METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan"

Transkripsi

1 39 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan oleh punggung bukit/pegunungan, sehingga secara geografis berbatasan dengan DASDAS lain di sekitarnya seperti ditunjukkan pada peta Gambar 2. Berdasarkan pola aliran yang membentuknya DAS Bila terdiri atas tiga Sub DAS yaitu: () Sub DAS Cenrana, (2) Sub DAS Bila, dan (3) Sub DAS Bungin. Luas DAS Bila mencapai ha dan meliputi tiga kabupaten, yaitu: () Kabupaten Enrekang terdiri atas empat kecamatan, yaitu: Baraka, Bungin, Enrekang, dan Maiwa, (2) Kabupaten Sidenreng Rappang meliputi empat kecamatan, yaitu: Duapitue, Pitu Riase, Pitu Riawa, dan Maritengae, serta (3) Kabupaten Wajo yang terdiri atas tiga kecamatan, yaitu: Maniangpajo, Belawa, dan Tana Sitolo. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Nopember 2003 sampai dengan Agustus 2006, melalui empat tahapan, yaitu () penyusunan instrumen, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan dan analisis data, serta (4) pembahasan hasil penelitian. Pengumpulan Data Jenis data Untuk mencapai tujuan sebagaimana dikemukakan pada Bab Pendahuluan, diperlukan data yang terdiri atas data primer dan data sekunder (dokumentasi).

2 40 Keterangan Batas DAS Batas kabupaten Jalanan DAS SADDANG Sungai Danau Pemukimann D. Sidenreng PROVINSI SULAWESI SELATAN DAS Bila D. Tempe Gambar 2. Peta lokasi DAS Bila Sulawesi Selatan

3 Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, berupa informasi seperti dikemukakan pada Tabel. 4 Tabel. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian Data Karakteristik Data Kegunaan Data Sumber Data Informasi tentang lembagalembaga pemeran dalam pengelolaan lahan kritis Lembaga lembaga sebagai pemeran dalam implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis menurut posisi: independent linkage dependent autonomous Untuk mengidentifikasi lembagalembaga pemeran utama dalam implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis. Wawancara dengan responden Informasi tentang kinerja fungsi manajemen dalam pengelolaan lahan kritis. Kinerja berdasarkan kewenangan pemerintahan : pusat provinsi kabupaten 2. Fungsi manajemen penyebab ketidakberhasilan program: perencanaan pelaksanaan pengawasan Untuk menganalisis fungsi manajemen sebagai penyebab ketidakberhasilan program pengelolaan lahan kritis. Wawancara dengan responden Kinerja fungsi koordinasi dan faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi dalam pengelolaan lahan kritis. Inikator lemahnya fungsi koordinasi. berdasarkan : tugas pokok kegiatan sumberdaya 2. Faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi pengelolaan lahan kritis menurut posisi independent linkage dependent autonomous. Untuk menganalisis lemahnya fungsi koordinasi 2. Untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi dalam pengelolaan lahan kritis. Wawancara dengan responden Program strategis dalam menunjang pengelolaan lahan kritis berbasis DAS Program strategis yang dapat penunjang perancanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan lahan kritis menurut posisi: independent linkage dependent autonomous Untuk menganalisis dan merumuskan program strategis dalam menunjang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan lahan kritis. Wawancara dengan responden Kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis Kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis menurut posisi: independent linkage dependent autonomous Untuk menganalisis dan merumuskan kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis. Wawancara dengan responden

4 42 Untuk mendeskripsikan kondisi wilayah DAS Bila sebagai lokasi penelitian, dibutuhkan datadata, yaitu: () biofisik, (2) sosial ekonomi, dan (3) kelembagaan, seperti dikemukakan pada Tabel 2. Tabel 2. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian Jenis Data Data KarakteristikData Kegunaan Data Sumber Data Biofisik Penggunaan lahan Lahan kritis dan erosi Jenis dan luas penggunaan lahan/peta penggunaan lahan DAS Bila.. Luas lahan kritis DAS Bila. 2. Hasil pendugaan erosi DAS Bila Mendeskrisikan luas dan sebaran geografis jenis penggunaan lahan di DAS Bila. Mendeskrisikan luas lahan kritis di DAS Bila. Mendeskripsikan kerusakan lahan di DAS Bila. BPDAS, BPN BPDAS Dinashut Kependudukan Jumlah penduduk menurut kecamatan dan peta kepadatan penduduk DAS Bila Mendeskripsikan persebaran penduduk DAS Bila BPDAS Mata pencaharian Jenis mata pencaharian penduduk DAS Bila Mendeskripsikan jenis mata pencaharian yang didominasi penduduk DAS Bila. BPDAS Sosial ekonomi Pengusahaan lahan Luas lahan garapan penduduk DAS Bila Mendeskripsikan perbedaan luas lahan garapan penduduk menurut kabupaten. BPDAS Tekanan dan kebergantungan penduduk terhadap lahan. Indeks tekanan peduduk terhadap lahan (TP) 2. Indeks kebergantungan penduduk terhadap lahan (LQ). Mendeskripsikan kemampuan lahan guna mendukung kehidupan penduduk DAS Bila. 2. Mendeskripsikan pengaruh sektor pertanian terhadap kehidupan ekonomi penduduk DAS Bila BPDAS Perangkat kelembagaan Kelembagaan formal Kelembagaan masyarakat lokal Keberadaan dan kegiatan organisasi pemerintah di DAS Bila. Keberadaan dan kegiatan organisasi sosial/kemasyarakatan di DAS Bila. Mendeskripsikan kegitan instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Bila. Mendeskripsikan kegiatan organisasi sosial/kemasyarakatan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Bila. BPDAS BPDAS Tahapan kegiatan pengumpulan data Tahapantahapan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

5 43 Penetapan elemen dan sub elemen. Elemen adalah unsur penelitian yang ditetapkan dengan mengacu pada tujuan penelitian. Dalam penelitian ini ditetapkan lima elemen, yaitu () lembagalembaga pemeran dalam implementasi kebijakan, (2) fungsi managemen sebagai penyebab kegagalan program rehabilitasi lahan kritis, (3) faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi, (4) program strategis dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta (5) kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis. Setiap elemen dijabarkan atas sejumlah subelemen berdasarkan pertimbangan : () tujuan penelitian yang ingin dicapai, (2) model analisis yang akan digunakan, dan (3) hasil konsultasi pakar dan/atau pejabat lembaga yang berkaitan dengan penanganan lahan kritis. Untuk mengidentifikasi lembaga pemeran dalam implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis melalui model interpretative structural modelling (ISM), ditetapkan 29 subelemen sebagai lembaga dugaan, yang terdiri atas lembaga tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan lembaga lokal, yang terdiri atas: ) Balai Pengelolaan (BP)DAS JeneberangWalanae, 2) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi, 3) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) provinsi, 4) Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi, 5) Dinas Pertanian propvinsi, 6) Dinas Pekerjaan Umum (PU) provinsi, 7) Dinas Kehutanan dan Perkebunan provinsi, 8) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten, 9) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) kabupaten, 0) Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten, ) Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten, 2) Dinas Pekerjaan Umum (PU) kabupaten, 3) Dinas Pertanian kabupaten, 4) Dinas Tata Ruang kabupaten, 5) Penyuluh Pertanian/Kehutanan Lapangan (PPL/PKL), 6) Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) kabupaten, 7) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) kabupaten,

6 44 8) Dinas Kependudukan kabupaten, 9) Dinas Pendapatan Daerah kabupaten, 20) Dinas Pariwisata kabupaten, 2) Perguruan Tinggi, 22) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), 23) Perbankan, 24) Unit Usaha/Koperasi, 25) LSM Lingkungan, 26) Tudang sipulung, 27) Kelompok tani, 28) Kepolisian, 29) Kejaksaan.. Untuk menganalisis fungsi managemen dalam pengelolaan lahan kritis melalui model analytical hierarchy process (AHP), ditetapkan 2 subelemen yang terdiri atas tiga level, yaitu: Subelemen berdasarkan kewenangan pemerintahan yang dalam AHP disebut aktor (pelaku), terdiri atas: ) Tingkat pusat, 2) Tingkat provinsi, 3) Tingkat kabupaten. Subelemen untuk menilai aktor, yang dalam AHP disebut kriteria yang terdiri atas: ) Koordinasi antar sektor, 2) Kualitas sumberdaya manusia, 3) Sifat multi sektor, 4) Penegakan hukum, 5) Proses kebijakan topdown, 6) Peran stakeholder. Subelemen untuk mengukur kinerja managemen, yang dalam AHP disebut alternatif, yang terdiri atas : ) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengawasan. Untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi pengelolaan lahan kritis DAS Bila, ditetapkan 8 subelemen sebagai faktor dugaan, yang terdiri atas kebijakan, pengorganisaian, dan lembaga yang terdiri atas:

7 45 ) Adanya kebijakan yang topdown, 2) Lemahnya pengorganisasian, 3) Ketidakterlibatan lembaga dalam perencanaan, 4) Lemahnya fungsi operative institusi, 5) Lemahnya fungsi regulative institusi, 6) Rendahnya kualitas SDM, 7) Adanya sikap sektoralisentris, 8) Konflik vertikal, 9) Konflik horizontal, 0) Sifat multi sektor/multi disiplin, ) Lemahnya kontrol vertikal, 2) Ketidakjelasan lembaga koordinator, 3) Ketergantungan pada juklak/juknis, 4) Kesenjangan kebijakan RLKT dan kebijakan sektor, 5) Lemahnya dukungan insentif, 6) Lemahnya komitmen aparat pemerintah, 7) Kurangnya pembinaan, 8) Lemahnya kontrol sosial. Untuk menganalisis dan merumuskan program strategis dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan lahan kritis berbasis DAS, ditetapkan subelemen sebagai program dugaan, yang terdiri atas lembaga, kebijakan, dan pengorganisaian yaitu: ) Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan DAS, 2) Penyusunan pola perencanaan DAS terpadu, 3) Penguatan komitmen pengelolaan DAS, 4) Penguatan fungsi legislative institusi lintas daerah, 5) Penguatan fungsi regulative institusi lintas daerah, 6) Pengembangan fungsi monitoring dan evaluasi lintas daerah, 7) Kerjasama dalam pendanaan lintas daerah, 8) Pengembangan fungsi kontrol/penegakan hukum lintas daerah, 9) Mengidentifikasi masalah pengelolaan DAS secara holistik, 0) Mengidentifikasi karakteristik sumberdaya alam DAS, ) Penyamaan visi dan misi pengelolaan DAS lintas daerah. Untuk menganalisis dan merumuskan kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis DAS Bila, ditetapkan 3 subelemen sebagai kegiatan dugaan yang

8 terdiri atas, kegiatan pengembangan teknologi konservasi, pengembangan fungsi sosial dan kemasyarakatan, yaitu: ) Pengefektifan koordinasi antar sektor, 2) Penerapan teknologi konservasi, 3) Pengefektifan penyuluhan lapangan, 4) Pengembangan kearifan budaya masyarakat, 5) Pengembangan sistem pertanian konservasi, 6) Peningkatan pengetahuan dam keterampilan aparat, 7) Pengefektifan peran lembaga pemerintah, 8) Penguatan fungsi kontrol sosial, 9) Peningkatan partisipasi masyarakat, ) Pengembangan sistem insentif, 0) Legitimasi dan sosialisasi program, 2) Pengembangan sistem wanatani (agroforestri), 3) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani. 46 Penyusunan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima seri sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, seperti tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah pertanyaan setiap seri kuesioner berdasarkan model analisis yang akan digunakan Seri* ) Jumlah elemen Jumlah pertanyaan Analisis yang digunakan A ISM B 2 66 AHP C 8 53 ISM D 55 ISM E 3 78 ISM Karakteristik data sasaran Informasi tentang lembagalembaga pemeran dalam pengelolaan lahan kritis Informasi tentang kinerja fungsi managemen Faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi Program strategis dalam pengelolaan lahan kritis Kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis * ) Lihat Kuesioner Seri A,B, C, D dan E pada Lampiran 8 Kuesioner Seri A, disusun dengan menggunakan jumlah elemen terbesar (29 elemen), sehingga menghasilkan pertanyaan yang jumlahnya paling besar dibanding yang lainnya (40 pertanyaan). Kuesioner Seri A, C, D, dan E,

9 47 digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis dengan menggunakan model interpretative structural modelling (ISM). Karena itu struktur pertanyaan keempat seri kuesioner ini adalah sama, yaitu model perbadingan subelemen yang satu terhadap yang lainnya. Demikian pula jumlah pertanyaan masingmasing bergantung pada besarnya jumlah subelemen (Kuesioner Seri A, C, D, dan E Lampiran 9). Kuesioner seri B digunakan untuk memperoleh data/informasi tentang kinerja fungsi managemen yang akan dianalisis dengan model analitical hierarchy process (AHP). Kuesioner ini disusun dengan menggunakan 2 subelemen (lihat uraian penetapan elemen), sehingga membentuk pertanyaan melalui perbandingan subelemen yang satu dengan yang lainnya secara berpasangan. Kuesioner seri B seperti ditunjukkan pada Tabel 3 terdiri atas 66 nomor pertanyaan, yaitu: tiga nomor pertanyaan tentang perbandingan peran pelaksana fungsi managemen (level aktor), 45 nomor pertanyaan tentang perbadingan kriteria terhadap level aktor, dan 8 nomor pertanyaan sebagai penilaian terhadap kinerja fungsi managemen (Kuesioner Seri B Lampiran 9). Penetapan sampel/responden. Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan sistem pakar (expert system approach) (Eriyatno 999) dengan menggunakan metode survey. Penetapan sampel dilakukan melalui teknik purposif sampling dengan ketentuan mewakili personil pada bidang/instansi masingmasing. Penelitian dengan model analisis AHP dan ISM tidak membutuhkan jumlah sampel yang besar (Saaty 988, dan Eriyatno 999). Jumlah ahli/praktisi sebagai sampel yang disyaratkan cukup beberapa orang dengan prioritas yang memiliki

10 48 tingkat pemahaman, penguasaan, dan/atau terlibat langsung dalam bidang tugas penanganan lahan kritis. Untuk memenuhi kebutuhan data yang dapat menunjang pencapaian tujuan penelitian, ditetapkan jumlah sampel sebanyak 24 yang terdiri atas pakar/praktisi yang terdistribusi di sembilan lembaga/instansi, seperti tersaji pada Tabel 4. BPDAS Bappeda BPN Tabel 4. Distribusi responden menurut lembaga Lembaga Jabatan Struktural Bapedalda/Bag.LH Dinashutbun. Dinas PU/ Pengairan Dinastan. Penyuluh lapangan Kabag. Program DAS Kabag. Kelembagaan Kapala Bappeda Kabid. Perenc. Pembangunan Kabid. Pengat.Penguas. Tanah Kabid. Hak atas Tanah Kabag. Lingkungan Hidup Kasubag. Andal Kadishutbun Kasubdinhut.& Konser. lahan Fungsional Sub Total Kasubdin.Pemuk.& Pengwil. 3 3 Kasubdin. Tanpang. &Horti. Kadis. Petanian Penyuluh Pertanian Lapangan Penyuluh Kehut. Lapangan Perguruan Tinggi Kapus. Studi Lingk. Hidup Total Wawancara. Hubungan yang komunikatif antara pewawancara dengan responden sangat menentukan kualitas data. Karena itu sebelum memulai wawancara, dilakukan sosialisasi baik terhadap pewawancara (enumerator) yang akan membantu di lapangan, maupun terhadap responden. Di samping untuk

11 49 memberikan pemahaman tentang tujuan penelitian, sosialisasi ini dimaksudkan agar pewawancara dapat memahami cara pengisian kuesioner. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan kunjungan langsung ke alamat responden. Dilihat dari responden yang jumlahnya 24 orang, maka wawancara akan sangat muda dilakukan. Namun dengan besarnya jumlah pertanyaan pada setiap seri kuesioner, maka setiap responden harus dikunjungi berulang kali. Karena itu demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini, digunakan enumerator berkualifikasi sarjana pertanian sebanyak tiga orang yang ditugaskan masingmasing satu orang setiap kabupaten. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data Pertama, memeriksa (editing) kelengkapan, kejelasan, konsistensi dan kesesuaian jawaban responden, apakah ada kesalapahaman responden atau kesalahan pencatatan oleh enumerator. Kedua, adalah pengkodean (coding) jawaban responden. Dalam penelitian ini, kode jawaban respoden sudah tersedia secara baku sehingga pada tahapan ini penyusunan daftar kode tidak dilakukan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa kedua jenis kuesioner yang digunakan, cara pengisiannya menggunakan skala penilaian yang berbeda. Kuesioner yang datanya akan dianalisis dengan model AHP, menggunakan skala penilaian kualitatif perbandingan elemen berpasangan menurut Saaty (988), seperti tersaji pada Tabel 5. Skala penilaian kuantitatif seperti pada kolom 3 Tabel 5, digunakan langsung dalam pengisian

12 50 kuesioner. Sedangkan kuesioner yang datanya akan dianalisis melalui model ISM, menggunakan kode jawaban: V, A, X, dan/atau O, yang bermakna: V, jika eij =, dan eji = 0 (elemen i lebih penting daripada j), A, jika eij = 0, dan eji = (elemen i tidak lebih penting daripada j), X, jika eij =, dan eji = (elemen i dan j sama penting), O, jika eij = 0, dan eji = 0 (elemen i dan j sama tidak penting) (Eriyatno, 999). Tabel 5. Skala penilaian perbandingan elemen berpasangan (Saaty 988) Kategori Perbandingan Ke dua elemen sama berpengaruh (equal)... Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya (moderate). Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen lainnya (strong)... Elemen yang satu sangat jelas lebih penting daripada elemen lainnya(very strong).. Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen lainnya (extreme )... Apabila raguragu antara dua nilai elemen berdekatan... Kebalikan kepentingan Skala Kuantitatif , 4, 6, 8 /(9) Ketiga, adalah memproses (processing) data, yaitu menghitung sesuai dengan rencana analisis yang akan dilakukan. Hasil proses data dengan analisis model AHP dapat dilihat pada Tabel..0 seperti tersaji pada Lampiran, sedangkan hasil proses data dengan model analisis ISM dapat ditunjukkan pada Tabel seperti tersaji pada Lampiran 4. Analisis data Analytical hierarchy process (AHP), adalah model analisis yang digunakan untuk menganalisis data/informasi tentang kinerja fungsi managemen, sehingga dapat

13 5 mengidentifikasi yang mana di antara ketiga fungsi managemen (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan) sebagai penyebab ketidakberhasilan program pengelolaan lahan kritis DAS Bila. Secara operasional penggunaan model AHP ini melalui tahapantahapan seperti diuraikan pada Gambar 3 dengan menggunakan program komputer (Expert Choice 2000). Gambar ini menunjukkan lima tahapan analisis secara umum sebagai berikut:. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan (analisis kebutuhan). Analisis kebutuhan Penyusunan hierarki Pengolahan Horizontal. Perkalian sub elemen 2. Perhitungan vektor prioritas 3. Perhitungan nilai eigen 4. Perhitungan indeks konsistensi 5. Perhitungan rasio konsistensi CI dan CR Revisi pendapat Tdk CI, CR memenuhi Ya Penyus. matriks gabungan Perhit vektor prioritas Gab. CI, CR memenuhi Ya Pengolahan vertikal Tdk Revisi pendapat Perhit vektor prioritas sistem Gambar 3. Diagram alir proses analitik hierarki (Saaty 988). 2. Menyusun struktur hierarki berdasarkan urutan mulai dari tujuan utama (fokus), aktor, kriteria, dan solusi (alternatif) seperti tersaji pada Gambar 4.

14 52 3. Melakukan perbandingnan berpasangan (pairwise comparison). Bila vektor pembobotan subelemen operasi A, A2, A3...An dinyatakan sebagai vektor w = w, w2, w3 wn, maka nilai intensitas kepentingan subelemen A terhadap A2 dapat dinyatakan sebagai bobot perbandingan A terhadap A2, yaitu w/w2 yang sama dengan a2. Matriks perbandingan antar subelemen dikemukakan pada Tabel 6, yang disusun dengan menggunakan data yang diperoleh melalui kuesioner yang ditunjukkan pada Tabel. sampai dengan.0, seperti tersaji pada Lampiran. Level : Fokus Kinerja Fungsi Manajemen Level 2: Aktor Tk. Pusat Tk. Provinsi Tk. Kabupaten Level 3: Kriteria Koordinasi antar Sektor Kualitas SDM Sifat Multisektor Penegakan Hukum Kebijakan topdown Peran Stakeholde Level 4 : Alternatif PERENCANAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Gambar 4. Struktur hierarki analisis penyebab kekegagalan program pengelolaan lahan kritis DAS Bila. Tabel 6. Matriks perbandingan berpasangan antar elemen A A2 A3. An A w/w2 w/w2 w/w3. w/wn A2 w2/w w2/w2 w2/w3. w2/wn A3 w3/w w3/w2 w3/w3. w3/wn.. An wn/w wn/w2 wn/w3 wn/wn

15 53 4. Menyusun matriks perbandingan berpasangan. Matriks ini dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masingmasing tujuan setingkat yang ditunjukkan pada Tabel 2. sampai dengan 2.0 seperti tersaji pada Lampiran Menghitung matriks pendapat individu dan gabungan, pengolahan horizontal, vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector), akar ciri atau nilai eigen (eigen value) maksimurn, dan pengolahan vertikal. Perhitungan bobot individu dan gabungan dilakukan dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000, yang ditunjukkan pada Tabel 3.. sampai dengan Tabel seperti tersaji pada Lampiran 3. Interpretative structural modelling, digunakan untuk menganalisis data/informasi tentang: () lembagalembaga pemeran dalam perumusan dan implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis, (2) penyebab utama lemahnya fungsi koordinasi pengelolaan lahan kritis, (3) program strategis dalam pengelolaan lahan kritis berbasis DAS, dan (4) kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis DAS Bila. seperti diuraikan pada Gambar 5. Gambar ini menunjukkan empat tahapan utama model analisis ISM, yaitu:. Menyusun structural selfinteraction matrix (SSIM) dengan menggunakan hasil tabulasi kuesioner (Lampiran 4), seperti ditunjukkan pada Tabel 5. sampai dengan Tabel 5.4 seperti tersaji pada Lampiran Menyusun tabel reachability matrix, dengan mengganti simbolsimbol V, A, X, O dengan angka dan 0, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. sampai dengan Tabel 6.4 seperti tersaji pada Lampiran 6.

16 54 3. Menyusun Matrix Driver Power Dependent (DP D) yang terdiri dari empat sektor seperti tersaji pada Gambar Menyusun model struktural (tingkat level) setiap subelemen. PROGRAM Uraikan prog. jadi perenc.program Uraikan elemen jadi sub elemen Tentukan hub.kontekstual antar sub elemen Susun SSIM untuk setiap sub elemen Bentuk RM setiap sub elemen Uji matriks dengan aturan transivity OK? Ya Tidak Modifikasi SSIM Tentukan Level Melalui Pemilahan Uraikan RM jadi Format Lower Tringular RM Disusun Diagram dari Lower Tringular RM Tetapkan DP dan D setiap sub elemen Tentukan Rank & Hierarki dari Sub elemen Tetapkan Driver Dependence Matriks Susunlah ISM dari setiap elemen Plot sub elemen pada empat sektor Klasif. sub elemen pada empat peubah kategori Gambar 5. Diagram alir teknik ISM (Eriyatno, 999). 2 0 Independent Linkage 9 Driver power(dp) Autonomous Dependent Dependence (D) Gambar 6. Matriks driver power dependence (Eriyatno, 999).

17 55 Berdasarkan ke empat sektor yang dimaksudkan pada Gambar 6 dapat ditetapkan kebijakan (subelemen) yang perlu diterapkan berdasarkan posisi/bobot driver power dependent masingmasing.. Posisi autonomus, menunjukkan bahwa subelemen yang ada di kuadran ini tidak berkaitan dengan sistem, atau hubungannya sangat kecil meskipun keberkaitannya mungkin saja kuat. 2. Posisi dependent, menunjukkan bahwa subelemen yang ada di kuadran ini adalah tidak bebas, artinya semua variabel yang ada merupakan akibat dari tindakan terhadap variabel lainnya. 3. Posisi linkage, menunjukkan bahwa subelemen yang ada di kuadran ini sangat penting dan harus dikaji secara hatihati sebab hubungan dengan variabel lainnya tidak stabil. Setiap tindakan terhadap subelemen tersebut akan memberikan dampak terhadap subelemen lainnya, dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dan/atau menimbulkan dampak yang baru. Dengan kata lain, setiap tindakan pada subelemen tersebut akan menghasilkan sukses, sebaliknya lemahnya perhatian terhadap kegiatan tersebut akan menyebabkan kegagalan program. 4. Posisi independent, menunjukkan bahwa subelemen di kuadran ini merupakan variabal bebas, artinya merupakan kekuatan penggerak (driver power) yang besar, tetapi kebergantungan terhadap subelemen lainnya kecil.

ANALISIS SISTEM KELEMBAGAAN DALAM PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KRITIS DAS BILA

ANALISIS SISTEM KELEMBAGAAN DALAM PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KRITIS DAS BILA JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 September 2007, Vol. 3 No. 2 ANALISIS SISTEM KELEMBAGAAN DALAM PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KRITIS DAS BILA ANALYSIS OF INSTITUTION SYSTEM ON PLANNING AND

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P062100201 Dadang Subarna NRP. P062100081 Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Program Studi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik Daerah Aliran Sungai Bila Penggunaan lahan Penggunaan lahan DAS Bila terdiri atas sembilan jenis, dimana penggunaan lahan hutan berada di posisi terluas yakni menghampiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Keduang, daerah hulu DAS Bengawan Solo, dengan mengambil lokasi di sembilan Desa di Kabupaten Wonogiri yang menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2010 di DAS

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2010 di DAS 22 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 200 - Juni 200 di DAS Cisadane Hulu, di lima Kecamatan yaitu Kecamatan Tamansari, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... HALAMAN PENGESAHAN...... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR..... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii v vii x xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG Agus Susanto FMIPA Universitas Terbuka Email Korespondensi: Sugus_susanto@yahoo.com ABSTRAK Kota Semarang yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 137 VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 7.1 Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sumberdaya alam milik bersama atau Common pool resources (CPRs). Sebagai CPRs,

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH)

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 11 No. 2, Oktober 2009:4957 ISSN 14107333 PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv viii xv xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 39 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penelusuran data dan informasi dimulai dari tingkat provinsi sampai

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian pada bulan November 2006 Juni 2007. Beberapa pertimbangan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN SITU BERKELANJUTAN (STUDI KASUS SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN)

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN SITU BERKELANJUTAN (STUDI KASUS SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN) ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN SITU BERKELANJUTAN (STUDI KASUS SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN) Agus Susanto Prodi Perencana Wilayah dan Kota FMIPA-UT Email: sugus.susanto@gmail.com

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

Penyebaran Kuisioner

Penyebaran Kuisioner Penentuan Sampel 1. Responden pada penelitian ini adalah stakeholders sebagai pembuat keputusan dalam penentuan prioritas penanganan drainase dan exspert dibidangnya. 2. Teknik sampling yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan pengelolaan sumber daya air berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, mencakup empat aspek, yaitu:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Balong, Bungkal, Sambit, dan Sawoo dalam wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Penetapan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 005-April 006. Teluk Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November III. METODE KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel pemerintah kabupaten/kota, secara purposif yaitu Kota Bogor yang mewakili kota kecil dan Kabupaten Bogor yang

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran.

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran. 104 VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK Abstrak Industri pengolahan minyak, transportasi kapal di pelabuhan serta input minyak dari muara sungai menyebabkan perairan Selat

Lebih terperinci

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL Pencapaian sasaran tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan seperti peningkatan produktivitas nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Penelitian Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya peneliti membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang akan

Lebih terperinci

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malikulsaleh

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORITIS

III. LANDASAN TEORITIS III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Quality Function Deployment (QFD) QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 27 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Masalah Metodologi penelitian adalah salah satu cara dalam penelitian yang menjabarkan tentang seluruh isi penelitian dari teknik pengumpulan data sampai pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengalaman yang lalu hanya beberapa hari saja TPA Leuwigajah ditutup, sampah di Bandung Raya sudah menumpuk. Oleh karena itu sebagai solusinya Pemerintah

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Mohamad Aulady 1) dan Yudha Pratama 2) 1,2) Program Studi Teknik Sipil FTSP ITATS Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai Juli 2006. Lokasi penelitian meliputi empat wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu

Lebih terperinci

OPTIMASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS)

OPTIMASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) OPTIMASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Yoktan Sudamara Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil Unsrat Bonny F. Sompie, Robert J. M. Mandagi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan agroindustri kelapa sawit sebagai strategi pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan guna memperkecil kesenjangan pembangunan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENILITIAN

BAB III METODOLOGI PENILITIAN BAB III METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Metode Penilitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Metode Penelitian Metodologi penelitian merupakan gambaran proses atau tahapan-tahapan penelitian yang harus ditetapkan terlebih dahulu sehingga menjadi suatu kerangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan dari proses penelitian. Kerangka pemikiran akan memberikan arah yang dapat dijadikan pedoman bagi para

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tegah. Kabupaten Sragen terdapat 308 jembatan yang menghubungkan dua

Lebih terperinci

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Karlina 1 T.A.M. Tilaar 2, Nirmalawati 2 Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Konsep yang diajukan dalam penelitian ini adalah konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu secara partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam pulau Kawasan Kapoposan Kabupaten Pangkep (Sulawesi Selatan) meliputi: (1) Pulau Kapoposan, (2) Pulau Gondongbali, (3) Pulau Pamanggangan,

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) III. LANDASAN TEORI 3.1 Multi Sectoral Qualitative Analysis Teknik Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) yang dikembangkan oleh Roberts dan Stimson (1998) digunakan untuk mengevaluasi daya saing dan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Namun, hal ini tidak sejalan dengan jumlah produk agroindustrinya yang tembus dijual di pasar ekspor.

Lebih terperinci

PROGRAM MAGISTER ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PROGRAM MAGISTER ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Lampiran. Kuesioner AHP PROGRAM MAGISTER ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ================================================= Kepada Yang Terhormat Bogor, Februari 203

Lebih terperinci

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER IX. STUKTUISASI PENGEMBANGAN AGOINDUSTI KOPI AKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBE 9.1. Pendahuluan Sistem pengolahan kopi obusta rakyat berbasis produksi bersih yang diupayakan untuk diterapkan di

Lebih terperinci

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 114 VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 8.1. Pendahuluan Upaya pemberantasan IL yang dilakukan selama ini belum memberikan efek jera terhadap pelaku IL dan jaringannya

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process

Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process Entin Martiana INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM KELEMBAGAAN DALAM PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KRITIS DAS BILA ANDI NUDDIN

ANALISIS SISTEM KELEMBAGAAN DALAM PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KRITIS DAS BILA ANDI NUDDIN ANALISIS SISTEM KELEMBAGAAN DALAM PERENCANAAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KRITIS DAS BILA ANDI NUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP)

VIII. ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP) 88 VIII. ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP) Kerusakan hutan Cycloops mengalami peningkatan setiap tahun dan sangat sulit untuk diatasi. Kerusakan tersebut disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang tinggal di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN TABALONG

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN TABALONG PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN TABALONG Haris Fakhrozi 1, Putu Artama Wiguna 2, Anak Agung Gde Kartika 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan memanipulasi data. Sistem ini digunakan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan penelitian. Dalam penelitian ini, jenis desain yang digunakan bersifat penelitian eksploratif.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode yang digunakan Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala dan hambatan.

Lebih terperinci