesempatan berrnitra, perturnbuhan ekonorni, dan ketersediaan teknologi yang masing-rnasing rnerniliki bobot berturut-turut adalah 0,066, 0.076, 0,081, 0,072, 0,066, 0,076, dan 0,074. I No I Tabel 23. Matriks EFE Pengembangan Usaha Petemakan di Kabupaten Bengkalis. Faktor Strategis Eksternal A. Peluanq Teknologi inforrnasi Potensi pasar Otonorni daerah Ketersediaan kredit Kesernpatan berrnitra Perturnbuhan ekonorni Ketersediaan teknologi Jumlah B. Ancaman Tingkat inflasi Produk sejenis dari daerah lain Kondisi tata niaga ternak Tuntutan kearnanan produk (ASUH) Tingkat suku bunga Fluktuasi harcla Kejadian penyakit ternak Jumlah TOTAL Total I Bobot ( Rating I sknr 0,074 0, ,223 1,351 1,000 2,612 Sumber : Tanggapan Responden (perhitungan disajikan pada Lampiran 31 sld Lampiran 35). Peluang yang dapat direspon dengan baik dalarn pengernbangan peternakan di Kabupaten Bengkalis adalah: potensi pasar, otonorni daerah, dan perturnbuhan ekonorni, ha1 ini terlihat dari nilai rating 3 yang diberikan responden terhadap ketiga faktor peluang tersebut. Dari ketiga faktor peluang tersebut, peluang otonorni daerah rnerniliki bobot yang tertinggi yakni 0,081,

20 65 berarti peluang otonomi daerah darnpaknya sangat menentukan keberhasilan terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. 2. Elernen Ancaman Terdapat tujuh faktor strategis di dalam elemen ancarnan. Faktorfaktor strategis tersebut adalah tingkat inflasi memiliki bobot 0,057, produk sejenis dari daerah lain merniliki bobot 0,074, kondisi tata niaga ternak rnerniliki bobot 0,076, tuntutan kearnanan produk (ASUH-Arnan, Sehat, Utuh dan Halal) memiliki bobot 0,068, tingkat suku bunga merniliki bobot 0,063, fluktuasi harga memiliki bobot 0,076, dan kejadian penyakit ternak merniliki bobot 0,074. Terdapat lima faktor ancarnan yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Faktor-faktor tersebut adalah: ancaman produk sejenis dari daerah lain, kondisi tata niaga ternak, tuntutan kearnanan produk (ASUH), fluktuasi harga, dan kejadian penyakit ternak, ha1 ini terlihat dari nilai rating 3 yang diberikan responden terhadap faktor-faktor tersebut. Sedangkan dua faktor lainnya yakni tingkat inflasi dan tingkat suku bunga kurang kuat pengaruhnya terhad: J pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis. Faktor strategis eksternal yang paling penting untuk dicermati dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis adalah adanya peluang potensi pasar, otonomi daerah, dan pertumbuhan ekonomi; serta ancaman produk sejenis dari daerah lain, kondisi tata niaga ternak, tuntutan keamanan produk (ASUH), fluktuasi harga, dan kejadian penyakit ternak. Dilihat dari skor total sebesar 2,612, nilai tersebut berada di atas ratarata 2,500; artinya Kabupaten Bengkalis masih di atas rata-rata dalam usahanya memanfaatkan peluang dan rnenghindari ancaman. Respon terhadap elemen peluang (total skor 1,261), lebih rendah dibanding elemen

21 ancarnan (total skor 1,351), berarti bahwa peluang yang ada belurn seluruhnya dapat dirnanfaatkan dengan baik, sedangkan ancaman belurn dapat dielerninir secara keseluruhan Matriks Internal Eksternal Analisis rnatriks internal eksternal (I-E) digunakan untuk mencari strategi urnurn (grand strategy) dalarn pengernbangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis. Matriks IE didasarkan pada dua dirnensi kunci yaitu skor total IFE pada surnbu-x dan skor total EFE pada sumbu-y. Berdasarkan perhitungan faktor-faktor strategis pengernbangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis diperoleh total skor IFE sebesar 2,628 dan total skor EFE sebesar 2,612. TOTAL NlLAl IFE YANG DlBERl BOBOT Kuat Rata-rata Le~nah O + 0 Tlnggi I II M m c= W 3.0 m 0 C1 Z internal : Sedang IV v VI w U. Eksternal : 2,612 W =! z -I u + Rendah o - VII Vlll IX Gambar4. Matriks I-E untuk Pengembangan Usaha Peternakan di Kabupaten Bengkalis. Skor total IFE pengembangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis berada pada posisi internal rata-rata, dan skor total EFE berada pada posisi eksternal menengah. Dengan dernikian posisi pengembangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis berada pada sel V seperti terlihat pada gambar 4,

22 67 Posisi sel V berarti bahwa pengembangan usaha peternakan di Kabupten Bengkalis termasuk dalam divisi pertahankan dan pelihara. Dalarn posisi divisi pertahankan dan pelihara, strategi yang bisa diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar adalah berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang sudah ada di pasar lewat usaha pernasaran yang lebih gencar, sedangkan strategi pengembangan produk adalah strategi yang mencari peningkatan penjualan dengan rnemperbaiki atau modifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Dalam upaya melaksanakan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk peternakan dapat dilakukan dengan mengupayakan agar pelaku usaha peternakan dapat melakukan perbaikan dan rnodifikasi terhadap proses produksi dan produk yang mereka hasilkan untuk menjaga kontiniutas ketersediaan produk, kualitas produk dan harga yang dapat bersaing dengan produk dari luar daerah Analisis SWOT Hasil analisis rnatriks SWOT rnenghasilkan beberapa alternatif strategi seperti ditampilkan pada tabel 23, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Strategi S-0 (Strength-Opportunities) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara pembinaan dan pengembangan wilayah kantong produksi peternakan. Kabupaten Bengkalis yang secara umum memiliki potensi sumber daya alam yang cukup baik untuk pengembangan usaha peternakan khususnya ternak ruminansia, untuk itu perlu dilakukan strategi pembinaan dan pengembangan wilayah kantong produksi peternakan yang dilaksanakan dengan memanfaatkan wilayah yang mempunyai sumber daya alam yang potensial dan cocok untuk peternakan sesuai komoditas yang

23 akan dikembangkan, sehingga berdampak positif bagi pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja baru dan pengembangan wilayah Tabel 24. Alternatif Strategi Pengembangan Peternakan di Kabupaten Bengkalis. 2 Faktor Eksternal Faktor Internal KEKUATAN l S ) S1. Sumbet daya alam Lembaga pembina 0,234 $3. lnformasi pasar Sarana dan prasarana produksi 0,303 S5. Kemarnpuan memasaman di daiarn daerah 0,195 S6. Kemarnpuan modal usaha 0, Komoditas yang dikembang-kan 0,312 KELEMAHAN ( W) W1. Sumber daya manusia WZ. Pelaksanaan pembinaan W3. Ketepatan kebijakan pem%ntah W4. Kwrdinasi antar lembaga terkar Ws. Manajemen usaha WS. Motivasi petemak W7. lingkat keuntungan usaha W8. Kemampuan memasarkan ke luar daerah 0,104 PELUANG ( Teknologi infomasi Potensi pasar Otonorni daerah Ketersediaan kredit Kesempalan bermilra Peltumbuhan ekonomi Ketersediaan teknologi 0,149 STRATEGI S-0 1. Pembinaan dan pengembangan wkyah k ank poduksi petemakan (SI ) STRATEGI W-0 1. Pembinaan dan pengembangan SDM pnyuiuh dan pembina paternakan (Wl. W2. W5. W ) 2. Pengembangan jatingan disttibusi prcduk petemakan (Wl. W5, W ) ANCAMAN ( T 1 STRATEGI S-T Tl. Tlngkatinnasi 0, Mekaksanakan pengembangan dan TZ. Produk sejenis dari daerah lain 0,223 penerapan teknologi pasca panen (52. S4. S5.56. T2. T3. T4. T6) T3. Kondisi tala niaga ternak Pembinaan pengffnbangan T4. Tuntutan keamanan wha skaia usaha prcduk (ASUH) 0,204 yang layak s ~ara intensif (Sl. S2. T5. Tingkatsuku bunga 0,127 S4. S5. T2.7'3. T6) T6. Flukluasi harga,,,,, T7. Kejadian penyakitternak STRATEGI W-T 1. Penempan disiplin tindak karantina hewan dan pengawasan pemdongan hewan (Wl. WZ. W4, WE. TZ. T3, T4' T7) 2. Strategi S-T (Strength-Treaths) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada yang diwujudkan melalui strategi : 1) Pengembangan dan penerapan teknologi pasca panen; dan 2) Pembinaan dan pengembangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif. Kegiatan di sektor peternakan (on farm agribussines) selama ini belum dapat memberikan kehidupan yang layak yang disebabkan oleh belum mampunya produk peternakan merespon tuntutan konsumen saat ini yang menuntut kualitas tinggi, kontinuitas pasokan, ketepatan waktu penyampaian,

24 69 dan harga yang kornpetitif, oleh karena itu perlu diterapkan strategi pengernbangan dan penerapan teknologi pasca panen. Strategi pengernbangan dan penerapan teknologi pasca panen dirnaksudkan untuk rnenurnbuhkan kernbangkan usaha peternakan agar efisien dan rnerniliki nilai tarnbah dan daya saing, serta rnendorong proses industrialisasi pedesaan (Gerinda). Secara urnurn usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis didorninasi oleh usaha peternakan rakyat dengan skala yang kecil, sehingga tingkat keuntungan yang diterirna peternak rnasih tergolong kecil. Pada kondisi ini usaha peternakan rnasih dipandang sebagai usaha sarnpingan dan urnurnnya bersifat subsisten. Dalarn rangka rneningkatkan pendapatan usaha peternakan dan rnenjaga kontinuitas pasokan produk ke konsurnen serta dapat rnernberikan harga yang kornpetitif, rnaka perlu dilakukan strategi pernbinaan dan pengernbangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif. 3. Strategi W-0 (Weaknesses-Opportunities) Merninirnalkan kelernahan pang dirniliki untuk rnernanfaalkan peluang yang ada. Untuk rnewujudkan ha1 tersebut, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah rnelalui strategi: 1) Pernbinaan dan pengernbangan SDM penyuluh dan pernbina peternakan; dan 2) Pengernb3ngan jaringan distribusi produk peternakan. Kondisi surnber daya rnanusia peternakan yang rnasih rendah rnenjadi kendala dalarn upaya pengernbangan peternakan untuk itu perlu dilakukan birnbingan terhadap pelaku usaha peternakan. Narnun dengan kondisi petugas penyuluh dan pernbina peternakan yang ada saat ini sangat minim tidak saja dari segi kualitas tetapi juga kuantitas, rnengakibatkan rendahnya kernarnpuan aparat dalarn rnernberikan

25 70 pelayanan penyuluhan dan pembinaan. Untuk itu dirnasa yang akan datang perlu dilaksanakan peningkatan jurnlah dan kemarnpuan petugas penyuluh dan pembina peternakan. Langkah ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan petugas yang tangguh dalarn ha1 rnenciptakan kebijakan yang rnantap dan efektif; tanggap terhadap perrnasalahan peternakan; mampu berkreasi secara dinamis untuk rnelahirkan berbagai inovasi; dan dapat rnendorong kreativitas masyarakat peternak untuk terus rnenerus meningkatkan keahlian, keterampilan dan produktivitasnya. Lemahnya kernarnpuan untuk rnernasarkan hasil produksi harus diatasi dengan pengernbangan jaringan distribusi produk peternakan. Pengembangan jaringan distribusi ditujukan untuk rnernfasilitasi, rnencari dan rnenciptakan pangsa pasar bagi produk peternakan. 4. Strategi W-T (Weaknesses- Treats) Merninirnalkan kelernahan untuk rnenghadapi ancarnan, dengan strategi penerapan disiplin tindak karantina hewan dan pengawasan pemotongan hewan. Strategi ini dilakukan dalarn rangka perlindungan sumber daya untuk rnempertahankan wilayah. Selarna ini pemasukan produk peternakan dari luar daerah cukup tinggi baik yang dilakukan secara legal bahkan disinyalir terdapat pernasukan secara ilegal. Kondisi ini rnenggangu keupayaan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis. Salah satu langkah proteksi yang dapat dilakukan adalah dengan rnenerapkan disiplin tindak karantina hewan, sehingga produk ternak lokal dapat bersaing dengan ternak yang rnasuk dari luar daerah dan rnenjarnin tersedianya produk yang ASUH. Selain itu untuk rnernenuhi tuntutan produk yang ASUH perlu dilakukan pengawasan pernotongan hewan.

26 7.5. Rekomendasi Prioritas Strategi Alternatif strategi yang didapatkan dari rnatriks SWOT dianalisis dengan QSPM untuk rnenetapkan strategi prioritas. Penentuan peringkat berpedoman pada total nilai daya tarik (TNDT) masing-masing alternatif strategi yang ada. Jurnlah nilai yang tertinggi berarti rnenunjukkan bahwa strategi tersebut lebih menarik untuk dilaksanakan dibanding strategi lainnya. Tabel 25. Total Nilai Daya Tarik FNDT) Alternatif Strategi Pengembangan Peternakan di Kabupaten Bengkalis. ALTERNATIF STRATEGI 1. Pembinaan dan pengernbangan wilayah kantong produksi peternakan TNDT 5,718 Ranking v I 2. Melaksanakan pengernbangan dan penerapan teknologi pasca panen 3. Pernbinaan dan pengernbangan usaha peternakan 5,815 pada skala usaha yang layak secara intensif I 111 I 1 / 4. Pernbinaan dan pengembangan SDM penyuluh dan 5,872 I pernbina peternakan / I I 5. Pengembangan jaringan distribusi produk 5,721 peternakan 6. Penerapan disiplin tindak karantina hewan dan pengawasan pernotongan hewan 5,152 Surnber :Tanggapan Responden (perhitungan disajikan pada Larnpiran 36 sampai dengan Larnpiran 42). Berdasarkan hasil analisis QSPM seperti disajikan pada tabel 24, terlihat bahwa strategi yang rnerniliki TNDT tertinggi adalah sirategi pernbinaan dan pengernbangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif (6,028). Hal ini rnenunjukkan bahwa strategi prioritas untuk pengernbangan peternakan dalarn rangka rneningkat peran sub sektor peternakan di Kabupaten Bengkalis dilakukan rnelalui strategi pembinaan dan pengernbangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif VI

27 72 Pemilihan strategi pembinaan dan pengembangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif sangat beralasan karena selama ini usaha peternakan yang ada rnasih bersifat subsisten dengan skala usaha yang kecil dan terpencar-pencar sehingga rnenyulitkan dalam proses pembinaan dan tidak terjaminnya kontiniutas ketersediaan produk, serta menyebabkan panjangnya rantai pernasaran yang rnenjadikan rnajin pemasaran semakin tinggi lkhtisar 1. Faktor Strategis Internal. Secara keseluruhan faktor strategis internal yang paling penting untuk dicermati adalah faktor surnberdaya alam (0,091 ; 4) yang merupakan kekuatan utama, dan faktor sumber daya manusia (0,080 ; 1) yang merupakan kelemahan utama. Dilihat dari jumlah skor total elemen kekuatan dan kelemahan (2,628>2,500), rnenunjukkan bahwa Kabupaten Bengkalis masih berada di atas rata-rata dalam kekuatan internal keseluruhannya untuk pengembangan peternakan. Respon elemen kekuatan (1,796) lebih tinggi dibanding total elemen kelernahan (0,832). 2. Faktor Strategis Eksternal. Faktor strategis eksternal yang paling penting untuk dicermati dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis adalah adanya peluang potensi pasar (0,076 ; 3), otonomi daerah (0,081 ; 3), dan pertumbuhan ekonorni (0,076 ; 3); serta ancaman produk sejenis dari daerah lain (0,074 ; 3), kondisi tata niaga ternak (0,076 ; 3), tuntutan kearnanan produk (ASUH) (0,068 ; 3), fluktuasi harga (0,076 ; 3), dan kejadian penyakit ternak (0,074 ; 3).

28 Dilihat dari jurnlah skor total elemen peluang dan ancarnan (2,612 > 2,500) rnenunjukkan bahwa Kabupaten Bengkalis masih di atas rata-rata dalarn usahanya rnernanfaatkan peluang dan rnenghindari ancaman. Respon terhadap elernen peluang (1,261), lebih rendah dibanding elernen ancarnan (I351 berarti bahwa peluang yang ada belurn seluruhnya dapat dirnanfaatkan dengan baik, sedangkan ancarnan belurn dapat dielerninir secara keseluruhan. Kondisi internal dan eksternal pengembangan usaha peternakan di Kabupaten Bengkalis berada pada divisi pertahankan dan pelihara. Strategi urnurn yang dapat dilakukan pada posisi ini adalah dengan melaksanakan penetrasi pasar dan pengembangan produk. Untuk itu perlu kebijakan atau strategi yang dapat mengupayakan agar pelaku usaha peternakan dapat rnelakukan perbaikan dan modifikasi terhadap proses produksi dan produk yang dihasilkan untuk rnenjaga kontinuitas ketersediaan produk, rneningkatkan kualitas produk dan harga yang dapat bersaing. Untuk mengetahui strategi pengembangan peternakan di Kabupaten Bengkalis, dilakukan analisis SWOT. Dari analisis SWOT diperoleh beberapa alternatif strategi sebagai berikut: 1. Pembinaan dan pengembangan wilayah kantong produksi peternakan. 2. Pengernbangan dan penerapan teknologi pasca panen Pembinaan dan pengembangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif. 4. Pembinaan dan pengembangan SDM penyuluh dan pembina peternakan. 5. Pengernbangan jaringan distribusi produk peternakan. 6. Penerapan disiplin tindak karantina hewan dan pengawasan pernotongan hewan. 73

29 74 Dari analisis QSPM, strategi prioritas yang terpilih untuk pengembangan peternakan dalarn rangka rneningkatkan peran sub sektor peternakan di Kabupaten Bengkalis adalah Strategi Pembinaan dan pengembangan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif (6,028).

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan daerah rnerupakan bagian dari pernbangunan nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha L PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalarn usaha rnernbangkitkan sektor perekonornian rnenghadapi krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha dari seluruh lapisan rnasyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang A.1. Konsumsi Daging Ayam Ras Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia baru mencapai 3,45 kg di tahun 2000 merupakan tingkat yang rendah bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai RINGKASAN DlEN EVlTA HENDRIANA. ANALISIS PEMlLlHAN STRATEGI BERSAING PRlMKOPTl KOTAMADYA BOGOR SETELAH PENGHAPUSAN MONOPOLI TATANIAGA KEDELAI OLEH BULOG. (Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO) Kedelai sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pembangunan ekonomi sentralistik yang telah berlangsung selama lebih dari 32 tahun telah rnernberikan darnpak yang luas bagi pernbangunan ekonomi nasional, khususnya

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN 6.1. Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Faktor-faktor strategis merupakan beberapa elemen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kesadaran pernerintah akan besarnya potensi kelautan Indonesia, rnenyebabkan paradigrna pernbangunan yang selarna ini kurang rnernperhatikan sektor kelautan rnulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging,

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging, V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS 5.1. Produksi dan Kebutuhan Ternak 5.1.1 Jenis dan Populasi Ternak Secara urnum jenisjenis ternak yang dikernbangkan rnasyarakat adalah ternak

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional, VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN 8.1. Kesirnpulan 1. Pola konsurnsi dan pengeluaran rata-rata rumahtangga di wilayah KT1 memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mernasuki abad 21, aparatur Pernerintah Propinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta rnenghadapi banyak tantangan yang tidak dapat dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak

Lebih terperinci

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang berjalan dewasa ini di berbagai dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat

Lebih terperinci

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku minyak nabati untuk memenuhi konsurnsi

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Manajemen Keuangan Daerah Pada dasarnya tujuan utarna pengelolaan keuangan daerah terdiri dari: (1) tanggungjawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan. (3) kejujuran,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta

BAB l PENDAHULUAN.  Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta desentralisasi, dituntut adanya pelayanan publik yang cepat, tepat dan akurat. Dalam program pembangunan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang rnenarik untuk diamati rneskipun dalam kondisi krisis beberapa tanun terakhir ini. Tingginya populasi masyarakat

Lebih terperinci

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, tetapi seiring dsngan perkembangannya tanaman kelapa sawit ini rnarnpu tumbuh dan berkernbang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Surnberdaya rnanusia rnerupakan faktor utarna dalarn rnenentukan berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki oleh seorang Pirnpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Pesatnya pertumbuhan sektor perbankan memicu timbulnya. persaingan yang ketat di industri perbankan. Bank-bank berlomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. bank. Pesatnya pertumbuhan sektor perbankan memicu timbulnya. persaingan yang ketat di industri perbankan. Bank-bank berlomba untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini dihadapkan pada suatu kondisi persaingan yang sangat ketat (hyper competition) dalam memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor non-migas, khususnya sektor agribisnis semakin besar. Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya sumbangan devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga BAB l PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga sekunder. Tercatat dalarn abad terakhir,

Lebih terperinci

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonorni dan rnoneter telah mernberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perturnbuhan perekonornian Indonesia yang ditunjukkan dengan rnenurunnya Produk Dornestik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dampak krisis ekonomi yang melanda negara-negara kawasan Asia. Tenggara, khususnya yang terjadi di lndonesia di pertengahan tahun 1997

PENDAHULUAN. Dampak krisis ekonomi yang melanda negara-negara kawasan Asia. Tenggara, khususnya yang terjadi di lndonesia di pertengahan tahun 1997 L PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Dampak krisis ekonomi yang melanda negara-negara kawasan Asia Tenggara, khususnya yang terjadi di lndonesia di pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakan fondasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa,

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perbankan Indonesia Indonesia Pasca Krisis Kondisi perekonornian Indonesia pasca krisis ekonorni rnasih belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak. mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri.

Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak. mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri. I. PENDAHULUAN 1.l.Latar Belakang Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri. Darnpak yang ditirnbulkan secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang potensinya cerah di masa depan. Dalam perdagangan dunia kakao dikenal dan dibudidayakan sudah cukup lama baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi memiliki kedudukan yang khusus dalam perekonomian Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis X yang kuat dalam UUD 1945, dan dalam

Lebih terperinci

memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan agribisnis di yang baik dan benar akan mampu mengeliminasi

memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan agribisnis di yang baik dan benar akan mampu mengeliminasi A. Latar Belakang Benih merupakan salah satu faktor produksi pertanian yang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan agribisnis di tingkat lahan (on-fam) maupun di luar lahan (off-farm). Penggunaan

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi I.' PENDAHULUAN 1. Latar Belakang lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi sangat tinggi, ha1 ini dapat dimengerti karena produk obat-obatan yang dihasilkannya sudah merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk. merupakan perjuangan yang harus dilakukan secara besar-besaran dan

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk. merupakan perjuangan yang harus dilakukan secara besar-besaran dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Menurut Suroto (1992), pembangunan merupakan perjuangan yang harus dilakukan

Lebih terperinci

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun metropolitan. Krisis ekonorni tersebut

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan agroindustri di lndonesia pada umumnya belum memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu memanfaatkan berbagai peluang yang muncul

Lebih terperinci

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun dalarn rangkaian berikut ini: (1) Karakteristik Personal: Sernua peternak, baik peternak ayarn buras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lndonesia (BRI) sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia perlu. dalam bisnis perbankkan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan

I. PENDAHULUAN. lndonesia (BRI) sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia perlu. dalam bisnis perbankkan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menghadapi era perdagangan bebas, Bank Rakyat lndonesia (BRI) sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia perlu melakukan pembenahan diri agar dapat bersaing dan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP WM SURABAYA, JAWA TlMUR ,p PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR Oleh : Maria Imelda Melina A. 29.0842 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP WM SURABAYA, JAWA TlMUR ,p PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR Oleh : Maria Imelda Melina A. 29.0842 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SlSTEM PENGEMBANGAN AGROlNDUSTRl SKALA MEClL PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN

SlSTEM PENGEMBANGAN AGROlNDUSTRl SKALA MEClL PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN SlSTEM PENGEMBANGAN AGROlNDUSTRl SKALA MEClL PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN Oleh SRI MULYATI F 30.0640 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Sri Mulyati, F 30.0640. Sistern Pengernbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program restrukturisasi BRI akibat krisis ekonorni dan rnoneter Strategi yang tertuang dalam corporate plan BRI pasca

I. PENDAHULUAN. Program restrukturisasi BRI akibat krisis ekonorni dan rnoneter Strategi yang tertuang dalam corporate plan BRI pasca I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program restrukturisasi BRI akibat krisis ekonorni dan rnoneter beberapa tahun yang lalu telah berhasil diselesaikan pada bulan Juli 2001. Strategi yang tertuang dalam

Lebih terperinci

Memasuki era pasar bebas, dimana semua bangsa atau negara. batasan yang berarti. Minya setiap negara semakin bebas bergerak dan

Memasuki era pasar bebas, dimana semua bangsa atau negara. batasan yang berarti. Minya setiap negara semakin bebas bergerak dan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era pasar bebas, dimana semua bangsa atau negara semakin mendunia atau mengglobal, sehingga antar negara tidak ada lagi batasan yang berarti. Minya setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laku perekonomian kota ini. Sebagai pintu gerbang internasional yang

I. PENDAHULUAN. laku perekonomian kota ini. Sebagai pintu gerbang internasional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang DKI Jakarta rnemiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan propinsi lain. Sebagai ibukota negara dan pusat pernerintahan, berbagai kebijaksanaan ekonomi nasional dilahirkan

Lebih terperinci

VIII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VIII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN VIII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN 8.1. Pendekatan Perancangan Program Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi. hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di

Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi. hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di samping karena merupakan lahan bisnis

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor pendukung dan penghambat merupakan elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan PENDAHULUAN Latar Belakanq Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Karena kebutuhan semakin beragarn dan saling rnendesak untuk didahulukan, rnaka individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

VII. FORMULASI STRATEGI

VII. FORMULASI STRATEGI VII. FORMULASI STRATEGI 7.1 Tahapan Masukan (Input Stage) Tahapan masukan (input stage) merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melalui langkah kedua dan langkah ketiga didalam tahap formulasi

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pernbangunan pertanian telah mengalami pergeseran dan. pendekatan produksi kepada pendekatan agribisnis.

BAB l PENDAHULUAN. Pernbangunan pertanian telah mengalami pergeseran dan. pendekatan produksi kepada pendekatan agribisnis. BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan pertanian telah mengalami pergeseran dan pendekatan produksi kepada pendekatan agribisnis. Pembangunan agribisnis ini rnerupakan tanggapan terhadap perubahan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Dunia pendidikan rnerupakan wadah utarna yang paling penting bagi

BABI PENDAHULUAN. Dunia pendidikan rnerupakan wadah utarna yang paling penting bagi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan rnerupakan wadah utarna yang paling penting bagi setiap individu untuk dapat belajar. Tujuan utarna dari pendidikan itu sendiri

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

DAFTAR IS1

DAFTAR IS1 DAFTAR IS1 Halarnan KATA PENGANTAR... i DAFTAR IS1... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. ldentifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN (Studi Kasus Pad* Industri Kecll Rotan, Desa Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang) Duma Netty Simanjuntak A. 280948

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta. potensi pemanfaatannya secara luas membuka peluang bagi

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta. potensi pemanfaatannya secara luas membuka peluang bagi I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian nasional. Sektor tersebut telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ha1 peningkatan produksi bagi

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

Sejak krisis ekonorni rnelanda Indonesia tahun 1997 yang darnpaknya. sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasa-masa

Sejak krisis ekonorni rnelanda Indonesia tahun 1997 yang darnpaknya. sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasa-masa 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak krisis ekonorni rnelanda ndonesia tahun 1997 yang darnpaknya sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasamasa sangat sulit dan industri perbankan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa,

BAB l PENDAHULUAN. Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa, BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa, seiring dengan perubahan pola hidup dan peningkatan pendapatan masyarakat serta tingkat pendidikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat

PENDAHULUAN. Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat L PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran berbagai jenis produk

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

3.2. Metode pengambilan data

3.2. Metode pengambilan data !!I. METODE PENELlTlAN 3.1. Lokasi Penelitian Objek penelitian dan pengambilan data dilaksanakan di Pulau Bunaken Provinsi Sulawesi Utara yang lokasi penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 3 yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah pendekatan orientasi pembangunan yang tadinya dari atas ke bawah (top-down) menjadi pembangunan dari

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

- Untuk lebih meningkatkan fokus perusahaan kepada hat-ha1

- Untuk lebih meningkatkan fokus perusahaan kepada hat-ha1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi di dunia usaha yang berlangsung ketat, menuntut perusahaan untuk memberikan tanggapan secara cepat dan tepat agar mampu bersaing dan berkembang. Salah satu cara

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

Manusia rnerupakan unsur utarna dalam setiap organisasi. Jika rnernperhatikan gambaran sebuah organisasi,

Manusia rnerupakan unsur utarna dalam setiap organisasi. Jika rnernperhatikan gambaran sebuah organisasi, 1. PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakany Manusia rnerupakan unsur utarna dalam setiap organisasi. Jika rnernperhatikan gambaran sebuah organisasi, rnanusia merupakan surnberdaya yang dapat diatur dan dikombinasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyebabkan setiap negara harus mampu. bersaing satu dengan lainnya. Hal ini berkaitan dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyebabkan setiap negara harus mampu. bersaing satu dengan lainnya. Hal ini berkaitan dengan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah menyebabkan setiap negara harus mampu bersaing satu dengan lainnya. Hal ini berkaitan dengan perkembangan yang ada di seluruh bidang dalarn kehidupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.

Lebih terperinci

Ill. METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

Ill. METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Ill. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Pernbangunan Larnpung Barat sarnpai saat ini belurn terlalu jelas kernana arahnya. Ini terlihat dari tidak fokusnya kebijakan pernbangunan terutama dalam pengernbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 42 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data sehingga

Lebih terperinci

Kondisi persaingan pada saat ini telah membawa perubahan pada. konsumsi (consumer good), kondisi persaingan

Kondisi persaingan pada saat ini telah membawa perubahan pada. konsumsi (consumer good), kondisi persaingan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi persaingan pada saat ini telah membawa perubahan pada semua aspek dalam berusaha. Demikian juga dalam bisnis produk konsumsi (consumer good), kondisi persaingan

Lebih terperinci

TREND PEMASARAN BERAS DI INDONESlA

TREND PEMASARAN BERAS DI INDONESlA TREND PEMASARAN BERAS DI INDONESlA Dr Sutrisno Direktur F-Technopark Fakullas Teknologi Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor 1. PENDAHULUAN Pemasaran memegang peranan yang amat vital dalam suatu sistem

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia selama tiga tahun terakhir

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia selama tiga tahun terakhir I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia selama tiga tahun terakhir ini telah berdampak besar bagi kehidupan bangsa lndonesia. Berbagai kegiatan usaha dan pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Kedua desa penelitian rnemiliki banyak kesamaan sosial ekonomi. disebabkan oleh kesarnaan geografi dan proses pembentukan desa rnelalui

Kedua desa penelitian rnemiliki banyak kesamaan sosial ekonomi. disebabkan oleh kesarnaan geografi dan proses pembentukan desa rnelalui Kedua desa penelitian rnemiliki banyak kesamaan sosial ekonomi. disebabkan oleh kesarnaan geografi dan proses pembentukan desa rnelalui rnigrasi swakarsa, dimana struktur agraria terbentuk bersamaan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga akhir 1998, masih bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi, dan belum memperhatikan aspek pemerataan pendapatan.

Lebih terperinci

N DALAM UPAVA PENINGMATAN

N DALAM UPAVA PENINGMATAN N DALAM UPAVA PENINGMATAN KUANTBTAS DAN KUALITAS PRBDUMSI PAD1 Abdul Waries Patiwiri Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras IndonesiaIPERPADI 1. PENDAHULUAN Hingga saat ini beras masih merupakan

Lebih terperinci

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik 96 BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik Analisis lingkungan membantu perusahaan dalam menentukan langkah strategi yang tepat dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman.. i..vi.. viii.. ix I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Identifikasi Masalah..5 1.3. Rumusan Masalah.. 6 1.4. Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

VI. PERUMUSAN STRATEGI

VI. PERUMUSAN STRATEGI VI. PERUMUSAN STRATEGI Formulasi alternatif strategi pengernbangan komoditas unggulan di Larnpung Barat dilakukan rnelalui tiga tahap yaitu tahap identifikasi faktor internal dan eksternal, tahap pencocokan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian rnasyarakat, bahkan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti sekelompok manusia,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Metode surplus produksi telah banyak diaplikasikan dalam pendugaan stok perikanan tangkap, karena metode ini menerapkan integrasi berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wilayah di Kecamatan Ungaran Barat dalam usaha pengembangan agribisnis sapi

BAB III METODE PENELITIAN. wilayah di Kecamatan Ungaran Barat dalam usaha pengembangan agribisnis sapi 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini merupakan rangkaian studi untuk menganalisis potensi wilayah di Kecamatan Ungaran Barat dalam usaha pengembangan agribisnis sapi perah,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta. Bappeda Bengkalis, 2005. Program Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2005, Badan Perencanaan

Lebih terperinci