VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN BLORA TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN BLORA TAHUN"

Transkripsi

1

2

3 S

4 VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN BLORA TAHUN A. Visi Terwujudnya masyarakat Blora yang lebih sejahtera dan bermartabat B. Misi 1. Mewujudkan pemerintahan yang efektif, bersih KKN, dan demokratis, melaksanakan reformasi birokrasi dalam rangka peningkatan layanan publik. 2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya daerah yang ramah lingkungan dan berkesinambungan 3. Meningkatkan iklim kondusif dan kerjasama dengan pihak-pihak berkepentingan, serta menciptakan lapangan kerja dan pengembangan investasi 4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial dasar, pemberdayaan masyarakat dan lainnya, menerapkan iptek dan kearifan lokal 5. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana publik 6. Mewujudkan dan mendorong tersusunnya kebijakan daerah yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor), pro job, pro growth, pro environment dan pro gender 7. Menegakkan supremasi hukum dan HAM ii

5 SAMBUTAN BUPATI BLORA Assalamu alaikum Wr.Wb. Mengawali sambutan saya pada penerbitan Analisa Data Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Blora Tahun 2015, saya selalu terbayangi hal-hal yang negatif. Karena, seolah-olah pembangunan yang kita laksanakan secara mati-matian sepertinya tidak berdampak sama sekali. Namun demikian, Pemerintah Kabupaten Blora selalu mencari celah penyebab rendahnya capaian IPM kita. Menurut Saya, secara umum penyebab rendahnya IPM kita karena masih banyak masyarakat kita yang berada di kawasan hutan, yang terisolir dan akses jalannyaa masih sangat memperihatinkan. Makaa dari itu, Pemerintah Kabupaten Blora mulai tahun 2016 mencoba memprioritaskan menyelesaikan permasalah infrastruktur jalan di kawasan hutan. Sayaa berharap, dengan tersedianya fasilitas akses jalan di kawasan hutan, roda perekonomian, akses kesehatan, dan pendidikan menjadi lancar, dan tidak ketinggalan jauh dengan desa yang lainnya. Akhirnya, Kepada Kepala Bappeda dan Kepala BPS yang telah mengkaji IPM, Saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Wassalamu alaikum Wr.Wb. Blora, September 2016 BUPATI BLORA DJOKO NUGROHO iii

6 iv

7 SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA Assallamu alaikum Wr. Wb. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, Pemerintah Daerah Kabupaten Blora melalui Badan Perencanaan Pembangunan Derah, telah memperhatikan produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan pembangunan. Dampak pembangunan manusia dari tahun 2015, tercermin dalam kajian Analisa Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Blora. Peningkatan IPM di Kabupaten Blora pada lima tahun terakhir dari sisi perencanaan dapat dikatakan cukup signifikan karena masih dibawah digit 1 point dengan prediksi RPJMD. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan yang diharapkan RPJMD sebesar 0,73 setiap tahunya, relaisasi mencapai 0,90 setiap tahun. Ada paradigma yang perlu kita fahami bersama dalam membaca IPM, yakni dari sisi pertumbuhan IPM suatu daerah. Selama ini kita selalu memandang dari sisi peringkat saja. Paradigma ini mengedepankan karakteristik antara daerah yang satu dengan daerah lain yang sudah pasti perlu penanganan yang berbeda. Dengan demikian prioritas penanganan masalah tergantung permasalahan yang dihadapi oleh suatu daerah. Maka dari itu, hal yang realistis digunakan penilaian IPM daerah adalah pertumbuhan IPM, bukan peringkat IPM. Selanjutnya, dari kajian IPM ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh SKPD terkait sebagai dasar perencanaan kegiatan kerja yang diprioritaskan pada tahun-tahun mendatang. Kepada Kepala BPS Kabupaten Blora beserta jajarannya dan semua anggota Tim Penyusun kami ucapkan terima kasih atas peran aktif v

8 dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari sepenuhnya kekurangan dan kelemahan masih selalu ada, namun demikian hasil publikasi ini hendaknya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Wassallamu alaikum Wr. Wb. Blora, September 2016 KEPALA BAPPEDAKABUPATEN BLORA Ir. SAMGAUTAMA KARNAJAYA, MT Pembina Tingkat I NIP vi

9 DAFTAR ISI SAMBUTAN BUPATI BLORA... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 BAB II INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Konsep dan Kerangka Berpikir Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia Angka Harapan Hidup (e 0 ) Tingkat Pendidikan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) Pencapaian dan Status Pembangunan Manusia (Shortfall)...23 BAB III GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis Kondisi Kependudukan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Rasio Jenis Kelamin Struktur Penduduk Kondisi Pendidikan Kondisi Kesehatan Pendapatan Regional Struktur Ekonomi Perkembangan PDRB Per kapita Pengeluaran Konsumsi Perkapita Ketenagakerjaan Penduduk Usia Kerja...64 vii

10 3.7.2 Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk yang Bekerja...69 BAB IV INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Nilai Indeks Pembangunan Manusia Analisis Manajemen Indeks Pembangunan Manusia Langkah/Upaya untuk Meningkatkan IPM Kebijakan Umum Kebijakan Khusus atau Indikasi Rencana Program Prioritas Program Pembangunan...98 BAB V PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi viii

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Jenjang Pendidikan dan Tahun Konversi Yang Digunakan Untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)...20 Tabel 3.1. Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten, Luas Wilayah, dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Blora...26 Tabel 3.2. Luas Penggunaan Tanah/Lahan di Kabupaten Blora Tahun Tabel 3.3. Penduduk Kabupaten Blora dirinci menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, Tahun Tabel 3.4 Rasio Jenis Kelamin (RJK) dan Distribusi Penduduk Di Kabupaten Blora Tabel Tabel 3.6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Hasil Proyeksi Penduduk Kabupaten Blora Dirinci Kelompok Umur, dan Jenis kelamin, Tahun Tabel 3.7. Perubahan Jumlah Prasarana Pendidikan (Sekolah), Murid, dan Guru di Kabupaten Blora Tahun Tabel 3.8. Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Menurut Status Pengelolaannya di Kabupaten Blora Tahun Tabel 3.9. Persentase Penduduk Usia 10 th ke atas Menurut Kemampuan Baca dan Tulis Jenis Kelamin di Kab.Blora Tahun ix

12 Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Persentase Penduduk 5 (lima) Tahun ke Atas Berdasarkan Tingkat Partisipasi Sekolah Tahun Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kab, Blora Tahun Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten Blora Tahun Persentase Penduduk Dirinci Menurut Keluhan Kesehatan Sebulan Yang Lalu di Kabupaten Blora Tahun Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Selama Sebulan Menurut Jumlah Hari Sakit di Kabupaten Blora Tahun Tabel PDRB Kabupaten Blora Tahun Tabel Tabel Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Blora Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Distribusi Persentase Sektor Produktif PDRB di Kabupaten Blora Tahun Tabel Distribusi Persentase Kelompok Sektor PDRB Tahun Tabel Tabel Perkembangan PDRB Per Kapita Di Kabupaten Blora Tahun Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Blora Tahun x

13 Tabel Persentase Penduduk Usia Kerja 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin Tahun Tabel Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Kegiatannya Tahun Tabel TPAK dan TPT menurut Jenis Kelamin Di Kabupaten Blora Tahun Tabel Persentase Penduduk berdasarkan jenis kegiatannya di tahun Tabel 3.25 Tabel Tabel Tabel Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Blora Tahun Persentase Penduduk Bekerja menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Blora Tahun Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin di Kabupaten Blora Tahun Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan di Kabupaten Blora Tahun Tabel Persentase Penduduk Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu di Kabupaten Blora Tahun Tabel 4.1. Nilai IPM Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitarnya Tahun Tabel 4.2. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitarnya Tahun xi

14 Tabel 4.3. Tabel Capaian dan Pertumbuhan IPM Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitarnya, Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Blora tahun dan Persentase Pertumbuhannya.89 xii

15 DAFTAR GAMBAR Gambar3.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Blora Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun Gambar 3.2. Struktur Penduduk Kabupaten Blora Gambar 3.3 Piramida Penduduk Blora Gambar 3.4. Persentase Balita menurut Penolong Persalinan Terakhir di Kab. Blora Gambar 3.5. Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Blora Tahun Gambar 3.6. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Blora Tahun xiii

16 xiv

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses jangka panjang yang menyangkut keterkaitan banyak faktor dalam mencapai pertumbuhan berkelanjutan (terus menerus). Idealnya, pembangunan memposisikan manusia sebagai titik sentral, sehingga mempunyai ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kerangka pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam semua proses dan kegiatan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah harus melakukan upaya peningkatkan kualitas penduduk sebagai sumber daya, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), serta aspek moralitas (iman dan taqwa) sehingga partisipasi rakyat dalam pembangunan akan dengan sendirinya meningkat. Hal ini selain sesuai dengan Tujuan Nasional Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, secara implisit juga mengandung makna pemberdayaan penduduk. Dengan demikian, pembangunan manusia merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam perjalanan usia sebuah bangsa, dalam hal ini bangsa Indonesia. 1

18 Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging people choice).indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat atau penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM ini diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) yang mengadopsi paradigma baru pembangunan yang disebut paradigma pembangunan manusia (PPM) yang berbeda dengan paradigma pembangunan sebelumnya yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi khususnya berdasarkan pendapatan perkapita. Sedangkan konsep paradigma pembangunan manusia dianggap sebagai suatu konsep yang lebih komprehensif karena mampu memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek nonekonomi dan dari aspek ekonomi. Dilandasi oleh kondisi yang seperti itu, Perserikatan Bangsa- Bangsa dalam hal ini The United Nation Development Program (UNDP) merumuskan kriteria pembangunan, yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan sekaligus laju pertumbuhan ekonomi dalam bentuk Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sebagai pengganti tolok ukur Gross National Product(GNP), Social Development Index(SDI), dan Physical Quality Of Life Index (PQLI). Pada dasarnya HDI atau IPM 2

19 adalah suatu indeks komposit yang diharapkan mampu mencerminkan kinerja pembangunan manusia sehingga dapat dibandingkan antar wilayah atau bahkan antar waktu. IPM merupakan ukuran atau indikator kemajuan suatu wilayah yang diukur dengan tiga faktor utama yaitu dari aspek kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi. Indikator ini adalah merupakan pengembangan alat ukur keberhasilan pembangunan sebelumnya yang hanya mengukur tingkat perkembangan atau pertumbuhan ekonomi saja sedangkan faktor non ekonomi belum terjangkau. UNDP adalah pencetus rumusan indikator kinerja pembanguan suatu negara/daerah atau wilayah dengan menggunakan IPM atau HDI. Indikator ini direkomendasikan karena mengandung indikator dampak pembangunan tidak hanya indikator output saja, yaitu dimensi ketahanan hidup dari Angka Harapan Hidup (AHH), dimensi pengetahuan yang diukur dengan Harapan Lama Sekolah/Expected Years Schooling (EYS) dan Rata-Rata Lama Sekolah/Mean Years Schooling (MYS) serta dimensi kualitas standar hidup yang diukur dengan pendapatan perkapita riil yang disesuaikan dengan Paritas Daya Beli. Pemerintah menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia ini sebagai alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) suatu daerah di samping indikator indikator lainnya seperti luas wilayah, jumlah penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto 3

20 (PDRB). Namun, pada kenyataannya data IPM di Badan Pusat Statistik (BPS) hanya tersedia sampai tingkat Kabupaten yang dihasilkan dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahunan. Sedangkan untuk angka sampai tingkat kecamatan tidak dapat disediakan, hal ini akan dapat dipenuhi apabila ada dukungan dari pemerintah daerah dan terlebih lagi sampai tingkat desa, dengan era otonomi daerah maka ketersediaan data ini sangat tergantung dari kebijakan daerah itu sendiri. Pembangunan manusia sampai pada tingkat kecamatan juga perlu dilakukan evaluasi mengingat pembangunan manusia pada tingkat kecamatan sangat bervariasi. Salah satu tolok ukur yang dapat digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia pada tingkat kecamatan. 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan publikasi ini dimaksudkan dapat menjadi bahan referensi utama dalam pengambilan kebijakan khususnya upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai sumber daya pembangunan, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), serta aspek moralitas (iman dan taqwa) sehingga berdampak positif pada peningkatan partisipasi pembangunan. 4

21 Adapun secara khusus, tujuan penyusunan publikasi IPM Kabupaten Blora adalah sebagai berikut: 1. Sebagai pedoman bagi stakeholder dalam penyusunan kebijakan program dan kegiatan pembangunan manusia. 2. Sebagai bahan yang diharapkan membantu penyusunan kerangka pikir berfokuskan pembangunan manusia. 3. Sebagai bahan referensi dalam penentuan skala prioritas pembuatan kebijakan pembangunan daerah. 1.3 Ruang Lingkup Dengan harapan agar semua karakteristik populasi dapat terwakili pada kegiatan survei penyusun angka IPM ini, diambil sebanyak 76 blok sensus atau 2,5 persen blok sensus dari jumlah total blok sensus yang terdapat di wilayah Kabupaten Blora. Kemudian 76 blok sensus tersebut diproporsikan pada semua kecamatan (16 kecamatan) yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Blora. Lingkup penelitian yang akan dihasilkan pada kegiatan/penelitian IPM ini adalah: 1. Menyajikan komponen utama IPM sebagai gambaran umum pencapaian hasil pembangunan manusia di Kabupaten Blora yang sesuai dengan perspektif UNDP. 5

22 2. Menyajikan beberapa indikator yang mempengaruhi IPM antara lain indikator bidang kependudukan, bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang ekonomi, dan ketenagakerjaan. 3. Melakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif terhadap potensi sumber daya manusia yang ada. 1.4 Metode Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian untuk mendapatkan Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini, dilakukan terhadap seluruh kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Blora Rancangan Sampel Kerangka sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: kerangka sampel untuk pemilihan blok sensus, kerangka sampel untuk pemilihan sub blok sensus dalam blok sensus (khusus untuk blok sensus yang bermuatan rumah tangga lebih besar dari 150 rumah tangga), dan kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga dalam blok sensus/sub blok sensus terpilih. Rancangan sampel pada penelitian ini adalah rancangan sampel dua tahap. Prosedur penarikan sampel adalah sebagai berikut: Tahap pertama, dari master sampling frame blok sensus 76 blok sensus secara Proportional Probability to Size-Systematic (PPS-Sistematik) dengan size banyaknya rumahtangga. Untuk blok sensus yang muatan rumah tangganya lebih besar dari 150 6

23 perlu dipilih satu sub blok sensus secara PPS-Sistematik dengan size banyaknya rumah tangga. Pendaftaran rumah tangga atau listing dilakukan pada setiap blok sensus atau sub blok sensus terpilih. Tahap dua, memilih sebanyak 10 rumah tangga pada setiap blok sensus dan atau sub blok sensus terpilih secara sistematik lewat program. Jumlah rumah tangga yang terpilih pada penelitian ini sebanyak 760 rumah tangga Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dari rumah tangga terpilih dilakukan dengan wawancara langsung antara pencacah dengan responden. Pertanyaan-pertanyaan individu dalam kuesioner diusahakan bersumber dari individu yang bersangkutan, sedangkan keterangan tentang rumah tangga dapat dilakukan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga, suami atau isteri kepala rumah tangga, atau anggota rumah tangga lain yang mengetahui karakteristik yang ditanyakan Metode Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan melalui wawancara dan dilakukan pemeriksaan secara manual terhadap kelengkapan, konsistensi isian, kualitas atau mutu data, kemudian dilakukan pengolahan atau entri data dengan menggunakan fasilitas komputer. 7

24 Program aplikasi pengolahan entri data yang digunakan adalah program aplikasi pengolahan yang dikembangkan oleh Badan Pusat Statistik (inhouse softwares). Data-data yang telah dientri, kemudian dilakukan validasi data (raw-validation). Hal ini berguna untuk mengurangi kesalahan entri, kesalahan data (data error), inkonsistensi isian, dan masalah cakupan data, sehingga data-data yang dihasilkan sangat kredibel, serta dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menghitung Angka Harapan Hidup (e 0 ) yang akan dipakai dalam penghitungan angka indeks IPM, menggunakan program/aplikasi software Mortpak. Untuk angka-angka yang akan digunakan dalam penghitungan Harapan Lama sekolah (EYS), Ratarata Lama Sekolah (MYS), Paritas Daya Beli dan data-data pendukung lainnya menggunakan program/aplikasi SPSS Metode Analisis Data Untuk menganalisis terhadap data-data hasil pengolahan di atas, dalam penelitian ini digunakan metode analisis statistik deskriptif. Metode ini berarti menyusun data ke dalam daftar-daftar atau jadwal, pembuatan grafik dan lain-lain serta pengolahan yang bersifat interpretasi data (Anto Dajan, 1986:4). 1.5 Sistematika Penulisan Buku IPM Kabupaten Blora 2016 ini menyajikan informasi tahun 2015 yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat keberhasilan atau kinerja daerah dalam bidang pembangunan manusia, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: 8

25 Bab I Bab II Bab III Merupakan pendahuluan, menguraikan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Membahas indikator IPM yang berisi konsep dan kerangka berpikir serta pengukuran IPM. Menguraikan gambaran umum meliputi kondisi geografis, kondisi kependudukan, kondisi pendidikan, kondisi kesehatan, pendapatan regional, pengeluaran konsumsi per kapita, dan ketenagakerjaan. Bab IV Berisi IPM yang membahas nilai IPM Blora, evaluasi capaian IPM, analisis manajemen IPM, dan langkah/upaya meningkatkan IPM. Bab V Merupakanpenutup yang berisi tentang kesimpulan dari uraian pada bab-bab sebelumnya dan rekomendasi yang diberikan sebagai upaya untuk peningkatan IPM di masa yang akan datang. 9

26 10

27 BAB II INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2.1. Konsep dan Kerangka Berpikir Untuk mengetahui perkembangan tingkat kehidupan masyarakat disuatu wilayah dalam suatu periode waktu, bidang kehidupan yang perlu dipantau meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan kelangsungan hidup secara individu (kebutuhan dasar seperti kesehatan), tumbuh kembang (seperti pendidikan), partisipasi (ketenagakerjaan) maupun yang berkaitan dengan wilayah seperti kependudukan, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan suatu alat ukur yang dapat dibanding secara vertikal antar waktu, dan secara horisontal antar daerah. Alat ukur perkembangan sosial (social development) biasa disebut dengan indikator sosial yaitu suatu nilai statistik yang dapat memberikan gambaran tentang besaran permasalahan yang menjadi fokus perhatian. Pengukuran dapat dilakukan secara obyektif dan subyektif, yang secara teknis pengukuran alat ukur disebut dengan indikator obyek dan indikator subyek. Pengukuran secara obyek berarti melihat permasalahan dengan sudut pandang yang sama berdasarkan definisi baku yang disepakati, sebaliknya pengukuran secara subyek (persepsi) melihat permasalahan dengan sudut 11

28 pandang yang mungkin berbeda antar individu bergantung dari harapan dan aspirasi. Indikator sosial berarti alat ukur yang digunakan untuk melihat perkembangan kehidupan masyarakat dari berbagai aspek. Salah satu indikator sosial adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diterjemahkan dari Human Development Index (HDI). IPM merupakan alat ukur yang mengukur pencapaian pembangunan yang dicapai oleh suatu wilayah. Secara konsep pembangunan manusia yang diajukan oleh UNDP maknanya adalah untuk melihat keterlibatan/partisipasi aktif penduduk dalam pembangunan sejak perumusan dan penentuan kebijakan hingga evaluasi. Sehingga disebut sebagai pembangunan yang berpusat pada penduduk (People Centered Development): oleh, dari, dan untuk penduduk. Sebagai suatu indikator komposit yang menggambarkan pencapaian dalam hal: kelangsungan hidup, pengetahuan, dan daya beli. Secara umum indikator tersebut bermanfaat sebagai alat advokasi terhadap perumus dan penentu kebijakan di setiap wilayah khususnya berkaitan dengan kebijakan publik yang dipilih dan ditetapkan. IPM merupakan alat ukur yang dapat digunakan dalam melihat upaya dan kinerja pembangunan manusia di suatu wilayah (UNDP, 1990). Dalam hal ini IPM pada tahun tertentu merupakan gambaran dari upaya pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Hal ini dapat berarti upaya pembangunan dalam suatu 12

29 periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besarnya nilai IPM pada awal periode tersebut. IPM juga merupakan ukuran melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi sangat luas karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal kelangsungan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak. Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan UNDP yang dirilis tahun 2010 dan direvisi tahun 2011 untuk menyusun IPM ada perubahan metodologi, walaupun tiga indikator yang ada sebagian masih dipertahankan, yaitu: a. Angka Harapan Hidup (AHH) atau life expectation at age 0 (eº). b. Harapan Lama Sekolah (HLS) penduduk usia 7 tahun ke atas atau Expected Years of Schooling (EYS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) ataumean Years of Schooling (MYS) penduduk usia 25 tahun ke atas. c. Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) yang merupakan ukuran pendapatan yang sudah disesuaikan dengan Indeks Harga Konsumen (inflasi/deflasi). Indikator pertama mengukur umur panjang dan sehat. HLS dan RLS mengukur pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan PPP mengukur kemampuan dalam mengakses sumber daya beli ekonomi dalam arti luas. Ketiga indikator tersebut digunakan sebagai komponen perhitungan dan penyusunan IPM. 13

30 Komponen IPM ini merupakan nilai komposit dari beberapa variabel, tidak dapat untuk menilai variabel yang memberikan pengaruh terbesar terhadap nilai komposit tersebut. Oleh sebab itu diperlukan analisis untuk melihat variabel yang memberikan pengaruh terhadap kualitas pembangunan manusia yang disebut Analisis Situasi Pembangunan Manusia. Analisis ini mengkaji besaran-besaran nilai variabel yang tersusun dalam IPM untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan dan kekurangan yang dapat digunakan dalam menentukan skala prioritas dan intervensi programprogram pembangunan yang sangat penting dan diutamakan. Indeks Pembangunan Manusia lebih sesuai untuk mengukur upaya pemberdayaan penduduk dibandingkan dengan alat ukur lainnya seperti Indeks Mutu Hidup (IMH) atau PDRB perkapita. Hal ini dikarenakan IMH hanya mengukur kualitas fisik penduduk, sedangkan PDRB perkapita hanya memberikan gambaran tentang kapasitas suatu wilayah. Perbedaan lainnya adalah dalam pemilihan variabel yang digunakan sebagai proksi dari pendapatan. Perubahan indikator dari PDRB perkapita menjadi PPP dikarenakan PDRB perkapita tidak menggambarkan secara riil daya beli dari masyarakat. Meskipun PDRB mengukur produksi yang dihasilkan suatu daerah karena tingginya integrasi ekonomi antar wilayah maka tidak ada jaminan sebagian besar produksi yang dihasilkan akan didistribusikan dalam masyarakat daerah tersebut. Oleh karena itu pengeluaran per kapita 14

31 yang dihimpun dalam Susenas merupakan pendekatan dari daya beli masyarakat lokal yang lebih baik. Secara umum dapat dikatakan bahwa IPM adalah variabel tak bebas yang bersifat state, yaitu sebuah variabel yang perubahannya berlangsung lambat dan akan meningkat/menurun sedikit demi sedikit sebagai respon terhadap perubahan berbagai kondisi fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. Indeks Pembangunan Manusia dapat digunakan untuk mengukur dampak akhir dari program pembangunan yang telah diimplementasikan pada keseluruhan penduduk, sedangkan program pembangunan biasanya diimplementasikan pada kelompok sasaran tertentu. Angka IPM berkisar antara yang dapat memperlihatkan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai angka maksimum (shortfall). Angka ini dapat diperbandingkan antar daerah yang berarti tantangan bagi semua daerah untuk menemukan cara memperkecil/mengurangi nilai shortfall-nya. Analisis Situasi adalah metode yang sering digunakan dalam mendiskripsikan potret atau profil suatu wilayah baik secara komprehensif maupun secara sektoral berdasarkan data terakhir yang ada. Analisis situasi pembangunan manusia suatu wilayah merupakan gambaran tentang keadaan pembangunan manusia yang meliputi pencapaian kesejahteraan dan kualitas fisik sumber daya manusia, tetapi juga gambaran yang berkaitan dengan berbagai aspek sosial dari penduduk. Dengan adanya gambaran ini pengambil 15

32 keputusan dan perumus kebijakan akan dapat bekerja lebih mendasar dan terarah sehingga akan mempermudah dalam penentuan skala prioritas Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia Seperti telah dikemukakan sebelumnya berdasarkan rumusan yang dikeluarkan UNDP, IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup waktu lahir (e 0 ); tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara harapan lama sekolah (EYS) dan rata-rata lama sekolah (MYS); dan tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan (PPP rupiah). Sebelum menghitung IPM, masingmasing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan terbaik). Lebih lanjut komponen harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah digabung menjadi satu sebagai indikator pendidikan. Dalam publikasi ini angka indeks dikalikan 100 untuk mempermudah penafsiran. IPM merupakan rata-rata ukur dari ketiga komponen tersebut diatas : = Dimana: I kesehatan : Indeks Harapan Hidup I pengetahuan : Indeks Pendidikan, dan I daya beli : Indeks Pendapatan. 16

33 DIMENSI Umur Panjang dan Sehat Pendidikan Standar Hidup Layak INDIKATOR Harapan Hidup Saat Lahir Harapan Lama Sekolah Rata-rata Lama Sekolah Pengeluaran Riil per Kapita yang (e 0 ) (EYS) (MYS) disesuaikan DIMENSI INDEKS Indeks Indeks Harapan Hidup Indeks Pendidikan Pendapatan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) Untuk tujuan penghitungan indeks, dapat ditempuh berbagai cara menetapkan nilai maksimum dan minimum. Sebagai ilustrasi, jika tujuannya hanya sekadar membandingkan kinerja kabupaten dalam satu tahun tertentu maka nilai tertinggi dan terendah pada tahun tersebut dapat dipilih sebagai nilai maksimum dan minimum 17

34 (nilai ekstrim). Metode pemilihan ini tidak memungkinkan perbandingan antar waktu, karena batas maksimum dan minimum dapat berubah menurut waktu Angka Harapan Hidup (e 0 ) Kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth / e 0 ). Variabel e 0 diharapkan mencerminkan lama hidup sekaligus hidup sehat suatu masyarakat. Sebenarnya, angka morbiditas akan lebih valid untuk mengukur hidup sehat, namun demikian, karena data morbiditas yang dapat dipercaya masih sulit diperoleh, maka variabel tersebut tidak digunakan dalam studi penghitungan IPM ini. Angka Harapan Hidup (e 0 ) dihitung dengan bantuan program Mortpak, sebagai inputnya adalah data Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH) dari wanita pernah kawin berumur tahun yang diperoleh dari hasil pengolahan data penelitian/survei (SUSENAS) yang mencakup satu kabupaten pada 76 blok sensus terpilih dengan jumlah rumahtangga terpilih sebanyak 760 rumah tangga. Untuk penghitungan angka ini sudah diperhitungkan dengan proyeksi penduduk dan indikator-indikator yang dihasilkan dari Sensus Penduduk tahun Tingkat Pendidikan Dalam publikasi ini, komponen tingkat pendidikan diukur dari dua indikator (Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama Sekolah). Kedua indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan 18

35 tingkat pengetahuan dan ketrampilan penduduk. Semakin tinggiharapan lama sekolah dan makin lama mengikuti pendidikan sekolah diharapkan akan makin meningkat kualitas masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan maupun ketrampilan yang dimiliki. Harapan lama sekolah diperoleh dari penghitungan partisipasi sekolah penduduk menurut kelompok umur (EYS). Lamanyasekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentudi masa mendatang. Kemungkinan anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan rasio penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini.kondisi iniuntuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) dilakukan dengan cara penghitungan tidak langsung terhadap penduduk yang berumur 25 tahun ke atas, dengan asumsi bahwa penduduk berumur 25 tahun ke atas telah menyelesaikan proses pendidikannya. Langkah pertama adalah memberikan bobot variabel Pendidikan yang ditamatkan atau jenjang pendidikan sebagaimana disajikan pada tabel 2.1. Langkah selanjutnya menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya. Secara sederhana prosedur penghitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 19

36 Di mana: = Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t Partisipasi sekolah penduduk usia i pada tahun t Populasi penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t Usia (a, a + 1,..., n) Tabel 2.1. Jenjang Pendidikan dan Tahun Konversi Yang Digunakan UntukMenghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Jenjang Pendidikan Tahun Konversi (1) (2) 1. Tidak/belum pernah sekolah 0 2. Tamat SD 6 3. Tamat SLTP 9 4. Tamat SLTA/SMU Tamat D Tamat D Tamat D3/Akademi Tamat D4/Sarjana Tamat Magister (S2/S3) 18 20

37 Dimana: = MYS : Rata-rata Lama Sekolah f i : frekuensi penduduk berumur 25 tahun ke atas untuk jenjang pendidikan i, S i : tahun konversi masing-masing jenjang pendidikan i, i : jenjang pendidikan ( = 1,2,..,9). Selanjutnya Indikator Pendidikan (I pengetahuan ) dihitung dengan rumus: = maksimum minimum Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) Paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) dihitung dengan metode yang juga digunakan oleh International Comparison Project (ICP) dalam menstandardisasi PDB untuk perbandingan antar-negara. Perhitungan menggunakan metode baru didasarkan pada harga 27 komoditas pada metode lama. Komposisi komoditas terdiri atas 66 komoditas makanan dan 30 komoditas non makanan. Dengan dimasukkannya variabel PPP yang dapat digunakan untuk menghitung paritas daya beli maka IPM lebih lengkap dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia dibandingkan IMH atau PQLI. Karena IMH yang tinggi hanya merefleksikan kondisi suatu masyarakat yang memiliki peluang hidup panjang (dan sehat) serta tingkat pendidikan (dan 21

38 keterampilan) yang memadai. UNDP melihat kondisi seperti itu belum memberikan gambaran yang ideal. Menurut UNDP, masyarakat ideal selain harus memenuhi kondisi tersebut juga harus mempunyai daya beli (purchasing power). Pemenuhan kebutuhan hidup seperti itulah yang dicoba diukur dengan PPP. Tahapan untuk menghitung PPP adalah sebagai berikut : 1. Menghitung angka rata-rata pengeluaran perkapita beserta kuantitasnya untuk setiap wilayah dengan menggunakan data Susenas Modul Konsumsi yang mencakup pengeluaran konsumsi 96 komoditas PPP. 2. Menghitung kuantitas komoditas perumahan dari data Susenas. 3. Menghitung nilai pengeluaran riil agar nilai tersebut dapat dibandingkan antar waktu. Cara penghitungannya ialah dengan membagi rata-rata pengeluaran dengan IHK pada masing-masing wilayah, dengan tahun dasar Menghitung PPP (Unit), semacam faktor pengali untuk menghitung pengaruh perbedaan harga antar wilayah. Prosedur ini menggunakan kaidah matrik dengan data dasar yang digunakan adalah kuantum dan harga dari 96 komoditi standar Kabupaten Blora. 5. Menghitung nilai PPP dalam rupiahdengan rumus: Daya beli yang disesuaikan = Y : pengeluaran perkapita 22

39 PPP : paritas daya beli Dimana : =,,,,,,, : harga per unit komoditi j yang dikonsumsi di provinsi/ kabupaten i : harga per unit komoditi j di Jakarta Selatan : volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di provinsi/ kabupaten 6. Selanjutnya menghitung Indeks Daya Beli = ( ) Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua. Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun Pencapaian dan Status Pembangunan Manusia (Shortfall) Pencapaian pembangunan manusia dapat dilihat dari dua segi. Pertama, kenaikan IPM secara absolut yang diukur dengan nilai positif dari reduksi shortfall tahunan. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian kesenjangan jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal (IPM = 100). Semakin tinggi angka shortfall, semakin cepat kenaikan IPM. Cara penghitungan shortfall dinyatakan dengan rumus : 23

40 Dimana: IPM (t) : IPM (t+n) : IPM (ref) : = ( ) ( ) 100 ( ) 100 IPM tahun (t) IPM tahun (t+n) IPM acuan (biasanya IPM ideal) Kedua, adalah meningkatnya status pembangunan manusia berdasarkan klasifikasi berikut : Nilai IPM Status Pembangunan Manusia *) < 50 Rendah 50 IPM < 66 Menengah Bawah 66 IPM < 80 Menengah Atas 80 Tinggi *) modifikasi terhadap klasifikasi UNDP, dengan memecahklasifikasi menengah 24

41 BAB III GAMBARAN UMUM 3.1. Kondisi Geografis Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah ,797 Ha atau 1.820,59 km 2. Secara geografis Kabupaten Blora terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Sedangkan secara topografi, Kabupaten Blora terletak pada ketinggian antara meter diatas permukaan laut. Kabupaten Blora diapit oleh jajaran pegunungan Kendeng Utara dan pegunungan Kendeng Selatan. Susunan tanah di Kabupaten ini terdiri dari atas 56 persen tanah gromosol, 39 persen mediteran dan 5 persen aluvial. Posisi Kabupaten Blora terletak pada bagian utara Pulau Jawa dan di bagian timur wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat:Kab. Grobogan, Provinsi Jawa Tengah Sebelah Utara:Kab. Rembang, Kab. Pati, Prov. Jawa Tengah Sebelah Timur: Kab. Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur Sebelah Selatan:Kab. Ngawi, Provinsi Jawa Timur 25

42 Tabel 3.1. Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten, LuasWilayah, dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Blora Kecamatan Jarak ke Ibukota Kab. (km) Luas Wil. (Km 2 ) Desa Banyaknya Kelurah -an Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Jati 2. Randublatung 3. Kradenan 4. Kedungtuban 5. Cepu 6. Sambong 7. Jiken 8. Bogorejo 9. Jepon 10. Blora 11. Banjarejo 12. Tunjungan 13. Japah 14. Ngawen 15. Kunduran 16. Todanan , , , ,858 49,145 88, ,167 49, ,724 79, , , , , , , Jumlah 1.820, Sumber : Kabupaten Blora dalam Angka

43 Secara administratif, Kabupaten Blora terbagi menjadi 16 kecamatan, 271 desa, dan 24 kelurahan. Dengan kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Randublatung yaitu seluas 211,131 km 2 dan kecamatan yang terkecil luas wilayahnya adalah Kecamatan Cepu yaitu seluas 49,145 km 2. Jarak terjauh dari ibukota kabupaten ke ibukota kecamatan adalah Kecamatan Jati yang terletak di bagianbarat dayakabupaten Blora (43 km) dan Kecamatan Kedungtuban yang terletak di bagiantenggarakabupaten Blora (43 km). Melihat data penggunaan lahan di Kabupaten Blora di tahun 2015 dapat dibagai dalam dua bagian besar yaitu 74,73 persen digunakan bukan untuk lahan sawah dan hanya 25,27 persen digunakan untuk lahan sawah. Dari lahan sawah 16,25 persennya adalah lahan sawah tadah hujan, sedangkan untuk irigasi teknis dan setengah teknis hanya mencapai 4,62 persen sedangkan untuk irigasi sederhana 2,26 persen, irigasi desa atau non PU 0,90 persen dan sisanya 1,24 persen adalah irigasi P2AT. Luas lahan bukan sawah sekitar Ha adalah hutan atau mencapai 49,66 persen dari luas wilayah yang ada. Hal ini dapat menggambarkan pola kehidupan masyarakatnya yang sebagain besar mengandalkan potensi ini. Bangunan dan pekarangan mencapai 9,34 persen, tegal/kebun 14,38 persen, dan sisanya adalah waduk, kebun, pertambangan, dan lain-lain. 27

44 Tabel 3.2. Luas Penggunaan Tanah/Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2015 Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persen (1) (2) (3) A. LAHAN SAWAH 45,993 25,27 1. Irigasi Teknis ,09 2. Irigasi Setengah Teknis 967 0,53 3. Irigasi Sederhana ,26 4. Irigasi Desa / Non PU ,90 5. Tadah Hujan ,25 6. P2AT ,24 B. BUKAN LAHAN SAWAH ,73 1. Bangunan dan Pekarangan ,34 2. Tegal / Kebun ,38 3. Waduk 57 0,03 4. Hutan ,66 5. Perkebunan 4 0,00 6. Pertambangan 22 0,01 6. Lain-lain ,30 Jumlah 182, ,00 Sumber : Kabupaten Blora Dalam Angka

45 3.2 Kondisi Kependudukan Penduduk suatu daerah mempunyai ciri karakteristik sendirisendiri tergantung dari berbagai faktor seprti kondisi geografis, topografi, sumber pengahasilan utama dan sebagainya. Demikian pula untuk Kabupaten Blora kondisi penduduknya banyak dipengaruhi oleh adanya letak geografis di mana terletak di ujung timur provinsi Jawa Tengah, mempunyai kawasan hutan dan masih sebagian besar mengandalkan pertanian. Maka dapat dibayangkan bila penduduk yang ada relatif tidak mudah bergerak (statis), menerima apa adanya karena ketergantungan musim Jumlah dan Kepadatan Penduduk Sesuai hasil proyeksi, penduduk Kabupaten Blora kondisi tahun2015 tercatat jiwa dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Kota Blora sebesar jiwa, kedua di kecamatan Randublatung mencapai jiwa dan ketiga terdapat di kecamatan Cepu sebanyak jiwa. Sedangkan untuk penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogorejo hanya mencapai jiwa, terkecil kedua terdapat di Kecamatan Sambong jiwa dan ketiga terdapat di Kecamatan Japah hanya mencapai jiwa. 29

46 Tabel 3.3. Penduduk Kabupaten Blora dirinci menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, Tahun 2015 Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Sex Ratio (1) (2) (3) (4) (5) Jati 22,645 23,410 46, Randublatung 37,265 38,390 75, Kradenan 19,784 19,949 39, Kedungtuban 27,427 28,142 55, Cepu 36,173 37,375 73, Sambong 12,536 12,939 25, Jiken 19,148 19,630 38, Bogorejo 11,822 12,221 24, Jepon 30,192 31,021 61, Kota Blora 46,034 47,884 93, Banjarejo 28,897 29,508 58, Tunjungan 22,879 23,650 46, Japah 16,799 17,481 34, Ngawen 28,450 28,898 57, Kunduran 31,192 32,244 63, Todanan 28,168 29,955 58, Kabupaten 419, , , Sumber : BPS Kabupaten Blora, Proyeksi 30

47 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 Gambar 3.1.Jumlah Penduduk Kabupaten Blora Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015 JATI RANDUBLATUNG KRADENAN KEDUNGTUBAN CEPU SAMBONG JIKEN BOGOREJO JEPON KOTA BLORA BANJAREJO TUNJUNGAN JAPAH NGAWEN KUNDURAN TODANAN Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin Dari Tabel 3.4.menunjukkan bahwa di Kabupaten Blora rasio jenis kelamin (sex ratio) mencapai 96,93 persen yang berarti penduduk perempuan secara total masih lebih banyak dibanding dengan laki-lakinya di mana pada 100 wanita terdapat 97 laki-laki. Tabel 3.4 Rasio Jenis Kelamin (RJK) dan Distribusi Penduduk Di Kabupaten Blora 2015 Kecamatan RJK Distribusi (1) (2) (3) Jati 96,73 5,40 Randublatung 97,07 8,88 31

48 Kecamatan RJK Distribusi Kradenan 99,17 4,66 Kedungtuban 97,46 6,52 Cepu 96,78 8,63 Sambong 96,89 2,99 Jiken 97,54 4,55 Bogorejo 96,74 2,82 Jepon 97,33 7,18 Kota Blora 96,14 11,02 Banjarejo 97,93 6,85 Tunjungan 96,74 5,46 Japah 96,10 4,02 Ngawen 98,45 6,73 Kunduran 96,74 7,44 Todanan 94,03 6,82 Kabupaten Blora 96,93 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora Untuk rasio jenis kelamin tertinggi terdapat di Kecamatan Kradenan mencapai 99,17 persen sementara yang terkecil terdapat di Kecamatan Todanan hanya mencapai 94,03 persen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk program peningkatan Sumber Daya Manusia di dua kecamatan tersebut harus dibedakan, di mana di Kecamatan Kradenan sebaiknya program yang berimbang 32

49 menyentuh laki-laki maupun perempuan sementara untuk kecamatan Todanan program yang cenderung ke kaum perempuan Struktur Penduduk Struktur penduduk di Kabupaten Blora bila dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar dari hasil proyeksi sementara dapat digambarkan untuk usia produktif usia tahun mencapai 68,25 persen, usia muda 22,77 persen dan usia tua 8,98 persen. Hal ini menggambarkan bahwa rasio ketergantungan penduduk di Kabupaten Blora masih relatif tinggi, yaitu sekitar46,52. Bila dilihat berdasarkan kelompok umur maka sumbangan tertinggi terdapat di kelompok umur 0 4 tahun dan tahun masing-masing sebesar 7,66 persen. Secara umum, kelompok umur di bagian bawah (0 s.d. 19 tahun) dan di bagian pertengahan (35 s.d. 49 tahun) relatif lebih dominan di banding kelompok lainnya. Sementara itu kelompok umur dengan sumbangan jumlah penduduk rendah terdapat di kelompok umur usia tua (65 tahun ke atas). Hal ini menggambarkan bahwa jumlah kelahiran saat ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. 33

50 Gambar 3.2. Struktur Penduduk Kabupaten Blora % 22.77% Usia Muda Usia Produktif Usia Tua 68.25% Usia muda dan usia tua mencapai 31,75 persen. Dengan demikian, angka ketergantungan pada tahun 2015 relatif stagnan dibandingkan tahun sebelumnya.upaya peningkatan pendapatan masyarakat tetap dapat diupayakan dengan jalan memacu produktivitas utamanya pada penduduk yang berada pada usia produktif (15 s.d. 64 tahun). Jika upaya ini berhasil, peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diharapan untuk terwujud lebih cepat. 34

51 Tabel Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Hasil Proyeksi 2015 Urutan Kelompok Umur Persentase Jumlah Penduduk (1) (2) (3) Berdasarkan proyeksi penduduk menunjukkan adanya sebaran penduduk per kelompok umur. Untuk 0 4 tahun dan merupakan penduduk terbanyak. Ini menunjukkan bahwa perlu ada perhatian terhadap program keluarga berencana. Mengingat beberapa tahun sebelumnya, kelompok umur ini bukanlah jumlah yang terbesar. Selanjutnya pada kelompok umur pertengahan (35-39, 40-44, dan tahun)memiliki komposisi yang lumayan gemuk. 35

52 Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah kelahairan yang pada tahun- ini justru tahun sebelumnya sudah mulai menurun, akhir-akhir mengalami kenaikan. Gambar 3.3 Piramida Penduduk Kabupaten Blora

53 Tabel 3.6. Penduduk Kabupaten Blora Dirinci KelompokUmur, dan Jenis kelamin, Tahun 2015 Kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) Total Sumber : BPS Kabupaten Blora Keadaan yang demikian mencerminkan bahwa tingkat kelahiran untuk 5 tahun ke belakang sedikit mengalami peningkatan dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. Dengan melihat formasi kelompok umur ini maka perencanaan pengembangan 37

54 pendidikan dan kesehatan bisa mempertimbangkan perubahan kohor yang ada. 3.3 Kondisi Pendidikan Kondisi pendidikan di Kabupaten Blora dilihat dari data kependidikan yang ada menunjukkan adanya tren penurunan jumlah siswa SD sedangkan untuk tingkat SLTP ke atas ada kecenderungan meningkat. Dari data pendidikan Tahun 2015 untuk tingkat SD/MI secara umum tercatat berkurangnya persentase jumlah prasarana gedung sekolah sebanyak 5,38 persen. Sementara dari sisi murid ada penurunan sekitar 2,25 persen dibanding dengan tahun Demikian juga dari sisi jumlah guru/pengajar tercatat ada penurunan sebesar 3,17 persen. Penurunan jumlah murid dan guru ini terjadi di tingkat SD masing-masing sebanyak 3,18 persen dan 4,14 persen. Sebaliknya untuk tingkat MI terjadi peningkatan gurid dan guru masing-masing sebesar 3,80 persen dan 5,94 persen. Permasalahan penurunan jumlah siswa ini perlu dikaji lagi lebih mendalam apa karena benar-benar jumlah siswanya menurun ataukah untuk wilayah perbatasan lebih suka sekolah diluar Blora ataukah masih banyak yang tidak masuk sekolah karena berbagai alasan. 38

55 Tabel 3.7. Perubahan Jumlah Prasarana Pendidikan (Sekolah), Murid, dan Guru di Kabupaten Blora Tahun Jenis Persentase Prasarana Murid Guru (1) (2) (3) (4) 1. Pendidikan Dasar A. SD/MI -2,25-3,17-5,38 - SD -3,18-4,14-3,89 - MI 5,80 5,94-11,37 B. SLTP/MTs 3,65-0,48-3,48 - SLTP 4,82 3,24 0,64 - MTs 1,85-10,79-10,62 2. Pendidikan Menengah SMU/SMK/MA 10,96 7,62 5,48 - SMU/SMK 8,20 6,74 5,96 - MA 25,00 15,74 2,41 Peningkatan jumlah murid terjadi di tingkat SLTP/MTssebanyak 3,65 persen yang disumbang oleh peningkatan jumlah murid di SLTP sebanyak 4,82 persen dan untuk MTs sebanyak 1,85 persen. Secara absolut peningkatan murid di tingkat SLTP/sedarajat sebanyak 195 orang atau bila dikonversi ke kelas rata-rata 30 siswa berarti ada peningkatan jumlah kelas hampir 39

56 mencapai 6 kelas yang tersebar diseluruh Kabupaten Blora baik sekolah swasta maupun negeri. Tabel 3.8.Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Menurut StatusPengelolaannya di Kabupaten Blora Tahun Tingkat Pendidikan Sekolah Murid Guru (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Pendidikan Dasar A. SD/MI SD MI B. SLTP/MTs SLTP MTs Pendidikan Menengah SMU/SMK/MA SMU/SMK MA Pendidikan Tinggi Dipl./Univ + *) Peningkatan jumlah prasarana sekolah di tingkat SLTP/MTs di tahun 2015 sebesar3,65 persen, disumbang oleh adanya penambahan sekolahsebanyak 4,82 persen SLTP dan 1,85 persen MTs. 40

57 Data tingkat pendidikan menengah baik itu SMU/SMK dan MA tahun 2015tercatat jumlah infrastrukturnya sebanyak 81 prasarana, meningkat 8 unit dibandingkan tahun sebelumnya. Seiring dengan penambahan tersebut, jumlah murid dan guru juga mengalami peningkatan yang cukup banyak. Dari data tercatat bahwa secara umum jumlah murid SMU/SMK/MA bertambah 10,96 persen, sementara jumlah guru bertambah sebesar 7,62 persen. Untuk tingkat pendidikan tinggi jumlah perguruan tinggi yang ada di tahun 2015 menjadi 8 buah dibandingkan tahun 2014 yang 7 buah. Peningkatan ini juga diikuti oleh bertambahnya jumlah mahasiswa dan dosen di Kabupaten Blora. Tingkat melek huruf di Kabupaten Blora di tahun 2015 menjadi 88,20 persen dimana melek huruf kaum laki-laki sebesar 93,03 persen, dan untuk perempuan angka melek hurufnya lebih kecil lagi yaitu hanya 83,60 persen. Angka melek huruf dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pendidikan penduduk suatu wilayah, karena dengan kemampuan tersebut seseorang dapat mempelajari dan menyerap ilmu pengetahuan. Seseorang dikatakan melek huruf apabila memiliki kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan atau lainnya. Kemampuan membaca saja atau kemampuan menulis saja belum memenuhi syarat untuk dikatakan melek huruf. Jumlah buta huruf secara total masih banyak terjadi di kaum perempuan sebanyak 16,40 persen sementara untuk kaum laki-laki 41

58 hanya 6,97 persen. Hal ini tidak terlepas dengan budaya di kabupaten Blora dimana pencari nafkah utama adalah kaum laki-laki sehingga pendidikan di tingkat keluarga lebih diutamakan kaum lakilaki dibanding dengan perempuan. Tabel 3.9.Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Kemampuan Baca dan Tulis Jenis Kelamin di Kab.Blora Tahun 2015 Kemampuan Laki- Perem Laki- Perem Jumlah Jumlah Baca Tulis Laki puan Laki puan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Bisa 93,03 83,60 88,20 51,48 48,52 100,00 Tidak 6,97 16,40 11,80 28,85 71,15 100,00 Jumlah 100,00 100,00 100,00 48,81 51,19 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora. Dilihat dari data aktivitas sekolah untuk penduduk 5 (lima) tahun ke atas dapat dijelaskan bahwa di tahun 2015 jumlah penduduk yang masih sekolah sebesar 20,55 persen.bila dibanding tahun sebelumnya mengalami sedikit penurunan.peningkatan justru terjadi pada kelompok penduduk yang yang tidak/belum pernah sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kecenderungan untuk menunda usia sekolah pertama (sekolah dasar). Namun demikian, pernyataan ini harus diteliti lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan penyebab yang lainnya. Secara umumkesadaran penduduk untuk menyekolahkan anaknya masih relatif tinggi, sama dengan tahuntahun sebelumnya. 42

59 Tabel Persentase Penduduk 5 (lima) Tahun ke Atas Menurut Tingkat Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Jenis Kegiatan Laki-Laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) Tidak/belum pernah sekolah 8,35 17,38 12,98 Masih sekolah 21,82 19,34 20,55 Tidak bersekolah lagi 69,83 63,28 66,47 Sumber : BPS Kabupaten Blora Dari ketersediaan data di atas maka dapat dilihat persebaran penduduk yang belum bersekolah, masih sekolah dan tidak bersekolah lagi dan bila dianalisis lebih lanjut dapat diketahui penyebab tidak /belum sekolahnya disebabkan oleh faktor apa saja. Pada tahun 2015 proporsi penduduk yang tidak/belumtamat SD mencapai 22,33 persen dan yang lulus SD mempunyai proporsi tertinggi yaitu 38,40 persen. Sedangkan yang terkecil proporsinya adalah lulusan DI/II/III yaitu sebesar 1,07 persen. Tabel Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kab. Blora Tahun 2015 Tingkat pendidikan L P L + P (1) (2) (3) (4) Tdk/blm tamat SD 23, Paket A/B/C 1,32 1,24 1,28 SD/MI

60 Tingkat pendidikan L P L + P SLTP SMA/MA SMK DI/II/III 1,04 1,11 1,07 DIV/S1/S Jumlah 100,0 100,0 100,0 Untuk penduduk yang tamat SD atau kurang masih cukup banyak, yaitu lebih dari 60 persen penduduk. Masih banyaknya proporsi penduduk di bawah SD ini juga berpengaruh sekali terhadap kemampuan yang mereka miliki untuk dapat mendapatkan penghidupan atau jenis pekerjaan yang layak yang sekaligus berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Bila dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok tingkat pendidikan dan jenis kelamin maka proporsi penduduk dibawah SD mencapai 62,01 persen dimana perempuan mencapai 63,49 persen dan laki-laki mencapai 60,61 persen. Penduduk tingkat SD menyumbang paling banyak yaitu sebesar 38,40 persen dimana lakilaki 35,76 persen dan perempuan 41,19 persen. Tingkat sekolah menengah menyumbang 34,09 persen dimana laki-laki menyumbang 35,53 persen sedangkan perempuan mencapai 32,57 persen. Untuk tingkat pendidikan tinggi di Kabupaten Blora masih relatif sedikit hanya mencapai 3,90 persen dimana laki-laki 3,87 persen dan perempuan 3,93 persen. 44

61 Tabel Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten Blora Tahun Jenis Pendidikan APK APM (1) (2) (3) (4) (5) SD/MI 111,33 103,68 96,20 94,65 SLTP/MTs 97,27 87,78 85,75 70,51 SLTA/SMK/MA 79,83 99,87 66,21 63,31 PT 9,17 7,13 6,20 6,21 Bila menengok dari sisi APM, maka penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah di SD sebesar 96,20 persen. Sementara itu untuk APM tingkat SLTP sebesar 85,75 persen. Pada tingkatan SLTA sebesar 66,21persen, yang artinya penduduk usia tahun yang sedang sekolah di tingkatan SLTA sebanyak 66 orang dari 100 penduduk berumur tahun. 3.4 Kondisi Kesehatan Pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan kualitas : (a) sumber daya manusia; (b) kehidupan dan usia harapan hidup manusia; (c) kesejahteraan keluarga dan masyarakat; serta (d) kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Peningkatan kualitas penduduk secara fisik dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dan status kesehatan penduduk. 45

62 Kesehatan merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung keberhasilan bidang-bidang lain. Karena dapat digunakan dalam menilai suatu keberhasilan program kesehatan yang pernah/sedang dilakukan seperti program kebijaksanaan penyebaran pelayanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat di seluruh pelosok. Status kesehatan masyarakat/penduduk, salah satunya dapat diukur dari angka morbiditas(kesakitan). Angka morbiditas dapat diartikan sebagai persentase banyaknya penduduk yang mengeluh sakit sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Terhadap jumlah penduduk keseluruhan, yang memiliki keluhan kesehatan, baik yang mengganggu aktivitas maupun tidak,mencapai35,62 persen.sementara angka morbiditas untuk Kabupaten Blora pada tahun 2015 mencapai 18,84 persen. Tabel Persentase Penduduk Dirinci Menurut Keluhan Kesehatan Sebulan yang Lalu di Kabupaten Blora Tahun Keluhan Kesehatan Banyaknya (1) (2) (3) Ya 30,66 35,62 Tidak 69,34 64,38 Jumlah 100,00 100,00 Sumber : BPS Kab.Blora 46

63 Dilihat dari jumlah hari sakit, di tahun 2015 sekitar 56,86 persen dari seluruh penderita sakit mengalami sakit selama kurang dari 4 hari disusul yang mengalami sakit selama 4-7 hari sebanyak 32,98 persen. Sementara itu untuk yang lebih dari 22 hari mencapai 5,75 persen. Mereka ini biasanya dialami oleh penderita stroke, atau penyakit tua atau komplikasi. Untuk yang mengalami keluhan antara 8 14 hari mencapai 2,51 persen dan terendah keluhan selama hari hanya mencapai 1,90 persen. Tabel Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Selama Sebulan Menurut Jumlah Hari Sakit di Kabupaten Blora Tahun Jumlah Hari Sakit Tahun (1) (2) (3) < 4 60,88 56, ,78 32, ,53 2, ,94 1, ,86 5,75 Total 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora Berubahnya pola jumlah hari sakit penduduk dapat disebabkan karena adanya perubahan pola pikir masyarakat untuk segera berobat baik diobati sendiri maupun berobat jalan, baik pengobatan modernketenaga medis maupun pengobatan tradisional. 47

64 Jika diamati perubahan persentase pada masing-masing kelompok jumlah hari sakit, terjadi perbedaan tren pada kelompok jumlah hari sakit 22 hari ke atas. Kelompok tersebut secara persentase justru meningkat dibanding tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis penyakit yang dikeluhkan oleh penduduk relatif berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk keluhan hari sakit yang berhari-hari hingga lebih dari minggu, biasanya mengalami sakit kronis. Kondisi persalinan di Kabupaten Blora di tahun 2015 menggambarkan penolong persalinan terakhir lebih dari separuh (sekitar 70,05 persen) proses kelahiran ditolong oleh bidan, disusul dokter sebanyak 21,63 persen dan terakhir tenaga lainnya sebanyak 8,32 persen.kondisi ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana peran tenaga kesehatan (dalam hal ini bidan dan dokter) merupakan penolong utama proses kelahiran. Kesadaran masyarakat akan pentingnya proses kelahiran yang sehat sudah dimiliki oleh sebagian besar penduduk Kabupaten Blora. Disamping itu adanya bidan di setiap kecamatan bahkan sampai tingkat desa merupakan upaya untuk mendekatkan tenaga kesehatan terhadap masyarakat terutama masyarakat pedesaan, sehingga kebutuhan akan pertolongan kesehatan seperti proses kelahiran bisa ditangani oleh tenaga kesehatan. Di tahun 2015 persentase penolong kelahiran balita oleh bidan meningkat sebesar 7,86persen dibanding dengan tahun

65 Sementara itu penolong kelahiran doktermenurun9,5 persen dibandingkan tahun Sedangkan untuk penolong kelahiran tenaga lainnya menunjukkan penurunan. Gambar 3.4. Persentase Balita menurut Penolong Persalinan Terakhir di Kab. Blora % 80% 60% 40% 20% 0% Dokter Bidan Lainnya Perkembangan perilaku masyarakat dalam hal kesehatan sudah sewajarnya dipelihara dan dikembangkan agar angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan bisa direduksi atau dikurangi, selain itu peran desa siaga dan program-program pemberdayaan masyarakat semakin didekatkan, digiatkan dan dikembangkan. 3.5 Pendapatan Regional Perekonomian Kabupaten Blora dalam 5 (lima) tahun terakhir yang secara umum menunjukkan arah yang positif. Pada tahun

66 mengalami pertumbuhan sebesar 4,87 persen,lebih tinggi dibanding tahun 2014 yang sebesar4,43 persen. Perbaikan perekonomian yang telah menghasilkan angka yang positif ini menunjukkan bahwa perekonomian di Kabupaten Blora dalam era otonomi ini dari tahun ke tahun akan semakin membaik sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga semakin meningkat. Selain itu barang dan jasa juga mudah tersedia dipasaran yang selanjutnya lapangan kerja juga semakin terbuka. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional Kabupaten Blora dapat diketahui pada nilai yang tercermin dari besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun baik menurut harga berlaku maupun menurut harga konstan. Pada tahun 2015 besaran PDRB menurut harga berlaku di Kabupaten Blora secara agregat adalah sebesar juta rupiah yang menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai sebesar juta rupiah sehingga terjadi kenaikan sebesar 9,85 persen. Pertumbuhan ekonomi sebesar 9,85 persen ini sebenarnya belum mencerminkan pertumbuhan yang sebenarnya karena masih terpengaruh adanya faktor kenaikan harga. Sedangkan pertumbuhan ekonomi yang lebih mendekati dengan keadaan yang sebenarnya dapat dilihat pada pertumbuhan atas dasar harga konstan, yaitu mencapai 4,87 persen. 50

67 Gambar 3.5. Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Blora Tahun Berlaku Konstan Dilihat secara umum, kinerja sektor-sektor ekonomi dari waktu ke waktu terlihat masih sangat fluktuatif. Pertumbuhan suatu sektor pada suatu waktu tertentu bisa sangat rendah, tapi di lain waktu bisa tumbuh sangat tinggi. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian lebih, mengingat konsistensi kinerja suatu sektor memegang peran yang sangat penting sebagai salah satu bahan pertimbangan masuknya modal dari luar. 51

68 Tahun Tabel PDRB Kabupaten Blora Tahun PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Minyak Bumi Nilai % Pertum- (juta Rp) buhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tanpa Minyak Bumi Nilai (juta Rp) % Pertumbuhan (1) (2) (3) (4) (5) , , , , , , , , , , Struktur Ekonomi Dalam periode waktu lima tahun terakhir, sektor pertanian dansektor perdagangan masih merupakan andalan terbesar bagi Kabupaten Blora. Selain itu juga sektor perbankan dan keuangan, yang mana hal ini dapat dilihat dari indeks distribusi PDRB. Namun sumbangan sektor ini relatif menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari distribusi antar sektor terlihat bahwa sektor pertanian dan perdagangan selama lima tahun terakhir secara umum memperlihatkan penurunan peranan dari waktu ke waktu terhadap total PDRB. Penurunan peranan sektor pertanian adalah wajar mengingat lahan pertanian yang semakin terbatas dan juga kebijakan 52

69 pemerintah Kabupaten Blora yang giat meningkatkan sektor-sektor diluar sektor pertanian. Sebaliknya, sektor industri pengolahan, jasa perusahaan, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan mengalami peningkatan peran. Sektor yang mengalami kenaikan terbesar dalam sumbangan PDRB 2015 adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikananyang pada tahun 2014 memberikan sumbangan 27,80 persen mengalami kenaikan menjadi 28,00persen. Diketahui bersama bahwa share/sumbangan sektor pertanian untuk Kabupaten Blora masih sangat dominan dari tahun ke tahun. Sehingga jika produksi pertanian mengalami kenaikan secara signifikan maka dimungkinkan besaran PDRB juga akan mengalami kenaikan. Demikian juga apabila produksi sektor pertanian mengalami penurunan maka besaran PDRB mempunyai kecenderungan untuk turun. Struktur ekonomi suatu wilayah umumnya tidak akan berubah dalam rentang waktu yang singkat. Apalagi pada beberapa wilayah yang sudah mapan, perubahan struktur ekonomi secara drastis hanya terjadi bila ada suatu perubahan luar biasa yang terjadi, seperti: adanya penanaman modal secara besar-besaran pada suatu sektor tertentu, eksploitasi sumber daya alam yang baru, atau perubahan dalam mengimplementasikan teknologi baru. 53

70 Tabel Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Blora Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Sektor/Lapangan Usaha (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6 Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuansi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, 14 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan 16 Sosial Jasa Lainnya T o t a l 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Blora 54

71 Struktur ekonomi suatu wilayah mencerminkan besarnya peran nilai tambah suatu sektor dalam pembentukan PDRB, atau dengan kata lain struktur ekonomi adalah pemetaan potensi ekonomi suatu daerah menurut sektor. Dengan mengetahui struktur ekonomi dapat diketahui apakah ekonomi suatu daerah didominasi oleh kelompok sektor primer, sekunder, atau tersier. Selain paling dominannya sektor pertanian dalam struktur ekonomi Kabupaten Blora, terlihat pula beberapa sektor lain yang memiliki andil cukup besar. Sektor-sektor tersebut adalahsektor perdagangan besar dan eceran, sektorpertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Dari tabel tersebut juga dapat kita ketahui bahwa sektor yang perannya paling kecil adalah sektor pengadaan air, pengelolaan sampah limbah dan daur ulang. Peran sektor ini terhadap total PDRB sampai dengan tahun 2015 belum pernah mencapai satu persen. Rendahnya peran sektor ini lebih banyak disebabkan oleh jumlah produksi yang relatif stagnan dibanding sektor-sektor yang lain dan pertumbuhan sektor ini yang relatif lambat. Dari tabel di atas juga terlihat sektor-sektor yang mengalami pengurangan distribusi. Pengurangan ini hanya berpengaruh terhadap peran sektor terhadap total PDRB dimana secara fisik alamiah tetap melakukan pertumbuhan tetapi jumlah pertumbuhannya atau sumbangannya lebih kecil dibanding dengan tahun sebelumnya. Hal 55

72 ini biasanya terjadi pada produk dimana pasar telah jenuh maka perkembangan produksi tidak secepat pada waktu booming. Selain ada kelompok sektor dominan disajikan pula kelompok sektor produktif, yaitu sektor yang relatif masih dapat ditingkatkan outputnya karena masih potensial. Secara umum distribusi sektor produktif di tahun 2015 meningkat kecuali pada sektor informasi dan komukasi dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan wajib sosial. Tabel Distribusi Persentase Sektor Produktif PDRB di Kabupaten Blora Tahun Sektor/ HargaBerlaku Perubahan HargaKonstan Perubahan Lapangan Usaha (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuansi Real Estate

73 Sektor/ HargaBerlaku Perubahan HargaKonstan Perubahan Lapangan Usaha (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya J U M L A H Sumber : PDRB Kabupaten Blora 2015 Selain terbagi dalam 17 kategori, PDRB juga bisa dikelompokkan berdasarkan output atau input terjadinya proses produksi. Pengelompokan ini dibedakan menjadi: 1. Kelompok Primer, mencakup sektor pertanian, kehutanan perikanan dan pertambangan/penggalian. 2. Kelompok sekunder, mencakup sektor industri pengolahan, pengadaan listrik/gas dan pengadaan air bersih, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, serta bangunan/konstruksi. 3. Kelompok tersier, mencakup sektor perdagangan besar dan eceran, penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, real estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintahan, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan jasa lainnya. 57

74 Data PDRB lima tahun terakhir ( ) menunjukkan adanya pergeseran kontribusi, dimanaperan kelompok primer yang pada awalnya terlihat sangat mendominasi secara bertahap bergeser ke kelompok tersier dan sekunder. Pada tahun 2015 peran kelompok primer dan tersier mendominasi dengan sharemasing-masing sebesar 42,08 persen dan42,41 persen. Adapun kelompok sekunder memberi andil sebesar 15,51persen dari total PDRB. Tabel Distribusi Persentase Kelompok Sektor PDRB Tahun Harga Harga Sektor/ Berlaku Peruba Konstan Perub Lapangan Usaha han ahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kelompok primer 42,27 42,08-0,20 40,36 40,56 0,20 2. Kelompoksek under 3. Kelompok tersier 15,84 15,51-0,32 15,31 14,73-0,57 41,89 42,41 0,52 44,33 44,70 0,38 J u m l a h 100,00 100,00 100,00 100,00 Dari ketiga kelompok pada tabel 3.18 terlihat bahwa jika dibandingkan antara tahun 2015 terhadap tahun 2014, terutama menurut harga konstan, terjadi perubahan andil pada PDRB. Pada kelompok kelompok primer terjadi peningkatan andilsebesar 0,20 persen untuk harga konstan, walaupun menurut harga berlaku justru 58

75 turun dengan persentase yang sama pula. Demikian pula untuk kelompok tersier, baik menurut harga berlaku maupun harga konstan, mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,52 persen dan 0,38 persen. Sebaliknya untuk kelompok sekunder mengalami penurunan sebesar 0,32 persen menurut harga berlaku dan 0,57 persen menurut harga konstan Perkembangan PDRB Per kapita PDRB per kapita dihitung dengan dua standar harga yang berbeda, yaitu PDRB perkapita atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menggambarkan besarnya rata-rata produktivitas yang dihasilkan pada suatu waktu tertentu.sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan menggambarkan produktivitas penduduk apabila diukur dengan standar harga tahun Meskipun belum dapat mencerminkan tingkat pemerataan, pendapatan perkapita yang dalam hal ini digambarkan oleh PDRB perkapita dapat dijadikan salah satu tolok ukur untuk melihat keberhasilan pembangunan perekonomian, khususnya tingkat kemakmuran penduduk pada suatu wilayah secara makro. Tidak hanya keberhasilan pembangunan dari sisi aspek pertumbuhan perekonomian suatu wilayah saja akan tetapi lebih jauh dapat dilihat juga tingkat besarnya PDRB/pendapatan perkapita khususnya pendapatan perkapita menurut harga berlaku. 59

76 Kenaikan harga barang dan jasa serta naiknya output dari berbagai barang dan jasa dari beberapa sektor ekonomi telah meningkatkan pendapatan perkapita, Pendapatan/PDRB perkapita atas dasar harga berlaku selama ini selalu menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun Tabel 3.19.Perkembangan PDRB Per Kapita Di Kabupaten Blora Tahun Harga Berlaku Harga Konstan 2010 Nilai (Rp) Pertumbuh an (%) Nilai (Rp) Pertumbuh an (%) (1) (2) (3) (4) (5) , ,81 3, , ,58 4, , ,18 4, , ,34 3, , ,43 4,89 Ratarata 9,43 4,30 Sumber : Pendapatan Regional Kabupaten Blora Tahun 2015 Seperti ditunjukkan pada tabel 3.19 dan gambar 3.6, untuk tahun 2015 PDRB perkapita Kabupaten Blora mencapai sebesar rupiah. Sementara pada tahun sebelumnya sebesar rupiah atau naik sebesar 7,90persen. Dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, persentase pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2015 tersebut masih kalah tinggi. Namun, menurut harga konstan, persentase pertumbuhannya justru lebih tinggi dari 60

77 dua tahun sebelumnya, meskipun dengan angka yang tidak signifikan. Gambar 3.6. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Blora Tahun Berlaku Konstan Rata-rata pertumbuhan PDRB per Kapita di Kabupaten Blora selama lima tahun terakhir ( ) sebesar 9,43 persen atas dasar harga berlaku dan 4,30 persen atas dasar harga konstan Perbedaan perkembangan yang mencolok berdasarkan dua standar harga tersebut menunjukkan bahwa meskipun secara nominal perkembangan PDRB perkapita sangat pesat, namun secara riil tidak demikian. Hal ini justru menunjukan bahwa perbedaan perkembangan itu lebih disebabkan oleh pengaruh perubahan harga dari produk barang dan jasa yang cukup besar, baik di pasar domestik maupun luar negeri (ekspor). 61

78 3.6 Pengeluaran Konsumsi Perkapita Sejalan dengan PDRB yang mengalami pertumbuhan, indikator ekonomi makro lain yaitu konsumsi rumah tangga masyarakat juga menunjukkan hal yang sama. Hasil survei sosial ekonomi nasional (susenas) tahun menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat Blora dari tahun ke tahun semakin meningkat. Keadaan ini dapat dilihat pada tabel Peningkatan konsumsi makanan tahun relatif rendah, tidak melebihi 10 persen. Tahun 2012 merupakan peningkatan terendah dalam delapan tahun terakhir, yaitu 4,10 persen. Untuk tahun 2014 meningkat sebesar 38,95 persen, lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selanjutnya, di tahun 2015 tercatat peningkatan tetapi dengan persentase yang lebih kecil, yakni hanya 9,90 persen. Pada tahun 2015 konsumsi non makanan mencapai rupiah, menurun 2,40 persen dibandingkan tahun 2014 yang sebesar rupiah. Penurunan ini merupakan satusatunya yang terjadi sejak tahun Sejak tahun 2007, pertumbuhan nilai konsumsi rumah tangga kelompok non-makanan selalu mencapai angka di atas 10 persen. Namun demikian, terjadinya perubahan nilai konsumsi ini membuat kondisi di Kabupaten Blora masih jauh dari angka perbandingan ideal dari konsumsi masyarakat yang lebih maju. Sebab konsumsi untuk non-makanan yang mencakup pengeluaran untuk kebutuhan sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan 62

79 keperluan lain seperti untuk upacara dan pesta, tentunya akan lebih besar lagi proporsinya apabila kondisi ekonomi dan sosial masyarakat semakin maju. Tabel Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Blora Tahun Tahun Makanan (juta Rp.) Pertumbuhan (%) Konsumsi Rumah Tangga Non Makanan (juta Rp.) Pertumbuhan (%) Total (juta Rp.) Pertumbuhan (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,59 Sumber : Susenas dan data diolah Pada tahun 2015, proporsi pengeluaran non makanan justrulebih kecil dibandingkan pengeluaran makanan. Berbeda pada dua tahun sebelumnya, di mana proporsi konsumsi non makanan mencapai 63

80 lebih dari 50 persen, masing-masing 53, 15 persen pada tahun 2013 dan 51,33 persen pada tahun Sementara pada tahun 2015 proporsi konsumsi non-makanan hanya mencapai 48,36 persen. 3.7 Ketenagakerjaan Masalah ketenagakerjaan sesungguhnya mencakup aspek ekonomi dan juga aspek sosial, Terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai sehingga penambahan angkatan kerja yang terjadi, akan terserap merupakan salah satu sasaran pembangunan selama ini, Dengan demikian penduduk akan memperoleh manfaat langsung dari pembangunan, Banyaknya angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan kerja akibat peningkatan jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah lapangan kerja akan menjadi masalah dalam pembangunan, Jika masalah pengangguran tidak mendapatkan perhatian yang serius akan menimbulkan masalah sosial dalam kehidupan masyarakat, Penduduk Usia Kerja Penduduk Usia Kerja yang dimaksud disini adalah penduduk yang masuk usia kerja yang disesuaikan dengan International Labour Organitations (ILO) yaitu berusia 15 tahun keatas, Penduduk usia kerja di Kabupaten Blora tercatat jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sekitar jiwa (48,57%) dan penduduk perempuan sekitar jiwa (51,43%), Jumlah penduduk usia 64

81 kerja laki-laki tercatat lebih kecil daripada penduduk usia kerja perempuan dengan rasio 94,42 yang berarti dari 100 orang perempuan terdapat 94 orang laki-laki. Tabel Persentase Penduduk Usia Kerja 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin Tahun Jenis Kelamin Rata-rata (1) (2) (3) (4) Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Blora Berdasarkan jenis kegiatannya, penduduk usia kerja dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: angkatan kerja (bekerja, mencari pekerjaan); dan bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, dan kegiatan lainnya) Angkatan Kerja Angkatan kerja pada tahun 2015 menunjukan adanya perubahan proporsi pekerja wanita dan laki-laki, dimana untuk pekerja perempuan meningkat lebih tinggi dibandingkan lakilaki.hal ini menunjukkan potensi perempuan untuk ikut bekerja semakin besar. Dari data yang ada hasil survei angkatan kerja 2015 menunjukkan potensi tenaga kerja mencapai 70,77 persen dimana 65

82 67,45 persen sudah bekerja baik formal maupun informal dan sebanyak 3,31 sedang mencari pekerjaan. Tabel Persentase Penduduk Usia Kerja menurutjenis Kelamin dan Kegiatannya Tahun Jenis Kegiatan Tahun Rata-rata (1) (2) (3) (4) Angkatan Kerja 68,50 70,77 69,63 Bekerja Mencari Pekerjaan 65,56 67,45 66,51 2,94 3,31 3,13 Bukan Angkatan Kerja 31,50 29,23 30,37 Sekolah Mengurus Rumahtangga Lainnya 5,47 6,02 5,74 21,03 17,96 19,50 5,00 5,26 5,13 Usia Kerja 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora Secara rata-rata dalam dua tahun terakhir terdapat 3,13 persen penduduk di kabupaten Blora mencari pekerjaan. Dalam mencari pekerjaan termasuk disini adalah kelompok penduduk usia kerja yang sudah bekerja tetapi masih mencari pekerjaan, penduduk yang sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja serta penduduk dengan kegiatan mengurus rumah tangga maupun lainnya 66

83 sambil mencari pekerjaan yang dilakukan secara akfif baik dicarikan maupun mencari sendiri Bukan Angkatan Kerja Data bukan angkatan kerja tahun 2015 di Kabupaten Blora mencapai 29,23 persen yang tersebar dalam kegiatan sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya atau tidak melakukan kegiatan apapun yang biasanya sakit atau sudah lansia. Penduduk yang bersekolah mencapai 6,02 persen relatif lebih banyak dibanding tahun 2014 yang mencapai 5,47 persen.sementara itu, penduduk yang mengurus rumah tangga mencapai 17,96 persen dan lainnya 5,26 persen Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja untuk kelompok umur 15 tahun keatas di tahun 2015 di Kabupaten Blora secara total mencapai 71,09 persen,lebih tinggi dibandingkantahun 2014yang sudah mencapai 68,50 persen. Berdasarkan jenis kelamin di tahun 2015TPAK penduduk laki-laki jauh lebih besar daripada TPAK penduduk perempuan, yaitu masing-masing sebesar 84,32 persen untuk penduduk laki-laki dan hanya 57,97 persen penduduk perempuan. Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dikarenakan adanya faktor budaya dimana perempuan masih lebih dominan berperan sebagai ibu rumah tangga dibanding dengan 67

84 kegiatan membantu mencari nafkah. Pada tahun 2015 kegiatan perempuan yang masuk angkatan kerja mencapai 57,54 persen relatif meningkat dibanding dengan tahun 2014 yang mencapai 52,54 persen. Tabel TPAK dan TPT menurut Jenis KelaminDi Kabupaten Blora Tahun Jenis Kelamin TPAK TPT (1) (2) (3) (4) (5) Laki-Laki 85,41 84,32 4,32 5,41 Perempuan 52,54 57,97 4,26 3,67 Total 68,50 71,09 4,30 5,22 Sumber : BPS Kabupaten Blora Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Blora Pada tahun 2015 tercatat sebesar 5,22 persen, relatif naik dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar4,30 persen. Hal ini menunjukkan semakin menurunnya kesempatan kerja di Kabupaten Blora. Bila dilihat dari sisi gender, terlihat bahwa pada penduduk laki-laki mengalami penambahantingkat penggangguran. Berbeda pada penduduk perempuan, penganggurannya justru menurun. Peningkatan angka TPT ini mengindikasikan bahwa baik di sektor sektor formal maupun informal tingkat penyerapan pekerjanya relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. 68

85 3.7.5 Penduduk yang Bekerja Jenis Tabel Persentase Penduduk berdasarkan jenis kegiatannya di tahun Kelamin Laki-Laki Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) Bekerja 81,72 79,75 50,30 55,84 Mencari pekerjaan 3,69 4,56 2,24 2,13 Sekolah 5,70 6,99 5,25 5,09 Mengurus RT 3,94 3,99 37,17 31,72 Lainnya 4,64 5,30 5,04 5,22 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Berdasarkan kegiatan yang terbanyak selama seminggu yang lalu penduduk di Kabupaten Blora untuk kelompok umur lebih dari 15 tahun keatas untuk penduduk bekerja secara total hanya mencapai sekitar 65,56 persen, sekolah 5,47 persen mengurus rumah tangga 21,03 persen dan lainnya hanya mencapai 5,00 persen. Menurut Golongan Umur Produktivitas pekerja secara alami dipengaruhi oleh usia itu sendiri maka dari itu untuk keperluan analisis dan perencanaan pekerja bisa dikelompokkan menjadi tiga golongan/kelompok umur 69

86 yaitu: penduduk usia muda (15 24 tahun); penduduk usia prima (25 54 tahun); dan penduduk usia tua (55 tahun keatas), Dari data yang ada di tahun 2015 pekerja Blora 67,24 persen pada kelompok usia prima atau produktif sedangkan 22,72 persen di kelompok tua serta 10,04 persen di kelompok usia muda. Berdasarkan jenis kelamin komposisi pekerja berdasarkan kelompok usia mempunyai pola yang sama yaitu terbanyak di usia prima, peringkat kedua di usia tua dan terendah terdapat di kelompok usia muda. Pola ini sangat terkait erat dengan pola sosioekonomi masyarakat Blora dimana di usia muda sebagian besar masih bersekolah atau belum bertanggungjawab secara penuh terhadap keluarga. Tabel 3.25 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Blora Tahun 2015 Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) ,90 10,23 10, ,30 67,16 67, ,80 22,62 22,72 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora 70

87 Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Mayoritas penduduk bekerja di tahun 2015adalah penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang ditamatkan adalah SD ke bawah yaitu tercatat sekitar 60,53 persen relatif naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 58,23 persen. Untuk tingkat pendidikan SLTP sederajat tercatat sekitar 16,50persen, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 15,52persen. Untuk pekerja dengan tingkat pendidikan SLTA sederajat menurun dari 19,37 persen menjadi 16,93 persen. Untuk tenaga kerja dengan pendidikan sarjana juga sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya yaitu dari 6,88 persen di tahun 2014 menurun menjadi 6,04persen di tahun Tabel Persentase Penduduk Bekerja menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Blora Tahun Jenjang Pendidikan L P Jumlah L P Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SD Ke Bawah 53,91 64,84 58,23 58,16 63,72 60,53 SLTP 18,20 11,41 15,52 16,81 16,09 16,50 SLTA 21,37 16,31 19,37 19,75 13,12 16,93 Diploma/Univ. 6,52 7,45 6,88 5,28 7,07 6,04 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 71

88 Bila dikaji dari pekerja berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikannya dapat digambarkan pekerja perempuan dengan klasifikasi SD ke bawah relatif lebih besar dibanding dengan lakilaki. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya pekerja perempuan di kabupaten Blora secara rata-rata masih SD ke bawah. Hal ini menjadi perhatian kita semua untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan kemampuan melalui program-program pendidikan ketrampilan dan pendidikan luar sekolah. Hal lain adalah faktor masih adanya pengarusutamaan gender secara kultural, yaitu perempuan bekerja di ranah domestik. Menurut Lapangan Usaha Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Blora tahun 2015 dapat dilihat pada tabel Sektor pertanian menempati persentase terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja, yaitu tercatat sekitar 51,05 persen dan mengalami kenaikan bila dibanding dengan tahun sebelumnya. Tabel Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin di Kabupaten Blora Tahun Lapangan Usaha Tahun Rata-rata (1) (2) (3) (4) Pertanian 43,97 51,05 47,07 Pertambangan & Penggalian 1,26 1,41 1,58 Industri 4,46 4,08 4,45 72

89 Tahun Lapangan Usaha Rata-rata (1) (2) (3) (4) Listrik, gas & air 0,06 0,15 0,24 Konstruksi 5,31 7,49 7,10 Perdagangan 19,93 20,26 21,92 Angkutan & Komunikasi 3,91 1,87 2,67 Lembaga Keuangan 1,75 1,24 1,30 Jasa 19,36 12,46 13,70 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Selain sektor pertanian, beberapa sektor lainnya juga mengalami kenaikan adalah sektor konstruksi, perdagangan, pertambangan dan penggalian, serta listrik, gas, dan air. Menurut Status Pekerjaan Pekerja di Kabupaten Blora pada tahun 2015 bila dilihat dari status pekerjaannya, sebagian besar pekerja memiliki status berusaha dibantu pekerja tidak tetap atau buruh tidak dibayar, status pekerja tak dibayar, dan status buruh/karyawan/pegawai. Pekerja dengan ketiga status di atas menyusun 77,16 persendari semua pekerja di Kabupaten Blora. Masih tingginya angka pekerja berusaha dibantu buruh tidak dibayar dan pekerja dengan status pekerja tak dibayar ini 73

90 dikarenakan sebagain besar penduduk di Kabupaten Blora masih bekerja dengan basis rumah tangga. Untuk pekerja bebas dan berusaha dibantu pekerja dibayar masing-masing menyumbang 9,30 dan 2,19 persen. Berdasarkan status pekerjaan, penduduk yang bekerja dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu sebagai pekerja informal dan pekerja formal.secara kasar pekerja informal terdiri dari penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap dan pekerja tidak dibayar serta pekerja bebas, sedangkan pekerja formal terdiri dari penduduk yang berusaha dibantu buruh tetap, pekerja dibayar atau karyawan. Di tahun 2015 terdapat gambaran bahwa pekerja sektor informal masih sangat mendominasi sistem ketenagakerjaan yaitu menyumbang sebanyak 74,35 persen sedangkan sektor formal hanya menyumbang 25,65 persen. Tabel Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan di Kabupaten Blora Tahun Status Pekerjaan Tahun Rata-rata (1) (2) (3) (4) Berusaha sendiri 17,93 11,36 14,65 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar 23,69 28,12 25,91 74

91 Status Pekerjaan Tahun Rata-rata (1) (2) (3) (4) Pekerja tak dibayar 20,64 25,57 23,11 Pekerja bebas 12,41 9,30 10,86 INFORMAL 74,67 74,35 74,51 Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar 2,50 2,19 2,35 Buruh/karyawan/pegawai 22,83 23,47 23,15 FORMAL 25,33 25,65 25,50 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora Fenomena ini menggambarkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan relatif lebih kecil dibanding dengan daerah-daerah yang lebih banyak pekerja dibidang formalnya. Hal ini dikarenakan adanya struktur upah dibidang informal tidak setinggi dibidang formal, sistem produktivitas sangat tergantung musim, pekerja yang berkecimpung disektor informal rata-rata dengan pendidikan yang relatif rendah. 75

92 Menurut Jam Kerja Dari keseluruhan penduduk yang bekerja di Kabupaten Blora tahun 2015tercatat sekitar 57,60 persen penduduk yang bekerja diatas 35 jam ke atas dalam seminggu. Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 55,22 persen. Untuk penduduk yang bekerja dibawah 35 jam kerja pada tahun 2015mencapai nilai 42,40 persen, pekerja ini banyak terjadi pada pekerja yang tidak dibayar, atau pekerja yang tidak tetap dimana dalam satu minggu hanya bekerja tidak penuh tetapi hanya beberapa hari saja. Tabel Persentase Penduduk Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu di Kabupaten Blora Tahun Jam Kerja Tahun (1) (2) (3) (4) < 35 Jam 49,23 44,78 42,40 35 Jam + 50,77 55,22 57,60 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Blora 76

93 Dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa sistem ketenagakerjaan di Kabupaten Blora masih banyak pekerja yang tidak dibayar dan pekerja bebas yang ditunjukkan dengan masih banyaknya pekerja yang bekerja dibawah jam kerja normal. 77

94 78

95 BAB IV INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 4.1 Nilai Indeks Pembangunan Manusia Data terakhir yang dipublikasi oleh BPS Provinsi Jawa Tengah yang memuat kondisi IPM dari berbagai daerah terutama se Eks Karesidenan Pati adalah data Tahun Nilai IPM Kabupaten Blora di tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tabel 4.1. disajikan nilai IPM Kabupaten Blora dan sekitarnya,dan secara peringkat mengalami penurunan, yaitu dari peringkat 28menjadi 29 dari seluruh kabupaten/kota se Jawa Tengah. Akan tetapi nilai tersebut jika dibandingkan secara terbatas hanya untuk Kabupaten se eks- Karesidenan Pati dan Kab. Grobogan, posisi Kabupaten Blora berada pada posisi paling bawah. Nilai IPM Kabupaten Blora juga masih berada dibawah jika dibandingkan dengan nilai IPM Jawa Tengah. Bila dibandingkan dengan Kabupaten tetangga sebelah utara seperti Kabupaten Rembang yang berada diurutan ke 20 ditahun 2015, yang berarti 9 poin lebih tinggi dibanding Kabupaten Blora yang menduduki urutan ke 29. Hal ini menunjukkan bahwa program pembangunan manusia di Kabupaten Blora dari tahun ke tahun belum mengalami lonjakan seperti yang diharapkan jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga. Untuk itu program loncatan atau trobosan pencapaian nilai IPM yang lebih tinggi 79

96 dibanding dengan daerah-daerah lainnya sangat diperlukan dengan strategi pembangunan SDM yang efektif dan tepat guna. Kabupaten Tabel 4.1. Nilai IPM Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitarnya Tahun Nilai IPM 2014 Peringkat Nilai IPM 2015 Peringkat (1) (2) (3) (4) (5) Kab. Grobogan 67, ,05 21 Kab. Blora 65, ,22 29 Kab.Rembang 67, ,18 20 Kab. Pati 66, ,51 19 Kab. Kudus 72, ,72 9 Kab. Jepara 69, ,02 15 Jawa Tengah 68, ,49 12 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Angka harapan hidup Kabupaten Blora bila dibandingkan dengan Kabupaten sekitar menunjukkan posisi terendah, walaupun sudah mencapai 73,85, sementara Kabupaten Kudus merupakan yang tertinggi se eks karesidenan Pati, yang mencapai 76,41. Sedangkan untuk Kabupaten Rembang dan Grobogan masing-masing 74,22 dan 74,27. Harapan lama sekolah di Kabupaten Blora tahun 2014mencapai 11,91 tahun. Dibandingkan dengan daerah sekitarnya masih lebih baik daripada Kabupaten Pati, namun lebih rendah dari kabupaten-kabupaten yang lain. Kabupaten Kudus merupakan 80

97 kabupaten yang tertinggi untuk nilai harapan lama sekolah yang mencapai 13,14 tahun atau setara lulusan SLTA. Angka ini merupakan tugas berat kita semua bisa mengejar nilai harapan lama sekolah dibanding dengan kabupaten lainnya. Hal ini tidak hanya faktor Pemerintah saja tetapi dari peran serta masyarakat untuk merubah pola pikir arti pentingnya pendidikan bagi mereka. Rata-rata lama sekolah mempunyai peran yang sangat berkaitan dengan angka melek hurufnya. Penyelesaian masalah di dua bidang ini sangat berkaitan erat sehingga tidak boleh terpisahkan. Tahun 2015 di Kabupaten Blora baru mencapai 6,04 tahun sedangkan untuk Kabupaten Grobogan, Rembang, Pati, Kudus dan Jepara masing-masing 6,33 tahun; 6,92 tahun; 6,71 tahun; 7,84 tahun dan 7,31 tahun. Rendahnya nilai bidang pendidikan yaitu harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah mengindikasikan bahwa pembangunan di bidang pendidikan di Kabupaten Blora harus lebih ditingkatkan, salah satunya adalah pendidikan dasar 9 tahun. Usaha mengejar kemajuan ini merupakan tugas berat Pemerintah Daerah. Keterlibatan elemen masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dasar pembentukan nilai IPM ini. Upaya peningkatan rata-rata lama sekolah dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan menjadi prioritas bagi pembangunan di bidang pendidikan. Tidak kalah pentingnya juga adalah peningkatan kesadaran masyarakat untuk bisa merubah pola pikir bahwa tidak 81

98 sekolahpun bisa makan, hidup seperti ini pun bisa, namun harus diubah menjadi hidup sukses perlu pintar dan cerdas. Pengeluaran perkapita yang disesuaikan di tahun 2015 tercatat sebesar ribu rupiah lebih rendah dari Kabupaten sekitarnya yang telah mencapai diatas ribu rupiah.pengeluaran perkapita Kabupaten Blora lebih rendah dibanding dengan kabupaten lain karena dipengaruhi oleh harga-harga barang konsumsi seharihari yang lebih rendah dibanding dengan kabupaten lain karena berbagai faktor seperti sebagai wilayah sentra bahan makanan, beberapa industri pengolahan dan masih banyak lagi. Tabel 4.2. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitarnya Tahun Tahun / Kabupaten E 0 (tahun) EYS (tahun) MYS (tahun) PPP (000 Rp,) (1) (2) (3) (4) (5) 2014 Kab. Grobogan 74, ,86 9,303 Kab. Blora 73, ,55 8,568 Kab. Rembang 74, ,30 9,013 Kab. Pati 75, ,04 9,106 Kab. Kudus 76, ,49 10,102 Kab. Jepara 75, ,70 9, Kab. Grobogan 74,27 12,25 6, Kab. Blora 73,85 11,91 6, Kab. Rembang 74,22 12,02 6, Kab. Pati 75,63 11,79 6,

99 Tahun / Kabupaten E 0 (tahun) EYS (tahun) MYS (tahun) PPP (000 Rp,) (1) (2) (3) (4) (5) Kab. Kudus 76,41 13,14 7, Kab. Jepara 75,65 12,27 7, Kondisi ekonomi dan tingkat kemampuan ekonomi yang tinggi akan berpengaruh pada kondisi ketenagakerjaan. Terbukanya lapangan kerja akan mengurangi pengangguran. Lapangan pekerjaan yang ada memberikan balas jasa terhadap pekerja atau karyawan, sehingga pekerja dengan balas jasa tadi mempunyai kemampuan untuk membeli atau memiliki daya beli. Dengan adanya ke empat faktor penentu IPM ini maka secara komulatif nilai IPM Kabupaten Blora tahun 2015 mencapai 66,22. Nilai inipaling rendah dibanding dengan Kabupaten Grobogan 68,05, Kabupaten Rembang 68,18, Kabupaten Pati 68,51, Kudus 72,72 dan Jepara 70,02. DiProvinsi Jawa Tengah, Kabupaten Blora menduduki urutan ke 29 sementara untuk Kabupaten Grobogan urutan ke 21, Rembang urutan ke 20, Pati urutan ke 19, Kudus dan Jepara masingmasing urutan ke 9 dan 15. Angkapertumbuhan aritmatik merefleksikan prestasi pencapaian, semakin tinggi prestasi angka pertumbuhannya, semakin tinggi prestasi pencapaiannya. Sebagai ilustrasi, Kabupaten Blora di tahun 2015ini memiliki nilai pertumbuhan sebesar 0,57. Ini 83

100 merupakan yang terendah kedua setelah Kabupaten Grobogan. Ini menunjukkan bahwa pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten Blora lebih baik daripada di Kabupaten Grobogan. Walaupun ada daerah yang mengalami kenaikan IPM yang sama, tetapi angka pertumbuhan untuk masing-masing daerah belum tentu sama. Hal ini terjadi karena pengaruh dari IPM sebelumnya, secara logis meningkatkan angka IPM lebih sukar bagi wilayah yang memiliki IPM lebih tinggi. Maka prestasi pencapaian untuk kenaikan yang sama sepantasnya lebih tinggi nilainya bagi wilayah yang memiliki IPM lebih tinggi. Hal itulah yang tercermin dari angka pertumbuhan. Tabel 4.3.Capaian dan Pertumbuhan IPM Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitarnya, Kabupaten IPM Pertumbuhan Aritmatik (1) (2) (3) (4) Grobogan 67,77 68,05 0,41 Blora 65,84 66,22 0,57 Rembang 67,40 68,18 1,16 Pati 66,99 68,51 2,28 Kudus 72,00 72,72 1,00 Jepara 69,61 70,02 0,58 Jawa Tengah 68,78 69,49 1,04 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah 84

101 Nilai pertumbuhan IPMKabupaten Blora dibanding dengan nilai Provinsi Jawa Tengah di Tahun 2015juga lebih rendah. Hal ini membuktikan bahwa program pembangunan sumber daya manusia secara rata-rata provinsi masih lebih baik. IPM Provinsi Jawa Tengah sudah mencapai 69,49 sedangkan IPM Kabupaten Blora baru mencapai 66,22. Hal ini mengindikasikan adanya beberapa komponen penentu IPM Kabupaten Blora masih tertinggal dari kabupaten lainnya. Untuk itu kerja keras dan efektivitas program pembangunan sangat dibutuhkan agar bisa memacu pencapaian dalam mengejar kemajuan yang sudah dicapai daerah lain. 4.2 Analisis Manajemen Indeks Pembangunan Manusia Dari hasil tabulasi beberapa komponen penyusun pembentuk Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Blora Tahun 2015 tidak jauh berbeda dibanding dengan tahun 2014.Kondisi ini dapat dilihat dalam bentuk tabel maupun grafik sehingga akan mempermudah proses pembacaan dan analisisnya. Pengkajian Indeks Pembangunan Manusia akan mencakup tiga unsur penting pembentuk nilai IPM. Maksud dan tujuannya adalah menunjukkan adanya indikator out put dari suatu proses kegiatan pembangunan yang diterapkan di suatu wilayah. Mengacu rekomendasiundp untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di atas, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan pada tiga indikator. Ketiga indikator yang dimaksud adalah Angka Harapan Hidup (AHH); Harapan Lama 85

102 Sekolah penduduk dewasa (EYS); Rata-rata Lama Sekolah (MYS); dan Purchasing Power Parity (PPP) atau ukuran pendapatan yang sudah disesuaikan dengan paritas daya beli. Menurut UNDP upaya ke arah perluasan pilihan hanya mungkin dapat direalisasikan jika penduduk paling tidak memiliki peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan ketrampilan yang memadai dan peluang untuk merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif (misalnya dapat bekerja dan memperoleh uang sehingga memiliki daya beli). Dengan kata lain. tingkat pemenuhan ketiga unsur tersebut sudah dapat merefleksikan secara minimal tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah. Angka Harapan Hidup (AHH) yang mengalami peningkatan dari 73,84 tahun pada tahun 2014 menjadi 73,85 tahun pada tahun 2015 menunjukkan bahwa pengaruh program pembangunan kesehatan seperti penambahan prasarana dan sarana penunjang kesehatan dapat dirasakan meskipun dalam tempo yang relatif lama. Hal ini dikarenakan faktor pola hidup masyarakat lebih dominan dibanding dengan pelayanan kesehatan yang bersifat sementara dan hanya menyentuh masyarakat yang mempunyai keluhan. Sedangkan untuk masyarakat yang berpotensi penyakit karena tidak mempunyai keluhan maka tidak datang ke tempat pelayanan kesehatan. Dampak jangka panjang yang nantinya akan berdampak positif terhadap angka harapan hidup adalah kegiatan yang berawal mulai dari kesehatan ibu dan anak, yaitu perawatan wanita usia subur, ibu 86

103 hamil, sampai balita sangat berpengaruh terhadap meningkatnya angka harapan hidup ini. Gejala ini dapat dilihat dari perubahan pola piramida penduduk di Kabupaten Blora yang berkembang menyerupai botol tidak seperti periode tahun 1990 yang masih menggambarkan seperti piramida lancip dimana usia muda akan banyak berkurang di usia tuanya. Indikator kedua dan ketiga dari IPM yaitu Harapan Lama Sekolah (EYS) dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS) yang merupakan komponen indeks pendidikan. Kedua indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan penduduk. Harapan Lama Sekolah (EYS) sebagai komponen IPM yang cukup penting. Konsep EYS didefinisikan sebagai rata-rata harapan lama sekolah untuk penduduk di susatu wilayah. Angka ini menggambarkan harapan lama sekolah untuk penduduk berumur 7 tahun ke atas. Angka ini berhubungan erat dengan partisipasi sekolah penduduk menurut kelompok umur. Sehingga erat kaitannya dengan program wajib belajar 9 tahun. Namun masih ada kelemahannya, karena belum mencakup anak sekolah yang masuk SD pada usia 5 atau 6 tahun. Data yang ada tahun 2014 menunjukan EYS Kabupaten Blora 11,75 tahun dan pada tahun 2015 sedikit mengalami peningkatan menjadi 11,91 tahun. Faktor yang menjadi kendala kurang cepatnya peningkatan ini karena beberapa faktor. Luasnya wilayah menjadikan 87

104 kendala jarak tempuh ke fasilitas sekolah di luar fasilitas transportasi yang masih belum mendukung. Fasilitas sekolah yang ada juga belum menyebar dan mengakomodasi kendala yang ada. Selain harapan lama sekolah, indikator pendidikan lain yang digunakan dalam penghitungan IPM adalah rata-rata lama sekolah (MYS). Indikator ini memberikan gambaran tentang rata-rata waktu yang dijalani penduduk dalam kegiatan pembelajaran secara formal. Populasi yang digunakan UNDP dalam menghitung MYS dibatasi pada penduduk berusia 25 tahun ke atas. Batasan itu diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 25 tahun masih dalam proses sekolah sehingga belum layak ditanyakan MYS nya. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Blora tahun 2015 sebesar 6,04 tahun.hal ini berarti belum banyak perubahan yang menunjukkan bahwa masyarakat Blora tingkat pendidikannya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang sebesar 6,02 tahun, yaitu masih setaraf tingkat SD. Bila angka ini dikonversikan ke jenjang pendidikan maka dapat dikatakan secara rata-rata penduduk Kabupaten Blora sudah menduduki kelas 6 SD/MI. Untuk mendalami penyebab rendahnya angka lama sekolah ini perlu dilihat banyak faktor seperti faktor komposisi umur suatu daerah. Semakin banyak komposisi umur tuanya maka penanganan yang dilakukan harus berbeda dengan komposisi penduduk yang banyak di kaum muda atau balitanya. Selain itu juga perlu dilihat 88

105 faktor budaya masyarakat setempat dimana pendidikan bukan merupakan faktor utama mencapai kebahagian atau kesejahteraan. Pada kondisi seperti ini, penanganan penyediaan fasilitas pendidikan tidak efektif diterapkan. Paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) memberikan gambaran tentang kemampuan masyarakat dalam mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Semakin meningkat pendidikan seseorang diharapkan paritas daya belinya semakin meningkat pula. Namun, hubungan ini tidak selalu benar terutama bila tingkat pendapatan masih lebih rendah dari tingkat kenaikan harga secara umum atau adanya pengaruh inflasi. Tahun Tabel Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Blora Tahun dan Persentase Pertumbuhannya. Makanan (juta Rp.) Konsumsi Rumah Tangga Non Makanan (juta Rp.) Total (juta Rp.) Pertumbuhan (%) Pertumbuhan (%) Pertumbuhan (%) [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] , , , , , , , , , , , , , , ,75 89

106 Penduduk dengan tingkat pendapatan yang sama belum tentu mempunyai paritas daya beli yang sama bila tempat tinggalnya berbeda. Misalkan sama-sama berpendapatan satu juta rupiah sebulan,yang satu tinggal di Kabupaten Blora yang satu tinggal di Kabupatenselain Blora maka paritas daya belinya berbeda. Itulah sebabnya dalam penghitungan PPP dilakukan beberapa tahapan. 4.2 Langkah/Upaya untuk Meningkatkan IPM Langkah-langkah/upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blora untuk meningkatkan nilai IPM telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Blora tahun adalah sebagai berikut: Kebijakan Umum Pelaksanaan Pembangunan di Kabupaten Blora dalam kurun waktu 5 tahun terbagi menjadi tiga tahapan pembangunan, yaitu tahap penyelarasan (2011), tahap peningkatan kualitas pelayanan publik ( ), dan tahap perwujudan masyarakat Blora yang sejahtera. A. Tahap Penyelarasan (2011) Tahap ini merupakan tahap penyesuaian program-program yang telah disusun dengan visi dan misi pembangunan jangka menengah Kabupaten Blora tahun serta percepatan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Kebijakan prioritas 90

107 pembangunan pada tahap penyelarasan pembangunan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan kesehatan 2. Peningkatan wajib belajar pendidikan dasar 3. Reformasi birokrasi 4. Peningkatan jalan potensial ekonomi 5. Peningkatan potensi ekonomi lokal B. Tahap Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik ( ) Tahap ini merupakan tahap peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat khususnya di bidang pelayanan publik agar terwujud percepatan kesejahteraan masyarakat Blora. Kebijakan prioritas pembangunan pada tahap peningkatan kualitas pelayanan publik adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan 2. Peningkatan pendidikan terjangkau sampai tingkat SLTA 3. Pemerataan pembangunan infrastruktur 4. Peningkatan penyediaan tempat distribusi barang dan jasa 5. Peningkatan pengelolaan sumberdaya alam C. Tahap perwujudan masyarakat Blora sejahtera ( ) Pada tahap ini lebih menekankan pada peningkatan kemampuan masyarakat Blora dalam upaya memiliki daya saing serta kesiapan pengelolaan hasil-hasil produksi pertanian dan 91

108 sumberdaya alam. Kebijakan prioritas pembangunan pada tahap perwujudan masyarakat Blora sejahtera adalah sebagai berikut: 1. Penguatan pengelolaan potensi ekonomi lokal 2. Peningkatan ketrampilan dan kewirausahaan 3. Peningkatan kualitas pelayanan public Kebijakan Khusus atau Indikasi Rencana Program Prioritas A. Pendidikan Murah dan Bermutu sampai ke Jenjang Pendidikan Menengah Dengan program dan kegiatan prioritas sebagai berikut: 1. Program PAUD a. Pembangunan gedung sekolah b. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini 2. Program pendidikan Dasar a. Pemberian Biaya Operasional Sekolah kepada siswa SD dan SMP b. Pembinaan minat, bakat dan kreativitas siswa 3. Program Pendidikan Menengah a. Penyediaan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) b. Penyediaan beasiswa bagi keluarga tidak mampu c. Pembinaan minat bakat dan prestasi siswa tingkat SMA 92

109 B. Pelayanan Kesehatan Dasar 1. Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak a. Penyuluhan kesehatan bagi Ibu hamil dari keluarga kurang mampu b. Perawatan secara berkala bagi Ibu hamil bagl keluarga kurang mampu c. Pertolongan persalinan bagi Ibu dari keluarga kurang mampu. 2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat a. Pelayanan kesehatan dasar gratis di puskesmas b. Pelayanan kesehatan rujukan bagi penduduk miskin sampai kelas III di Badan Rumah Sakit RS. Dr. Soetijono Blora dan RS. Dr. R. Soeprapto Cepu. 3. Program perbaikan gizi masyarakat a. Pemberian tambahan makanan dan vitamin b. Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya c. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi. 4. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular a. Penyemprotan/fogging sarang nyamuk 93

110 b. Pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular c. Pencegahan penularan penyakit endemik/epidemik 5. Program Standarisasi pelayanan kesehatan a. Penyusunan standar pelayanan kesehatan b. Penyusunan standar analisis belanja pelayanan kesehatan 6. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan Jaringannya a. Peningkatan puskesmas menjadi puskesmas rawat inap C. Perbaikan dan Pembangunan Infrastruktur sampai ke Pedesaan. 1. Program Rehabilitasi/ Pemeliharaan Jalan dan Jembatan a. Rehabilitasi/Pemeliharaan jalan b. Rehabilitasi/pemeliharaan jembatan 2. Program Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong a. Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong 3. Program Pembangunan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya a. Pembangunan jaringan irigasi b. Pembangunan embung 4. Program pembangunan infrastruktur perdesaaan a. Pembangunan jalan dan jembatan perdesaan 94

111 b. Pembangunan sarana dan prasarana air bersih perdesaaan D. Peningkatan Produktivitas Pertanian dan Pemasaran hasil Pertanian. 1. Program peningkatan produksi pertanian a. Penyuluhan peningkatan produksi pertanian b. Penyediaan sarana produksi pertanian c. Pengembangan bibit unggul pertanian 2. Peningkatan Produksi Hasil Peternakan a. Pembangunan sarana dan Prasarana Pembibitan Ternak b. Pembibitan dan Perawatan Ternak c. Pengembangan Agribisnis Peternakan 3. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani a. Penyuluhan dan pendampingan petani dan pelaku agrobisnis. 4. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/ Perkebunan a. Penyuluhan distribusi pemasaran atas hasil produksi pertanian/perkebunan masyarakat E. Penciptaan Iklim Investasi dan Lapangan Kerja bagi masyarakat 1. Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi a. Peningkatan promosi dan kerjasama investasi 2. Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi a. Pengembangan sistem informasi penanaman modal 95

112 b. Penyederhanaan prosedur perijinan dan peningkatan pelayanan penanaman modal F. Peningkatan perekonomian lokal dengan mendorong UMKM dan pasar tradisional. 1. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah a. Pengembangan klaster bisnis b. Penyelenggaraan pembinaan industri rumah tangga, industri kecil dan industri menengah c. Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro, kecil, dan menengah 2. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah a. Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah terhadap pemanfaatan sumber daya b. Pembinaan industri kecil dan menengah dalam memperkuat jaringan klaster industri 3. Program Penataan Struktur Industri a. Penyediaan sarana maupun prasarana klaster industri 4. Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri a. Pengembangan pasar dan dan distribusi barang/produk b. Rehabilitasi/pemeliharaan pasar daerah G. Perwujudan Reformasi Birokrasi 1. Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah 96

113 a. Pelaksanaan pengawasan internal secara berkala b. Tindak lanjut hasil temuan pengawasan 2. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah a. Intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan daerah 3. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur a. Pendidikan dan pelatihan fungsional bagi PNS Daerah 4. Program Penataan Administrasi Kependudukan a. Peningkatan pelayanan publik dalam bidang kependudukan H. Perlindungan Terhadap Kelestarian Alam 1. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup a. Pemantauan kualitas lingkungan b. Peningkatan pengelolaan lingkungan pertambangan 2. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup a. Pemantauan kualitas lingkungan b. Peningkatan pengelolaan lingkungan pertambangan I. Perwujudan Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Berpendapat 1. Program Pendidikan Politik Masyarakat 97

114 a. Penyuluhan Kepada Masyarakat b. Koordinasi forum-forum diskusi politik Program Pembangunan Untuk dapat mewujudkan dari visi dan misi Bupati Periode maka dari rencana strategis pembangunan dijabarkan dalam suatu program di bagi sesuai urusan masing-masing SKPD, di Kabupaten Blora dengan rincian sebagai berikut: Adapun program-program pembangunan dalam rangka peningkatan Sumber Daya Manusia di Kabupaten Blora dibedakan dalam 2 (dua) jenis program, yaitu: A. Pelayanan Urusan Wajib 1. Pendidikan a. Program pendidikan anak usia dini b. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun c. Program pendidikan menengah d. Program pendidikan non formal e. Program pendidikan luar biasa f. Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan g. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan 2. Kesehatan a. Program obat dan perbekalan kesehatan b. Program Upaya Kesehatan Masyarakat 98

115 c. Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak d. Program perbaikan gizi masyarakat e. Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat f. Program peningkatan pelayanan kesehatan anak balita g. Program pengembangan lingkungan sehat h. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit i. Program standarisasi pelayanan kesehatan j. Program pelayanan kesehatan penduduk miskin k. Program kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan l. Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan Jaringannya m. Program Pengadaan Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit n. Program pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit. 3. Pekerjaan Umum a. Program Pembangunan Jalan dan Jembatan b. Program Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong c. Program Pembangunan turap/talud/brojong d. Program rehabilitasi/pemeliharaan Jalan dan Jembatan e. Program rehabilitasi/pemeliharaan talud/bronjong f. Program inspeksi kondisi Jalan dan Jembatan g. Program tanggap darurat Jalan dan Jembatan 99

116 h. Program Pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan i. Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan, j. Program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya k. Program penyediaan dan pengolahan air baku l. Program pengembangan, pengelolaan dan konversi sungai, danau dan sumber daya air lainnya m. Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah n. Program pengendalian banjir o. Program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh p. Program pembangunan infrastruktur perdesaaan. 4. Perumahan Rakyat a. Program pengembangan perumahan b. Program lingkungan sehat c. Program pemberdayaan komunitas perumahan d. Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial e. Program pengelolaan areal pemakaman. 5. Penataan Ruang a. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan b. Program perencanaan tata ruang 100

117 c. Program Pemanfaatan Ruang d. Program pengendalian pemanfaatan ruang e. Program Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH). 6. Perencanaan Pembangunan a. Program Pengembangan Data/Informasi b. Program kerjasama pembangunan c. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan d. Program Perencanaan Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh e. Program Perencanaan Pengembangan Kota - Kota Menengah dan Besar f. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perencanaan Pembangunan Daerah g. Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi h. Program Perencanaan Sosial dan Budaya i. Program Perencanaan Pembangunan Daerah j. Program Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Alam k. Program perencanaan pembangunan daerah rawan bencana 7. Perhubungan a. Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan b. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas LLAJ 101

118 c. Program peningkatan pelayanan angkutan d. Program peningkatan dan pengamanan lalu lintas e. Program peningkatan kelaikan pengoperasian kendaraan bermotor. 8. Lingkungan hidup a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan danprogram Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. b. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam c. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH d. Program Peningkatan Pengendalian Polusi e. Program Pengembangan Ekowisata Dan Jasa Lingkungan. 9. Pertanahan a. Program pembangunan sistem pendaftaran tanah b. Program penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah c. Program penyelesaian konflik-konflik pertanahan 10. Kependudukan Dan Pencatatan Sipil a. Program Penataan Administrasi Kependudukan. 11. Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak a. Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas Anak dan Perempuan 102

119 b. Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak c. Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan d. Program Peningkatan Peran Serta Dan Kesertaan Gender Dalam Pembangunan e. Program Penguatan Kelembagaan Pengarustamaan Gender Dan Anak. 12. Keluarga Berencana Dan Keluarga Sejahtera a. Program Keluarga Berencana b. Program kesehatan reproduksi remaja c. Program pelayanan kontrasepsi d. Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR yang mandiri e. Program promosi kesehatan ibu, bayi, dan anak melalui kelompok kegiatan di masyarakat f. Program pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling KRR g. Program peningkatan penanggulangan narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS h. Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak i. Program pengembangan model operasional BKB- Posyandu-PADU 103

120 j. Program Penyiapan Tenaga Pendamping Kelompok Bina Keluarga 13. Sosial a. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya b. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial c. Program Pembinaan Panti Asuhan / Panti Jompo, d. Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (Eks Narapidana, PSK, Narkoba dan Penyakit Sosial Lainnya) e. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial 14. Ketenagakerjaan a. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja b. Program Peningkatan Kesempatan Kerja c. Program Perlindungan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan 15. Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah a. Program Penciptaan Iklim Usaha Kecil Menengah yang Kondusif b. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha Kecil Menengah 104

121 c. Program Pengembangan Sistem Pendukung Bagi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah d. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi 16. Penanaman Modal a. Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi b. Program peningkatan iklim investasi dan realisasi Investasi c. Program Penyiapan Potensi Sumberdaya, Sarana Dan Prasarana Daerah 17. Kebudayaan a. Program Pengembangan Nilai Budaya b. Program Pengelolaan Kekayaan Budaya c. Program Pengelolaan Keragaman Budaya d. Program Pengembangan Kerjasama Pengelolaan Kekayaan Budaya. 18. Kepemudaan Dan Olah Raga a. Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Pemuda b. Program Peningkatan Peran Serta Kepemudaan c. Program Peningkatan Upaya Penumbuhaan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda d. Program Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba e. Program Peningkatan Pembinaan dan Pemasyarakatan Olah raga f. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga 105

122 g. Program Pengembangan Kebijakan Manajemen Olah Raga. 19. Kesatuan Bangsa Dan Politik Dalam Negeri a. Program pendidikan politik masyarakat b. Program pengembangan wawasan kebangsaan c. Program Pemeliharaan Kamtramtibmas Dan Pencegahan Tindak Kriminal d. Program Kemitraan Pengembangan Wawasan Kebangsaan e. Program Pemberdayaan Masyarakat Untuk Menjaga Ketertiban Dan Keamanan f. Program peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan g. Program peningkatan pemberantasan penyakit masyarakat (pekat) h. Program pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam i. Program Peningkatan Kesiagaan Dan Pencegahan Bahaya Kebakaran 20. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian Dan Persandian a. Program peningkatan kapasitas lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 106

123 b. Program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah/wakil kepala daerah c. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah d. Program Pembinaan Dan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Kabupaten/Kota e. Program Pembinaan Dan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa f. Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan KDH g. Program Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pemeriksa dan Aparatur Pengawasan h. Program optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi i. Program Peningkatan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah j. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan k. Program Pendidikan Kedinasan l. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur m. Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur daerah n. Program Kelembagaan Perangkat Daerah o. Program Ketatalaksanaan Perangkat Daerah p. Program Pendayagunaan Aparatur Daerah q. Program Koordinasi Bidang Administrasi Pembangunan r. Program Pelayanan d an Perijinan Terpadu s. Program Koordinasi Terpadu Bidang Perekonomian 107

124 t. Program Koordinasi Bidang Tata Pemerintahan u. Program Koordinasi Bidang Pemerintahan Desa v. Program Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat w. Program Koordinasi Bidang Kehumasan x. Program Penyelenggaraan Keprotokolan Daerah y. Program Sandi Dan Telekomunikasi z. Program Koordinasi Dan Pelayanan Pada Kecamatan aa. Program Koordinasi Dan Pelayanan Pada Kelurahan 21. Ketahanan Pangan a. Program Peningkatan Ketahanan Pangan 22. Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa a. Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan b. Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa c. Program peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa d. Program peningkatan peran perempuan di perdesaan e. Program Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan 23. Statistik a. Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah 24. Kearsipan a. Program Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan b. Program penyelamatan dan pelestarian dokumen/arsip daerah 108

125 c. Program pemeliharaan rutin/berkala sarana dan prasarana kearsipan d. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi 25. Komunikasi Dan Informatika a. Program Pengembangan komunikasi, informasi dan media massa b. Program pengkajian dan penelitian bidang komunikasi dan informasi c. Fasilitasi peningkatan SDM bidang komunikasi dan Informasi d. Kerjasama informasi dan media massa e. program penguatan kelembagaan dalam pengelolaan komunikasi dan informasi daerah f. Program peningkatan kapasitas SDM aparatur pada SKPD yang menangani urusan bidang komunikasi dan informasi di daerah g. Program peningkatan tata laksana komunikasi dan informatika daerah 26. Perpustakaan a. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan b. Program Penyelamatan dan Pelestarian Koleksi Pustaka 109

126 B. Pelayanan Urusan Pilihan 1. Pertanian a. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani b. Program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan c. Program peningkatan penerapan teknologi pertanian/perkebunan d. Program Pemberdayaan Penyuluh Lapangan e. Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan f. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak g. Peningkatan Produksi Hasil Peternakan h. Peningkatan Penerapan Teknologi Peternakan i. Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Peternakan j. Program pengembangan jaringan irigasi k. Program Pengembangan pertanian organik l. Program peningkatan kapasitas kelembagaan petani m. Program penyediaan sarana produksi pertanian n. Program pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit pertanian/perkebunan 2. Kehutanan a. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan b. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan c. Program Pelayanan Publik Urusan Kehutanan 110

127 d. Program pengembangan Sistem Informasi Geografi Kehutanan e. Program Pemanfaatan Kawasan Hutan Industri f. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan g. Program Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan h. Program Perencanaan Dan Pengembangan Hutan i. Program Pelayanan Publik Urusan Kehutanan j. Program Pengendalian Kebakaran Hutan 3. Energi dan sumber daya mineral a. Program pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan b. Program pengawasan dan penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi merusak lingkungan c. Program peningkatan pelayanan usaha pertambangan d. Program peningkatan regulasi energi sumber daya dan mineral e. Program pembinaan dan pengembangan bidang ketenagalistrikan f. Program pengelolaan dan pengembangan potensi dan teknologi geologi 4. Pariwisata a. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata b. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata c. Program Pengembangan Kemitraan 5. Perikanan 111

128 a. Program pengembangan budidaya perikanan b. Program pengembangan perikanan tangkap c. Program Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan d. Program Optimalisasi Pengelolaan Dan Pemasaran Produksi Perikanan 6. Perdagangan a. Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan b. Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor c. Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri d. Program Pembinaan Pedagang Kakilima Dan Asongan 7. Perindustrian a. Program Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi b. Program Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah c. Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri d. Program Penataan Struktur Industri e. Program Pengembangan Sentra-Sentra Industri Potensial 8. Transmigrasi a. Progam Pengembangan Wilayah Transmigrasi b. Program Transmigrasi Regional 112

129 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan a. Nilai IPM Kabupaten Blora di Tahun 2015 mencapai 66,22 lebih tinggi dibandingtahun sebelumnya yang hanya mencapai 65,84. b. Peringkat nilai IPM pada tahun 2015mengalami perubahanperingkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari 28 menjadi 29. Selain itu, shortfall-nya menurun dibanding tahun sebelumnya. c. Kabupaten Blora dengan angka harapan lama sekolah sebesar 11,75, yang lebih baik dari Kabupaten Pati. Sedangkan untuk rata-rata lama sekolah, Kabupaten Blora menempati yang terendah dibandingkan kabupaten sekitar. d. Paritas Daya Beli Kabupaten Blora yang sebesar 8,7 juta, masih merupakan yang terendah dibandingkan kabupaten sekitar. e. Angka Harapan Hidup penduduk Kabupaten Blora yang sudah mencapai 73,84 tahun, ternyata juga masih menempati yang terendah di banding Kabupaten sekitarnya. 113

130 5.2 Rekomendasi a. Peningkatan program pembangunan yang berhubungan dengan pembangunan sumber daya manusia sebaiknya memperhatikan faktor penyebab masih rendahnya nilai IPM yang dicapai seperti upaya peningkatan angka rata-rata lama sekolah, peningkatan mutu kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat setempat. b. Karena permasalahan masing-masing wilayah berbeda, maka dalam rangka peningkatan nilai IPM diperlukan program kegiatan atau proyek peningkatan kualitas hidup manusia yang bersesuaian dengan akar masalah yang mempengaruhinya. c. Angka harapan hidup yang sudah baik, namun masih menduduki tempat terendah dibandingkan kabupaten sekitarnya, hendaknya membuat program kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan mutu hidup atau mutu kesehatan masyarakatnya seperti peningkatan pelayanan sarana dan prasarana kesehatan dan penyuluhan pola hidup bersih dan sehat. d. Rata-rata lama sekolah yang masih rendah, hendaknya dilakukan dengan lebih gencar jenis kegiatan pengentasan wajib belajar tanpa memandang usia. Selain itu penyuluhan kesadaran kepada masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan. Dan tidak kalah pentingnya program penggalakan gerakan orang tua asuh atau program bantuan melanjutkan sekolah sampai tingkat SLTP bahkan jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi lagi. 114

131 e. Untuk paritas pendapatan yang masih rendah sangat terkait dengan kesempatan kerja masyarakat, sumber daya yang dimiliki, akses ekonomi yang memadai dan faktor-faktor lain yang menunjang peningkatan roda perekonomian masyarakat. f. Program prioritas dan pemilihan program yang tepat dapat dilakukan agar bisa mendongkrak nilai IPM melebihi upaya yang dilakukan oleh kabupaten lain. 115

132 116

133

134

135 Lampiran 1 Nama Ibukota Kecamatan Banyaknya Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan Dusun di Kabupaten Blora. Tahun 2015 Kecamatan Ibukota Kecamatan Rukun Warga Rukun Tetangga Dusun (1) (2) (3) (4) (5) 1. Jati Doplang Randublatung Randublatung Kradenan Mendenrejo Kedungtuban Ngraho Cepu Cepu Sambong Pojokwatu Jiken Jiken Bogorejo Bogorejo Jepon Jepon Blora Blora Banjarejo Banjarejo Tunjungan Tunjungan Japah Japah Ngawen Ngawen Kunduran Sambiroto Todanan Todanan Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Blora 117

136 Lampiran 2 Banyaknya Sarana Kesehatan di Kabupaten Blora Tahun 2015 Kecamatan Rumah Sakit Puskes mas PUSTU Balai Pengobatan Rumah Bersali n (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 118

137 Lampiran 3 Banyaknya Dokter, Perawat, Bidan dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Blora Tahun 2015 Dokter Perawat Kecamatan Umu Bidan Spesialis m Gigi Umum Gigi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 119

138 Lampiran 4 Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita di Kabupaten Blora, Tahun 2015 Kecamatan Angka Kematian Ibu Bayi Balita (1) (2) (3) (4) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber: Blora Dalam Angka 120

139 Lampiran 5 Banyaknya Sekolah Menurut Kecamatandan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Blora Tahun 2015 Kecamatan TK/RA SD/ MI SLTP/ MTs SMU/SMK/ MA AK/P T (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 121

140 Lampiran 6 Banyaknya Murid Menurut Kecamatan dan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Blora Tahun 2015 Kecamatan TK/RA SD/ MI SLTP/ MTs SMU/SMK/ MA (1) (2) (3) (4) (5) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 122

141 Lampiran 7 Banyaknya Guru Menurut Kecamatan dan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Blora Tahun 2015 Kecamatan TK/RA SD/ MI SLTP/ MTs SMU/SMK/ MA (1) (2) (3) (4) (5) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 123

142 Lampiran 8 Banyaknya Kelompok Belajar Menurut Kecamatan di Kabupaten Blora, Tahun 2015 Kecamatan Kelompok Belajar ( Study Group) Paket A Paket B Usaha (1) (2) (3) (4) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 124

143 Lampiran 9 Banyaknya Warga Belajar Menurut Kecamatan di Kabupaten Blora, Tahun 2015 Kecamatan Warga Belajar Tutor Paket A Paket B Usaha A B (1) (2) (3) (4) (5) 01. Jati Randublatung Kradenan Kedungtuban Cepu Sambong Jiken Bogorejo Jepon Blora Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kunduran Todanan Jumlah Sumber : Blora Dalam Angka 125

144 Lampiran 10 Komponen Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2015 Provinsi/ Kabupaten/Kota E 0 (tahun) EYS (tahun) MYS (tahun) PPP (000 Rp) (1) (2) (3) (4) (5) JAWA TENGAH 73,96 12,38 7, Cilacap 73,00 12,28 6, Banyumas 73,12 12,57 7, Purbalingga 72,81 11,78 6, Banjarnegara 73,59 11,39 6, Kebumen 72,77 12,49 7, Purworejo 74,03 13,04 7, Wonosobo 71,02 11,43 6, Magelang 73,27 12,14 7, Boyolali 75,63 12,13 7, Klaten 76,55 12,84 8, Sukoharjo 77,46 13,42 8, Wonogiri 75,86 12,42 6, Karanganyar 77,11 13,27 8, Sragen 75,41 12,21 6, Grobogan 74,27 12,25 6, Blora 73,85 11,91 6, Rembang 74,22 12,02 6,

145 Lampiran 10 (Lanjutan) Komponen Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2015 Provinsi/ Kabupaten/Kota E 0 (tahun) EYS (tahun) MYS (tahun) PPP (000 Rp) (1) (2) (3) (4) (5) Pati 75,63 11,79 6, Kudus 76,41 13,14 7, Jepara 75,65 12,27 7, Demak 75,21 12,43 7, Semarang 75,52 12,82 7, Temanggung 75,35 11,89 6, Kendal 74,15 12,41 6, Batang 74,42 11,09 6, Pekalongan 73,35 12,00 6, Pemalang 72,77 11,86 6, Tegal 70,9 12,00 6, Brebes 68,2 11,34 5, Kota Magelang 76,58 13,10 10, Kota Surakarta 77,00 14,14 10, Kota Salatiga 76,83 14,97 9, Kota Semarang 77,2 14,33 10, Kota Pekalongan 74,11 12,59 8, Kota Tegal 74,12 12,46 8,

146 Lampiran 11 Capaian Indeks Pembangunan Manusia dan Peringkatnya Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Tahun Provinsi/ Kabupaten/Kota Capaian IPM Peringkat IPM Pertumbuhan (1) (2) (3) (4) (5) (6) JAWA TENGAH Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang

147 Lampiran 11 (Lanjutan) Capaian Indeks Pembangunan Manusia dan Peringkatnya Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Tahun Provinsi/ Kabupaten/Kota Capaian IPM Peringkat IPM Pertumbuhan (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

148 130

149

150

VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN BLORA TAHUN A. Visi Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih Menuju Masyarakat Blora yang Sejahtera

VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN BLORA TAHUN A. Visi Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih Menuju Masyarakat Blora yang Sejahtera VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN BLORA TAHUN 2010 2015 A. Visi Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih Menuju Masyarakat Blora yang Sejahtera B. Misi 1. Melanjutkan reformasi birokrasi untuk menciptakan pemerintahan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

Sekapur. Penutup. Publikasi ini merupakan momentum awal kami sebelum publikasi lain diterbitkan dari hasil pengolahan data final hasil SP2010.

Sekapur. Penutup. Publikasi ini merupakan momentum awal kami sebelum publikasi lain diterbitkan dari hasil pengolahan data final hasil SP2010. Penutup Sekapur Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang melalui proses perencanaan yang matang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI

PERKEMBANGAN INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI No. 13/12/33/16/Th.VIII, 15 Desember 2016 PERKEMBANGAN INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN BLORA TAHUN 2016 SEBESAR 94,13 Pada tahun 2016, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU H.Nevi Hendri, S.Si Soreang, 1 Oktober 2015 Pendahuluan Metodologi IPM Hasil Penghitungan IPM Metode Baru Penutup Pendahuluan SEJARAH PENGHITUNGAN IPM 1990:

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu:

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu: BAB II METODOLOGI 2. 1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Analisis Skalogram Guttman Kabupaten Blora Page 1

Analisis Skalogram Guttman Kabupaten Blora Page 1 Latar Belakang Analisis skalogram adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Adapun yang menjadi subyek di dalam analisis

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

jayapurakota.bps.go.id

jayapurakota.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA DAN ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA TAHUN 2015/2016 ISSN: Nomor Katalog : 2303003.9471 Nomor Publikasi : 9471.1616 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : : 16,5

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015

BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015 BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015 1. Letak Geografis : antara 1110 16 s/d 1110 338 Bujur Timur dan 60 528 s/d 70 248 Lintang Selatan 1. Letak Geografis : antara 1110 16 s/d 1110 338 Bujur Timur dan 60

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016 KATA PENGANTAR Semangat otonomi daerah yang digulirkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan telah direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses yang menyebabkan pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015 INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI Kata Pengantar merupakan publikasi yang menyajikan data terkait indikator ekonomi, sosial, infrastruktur dan pelayanan publik, lingkungan, dan teknologi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) RINGKASAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0) Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi bupati dan wakil bupati pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator kinerja

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1413.7371 Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar 2014 Katalog BPS : 1413.7371 Naskah/Editor : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Gambaran Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU UMUR PANJANG DAN HIDUP SEHAT PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK BADAN PUSAT STATISTIK DAFTAR ISI Pembangunan Manusia Perubahan Metodologi IPM Implementasi IPM Metode

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... v Daftar Gambar... ix Daftar Isi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga dikatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga dikatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan proses yang menyebabkan pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang, sehingga dikatakan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN WALIKOTA MADIUN

KATA SAMBUTAN WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN KATA SAMBUTAN Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan Syukur senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenan dan ridho-nya bahwa buku "ANALISIS

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN 138 BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lain... I-4 1.4 Sistematika Penulisan... I-5

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG 1. Metodologi No. 03/6474/Th. VI, 07 Desember 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA BONTANG Tahun 2015 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 berdasarkan metode baru Tahun 2010

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA K o t a B a t a m Tahun 2015 No. Publikasi : 2171.15.07 No. Katalog BPS : 4102.002.2171 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : viii + 50 Naskah : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci