Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Indeks Pembangunan Manusia (IPM)"

Transkripsi

1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) RINGKASAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun Apabila IPM Kabupaten Banyuwangi ini dibandingkan dengan IPM Provinsi Jawa Timur, angkanya selalu berada di bawah angka Jawa Timur dengan urutan ke 26. Ini merupakan urutan yang relatif tertinggal karena menempati di tiga perempat bagian terbawah. Artinya jalan untuk menuju sasaran ideal yang berupa pembangunan manusia seutuhnya yang ditandai dengan kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk bisa segera terwujud masih membutuhkan waktu yang relatif lama. Kinerja di bidang pendidikan. Berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf diperoleh bahwa Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Bangorejo dan Benculuk merupakan wilayah yang paling tertinggal pendidikannya. Sedang wilayah yang paling berhasil di bidang pendidikan berada di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dan Genteng. Kinerja di bidang kesehatan. Berdasarkan Angka Harapan Hidup (AHH) di masing-masing wilayah eks kawedanan, diperoleh bahwa keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tercapai di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Banyuwangi dan Genteng serta sebaliknya ketertinggalan pembangunan di bidang kesehatan terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk. Kinerja di bidang daya beli. Secara umum daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi dari tahun 2008 hingga 2009 menjadi lebih baik meskipun masih berada di bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. Apabila setiap tahunnya selalu menunjukkan pola yang menurun, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi akan semakin tertinggal bila dibandingkan dengan kemampuan daya beli rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 i

2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya publikasi penyusuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bisa diselesaikan. Publikasi ini dibutuhkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai bahan evaluasi dan penyusunan perencanaan pembangunan khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini, disusun dengan menggunakan pendekatan model adaptasi dari The United Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI). Berbagai indikator dalam publikasi ini disajikan dari tingkat kabupaten hingga wilayah eks kawedanan agar informasinya bisa dijelaskan lebih luas. Selain itu beberapa indikator input yang diduga sangat signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan indikator pendidikan, kesehatan dan daya beli tetap disajikan guna mendukung arah dan tujuan dari publikasi ini. Demikian semoga bermanfaat. Banyuwangi, 2010 KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUWANGI KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BANYUWANGI Ir. MUHAMAD WAHYUDI Pembina TK. I NIP Ir. H. SUHARTOYO, SH, M.Si Pembina TK. I NIP LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ii

3 DAFTAR ISI RINGKASAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengertian Dasar Penyusunan Maksud, Tujuan Dan Manfaat Ruang Lingkup Hasil yang Diharapkan... 7 BAB II METODOLOGI Prinsip Dasar Penyusunan Metodologi Penyusunan... 9 BAB III POTENSI SUMBERDAYA Geografis Kependudukan Pendidikan Kesehatan Pendapatan per Kapita BAB IV SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA Indikator Pendidikan Indikator Kesehatan Indikator Daya Beli BAB V STATUS DAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA Derajat Pendidikan Derajat Kesehatan Derajat Daya Beli Indeks Pembangunan Manusia BAB VI PENUTUP LAMPIRAN LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 iii

4 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Indikator Komponen IPM Tabel 4.1 APS dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Banyuwangi Tahun Tabel 4.2 Angka Buta Huruf di Kabupaten Banyuwangi Tahun Tabel 4.3 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Laki-laki 15 Tahun, Tabel 4.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Perempuan 15 Tahun, Tabel 4.5 Persentase Balita Berdasarkan Status Gizi Kab. Banyuwangi dan Prov. Jatim Tahun Tabel 4.6 TPAK dan TPT Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun Tabel 4.7 Jumlah Angkatan Kerja dan TKK Menurut Wilayah Eks Kawedanan Tahun Tabel 5.1 Komponen IPM Kabupaten Banyuwangi Tahun Tabel 5.2 Komponen IPM Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 iv

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Status Pembangunan Manusia Gambar 3.1 Gambar 4.1 Luas Kab. Banyuwangi Dirinci Menurut Penggunaannya Tahun Banyaknya Buta Huruf Dirinci Menurut Kelompok Umur Kab. Banyuwangi Tahun Gambar 4.2 AKB Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun Gambar 4.3 TPAK di Kabupaten Banyuwangi Tahun Gambar 4.4 Alasan Utama Mencari Pekerjaan Tahun Gambar 4.5 TPT di Kabupaten Banyuwangi Tahun Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah di Kab. Banyuwangi Tahun Indeks Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun Gambar 5.4 Angka Harapan Hidup Menurut Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Indeks Harapan Hidup Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Banyuwangi Tahun Klasifikasi Angka Harapan Hidup Kabupaten Banyuwangi Menurut UNDP Tahun Indeks Daya Beli Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 v

6 DAFTAR LAMPIRAN Tabel 1 Luas Wilayah, Persentase Luas Terhadap Luas Kabupaten, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Sex Ratio Kabupaten Banyuwangi Tahun Tabel 3 Banyaknya Rumah Tangga dan Rata-rata Penduduk per Rumah Tangga Kabupaten Banyuwangi Tahun Tabel 4 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru TK Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 5 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SD Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 6 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MI Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 7 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMP Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 8 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MTs Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 9 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMA Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 10 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MA Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 11 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMK Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan Tahun Tabel 12 Banyaknya Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis Menurut Jenisnya Tahun Tabel 13 Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan Tahun Tabel 14 Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan Tahun Tabel 15 Banyaknya Pasien RSU Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit yang Paling Banyak Penderitanya di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Tahun LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 vi

7 Tabel 16 Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Tahun Tabel 17 Banyaknya Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis Menurut Jenisnya Tahun Tabel 18 Banyaknya Pasien RSU Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit yang Paling Banyak Penderitanya di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng Tahun Tabel 19 Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng Tahun Tabel 20 PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) Tabel 21 PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah).. 71 Tabel 22 Peranan Sektoral PDRB Menurut Sektor Ekonomi Tahun Atas Dasar Harga Berlaku (%) Tabel 23 Peranan Sektoral PDRB Menurut Sektor Ekonomi Tahun Atas Dasar Harga Konstan (%) Tabel 24 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun (%) Tabel 25 Inflasi/Deflasi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun (%) Tabel 26 Ringkasan PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 vii

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang bisa menimbulkan penafsiran yang beragam. Hal ini bisa terjadi karena secara komprehensif keberhasilan pembangunan itu tidaklah cukup untuk bisa diukur dengan menggunakan berbagai indikator makro ekonomi dan sosial saja. Dengan demikian untuk menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah haruslah menggunakan indikator yang secara resmi sudah digunakan oleh badan dunia, yaitu The United Nations Development Programme (UNDP). Program pembangunan yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat merupakan program utama yang masuk ke dalam misi pembangunan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Disebutkan bahwa kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat harus bisa diwujudkan. Untuk mengevaluasi tingkat capaian misi dimaksud sudah barang tentu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membutuhkan sebuah ukuran dalam bentuk indikator dengan tingkat akurasi dan validitas yang bisa dipertanggung jawabkan. Secara umum Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengimplementasikan program pembangunan tentunya tidak terlepas dari berbagai kendala yang ada. Salah satunya keterbatasan dana yang bisa dialokasikan. Akibatnya, secara geografis sangat mungkin di beberapa daerah tertentu belum bisa merasakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, karena belum seluruhnya sarana prasarana pokok dan penunjang kebutuhan masyarakat yang bisa dibangun keberadaannya dapat tersebar dan bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat secara umum. Kendala demikian ini diduga LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

9 telah menciptakan berbagai ketimpangan antar daerah satu dengan yang lain. Untuk mencermati ketimpangan antar daerah ini pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli akan diukur secara spasial berdasarkan wilayah eks kawedanan. Hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan sampel sebagai obyek penelitian yang tidak bisa dilanggar, utamanya terhadap kaidahkaidah yang sudah dibangun di dalam metodologi. Menyikapi berbagai hal yang terkait dengan evaluasi tingkat capaian pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat. The United Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI), telah mampu memberikan rekomendasi dan sekaligus memberikan arahan terhadap beberapa negara dalam melaksanakan program pembangun-annya, perlu kiranya diteladani oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sebab model HDI tersebut merupakan salah satu metoda yang bisa digunakan untuk mengukur refleksivitas hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan terhadap warga masyarakat Kabupaten Banyuwangi khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Perlu diketahui, bahwasanya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan model adaptasi dari HDI yang dikembangkan oleh UNDP. IPM terbentuk dan terukur atas tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling esensial (longetivity, knowledge, decent living). Sedang keterkaitan antar bidang pembangunan manusia yang tidak digunakan dalam pembentukan indeks komposit IPM urgensinya sudah sangat pasti. Seperti dalam menghitung life expectancy at birth sebagai salah satu komponen IPM dari bidang kesehatan, sebenarnya sudah merefleksikan keseluruhan tingkat pembangunan dan bukan hanya bidang kesehatan saja. Dengan demikian sangatlah beralasan apabila IPM telah digunakan sebagai alat ukur kinerja pembangunan manusia khususnya untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

10 1.2 PENGERTIAN Untuk mendapatkan pemahaman yang sama, maka perlu disusun berbagai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Indeks Pembangunan Manusia. Pengertian dimaksud telah disesuaikan dengan rumusrumus matematis yang digunakan dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia, adalah sebagai berikut : a. Indeks secara matematis didefinisikan sebagai rasio penghitungan periode tahun tertentu terhadap periode tahun sebelumnya dikalikan seratus. Dan biasanya periode tahun sebelumnya dimaksud disepakati sebagai tahun dasar. Tahun dasar adalah tahun yang dijadikan tahun konstan bernilai seratus dan setiap tahun berjalan sesudahnya pada saat menghitung indeksnya mengacu ke tahun dasar tersebut. b. Pembangunan Manusia adalah pembangunan manusia seutuhnya, bernilai hakiki dan sangat kompleks arti harfiahnya. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan pembangunan manusia adalah upaya-upaya menciptakan manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. c. Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Indeks Pembangunan Manusia akan mempunyai makna apabila hasil penghitungan indeks kompositnya yang berupa besaran tertentu dipadukan kedalam tabel standard yang berisi ukuran status atau klasifikasi. Artinya berapa besar IPM Kabupaten Banyuwangi dan dalam tabel standard besaran IPM dimasud berada atau jatuh pada kolom status pembangunan manusia yang bagaimana atau klasifikasinya apa. d. Indeks pendidikan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Indeks pendidikan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks pendidikan merupakan LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

11 derajat pendidikan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang pendidikan. e. Indeks kesehatan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Indeks kesehatan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks kesehatan merupakan derajat kesehatan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan. f. Indeks daya beli didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial ekonomi. Indeks daya beli juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks daya beli merupakan derajat kesejahteraan sosial ekonomi yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang ekonomi. g. Shortfall Reduction dihitung dan didefinisikan sebagai tingkat kemajuan dari kinerja pembangunan manusia dari tahun ke tahun. Seperti halnya semua besaran indeks yang dihitung dalam kajian ini, Shortfall Reduction juga mempunyai intepretasi semakin tinggi angkanya semakin cepat pula kinerja pembangunan manusia menuju sasaran ideal. Yang dimaksud dengan sasaran ideal adalah terciptanya manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Manusia yang berpengetahuan diukur dengan menggunakan indikator pendidikan, hidup sehat dan berusia panjang diukur dengan indikator kesehatan dan pemenuhan hidup yang layak diukur dengan indikator daya beli. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

12 1.3 DASAR PENYUSUNAN Dasar penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah : 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005; 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik; 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Statistik; 5. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010; 6. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun Nota Kesepakatan Kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuwangi dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi Nomor 188/1162/ /2010 Tanggal 20 Mei 2010 tentang Kerjasama pengumpulan dan Analisis Statistik Daerah 1.4 MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT Maksud Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran status pembangunan manusia di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Apakah berstatus rendah, menengah bawah, menengah atas ataukah tinggi yang dihitung dan disajikan berdasarkan wilayah eks kawedanan. Selain status pembangunan manusia, derajat kesehatan, pendidikan dan daya beli juga menjadi topik bahasan yang lebih rinci sebagai bahan kajian di setiap wilayah eks kawedanan. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

13 1.4.2 Tujuan Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bertujuan untuk menyajikan status kinerja pembangunan manusia antar waktu, tepatnya dari tahun 2005 yang diduga sudah terjadi pemulihan ekonomi sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi sampai dengan tahun Selain itu akan dilihat pula keterbandingan antarwilayah eks kawedanan dalam Kabupaten Banyuwangi yang meliputi Eks Kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng, Rogojampi dan Banyuwangi. Khusus keterbandingan Kabupaten Banyuwangi akan dilihat berdasarkan perspektif kinerja dalam Propinsi Jawa Timur Manfaat Hasil penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi terhadap program pembangunan yang telah dilaksanakan, serta dapat memberikan acuan intervensi apa dan di bidang pembangunan mana yang perlu mendapat skala prioritas. Khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan pendapatan masyarakat atau yang lebih sering disebut dengan daya beli. 1.5 RUANG LINGKUP Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, meliputi seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Karena dari setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi akan mendapat alokasi rumah tangga terpilih sampel, hal ini terkait dengan persebaran sampel sebagaimana kaidah-kaidah yang dijelaskan dalam metodologi yang mendasari publikasi ini. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

14 1.5.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1. Tujuan dari Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009; 2. Potensi dan Permasalahan yang ada terkait Pembangunan Manusia di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009; 3. Strategi penanganan program yang akan dilaksanakan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi potensi sumberdaya manusia di wilayah Kabupaten Banyuwangi; 2. Inventarisasi pola kebijakan khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat; 3. Menyusun dan menetapkan Rencana Program dan Operasionalisasi pelaksanaan program-program pembangunan khususnya di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat. 1.6 HASIL YANG DIHARAPKAN Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah : 1. Tersusunnya publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 sebagai alat ukur status kinerja pembangunan manusia, khususnya untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi; 2. Ditetapkannya Strategi Pembangunan Manusia di Kabupaten Banyuwangi. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

15 BAB II METODOLOGI 2.1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia yang representatif pada level kabupaten sampai dengan wilayah eks kawedanan. Sehingga untuk mendapatkan ukuran kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat yang harus segera terwujud bisa terkaji dan terevaluasi secara terus menerus Acuan Rancangan Studi ini mengacu pada sebuah konsep yang dikembangkan oleh badan dunia The United Nations Development Programe (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI). Yang kemudian dibuat sebagai acuan rancangan dalam mengevaluasi program pembangunan manusia di Kabupaten Banyuwangi khususnya di bidang pembangunan pendidikan, kesehatan dan daya beli pada tahun Prinsip-Prinsip Dasar Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 yaitu : a. Akurat dalam memberikan rekomendasi dan intervensi apa yang perlu mendapatkan prioritas ketika program pembangunan itu diimplementasikan; LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

16 b. Validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan dan mempunyai kesinambungan dalam mengukur pembangunan manusia khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli Kerangka Landasan Analisis Kerangka landasan Analisis yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, berupa Analisis statistik sederhana atau lazimnya disebut dengan statistik deskriptif. 2.2 METODOLOGI PENYUSUNAN Metodologi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, disusun berdasarkan kaidah teknis sampling dengan mekanisme sebagai berikut : Penentuan Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan yang berupa sumber data utama untuk penyusunan publikasi ini menggunakan data primer hasil observasi lapangan secara sampel. Observasi dilakukan pada rumahtangga yang secara acak terpilih sebagai sampel. Karena keterbatasan anggaran, jumlah sampel yang diambil ditentukan hingga memenuhi Minimum Sample Size untuk menghasilkan estimasi data pada level eks kawedanan dan kabupaten. Dalam survei ini wilayah pencacahan yang digunakan sebagai unit sampling bukanlah desa/kelurahan ataupun RT/RW, melainkan Blok Sensus. Blok Sensus adalah bagian dari desa/kelurahan yang dibatasi oleh batas jelas (bisa batas alam seperti sungai maupun batas buatan misalnya jalan). Satu Blok Sensus biasanya terdiri dari rumahtangga, satu desa/kelurahan terbagi habis dalam beberapa Blok Sensus. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

17 Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam survei adalah Pengambilan Sampel Dua Tahap (Two Stage Random Sampling) : 1. Tahap pertama, dari kerangka sampel Blok Sensus diambil sejumlah Blok Sensus secara probability proporsional to size, dengan size banyaknya rumah tangga; 2. Tahap kedua, dari setiap blok sensus terpilih diambil 16 (enam belas) rumahtangga secara stratified random sampling (pengambilan sampel berstrata) dengan strata golongan pengeluaran rumah tangga Metode Pendekatan dan Tahapan Penyusunan Untuk memperoleh data yang akurat dengan tingkat validitasi yang tinggi dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini, pendekatan yang digunakan adalah metode wawancara langsung dengan responden. Setelah seluruh dokumen dari responden terpilih sample diolah dan dianalisis, selanjutnya dilakukan penghitungan secara matematis terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 yang dapat diilustrasikan sebagai berikut : Tahap pertama dari penghitungan IPM ialah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (e 0, pendidikan dan standar hidup layak) dengan formula sebagai berikut : di mana : I (i) I ( i) X X ( i) X X Min ( i) ( i).... (1) Maks Min : Indeks X (i) ; (i=1,2,3) ( i) X (i) Maks : Nilai maksimum X (i) (lihat Tabel 3.1) ; X (i) Min : Nilai minimum X (i) (lihat Tabel 3.1) ; Formula di atas akan menghasilkan nilai 0 X i 1 ; untuk mempermudah cara membaca skala ini dinyatakan dalam 100. Untuk menstandarkan nilai maksimum dan nilai minimum di suatu daerah harus disepakati berapa besar nilai maksimum dan minimumnya sehingga bisa dipakai untuk membandingkan dengan daerah lain. Daerah lain yang dimaksud di sini adalah wilayah eks kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng, Rogojampi dan Banyuwangi. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

18 Tabel 2.1 Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Indikator Komponen IPM Nilai Nilai Indikator C a t a t a n Maks. Min. (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup Sesuai dengan Standar UNDP Angka Melek Huruf Sesuai dengan Standar UNDP Rata-rata Lama 15 0 UNDP menggunakan Combined Sekolah Gross Enrolment Ratio UNDP menggunakan PDB riil Daya Beli per kapita yang telah disesuaikan Keterangan : perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru Tahap kedua, ialah dengan menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indek X (i). Formula untuk menghitung rata-rata ini adalah sebagai berikut: IPM 1 ( X 1 X 2 3 X ).... (2) 3 dimana : X (1) : Indeks harapan hidup; X (2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf)+1/3 (indeks rata-rata lama sekolah); X (3) : Indeks hidup layak. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

19 Gambar 2.1 Hasil penghitungan IPM akan Status Pembangunan Manusia memberikan gambaran seberapa jauh IPM suatu wilayah telah mencapai sasaran Tinggi yang ditentukan. Seperti angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi 80 Menengah atas 66 Menengah bawah 50 semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali sudah memenuhi kriteria dari program Wajib Belajar Sembilan Tahun serta tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah Rendah mencapai standar hidup layak. Semakin 0. dekat besaran IPM suatu wilayah terhadap angka 100 akan semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran pembangunan manusia seutuhnya. UNDP membagi tingkat status pembangunan manusia suatu wilayah ke dalam tiga golongan yaitu rendah (apabila IPM kurang dari 50), sedang atau menengah (IPM antara 50 dan 80) dan tinggi (IPM di atas 80). Untuk keperluan perbandingan antar daerah Tingkat II golongan menengah dipecah lagi menjadi dua yaitu menengah atas (antara 66 dan 80) dan menegah bawah (antara 50 dan kurang dari 66). Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek. Pertama, untuk perbandingan antarwilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah relatif terhadap wilayah berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode disebut shortfall reduction per tahun. Penghitungannya dengan formula sebagai berikut : IPM IPM 1 t t1 IPM t 0 x100 ref t 0 IPM (3) LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

20 dimana : IPM t0 = IPM tahun dasar IPM t1 = IPM tahun terakhir IPM ref = IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100 Semakin besar shortfall reduction per tahun semakin besar kemajuan yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Dengan menggunakan shortfall reduction per tahun ini maka dapat dilihat seberapa besar kemajuan pencapaian pembangunan manusia tiap tahun di semua wilayah, sehingga akan diketahui wilayah-wilayah mana yang maju lebih cepat dibanding dengan wilayah lainnya. Ilustrasi Penghitungan IPM Misal suatu kabupaten A pada tahun 1996 memiliki data-data sebagai berikut : 1. IPM pada tahun 1990 adalah = 61,9 2. Angka harapan hidup = 67,8 tahun 3. Angka melek huruf = 90,1 persen 4. Rata-rata lama sekolah = 7 tahun 5. Konsumsi riil per kapita disesuaikan = Rp ,- Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung indeks masing-masing komponen sebagai berikut : 1. Indeks angka harapan hidup = (67,8-25)/(85-25)x100 = 71,3 2. Indeks angka melek huruf = (90,1-0)/(100-0) x 100 = 90,1 3. Indeks rata-rata lama sekolah = (7-0)/(15-0) x 100 = 46,7 4. Indeks pendidikan = 1/3 (46,7) + 2/3(90,1) = 75,6 5. Indeks konsumsi rill perkapita yang disesuaikan = (576,3-300)/(733,7-300) x 100 = 63,7 LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

21 IPM daerah A dapat dihitung dengan rumus 1 : 1/3 (71,3 + 75,6 + 63,7) = 70,2 Sedangkan shortfall reduction per tahun antara dihitung dengan cara membandingkan IPM antara kedua tahun sesuai dengan rumus 3 : (1 / 6) ((70,2-61,9)/(100-61,9) x 100) = 1,67 Kriteria Shortfall Reduction ( R ): 1. Sangat lambat : R 1,30 2. Lambat : 1,30 R 1,50 3. Menengah : 1,50 R 1,70 4. Cepat : R 1,70 LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

22 BAB III POTENSI SUMBERDAYA 3.1 GEOGRAFIS Dengan luas sekitar 5.782,50 km² sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi masih merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini diperkirakan telah mencapai ,34 ha atau sekitar 31,72 persen, daerah persawahan sekitar ha atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas sekitar ,63 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah permukiman penduduk dengan luas sekitar ,22 ha atau 22,04 persen. Sedang sisanya telah dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai manfaat yang ada, seperti jalan, Gambar 3.1 ladang dan lain-lainnya. Luas Kabupaten Banyuwangi Dirinci Menurut Penggunaannya Tahun 2009 Selain penggunaan luas daerah yang demikian itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km, serta jumlah pulau ada 10 buah. Seluruh wilayah tersebut telah memberikan manfaat besar bagi Hutan (31,72 %) Sawah (11,44 %) kemajuan ekonomi Lain-lain (17,48 %) Ladang (2,80 %) penduduk Kabupaten Perkebunan (14,21 %) Permukiman (22.04 %) Banyuwangi. Tambak (0,31 %) Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang berupa daerah pegunungan, merupakan daerah penghasil berbagai produksi perkebunan. Daratan yang datar dengan berbagai potensi yang berupa produksi LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

23 tanaman pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah Utara ke Selatan yang merupakan daerah penghasil berbagai biota laut. Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi terletak diantara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Secara administratif sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, sebelah Timur Selat Bali, sebelah Selatan Samudera Hindia serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso. Umumnya daerah bagian Selatan, Barat dan Utara merupakan daerah pegunungan, sehingga pada daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah dengan rata-rata mencapai 40 serta dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding dengan daerah yang lain. Daerah datar terbentang luas dari bagian Selatan hingga Utara yang tidak berbukit. Daerah ini banyak dialiri sungai-sungai yang bermanfaat guna mengairi hamparan sawah yang luas. Daratan yang datar tersebut sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 15 diikuti rata-rata curah hujan yang cukup memadai, sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah. Dari gambaran kondisi alam yang demikian itu menjadikan Kabupaten Banyuwangi pernah mendapat peringkat sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang merupakan daerah lumbung padi. Selain itu menurut data statistik juga memberikan adanya indikasi sebagai kabupaten potensi pertanian yang relatif besar setelah Kabupaten Malang dan Jember di kawasan Propinsi Jawa Timur. Dengan demikian berdasarkan keadaan geografisnya, Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan, berpotensi besar bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta mempunyai peluang besar bagi upaya-upaya yang terkait dengan peningkatan potensi kelautan. Karena dari sepanjang garis pantai yang ada, yang merupakan daerah potensi perikanan laut dan biota lain itu masih belum dikelola secara optimal. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gajahmada Jogjakarta pada tahun 2002 menyebutkan bahwa, dari seluruh potensi laut yang ada itu masih kurang dari 10 persen yang baru bisa dikelola oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

24 3.2 KEPENDUDUKAN Sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah yang diikuti dengan penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Jumlah penduduk telah digunakan sebagai salah satu penimbang terhadap besar kecilnya perolehan DAU bagi setiap pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Karena penduduk merupakan bagian dari pembangunan, maka posisi penduduk bisa sebagai subyek sekaligus bisa menjadi obyek dari pembangunan itu sendiri. Sampai dengan akhir tahun 2009 penduduk Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar jiwa. Yang terdiri dari laki-laki sejumlah jiwa dan perempuan ada sebanyak jiwa. Dari sejumlah penduduk ini kepala keluarganya mencapai kepala keluarga. 3.3 PENDIDIKAN Pada tahun 2009 jumlah fisik sekolah, murid dan guru untuk Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) jumlahnya masih mempunyai kecenderungan yang meningkat baik berstatus negeri maupun swasta. Bahkan keberadaan TK ini penyebarannya sudah bisa ditemui di setiap desa/kelurahan dengan jumlah sedikitnya ada satu lembaga sekolah. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang mempunyai kecenderungan jumlah lembaganya menurun dengan jumlah murid yang menurun pula. Penurunan jumlah lembaga SDN belakangan ini sebagai akibat dari kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan menyatukan dua SDN menjadi satu SDN, kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan jumlah murid pada SDN yang ada di bawah standar kecukupan sehingga perlu adanya efisiensi. Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat jumlah sekolah negeri perkembangannya terus bertambah, yang diikuti dengan naiknya jumlah SMP sederajat yang dikelola oleh pihak swasta. Pada sisi lain program pendidikan dasar atau yang lebih sering disebut-sebut dengan istilah Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, secara kelembagaan di Kabupaten Banyuwangi sudah dapat dikategorikan cukup memadai, karena dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi seluruhnya sudah mempunyai SMP bahkan jumlahnya minimal ada satu SMP yang berstatus negeri. Pada jenjang LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

25 pendidikan setingkat lebih tinggi yang disebut dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Lembaga SMA sederajat sampai dengan tahun 2009, keberadaannya di setiap kecamatan sudah relatif merata karena dari setiap kecamatan yang ada umumnya sudah mempunyai lembaga SMA sederajat minimal ada satu SMA baik negeri maupun swasta. Apabila setiap jenjang sekolah dari SD sederjat hingga SMA sederajat dihitung berdasarkan perbandingan antar jumlah lembaganya diperoleh bahwa, 5:1 untuk SD sederajat terhadap SMP sederajat, serta 2:1 untuk SMP sederajat terhadap SMA sederajat. Sedang perbandingan untuk jumlah muridnya diperoleh sekitar sekitar 3:1 untuk SD sederajat terhadap SMP sederajat, serta ada sekitar 2:1 untuk SMP sederajat terhadap SMA sederajat. Arti dari angka perbandingan tersebut bisa dimaknai bahwa dari setiap jumlah lulusan 5 SDN sederajat yang bisa meneruskan dan tertampung di SMP sederajat jumlahnya baru sekitar sepertiganya. Dan dari setiap jumlah lulusan 2 SMP sederajat yang bisa meneruskan dan tertampung di SMA sederajat jumlahnya baru sekitar separuhnya. 3.4 KESEHATAN Perkembangan program pembangunan di bidang kesehatan pada tahun 2009 bisa dilihat berdasarkan jumlah fisik dari masing-masing lembaga yang ada. Seperti lembaga Rumah Sakit (RS) Umum/Khusus yang sebanyak 12 RS, Puskesmas sebanyak 45 lembaga serta Poliklinik/BP ada sebanyak 43 unit. Beberapa kecamatan yang terletak di kawasan Selatan Kabupaten Banyuwangi sampai dengan tahun 2009 masih belum tersedia fasilitas kesehatan yang berupa Rumah Sakit, atau masih dicukupi dengan adanya Puskesmas Rawat Inap. Seharusnya di kawasan Selatan Kabupaten Banyuwangi ini dibangun RS, karena bagaimana pun juga RS mempunyai fasilitas yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan Puskesmas Dengan Dokter. Selain fasilitas kesehatan yang harus dibangun secara fisik, tenaga kesehatan atau para medis juga perlu mendapat tempat untuk bisa diupayakan keberadaannya, karena kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi setiap manusia mempunyai sifat yang paling mendasar. Bila diperhatikan jumlah Dokter (142 orang), Perawat dan Bidan (1.230 orang) pada tahun 2009, persebaran LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

26 Dokter masih belum sebanding dengan persebaran penduduk. Sedang untuk Perawat dan Bidan mungkin dengan jumlah sebanyak orang di tahun 2009 diperkirakan belum bisa mencukupi apabila dirasiokan dengan jumlah penduduk yang mencapai jiwa. 3.5 PENDAPATAN PER KAPITA Ukuran kesejahteraan rakyat yang sering digunakan oleh para pengambil kebijakan salah satunya bisa berupa pendapatan per kapita. Walaupun kurang representatif pendapatan per kapita harus tetap disajikan untuk memperoleh gambaran sejauh mana pendapatan masyarakat secara rata-rata. Selain itu besaran pendapatan per kapita bisa digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan daerah satu dengan yang lain. Intepretasinya bila diperoleh angka pendapatan per kapitanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang lain, maka daerah yang lebih tinggi angka pendapatan per kapitanya tersebut lebih tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pada tahun 2009 angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar Rp, ,71 yang mengandung maksud bahwa dari seluruh penduduk Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mempunyai pendapatan rata-rata dalam setahunnya sebesar Rp, ,71. Angka pendapatan per kapita ini naik sekitar 12,61 persen bila dibandingkan dengan angka pendapatan per kapita tahun Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa angka pendapatan per kaipta bisa diintepretasikan sebagai tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan demikian apabila angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 naik sebesar 12,61 persen, maka sama artinya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banyuwangi naik sebesar 12,61 persen. Secara spasial bagi setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi mempunyai angka pendapatan per kapita yang relatif sama. Kecuali Kecamatan Licin dan Kalipuro, karena di kedua kecamatan ini khususnya Kecamatan Licin yang merupakan satu-satunya kecamatan penghasil barang tambang di Kabupaten Banyuwangi dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit, akan menghasilkan angka pendapatan per kapita yang reletif lebih besar. Sedang untuk Kecamatan Kalipuro yang merupakan daerah potensial bagi Sub Sektor LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

27 Pengangkutan Rel, Laut dan Penyeberangan di Kabupaten Banyuwangi, akan menghasilkan angka pendapatan per kapita yang reletif lebih besar pula. Pada tahun 2007 angka pendapatan per kapita terendah dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi berada di Kecamatan Siliragung yang jumlahnya baru mencapai Rp ,00,- dan Kedua Kecamatan Tegalsari sebesar Rp ,00,-. Kedua kecamatan ini merupakan dua kecamatan baru dari hasil pemekaran beberapa tahun yang lalu. Di dua kecamatan ini pula diperoleh hasil penghitungan PDRB yang terendah dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi. Jadi bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa Kecamatan Siliragung dan Tegalsari ini harus mendapat perhatian yang lebih bila dibanding dengan kecamatan lain terkait dengan pelaksanaan program pembangunan daerah, utamanya dalam rangka memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

28 BAB IV SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA 4.1 INDIKATOR PENDIDIKAN Ada tiga variabel di dalam indikator pendidikan yang kerap kali digunakan oleh para pemerhati ketika mengkaji keberhasilan program pembangunan di bidang pendidikan. ketiga variabel itu terdiri dari Angka Partisipasi Sekolah (APS), kemampuan baca tulis atau angka melek huruf dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Dengan diplihnya ketiga variabel ini bukan berarti variabel pendidikan yang lain menjadi kurang maknanya, akan tetapi dengan alasan bahwa ketiga variabel ini sudah cukup representatif untuk mengukur berhasil atau tidaknya program pembangunan di bidang pendidikan. APS dalam prakteknya dibedakan menurut tiga kelompok umur. Pertama kelompok umur usia Sekolah Dasar (SD) sederajat yaitu umur 7 12 tahun. Kedua pada kelompok umur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat yaitu tahun dan ketiga pada kelompok umur Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yaitu tahun. Arti dari angka APS menggambarkan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan penyelenggarakan pendidikan. Indikasi dari angka APS ini apabila semakin tinggi angkanya maka semakin berhasil program pendidikan yang diselenggarakan. Besarnya angka APS maksimal 100 persen yang mempunyai arti bahwa seluruh anak pada kelompok umur tertentu semuanya sedang bersekolah. Angka APS pada umumnya mempunyai ciri semakin tinggi kelompok umur yang diukur, akan semakin rendah angka APS pada kelompok umur tersebut. Keadaan yang demikian ini menandakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat masih rendah, karena kemampuan untuk membiayai sekolah pada jenjang yang lebih tinggi semakin tidak mampu. Atau sebagai akibat dari semakin tingginya biaya pendidikan yang terjadi dari jenjang ke jenjang yang lebih tinggi, yang pada akhirnya putus sekolah menjadi pilihan. Hal ini terbukti dari angka putus sekolah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1. LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

29 Tabel 4.1 APS dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 No. Jenjang Sekolah Sederajat Usia Sekolah SD/MI Tdk/blm pernah sekolah 0,67 % Tidak sekolah lagi 0,34 % 2. SLTP Tdk/blm pernah sekolah 2,00 % Tidak sekolah lagi 11,14 % 3. SLTA Tdk/blm pernah sekolah 0,01 % Tidak sekolah lagi 40,24 % Angka Putus Sekolah Kab. Banyuwangi 0,34 % 11,14 % 40,24 % APS Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo 99,09 % 80,50 % 45,64 % APS Wilayah Eks Kawedanan Benculuk 99,11 % 85,46 % 52,77 % APS Wilayah Eks Kawedanan Genteng 99,25 % 88,43 % 61,28 % APS Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi 98,51 % 87,04 % 54,21 % APS Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi 98,96 % 87,29 % 58,75 % APS Kabupaten Banyuwangi 98,99 % 86,86 % 59,75 % APS Propinsi Jawa Timur 98,93 % 87,91 % 59,23 % Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Pada tahun 2009 angka APS untuk kelompok umur 7 12 tahun sebesar 98,99 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 7 12 tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 1 hingga 2 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur tahun dengan angka APS sebesar 86,86 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 3 hingga 4 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 11 hingga 12 anak tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur tahun dengan angka APS sebesar 59,75 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 1 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 40 hingga 41 anak tidak sekolah lagi (Drop Out). LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

30 Angka APS Kabupaten Banyuwangi ini apabila dibandingkan dengan angka APS Propinsi Jawa Timur masih relatif tertinggal, karena angka APS pada kelompok umur tahun masih berada di bawah angka APS Propinsi Jawa Timur. Jadi tingkat capaian situasi pembangunan manusia melalui program pembangunan bidang pendidikan masih belum berhasil. Keterkaitannya dengan keberhasilan program pendidikan dasar sembilan tahun di Kabupaten Banyuwangi, berdasarkan angka APS dan putus sekolah sebagaimana Tabel 5.1 tersebut juga belumlah cukup untuk dikatagorikan berhasil. Karena mereka yang putus sekolah ditambah dengan yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya masih ada. Berikutnya adalah angka melek huruf. Angka melek huruf ini diukur dengan menggunakan pendekatan penduduk berumur 10 tahun. Pada tahun 2009 angka melek huruf di Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 88,21 persen, atau bila diukur dengan angka buta hurufnya sebesar 11,79 persen. Artinya dari setiap 100 penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur 10 tahun, akan ditemukan antara 11 hingga 12 orang di antaranya belum bisa baca tulis atau buta huruf. Dari angka buta huruf yang sebesar 11,79 persen ini ada sekitar orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Angka Buta Huruf di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 (%) Wil. Eks. Laki-laki Perempuan Jumlah Kawedanan N % N % N % Bangorejo , , ,67 Benculuk , , ,33 Genteng , , ,27 Rogojampi , , ,35 Banyuwangi , , ,17 Angka Kabupaten , , ,79 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

31 Berdasarkan jumlah Gambar 4.1 penduduk yang buta huruf Banyaknya Buta Huruf Dirinci Menurut Kelopok Umur Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 tersebut, Apabila dihitung perbandingannya antara 4,96 penduduk laki-laki dengan 5 4,5 perempuan yang buta huruf 4 2,63 3,5 diperoleh 1 orang laki-laki 2,3 3 dibanding 3 hingga 4 orang 2,5 2 0,69 perempuan yang buta huruf. 1,5 0,07 1 0,04 0,23 Selain itu angka buta huruf 0,5 0 tersebut bila dirinci menurut kelompok umur, diperoleh informasi bahwa semakin tua umur penduduk Kabupaten Banyuwangi semakin banyak yang buta huruf. Angka buta huruf terendah ada pada kelompok umur tahun dan tertinggi pada kelompok umur 60 tahun. Kondisi yang demikian ini tampak searah dengan tingkat capaian program pembangunan bidang pendidikan yang secara bertahap terus diupayakan peningkatannya oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Secara rinci disajikan pada Gambar 5.1. Variabel ketiga adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Variabel ini mengukur sampai seberapa tinggi pendidikan yang ditamatkan penduduk Kabupaten Banyuwangi. Umur penduduk yang diukur pendidikannya menggunakan pendekatan penduduk berumur 15 tahun. Diplihnya kelompok umur ini karena ada keterkaitannya dengan kelompok umur pendidikan dasar sembilan tahun. Pada tahun 2009 bagi penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur 15 tahun terbanyak menamatkan pendidikannya pada jenjang SD sederajat yang jumlahnya mencapai 32,11 persen atau sekitar orang. Kedua terbanyak pada mereka yang menamatkan pendidikannya di jenjang SMP sederajat dengan jumlah 20,62 persen atau sekitar orang. Urutan ketiga pada mereka yang belum tamat SD sederajat sebesar 16,90 persen atau sekitar orang. Secara rinci disajikan pada Tabel 4.3 dan , LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

32 Tabel 4.3 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Laki-laki 15 Tahun, 2009 Wilayah Eks Kawedanan Tdk Pernah Sekolah Blm Tamat SD SD SMP SMA D-I/II/III D-IV/S-1 S-2/3 Bangorejo Benculuk Genteng Rogojampi Banyuwangi Angka Kabupaten Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur 15 tahun pada tahun 2009 jumlahnya ada sekitar orang. Bila ditinjau dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta dibedakan antara laki-laki (Tabel 5.3) dan perempuan (Tabel 5.4), mempunyai kecenderungan semakin rendah jenjang pendidikan yang ditamatkan semakin banyak jumlah penduduk perempuan. Sebaliknya semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan semakin banyak jumlah penduduk laki-laki. Tabel 4.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Perempuan 15 Tahun, 2009 Wilayah Eks Kawedanan Tdk Pernah Sekolah Blm Tamat SD SD SMP SMA D-I/II/III D-IV/S-1 S-2/3 Bangorejo Benculuk Genteng Rogojampi Banyuwangi Angka Kabupaten Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Berikut adalah gambaran umum berdasarkan situasi pembangunan manusia di bidang pendidikan, diambil dari tiga variabel pendidikan yang dikaji dan dibedakan menurut wilayah Eks kawedanan diperoleh informasi sebagai berikut : LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

33 1. Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo Situasi pembangunan manusia di wilayah Eks kawedanan Bangorejo ini masih belum cukup untuk dikatagorikan berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka Kabupaten Banyuwangi. 2. Wilayah Eks Kawedanan Benculuk Sebagaimana situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo, Wilayah Eks Kawedanan Benculuk ini juga masih belum cukup untuk dikatagorikan berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka Kabupaten Banyuwangi. 3. Wilayah Eks Kawedanan Genteng Situasi pembangunan manusia di Wilayah Eks Kawedanan Genteng ini tampak lebih berhasil bila dibandingkan dengan Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang sudah berada di atas angka Kabupaten Banyuwangi. 4. Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi Sebagaimana situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk, Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi ini juga tampak kurang berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka Kabupaten Banyuwangi. 5. Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi Situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi ini tampak berhasil seperti yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Genteng, yaitu dengan ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang sudah berada di atas angka Kabupaten Banyuwangi. LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

34 4.2 INDIKATOR KESEHATAN Mendasarnya kebutuhan kesehatan bagi setiap orang sama halnya dengan mendasarnya kebutuhan pendidikan. Terkait dengan hal tersebut pemerintah kerap mencanangkan program-program yang diarahkan untuk memajukan tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan ini. Seperti Indonesia Sehat Tahun 2010, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan seterusnya. Untuk mengukur tingkat capaian program pembangunan bidang kesehatan ada beberapa variabel yang biasa digunakan oleh para pemerhati. Di antaranya adalah Angka Kematian Bayi (AKB), balita gizi buruk dan pemberian imunisasi terhadap balita, Dari variabel Gambar 4.2 AKB Kab.Banyuwangi dan Jawa Timur Thn AKB. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 AKB 50 46,32 44,85 43,91 43,30 42,11 di Kabupaten Banyuwangi 45 jumlahnya tergolong tinggi 40 bila dibandingkan dengan 35 36,65 AKB Propinsi Jawa Timur ,32 35,09 32,20 32,09 25 Kisaran selisih-nya ratarata mencapai 10 bayi yang meninggal dari setiap 10 seribu kelahiran. 5 Contohnya pada tahun AKB Kabupaten Banyuwangi angkanya B.Wangi Jatim sekitar 42 hingga 43 bayi Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi yang meninggal dari setiap seribu kelahiran. Pada tahun yang sama AKB Propinsi Jawa Timur tercatat 32 hingga 33 bayi yang meninggal dari setiap seribu kelahiran. Variabel balita gizi buruk. Ada empat katagori dalam pengklasifikasian status gizi balita, yaitu buruk, kurang, baik dan lebih. Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 kondisi gizi buruk dan kurang jumlahnya tampak menurun, kondisi yang demikian ini searah dengan jumlah gizi buruk dan kurang rata-rata balita di Propinsi Jawa Timur. Demikian juga untuk status gizi baik dan lebih yang LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

35 kenaikan angkanya searah Tabel 4.5 dengan kenaikan angka Propinsi Persentase Balita Berdasarkan Status Gizi Kabupaten Banyuwangi dan Prov. Jatim 09 Jawa Timur. Artinya perbaikan gizi balita yang terjadi di Status Banyuwangi Prop. Jatim Kabupaten Banyuwangi tampak Gizi berhasil yang didukung dengan Buruk 2,14 2,38 2,71 2,63 rendahnya jumlah balita gizi Kurang 14,74 14,66 16,57 14,94 buruk dan kurang yang Baik 80,83 81,05 78,74 80,27 angkanya berada di bawah Lebih 2,29 1,91 1,98 2,16 angka Propinsi Jawa Timur. Untuk balita atau anak Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi usia 1 sampai dengan 4 tahun pada tahun 2009 kelengkapan imunisasinya masih perlu mendapat perhatian serius, karena dari sejumlah balita yang ada di Kabupaten Banyuwangi baru sebanyak 96,89 persen yang mendapatkan imunisasi. Khusus untuk balita berumur 0 11 bulan atau balita umur < 1 tahun dengan angka 88,69 persen yang sudah pernah mendapatkan pelayanan imunisasi. Hal ini menunjukkan masih belum berhasilnya program Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) di Kabupaten Banyuwangi. Dari ketiga variabel kesehatan ini dua di antaranya yaitu AKB dan balita gizi buruk masih belum layak apabila disajikan sampai dengan tingkat wilayah Eks kawedanan. Karena keterbatasan jumlah sampel yang digunakan serta kejadian di lapangan dari kedua variabel itu sangatlah jarang terjadi. Misalnya kematian bayi per seribu kelahiran, akan dibutuhkan setidaknya ada seribu kelahiran di wilayah Eks kawedanan dan hal ini kecil kemungkinannya untuk terjadi. 4.3 INDIKATOR DAYA BELI Pada dasarnya indikator daya beli ini bisa didekati dengan menggunakan indikator lain yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan daya beli penduduk dalam suatu daerah. Di antara indikator itu adalah indikator ketenagakerjaan, karena dengan tersedianya perluasan usaha dan kesempatan kerja sudah barang tentu akan diikuti dengan meningkatnya pendapatan penduduk bagi daerah tersebut. LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

36 4.3.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dihitung Angka TPAK berdasarkan Gambar: 4.3 TPAK di Kabupaten Banyuwangi Tahun jumlah angkatan kerja dibagi dengan usia kerja 72 dalam persen. Indikator ini 70 menunjukkan jumlah 68 penduduk yang membutuhkan pekerjaan, yang dimaksud dengan Bangorejo Benculuk Genteng membutuhkan pekerjaan di Rogojampi Banyuwangi sini bisa saja penduduk Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi tersebut sudah memiliki pekerja-an maupun sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut. Pada tahun 2009 penduduk Kabupaten Banyuwangi yang membutuhkan pekerjaan ada sekitar 70,37 persen yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 44,79 persen dan perempuan 25,58 persen. Sedang selebihnya yang sebanyak 29,63 persen merupakan akumulasi dari jumlah penduduk yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga dan mereka yang melakukan kegiatan lain seperti hanya melakukan olehraga dan sejenisnya. Adapun indikasi dari angka TPAK ini masih belum bisa dipastikan apakah semakin tinggi angka TPAK akan memberikan informasi semakin baik pula kegiatan yang diukur dengan indikator ini. Karena masih harus dilihat seberapa banyak mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut apabila ikut naik, maka angka TPAK yang tinggi tidak akan mempunyai makna yang signifikan. Kecuali apabila angka TPAK tinggi dan 71,37 69,04 70,91 67,71 71,73 LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

37 angka penganggurannya rendah itulah yang diharapkan oleh para pengambil kebijakan. Berdasarkan wilayah Eks kawedanan. Di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dengan angka TPAK sebesar 71,37 persen yang terdiri dari 47,16 persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 24,21 persen angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo ada sekitar 71,37 persen dari penduduk yang berumur tahun sedang membutuhkan pekerjaan. Di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk dengan angka TPAK sebesar 69,04 persen yang terdiri dari 44,59 persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 24,45 persen angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk ada sekitar 69,04 persen dari penduduk yang berumur tahun sedang membutuhkan pekerjaan. Di Wilayah Eks Kawedanan Genteng dengan angka TPAK sebesar 70,91 persen yang terdiri dari 43,68 persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 27,23 persen angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Genteng ada sekitar 70,91 persen dari penduduk yang berumur tahun sedang membutuhkan pekerjaan. Di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi dengan angka TPAK sebesar 67,71 persen yang terdiri dari 43,44 persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 24,27 persen angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi ada sekitar 67,71 persen dari penduduk yang berumur tahun sedang membutuhkan pekerjaan dan di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dengan angka TPAK sebesar 71,73 persen yang terdiri dari 42,77 persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 28,96 persen angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi ada sekitar 71,73 persen dari penduduk yang berumur tahun sedang membutuhkan pekerjaan. LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

38 4.3.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Secara Gambar: 4.4 matematis angka TPT Alasan Utama Mencari Pekerjaan Tahun 2009 ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja dalam persen. Indikator ini Tmt Sekolah (38,54) Tangg. Jaw ab (45,26 %) mengukur tingkat Menambah Pengh. (5,66 %) Lainnya (10,54 %) pengangguran terbuka Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi di kalangan angkatan kerja. Indikasi dari indikator ini apabila semakin rendah angkanya maka semakin baik pula angka pengangguran di daerah tersebut. Adakalanya angka TPT ini dibeda-kan menurut jam kerja dan pendidikan dari para pencari kerja. Berdasarkan jam kerja didefinisikan apabila jam kerjanya selama seminggu kurang dari 35 jam terhadap jam kerja normal dikatagorikan sebagai pengangguran terselubung, dan ber-dasarkan pendidikan menghasilkan tingkat pengangguran terdidik. Dalam hal ini pendidikan dibedakan menurut jenjangnya seperti Sekolah Dasar (SD) sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dan seterusnya. Pada tahun 2009 angka TPT di Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 4,05 persen. Artinya dari orang penduduk yang berumur tahun yang berstatus angkatan kerja, sebanyak orang di antaranya menyandang katagori penganggur. Dari sejumlah penganggur ini ada sekitar orang berjenis kelamin laki-laki dan orang perempuan. Alasan mereka sebagai pengangguran yang mencari pekerjaan sebagai akibat dari tanggungjawab mencari nafkah ada sebanyak orang (45,26 %), karena tamat sekolah atau tidak sekolah lagi ada sekitar orang (38,54 %), mereka yang beralasan menambah penghasilan ada sebanyak orang (5,66 %) dan yang beralasan lainnya selain ketiga alasan tersebut jumlahnya mencapai orang (10,54 %). LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

39 Keterkaitan antara angka TPAK dengan TPT (Kedua indikator) ini sebetulnya saling terkait satu dengan yang lain. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa apabila diperoleh angka TPAK tinggi yang diikuti dengan angka TPT yang rendah, maka kemajuan atau tingkat capaian dalam menanggulangi pengangguran bagi daerah tersebut bisa dikatagorikan berhasil. Pada tahun 2009 angka TPAK dan TPT di Kabupaten Banyuwangi dapat dikatagorikan sebagai tingkat capaian yang berhasil dalam menanggulangi pengangguran, keadaan yang demikian ini didukung oleh pergeseran angka TPAK dan TPT tahun 2008 yang bergerak lebih baik ke arah tahun 2009 sebagaimana disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 TPAK dan TPT Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun (%) No. Wilayah Eks Kawedanan TPAK TPT TPAK TPT 1. Bangorejo 68,26 6,53 71,37 2,12 2. Benculuk 69,81 5,75 69,04 1,39 3. Genteng 70,54 7,33 70,91 4,60 4. Rogojampi 75,77 4,23 67,71 6,51 5. Banyuwangi ,04 71,73 4,60 Kabupaten Banyuwangi 71,58 5,62 70,27 4,05 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Keberhasilan dalam menanggulangi pengangguran ini apabila dikaji sampai dengan wilayah Eks kawedanan akan memberikan indikasi yang berbeda antar satu kawedanan dengan yang lain. Angka TPT tertinggi terdapat di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi yang mencapai 6,51 persen, serta terendah ada di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk dengan angka TPT sebesar 1,39 persen. Akibatnya dari keragaman angka TPAK dan TPT yang terjadi antar wilayah Eks kawedanan tersebut, akan mempengaruhi kemampuan antar wilayah Eks kawedanan dalam usahanya menanggulangi pengangguran. Contohnya dari lima wilayah Eks kawedanan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, ada empat wilayah Eks kawedanan yang terdiri dari Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng dan Banyuwangi yang mempunyai pola kemiripan dalam kemajuannya menanggulangi pengangguran di wilayahnya masing-masing. Namun seperti LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

40 Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi tampak sebaliknya, yaitu telah mengalami kemunduran dalam menangani pengangguran yang terjadi di wilayahnya. Tampak yang demikian ini didukung oleh angka TPAK dan TPT tahun 2008 yang bergerak menurun ke arah tahun Sejak tahun 2005 Gambar 4.5 hingga 2009 angka TPT di TPT di Kab. Banyuwangi Tahun Kabupaten Banyuwangi 9 secara grafis seperti yang 7,66 8 ada di Gambar mempunyai pola atau 6 6,71 kecenderungan me-nurun, 5 5,8 5,62 4 Menurunnya angka TPT 4,05 3 yang demikian ini 2 tentunya bagi setiap 1 daerah merupakan 0 harapan dan sekaligus acuan sebagai gambaran Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi atau kondisi ketenagakerjaan bagi daerah yang bersangkutan. Bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi gambaran yang obyektif dan faktual tentang Ketenagakerjaan menjadi bahan evaluasi dan sekaligus menjadi bahan perencanaan pembangunan di masa mendatang yang lebih komprehensif. Sedangkan bagi para akademisi, peminat dan pemerhati masalah sosial angka TPT ini diharapkan bisa digunakan sebagai refrensi ketika mengkaji kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Banyuwangi. Bahkan secara luas angka TPT ini merupakan salah satu dari indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap dikaji dan dipergunakan oleh para pengambil keputusan dalam kaitannya dengan keberhasilan pembangunan. Karena ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia yang mencakup dimensi ekonomi maupun sosial. Dimensi ekonomi menjelaskan kebutuhan manusia akan pekerjaan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dimensi sosial dari pekerjaan adalah berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap individu untuk berkarya dalam suatu bidang pekerjaan. Oleh karena itu upaya LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

41 pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Pengangguran menurut kelompok umur. Umumnya para pencari kerja di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 didominasi oleh mereka-mereka yang berumur tahun. Jumlahnya ada sekitar orang atau sebesar 40,31 persen dari total penganggur. Alasan utama dalam upayanya mencari pekerjaan dari kelompok umur ini dilatarbelakangi karena sudah merasa tamat sekolah atau sudah tidak sekolah lagi yang jumlahnya mencapai orang. Urutan kedua pada kelompok umur tahun yang berjumlah orang. Alasan utama dari kelompok umur ini dalam usahanya mencari pekerjaan sama dengan kelompok umur tahun yaitu merasa tamat sekolah atau sudah tidak sekolah lagi yang jumlahnya mencapai orang. Para pencari kerja di Kabupaten Banyuwangi itu apabila dibedakan menurut jenis kelamin dan kelompok umurnya, tampak penduduk laki-laki lebih berupaya untuk memperoleh pekerjaan dibandingkan dengan perempuan. Karena penduduk laki-laki sejak memasuki usia produkstif umur 15 tahun hingga umurnya mencapai tidak produktif lagi yaitu umur 60 tahun mereka terus membutuhkan pekerjaan. Berbeda dengan penduduk perempuan yang ketika memasuki usia produktif umur 15 tahun hingga berumur 39 tahun saja yang membutuhkan pekerjaan, selebihnya mereka yang berumur tahun lebih menyukai mengurus rumah tangganya dari pada harus mencari pekerjaan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Formula matematis yang digunakan untuk menghitung indikator ini diperoleh dengan cara jumlah penduduk yang bekerja dibagi dengan jumlah angkatan kerja. Kegunaan indikator ini untuk mengukur seberapa besar tingkat penyerapan terhadap angkatan kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan kerja di sini jangan diartikan ada lowongan kerja, namun hanya sebuah istilah yang terkait dengan penduduk yang bekerja saja. Indikasinya apabila angka TKK ini semakin tinggi maka penyerapan terhadap angkatan kerja semakin baik. Atau pemenuhan dan perluasan kesempatan kerja bagi daerah yang bersangkutan dapat dikatagorikan berhasil. LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

42 Pada tahun 2009 angka TKK di Kabupaten Banyuwangi tercatat 95,95 persen. Artinya dari setiap 100 orang angkatan kerja yang ada ditemukan 96 orang di antaranya sedang bekerja. Apabila angka TKK ini diamati berdasarkan wilayah Eks kawedanan di Kabupaten Banyuwangi, diperoleh angka TKK tertinggi berada di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk sebesar 97,76 persen dan terendah ada di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi sebesar 93,92 persen. Serta secara luas angka-angka TKK ini bisa diartikan bahwa di antara lima wilayah Eks kawedanan yang ada di Kabupaten Banyuwangi yang paling berhasil dalam memenuhi dan memperluas kesempatan kerjanya berada di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk, lebih rinci ada pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Jumlah Angkatan Kerja dan TKK Menurut Wilayah Eks Kawedanan Tahun 2009 (Orang) Kegiatan Bangorejo Benculuk Genteng Rogojampi Banyuwangi 1. Bekerja Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha dan Putus Asa. Jumlah TKK (%) 97,48 97,76 95,72 93,92 95,50 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

43 BAB V STATUS DAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA 5.1 DERAJAT PENDIDIKAN Derajat pendidikan ini diukur dengan menggunakan pendekatan indikator pendidikan yang terdiri dari rata-rata lama sekolah (mean year of schooling) dan angka melek huruf (literacy rate). Kegunaan indikator ini yang berupa rata-rata lama sekolah adalah menggambarkan seberapa tinggi tingkat pendidikan rata-rata dalam tahun di suatu daerah dan angka melek huruf menggambarkan seberapa banyak penduduk suatu daerah sudah bisa membaca dan menulis dalam persen. Indikasinya apabila diperoleh rata-rata lama sekolah semakin tinggi dan angka melek hurufnya juga semakin tinggi, maka pembangunan di bidang pendidikan bagi daerah tersebut bisa dikatagorikan berhasil. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan indikator ini sebagaimana UNDP menghitung HDI. Sehingga ukuran keberhasilannya pun mengikuti standar UNDP ketika menentukan tingkat capaian program pembangunan di bidang pendidikan. Yang dimaksud dengan tingkat capaian di sini adalah seberapa dekat keberhasilan program pembangunan bagi daerah tersebut menuju ke arah sasaran. Misalnya standar UNDP dalam menentukan angka rata-rata lama sekolah selama 15 tahun sebagai sasaran, kalau dijabarkan ke dalam jenjang pendidikan di Indonesia waktu selama 15 tahun tersebut merupakan waktu yang ditempuh pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sederajat selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat selama 3 tahun, Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat selama 3 tahun dan setingkat yang lebih tinggi dari SMA sederajat selama 3 tahun seperti D-III. Pada tahun 2009 angka rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun di Kabupaten Banyuwangi tercatat selama 6,73 tahun atau rata-rata lamanya penduduk Kabupaten Banyuwangi dalam menjalani pendidikan selama 6 tahun 9 bulan yang setara dengan kelas I (satu) SMP sederajat. Dibanding dengan rata-rata lama sekolah tahun 2008 tampak ada penurunan, akibat dari LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

44 penurunan angka ini bukan berarti program pembangunan di bidang pendidikan mengalami kemunduran, namun sebagai akibat dari kelambatan dalam mengupayakan tingkat capaian dari program pembangunan di bidang pendidikan itu sendiri. Gambar 5.1 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2006, 2007, 2008 dan , ,21 6, ,89 6, ,33 6, ,86 15 UNDP 100 Rata-rata Lama Sekolah (th) Angka Melek Huruf (%) Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Untuk kemampuan baca dan tulis standar UNDP adalah angka 100 persen sebagai angka sasaran yang mempunyai arti bahwa seluruh penduduk di Kabupaten Banyuwangi tidak ada yang buta huruf, namun kondisi di lapangan telah ditemukan adanya sejumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi yang tidak bisa baca dan tulis huruf latin maupun huruf lainnya yang biasa digunakan sebagai media komunikasi. Umur penduduk yang diamati adalah mereka yang berumur 10 tahun dengan angka buta hurufnya sebesar 11,79 persen. Dengan memperhatikan tingkat capaian dari dua pendekatan yang lazim digunakan oleh UNDP ini, maka langkah untuk menuju sasaran ideal sesuai ukuran UNDP khususnya dalam mencerdaskan kehidupan penduduk Kabupaten Banyuwangi agar mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas masih membutuhkan waktu yang relatif lama. Perlu dipahami bahwa pembangunan manusia melalui bidang pendidikan telah menjadi agenda di dalam visi dan misi pembangunan dihampir setiap daerah kabupaten/kota di negeri ini. Untuk itu agar tidak tertinggal dengan daerah lain seyogyanya kebijakan yang telah diambil LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

45 oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang berupa pendidikan gratis itu dapatnya diimplementasikan lebih komprehensif dan optimal. Dengan memperhatikan rendahnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk Kabupaten Banyuwangi tersebut, akan membawa dampak yang serius terhadap kehidupan sosial ekonominya. Seperti terhadap kualitas pekerja dan pengangguran. Untuk kualitas pekerja dengan rata-rata pendidikan yang relatif rendah sudah barang tentu akan mempengaruhi terhadap nilai jual pekerja Gambar 5.2 Indeks Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun itu sendiri, sedang untuk 74,57 75 kualitas penganggur 73,97 73,73 dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah akan ,81 72,24 menyusahkan mereka 72 72,91 72,48 dalam memperoleh 70,92 72,17 kesempatan kerja yang 71 71,41 pada umumnya 70 diperebutkan dengan 69 70,25 70,2 kompetiter lain, kalau sudah demikian 68 keadaannya maka ketertinggalan B.Wangi Jatim pembangunan manusia bidang pendidikan di Kabupaten Banyuwangi akan menjadi lebih serius sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5.2. Selama enam tahun terakhir tepatnya dari tahun 2004 hingga 2009, indeks pendidikan yang terukur di Kabupaten Banyuwangi angka-nya masih selalu berada di bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. Ini artinya ketertinggalan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Banyuwangi masih belum bisa teratasi dengan baik. Kurang berhasilnya pembangunan manusia di bidang pendidikan ini apabila dikaji berdasar-kan wilayah Eks Kawedanan diperoleh informasi bahwa di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi merupakan wilayah yang paling tertinggal dengan rata-rata lama sekolah selama 5,77 tahun serta dengan angka melek huruf sebesar 85,93 persen. Sedang LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

46 wilayah yang paling berhasil berada di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dengan rata-rata lama sekolah selama 6,99 tahun serta dengan angka melek huruf sebesar 88,26 persen. Dengan demikian apabila akan dilakukan peningkatan capaian pembangunan di bidang pendidikan, maka yang perlu penanganan secara khusus dapatnya diberlakukan di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi. Secara rinci bisa diperhatikan pada Gambar 5.3. Gambar 5.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Menurut Wil. Eks Kawedanan Di Kabupaten Banyuwangi Tahun ,32 Kaw. Bangorejo 88,75 6,38 Kaw. Benculuk 87,47 6,51 Kaw. Genteng 89,63 5,77 Kaw. Rogojampi 85,93 6,99 Kaw. Banyuwangi 88,26 6,73 Kabupaten Banyuwangi 88,21 Rata-rata Lama Sekolah (th) Angka Melek Huruf (%) Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi 5.2 DERAJAT KESEHATAN Seperti halnya derajat pendidikan, UNDP juga memberikan ukuran dalam mengkaji tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan, ukuran dimaksud dihitung dengan menggunakan pendekatan Angka Harapan Hidup/AHH (life expectacy at birth). Dalam hal ini AHH didefinisikan sebagai ratarata lama hidup manusia dalam tahun yang dihitung mulai dari lahir hingga akhir hayatnya. Alasan dipilihnya AHH sebagai salah satu ukuran keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan oleh UNDP, karena AHH dapat mengidentifikasi hidup yang sehat akan mem-punyai peluang hidup berumur panjang. Pada tahun 2009 AHH bagi penduduk Kabupaten Banyuwangi terukur LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

47 66,44 tahun. Artinya rata-rata lama hidup bagi penduduk Kabupaten Banyuwangi selama 66 tahun 5 bulan. Bila dikaji berdasarkan wilayah eks kawedanan dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi, AHH terendah terdapat di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk yaitu selama 65,46 tahun atau 65 tahun 5 bulan dan AHH tertinggi berada di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi Gambar 5.4 Angka Harapan Hidup Menurut Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Th ,80 66,60 66,40 66,20 66,00 65,80 65,60 65,40 65,20 65,00 64,80 66,60 Kaw. Banyuw angi Kaw. Genteng Kaw. Bangorejo 66,61 66,59 65,46 65,97 66,44 Kaw. Rogojampi Kaw. Benculuk Kab. Banyuw angi selama 66,61 tahun atau 66 tahun 6 bulan. Jadi keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tercapai di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Banyuwangi dan Genteng serta sebaliknya ketertinggalan pembangunan di bidang kesehatan terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk. Secara rinci AHH ini disajikan pada Gambar 5.4. Untuk dapat mengidentifikasi sampai seberapa jauh keberhasilan Gambar 5.5 Indeks Harapan Hidup Preovinsi Jawa Timur dan Kabupaten Banyuwangi Th pembangunan di bidang kesehatan secara umum untuk Kabupaten Banyuwangi, perlu dilakukan ,45 72,67 73,17 73,5 73,58 keterbandingan dengan tingkat capaian rata-rata yang diperoleh Provinsi Jawa Timur dari setiap kabupaten/kota. Pada ,67 68,33 69,09 69,64 69,72 Gambar 5.5 diperoleh Banyuw angi Jaw a Timur makna bahwa tingkat LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

48 capaian Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Banyuwangi masing-masing dengan angka yang cenderung naik untuk setiap tahunnya. Hanya saja ketika angka Indeks Harapan Hidup Provinsi Jawa Timur naik, angka Kabupaten Banyuwangi masih berada di bawahnya dengan selisih angka rata-rata sekitar 10 tahun. Jadi tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan untuk Kabupaten Banyuwangi masih belum cukup untuk bisa dikatagorikan berhasil, karena selain Kabupaten Banyuwangi mempunyai AHH selama 66,44 tahun yang masih jauh terhadap batasan yang diberikan oleh UNDP selama 85 tahun, perkembangan dari tahun ketahun juga semakin tertinggal bila dibandingkan dengan tingkat capaian yang diperoleh Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian untuk bisa mencapai keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan ada dua hal yang harus diperhatikan, pertama harus bisa mewujudkan AHH sedekat mungkin terhadap batasan yang diberikan oleh UNDP dan kedua tingkat capaian AHH dari tahun ke tahun harus konsisten naik. Batasan yang diberikan oleh UNDP untuk AHH sebagaimana Gambar 5.6. Gambar 5.6 Klasifikasi Angka Harapan Hidup Kabupaten Banyuwangi Menurut UNDP Tahun 2009 UNDP Min Max Kabupaten Banyuwangi 66,93 Jawa Timur ,74 85 Tahun Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

49 5.3 DERAJAT DAYA BELI Ukuran UNDP yang lazimnya menggunakan paritas daya beli (purchasing power parity/ppp) dalam mengkaji keberhasilan kemampuan daya beli penduduk sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), BPS menggunakan pendekatan konsumsi riil per kapita per bulan yang disesuaikan karena kondisi teknis di lapangan, adapun hasil penghitungannya sudah dapat pengakuan secara resmi oleh UNDP. Pada tahun 2009 angka PPP untuk penduduk Kabupaten Banyuwangi sekitar Rp ,- yang berada di antara Rp ,- yang merupakan angka penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru hingga Rp ,- perkiraan maksimum pada akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Tahap II tahun Berdasarkan angka Indeks Daya Beli pada Gambar 5.7 sejak tahun 2005 hingga 2009 kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi tampak lebih baik searah dengan rata-rata Provinsi Jawa Timur, tetapi setelah Gambar 5.7 Indeks Daya Beli Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun memasuki tahun 2006 hingga 2007 keadaannya 66 64,77 berubah menjadi lebih 65 63,92 lambat terhadap angka 64 62,58 rata-rata Provinsi Jawa ,46 Timur. Memasuki tahun 60, hingga 2009 Indeks 61,27 62,09 Daya Beli penduduk 60 Kabupaten Banyuwangi 59 59,71 59,94 60,16 menjadi lebih baik 58 meskipun masih berada di 57 bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. B.Wangi Jatim Bahkan apabila secara grafis ini selalu menunjukkan pola yang menurun, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan kemampuan daya beli penduduk Kabupaten LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

50 Banyuwangi akan semakin tertinggal bila dibandingkan dengan kemampuan daya beli rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur. 5.4 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dihitung secara komposit berdasarkan tiga indeks yang terdiri dari indeks pendidikan, kesehatan dan daya beli. Hasil penghitungannya seperti tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Komponen IPM Kabupaten Banyuwangi Tahun Komponen IPM Nilai Indeks Shortfall Reduction 1. e o 2. LIT 3. MYS 65,94 87,33 6,54 66,53 87,89 6,82 66,93 88,21 6,73 69,09 72,17 69,64 72,48 69,72 72, PPP 600,64 620,71 643,40 60,16 61,27 62,09 IPM Banyuwangi 67,24 67,80 68,24 1,22 1,29 1,64 Prop. Jatim 69,79 70,38 70,98 2,00 1,66 Keterangan: 1. e o : Life Expectancy at Birth/Angka Harapan Hidup (tahun) 2. LIT : Adult Literacy Rate/Angka Melek Huruf (%) 3. MYS : Mean Years of Schooling/Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 4. PPP : Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli (ribu rupiah) Dari tahun 2007 hingga 2009 IPM Kabupaten Banyuwangi nilainya tampak naik meskipun masih berada di bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. Kenaikan ini sebagai akibat dari naiknya ketiga indeks komponen IPM yang terdiri dari Indeks Harapan Hidup, Indeks Pendidikan dan Indeks Daya Beli. Namun apabila IPM Kabupaten Banyuwangi ini dibandingkan dengan IPM LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

51 Provinsi Jawa Timur, akan menghasilkan ketertinggalan pembangunan manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli. Artinya jalan untuk menuju sasaran ideal yang berupa pembangunan manusia seutuhnya yang ditandai dengan kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk bisa segera terwujud masih membutuhkan waktu yang relatif lama. Ketertinggalan pembangunan manusia di Kabupaten Banyuwangi ini yang biasanya disebut dengan kinerja pembangunan manusia, apabila dikaji secara spasial berdasarkan wilayah eks kawedanan yang ada, maka Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi merupakan wilayah eks kawedanan yang mempunyai kinerja pembangunan manusia terendah dengan IPM sebesar 68,11, sedang yang tertinggi kinerja pembangunan manusianya berada di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dengan IPM sebesar 70,85. Secara rinci bisa diperhatikan pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Komponen IPM Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 No. Eks Wilayah Kawedanan IPM Indeks Pendidikan Indeks Kesehatan Indeks PPP Ranking IPM 1. Banyuwangi 70,85 74,37 69,33 68, Rogojampi 68,11 70,11 69,35 64, Genteng 70,35 74,22 69,32 67, Benculuk 69,59 72,49 67,43 68, Bangorejo 68,34 73,21 68,28 63,54 4 Kab. Banyuwangi 68,24 72,91 69,72 62,09 25 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

52 Apabila seluruh nilai IPM dari setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diurutkan dari nilai IPM tertinggi hingga terendah, maka IPM Kabupaten Banyuwangi yang sebesar 68,24 itu menduduki urutan ke 26 dari 38 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. Urutan ke 26 ini masih merupakan urutan yang relatif tertinggal karena menempati di tiga perempat bagian terbawah. Selain urutan IPM sebagai status kinerja pembangunan manusia, menurut klasifikasi UNDP terhadap nilai IPM Kabupaten Banyuwangi adalah dengan status kinerja pembangunan manusia pada tingkat menengah atas (66 IPM 80). LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

53 BAB VI PENUTUP Bab ini menyajikan hasil kinerja, rekomendasi dan intervensi yang disusun dalam bentuk berjenjang. Jenjang pertama mengkaji tingkat capaian serta perkembangan dari bidang pendidkan, jenjang kedua di bidang kesehatan dan ketiga di bidang daya beli. Tingkat capaian yang dimasud diambil dari situasi pembangunan manusia yang terukur berdasarkan indikator yang bersesuaian. Khusus untuk percepatan dari kinerja pembangunan manusia diambil dari shortfall reduction. Kinerja Bidang Pendidikan Rekomendasi Melambatnya perkembangan tingkat capaian pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Banyuwangi, telah mengakibatkan program kerja yang diarahkan untuk mencerdaskan kehidupan penduduk Kabupaten Banyuwangi agar mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas masih membutuhkan waktu yang relatif lama untuk bisa terwujud. Akibatnya pembangunan manusia di bidang pendidikan menjadi tertinggal, ketertinggalan ini diukur dengan menggunakan perbandingan terhadap perkembangan tingkat capaian yang diperoleh Provinsi Jawa Timur dari setiap kabupaten/kota. Agar tidak tertinggal dengan kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi Jawa Timur, seyogyanya kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang berupa pendidikan gratis itu dapatnya bisa dioperasionalkan dengan mudah. Utamanya ketika memberikan kemudahan terhadap mereka yang tergolong kurang atau tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya terhadap biaya pendidikan. Dalam hal ini agar secara kuantitas penduduk Kabupaten Banyuwangi LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

54 bisa lebih banyak mengenyam pendidikan, dan diharapkan pendidikan yang ditempuhnya berakhir pada jenjang SMA sederajat. Intervensi Mengoptimalkan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana khusus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan terhadap pembangunan bidang pendidikan secara bertahap harus ada peningkatan. Jemput mereka yang tidak bersekolah secara proforsional, seperti terhadap keluarga tidak mampu yang belum pernah sekolah agar memperoleh haknya untuk menjalani pendidikan, serta bagi mereka yang putus sekolah agar dapat kembali ke bangku sekolah. Kinerja Bidang Kesehatan Untuk dapat mengidentifikasi tercapainya hidup sehat dan berumur panjang yang menjadi ukuran dalam menentukan seberapa jauh tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan, kiranya perlu dukungan beberapa program kerja yang terkait dengan Angka Harapan Hidup. Di antaranya berupa pemberian imunisasi terhadap semua balita, menekan angka kematian bayi dan ibu pada saat melahirkan. Adapun melambatnya perkembangan tingkat capaian pada program pembangunan di bidang kesehatan ini pada tahun 2009 telah menjadikan kinerja bidang kesehatan di Kabupaten Banyuwangi menjadi tertinggal bila diukur dengan menggunakan perbandingan terhadap perkembang-an tingkat capaian yang diperoleh Provinsi Jawa Timur dari setiap kabupaten/kota. Rekomendasi Instrumen kesehatan yang berupa fasilitas dan tenaga kesehatan di ujung depan harus tetap eksis, utamanya pada daerah sulit dan terpencil. Seperti Bidan Desa, LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

55 Posyandu, maupun Polindes yang terkesan hanya melayani balita dan Ibu hamil diharapkan juga bisa melayani umum. Dan perlu bermitra dengan tenaga non medis yang sudah dilatih. Hal ini penting direkomendasian karena instrumen inilah yang paling dekat dengan masyarakat. Sehingga pertolongan pertama untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk, akan bisa dilayani oleh instrumen yang ada. Serta kurangi kesan mahalnya biaya kesehatan dengan tetap memberikan prioritas gratis terhadap biaya kesahatan dasar. Intervensi Tetap membuka kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Optimalisasikan pemberian imunisasi melalui program lima imunisasi dasar lengkap dan pelayanan terhadap ibu hamil. Utamanya diberikan kepada keluarga miskin agar risiko fatal terhadap balita, ibu hamil dan ibu nifas dapat teratasi secara dini. Kinerja Rekomendasi Bidang Tingkat capaian situasi pembangunan manusia di bidang daya beli ini perkembangannya dapat dikatagorikan Daya Beli sama tertinggalnya bila dibandingkan dengan kemajuan yang diperoleh di bidang pendidikan dan kesehatan. Daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 masih berada di bawah angka daya beli rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur. Pantau dan awasi dengan baik pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten (UMK), karena masih ada beberapa pengusaha yang belum mematuhi aturan UMK ini. Tingkatkan profesionalisme dari calon tenaga kerja, agar mempunyai daya saing tinggi serta dengan upah yang lebih baik. Selain perluasan busaha dan kesempatan kerja yang harus tetap dibangun, ada baiknya konsentarsi tidak LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

56 terpusat di satu atau dua daerah saja. Namun diharapkan perluasan dan kesempatan kerja ini bisa menyebar ke seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi. Intervensi Undang investor agar mau menanamkan modalnya di bumi Blambangan. Dan sebar investor tersebut menurut potensi wilayah yang ada. Serta ciptakan suasana nyaman bagi para investor. Apabila ini semua bisa tercipta maka penyerapan tenaga kerja akan tertata dengan baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan penduduk Kabupaten Banyuwangi. Status Kinerja Pembangunan Manusia Sejak IPM kabupaten/kota dihitung pertama kalinya oleh BPS Provinsi Jawa Timur pada tahun 1990, IPM Kabupaten Banyuwangi pada saat itu menempati ranking ke 23 di Provinsi Jawa Timur dengan besaran 61,67 dengan status kinerja pembangunan manusia menegah bawah. Pada tahun 2009 IPM Kabupaten Banyuwangi sebesar 68,24 menduduki rangking ke 26 dengan status kinerja pembangunan manusia menengah atas. Dengan demikian dari tahun 1990 sampai dengan 2009 atau selama 19 tahun status kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Banyuwangi naik dari status menengah bawah menjadi menengah atas. Bila dihitung tingkat percepatannya dari tahun 2004 hingga 2009, shortfall reduction IPM Kabupaten Banyuwangi sebesar 1,64 dengan status kinerja pembangunan manusia pada tingkat menengah (1,50 1,64 1,70). LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

57 LAMPIRAN Tabel 1 Luas Wilayah, Prosentase Luas Terhadap Luas Kabupaten, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun 2009 Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Prosentase thd. Luas Kabupaten Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pesanggaran 802,5 13, Siliragung 95,15 1, Bangorejo 137,43 2, Purwoharjo 200,30 3, Tegaldlimo 1.341,12 23, Muncar 146,07 2, Cluring 97,44 1, Gambiran 66,77 1, Tegalsari 65,23 1, Glenmore 421,98 7, Kalibaru 406,76 7, Genteng 82,34 1, Srono 100,77 1, Rogojampi 102,33 1, Kabat 107,48 1, Singojuruh 59,89 1, Sempu 174,83 3, Songgon 301,84 5, Glagah 76,75 1, Licin 169,25 2, Banyuwangi 30,13 0, Giri 21,31 0, Kalipuro 310,03 5, Wongsorejo 464,80 8, Jumlah 5.782,50 100, Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu:

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu: BAB II METODOLOGI 2. 1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

NO KATALOG :

NO KATALOG : NO KATALOG : 1101002.3510210 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WONGSOREJO 2013 Katalog BPS : 1101002.3510210 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB Wilayah BARLINGMASCAKEB terdiri atas Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Kabupaten Kulonprogo dengan ibu kotanya berada di Kota Wates memiliki luas wilayah 598.627.512 ha (586,28 km 2 ), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN (Analisis Deskriptif) Human Development Index Of Banjarmasin

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN (Analisis Deskriptif) Human Development Index Of Banjarmasin Lampiran INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN (Analisis Deskriptif) Human Development Index Of Banjarmasin 2013 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN 2013 (Analisis Deskriptif) Human Development

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Tebo

RPJMD Kabupaten Tebo Halaman Tabel 2.1 Topografi Kabupaten Tebo II-3 Tabel 2.2 Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Tebo II-4 Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Tebo Tahun 2000- II-6 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

BAB II DESKRIPSI WILAYAH BAB II DESKRIPSI WILAYAH 1.1 Kondisi Geografis 2.1.1 Kota Magelang a. Letak Wilayah Berdasarkan letak astronomis, Kota Magelang terletak pada posisi 110 0 12 30 110 0 12 52 Bujur Timur dan 7 0 26 28 7

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SILIRAGUNG 2013 Katalog BPS : 1101002.3510011 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + 14 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan Siliragung Badan

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi bupati dan wakil bupati pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator kinerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu bisa dimulai dengan mengenal lebih dekat karakteristik kedua kabupaten. Sebelum

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kuliah Pengantar: Indeks Pembangunan Sub Bidang Pembangunan Perdesaan Di Program Studi Arsitektur, ITB Wiwik D Pratiwi, PhD Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

ii KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, BPS Kabupaten Teluk Bintuni telah dapat menyelesaikan publikasi Distrik Weriagar Dalam Angka Tahun 203. Distrik Weriagar

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016 Daftar Tabel Tabel 2.1 Luas Wialayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Jeneponto berdasarkan BPS... II-5 Tabel 2.3 Daerah Aliran

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG 2015 No Publikasi : 2171.15.24 Katalog BPS : 1102001.2171.041 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 9 hal. Naskah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BULANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BULANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BULANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BULANG 2015 ISSN : No Publikasi : 2171.15.21 Katalog BPS : 1102001.2171.020 Ukuran Buku: 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 20 hal. Naskah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 Statistik Daerah Kecamatan Batam Kota Kota Batam 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 No Publikasi : 2171.14.26 Katalog BPS : 1102001.2171.051 Ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi KETERANGAN HAL BAB I PENDAHULUAN... 1-1 A. Latar Belakang... 1-1 B. Tujuan Dan Sasaran... 1-3 C. Lingkup Kajian/Studi... 1-4 D. Lokasi Studi/Kajian... 1-5 E. Keluaran Yang Dihasilkan... 1-5 F. Metodelogi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG 1. Metodologi No. 03/6474/Th. VI, 07 Desember 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA BONTANG Tahun 2015 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 berdasarkan metode baru Tahun 2010

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015

BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015 BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015 1. Letak Geografis : antara 1110 16 s/d 1110 338 Bujur Timur dan 60 528 s/d 70 248 Lintang Selatan 1. Letak Geografis : antara 1110 16 s/d 1110 338 Bujur Timur dan 60

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3. Hubungan Antar-Dokumen Perencanaan... I-6 1.4. Maksud

Lebih terperinci

Analisis Indikator Makro Sosial Ekonomi Kabupaten Pamekasan Tahun 2013

Analisis Indikator Makro Sosial Ekonomi Kabupaten Pamekasan Tahun 2013 Analisis Indikator Makro Sosial Ekonomi Kabupaten Pamekasan Tahun 2013 Nomor Publikasi : 3528.003 Ukuran Buku : A4 (21 cm x 29 cm) Jumlah Halaman : vi + 54 Naskah : Tim Penyusun Penyunting : Tim Penyusun

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang I - 1 EXECUTIVE SUMMARY

1.1. Latar Belakang I - 1 EXECUTIVE SUMMARY 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh Indonesia, dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 ISSN : No Publikasi : 2171.15.30 Katalog BPS : 1102001.2171.080 Ukuran Buku: 25 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Banjarnegara mempunyai luas wilayah 106.970,997 Ha terletak antara 7 o 12 sampai 7 o 31 Lintang Selatan dan 109 o 20 sampai 109 o 45

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yang disebut dengan garis regresi. Garis regresi ada yang berbentuk

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 25/04/52/th II, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTB pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Magelang secara Geografis terletak pada posisi Lintang

IV. GAMBARAN UMUM. Magelang secara Geografis terletak pada posisi Lintang IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Lokasi dan Geografi Kota Magelang Kota Magelang merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota Magelang secara Geografis terletak pada posisi 7 0 26 18 7 0 30 9 Lintang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN GUNUNG KIJANG 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1419 Katalog BPS : 1101001.2102.061 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : Naskah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai gambaran umum Kabupaten Kuningan dan bagian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci