5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet"

Transkripsi

1 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Metode surplus produksi telah banyak diaplikasikan dalam pendugaan stok perikanan tangkap, karena metode ini menerapkan integrasi berbagai model sederhana yang saling berkaitan antara data-data kuantitatif dasar pada dinamika populasi dan data tersebut dapat diambil dari statistik catch dan effort pada rentang waktu tertentu (Shirakihara 1994). Upaya penangkapan gillnet pada kurun waktu tahun berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat (Gambar 17). Upaya penangkapan terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar 523 trip, dan upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 976 trip. Peningkatan upaya tangkap tersebut diduga karena penambahan jumlah armada gillnet dari tahun ke tahun sehingga mempengaruhi stok sumberdaya ikan yang ada. Pertambahan jumlah armada gillnet menunjukkan tingginya minat masyarakat Kabupaten Pontianak untuk berusaha di bidang ini. Trend produksi pada sepuluh tahun terakhir (Gambar 16), menunjukkan penurunan hasil tangkapan hal ini diduga karena penurunan jumlah stok alami akibat tingginya tingkat upaya penangkapan, serta penggunaan alat tangkap gillnet dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang sangat kecil, sehingga menurunkan populasi ikan target. Nilai CPUE (catch per unit effort) digunakan untuk mengetahui kecendrungan produktivitas suatu alat tangkap dalam kurun waktu tertentu. Nilai CPUE ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan dan jumlah upaya yang ditempuh oleh alat tangkap tersebut per satuan waktu. Grafik yang diperlihatkan pada Gambar 18 adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) dari alat tangkap gillnet di Kabupaten Pontianak dalam kurun waktu yang menunjukkan kecenderungan penurunan. Hal ini diduga terjadi karena tingkat upaya yang cenderung meningkat sehingga target tangkapan berkurang jumlahnya. Penambahan effort untuk meningkatkan produksi tidak selalu menghasilkan hasil positif. Pada batas-batas tertentu penambahan effort akan menurunkan hasil tangkapan, hal tersebut terjadi karena pemanfaatan sumberdaya

2 65 ikan yang ada sangat intensif sehingga mempengaruhi stok alami bahkan sangat dirasakan oleh para nelayan. Keseimbangan MSY menggambarkan kondisi maksimum lestari sumberdaya secara biologi (Dinarwan 1993). Dari grafik hubungan antara hasil tangkapan lestari dengan upaya penangkapan lestari perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun (Gambar 20) dapat dilihat bahwa effort dan hasil tangkapan tahun telah melewati batas upaya penangkapan MSY, ini berarti perairan tempat beroperasinya armada gillnet tersebut telah sangat jenuh, dan apabila tidak dikendalikan maka akan terjadi pengurasan terhadap sumber daya ikan yang ada (biological overfishing). Pengendalian effort dapat dilakukan dengan pengelolaan trip, closed and open system pada daerah tangkapan tertentu dan pengembangan teknologi kapal ikan yang lebih modern sehingga usaha penangkapan menjadi lebih effektif dan efisien. 5.2 Analisis Bio-Ekonomi Perikanan Gillnet Keluaran model bioekonomi meliputi empat kondisi keseimbangan pengelolaan (Tabel 2), yaitu : (1) kondisi pengelolan rerata aktual, (2) kondisi pengelolaan MSY, (3) kondisi pengelolaan MEY, dan (4) kondisi pengelolaan open acces. Tingkat upaya penangkapan kondisi rata-rata aktual yaitu sebesar 756 trip per tahun telah melewati tingkat pengupayaan MSY yaitu sebesar 547 trip per tahun (Gambar 21). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat upaya yang dilakukan telah melewati tingkat optimum sehingga diperlukan upaya pengendalian jumlah trip atau armada agar nelayan mendapatkan manfaat dari hasil tangkapan yang lebih baik. Tingkat upaya terbesar terdapat pada pengelolaan yang open access, hal ini karena para pelaku usaha (nelayan) dibebaskan untuk secara terbuka memanfaatkan sumberdaya yang ada sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan upaya penangkapan mereka masing-masing dan saling bersaing untuk mendapatkan produksi maksimal dengan nelayan yang lain. Pada model pengelolaan MEY upaya penangkapan paling sedikit, sehingga biaya pengeluaran akan dapat ditekan semaksimal mungkin, akan tetapi hasil rente ekonomi yang didapat akan menjadi maksimal. Tingkat produksi tertinggi terjadi pada pola pengelolaan MSY dan MEY (Gambar 22) sedangkan

3 66 tingkat produksi aktual masih dapat dikembangkan. Dengan pendekatan bioekonomi dapat dilihat bahwa pada kondisi rata-rata aktual, produksi perikanan gillnet adalah sebesar kg per tahun dan masih dapat ditingkatkan hingga mencapai MEY yaitu sebesar kg per tahun sehingga peluang peningkatan produksi masih dapat dilakukan yaitu sekitar kg per tahun. Pada kondisi pengelolaan MSY produksi yang diperoleh sebesar kg per tahun dan pada kondisi open access produksinya menurun hingga sebesar kg per tahun. Produksi yang rendah pada kondisi open access dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi yang berlebihan (effort tidak terkendali) sehingga memacu penurunan stok yang berpengaruh menurunnya hasil tangkapan nelayan. Dalam penelitian ini manfaat ekonomi diperoleh pada kondisi MEY sebesar Rp per tahun (Gambar 23). Rente ekonomi diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan oleh setiap unit penangkapan per tahun. Jumlah effort yang digunakan pada kondisi MEY adalah paling sedikit dibandingkan dengan kondisi pengelolaan lainnya (Gambar 21), tetapi produksinya tertinggi (Gambar 22), sehingga manfaat ekonominya akan diperoleh secara maksimum (Gambar 23). Kondisi MEY merupakan keseimbangan bio-ekonomi di mana manfaat sumberdaya menghasilkan produksi maksimum secara ekonomi dan tingkat upaya optimal secara sosial. Kondisi MEY ini merupakan kondisi ideal dalam pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Tingkat rente ekonomi pada kondisi open access tidak akan diperoleh karena total penerimaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan, dan telah melampaui kondisi MSY. Pada upaya yang lebih rendah dari E msy pendapatan nelayan akan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan sehingga sangat menguntungkan dan memacu mereka untuk meningkatkan effortnya. Apabila effort pada posisi lebih besar dari E msy (tidak terkontrol) maka usaha akan merugi atau telah terbentuk titik keseimbangan open access di mana total penerimaan sama dengan total pengeluaran upaya sehingga akan terjadi alokasi sumberdaya yang tidak tepat (missalocation) karena kelebihan faktor produksi. Perikanan yang

4 67 open access ini menurut Fauzi dan Anna (2004) dapat menimbulkan kondisi economic overfishing. Dengan penerapan konsep model keseimbangan bio-ekonomi seperti ini, sumber daya ikan dapat terjaga kelestariannya dan di sisi lain pelaku usaha seperti nelayan dapat terus mendapatkan keuntungan secara finansial dari usahanya. Dari penelitian ini keseimbangan bio-ekonomi dicapai pada kondisi produksi kg per tahun dengan tingkat upaya 498 trip per tahun dan dengan rente ekonomi sebesar Rp per tahun. 5.3 Analisis Fungsi Produksi Perikanan Gillnet Uji F digunakan untuk menilai ketujuh faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas hasil tangkapan gillnet secara bersama-sama. Hasilnya menunjukkan terdapat pengaruh nyata pada taraf α 0.05 (Tabel 3) antara faktor produksi yang diduga dengan produktivitas hasil tangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa input faktor produksi sangat mempengaruhi keberhasilan upaya penangkapan. Penilaian lanjutan secara parsial tidak menunjukkan hasil yang serupa (Tabel 4), dimana hanya faktor kekuatan mesin kapal (PK), panjang jaring (m), dan tinggi jaring (m) yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada tingkat α Sedangkan faktor ukuran kapal, jumlah BBM, jumlah ABK dan lama operasi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi karena nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel pada tingkat selang kepercayaan α 0.1. Kekuatan mesin berpengaruh pada daya dorong (gerak) dari kapal, semakin baik kekuatan mesin maka semakin baik pula kecepatan dan akselerasi kapal. Kekuatan mesin kapal akan sangat menentukan kecepatan kapal sampai mencapai fishing ground dan menuju tempat di mana ikan banyak terdapat. Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa dengan penambahan kekuatan mesin maka produksi juga akan naik secara linier, sehingga dapat diasumsikan bahwa tingkat kekuatan mesin kapal gillnet yang paling optimal di Kabupaten Pontianak adalah 360 PK dengan merek mesin Fuso. Dengan kapal yang relatif bergerak cepat, maka efisiensi dalam setting alat tangkap gillnet juga sangat baik. Kekuatan mesin yang besar juga perlu didukung

5 68 oleh ukuran kapal dan jumlah pemakaian BBM yang seimbang, dengan kata lain secara tidak langsung ukuran kapal dan konsumsi BBM juga mempengaruhi hasil tangkapan. Cara operasi kapal gillnet adalah dimana saat setting jaring gillnet mesin dihidupkan dan kapal berjalan mundur, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk efisiensi waktu setting dan agar jaring gillnet yang terbentang dapat tegak lurus melawan arus. Dari sini terlihat bahwa bila jumlah jaring yang dipakai semakin banyak (panjang) maka diperlukan kekuatan mesin yang lebih besar pula untuk mengimbangi cara pengoperasian alat tangkap tersebut. Panjang jaring gillnet yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak adalah berkisar antara meter. Panjang jaring optimum adalah meter. Terlihat bahwa hasil tangkapan akan meningkat seiring dengan peningkatan panjang jaring (Gambar 25). Panjang jaring berpengaruh terhadap banyaknya hasil tangkapan, dengan dugaan bahwa semakin panjang jaring maka akan semakin besar pula luasan jaring (catch able area) yang terbentang sehingga kemungkinan peluang tertangkapnya ikan semakin besar. Jika dibandingkan dengan ukuran panjang jaring yang lebih kecil, maka luas cakupan jaring lebih kecil pula, sehingga kemungkinan ikan untuk meloloskan diri juga semakin besar. Panjang jaring menentukan besar dari indeks fishing power sebuah unit penangkapan. Panjang jaring yang lebih besar serta ukuran yang lebih besar dengan waktu operasi yang lebih lama diharapkan mempunyai kekuatan untuk menangkap ikan yang lebih optimal. Tinggi jaring gillnet yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak adalah berkisar antara meter. Tinggi jaring optimum adalah 19.8 meter. Dari Gambar 26 terlihat bahwa semakin tinggi jaring gillnet maka akan semakin banyak pula ikan yang tertangkap. Hal tersebut berkaitan dengan swimming layer ikan yang menjadi target penangkapan. Ikan-ikan yang tertangkap adalah ikan pelagis besar dan kecil yang memiliki daya jelajah ruaya pada kedalaman meter, sehingga penambahan tinggi jaring akan menambah peluang ikan untuk tertangkap selain dari luasan jaring yang menjadi bertambah besar.

6 69 Formula fungsi produksi perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda adalah dirumuskan sebagai berikut : Y = GT PK 5.91 BBM Panjang lebar 921 ABK 361 Hari Nilai intersept yang diperoleh adalah sebesar yang menunjukkan bahwa titik potong garis regresi terletak pada sumbu Y positif. Ukuran kapal, kekuatan mesin, panjang dan lebar jaring memiliki nilai koefisien yang positif, ini berarti bahwa penambahan seluruh faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi alat tangkap gillnet, demikian juga sebaliknya. 5.4 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Gillnet Hasil analisis finansial usaha perikanan gillnet menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada tingkat suku bunga 6% nilai NPV masih menunjukkan nilai positif (NPV>0) sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 6% investasi di usaha perikanan gillnet ini layak untuk dilakukan. Alat analisis lain yang dapat digunakan untuk menentukan kriteria layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan adalah dengan menghitung net B/C ratio. Bila net B/C ratio > 1 maka usaha tersebut dapat dilakukan, sedangkan bila net B/C ratio < 1, maka usaha tersebut tidak layak dilaksanakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai net B/C ratio sebesar 1.47 (lebih besar dari 1) yang berarti bahwa setiap biaya Rp1.00 yang dikeluarkan akan dapat dikembalikan sebesar Rp1.47, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi usaha perikanan gillnet layak untuk dilaksanakan. IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti IRR sama dengan tingkat bunga discount factor (DF) pada waktu NPV=0. Menghitung besarnya IRR dilakukan dengan mencari nilai NPV positif dan negatif yang kemudian dilakukan interpolasi. Apabila IRR > tingkat suku bunga bank, maka usaha tersebut layak dilakukan dan apabila IRR < tingkat suku bunga bank, maka usaha tersebut tidak layak dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 38% yang berarti bahwa bila dibandingakan dengan

7 70 tingkat bunga bank sebesar 6%, investasi usaha perikanan gillnet ini masih jauh lebih menguntungkan. Kapasitas produksi minimum yang harus diproduksi dihitung dengan menggunakan analisis titik impas break even point (BEP). Analisis BEP dapat merumuskan pada titik mana tercapai penerimaan sama dengan biaya. Skala atau volume usaha yang dilakukan harus di atas titik impas. Perhitungan titik impas usaha perikanan gillnet menunjukkan produksi minimum yang harus dicapai adalah sebesar hasil tangkapan 16 ton atau pada nilai penjualan sebesar Rp per tahun. Apabila dibandingkan dengan kapasitas produksi yang direncanakan maka hal ini akan lebih kecil, sehingga layak untuk diusahakan. Dari hasil perhitungan PBP, usaha ini menunjukkan waktu pengembalian modal investasi selama 2.55 tahun. Hal ini berarti investasi yang dikeluarkan akan kembali pada tahun ke-3 umur investasi. Dengan melihat hasil perhitungan analisis finansial (Tabel 6) dapat direkomendasikan bahwa usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak layak untuk dikembangkan. 5.5 Analisis Pengambangan Perikanan Gillnet melalui SWOT dan QSPM Faktor Strategis Internal Beberapa faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak adalah sebagai berikut : a. Faktor Kekuatan 1. Kelembagaan Nelayan Dilihat dari aspek kelembagaan nelayan, nelayan di Kabupaten Pontianak sebagian besar telah tergabung dalam kelompok-kelompok nelayan yang selama ini dibina oleh Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. Selain itu mereka juga mempunyai wadah penyalur aspirasi dan perkumpulan yaitu Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dalam hal ini cabang Kabupaten Pontianak. Kelembagaan ini dinilai cukup baik dalam sumbangannya untuk pengembangan perikanan gillnet khususnya dan perikanan tangkap pada umumnya.

8 71 2. Motivasi Nelayan Motivasi adalah kondisi dalam diri individu yang berhubungan dengan rangsangan sehingga mendorong seseorang bertindak untuk mencapai tujuan. Sahlan (2002) mengemukakan bahwa ada tiga motivasi yang sering dijumpai pada kehidupan manusia yaitu : motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi dan motivasi berkuasa. Dengan demikian motivasi berperan dalam menentukan perkembangan dan keberhasilan suatu usaha. Dikaitkan dengan keragaan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak, motivasi tersebut pada nelayan masih terlihat, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin berkembangnya usaha perikanan mereka. 3. Informasi Pasar Cukup dekatnya jarak antara pelaku usaha dengan pasar di Kabupaten Pontianak yaitu letak pasar di Kota Pontianak dan Mempawah membuat para pelaku usaha dengan cepat dapat mengetahui dan menjangkau informasi setiap waktu. Dengan demikian peluang ini merupakan kesempatan untuk mengembangkan usaha dan mensuplai komoditas sesuai kebutuhan masyarakat konsumen. 4. Keuntungan Usaha Tingkat keuntungan usaha merupakan suatu pertimbangan bagi para pengusaha untuk menekuni suatu usaha. Selama ini secara umum masyarakat masih beranggapan bahwa usaha perikanan merupakan usaha yang high risk low return tetapi sangat menjanjikan. 5. Jaringan Pemasaran Dalam Daerah Sifat umum konsumen yang kadangkala menghadapi ketidakpastian tentang informasi suatu produk yang sama tetapi ditawarkan oleh produsen yang berbeda dan umumnya konsumen lebih suka menghindari resiko, menyebabkan konsumen lebih menyukai pilihan pasti. Hal ini dapat menjadi keunggulan nelayan di daerah ini dalam memasarkan produknya, karena dekatnya jarak antar produsen dan konsumen produk perikanan di Kabupaten Pontianak memberikan tingkat kepercayaan konsumen menjadi lebih baik kepada produsen dalam daerah. Seperti alasan keamanan pangan, produk perikanan di daerah ini dapat langsung diketahui dan dinilai keamanannya oleh konsumen.

9 72 6. Komoditas Hasil Tangkapan Hasil tangkapan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak merupakan ikanikan pelagis yang bernilai ekonomis tinggi. Hasil tangkapan ini memberi kekuatan untuk menambah peluang pengembangan perikanan gillnet di masa yang akan datang. b. Faktor Kelemahan 1. Sumber Daya Manusia Salah satu sumber inefisiensi dalam pengusahaan pengembangan perikanan adalah kurangnya kualitas sumberdaya manusia. Masih lemahnya sumberdaya manusia akan menjadi hambatan dalam percepatan proses transfer teknologi dan pengetahuan dalam memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya yang tersedia. Dari hasil wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian diketahui bahwa sebagian besar nelayan responden berpendidikan sekolah dasar atau sederajat dan bahkan ada yang tidak tamat pendidikan dasar tersebut. 2. Pembinaan Pembinaan seharusnya tidak hanya dilakukan dalam hal teknis saja namun juga pada masalah manajemen usaha, pemasaran dan kelembagaan. Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh instansi terkait selama ini dirasakan masih kurang optimal dan masih tergantung pada proyek, sehingga pembinaan hanya dilaksanakan selama anggaran proyek berjalan. 3. Kebijakan Pemerintah Kebijakan adalah suatu keputusan yang memberikan arahan untuk mencari solusi terhadap permasalahan khusus yang berkembang di masyarakat. Kebijakan yang tepat akan memberikan dampak positif sesuai dengan apa yang diharapkan. 4. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana di bidang perikanan tangkap belum sepenuhnya memadai, walaupun dalam waktu dekat akan dibangun pelabuhan perikanan yang representatif. Untuk meningkatkan produktivitas nelayan perlu dibenahi sarana dan prasarana yang ada baik pasar ikan, pelabuhan perikanan, akses jalan dan angkutan serta yang tidak kalah penting adalah sarana armada yang baik.

10 73 5. Jaringan Pemasaran Luar Daerah Peluang pemasaran ke luar daerah sebenarnya sangat terbuka lebar, tetapi sampai saat ini masih terfokus di dalam Provinsi Kalimantan Barat saja. Ini merupakan kelemahan pelaku usaha di daerah ini, untuk itu perlu dilakukan terobosan oleh steakholder yang terkait agar produk hasil perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dipasarkan juga di luar provinsi. 6. Modal Usaha Lemahnya akses permodalan memperlemah posisi nelayan untuk mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepercayaan bank sebagai institusi permodalan terhadap sektor perikanan sangat rendah. Untuk bisa mengakses modal nelayan harus menyiapkan agunan yang rata-rata tidak dapat mereka penuhi. 7. Keterampilan Nelayan Dalam pengembangan perikanan gillnet, keterampilan nelayan sangat memegang peran penting termasuk penguasaan teknologi tepat guna dan efektif. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan diarahkan agar nelayan dapat menguasai teknologi baru Faktor Strategis Eksternal Faktor strategis eksternal terdiri dari peluang yang dapat dimanfatkan dan ancaman yang harus dihindari untuk mencapai keberhasilan dalam upaya pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. a. Faktor Peluang 1. Sumber Daya Ikan Sumber daya ikan merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan, karena sumber daya ikan yang tertangkap oleh alat tangkap gillnet sangat melimpah keberadaannya di perairan Kabupaten Pontianak, hal ini terbukti dari meningkatnya produktivitas alat tangkap tersebut dari tahun ke tahun. 2. Otonomi Daerah Diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk mengatur diri sendiri melalui local government dan melaksanakan pembangunan termasuk pembangunan perikanan

11 74 sesuai prakarsa dan karakteristik daerah (kondisi geografis, sumber daya alam, dan sosial budaya masyarakat masing-masing). 3. Ketersediaan Kredit Ketersediaan kredit dari lembaga keuangan yang ada di Kabupaten Pontianak seperti BRI dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), Bank Pembangunan Daerah (Bank Kalbar), Koperasi simpan pinjam dan Koperasi Mina merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam menyediakan modal dan kesempatan mengembangkan usaha. 4. Harga Jual Harga komoditas ikan hasil tangkapan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak sangat baik dan menjanjikan. Perminataan masyarakat juga sangat baik karena sebagian besar masyarakat di Kalimantan Barat sangat menyenangi makan ikan laut. 5. Potensi Pasar Potensi pasar perikanan di Kalimantan Barat khususnya di Kabupaten Pontianak sangat baik karena letak geografis yang berdekatan dengan negara tetangga dan pasar internasional. Selain itu ibu kota Kabupaten Pontianak yaitu Mempawah dekat dengan Kota Pontianak yang merupakan pasar lokal yang baik. 6. Pertumbuhan Ekonomi Besarnya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pontianak dapat dilihat berdasarkan kenaikan PDRB setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pontianak selama periode tahun telah tumbuh dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 3.68%. Dengan semakin baiknya pertumbuhan ekonomi tersebut maka akan meningkatkan daya beli masyarakat, dengan demikian permintaan komoditas perikanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat akan semakin baik pula. 7. Teknologi Alat Tangkap dan Armada Kapal Pengembangan teknologi alat tangkap dan penambahan kapasitas armada kapal terus dilakukan oleh pemerintah setempat. Apabila kekuatan armada sangat baik dan memiliki daya jelajah yang relatif jauh maka dapat diharapkan hasil tangkapan nelayan juga akan maksimal.

12 75 b. Faktor Ancaman 1. Harga BBM Harga BBM khususnya solar dan minyak tanah merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan usaha perikanan tangkap, hal ini karena BBM merupakan komponen oprasional yang paling besar pada setiap operasi penangkapan. Dari tahun ke tahun kecenderungan harga BBM akan naik sejalan dengan naiknya harga minyak dunia. 2. Tuntutan Produk Ikan Segar Selain tuntutan kuantitas, saat ini masyarakat telah mulai sadar akan pentingnya kualitas mutu produk perikanan. Penanganan produk perikanan selama ini dilakukan dengan metode sederhana dan tradisional yang mungkin dapat terkontaminasi oleh cemaran biologi, kimia, atau benda-benda lain yang membahayakan kesehatan. Pada era dewasa ini kualitas ditentukan oleh konsumen, hal ini akan menyebabkan penyempitan pasar bagi produk perikanan yang tidak ditangani secara baik. 3. Hasil Tangkapan dari Daerah Lain Faktor ancaman yang lain adalah masuknya hasil tangkapan dari daerah lain, terutama produk perikanan dari negara tetangga. 4. Infrastruktur Penunjang Infrastruktur penunjang yang belum memadai dapat menjadi ancaman bagi pengembangan usaha perikanan gillnet, terutama pangkalan pendaratan, fasilitas pabrik es, bangunan pasar maupun pabrik pengolahan termasuk sarana jalan dan transportasi. 5. Kondisi Cuaca Kondisi cuaca sangat menentukan keberhasilan operasi penangkapan, hal ini merupakan ancaman bagi nelayan apabila musim ikan yang dipengaruhi cuaca tersebut menjadi kejadian yang jarang terjadi akibat cuaca buruk. 6. Pabrik Pengolahan (Pasca Panen) Pabrik pengolahan yang ada saat ini berada di luar Kabupaten Pontianak, hal ini menjadi ancaman bagi pengembangan usaha selanjutnya dikarenakan serapan pasar terhadap komoditas menjadi berkurang.

13 Evaluasi Faktor-Faktor Strategis 1. Elemen Kekuatan Elemen kekuatan terdiri dari enam faktor strategis internal yakni kelembagaan nelayan, motivasi nelayan, informasi pasar, keuntungan usaha, jaringan pemasaran dalam daerah, dan komoditas hasil tangkapan. Bobot masing-masing faktor kekuatan tersebut adalah kelembagaan nelayan 0.070, motivasi nelayan 0.082, informasi pasar 0.068, keuntungan usaha 0.080, jaringan pemasaran dalam daerah 0.070, dan komoditas hasil tangkapan (Tabel 7). Kekuatan utama dalam pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak adalah motivasi nelayan, keuntungan usaha dan komoditas hasil tangkapan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rating 4 yang diberikan responden terhadap faktor-faktor tersebut. Sedangkan faktor kekuatan lainnya memiliki rating 3 yang berarti bahwa faktor tersebut merupakan kekuatan kecil. 2. Elemen Kelemahan. Terdapat tujuh faktor strategis internal dalam elemen kelemahan yang mempengaruhi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak, yaitu sumberdaya manusia, pembinaan, kebijakan pemerintah, sarana dan prasarana, jaringan pemasaran luar daerah, modal usaha dan keterampilan nelayan. Bobot masing-masing faktor tersebut adalah sumberdaya manusia 0.089, pembinaan 0.070, kebijakan pemerintah 0.082, sarana dan prasarana 0.080, jaringan pemasaran luar daerah 0.070, modal usaha 0.077, dan keterampilan nelayan (Tabel 7). Dari semua faktor tersebut, faktor sumberdaya manusia, kebijakan pemerintah, sarana prasarana, modal usaha dan keterampilan nelayan yang merupakan kelemahan utama dengan nilai rating 1. Sedangkan faktor yang lain adalah sebagai kelemahan kecil. Secara keseluruhan faktor strategis internal yang paling penting untuk dicermati adalah faktor sumberdaya manusia dan keterampilan nelayan jika dibandingkan dengan faktor strategis lainnya, kedua faktor tersebut memiliki bobot paling besar, artinya tingkat kepentingan relatif dari kedua faktor ini adalah

14 77 sangat mementukan keberhasilan pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. Dilihat dari jumlah skor total elemen kekuatan dan kelemahan sebesar yang berada di bawah rata-rata 2.308, berarti bahwa Kabupaten Pontianak berada di bawah rata-rata dalam kekuatan internal keseluruhannya untuk pengembangan perikanan gillnet, untuk itu diperlukan upaya menambah kekuatan internal yang ada dan meminimalkan kelemahan. Respon elemen kekuatan (total skor 1.580) lebih tinggi daripada total elemen kelemahannya (total skor 0.692). 3. Elemen Peluang Elemen peluang terdiri dari tujuh faktor strategis eksternal yaitu sumberdaya ikan, otonomi daerah, ketersediaan kredit, harga jual, potensi pasar, pertumbuhan ekonomi dan teknologi alat tangkap dan armada kapal gillnet dengan masing-masing memiliki bobot berturut-turut adalah 0.095, 0.063, 0.074, 0.091, 0.081, dan (Tabel 8). Peluang yang dapat direspon dengan baik adalah otonomi daerah, ketersediaan kredit, harga jual dan teknologi alat tangkap dan armada kapal gillnet, hal ini dilihat dari nilai rating 3 yang diberikan responden terhadap keempat faktor peluang tersebut. Dari ketiga faktor peluang tersebut, peluang harga jual memiliki bobot yang tertinggi yakni berarti peluang harga jual dampaknya dapat sangat menentukan keberhasilan pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. 4. Elemen Ancaman. Terdapat enam faktor strategis di dalam elemen ancaman yaitu harga BBM, tuntutan produk ikan segar, hasil tangkapan dari daerah lain, infrastruktur penunjang, kondisi cuaca serta pabrik pengolahan (pasca panen) yang masingmasing bobotnya dapat dilihat pada Tabel 8. Dari enam faktor strategis eksternal tersebut terdapat tiga faktor ancaman yang mempunyai pengaruh kuat terhadap pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak yaitu tuntutan produk ikan segar, hasil tangkapan dari daerah lain dan pasca panen (pabrik pengolah), hal ini dapat dilihat dari pemberian nilai rating 3 oleh responden terhadap faktor-faktor tersebut, sedangkan faktor lainnya kurang kuat pengaruhnya.

15 78 Faktor strategis eksternal yang paling penting untuk dicermati dalam pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak adalah adanya peluang otonomi daerah, ketersediaan kredit, harga jual dan teknologi alat tangkap dan armada kapal gillnet, serta ancaman dari tuntutan masyarakat terhadap produk ikan segar, hasil tangkapan dari daerah lain dan belum adanya pabrik pengolah ikan hasil tangkapan nelayan. Respon terhadap elemen peluang (total skor 1.428), lebih tinggi dari elemen ancaman. Ini berarti bahwa peluang yang ada telah dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan ancaman telah dapat diminimalisir secara keseluruhan Matriks Internal Eksternal Skor total evaluasi faktor internal pengembangan usaha perikaanan gillnet di Kabupaten Pontianak berada pada posisi internal rata-rata dan skor total evaluasi faktor eksternal berada pada posisi eksternal menengah. Dengan demikian posisi pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak berada pada posisi sel V seperti pada Gambar 27. Posisi V berarti bahwa pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak termasuk dalam divisi pertahankan dan pelihara. Dalam posisi pertahankan dan pelihara, strategi yang bisa diterapkan adalah optimalisasi produksi dan efektifitas serta efisiensi usaha perikanan. Strategi ini dapat dilakukan dengan meningkatkan daya jangkau operasi kapal, penambahan dan peremajaan alat tangkap serta peningkatan kualitas dan mutu produk agar dapat bersaing dengan baik. Dari matrik evaluasi internal-eksternal tersebut kemudian disusunlah alternatif strategi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak (Gambar 28) berdasarkan analisis SWOT terdiri dari empat set strategi yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Strategi S-O (Strength-Opportunities) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah. Kelembagaan nelayan dalam hal ini baik dalam bentuk organisasi HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) maupun kelompok-kelompok

16 79 nelayan dapat menjadi wadah bagi nelayan maupun pengusaha perikanan gillnet dalam berinteraksi maupun mendapatkan informasi jaringan pasar dan pemasaran. Secara umum usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak ini didominasi oleh usaha perikanan skala kecil, sehingga tingkat keuntungan yang diterima nelayan masih tergolong kecil. Pada kondisi ini usaha perikanan gillnet masih dipandang sebagai usaha sampingan dan umumnya bersifat subsisten. Dalam rangka meningkatkan pendapatan usaha maka perlu dilakukan strategi yaitu memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah. Selama ini belum banyak nelayan di Kabupaten Pontianak yang memanfaatkan kelembagaan yang mereka miliki untuk mendapatkan akses permodalan dan kredit dari perbankan, karena mereka masih dianggap belum memenuhi syarat (bankable). Dengan adanya akses permodalan dan kredit lunak untuk usaha perikanan gillnet diharapkan usaha masyarakat akan berkembang sehingga berdampak positif bagi pendapatan mereka dan pertumbuhan ekonomi daerah. 2. Strategi S-T (Strength-Threat) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada, dapat diwujudkan melalui strategi pengembangan jaringan pasar dan sarana prasarana pasca panen termasuk pabrik pengolah. Kegiatan perikanan gillnet selama ini belum dapat memberikan kehidupan yang layak, disebabkan oleh belum baiknya jaringan pemasaran terutama pasar luar daerah serta belum terdapatnya sarana prasarana pasca panen yang memadai sehingga produk yang dijual belum dapat mencapai mutu dan harga yang kompetitif. Pembangunan pabrik pengolah hasil tangkapan nelayan gillnet dapat dijadikan salah satu alternatif solusi agar produk memiliki nilai tambah dan daya saing serta mendorong proses industrialisasi perikanan pedesaan. 3. Strategi W-O (Weakness-Oppurtunities) Meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, untuk mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan langkahlangkah antara lain dengan pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet.

17 80 Kondisi sumberdaya manusia yang masih rendah menjadi kendala, dalam rangka memberdayakan nelayan dan pengusaha perikanan gillnet, maka dapat dilakukan dengan cara pembinaan dan pelatihan keterampilan serta manajemen usaha oleh pemerintah daerah. Selain itu diperlukan pula peremajaan sarana dan prasarana alat tangkap jaring gillnet dan armada kapal gillnet agar menjadi lebih baik. 4. Strategi W-T (Weakness-Treats) Meminimalkan kelemahan untuk menghadapi ancaman, dengan : (1) penerapan sistem rantai dingin terhadap hasil tangkapan dan (2) penerapan subsidi BBM perikanan. Strategi penerapan rantai dingin terhadap produk perikanan diperlukan mengingat produk perikanan sangat mudah rusak dan terutama tuntutan konsumen yang saat ini semakin jeli menginginkan kualitas produk yang baik. Naiknya harga BBM juga berdampak negatif terhadap nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak, oleh karena itu penerapan subsidi BBM khususnya nelayan oleh pemerintah diharapkan dapat membantu meringankan biaya operasional yang dikeluarkan, karena komponen BBM merupakan komponen terbesar dalam biaya operasional nelayan gillnet. Berdasarkan analisis QSPM seperti dapat dilihat pada Tabel 9, bahwa strategi yang memiliki TNDT tertinggi adalah strategi pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet (5.991). Hal ini menunjukkan bahwa strategi prioritas untuk pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dilakukan melalui strategi pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet. Pemilihan strategi ini sangat beralasan karena selama ini pembinaan terhadap nelayan baik dari segi penyuluhan keterampilan, adopsi teknologi baru dan sistem manajemen usaha dirasakan sangat kurang. Demikian pula halnya dengan peremajaan alat tangkap gillnet dan armada kapal, apabila kedua hal ini dilakukan dengan konsisten maka diharapkan usaha perikanan gillnet masyarakat di Kabupaten Pontianak akan semakin baik.

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang 53 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang diberikan kepada variabel sebagai petunjuk dalam memperoleh

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung oleh wawancara terhadap para responden dan informasi-informasi yang diperoleh dari

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor pendukung dan penghambat merupakan elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal 9 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya stok sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang akan menjawab berbagai pertanyaan dan tujuan penelitian ini dan juga rekomendasi berupa implikasi kebijakan

Lebih terperinci

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam RINGKASAN EKSEKUTIF WAHYUDIN. 2001. Perencanaan Strategis UPT. UPMB Muara Angke Dalam Bidang Pembinaan, Pelayanan Jasa Perawatan dan Docking Kapal Perikanan. Di bawah bimbingan SYAMSUL MA ARIF dan WAHYUDI.

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Udang Kabupaten Cilacap Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Cilacap khususnya usaha perikanan tangkap udang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Cilacap.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian adalah nelayan yang menangkap ikan atau beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI Wonokerto

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci