UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN PENGENDALI VEKTOR ARUS DAN OBSERVER BERADA PADA SUMBU DQ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN PENGENDALI VEKTOR ARUS DAN OBSERVER BERADA PADA SUMBU DQ"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN PENGENDALI VEKTOR ARUS DAN OBSERVER BERADA PADA SUMBU DQ SKRIPSI YOGA DWI HARYOKO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN PENGENDALI VEKTOR ARUS DAN OBSERVER BERADA PADA SUMBU DQ SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik YOGA DWI HARYOKO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012 i

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini aalah hasil karya saya seniri, an semua sumber baik yang ikutip maupun irujuk telah saya nyatakan engan benar. Nama : Yoga Dwi Haryoko NPM : Tana Tangan : Tanggal : 20 Januari 2012 ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini iajukan oleh Nama : Yoga Dwi Haryoko NPM : Program Stui : Teknik Elektro Juul Skripsi : Analisa putaran motor inuksi tiga fasa tanpa sensor kecepatan engan pengenali vektor arus an observer beraa paa sumbu q Telah berhasil ipertahankan i haapan Dewan Penguji an iterima sebagai bagian persyaratan yang iperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik paa Program Stui Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Inonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing Penguji Penguji : Dr. Ir. Riwan Gunawan MT : Dr. Ir. Feri Yusivar M.Eng : Ir. I Mae Arita Y MT Ditetapkan i Tanggal : 20 januari 2012 iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepaa Tuhan Yang Maha esa, karena atas berkat an rahmat-nya, saya apat menyelaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ilakukan alam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Jurusan Teknik Elektro paa Fakultas Teknik Universitas Inonesia. Saya menyaari bahwa, tanpa bantuan an bimbingan ari berbagai pihak, ari masa perkuliahan sampai paa penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepaa : (1) Dr. Ir. Riwan Gunawan MT selaku osen pembimbing yang telah menyeiakan waktu, tenaga, an pikiran untuk mengarahkan saya alam penyusunan skripsi ini; (2) Orang tua an keluarga saya yang telah memberikan bantuan ukungan material an moral; an (3) Sahabat yang telah banyak membantu saya alam meyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 20 Januari 2012 Penulis iv

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akaemik Universitas Inonesia, saya yang bertana tangan i bawah ini : Nama : Yoga Dwi Haryoko NPM : Program Stui : Teknik Elektro Departemen : Teknik Elektro Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi emi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepaa Universitas Inonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjuul : ANALISA PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN PENGENDALI VEKTOR ARUS DAN OBSERVER BERADA PADA SUMBU DQ beserta perangkat yang aa (jika iperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Inonesia berhak menyimpan, mengalihmeia/formatkan, mengelola alam bentuk pangkalan ata (atabase), merawat, an pemublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta an sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat engan sebenarnya. Dibuat i : Depok Paa tanggal : 20 Januari 2012 Yang menyatakan (Yoga Dwi Haryoko) v

7 ABSTRAK Nama : Yoga Dwi Haryoko Program Stui : Teknik Elektro Juul : Perancangan Putaran Motor Inuksi Tiga Fasa Tanpa Sensor Kecepatan Dengan Pengenali Vektor Arus Observer Beraa Paa Sumbu D-Q Dalam perancangan motor inuksi tiga phasa, informasi mengenai kecepatan motor sangat iperlukan untuk melakukan pengaturan kecepatan motor. Sensor kecepatan yang biasa igunakan mempunyai keterbatasan alam hal resolusi an biaya pembelian yang mahal. Oleh sebab itu iperlukan metoe lain untuk menentukan kecepatan motor guna menggantikan penggunaan sensor kecepatan tersebut. Moel motor yang igunakan aalah moel motor inuksi alam kerangka acuan fluks rotor. Varibel yang iestimasi oleh observer aalah arus stator an fluks rotor, seangkan kecepatan rotor iestimasi berasarkan teori lyapunov. Perancangan an simulasi estimasi kecepatan paa motor inuksi tanpa sensor kecepatan engan full orer observer ini menggunakan program C-MEX S- function paa Matlab/Simulink versi R2008a. vi

8 ABSTRAK Name Major Title : Yoga Dwi Haryoko : Electrical Engineering : The Spee Control Analysis Of Three Phase Inuction Motor Sensorless Design Using The Current Vector Control An Observer In D-Q Axis In the three-phase inuction motor esign, the information about the motor spee is exceptionally neee to o the controling the spee of the motor. The sensor that has been use to measure the velocity has limitation in the matter of resolution with high expense. Therefore, there s a nee to use another metho to replace the velocity sensor s function to etermine the motor spee. The motor moeling that s use is the inuction motor moel in the frame of rotor flux reference. Variables are estimate by the observer is the stator current an rotor flux, while the rotor spee is estimate base on Lyapunov Theory. The esign an simulation of the velocity estimation in inuction motor without spee sensor with a full orer observer is using the program C-MEX S-function in Matlab / Simulink R2008a version. vii

9 DAFTAR ISI Halaman Juul...i Halaman Orisinalitas...ii Lembar Pengesahan...iii Kata Pengantar...iv Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah...v Abstrak...vi Daftar Isi...viii Daftar Gambar...x BAB I Penahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Maksu an Tujuan Pembatasan Masalah Metoe Analisis Sistematika Penulisan... 3 BAB II Pemoelan Motor Inuksi Tiga Fasa Kerangka Acuan Rotor 2.1 Motor Inuksi Transformasi Park an Transformasi Clarke Pemoelan Motor Inuksi alam Kerangka Acuan Rotor Pengenali Vektor Arus Perancangan Moel Luenberger Observer Estimasi Arus an Fluks Motor Inuksi Estimasi Kecepatan Rotor viii

10 BAB III Perancangan an Simulasi Pengenali Vektor Arus 3.1 Perancangan Estimasi Kecepatan Dengan Observer Full Orer Observer Dengan Fluks Moel BAB IV Hasil Simulasi an Analisa 4.1 Karakteristik Kesalahan Estimasi Pembahasan Hasil Simulasi Pengujian engan Mengubah Arus Masukan i sq Pengujian engan Pembebanan paa Sistem Pengujian engan Penambahan Arus i sq BAB V Kesimpulan Daftar Pustaka ix

11 Daftar Gambar Gambar 2.1 Transformasi ari 3 phasa ke 2 phasa sumbu... 6 Gambar 2.2 Hubungan antara sumbu -q engan sumbu α β... 7 Gambar 2.3 Hubungan antara sumbu tiga fasa an sumbu ua fasa... 8 Gambar 2.4 Kerangka Acuan Keaaan Statik an Dinamik... 8 Gambar 2.5 Proses lineariasasi (Dekopling) Gambar 2.6 Diagram blok luenberger observer Gambar 3.1. Diagram Motor Inuksi Tanpa Sensor Kecepatan Gambar 3.2. Proses Pembentukan Sinyal PWM Gambar 3.3. Arus Stator paa Sumbu D Referensi Gambar 3.4. Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Percobaan Pertama Gambar 3.5. Pembebanan paa Motor Gambar 3.6. Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Percobaan Keua Gambar 4.1. Arus Stator paa Sumbu D Referensi Gambar 4.2. Arus Stator paa Sumbu D Gambar 4.3. Error Arus Stator Sumbu D Gambar 4.4. Arus Magnetisasi Rotor Gambar 4.5. Fluks Rotor paa Sumbu D Gambar 4.6. Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Gambar 4.7. Arus Stator paa Sumbu Q Gambar 4.8. Error Arus Stator Sumbu Q Gambar 4.9. Torsi Elektromagnetik Gambar Kecepatan Putaran Rotor Gambar Arus Stator paa Sumbu D Referensi Gambar Arus Stator Sumbu D Gambar Error Arus Stator Sumbu D Gambar Arus Magnetisasi Rotor Gambar Fluks Rotor Sumbu D Gambar Arus Stator paa Sumbu Q Referensi x

12 Gambar Arus Stator Sumbu Q Gambar Error Arus Stator Sumbu Q Gambar Torsi Elektromagnetik Gambar Kecepatan Putaran Rotor Gambar Pembebanan paa Motor Gambar Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Gambar Torsi Elektromagnetik Gambar Arus Stator paa Sumbu Q Gambar Error Isq Gambar Kecepatan Putaran Rotor Gambar Arus Stator paa Sumbu Q paa etik ke Gambar Arus Stator Sumbu D Referensi Gambar Arus Stator Sumbu D Gambar Error Arus Stator paa Sumbu D Gambar Arus Magnetisasi Rotor Gambar Fluks Rotor paa Sumbu D Gambar Arus Stator paa Sumbu D paa etik ke xi

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Motor inuksi banyak igunakan karena konstruksinya yang kuat, harganya yang murah an efisien alam perawatan. Pekerjaan-pekerjaan inustri seperti proses prouksi umumnya membutuhkan kerja motor. Pengaturan kecepatan putaran motor inuksi tiga fasa yang umumnya itemui alam unia inustri biasanya ilakukan mengunakan sensor kecepatan. Namun, paa aplikasinya sistem tersebut memiliki beberapa keterbatasan an harga yang relatif mahal. Oleh sebab itu, untuk menggantikan sistem tersebut igunakan metoe estimasi ari moel motor inuksi. Pengaturan kecepatan motor merupakan masalah utama alam penggunaan motor inuksi. Dimana, paa umumnya proses pengaturan motor inuksi menggunakan sensor kecepatan sebagai umpan balik (fee back) ke sistem. Penggunaan sensor kecepatan tersebut inilai kurang efektif karena selain harga yang relatif mahal, penggunaan sensor kecepatan juga ipengaruhi oleh konisi tinggi renahnya putaran motor sehingga ketika putaran motor renah sensor tersebut tiak mampu meneteksi putaran motor engan presisi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka ilakukan pengenalian arus motor engan menggunakan metoe vektor kontrol an kecepatan motor tersebut akan iestimasi engan menggunakan observer. Paa umumnya observer yang igunakan untuk mengestimasi kecepatan motor beraa paa sumbu alfa-beta sehingga menyulitkan untuk ilakukan pengaturan ataupun kompensasi. Hal tersebut ikarenakan bagian fluks moel, ekopling, an controller beraa paa sumbu -q. Oleh sebab itu, observer iletakkan paa sumbu -q. Motor inuksi yang igunakan paa umumnya aalah motor inuksi tiga fasa. Namun untuk mempermuah proses analisa an perhitungan, maka motor inuksi tersebut iubah kealam bentuk motor inuksi ua fasa. Sehingga, pengaturan motor tersebut menjai lebih muah. 1

14 1.2 Maksu an Tujuan Tujuan pembahasan skripsi ini aalah untuk merancang suatu metoe pengestimasian kecepatan an posisi ari rotor tanpa menggunakan sensor kecepatan. Perancangan ini ibuat berasarkan moel motor inuksi alam kerangka acuan stator an iharapkan penggunaan sensor ieliminasi. Paa skripsi ini ilakukan perancangan putaran motor inuksi tiga fasa tanpa sensor kecepatan engan pengenali vektor arus an full orer observer beraa paa sumbu DQ. 1.3 Pembatasan Masalah Permasalahan paa skripsi ini aalah bagaimana mengatur kecepatan putaran motor tiga fasa tanpa menggunakan sensor kecepatan. Namun untuk menjaga agar pembahasan masalah paa skripsi lebih terarah maka penulis menetapkan batasan masalah sebagai berikut, 1. Pemoelan motor inuksi 3 fasa alam kerangka acuan rotor. 2. Pengenalian arus motor engan menggunakan metoe vektor kontrol. 3. Perancangan moel motor engan luenberger observer. 4. Pembahsan teori lyapunov terbatas paa penentuan kecepatan estimasi ari motor inuksi. 5. Program yang igunakan alam perhitungan an simulasi aalah Matlab versi R2008a C-MEX S-function engan menggunakan bahasa C yang terintegrasi ke alam matlab. 1.4 Metoe Analisis Untuk melakukan analisis pengaturan kecepatan putaran motor tanpa sensor kecepatan, igunakan alat bantu berupa software program MATLAB. Dengan program ini akan ilakukan simulasi berasarkan konisi yang aa i lapangan. Data yang terkumpul selanjutnya imasukkan ke alam program sesuai engan kebutuhan yang iperlukan oleh program.

15 1.5 Sistematika Penulisan Gambaran laporan skripsi secara singkat apat iuraikan paa sistematika penulisan. Bab satu aalah penahuluan yang berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, maksu an tujuan, pembatasan masalah, metoe analisis, an sistematika penulisan. Bab ua aalah teori asar yang berisi tentang teori asar mengenai motor inuksi tiga phasa an lebih menitikberatkan paa penerapan ilmu-ilmu yang menukung penulisan skripsi, selain itu juga membahas beberapa teori yang menjai asar pemoelan motor inuksi an pengestimasi kecepatan. Bab tiga aalah metoe penelitian, membahas mengenai rencana, konfigurasi skenario an langkah-langkah penelitian yang ilakukan an akan menguraikan secara menyeluruh mengenai perancangan estimasi kecepatan paa motor inuksi tanpa sensor kecepatan.

16 BAB II PEMODELAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA DALAM KERANGKA ACUAN ROTOR 2.1 Motor Inuksi Motor inuksi aalah motor yang paling banyak igunakan paa penggerak i inustri, hal ini ikarenakan perawatan yang ipergunakan maupun perubahan kecepatan yang terjai paa konisi tanpa beban an konisi engan beban penuh cukup kecil. Motor inuksi merupakan suatu mesin listrik yang igunakan untuk merubah energi listrik menjai energi mekanik (gerak). Motor inuksi ikenal pula sebagai motor asinkron yang merupakan jenis motor arus bolak balik yang paling umum igunakan alam unia inustri. Terapat ua jenis motor inuksi[1], yaitu motor inuksi rotor sangkar (squirrel cage motor) an motor inuksi rotor belitan (woun rotor). Apabila sumber tegangan tiga fasa iberikan paa belitan stator maka akan menghasilkan arus paa belitan stator. Dimana, nantinya arus tersebut akan menghasilkan fluks. Karena terapat perbeaaan suut sebesar 120 antara ketiga fasa maka akan menimbulkan mean putar engan kecepatan sinkron (Ns), N s = 120 f p (rpm) (2.1.1) Dalam keaaan rotor iam, mean putar tersebut akan memotong batang konuktor paa rotor. Akibatnya paa kumparan rotor tersebut akan menimbulkan tegangan inuksi (ggl) sebesar E, E = 4.44 f N ψ m (Volt) (2.1.2) Dengan E = Tegangan inuksi paa rotor alam keaaan iam (Volt) N = Jumlah lilitan kumparan rotor ψ m = Fluks Maksimum (Wb) 4

17 Karena kumparan rotor membentuk rangkaian tertutup maka tegangan inuksi tersebut akan menghasilkan arus yang mengalir ialam konuktor rotor. Aanya arus tersebut akan menghasilkan mean magnet rotor. Interaksi mean magnet rotor engan mean magnet putaran stator akan menghasilkan gaya lorentz paa rotor (F) sebesar, F = BIl (2.1.3) Gaya tersebut akan menghasilkan torsi untuk memutar rotor sesuai engan persamaan, T e = F. r (2.1.4) Dengan F = Gaya (Newton) B = Mean magnet (Tesla) I = Arus (Ampere) l = Panjang penghantar (Meter) T e = Torsi (Nm) r = Lengan gaya yang tegak lurus terhaap poros putar (Meter) Dengan aanya gaya lorentz tersebut maka akan timbul kopel paa sumbu rotor. Karena rotor apat berputar bebas maka rotor akan berputar ibawah pengaruh kopel tersebut. Apabila kopel mula yang ihasilkan oleh gaya tersebut cukup besar untuk memikul beban, rotor akan berputar searah engan mean putar stator. Putaran rotor akan semakin meningkat hingga menekati kecepatan sinkron. Dimana, perbeaan kecepatan sinkron (Ns) an kecepatan rotor (Nr) isebut engan slip. Dan persamaannya inyatakan engan, s = N s N r N s x100% (2.1.5)

18 2.2 Transformasi Park an Transformasi Clarke Transformasi Clarke[2] aalah transformasi tiga fasa menjai ua fasa iam (sumbu alfa-beta). Seangkan Transformasi Park aalah transformasi ua fasa iam menjai ua fasa berputar (sumbu -q). Tujuan ilakukannya transformasi motor inuksi 3 fasa (berputar) menjai 2 fasa (berputar) agar pengaturan an perhitungan lebih muah ilakukan. i = i a cos θ e + i b cos θ e 2π 3 i q = i a sin θ e i b sin θ e 2π 3 + i c cos θ e + 2π 3 i c sin θ e + 2π 3 (2.2.1) (2.2.2) i 0 = 1 3 (i a + i b + i c ) (2.2.3) Berasarkan persamaan (2.2.1), (2.2.2), an (2.2.3) maka iapat bentuk matriks berupa, i iq i 0 = 2 3 cos θ e cos θ e 2π 3 sin θ e sin θ e 2π cos θ e + 2π 3 sin θ e + 2π i a ib ic (2.2.4) Paa stator ω e bernilai 0 sehingga persamaan menjai sebagai berikut, i iq i 0 = i a ib ic (2.2.5) Gambar 2.1 Transformasi ari 3 phasa sumbu (a-b-c) ke 2 phasa sumbu (α β)

19 Ketika sumbu berhimpit engan sumbu α menyebabkan besarnya = 0. Oleh sebab itu, sumbu -q beraa alam keaaan stationary. Dalam keaaan tersebut sumbu -q apat isebut engan sumbu alfa-beta. Gambar 2.2 Hubungan antara sumbu -q engan sumbu α β i = i a cos θ e + i β sin θ e (2.2.6) i q = i a sin θ e + i β cos θ e (2.2.7) Berasarkan persamaan (2.2.6), an (2.2.7) bila ituliskan alam bentuk matriks maka iapat matrik transformasi Park berupa, i iq = cos θ e sin θ e i α sin θ e cos θ e iβ (2.2.8) i α = i cos θ e i q sin θ e (2.2.9) i β = i sin θ e + i q cos θ e (2.2.10) Seangkan sebaliknya, transformasi ari sumbu ua fasa (-q) menjai sumbu ua fasa (α β) aalah sebagai berikut, i α iβ = cos θ e sin θ e sin θ e cos θ e i iq (2.2.11) Gambar ibawah ini merupakan hubungan antara sumbu tiga fasa (a-b-c) engan sumbu ua fasa (α β) alam kerangka acuan stator. Berasarkan ganbar tersebut iapat persamaan berupa, i α = i a cos θ e + i b cos θ e 2π 3 i β = i a sin θ e i b sin θ e 2π 3 + i c cos θ e + 2π 3 i c sin θ e + 2π 3 (2.2.12) (2.2.13) i 0 = 1 3 (i a + i b + i c ) (2.2.14)

20 Gambar 2.3 Hubungan antara sumbu tiga fasa (a-b-c) an sumbu ua fasa (α β) Berasarkan persamaan (2.2.12), (2.2.13), an (2.2.14) maka iapat bentuk matriks berupa, i α iβ i 0 = i a ib ic (2.2.15) Seangkan sebaliknya, transformasi ari sumbu tiga fasa (a-b-c) menjai sumbu ua fasa (α β) aalah sebagai berikut : i a i b ic = i α iβ i 0 (2.2.16) 2.3 Pemoelan Motor Inuksi Dalam Kerangka Acuan Rotor q Imajiner (rotor) Imajiner (stator) i I i Real (rotor) i q e r i Real (stator) Gambar 2.4 Kerangka Acuan Keaaan Statik an Dinamik

21 Dari gambar iatas terlihat, ketika observer beraa paa sumbu α β, maka vektor I akan iproyeksikan kealam sumbu α (real i α ) an sumbu β (imajiner i β ). Seangkan ketika observer beraa paa sumbu -q maka vektor I akan iproyeksikan kealam sumbu (real i ) an sumbu q (imajiner i q ) engan suut θ e yang selalu berubah. Hal tersebut ikarenakan sumbu -q merupakan sumbu inamik yang letaknya selalu berputar an berubah posisinya terhaap sumbu α β. Paa motor inuksi jenis rotor sangkar besarnya tegangan rotor akan sama engan nol (V r = 0), an paa kerangka acuan rotor letak ω e ihimpit oleh sumbu γ menyebabkan besarnya ω e = ω r. V s = R s i s + ψ t s + jψ s ω e (2.3.1) V r = R r i r + ψ t r + jψ r (ω e ω r ) (2.3.2) ψ s = L s i s + i r (2.3.3) ψ r = i r + i s (2.3.4) Jika persamaan (2.3.1) [3] an (2.3.2) itransformasikan kealam sumbu -q maka persamaan tersebut akan menjai, V s = R s i s + ψ t s + jψ s ω r (2.3.5) V r = R r i r + ψ t r = 0 (2.3.6) Tegangan stator paa sumbu (-q) V s + jv sq = R s i s + ji sq + t ψ s + jψ sq + jω e (ψ s + jψ sq ) V s = R s i s + ψ t s ψ sq ω e (2.3.7) V sq = R s i sq + ψ t sq + ψ s ω e (2.3.8) Tegangan rotor paa sumbu (-q) V r + jv rq = R r i r + ji rq + t ψ r + jψ rq + j(ω e ω r ) ψ r + jψ rq

22 V r = R r i r + t ψ r (ω e ω r )ψ rq = 0 ψ t r = R r i r + (ω e ω r )ψ rq (2.3.9) V rq = R r i rq + t ψ rq + (ω e ω r )ψ r = 0 t ψ rq = R r i rq (ω e ω r )ψ r (2.3.10) Fluks stator paa sumbu (-q) ψ s + jψ sq = L s i s + ji sq + i r + ji rq ψ s = L s i s + i r (2.3.11) ψ sq = L s i sq + i rq (2.3.12) Fluks rotor paa sumbu (-q) ψ r + jψ rq = i r + ji rq + i s + ji sq ψ r = i r + i s (2.3.13) ψ rq = i rq + i sq (2.3.14) Dari persamaan (2.3.13) an (2.3.14) iapat arus rotor paa sumbu (-q) sebagai berikut, i r = 1 (ψ i s ) (2.3.15) r i rq = 1 (ψ q i sq ) (2.3.16) r Dengan mensubtitusikan persamaan (2.3.15) ke persamaan (2.3.9) an persamaan (2.3.16) ke persamaan (2.3.10) maka iapat, t ψ r = R r ψ r + R r i s + (ω e ω r )ψ rq (2.3.17) t ψ rq = R r ψ rq + R r i sq (ω e ω r )ψ r (2.3.18)

23 Dengan mensubtitusikan persamaan (2.3.11), (2.3.12), (2.3.15), (2.3.16) an (2.3.17) ke persamaan (2.3.7) maka iapatkan, V s = R s i s + t ψ s ψ sq ω e V s = R s i s + t (L si s + i r ) L s i sq + i rq ω e V s = R s i s + t L s i s + 1 (ψ r i s ) L s i sq + 1 (ψ rq i sq ) ω e V s = R s i s + L s L2 m t i s + t ψ r L s L2 m i sq + ψ rq ω e V s = R s i s + L s L s L 2 m L s t i s + t ψ r L s L s L 2 m L s i sq + ψ rq ω e V s = R s i s + t i s + t ψ r i sq + ψ rq ω e V s = R s i s + t i s + R r ψ r + R r i s + (ω e ω r )ψ rq i sq + ψ rq ω e V s = R s i s + t i s τ r ψ r + L2 m τ r i s + ω e ω r ψ rq ω e i sq ω e ψ rq i t s = R s i L2 m i s τ s + r τ r ψ r + ω r ψ rq + ω e i sq + 1 V s t i s = R s i s 1 L s L s L2 m L s 1 στ r i s + τ r ψ r + ω r ψ q + ω e i sq + 1 r V s

24 t i s = R s 1 σ στ r i s + ω e i sq + τ r ψ r + ω r ψ rq + 1 V s (2.3.19) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.3.11), (2.3.12), (2.3.15), (2.3.16) an (2.3.18) ke persamaan (2.3.8) maka iapatkan, V sq = R s i sq + t ψ sq + ψ s ω e V sq = R s i sq + t L si sq + i rq + (L s i s + i r )ω e V sq = R s i sq + t L s i sq + 1 (ψ rq i sq ) + L s i s + 1 (ψ r i s ) ω e V sq = R s i sq + L s L2 m t i sq + t ψ rq + L s L2 m i s + ψ r ω e V sq = R s i sq + L s L s L 2 m L s t i sq + t ψ rq + L s L s L 2 m L s i s + ψ r ω e V sq = R s i sq + t i sq + V sq = R s i sq + t i sq + t ψ rq + i s + ψ r ω e R r ψ rq + R r i sq (ω e ω r )ψ r + i s + ψ r ω e V sq = R s i sq + t i sq τ r ψ rq + L2 m τ r i sq (ω e ω r )ψ r + ω e i s + t i sq = R s i q L2 m i s τ sq + r + 1 V sq ω e ψ r τ r ψ rq ω r ψ r ω e i s

25 t i sq = R s i sq 1 L s L s L2 m L s 1 στ r i sq + τ r ψ rq ω r ψ L s σ r ω e i s + 1 V sq t i sq = R s 1 σ στ r i sq + τ r t i sq = ω e i s + R s engan, σ = L s L 2 m L s τ r = R r 1 σ στ r ψ rq ω r ψ r ω e i s + 1 i sq ω r ψ r + τ r ψ rq + 1 V sq V sq (2.3.20) Berasarkan persamaan (2.3.19), (2.3.20), (2.3.17), an (2.3.18) iapat pemoelan ari motor inuksi alam kerangka acuan rotor. t i s = R s 1 σ στ r i s + ω e i sq + τ r t i sq = ω e i s + R s 1 σ στ r t ψ r = R r i s R r ψ r + (ω e ω r )ψ rq t ψ rq = R r ψ rq + R r i sq (ω e ω r )ψ r ψ r + ω r ψ rq + 1 i sq ω r ψ r + τ r ψ rq + 1 V s V sq State space ari moel motor inuksi alam kerangka acuan rotor, x = Ax + Bu t i s i sq ψ r ψ rq = a 00 a 01 a 02 a 03 a 10 a 11 a 12 a 13 a 20 a 21 a 22 a 23 a 30 a 31 a 32 a 33 i s i sq ψ r ψ rq + b 00 b 01 b 10 b 11 b 20 b 21 b 30 b 31 V s V sq

26 t i s i sq ψ r ψ rq = R s 1 σ στ r ω e τ r ω e R s 1 σ στ r ω r ω r τ r τ r 0 1 τ r (ω e ω r ) 0 τ r (ω e ω r ) 1 τ r i s i sq ψ r ψ rq V s V sq (2.3.21) + y = C x i s i sq = engan, i s i sq ψ r ψ rq a 00 = a 11 = R s 1 σ στ r (2.3.22) a 01 = a 10 = ω e a 02 = a 13 = τ r a 03 = a 12 = ω r a 21 = a 30 = 0 a 20 = a 31 = τ r a 22 = a 33 = 1 τ r a 23 = a 32 = (ω e ω r ) b 00 = b 11 = 1 b 01 = b 10 = b 20 = b 21 = b 30 = b 31 = 0

27 2.4 Pengenali Vektor Arus Paa Rotor Flux Oriente Control (RFOC) persamaan arus magnetitasi (imr ) apat inyatakan engan persamaan : imr = is + ir (2.4.1) ir = (imr is) (2.4.2) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.4.2) kealam persamaan (2.3.4) maka iapat, ψ r = i r + i s ψ r = (i mr i s ) + i s ψ r = i mr (2.4.3) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.4.3) kealam persamaan (2.3.2) maka iapat, V r = R r i r + t ψ r + jψ r (ω e ω r ) V r = R r i r + t ( i mr ) + j( i mr )(ω e ω r ) V r = R r (imr is) + t i mr + j( i mr )(ω e ω r ) (2.4.4) Dimana ω r merupakan ω r elektrik an apabila inyatakan alam ω r mekanik maka akan menjai ω r elektrik = N p ω r mekanik. Dengan N p aalah jumlah kutub. Berasarkan persamaan (2.4.4) iapat, V r = R r (imr is) + t i mr + j( i mr )(ω e N p ω r ) (2.4.5) Paa kerangka acuan fluks rotor, arus magnetisasi rotor (i mr ) berhimpit engan sumbu sehingga mengakibatkan besarnya arus fluks rotor paa sumbu q (i mrq ) bernilai nol. Hal tersebut mengakibatkan i mr = i mr = i mr. Maka persamaan (2.4.5) menjai,

28 0 = R r (i mr is) + t i mr + j( i mr )(ω e N p ω r ) 0 = R r i mr R is + L r r t i mr + j( i mr )(ω e N p ω r ) is = i mr + R r t i mr + R r j(ω e N p ω r )i mr (2.4.6) Apabila persamaan (2.4.6) inyatakan alam sumbu q. Maka persamaan tersebut menjai, i s = i mr + R r t i mr (2.4.7) i sq = R r (ω e N p ω r )i mr (2.4.8) Berasarkan persamaan (2.4.7) berikut. iapat persamaan arus magnetisasi sebagai t i mr = (i s i mr ) R r (2.4.9) Hubungan antara ω e an ω r iapat berasarkan persamaan (2.4.8) R r (ω e N p ω r ) = i sq i mr ω e = N p ω r + i sq R r i mr (2.4.10) Berasarkan persamaan (2.4.10) iapat, t θ e = ω e θ e = N p ω r + i sq R r i mr (2.4.11) Persamaan umum torsi paa motor inuksi [2,3,4], T e = N p (i sq ψ r i s ψ rq ) T e = N p (i sq i mr ) T e = N p L 2 m (i sq i mr )

29 T e = N p 1 L s L s L2 m L s L s i sq i mr T e = N p 1 σ L s i sq i mr (2.4.12) Dengan ψ r = ψ r = i mr ψ rq = 0, karena alam kerangka acuan fluks rotor. Hubungan antara putaran rotor (ω r )engan torsi (T e )aalah ω t r = T e T l J (2.4.13) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.3.3) an (2.4.2) kealam persamaan (2.3.1) maka iapat, V s = R s i s + t ψ s + jψ s ω e V s = R s i s + t (L si s + i r ) + j(l s i s + i r )ω e V s = R s i s + t L s i s + imr is + j L s i s + imr is ω e V s = R s i s + t V s = R s i s + L si s L2 m L s L2 m + jω e L2 m is + L2 m t i s + L2 m t i mr imr + j L s i s L2 m t i mr + jω e L s L2 m is + L2 m t i s imr ω e V s = R s i s + L s L s L 2 m L s t i s + L2 m t i mr + jω e L s L s L 2 m L s t i s + jω e L2 m t i mr V s = R s i s + L s σ t i s + L2 m t i mr + jω e L s σ t i s + jω e L2 m t i mr (2.4.14)

30 Paa kerangka acuan fluks rotor, arus fluks rotor sinkron (i mr ) berhimpit engan sumbu sehingga mengakibatkan besarnya arus fluks rotor paa sumbu q (i mrq ) bernilai nol. Hal tersebut mengakibatkan i mr = i mr = i mr. Dan, apabila persamaan (2.4.14) inyatakan alam sumbu -q menjai, V s = R s i s + L s σ i t s ω e L s σi sq + L s (1 σ) i t mr (2.4.15) V sq = R s i sq + L s σ i t sq + ω e L s σi s + L s (1 σ)ω e imr (2.4.16) Dari persamaan (2.4.15) an (2.4.16) terlihat bahwa keua persamaan tersebut tiak linear an terapat interaksi antar keuanya. Oleh sebab itu, iperlukan persamaan ekopling yang berguna untuk memisahkan komponen linear an non-linearnya serta menghilangkan reaksi antar keuanya. Pemisahan keua komponen tersebut apat ilihat paa persamaan berikut ini, V s = U s + V c = R s i s + L s σ i t s + L s (1 σ) i t mr ω e L s σi sq (2.4.17) V sq = U sq + V cq = R s i sq + L s σ i t sq + ω e L s σi s + L s (1 σ)ω e imr (2.4.18) U s an U sq merupakan bagian linear ari tegangan stator setelah ilakukan proses ekopling. U s = R s i s + L s σ i t s (2.4.19) U sq = R s i sq + L s σ i t sq (2.4.20) Apabila persamaan (2.4.19) an (2.4.20) inyatakan alam sumbu S engan menggunakan transformasi Laplace, maka persamaan tersebut menjai, U s = R s i s + SL s σi s U sq = R s i sq + SL s σi sq V c an V cq merupakan bagian non-linear ari tegangan stator setelah ilakukan proses ekopling.

31 V c = ω e L s σi sq + L s (1 σ) t i mr (2.4.21) V cq = ω e L s σi s + L s (1 σ)ω e imr (2.4.22) Paa sistem ini pengenali yang igunakan aalah pengenali PI. Dimana pengenali tersebut hanya apat mengenalikan bagian sistem yang linier. Berasarkan persamaan V s an V sq terlihat bahwa paa keua persamaan tersebut terapat bagian yang tiak linier (terapat fungsi kuaratik). Oleh sebab itu, iperlukannya persamaan ekopling yang berguna memisahkan komponen linier an non-liniernya. Setelah ilakukan pemisahan, komponen linearnya igunakan sebagai meia pengaturan oleh pengenali PI. Setelah itu, komponen linier yang telah ikontrol oleh pengenali PI an komponen non-liniernya igabungkan kembali sebagai pengatur sinyal PWM. kp * i s + - ki + + Us + + Vs i s Vc ekopling PWM Vcq * i sq + kp + Usq + + Vsq - ki + i sq Gambar 2.5 Proses lineariasasi (Dekopling) Dalam RFOC (Rotor Flux Oriente Control) terapat ua pengenali arus yaitu, i s an i sq. Pengenali yang igunakan aalah pengenali PI yang memiliki persamaan umum sebagai berikut, u = K p x x + K i x x (2.4.23)

32 Dengan u aalah sinyal kenali, x aalah nilai acuan, x aalah nilai aktual, an K p serta K i merupakan konstanta proposional an konstanta integrator ari pengenali. Keluaran pengenali arus i s aalah sebagai berikut, U s = K p i s i s + K i i s i s (2.4.24) Apabila persamaan (2.4.24) inyatakan alam sumbu S engan menggunakan transformasi Laplace. Maka persamaan tersebut menjai, U s = K p i s i s + K i s Dengan, i s i s (2.4.25) i s = (T s + 1)i s Dengan mensubtitusikan persamaan (2.4.19) kealam persamaan (2.4.25) maka iapat, U s = R s i s + SL s σi s = K p i s i s + K i s i s i s R s i s + SL s σi s = K p T S + 1 i s i s + K i s ( T S + 1 i s i s ) R s i s + SL s σi s = K p T Si s + K i S (T Si s ) R s + SL s σ i s = (K i T + SK p T )i sq R s + SL s σ = K i T + SK p (T ) (2.4.26) Berasarkan persamaan (2.4.26), maka iperoleh besarnya konstanta integrator untuk pengenali arus stator paa sumbu, R s = K i. T K ii = R s T (2.4.27) Berasarkan persamaan (2.67), maka iperoleh besarnya konstanta proposional untuk pengenali arus stator paa sumbu, SL s σ = SK p. T

33 K p = L sσ T (2.4.28) Seangkan keluaran pengenali arus i sq aalah sebagai berikut, U sq = K pq i sq i sq + K iq i sq i sq (2.4.29) Apabila persamaan (2.4.29) inyatakan alam sumbu S engan menggunakan transformasi Laplace. Maka persamaan tersebut menjai, U sq = K pq i sq i sq + K iq s Dengan, i sq i sq (2.4.30) i sq = (T S + 1)i sq Dengan mensubtitusikan persamaan (2.4.20) kealam persamaan (2.4.30) maka iapat, U sq = R s i sq + SL s σi sq = K pq i sq i sq + K iq s (i sq i sq ) R s i sq + SL s σi sq = K pq T S + 1 i sq i sq + K iq s ( T S + 1 i sq i sq ) R s i sq + SL s σi sq = K pq T Si sq + K iq s (T Si sq ) R s + SL s σ i sq = (K i T + SK p T )i sq R s + SL s σ = K i T + SK p (T ) (2.4.31) Berasarkan persamaan (2.4.31), maka iperoleh besarnya konstanta integrator untuk pengenali arus stator paa sumbu q, R s = K iq. T K iq = R s T (2.4.32) Berasarkan persamaan (2.4.31), maka iperoleh besarnya konstanta proporsional untuk pengenali arus stator paa sumbu q, SL s σ = SK pq. T K pq = L sσ T (2.4.33)

34 2.5 Perancangan Moel Luenberger Observer Dalam pengaturan kecepatan motor inuksi, kecepatan motor biasa iukur engan menggunakan sensor kecepatan. Namun, paa aplikasinya sistem tersebut memiliki beberapa keterbatasan an harga yang relatif mahal. Oleh sebab itu, untuk menggantikan sistem tersebut igunakan metoe estimasi ari moel motor inuksi. Bentuk state space moel motor inuksi aalah : t x = Ax + Bu (2.5.1) y = Cx + Du (2.5.2) Bentuk state space moel luenberger observer aalah : t x = Ax + Bu + G y y (2.5.3) y = Cx + Du (2.5.4) Gambar 2.6 Diagram blok luenberger observer Paa gambar iatas terlihat bahwa y merupakan estimasi keluaran sistem berasarkan nilai x yang iketahui. Seangkan G merupakan gain observernya. Dan, (y y) merupakan nilai kesalahan alam sistem (perbaningan nilai aktual engan nilai hasil estimasi). Nilai kesalahan tersebut nantinya igunakan sebagai

35 umpan balik yang berfungsi sebagai pengkoreksi sistem tersebut secara kontinu hingga iapat moel sistem yang paling menekati ari moel yang sebenarnya. 2.6 Estimasi Arus an Fluks Motor Inuksi Berasarkan moel motor alam kerangka acuan rotor maka akan irancang moel observer untuk estimasi arus stator an fluks rotor. Bentuk state space moel observernya aalah : t x = Ax + Bu + G i s i s (2.6.1) Dengan, G = g 1I + g 2 J g 3 I + g 4 J I = J = (2.6.2) A = R s 1 σ στ r ω r τ r ω r R s 1 σ στ r ω r ω r τ r τ r 0 1 τ r 0 0 τ r 0 1 τ r Nilai eigenvalue ari moel motor inuksi kerangka acuan rotor aalah et (Iμ A) = 0 an nilai eigenvalue ari moel observer aalah et (Iλ (A GC)) = 0. Misalkan besarnya eigenvalue ari moel observer (λ) aalah k kali ari eigenvalue moel motor (μ) maka, et(iμ A) = et(iλ (A GC)), engan λ = kμ, k > 1, an λ > μ et(iμ A) = et(ikμ (A GC)) (2.6.3) et Iλ A GC = et (Ikμ A GC )

36 Determinan moel motor alam kerangka acuan rotor et (Iμ A) = 0 et μ A 11 A 12 A 21 A 22 = 0 et μ A 11 A 12 μ 2 μ A 22 = 0 μ 2 + A 11 A 22 μ + A 11 A 22 A 12 A 21 = 0 (2.6.4) Determinan moel observer et (Iλ (A GC)) = 0 et λ A 11 A 12 A 21 A 22 g 1I + g 2 J g 3 I + g 4 J et λ A 11 A 12 A 21 A 22 g 1I + g 2 J g 3 I + g 4 J et λ 0 0 λ A 11 A 12 A 21 A 22 g 1I 2 + g 2 IJ 0 g 3 I 2 + g 4 IJ 0 et λ 0 0 λ A 11 A 12 g 1I + g 2 J 0 A 21 A 22 g 3 I + g 4 J 0 et kμ 0 0 kμ A 11 g 1 I g 2 J A 12 A 21 g 3 I g 4 J A 22 = I 0 = 0 = 0 = 0 = 0 et kμ A 11 + g 1 I + g 2 J A 12 A 21 + g 3 I + g 4 J kμ A 22 = 0 κ 2 μ 2 A 22 κμ A 11 κμ + A 11 A 22 + κμg 1 I + κμg 2 J A 22 g 2 J A 12 A 21 + A 12 g 3 I + A 12 g 4 J A 22 g 1 I = 0 (2.6.5) Berasarkan persamaan (2.6.3) maka, μ 2 + A 11 A 22 μ + A 11 A 22 A 12 A 21 = κ 2 μ 2 A 22 κμ A 11 κμ + A 11 A 22 + κμg 1 I + κμg 2 J A 22 g 2 J A 12 A 21 + A 12 g 3 I + A 12 g 4 J A 22 g 1 I (2.6.6)

37 Komponen yang menganung unsur μ paa persamaan (2.6.6) A 11 A 22 = κa 22 κa 11 + κg 1 I + kg 2 J κa 22 + κa 11 A 11 A 22 = κg 1 I + kg 2 J (k 1)(A 11 + A 22 ) = k(g 1 I + g 2 J) k 1 k k 1 k k 1 k k 1 k (A 11 + A 22 ) = (g 1 I + g 2 J) a 00 a 01 a 10 a + a 22 a a 32 a = g g a 00 a 01 a 10 a 11 + a 22 a 23 a 32 a 33 = g 1 g 2 g 2 g 1 a 00 + a 22 a 01 + a 23 a 10 + a 32 a 11 + a 33 = g 1 g 2 g 2 g 1 Besarnya nilai g 1 g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k g 1 = k 1 k (a 00 + a 22 ) R s 1 σ στ r R s L2 m 1 τ r L s τ r σ 1 τ r R s L2 mr r L 2 r R s L2 m R s L2 m R s L2 m R r R r R r + R r + L s L 2 m L s R s L2 m L 2 m + L s R s L s R r L s R r R r

38 g 1 = 1 k k g 1 = 1 k k 1 R s + L s R r R s + R r σ (2.6.7) Besarnya nilai g 2 g 2 = k 1 k g 2 = k 1 k g 2 = 1 k k (a 10 + a 32 ) ( ω r + 0) ω r (2.6.8) Komponen yang tiak menganung unsur μ paa persamaan (2.6.6) A 11 A 22 A 12 A 21 = A 11 A 22 A 22 g 2 J A 12 A 21 + A 12 g 3 I + A 12 g 4 J A 22 g 1 I A 22 g 1 I + A 22 g 2 J = A 12 g 3 I + A 12 g 4 J a 22 a 23 a 32 a g a 22 a 23 a 32 a g = a 02 a 03 a 12 a g a 02 a 03 a 12 a g a 22 a 23 g 1 0 a 32 a + a 22 a 23 0 g g 1 a 32 a 33 g 2 0 = a 02 a 03 g 3 0 a 12 a + a 02 a 03 0 g g 3 a 12 a 13 g 4 0 a 22 g 1 a 23g1 a 32 g 1 a 33 g + a 23g 2 a 22 g 2 1 a 33 g 2 a = a 02g 3 a 03 g 3 32g2 a 12 g 3 a 13 g + a 03g 4 a 02 g 4 3 a 13 g 4 a 12 g 4 a 22 g 1 + a 23 g 2 a 23g1 a 22 g 2 a 32 g 1 + a 33 g 2 a 33 g 1 a 32g2 = a 02g 3 + a 03 g 4 a 03 g 3 a 02 g 4 a 12 g 3 + a 13 g 4 a 13 g 3 a 12 g 4 Untuk memuahkan perhitungan besarnya ω e = ω r sehingga besarnya a 23 = a 32 = 0. berasarkan persamaan iatas iapatkan, a 22 g 1 + a 23 g 2 = a 02 g 3 + a 03 g 4 1 τ r 1 k k R s + R r σ + 0 = τ r g 3 + ω r g 4

39 a 23g1 a 22 g 2 = a 03 g 3 a 02 g τ r 1 k k ω r = ω r g L 3 g r τ 4 r Dengan menggunakan metoe eliminasi untuk menapatkan nilai g 3, τ r g 3 + ω r g 4 = 1 τ r 1 k k R s + R r σ x 1 ω r τ r g σω r L s τ g r τ 4 = 1 1 k 2 r ω r τ r k ω r g 3 τ r g 4 = 1 τ r 1 k k R s + R r σ (2.6.9) ω r (2.6.10) Penjumlahan antara persamaan (2.6.9) engan (2.6.10) σω r L s τ 2 + ω r g r L 3 = 1 1 k 2 r ω r τ r k R s + R r σ + 1 τ r 1 k k ω r + ω r 2 τ r 2 σω r L s τ r 2 g 3 = 1 k k (1 + ω r 2 τ r 2 ) σω r L s τ r 2 g 3 = 1 k k 1 ω τ r 1 R s 2 + R r r ω r τ r σ 1 ω τ r 1 R s 2 + R r r ω r τ r σ g 3 = 1 k k g 3 = 1 k k τ r τ 2 ω r 1 R s + R r r ω r τ 2 r σ 1 ω r τ r 2 ω r 2 τ r R s + R r σ 2 σω r L s τ r (1 + ω 2 r τ 2 r ) 2 σω r L s τ r (1 + ω 2 r τ 2 r ) g 3 = 1 k k ω r 2 R r R s + R r σ 2 ω r τ r 1 + ω r 2 τ r 2 1 ω r τ r 2 g 3 = 1 k k ω 2 r R r R s + R r σ 1 (2.6.11) 2 1+ω r τr 2

40 Dengan menggunakan metoe eliminasi untuk menapatkan nilai g 4, ω r g L 3 1 g r τ 4 = r τ r 1 k k ω r x 1 ω r τ r L g τ 3 m g r σω r L s τ 2 4 = 1 1 k r τ 2 r k τ r g 3 + ω r g 4 = 1 τ r 1 k k (2.6.12) R s + R r σ (2.6.13) Pengurangan antara persamaan (2.6.12) engan (2.6.13) σω r L s τ 2 ω r r L s σ g 4 = 1 1 k τ 2 r k + ω r 2 τ r 2 σω r L s τ r 2 g 4 = 1 τ r τ r 1 k k + 1 τ r 1 k k R s + R r σ R s + R r σ + ω 2 r τ 2 r g σω r L s τ 2 4 = k 1 r τ r τ r k g 4 = k 1 τ r τ r k g 4 = 1 τ r + 1 k 1 k g 4 = R r + k 1 k g 4 = R r + k 1 k R s + R r σ R s + R r σ R s + R r σ R s + R r σ R s + R r σ 2 σω r L s τ r + ω r 2 τ r 2 ω r τ r (1+ω r 2 τr 2 ) 2 ω r τ r (1 + ω 2 r τ 2 r ) ω r τ r (1 + ω r 2 τ r 2 ) 1 τ r (2.6.14) Berasarkan persamaan (2.6.7), (2.6.8), (2.6.11), an (2.6.14) iapat besarnya nilai g, g 1 = 1 k k g 2 = 1 k k R s + R r σ ω r

41 g 3 = 1 k k ω 2 r R r R s + R r σ ω 2 r τ 2 r g 4 = R r + k 1 k R s + R r σ ω r τ r (1 + ω r 2 τ r 2 ) G = g 1I + g 2 J g 3 I + g 4 J G = G = G = I = g g g g g g 2 0 g 1 g 2 0 g g 4 0 g 3 g 4 0 g1 g2 g3 g4 g2 g1 g4 g3 J = G = k 1 k 1+ω r 2 τr 2 k 1 k(1+ω r 2 τr 2 ) 1 k R s + R r k σ 1 k ω k r R s R r τ r +R r L s ω r 2 τr +R s τ r +R r L s τ r ω r 1 k k ω r 1 k R s + R r k σ k 1 +R s τ r +R r L s τ r ω r 2 k(1+ω r τr 2 ) k 1 k 1+ω r 2 τr 2 R s R r τ r +R r L s ω r 2 τr (2.6.15) Dengan, k aalah konstanta gain observer ω r aalah estimasi kecepatan rotor (ra/s)

42 Persamaan Motor Inuksi Full Orer Observer x = Ax + Bu + G y y t t t i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ = = a 00 a 01 a 02 a 03 a 10 a 11 a 12 a 13 a 20 a 21 a 22 a 23 a 30 a 31 a 32 a 33 + g1 g2 g3 g4 g2 g1 g4 g3 y y isγ isδ ψ rγ ψ rδ + b 00 b 01 b 10 b 11 b 20 b 21 b 30 b 31 R s 1 σ στ r ω r τ r V sγ V sδ + ω r R s 1 σ στ r ω r ω r V sγ V sδ τ r τ r 0 1 τ r 0 0 g1 g2 g3 g4 g2 g1 g4 g3 τ r 0 1 τ r y y t i sγ = R s 1 σ στ r i sγ + ω r i sδ + τ r i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ + ψ rγ + ω r ψ rδ + 1 V sγ + g1 i sγ i sγ g2(i sδ i sδ ) (2.6.16) t i sδ = ω r i sγ + R s 1 σ στ r 1 i sδ ω r ψ rγ + τ r ψ rδ + V sδ + g2 i sγ i sγ + g1(i sδ isδ ) (2.6.18) t ψ rγ = R r t ψ rδ = R r i sγ R r ψ rγ + g3 i sγ i sγ g4(i sδ i sδ ) (2.6.19) i sδ R r ψ rδ + g4 i sγ i sγ + g3(i sδ i sδ ) (2.6.20)

43 2.7 Estimasi Kecepatan Rotor Paa teori lyapunov memberikan ua metoe untuk menentukan kestabilan sistem, yaitu engan inirect metho an irect metho. Metoe pertama, yaitu inirect metho menunjukkan kestabilan sistem melalui nilai eigenvalue ari sistem liniernya. Misalkan suatu sistem tak linier x = f(x) engan sistem liniernya aalah x = Ax, maka sistem tak linier tersebut akan stabil an hanya jika semua nilai eigenvalue ari A bernilai negatif. Metoe keua yaitu irect metho atau sering isebut engan teori Lyapunov keua, merupakan bentuk umum ari konsep Lagrange tentang kestabilan minimum energi potensial. Misalkan suatu sistem non linier x = f(x) an terapat fungsi Lyapunov V x, maka akan stabil jika memenuhi syarat berikut : 1. V x > 0, untuk x 0 an V 0 = 0 (V efinite positif) 2. V (x) 0 (V semi efinite negatif) Apabila syarat tersebut terpenuhi maka apat iperoleh suatu fungsi Lyapunov yang apat igunakan untuk melakukan estimasi kecepatan rotor ω r, igunakan persamaan kesalahan ari sistem (e). Penentuan kesalahan berasarkan selisih atau perbeaan antara moel motor inuksi (kerangka acuan rotor) an moel observernya. State space untuk moel motor inuksi (kerangka acuan rotor) t x = Ax + Bu (2.7.1) State space untuk moel observer t x = Ax + Bu + G Cx Cx (2.7.2) Persamaan kesalahan ari sistem e = x x (2.7.3) Sehingga, iapat state space ari persamaan kesalahan sistem t e = t x t x

44 e = Ax + Bu (Ax + Bu + G Cx Cx ) t t e = Ax + Bu Ax Bu GCx + GCx + (Ax Ax) e = A GC x A GC x + Ax Ax t e = A GC x x + Ax Ax t e = A GC x x (A A)x t t e = A GC x x Ax (2.7.4) Dengan, A = A A A = R s 1 σ στ r ω r τ r ω r R s 1 σ στ r ω r ω r τ r τ r 0 1 τ r 0 0 τ r 0 1 τ r R s 1 σ στ r ω r τ r ω r R s 1 σ στ r ω r ω r τ r τ r 0 1 τ r 0 0 τ r 0 1 τ r 0 ω r 0 c ω r ω A = r 0 c ω r ω r 0 0 A T ω = r c ω r 0 0 c ω r (2.7.5)

45 Dengan c = Untuk mengestimasi kecepatan rotor engan menggunakan observer maka igunakan fungsi lyapunov sebagai berikut [5,6], V = e T e + (ω r ω r ) 2 Dengan, n aalah konstanta positive V aalah efinite positive n (2.7.6) Sehingga iapat persamaan, V = e T e + (ω r ω r ) 2 n t V = t et e + e T t e + 2 ω r n t ω r t V = ( A GC e Ax)T e + e T ( A GC e Ax) + 2 ω r n t ω r t V = ( A GC e)t e ( Ax) T e + e T A GC e Axe T + 2 ω r n t ω r V = t et A GC T e + A GC e ( A T x T e + Axe T ) + 2 ω r n t ω r (2.7.7) Paa persamaan (2.7.7), komponen A T x T e + Axe T = Z apat ijabarkan menjai A T x T e + Axe T = A T x T (x x) + Ax(x x) T A T x T e + Axe T = x T A T x x T A T x + x T Ax x T Ax

46 A T x T e + Axe T = i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ 0 ω r 0 0 ω r c ω r 0 0 c ω r i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ 0 ω r 0 0 ω r c ω r 0 0 c ω r i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ + i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ 0 ω r 0 c ω r ω r 0 c ω r i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ 0 ω r 0 c ω r ω r 0 c ω r i sγ i sδ ψ rγ ψ rδ A T x T e + Axe T = i sγ ω r i sδ + i sδ ω r i sγ + ψ rγ c ω r i sδ + ψ rδ c ω r i sγ i sγ ω r i sδ i sδ ω r i sγ ψ rγ c ω r isδ ψ rδ c ω r i sγ + i sγ ω r i sδ + i sγ c ω r ψ rδ + i sδ ω r i sγ + i sδ c ω r ψ rγ i sγ ω r i sδ i sγ c ω r ψ rδ i sδ ω r i sγ i sδ c ω r ψ rγ A T x T e + Axe T = i sγ ω r i sδ isδ + i sδ ω r i sγ i sγ + ψ rγ c ω r i sδ i sδ + ψ rδ c ω r i sγ i sγ + i sγ i sγ ω r i sδ + i sγ i sγ c ω r ψ rδ + i sδ i sδ ω r isγ + i sδ i sδ c ω r ψ rγ Dimana i sγ i sγ = e isγ an i sδ i sδ = e isδ, maka komponen ( A T x T e + Axe T ) menjai A T x T e + Axe T = 2i sγ ω r e isδ + 2i sδ ω r e isγ 2ψ rγ c ω r e isδ + 2ψ rδ c ω r e isγ A T x T e + Axe T = 2 ω r (e isγ i sδ + ψ rδ c e isδ i sγ + ψ rγ c ) (2.7.8)

47 Dengan mensubtitusikan persamaan (2.7.8) ke persamaan (2.7.7) maka iapat, t V = et A GC T e + A GC e ( A T x T e + Axe T ) + 2 ω r n t ω r t V = et A GC T e + A GC e 2 ω r e isγ i sδ + ψ rδ c e isδ i sγ + ψ rγ c + 2 ω r n t ω r (2.7.9) Sistem akan stabil jika turunan fungsi kaniat lyapunov terhaap waktu lebih kecil ari sama engan nol. Serta kesalahan inamik observer akan stabil jika V aalah efinite negative. Nilai gain matrik G bernilai semiefinite t negative, karena itu nilai matrik ari e T A GC T e + A GC e bernilai semi efinite ngative. Seangkan untuk persamaan 2 ω r c 2 ω r n t ω r haruslah bernilai nol. Sehingga persamaan tersebut menjai, ψ rq e is ψ r e isq + 0 = 2 ω r c 2 ω r c ψ rq e is ψ r e isq + 2 ω r n ψ rq e is ψ r e isq = 2 ω r n t ω r = n c ψ rq e is ψ r e isq t ω r t ω r ω r = Ki ψ rq e is ψ r e isq (2.7.10) engan, Ki = n c = konstanta integrator Untuk meningkatkan respon estimasi kecepatan rotor (ω r ) maka itambahkan komponen proposional (K p ). Sehingga persamaan (2.7.10) menjai, ω r = K p ψ rq e is ψ r e isq + K i ψ rq e is ψ r e isq t (2.7.11)

48 engan, ω r = Kecepatan rotor estimasi (ra/s) ψ r = Estimasi fluks rotor paa sumbu ψ rq = Estimasi fluks rotor paa sumbu q e is = Kesalahan stator paa sumbu e isq = Kesalahan stator paa sumbu q K p = Konstanta proporsional K i = Konstanta integral

49 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI PENGENDALI VEKTOR ARUS C-Mex merupakan salah satu blok yang cukup hanal alam menjelaskan suatu sistem yang inamik yang itulis alam bahasa pemrograman C an terintegrasi alam Matlab. Penulisan ini menggunakan minimal tiga struktur. Paa perancangan an simulasi alam skripsi ini igunakan C-Mex S-function paa Matlab/Simulink. 3.1 Perancangan Estimasi Kecepatan Dengan Observer Perancangan motor inuksi engan observer ini menggunakan metoe full orer observer. Full orer observer isini maksunya pengestimasian nilai variabel motor inuksi tiak hanya terbatas paa arus saja atau fluks saja tetapi pengestimasian baik terhaap arus maupun fluks ari motor. Berbea engan perancangan sebelumnya imana kecepatan motor iperoleh melalui pengukuran sensor, maka paa perancangan ini nilai kecepatan akan iestimasi ari observer. Perancangan motor inuksi ini menggunakan full orer observer tanpa sensor kecepatan engan fluks moel Full Orer Observer Dengan Fluks Moel Perancangan ini menggunakan empat blok simulink alam bahasa C-Mex an satu blok pembangkit sinyal, blok blok tersebut aalah : 1. Signal Builer 2. RFOC 3. PWM 4. IM 5. Observer Signal builer aalah blok yang berfungsi untuk memberikan masukan arus kepaa sistem. Masukan yang iberikan aa ua, yaitu arus stator referensi 37

50 (i s) an arus stator q referensi (i sq). Refensi isini berarti nilai yang iberikan berupa masukan kepaa sistem imana nilai tersebut merupakan masukan yang nilainya tiak berubah sesuai engan konisi sitem tersebut. Arus i s yang iberikan engan nilai sebesar 3 ampere. Seangkan arus i sq iberikan variabel engan arus maksimum 3 ampere an minimun -1 ampere, mencapai nilai stabil paa saat iberikan arus sebesar 0,2 ampere. Arus i sq sebaning engan torsi, karena itu besar arus ibuat bervariasi untuk melihat perubahan kecepatan paa simulasi. Observer aalah blok untuk mencari estimasi kecepatan rotor motor inuksi. Tegangan alam sumbu -q igunakan sebagai masukan paa observer motor inuksi seangkan arus -q igunakan untuk mencari kesalahan antara arus sebenarnya engan arus estimasi, imana nilai kesalahan inilah yang akan menentukan nilai estimasi kecepatan rotor ω r sesuai engan teori Lyapunov yang telah ijelaskan paa bab sebelumnya. Besarnya gain proporsional K p yang iberikan aalah 0.8 an gain integrator K i aalah 100. Pemberian gain proporsional imaksukan untuk meningkatkan respon ari kecepatan rotor yang iestimasi observer. Nilai gain ini iperoleh melalui hasil percobaan an besarnya konstanta k observer juga iperoleh ari hasil percobaan. Nilai gain observer yang igunakan paa simulasi kali ini bernilai sebesar 1.2. nilai tersebut merupakan nilai terbaik ibaningkan engan nilai-nilai yang lain imana nilainya telah icoba paa simulasi ini. Diagram motor inuksi tanpa sensor kecepatan engan fluks moel apat ilihat paa gambar 3.1. paa simulasi ini ω r yang igunakan aalah ω r yang iambil ari blok spee estimator. Seangkan arus yang masuk ke RFOC tetap iambil ari motor inuksi tiga phasa. Masukan untuk observer berasal ari RFOC iantaranya V s, V sq, i s, i sq.

51 kp i s * ki t U + + V c V Dekopling /q PWM IM i + sq* + q - kp + ki t U + + V cq i s V q e i sq /q e Fluks moel V V i s sq s i sq Full orer observer i s _ est i sq _ est r rq Spee estimator r Gambar 3.1. Diagram Motor Inuksi Tanpa Sensor Kecepatan engan Fluks Moel Paa perancangan ini, blok IM iasumsikan sebagai motor yang sebenarnya. Dimana moel motor yang igunakan aalah motor inuksi tiga fasa. Masukan yang iberikan aalah tegangan tiga fasa yang berasal ari keluaran PWM. Keluaran ari motor yang iumpan balik ke RFOC aalah arus tiga fasa. Paa iagram simulasi motor inuksi engan sensor kecepatan, umpan balik arus tiga fasa ari motor moel ke blok RFOC perlu iberi blok memori, hal ini imaksukan agar loop algebraic tiak terjai. Loop algebraic biasanya apat terjai jika masukan paa suatu blok ipengaruhi oleh keluaran paa blok yang sama maupun paa blok yang tiak secara langsung mempengaruhi. RFOC aalah blok yang igunakan untuk mengatur an mengontrol arus masukan i s an i sq. Masukan blok ini aalah arus paa sumbu q, arus tiga fasa yang berasal ari motor inuksi an kecepatan motor yang berasal ari sensor kecepatan.

52 Paa pembahasan skripsi ini, tegangan yang iberikan ke motor inuksi merupakan sinyal yang ihasilkan oleh PWM engan masukan berupa tegangan sinusoial tiga fasa. PWM igunakan untuk membentuk sinyal berupa pulsa-pulsa engan lebar pulsa yang berbea-bea bergantung paa sinyal masukannya. Dengan menggunakan PWM, sinyal kontinu akan iubah kealam sinyal iskrit berupa sinyal 1 atau 0 engan lebar pulsa berbea-bea. Prinsip asar ari penggunaan PWM aalah engan membaningkan sinyal sinusoial engan sinyal karir berbentuk segitiga (triangle carrier). Berasarkan gambar 3.2 terlihat sinyal masukan berupa V a an menghasilkan sinyal keluaran berupa PWM a. Pulsa akan bernilai 1 ketika sinyal sinusoial lebih besar ibaning engan sinyal karirnya. Seangkan, pulsa akan bernilai 0 ketika sinyal sinusoial lebih kecil ibaning engan sinyal karirnya. Seangkan besarnya amplituo pulsa paa PWM aalah V c /2 (untuk tegangan positif) an V c /2 (untuk tegangan negatif). Perbaningan hanya ilakukan paa setengah gelombang snyal pertama, seangkan setengah gelombang sinyal berikutnya bernilai sama hanya alam polaritas yang berlawanan Triangle Carrier V a Vc/2 V a -Vc/2 PWM a Gambar 3.2. Proses Pembentukan Sinyal PWM.

53 Simulasi ilakukan engan mengubah nilai i sq. Arus i s iberikan konstan engan nilai sebesar 3A an arus i sq iberikan nilai bervariasi engan nilai awal sebesar 3A an turun paa etik ke 1,75 menjai sebesar 0A. Selain arus i s an i sq yang berubah, paa simulasi ini juga iberikan beban sebesar 0,5 Nm untuk melihat perubahan kecepatan putaran rotor. Selain untuk melihat perubahan kecepatannya, pemberian beban paa simulasi ini juga itujukan untuk melihat nilai torsi paa motor, imana nilai torsi sebaning nilai i sq. Kemuian setelah terjai perubahan kecepatan putaran rotor sistem akan icoba untuk memperbaiki putaran rotor tersebut engan mengubah arus i sq an membaningkan hasilnya antara respon i sq engan ω r. Gambar 3.3. Arus Stator paa Sumbu D Referensi

54 Gambar 3.4. Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Percobaan Pertama Simulasi terakhir yang ilakukan aalah merubah arus i sq sesuai engan nilai beban yang iberikan. Arus i sq yang awalnya bernilai 0 paa etik ke 2 sampai etik ke 10 kini nilainya berubah menjai 0.35A mulai etik ke 2,5 sampai etik ke 10 sesuai engan beban yang iberikan paa motor. Gambar 3.5. Pembebanan paa Motor

55 Gambar 3.6. Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Percobaan Keua

56 BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA 4.1 karakteristik kesalahan estimasi Hasil simulasi yang itampilkan paa bab sebelumnya menunjukan bahwa nilai variabel yang iestimasi yang iapatkan observer telah menekati nilai ari variabel aktualnya. Akan tetapi nilai yang iestimasi tiak menunjukan karakteristik yang tepat sesuai engan nilai aktualnya, perbeaan masih apat ilihat, jai masih terapat kesalahan estimasi paa sistem. Paa implementasi sebenarnya engan semakin cepat putarannya, maka kemungkinan kesalahan yang muncu juga akan semakin besar. Hal ini apat ikarenakan keterbatasan resolusi ari sensor kecepatan an juga ari motor yang igunakan. Akan tetapi paa simulasi hal ini tiak terjai. Jai kesalahan yang timbul bukan isebabkan karena keterbatasan sensor kecepatan, karena alam simulasi tiak igunakan sensor kecepatan. Kesalahan yang muncul ari sistem ini apat isebabkan oleh beberapa hal, Diantaranya isebabkan oleh ketiaksempurnaan ari ekopling yang igunakan alam perancangan. Selain kesalahan yang isebabkan oleh ketiaksempurnaan ari ekopling juga terapat kesalahan estimasi. Kesalahan estimasi juga apat isebabkan oleh ketiakakuratan igitasi yang ilakukan. Oleh sebab itu sistem ini masih banyak kekurangan alam pengambilan ata ari hasil simulasi. 4.2 Pembahasan Hasil Simulasi Berasarkan pengujian yang ilakukan engan menggunakan Matlab iapatkan hasil pengukuran yang berupa respon an apat ilihat paa gambargambar ibawah ini. Pengujian ilakukan melalui tiga tahap pengujian berbea. Pengujian pertama paa sistem ini melihat perubahan kecepatan putaran motor engan mengubah arus masukan i sq an membaningkannya engan kecepatan putaran rotor sehingga perubahan kecepatan putaran rotor tersebut apat ilihat 44

57 seiring engan perubahan arus masukan i sq paa sistem. Pengujian keua ilakukan engan memberikan beban paa sistem yang nilainya sebesar 0.5 Nm. Hal ini ilakukan untuk melihat pembebanan paa sistem an melihat kecepatan putaran rotor tersebut apakah nilai ari putaran rotor mengalami penurunan karena iberikan pembebanan. Pengujian terakhir ilakukan engan menambahkan arus masukan i sq agar putaran motor apat bertambah isebabkan kecepatan putaran rotor mengalami penurunan yang iakbatkan oleh pemberian beban paa sistem tersebut. Hal ini juga ilakukan untuk melihat perbaikan putaran rotor jika nilai i sq itambahkan ari nilai sebelumnya. Sehingga perbaikan kecepatan putaran rotor apat iminimalisir engan menambahkan nilai masukan i sq paa sistem yang menyebabkan perubahan kecepatan putaran rotor. Kemuian ilihat respon ari putaran rotor seiring engan perubahan nilai arus i sq Pengujian engan mengubah arus masukan i sq Paa pengujian pertama engan mengubah arus masukan i sq iapatkan kecepatan putaran rotor berubah-ubah. Terlihat paa gambar saat iberikan arus i sq sebesar 3A kecepatan putaran rotor mengalami peningkatan sampai 150 ra/s. Setelah kecepatan mencapai 150 ra/s arus i sq iubah menjai -1A sehingga iapatkan kecepatan putaran rotor berubah menjai 110 ra/s. Putaran rotor ini nilainya berkurang ari nilai awalnya yaitu 150 ra/s, hal ini ikarenakan bahwa putaran rotor mengalami penurunan kecepatan sehingga membuat kepatan putaran rotor tersebut berkurang. Setelah etik ke 9 nilai i sq iubah menjai konstan engan nilai sebesar 0.25A an menyebabkan putaran rotor kembali mengalami peningkatan. Arus stator paa sumbu D referensi iberikan nilai sebesar 2A paa saat t=1.5 etik an nilai tersebut konstan hingga t=10 etik. Perubahan nilai yang terjai paa arus stator sumbu D referensi terjai paa saat t=0 etik hingga t=1.5 etik. Nilai perubahan arus stator sumbu D referensi ini berkisar antara 0A sampai 2A. Nilai arus i s maksimal beraa paa etik ke 1.5 hingga etik ke 10 seperti

58 terlihat paa gambar 4.1. an nilai minimal beraa paa etik ke 0 engan nilai sebesar 0A. Gambar 4.1. Arus Stator paa Sumbu D Referensi Gambar 4.2. Arus Stator paa Sumbu D

59 Terlihat paa gambar 4.2. bahwa respon arus stator paa sumbu D memiliki kesamaan engan respon arus stator sumbu D referensi. Respon berwarna merah menunjukkan respon tersebut aalah respon ari arus stator sumbu D aktual, seangkan respon yang berwarna biru menunjukkan bahwa respon tersebut aalah respon ari arus stator sumbu D estimasi. Perbeaan nilai antara i s aktual engan i s estimasi isebabkan karena aanya perubahan suut (theta_e) antara nilai aktual engan nilai estimasinya yang menyebabkan perbeaan pula paa nilai i s yang iestimasi engan nilai aktualnya. Nilai maksimum yang ihasilkan oleh i s estimasi terjai paa saat t=1.3 etik engan nilai sebesar 2.7A, seangkan untuk nilai i s aktualnya beraa paa titik puncak saat t=1.5 etik engan nilai sebesar 2.5A. Arus stator paa sumbu D aktual an estimasi beraa paa nilai konstan saat t=5.2 etik engan nilai sebesar 2A. Gambar 4.3. Error Arus Stator Sumbu D Nilai error arus stator paa sumbu D beraa paa konisi maksimum saat t=1.1 etik imana nilai yang ihasilkan aalah sebesar -1.3A. Hal ini ikarenakan karena nilai i s estimasi yang ihasilkan paa etik ke 1.1 memiliki nilai yang lebih besar ibaningkan engan nilai ari i s aktual, sehingga nilai

60 yang terlihat paa respon seperti gambar 4.3. menghasilkan nilai error arus stator maksimum sebesar -1.3A. Nilai maksimum terjai ketika terjai perubahan kecepatan awal yaitu 0 ra/s menjai 120 ra/s. Paa saat tersebut besarnya error mencapai nilai maksimum. Selain itu, paa keaaan tersebut besarnya arus stator sumbu D aktual lebih besar ibaning engan arus stator sumbu D estimasinya. Hal tersebut ikarenakan perubahan besarnya theta_e atau posisi sinkron rotor sehingga akan berampak kepaa variabel yang akan iestimasi. Gambar 4.4. Arus Magnetisasi Rotor Gambar 4.4 menunujukan grafik arus magnetisasi rotor (i mr ). Paa gambar ini terlihat antara nilai i mr aktual engan i mr estimasi. i mr aktual itunjukan engan warna merah paa gambar, seangkan i mr estimasi itunjukan engan warna biru. i mr aktual memiliki nilai yang lebih besar ibaning engan nilai i mr estimasi. Perbeaan sangat terlihat paa etik ke 1 hingga etik ke 2, imana nilai i mr aktual beraa lebih besar isbaning engan nilai i mr estimasi. Namun saat etik ke 8 nilai i mr aktual an i mr estimasi mengalami kesamaan nilai engan nilai sebesar 2A, hal ini terjai sampai etik ke 10.

61 Pengujian ini ilakukan engan merubah nilai masukan i sq agar terlihat perubahan kecepatan putaran rotor. Nilai i s yang iberikan bernilai variatif ari 0A ari etik 0 an berubah menjai 2A paa etik 1.5 sampai etik ke 10. i s sebaning engan nilai i mr, engan kata lain nilai i mr mengikuti nilai i s sehingga apat terlihat kesamaan antara nilai i s engan nilai i mr seperti yang terlihat paa gambar iatas. Selain engan imr nilai i s juga memiliki kesamaan engan nilai fluks rotor sumbu D tetapi nilainya tiak sama persis hanya responnya saja yang memiliki kesamaan. Error i s memiliki nilai maksimal 4A an nilai minimal sebesar -1A, engan nilai rata-rata sebesar 0A. Hal ini sesuai engan perbeaan antara nilai i s aktual engan nilai i s estimasi paa sistem. Garfik fluks rotor paa sumbu juga mnegalami kesamaan engan grafik i mr aktual, namun nilai antara i mr aktual tiak menyerupai engan nilai fluks stator paa sumbu D. nilai ψ r berkisar antara 0.5 Weber saat etik ke 5.2 hingga etik ke 10, paa etik ke 1.8 ψ r beraa paa konisi puncak engan nilai sebesar 0.6 Weber. Gambar 4.5. Fluks Rotor paa Sumbu D

62 Gambar 4.6. Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Paa gambar 4.6. terlihat bahwa nilai arus stator paa sumbu Q referensi bervariasi engan nilai maksimum sebesar 3A an nilai minimum sebesar -1A. Pengubahan nilai arus stator sumbu Q ini itujukan untuk melihat perubahan kecepatan putaran rotor engan cara mengubah arus i sq. Paa saat t=1 sampai t=2 iapatkan bahwa nilai i sq beraa paa konisi puncak an paa saat t=5 etik sampai t=6 etik iapatkan bahwa nilai i sq beraa paa konisi minimum engan nilai sebesar -1A. Paa konisi tersebut itunjukan bahwa kecepatan putaran motor apat berubah-ubah sesuai engan i sq. Perubahan kecepatan ilakukan engan menaikkan i sq sehingga kecepatan putaran motor mencapai kecepatan nominalnya an setelah itu i sq iturunkan menyebabkan kecepatan putaran juga ikut menurun kemuian i sq inaikkan kembali an kecepatan putarannya pun ikut naik sesuai engan perubahan i sq. Oleh sebab itu, apat isimpulkan bahwa kecepatan putaran motor apat melakukan perubahan sesuai engan referensinya.

63 Gambar 4.7. Arus Stator paa Sumbu Q Arus stator paa sumbu Q memiliki kesamaan respon engan isq*. Disini terlihat bahwa paa saat =5 etik sampai t=6 etik nilai yang ihasilkan oleh arus stator sumbu Q beraa paa konisi minimum engan nilai sebesar -1A. Nilai tersebut sama engan nilai yang ihasilkan oleh arus stator paa sumbu Q referensi. Gambar 4.8. Error Arus Stator Sumbu Q

64 Gambar 4.9. Torsi Elektromagnetik Torsi elektromagnetik memiliki respon yang sama engan respon arus stator sumbu Q, hal ini isebabkan karena nilai torsi elektromagnetik sebaning engan arus stator sumbu Q sehingga menyebabkan kesamaan nilai antara torsi elektromagnetik engan arus stator sumbu Q. Ketika i sq nilainya iubah maka nilai torsi elektromagnetik juga akan mengalami perubahan sesuai engan perubahan nilai paa i sq tersebut. Paa etik ke 1.8 nilai torsi beraa paa konisi maksimum engan nilai sebesar 3 Nm, konisi ini tiak bertahan lama karena paa etik ke 2 nilainya mengalami penurunan hingga mencapai -1 Nm paa etik ke 5 sampai etik ke 6. Setelah etik ke 6 nilai torsi mengalami peningkatan sampai akhirnya stabil saat etik ke 9 hingga etik ke 10. Perubahan nilai torsi ini sesuai engan perubahan nilai paa arus stator sumbu Q refernsi. Dimana grafik arus stator sumbu Q referensi apat ilihat paa gambar 4.6.

65 Gambar Kecepatan Putaran Rotor Perubahan nilai i sq mengakibatkan perubahan kecepatan putaran paa rotor. Hal ini apat terlihat seperti gambar 4.10 imana saat nilai i sq iberikan sebesar 3A menghasilkan putaran rotor sebesar 130 ra/s. Seangkan saat nilai i sq iberikan nilai sebesar -1A maka kecepatan putaran rotor berkurang nilainya menjai 90 ra/s. Setelah itu nilai i sq kembali iubah menjai 0.25A an menyebabkan putaran rotor naik menjai 95 ra/s. Perubahan nilai i sq yang ilakukan paa simulasi ini menyebabkan kecepatan putaran rotor juga ikut berubah sesuai engan arus i sq yang iberikan. Oleh sebab itu engan mengatur besarnya i sq kita apat mengatur kecepatan putaran ataupun besarnya torsi sehingga arus i sq merupakan bagian penting alam mengatur putaran motor. Pengujian pertama yang ilakukan aalah engan mengubah nilai arus masukan i sq an melihat peubahan kecepatan putaran paa motor. Dengan mengubah-ubah arus i sq maka terlihat perubahan kecepatan putaran paa motor.

66 Arus Stator Sumbu D Ref (A) Waktu (s) Arus stator sumbu referensi Waktu (s) Arus magnetisasi rotor Arus Stator Sumbu D (A) Weber Arus Magnetisasi Rotor (A) Waktu (s) Arus stator sumbu Waktu (s) Fluks rotor sumbu

67 Arus Stator Sumbu Q Ref (A) Waktu (s) Arus stator sumbu q referensi Torsi Elektromagnetik Arus Stator Sumbu Q (A) Torsi Elektromagnetik (Nm) Waktu (s) Kecepatan Putaran Rotor (ra/s) Waktu (s) Arus stator sumbu q Waktu (s) Kecepatan rotor

68 Satuan kecepatan paa respon masih menggunakan ra/s, namun paa kenyataannya igunakan satuan berupa rpm. Untuk mengubah nilai ra/s tersebut menjai nilai rpm apat menggunakan rumus sebagai berikut : rpm = ra 60 2π Sebagai contoh, kecepatan putaran rotor benilai 150 ra/s maka bila iubah kealam rpm nilainya akan menjai 1433 rpm. rpm = = 1433 rpm Pengujian engan pembebanan paa sistem Pengujian keua ilakukan engan memberikan beban sebesar 0.5 Nm. Pemberian beban isini itujukan untuk melihat perubahan kecepatan putaran rotor an hasilnya apat ibaningkan engan pengujian engan mengubah arus stator sumbu Q referensi paa percobaan yang ketiga. Pembebanan ilakukan paa etik ke 2.5 sampai etik ke 10, an terlihat bahwa putaran rotor mengalami penurunan seiring engan beban yang iberikan. Hal ini terjai karena pengenali kecepatan putaran nilainya tiak berubah sesuai engan beban yang iberikan. Paa skripsi ini nilai arus masukan mengacu paa sumbu stator berupa i s an i sq an nilai i sq sebaning engan torsi. Ketika sistem iberikan beban maka perlu ilakuan perubahan paa torsi agar kecepatan putaran kembali paa posisi stabil. Seangkan perubahan pemberian arus i sq ilakukan secara manual sehingga menyebabkan kecepatan putaran rotor tiak apat mengikuti nilai beban paa sistem ini karena nilai i sq tiak berubah sesuai engan beban yang iberikan.

69 Gambar Arus Stator paa Sumbu D Referensi Paa percobaan yang keua igunakan nilai arus i s sebesar 3A, Arus stator sumbu D referensi iberikan konstan sebesar 3A engan nilai yang tiak berpengaruh terhaap perubahan beban an perubahan kecepatan. Ketika kecepatan mengalami perubahan atau ketika terjai penambahan beban besarnya arus sator sumbu D referensi akan selalu tetap. Berbea halnya engan arus stator paa sumbu Q referensi yang nilainya sangat mempengaruhi perubahan kecepatan atau perubahan beban, namun paa i s aktual ketika terjai perubahan kecepatan akan terapat selisih antara i s aktual engan i s estimasi an perbeaan antara nilai i s aktual engan i s estimasi apat ilihat paa error i s. Paa gambar terapat nilai error i s bernilai negatif, hal ini isebabkan karena nilai estimasinya lebih besar ibaning nilai aktualnya.

70 Gambar Arus Stator Sumbu D Gambar Error Arus Stator Sumbu D Respon error arus stator sumbu D iapatkan engan mengurangkan antara nilai aktual engan nilai estimasinya. Error akan bernilai negatif jika nilai estimasinya lebih besar ibaningkan engan nilai aktualnya. Jika nilai error yang

71 iapatkan bernilai positif itu berarti nilai aktualnya lebih besar aripaa nilai estimasinya. Seangkan jika iapatkan error bernilai nol itu berarti nilai estimasi sama engan nilai aktualnya, an itu menanakan bahwa pengenalian yang ilakukan suah berhasil karena nilai estimasinya sebaning engan nilai aktualnya. Namun, hal tersebut tiak mungkin untuk ilakukan. Gambar Arus Magnetisasi Rotor Gambar Fluks Rotor Sumbu D

72 Arus stator sumbu D iberikan konstan sebesar 3A engan nilai yang tiak berpengaruh terhaap perubahan beban an perubahan kecepatan. Ketika kecepatan mengalami perubahan atau ketika terjai penambahan beban besarnya arus sator sumbu D akan selalu tetap. Berbea halnya engan arus stator paa sumbu Q referensi yang nilainya sangat mempengaruhi perubahan kecepatan atau perubahan beban, namun paa is aktual ketika terjai perubahan kecepatan akan terapat selisih antara i s aktual enga i s estimasi. Perbeaan nilai antara arus magnetisasi rotor engan fluks rotor sumbu isebabkan oleh perbeaan rumus yang igunakan antara estimasi engan aktual. Arus magnetisasi paa pemoelan motor inuksi alam acuan rotor menggunakan rumus i mr = ψ r /, seangkan arus magnetisasi rotor paa ekopling menggunakan rumus t i mr = (i s i mr ) R r. Fluks rotor sumbu D menggunakan menggunakan rumus t ψ r = R r i s R r ψ r + (ω e ω r )ψ rq, seangkan untuk fluks rotor sumbu paa ekopling menggunakan rumus R r t ψ rγ = i sγ R r ψ rγ + g3 i sγ i sγ g4(i sδ i sδ ). Namun ari perbeaan rumus yang igunakan antara arus magnetisasi rotor engan fluks rotor sumbu D tetap memiliki hasil yang sama / tiak terlihat perbeaan yang signifikan. Hal ini ikarenakan parameter yang igunakan memiliki kesamaan nilai antara estimasi engan aktual. Perbeaan rumus yang igunakan juga isebakan karena turunan rumus antara arus magnetisasi rotor engan fluks rotor sumbu D berbea, sehingga hasil turunan rumus yang igunakan mengalami perbeaan. Paa rumus fluks rotor sumbu D terapat nilai G yang berfungsi sebagai faktor pengali paa observer, an nilai G yang igunakan paa observer bernilai sebesar 1,2. Sehingga nilai estimasi an aktual paa fluks rotor sumbu D mengalami seikit perbeaan. Walaupun terapat perbeaan nilai antara estimasi engan aktual paa fluks rotor sumbu D namun perbeaan nilai tersebut masih apat i toleransi karena perbeaan yang terjai tiak terlalu besar.

73 Gambar Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Paa konisi tersebut terlihat bahwa untuk menaikan kecepatan putaran motor ibutuhkan pengaturan arus stator sumbu Q referensi. Ketika iinginkan kecepatan putaran motor naik atau meningkat maka besarnya arus referensi tersebut harus inaikkan pula hingga mencapai kecepatan referensinya an ketika telah sampai paa nilai tersebut maka arus stator sumbu Q referensi iturunkan kembali menjai nol. Terlihat paa gambar saat t=0 etik sampai t= 1.75 etik nilai arus referensi yang iberikan sebesar 1A kemuian saat t=1.75 etik sampai t=10 etik nilai arus referensi iubah menjai 0,25A. Oleh sebab itu, pengaturan kecepatan putaran motor ilakukan engan mengubah besarnya arus referensi tersebut. Dengan kata lain, pengaturan kecepatan putaran motor apat ilakukan engan mengubah besarnya nilai arus stator sumbu Q referensi. Hasil yang apat ilihat paa kecepatan putaran rotor mengakibatkan kecepatan putaran rotor mengalami peningkatan kecepatan saat eti ke 1,75. Hal ini isebabkan nilai arus stator sumbu Q referensi yang iberikan paa etik ke 1,75 hingga etik ke 10 sebesar 0.2 A, sehingga menyebabkan putaran rotor meningkat. Namun paa

74 simulasi ini iberikan beban sebesar 0.5 Nm paa etik ke 2.5 sehingga putaran rotor menagalami penurunan kecepatan seiring engan beban yang iberikan. Gambar Arus Stator Sumbu Q Gambar Error Arus Stator Sumbu Q

75 Gambar Torsi Elektromagnetik Paa gambar 4.19 terlihat besarnya torsi elektromagnetik ketika terjai perubahan beban. Berasarkan gambar tersebut terlihat bahwa besarnya torsi elektromagnetik sebaning engan arus stator sumbu q. Paa etik ke 2.5 iberikan beban sebesar 0.5 Nm sehingga paa konisi tersebut besarnya kecepatan putaran rotor akan turun. Hal tersebut ikarenakan besarnya torsi elektromagnetik sebaning engan arus referensinya. Sehingga untuk mengembalikan putaran rotor ke kecepatan referensinya ibutuhkan perubahan arus referensi sehingga nilai torsi elektromagnetik juga akan ikut naik. Untuk menstabilkan putarannya kembali ke kecepatan referensinya maka arus referensinya inaikkan yang besarnya sebaning engan beban. Paa simulasi ini, masukkan arus tersebut ilakukan secara manual sehingga perlu iatur waktu yang tepat antara penggunaan beban engan pengaturan besarnya i sq referensinya. Oleh sebab itu, simulasi kali ini kecepatannya akan turun an tiak kembali ke kecepatan referensinya karena pengaturan i sq an i s referensinya ilakukan secara manual.

76 Gambar Kecepatan Putaran Rotor Paa gambar 4.20 terlihat bahwa kecepatan putaran rotor nilainya mengalami penurunan yang isebabkan oleh pemberian beban paa sistem. Pemberian beban ilakukan untuk melihat perubahan kecepatan rotor jika iberikan beban, namun paa pengujian ini kecepatan putaran rotor tiak kembali ke kecepatan referensinya. Beban iberikan paa saat t=2.5 etik hingga paa saat t= 10 etik engan nilai sebesar 0.5 Nm, an kecepatan putaran rotor mengalami penurunan paa saat t=2.5 etik sebaning engan pembebanan yang iberikan. Kecepatan putaran rotor beraa paa kecepatan stabil saat t=2 etik hingga t= 2.5 etik, setelah etik ke 2.5 kecepatan mengalami penurunan. Kecepatan maksimum yang ihasilkan sebelum beban iberikan aalah sebesar 47 ra/s. Saat etik ke 2 hingga etik ke 2.5 rotor berputar engan kecepatan sekitar 40 ra/s, konisi ini isebabkan karena paa etik ke 2 sampai etik ke 2.5 sistem belum iberikan beban, oleh karena itu putaran rotor masih belum tanpa beban. Namun saat etik ke 2.5 hingga etik ke 10 kecepatan putaran mengalami penurunan isebabkan karena beban yang iberikan sebesar 0.5 Nm sehingga membuat kecepatan putaran menjai menurun.

77 Gambar Pembebanan paa Motor Saat pengujian engan memberikan beban paa sistem sebesar 0.5 Nm kecepatan putaran rotor mengalami penurunan. Penurunan kecepatan putaran rotor tersebut imulai paa etik ke 2.5 sesuai engan waktu beban iberikan. Hal ini terjai ikarenakan arus masukan i sq yang igunakan oleh sistem memiliki nilai konstan. Nilai arus i sq tiak berubah seiring engan pembebanan ikarenakan pemberian nilai paa i sq ilakukan secara manual. Oleh karena itu kecepatan putaran rotor tetap berkurang saat iberikan beban karena nilai i sq tiak berubah meskipun telah terjai pembebanan saat etik ke 2.5. Pengujian yang ketiga juga menggunakan beban sebesar 0.5 Nm paa etik ke 2.5 sampai etik ke 10. Pengujian terakhir yang ilakukan aalah engan mengubah nilai arus masukan i sq sesuai engan beban yang iberikan agar putaran rotor apat kembali ke kecepatan referensinya. Dengan mengubah arus i sq paa etik ke 2.5 engan nilai sebesar 0.35A maka putaran rotor menjai stabil.

78 Waktu (s) Waktu (s) Arus stator sumbu referensi Arus magnetisasi rotor Arus Stator Sumbu D (A) Weber Arus Stator Sumbu D Ref (A) Arus Magnetisasi Rotor(A) Waktu (s) Waktu (s) Arus stator sumbu Fluks rotor sumbu

79 Waktu (s) Waktu (s) Arus stator sumbu q referensi Torsi elektromagnetik Arus Stator Sumbu Q (A) Kecepatan Putaran Rotor (ra/s) Arus Stator Sumbu Q Ref (A) Torsi Elektromagnerik (Nm) Waktu (s) Waktu (s) Arus stator sumbu q Kecepatan rotor 67

80 4.2.3 Pengujian engan penambahan arus isq* Besarnya i sq berpengaruh terhaap perubahan kecepatan ataupun perubahan beban. Ketika terjai perubahan kecepatan maka besarnya i sq akan mengalami kenaikan sebesar 3A an ketika telah mencapai kecepatan referensinya maka arus i sq tersebut akan kembali ke nilai 0A. Seangkan ketika terjai perubahan beban besarnya arus i sq akan sebaning engan perubahan beban atau torsi. Ketika terjai perubahan beban maka perubahan nilai i sq akan naik secara konstan bergantung engan bebannya. Oleh sebab itu engan mengatur besarnya i sq kita apat mengatur kecepatan ataupun besarnya torsi sehingga arus i sq merupakan bagian terpenting alam mengatur putaran motor. Pengujian terakhir yang ilakukan aalah engan mengubah nilai arus masukan i sq sesuai engan beban yang iberikan agar putaran rotor apat kembali ke kecepatan referensinya. Dengan mengubah arus i sq paa etik ke 2.5 engan nilai sebesar 0.35A maka putaran rotor menjai stabil. Gambar Arus Stator paa Sumbu Q Referensi Paa gambar 4.22 an gambar 4.23 terlihat bahwa nilai torsi berubah saat isq mengalami peubahan nilai. Saat arus stator sumbu Q beraa paa nilai 2A paa t=2 etik, nilai torsi juga beraa paa range 0 Nm. Namun saat i sq 68

81 mengalami perubahan engan nilai sebesar 0.5A saat etik ke 2.5 sampai ke 10 nilai torsi pun mengalami perubahan engan range antara 0.5 Nm. Hal ini membuktikan bahwa perubahan nilai i sq mengakibatkan nilai torsi juga mengalami perubahan. Dengan emikian nilai i sq sebaning nilai torsi elektromagnetik. Gambar Torsi Elektromagnetik Gambar Arus Stator paa Sumbu Q

82 Gambar Error Isq Gambar Kecepatan Putaran Rotor

83 Untuk percobaan saat beban iberikan nilai sebesar 0,5 paa etik ke 2,5 an arus i sq yang iberikan nilainya berubah sesuai engan nilai beban menghasilkan kecepatan putaran rotor tiak terpengaruh oleh pembebanan sebesar 0.5 Nm seperti gambar iatas. Hal ini terjai karena pengaturan arus masukan i sq paa saat terjai beban paa motor mengakibatkan perubahan nilai i sq an proses pembebanan paa motor bisa iminimalisir an menjaikan putaran kecepatan rotor tersebut menjai stabil. Sehingga pembebanan paa motor bisa ianggap tiak terjai. Hal ini ikarenakan pemberian arus i sq yang nilainya inaikan ari nilai sebelumnya mengakibatkan pembebanan paa motor bernilai 0 (nol). Namun jika nilai i sq tiak iubah sesuai engan beban yang iberikan maka kecepatan putaran rotor akan mengalami penurunan ari kecepatan referensinya. Oleh sebab itu ilakukan perubahan arus masukan i sq agar kecepatan putaran rotor kembali stabil. Tabel 4.1. Parameter motor inuksi 3 phasa parameter motor inuksi 3 phasa keterangan nilai satuan simbol aya 1 Hp P tegangan 220/380 Y volt V frekuensi 50 Hz f inuktansi mutual H Lm inuktansi stator H Ls inuktansi rotor H Lr hambatan stator 2.76 Ω Rs jumlah kutub 2.0 Pasang kutub p momen inersia Kgm 2 J

84 Hubungan putaran rotor engan i sq apat ilihat ari persamaan (2.4.8) i sq = R r (ω e N p ω r )i mr Sebagai contoh, paa etik ke 3 nilai i sq iapatkan sebesar 0,66A. Dengan memasukan nilai-nilai yang telah iapatkan untuk mencari nilai i sq, engan : R r ω e N p ω r i mr = H = 2.9 Ohm = 292,05 ra/s = 2 pasang kutub = 144,6 ra/s = A i sq = = 0.69 A (2 144,6) Gambar Arus Stator paa Sumbu Q paa etik ke 3

85 Perbeaan antara nilai pengukuran engan nilai perhitungan yang terjai ikarenakan oleh keterbatasan igitasi alat an respon sistem ketika isampling engan waktu sampling 10-4 memperlihatkan aanya perbeaan antara nilai perhitungan engan nilai pengukuran (simulasi) yang menyebabkan nilai perhitungan engan pengukuran mengalami perbeaan tetapi perbeaan nilainya tiak terlalu signifikan. Selain ikarenakan oleh keterbatasan alat, perbeaan nilai yang terjai paa saat perhitungan engan ata yang iambil saat pengukuran isebabkan oleh kesalahaan pembacaan saat pengambilan ata pengukuran, sehingga menyebabkan terjainya perbeaan antara nilai pengukuran engan nilai perhitungan. Selama perbeaan antara hasil perhitungan engan hasil pengukuran bernilai tiak terlalu besar maka kesalahan yang terjai apat itoleransi hingga batas toleransi yang telah itentukan. Gambar Arus Stator Sumbu D Referensi

86 Gambar Arus Stator Sumbu D Gambar Error Arus Stator paa Sumbu D

SELF TUNING PI PADA PENGENDALI KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN KONTROL VEKTOR ARUS DAN OBSERVER DALAM SUMBU DQ

SELF TUNING PI PADA PENGENDALI KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN KONTROL VEKTOR ARUS DAN OBSERVER DALAM SUMBU DQ SELF TUNING PI PADA PENGENDALI KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN KONTROL VEKTOR ARUS DAN OBSERVER DALAM SUMBU DQ Raden Irwan Febriyanto (NPM : 99) Departemen Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian METODE PENELITIAN Data Inonesia merupakan salah satu negara yang tiak mempunyai ata vital statistik yang lengkap. Dengan memperhatikan hal tersebut, sangat tepat menggunakan Moel CPA untuk mengukur tingkat

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC

BAB 4 ANALISIS DAN MINIMISASI RIAK TEGANGAN DAN ARUS SISI DC BAB ANAL DAN MNMA RAK EGANGAN DAN ARU DC. Penahuluan ampai saat ini, penelitian mengenai riak sisi DC paa inverter PWM lima-fasa paa ggl beban sinusoial belum pernah ilakukan. Analisis yang ilakukan terutama

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISA

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISA BAB 4 SIMULASI DAN ANALISA Bab 4 berisikan simulasi serta analisa dari hasil perancangan dan simulasi pada bab sebelumnya. Hasil perancangan dan simulasi dibagi menjadi empat sub bab dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA 3.1 Spesifikasi kamera Kamera yang igunakan alam percobaan paa tugas akhir ini aalah kamera NIKON Coolpix 7900, engan spesifikasi sebagai berikut : Resolusi maksimum :

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA 2.1 Umum Motor listrik merupakan beban listrik yang paling banyak digunakan di dunia, motor induksi tiga fasa adalah suatu mesin listrik yang mengubah energi listrik menjadi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak balik ( AC ) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya

Lebih terperinci

Wendi Alven Pradana

Wendi Alven Pradana 1 Wendi Alven Pradana 2208100094 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. Mochamad Ashari, M.Eng. Heri Suryoatmojo, ST., MT., Ph.D. Isolated Island Stand Alone Generation Panel Surya + Motor DC: Mahal Perawatan

Lebih terperinci

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP 8.. Penahuluan Lubang aalah bukaan paa ining atau asar tangki imana zat cair mengalir melaluinya. Lubang tersebut bisa berbentuk segi empat, segi tiga, ataupun lingkaran.

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Perubahan Tegangan Terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Menggunakan Simulasi Matlab

Analisis Pengaruh Perubahan Tegangan Terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Menggunakan Simulasi Matlab Analisis Pengaruh Perubahan Tegangan Terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Menggunakan Simulasi Matlab Fitrizawati 1, Utis Sutisna 2 Miliono 3 1,2,3 Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KENDALI PID DALAM MENINGKATKAN KINERJA POWER SYSTEM STABILIZER

IMPLEMENTASI KENDALI PID DALAM MENINGKATKAN KINERJA POWER SYSTEM STABILIZER Sujito, Implementasi Kenali PID alam Meningkatkan Kinerja Power System Stabilizer IMPLEMENTASI KENDALI PID DALAM MENINGKATKAN KINERJA POWER SYSTEM STABILIZER SUJITO Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA

MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA I. MOTOR LISTRIK 1 FASA Pada era industri modern saat ini, kebutuhan terhadap alat produksi yang tepat guna sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan effesiensi waktu dan biaya.

Lebih terperinci

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi

Hukum Coulomb. a. Uraian Materi Hukum oulomb a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar, iharapkan ana apat: - menjelaskan hubungan antara gaya interaksi ua muatan listrik, besar muatan-muatan, an jarak pisah

Lebih terperinci

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat.

dan E 3 = 3 Tetapi integral garis dari keping A ke keping D harus nol, karena keduanya memiliki potensial yang sama akibat dihubungkan oleh kawat. E 3 E 1 -σ 3 σ 3 σ 1 1 a Namakan keping paling atas aalah keping A, keping keua ari atas aalah keping B, keping ketiga ari atas aalah keping C an keping paling bawah aalah keping D E 2 muatan bawah keping

Lebih terperinci

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI ANALISAPERITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammaiyah Palembang Email: nurnilamoemiatie@yahoo.com Abstrak paa

Lebih terperinci

1 Kapasitor Lempeng Sejajar

1 Kapasitor Lempeng Sejajar FI1201 Fisika Dasar IIA Kapasitor 1 Kapasitor Lempeng Sejajar Dosen: Agus Suroso Paa bab sebelumnya, telah ibahas mean listrik i sekitar lempeng-yang-sangat-luas yang bermuatan, E = σ 2ε 0 ˆn, (1) engan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 FASA 20 HP DENGAN PERBANDINGAN KONTROL PI DAN PID

ANALISIS PENGATURAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 FASA 20 HP DENGAN PERBANDINGAN KONTROL PI DAN PID ANALISIS PENGATURAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 FASA 20 HP DENGAN PERBANDINGAN KONTROL PI DAN PID SKRIPSI oleh DIMAS DHARMAWAN NIM 071910201041 PROGRAM STUDI STRATA-1 TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik Nama : Gede Teguh Pradnyana Yoga NIM : 1504405031 No Absen/ Kelas : 15 / B MK : Teknik Tenaga Listrik PRINSIP KERJA MOTOR A. Pengertian Motor Listrik Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis

Lebih terperinci

3. Kegiatan Belajar Medan listrik

3. Kegiatan Belajar Medan listrik 3. Kegiatan Belajar Mean listrik a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar 3, iharapkan Ana apat: Menjelaskan hubungan antara kuat mean listrik i suatu titik, gaya interaksi,

Lebih terperinci

IV. ANALISA RANCANGAN

IV. ANALISA RANCANGAN IV. ANALISA RANCANGAN A. Rancangan Fungsional Dalam penelitian ini, telah irancang suatu perontok pai yang mempunyai bentuk an konstruksi seerhana an igerakkan engan menggunakan tenaga manusia. Secara

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika

PERSAMAAN DIFFERENSIAL. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika PERSAMAAN DIFFERENSIAL Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika Disusun oleh: Aurey Devina B 1211041005 Irul Mauliia 1211041007 Anhy Ramahan 1211041021 Azhar Fuai P 1211041025 Murni Mariatus

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE TORQUE CONTROL (MPTC) UNTUK PENGATURAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA DENGAN ROBUST STATOR FLUX OBSERVER

PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE TORQUE CONTROL (MPTC) UNTUK PENGATURAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA DENGAN ROBUST STATOR FLUX OBSERVER PERANCANGAN MODEL PREDICTIVE TORQUE CONTROL (MPTC) UNTUK PENGATURAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA DENGAN ROBUST STATOR FLUX OBSERVER Halim Mudia 1), Mochammad Rameli 2), dan Rusdhianto Efendi 3) 1),

Lebih terperinci

1 Kapasitor Lempeng Sejajar

1 Kapasitor Lempeng Sejajar FI1201 Fisika Dasar IIA Kapasitor 1 Kapasitor Lempeng Sejajar Dosen: Agus Suroso Paa bab sebelumnya, telah ibahas mean listrik i sekitar lempeng-yang-sangat-luas yang bermuatan, E = σ 2ε 0 ˆn, (1) engan

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI SEL

BAB III INTERFERENSI SEL BAB NTEFEENS SEL Kinerja sistem raio seluler sangat ipengaruhi oleh faktor interferensi. Sumber-sumber interferensi apat berasal ari ponsel lainya ialam sel yang sama an percakapan yang seang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS RIAK ARUS KELUARAN INVERTER PWM MULTIFASA

BAB 3 ANALISIS RIAK ARUS KELUARAN INVERTER PWM MULTIFASA BAB 3 ANALISIS RIAK ARUS KELUARAN INVERER WM MULIFASA 3. enahuluan enelitian mengenai bentuk sinyal moulasi yang cocok untuk menghasilkan keluaan inete yang bekualitas baik telah lama ilakukan. Salah satu

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR Sesuai engan persetujuan ari Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha, melalui surat 812/TA/FTS/UKM/III/2004 tanggal 9 Februari 2004, engan

Lebih terperinci

PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES

PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES Raita.Arinya Universitas Satyagama Jakarta Email: raitatech@yahoo.com Abstrak Penalaan parameter kontroller PID selalu iasari atas tinjauan terhaap karakteristik

Lebih terperinci

MOTOR SINKRON 3 FASA SEDERHANA DENGAN 2 KUTUB ROTOR BERBASIS DIGITAL

MOTOR SINKRON 3 FASA SEDERHANA DENGAN 2 KUTUB ROTOR BERBASIS DIGITAL MOTOR SINKRON 3 FASA SEDERHANA DENGAN 2 KUTUB ROTOR BERBASIS DIGITAL TUGAS AKHIR Oleh : YOSAFAT ADITYAS NUGROHO 09.50.0005 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

KAPASITOR. Pengertian Kapasitor

KAPASITOR. Pengertian Kapasitor 7/3/3 KAPASITOR Pengertian Kapasitor Dua penghantar berekatan yang imaksukan untuk iberi muatan sama tetapi berlawanan jenis isebut kapasitor. Sifat menyimpan energi listrik / muatan listrik. Kapasitas

Lebih terperinci

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical-Axis Turbine (VAT) dengan Pemodelan Massa Tergumpal

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical-Axis Turbine (VAT) dengan Pemodelan Massa Tergumpal JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (13 ISSN: 337-3539 (31-971 Print B-11 Respon Getaran Lateral an Torsional Paa Poros Vertical-Axis Turbine (VAT engan Pemoelan Massa Tergumpal Ahma Aminuin, Yerri Susatio,

Lebih terperinci

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB ISSN: 1693-6930 17 DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB Kartika Firausy, Yusron Saui, Tole Sutikno Program Stui Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Inustri, Universitas Ahma Dahlan

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya. Laporan Akhir BAB I PENDAHULUAN

Politeknik Negeri Sriwijaya. Laporan Akhir BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motor-motor listrik banyak digunakan disegala bidang, mulai dari aplikasi di lingkungan rumah tangga sampai aplikasi di industri-industri besar. Bermacammacam motor

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton an baja. Kombinasi keuanya membentuk suatu elemen struktur imana ua macam komponen saling bekerjasama alam menahan beban

Lebih terperinci

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya BAB MOTOR KAPASTOR START DAN MOTOR KAPASTOR RUN 2.1. UMUM Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran

Lebih terperinci

MODUL 10 DASAR KONVERSI ENERGI LISTRIK. Motor induksi

MODUL 10 DASAR KONVERSI ENERGI LISTRIK. Motor induksi MODUL 10 DASAR KONVERSI ENERGI LISTRIK Motor induksi Motor induksi merupakan motor yang paling umum digunakan pada berbagai peralatan industri. Popularitasnya karena rancangannya yang sederhana, murah

Lebih terperinci

BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG

BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG 20 BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (AC) yang paling luas digunakan. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa motor ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

peralatan-peralatan industri maupun rumah tangga seperti pada fan, blower, pumps,

peralatan-peralatan industri maupun rumah tangga seperti pada fan, blower, pumps, 1.1 Latar Belakang Kebutuhan tenaga listrik meningkat mengikuti perkembangan kehidupan manusia dan pertumbuhan di segala sektor industri yang mengarah ke modernisasi. Dalam sebagian besar industri, sekitar

Lebih terperinci

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor.

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor. BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum (8,9) Motor arus searah adalah suatu mesin yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi mekanik, dimana energi gerak tersebut berupa putaran dari motor. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA. Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA. Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA II.1. Umum Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Angin Pembangkit Listrik Tenaga Angin memberikan banyak keuntungan seperti bersahabat dengan lingkungan (tidak menghasilkan emisi gas), tersedia dalam

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALI KECEPATAN MOTOR BRUSHLESS DC TIGA FASA MENGGUNAKAN KONTROLER PID-FUZZY

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALI KECEPATAN MOTOR BRUSHLESS DC TIGA FASA MENGGUNAKAN KONTROLER PID-FUZZY Perancangan Sistem Pengenali Kecepatan Motor BLDC Tiga Fasa Menggunakan Kontroler PERANCANGAN SISTEM PENGENDALI KECEPATAN MOTOR BRUSHLESS DC TIGA FASA MENGGUNAKAN KONTROLER FUZZY Danang Arya Yuhistira

Lebih terperinci

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan M O T O R D C Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan motor induksi, atau terkadang disebut Ac Shunt Motor. Motor

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN SIMULASI DIRECT TORQUE FUZZY CONTROL (DTFC) UNTUK PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS MOTOR (PMSM) SEBAGAI PENGGERAK RODA KENDARAAN LISTRIK

PERANCANGAN DAN SIMULASI DIRECT TORQUE FUZZY CONTROL (DTFC) UNTUK PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS MOTOR (PMSM) SEBAGAI PENGGERAK RODA KENDARAAN LISTRIK PERANCANGAN DAN SIMULASI DIRECT TORQUE FUZZY CONTROL (DTFC) UNTUK PERMANENT MAGNET SYNCHRONOUS MOTOR (PMSM) SEBAGAI PENGGERAK RODA KENDARAAN LISTRIK Shinta Dwi Amelia 2281636 Jurusan Teknik Elektro FTI,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN TORSI START

ANALISIS PERBANDINGAN TORSI START ANALISIS PERBANDINGAN TORSI START DAN ARUS START,DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGASUTAN AUTOTRAFO, STAR DELTA DAN DOL (DIRECT ON LINE) PADA MOTOR INDUKSI 3 FASA (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II1 Umum Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran

Lebih terperinci

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n Oleh : JOHANES ARIF PURWONO 105 100 00 Pembimbing : Drs. Suhu Wahyui, MSi 131 651 47 ABSTRAK Graph aalah suatu sistem

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TEGANGAN INPUT TERHADAP KAPASITAS ANGKAT MOTOR HOISTING ( Aplikasi pada Workshop PT. Inalum )

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TEGANGAN INPUT TERHADAP KAPASITAS ANGKAT MOTOR HOISTING ( Aplikasi pada Workshop PT. Inalum ) STUDI PENGARUH PERUBAHAN TEGANGAN INPUT TERHADAP KAPASITAS ANGKAT MOTOR HOISTING ( Aplikasi pada Workshop PT. Inalum ) Makruf Abdul Hamid,Panusur S M L Tobing Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI IMPLEMENTSI TEKNIK FETURE MORPHING PD CITR DU DIMENSI Luciana benego an Nico Saputro Jurusan Intisari Pemanfaatan teknologi animasi semakin meluas seiring engan semakin muah an murahnya penggunaan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang BAB 2II DASAR TEORI Motor Sinkron Tiga Fasa Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang putaran rotornya sinkron/serempak dengan kecepatan medan putar statornya. Motor ini beroperasi

Lebih terperinci

Materi Presentasi: Pendahuluan Tinjauan Pustaka Perancangan Hasil Simulasi Kesimpulan

Materi Presentasi: Pendahuluan Tinjauan Pustaka Perancangan Hasil Simulasi Kesimpulan Judul Tugas Akhir Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Moch. Rameli Ir. Rusdhianto Effendi A.K, M.T Perancangan dan Simulasi Direct Torque Control (DTC) pada Motor Induksi Menggunakan Teknik Space Vector Pulse Width

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN TRANSIENT SISTEM TENAGA LISTRIK MULTIMESIN (MODEL IEEE 9 BUS 3 MESIN)

STUDI KESTABILAN TRANSIENT SISTEM TENAGA LISTRIK MULTIMESIN (MODEL IEEE 9 BUS 3 MESIN) No. ol. Thn. X November 8 SSN: 854-847 STUD KSTABLAN TANSNT SSTM TNAGA LSTK MULTMSN (MODL 9 BUS MSN) Heru Dibyo Laksono Jurusan Teknik lektro, Universitas Analas Paang, Kampus Limau Manis Paang, Sumatera

Lebih terperinci

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201 akultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 20 PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE PROMETHEE II Ahma Jalaluin )

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor listrik yang paling umum dipergunakan dalam perindustrian industri adalah motor induksi. Berdasarkan phasa sumber daya yang digunakan, motor induksi dapat

Lebih terperinci

ESTIMASI WAKTU DAN SUDUT PEMUTUS KRITIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE LUAS SAMA

ESTIMASI WAKTU DAN SUDUT PEMUTUS KRITIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE LUAS SAMA Vol. 9 No. 1 Juni 1 : 53 6 ISSN 1978-365 ESTIMASI WAKTU DAN SUDUT PEMUTUS KRITIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE LUAS SAMA Slamet Pusat Penelitian an Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan an

Lebih terperinci

ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE SIMULASI DISKRIT PADA PT. BIOPLAST UNGGUL

ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE SIMULASI DISKRIT PADA PT. BIOPLAST UNGGUL ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE SIMULASI DISKRIT PADA PT. BIOPLAST UNGGUL Jeefry Sutrisman Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Inonesia Abstrak PT. Bioplast

Lebih terperinci

, serta notasi turunan total ρ

, serta notasi turunan total ρ LANDASAN TEORI Lanasan teori ini berasarkan rujukan Jaharuin (4 an Groesen et al (99, berisi penurunan persamaan asar fluia ieal, sarat batas fluia ua lapisan an sistem Hamiltonian Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BB III PROSES PERNCNGN DN PERHITUNGN 3.1 Diagram alir penelitian MULI material ie an material aluminium yang iekstrusi Perancangan ie Proses pembuatan ie : 1. Pemotongan bahan 2. Pembuatan lubang port

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG DAN SATU FASA ROTOR TERBUKA : SUATU ANALISIS TERHADAP EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA

PERBANDINGAN PENGARUH TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG DAN SATU FASA ROTOR TERBUKA : SUATU ANALISIS TERHADAP EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA PERBANDINGAN PENGARUH TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG DAN SATU FASA ROTOR TERBUKA : SUATU ANALISIS TERHADAP EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA Wendy Tambun, Surya Tarmizi Kasim Konsentrasi Teknik Energi Listrik,

Lebih terperinci

Oleh : Kikin Khoirur Roziqin Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Mochammad Ashari, M.Eng. Ir. Sjamsjul Anam, M.T.

Oleh : Kikin Khoirur Roziqin Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Mochammad Ashari, M.Eng. Ir. Sjamsjul Anam, M.T. Oleh : Kikin Khoirur Roziqin 2206 100 129 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Mochammad Ashari, M.Eng. Ir. Sjamsjul Anam, M.T. Latar Belakang Beban Non Linier Harmonisa Filter Usaha Penyelesaian Permasalahan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN INVERTER 1 FASA SINYAL PWM BERBASIS MICROCONTROLLER AT89S52 SEBAGAI PENGATUR KECEPATAN MOTOR INDUKSI 1 FASA

RANCANG BANGUN INVERTER 1 FASA SINYAL PWM BERBASIS MICROCONTROLLER AT89S52 SEBAGAI PENGATUR KECEPATAN MOTOR INDUKSI 1 FASA RANCANG BANGUN INVERTER 1 FASA SINYAL PWM BERBASIS MICROCONTROLLER AT89S52 SEBAGAI PENGATUR KECEPATAN MOTOR INDUKSI 1 FASA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD dan JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD dan JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD an JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD YOSEPHINA NOVALIA NRP : 0521034 Pembimbing : Ir. Ibrahim Surya, M.Eng. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi yang merupakan motor arus bolak-balik yang paling luas penggunaannya. Penamaan ini berasal dari kenyataan

Lebih terperinci

KENDALI LQR DISKRIT UNTUK SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN SUMBER JARINGAN TUNGGAL. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang

KENDALI LQR DISKRIT UNTUK SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN SUMBER JARINGAN TUNGGAL. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang KENDALI LQR DISKRIT UNTUK SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN SUMBER JARINGAN TUNGGAL Dita Anies Munawwaroh Sutrisno Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl Prof H Soearto SH Tembalang Semarang itaaniesm@gmailcom

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN PUTARAN MOTOR INDUKSI 3 FASA JENIS ROTOR SANGKAR TUPAI DALAM KEADAAN BERBEBAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB SIMULINK

ANALISA PERUBAHAN PUTARAN MOTOR INDUKSI 3 FASA JENIS ROTOR SANGKAR TUPAI DALAM KEADAAN BERBEBAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB SIMULINK ANALISA PERUBAHAN PUTARAN MOTOR INDUKSI 3 FASA JENIS ROTOR SANGKAR TUPAI DALAM KEADAAN BERBEBAN MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB SIMULINK LAPORAN AKHIR Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC)

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 Perbaikan Kualitas Arus Output paa Buck-Boost Inverter yang Terhubung Gri engan Menggunakan Metoe Fee-Forwar Compensation (FFC) Faraisyah Nugrahani, Deet

Lebih terperinci

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) 1. 1. SISTEM TENAGA LISTRIK 1.1. Elemen Sistem Tenaga Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah dan aman untuk mengirimkan energi adalah melalui

Lebih terperinci

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS Kampus ITS Sukolilo,Surabaya

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS Kampus ITS Sukolilo,Surabaya Pengaturan Kecepatan Motor Induksi 3ø dengan Kontrol PID melalui Metode Field Oriented Control (FOC) ( Rectifier, Inverter, Sensor arus dan Sensor tegangan) Denny Septa Ferdiansyah 1, Gigih Prabowo 2,

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam

SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam SISTEM KENDALI POSISI MOTOR DC Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam I. Tujuan 1. Mampu melakukan analisis kinerja sistem pengaturan posisi motor arus searah.. Mampu menerangkan pengaruh kecepatan

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN UJI KEKERASAN VICKERS

PENENTUAN RUMUS KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN UJI KEKERASAN VICKERS 3 ISSN 016-318 PENENTUAN RUMUS KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN UJI KEKERASAN VICKERS Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Serpong. ABSTRAK PENENTUAN RUMUS KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN UJI KEKERASAN VICKERS.

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA 2.1 UMUM Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik yang paling banyak dipakai dalam industri dan rumah tangga. Dikatakan motor induksi karena arus rotor motor ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG)

BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG) BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG) II.1 Umum Motor induksi tiga phasa merupakan motor yang banyak digunakan baik di industri rumah tangga maupun industri skala besar. Hal ini dikarenakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron BAB II MTR SINKRN Motor Sinkron adalah mesin sinkron yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Mesin sinkron mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan medan pada rotor.

Lebih terperinci

PERANCANGAN BRUSHLESS DC MOTOR 3 FASA SEDERHANADENGAN 4 KUTUB ROTOR

PERANCANGAN BRUSHLESS DC MOTOR 3 FASA SEDERHANADENGAN 4 KUTUB ROTOR PERANCANGAN BRUSHLESS DC MOTOR 3 FASA SEDERHANADENGAN 4 KUTUB ROTOR TUGAS AKHIR Oleh: Adi Citra Kristari 10.50.0001 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu kondisi tertentu motor harus dapat dihentikan segera. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu kondisi tertentu motor harus dapat dihentikan segera. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pada umumnya industri memerlukan motor sebagai penggerak, adapun motor yang sering digunakan adalah motor induksi,karena konstruksinya yang sederhana, kuat

Lebih terperinci

=== PERANCANGAN RANGKAIAN KOMBINASIONAL ===

=== PERANCANGAN RANGKAIAN KOMBINASIONAL === TKNIK IITL === PRNNN RNKIN KOMINSIONL === Rangkaian logika atau igital apat ibagi menjai 2 bagian yaitu:. Rangkaian Kombinasional, aalah suatu rangkaian logika yang keaaan keluarannya hanya ipengaruhi

Lebih terperinci

PEMODELAN EMPIRIS COST 231-WALFISCH IKEGAMI GUNA ESTIMASI RUGI-RUGI LINTASAN ANTENA RADAR DI PERUM LPPNPI INDONESIA

PEMODELAN EMPIRIS COST 231-WALFISCH IKEGAMI GUNA ESTIMASI RUGI-RUGI LINTASAN ANTENA RADAR DI PERUM LPPNPI INDONESIA PROSIDING SEMINAR NASIONA MUTI DISIPIN IMU &CA FOR PAPERS UNISBANK KE-3(SENDI_U 3) 217 PEMODEAN EMPIRIS COST 231-WAFISCH IKEGAMI GUNA ESTIMASI RUGI-RUGI INTASAN ANTENA RADAR DI PERUM PPNPI INDONESIA Ria

Lebih terperinci

BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU

BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU BESARNYA KOEFISIEN HAMBAT (CD) SILT SCREEN AKIBAT GAYA ARUS DENGAN MODEL PELAMPUNG PARALON DAN KAYU Davi S. V. L Bangguna 1) 1) Staff Pengajar Program Stui Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sintuwu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH RESISTANSI DI STATOR TERHADAP PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA PHASA SANGKAR TUPAI DENGAN KENDALI TORSI LANGSUNG MENGGUNAKAN PI TESIS VECTOR ANGGIT PRATOMO 08 06 42 47 75 FAKULTAS

Lebih terperinci

menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : ANTONIUS P. NAINGGOLAN NIM : DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : ANTONIUS P. NAINGGOLAN NIM : DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO ANALISIS KARAKTERISTIK TORSI DAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA KONDISI OPERASI SATU FASA DENGAN PENAMBAHAN KAPASITOR (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU) Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Motor listrik dewasa ini telah memiliki peranan penting dalam bidang industri.

BAB I PENDAHULUAN. Motor listrik dewasa ini telah memiliki peranan penting dalam bidang industri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motor listrik dewasa ini telah memiliki peranan penting dalam bidang industri. Keinginan untuk mendapatkan mesin yang mudah dirangkai, memiliki torsi yang besar, hemat

Lebih terperinci

Pemodelan Dinamik dan Simulasi dari Motor Induksi Tiga Fasa Berdaya Kecil

Pemodelan Dinamik dan Simulasi dari Motor Induksi Tiga Fasa Berdaya Kecil Pemodelan Dinamik dan Simulasi dari Motor Induksi Tiga Fasa Berdaya Kecil Nyein Nyein Soe*, Thet Thet Han Yee*, Soe Sandar Aung* *Electrical Power Engineering Department, Mandalay Technological University,

Lebih terperinci

Mekatronika Modul 7 Aktuator

Mekatronika Modul 7 Aktuator Mekatronika Modul 7 Aktuator Hasil Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dari Aktuator Listrik Tujuan Bagian ini memberikan informasi mengenai karakteristik dan penerapan

Lebih terperinci

VOLT / HERTZ CONTROL

VOLT / HERTZ CONTROL VOLT / HERTZ CONTROL TUGAS AKHIR OLEH : Hendra Surya Wijaya 03.50.0026 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2009 i PENGESAHAN Laporan Tugas

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA Nurhayati Fakultas Sains an Teknologi, UIN Ar-Raniry Bana Aceh nurhayati.fst@ar-raniry.ac.i Jamru

Lebih terperinci

PERANCANGAN ESTIMATOR TAHANAN ROTOR MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA PENGENDALIAN TANPA SENSOR KECEPATAN

PERANCANGAN ESTIMATOR TAHANAN ROTOR MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA PENGENDALIAN TANPA SENSOR KECEPATAN PERANCANGAN ESTIMATOR TAHANAN ROTOR MOTOR INDUKSI TIGA FASA PADA PENGENDALIAN TANPA SENSOR KECEPATAN Akhma Musafa 1 1 Pogam Stui Teknik Elekto, Fakultas Teknik, Univesitas Bui Luhu Jl. Cileug Raya Petukangan

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak

PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN. Abstrak PROGRAM KOMPUTER UNTUK PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN Ruy Setiawan, ST., MT. Sukanto Tejokusuma, Ir., M.Sc. Jenny Purwonegoro, ST. Staf Pengajar Fakultas Staf Pengajar Fakultas Alumni Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

DA S S AR AR T T E E ORI ORI

DA S S AR AR T T E E ORI ORI BAB II 2 DASAR DASAR TEORI TEORI 2.1 Umum Konversi energi elektromagnetik yaitu perubahan energi dari bentuk mekanik ke bentuk listrik dan bentuk listrik ke bentuk mekanik. Generator sinkron (altenator)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PROSEDUR PERCOBAAN PERCOBAAN PENDAHULUAN PERCOBAAN Kontrol Motor Induksi dengan metode Vf...

DAFTAR ISI PROSEDUR PERCOBAAN PERCOBAAN PENDAHULUAN PERCOBAAN Kontrol Motor Induksi dengan metode Vf... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 PERCOBAAN 1... 2 1.Squirrel Cage Induction Motor (Motor Induksi dengan rotor sangkar)... 2 2.Double Fed Induction Generator (DFIG)... 6 PROSEDUR PERCOBAAN... 10 PERCOBAAN 2...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Generator arus searah mempunyai komponen dasar yang hampir sama dengan komponen mesin-mesin lainnya. Secara garis besar generator arus searah adalah alat konversi energi mekanis

Lebih terperinci

JOB SHEET MESIN LISTRIK 2. Percobaan Medan Putar dan Arah Putaran

JOB SHEET MESIN LISTRIK 2. Percobaan Medan Putar dan Arah Putaran JOB SHEET MESIN LISTRIK Percobaan Medan Putar dan Arah Putaran UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO JOB SHEET PRAKTIKUM MESIN LISTRIK Materi Judul Percobaan Waktu : Motor Induksi

Lebih terperinci

Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik.

Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik. Generator listrik Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik. Proses ini dikenal sebagai pembangkit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Arus Searah Sebuah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor arus searah. Cara kerjanya berdasarkan prinsip, sebuah konduktor

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEMBACAAN KWH METER ANALOG DENGAN KWH METER DIGITAL PADA KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN PEMBACAAN KWH METER ANALOG DENGAN KWH METER DIGITAL PADA KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERBANDINGAN PEMBACAAN KWH METER ANALOG DENGAN KWH METER DIGITAL PADA KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN SKRIPSI Boromeus Sakti Wibisana 04 04 03 022 9 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan membahas tentang pemodelan perancangan sistem, hal ini dilakukan untuk menunjukkan data dan literatur dari rancangan yang akan diteliti. Selain itu, perancangan

Lebih terperinci

2.3 Perbandingan Putaran dan Perbandingan Rodagigi. Jika putaran rodagigi yang berpasangan dinyatakan dengan n 1. dan z 2

2.3 Perbandingan Putaran dan Perbandingan Rodagigi. Jika putaran rodagigi yang berpasangan dinyatakan dengan n 1. dan z 2 .3 Perbaningan Putaran an Perbaningan Roagigi Jika putaran roagigi yang berpasangan inyatakan engan n (rpm) paa poros penggerak an n (rpm) paa poros yang igerakkan, iameter lingkaran jarak bagi (mm) an

Lebih terperinci

GENERATOR SINKRON Gambar 1

GENERATOR SINKRON Gambar 1 GENERATOR SINKRON Generator sinkron merupakan mesin listrik arus bolak balik yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus bolak-balik. Energi mekanik diperoleh dari penggerak mula (prime mover)

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA DARI POPULASI PENDERITA DIABETES MELLITUS

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA DARI POPULASI PENDERITA DIABETES MELLITUS KNM XVI 3-6 Juli 01 UNPAD, Jatinangor ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA DARI POPULASI PENDERITA DIABETES MELLITUS NANIK LISTIANA 1, WIDOWATI, KARTONO 3 1,,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc

BAB V KAPASITOR. (b) Beda potensial V= 6 volt. Muatan kapasitor, q, dihitung dengan persamaan q V = ( )(6) = 35, C = 35,4 nc BAB KAPASITOR ontoh 5. Definisi kapasitas Sebuah kapasitor 0,4 imuati oleh baterai volt. Berapa muatan yang tersimpan alam kapasitor itu? Jawab : Kapasitas 0,4 4 0-7 ; bea potensial volt. Muatan alam kapasitor,,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH SATU FASA ROTOR TERBUKA TERHADAP TORSI AWAL, TORSI MAKSIMUM, DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA

ANALISA PENGARUH SATU FASA ROTOR TERBUKA TERHADAP TORSI AWAL, TORSI MAKSIMUM, DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA ANALISA PENGARUH SATU FASA ROTOR TERBUKA TERHADAP TORSI AWAL, TORSI MAKSIMUM, DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA Ali Sahbana Harahap, Raja Harahap, Surya Tarmizi Kasim Konsentrasi Teknik Energi Listrik,

Lebih terperinci