III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)
|
|
- Liana Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. LANDASAN TEORI 3.1 Multi Sectoral Qualitative Analysis Teknik Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) yang dikembangkan oleh Roberts dan Stimson (1998) digunakan untuk mengevaluasi daya saing dan potensi suatu daerah untuk berbagai sektor industri. Teknik ini membantu mengidentifikasi kompetensi inti suatu daerah yang mendukung sektor industri yang ada di daerah tersebut, peluang-peluang ekonomi, peluang-peluang pasar dan risiko-risiko ekonomi yang dihadapi. Dari analisa ini dapat diperoleh dua macam indeks, yaitu indeks kompetensi inti daerah untuk setiap sektor industri dan indeks kriteria kompetensi inti daerah. Dengan metode MSQA ini, dapat dilakukan pengamatan atas hubunganhubungan antara variabel-variabel ekonomi yang dipilih (kriteria) antara berbagai kegiatan sektor industri yang ditetapkan. Hubungan ini dapat dinyatakan secara deskriptif atau dengan skor numerik dalam suatu matriks sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.1. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) Sektor Industri Kriteria Evaluasi A B C Jumlah X Y Z Jumlah Sumber : Robert dan Stimson (1998) Skor akan dijumlahkan secara vertikal maupun secara horizontal, dan akan dapat menghasilkan indeks kompetensi inti daerah untuk masing-masing sektor industri yang dievaluasi dan indeks kriteria kompetensi inti daerah untuk masing-masing kriteria. Untuk penggunaan metode MSQA ini, maka Roberts dan Stimson (1998) menggunakan 34 kriteria kompetensi inti, yang terbagi atas 8 kelompok, yaitu: kekuatan ekonomi domestik, orientasi perdagangan, teknologi dan pengembangan, pengembangan sumber daya
2 61 manusia, manajemen, keuangan, pemerintahan dan infrastruktur. Penetapan 34 kriteria kompetensi inti ini merupakan pengembangan dari 29 kriteria yang digunakan oleh Kasper et al. (1992) ketika mengkaji daya tarik wilayah industri Gladstone, di negara bagian Queensland, Australia. Kriteria-kriteria kompetensi inti yang digunakan Roberts dan Stimson (1998) dan juga oleh Muchdie (2000) dalam analisa menggunakan MSQA adalah : Kelompok kesatu, kekuatan ekonomi domestik yang dirinci atas: (1) Kinerja sektoral, (2) Dinamika kegiatan ekonomi, (3) Kegiatan pertambahan nilai. Kelompok kedua, orientasi perdagangan, yang dirinci atas: (1) Kinerja perdagangan dan investasi, (2) Partisipasi dalam ekonomi internasional, (3) Keterbukaan terhadap bisnis asing, (3) Kedekatan terhadap pasar, (4) Aliansi bisnis strategis. Kelompok ketiga, teknologi dan pembangunan yang dirinci atas: (1) Besarnya pengeluaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, (2) Aglomerasi keahlian, (3) Kegiatan penelitian bersama, (4) Tingkat penyerapan teknologi. Kelompok keempat, pengembangan sumber daya manusia yang dirinci atas: (1) Jasa pendid ikan tinggi dan pelatihan, (2) Pendidikan dasar, (3) Hubungan perburuhan, (4) Mutu kehidupan, (5) Struktur upah dan gaji. Kelompok kelima, manajemen yang dirinci atas: (1) Layanan konsumen dan kualitas produk, (2) Jaringan asosiasi, (3) Efisiensi bisnis, (4) Kemampuan pemasaran, (5) Penggunaan sistem informasi, (6) Kewirausahaan. Kelompok keenam, keuangan yang dirinci atas: (1) Modal dasar, (2) Ketersediaan dana. Kelompok ketujuh, pemerintahan yang dirinci atas: (1) Peraturan perundang-undangan, (2) Iklim usaha, (3) Pendelegasian wewenang dan otonomi lokal, (4) Skema penunjang bisnis. Kelompok kedelapan, infrastruktur yang dirinci atas: (1) Sumber daya fisik, (2) Biaya energi, (3) Kecukupan dan fleksibilitas in frastruktur, (4) Biaya angkutan, (5) Manajemen limbah dan lingkungan.
3 62 Penilaian terhadap ketiga puluh empat kriteria untuk setiap kegiatan sektor industri dikumpulkan melalui penilaian para nara sumber yang merupakan orang yang ahli dan selama ini berkecimpung dalam kegiatan sektor industri yang berkaitan, baik dari pelaku dunia usaha maupun dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Dalam melakukan analisa ini, setiap kriteria untuk masing-masing sektor industri akan diberi peringkat (rank) dan akan diukur secara ordinal dalam 3 skor sebagai berikut : Kuat (K) = 3 Sedang (S) = 2 Lemah (L) = 1 Pemeringkatan dilakukan secara subyektif, berdasarkan hasil diskusi dengan para pejabat Pemerintah yang terkait dan pelaku agroindustri, telaah laporan dan kajian ekonomi serta pengetahuan setempat (Roberts & Stimson 1998; Muchdie 2000). Selanjutnya, skor pada setiap kolom sektor industri dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah skor maksimum yang mungkin untuk setiap sektor sehingga diperoleh indeks relatif masing-masing sektor industri. Dari analisa ini dapat dihasilkan dua macam indeks: Indeks kompetensi inti daerah untuk setiap sektor industri dan Indeks kriteria kompetensi inti daerah (untuk setiap kriteria). Indeks kompetensi inti daerah untuk sektor industri memperlihatkan secara relatif kekuatan atau kelemahan suatu sektor industri tertentu terhadap sektor industri lainnya di daerah yang dikaji, sedang Indeks kriteria kompetensi inti daerah menggambarkan kekuatan relatif wilayah yang dikaji yang berkaitan dengan berbagai kriteria yang digunakan dalam analisa untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah tersebut. Metode MSQA dapat pula dikembangkan untuk : a) Mengetahui kaitan -kaitan dan potensi pengembangan antara berbagai sektor industri: apak ah signifikan, kurang signifikan atau tidak terkait. Dengan memberi bobot nilai yang berbeda untuk hubungan yang signifikan, tidak signifikan dan tidak terkait, maka akan diperoleh indeks potensi keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya.
4 63 b) Mengetahui potensi pemasaran ekspor sektor industri tertentu ke wilayah sekitarnya. Ini diperoleh dengan memberi bobot nilai yang berbeda untuk potensi ekspor ke wilayah sekitarnya: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Rendah Sekali. Dari penilaian ini akan diperoleh indeks potensi pasar ekspor untuk setiap produk sektor industri. c) Mengetahui tingkat risiko dari berbagai kegiatan industri dilihat dari variabel risiko yang ditetapkan (indeks risiko industri) untuk wilayah tersebut) dan indeks relatif dari setiap variabel risiko di wilayah tersebut (indeks faktor risiko). Pada penelitian ini, dengan menggunakan metode MSQA yang akan disesuaikan dengan data yang dapat diperoleh, daerah otonomi akan dikaji khusus untuk kelompok agroindustri yang ada di daerah tersebut yang berpotensi membentuk klaster agroindustri. 3.2 Location Quotient Teknik location quotient (LQ) adalah teknik yang membandingkan kegiatan ekonomi suatu daerah tertentu (local economy) dengan kegiatan ekonomi daerah yang lebih luas yang diambil sebagai referensi (reference economy) dalam rangka untuk mengidentifikasi adanya suatu spesialisasi pada kegiatan ekonomi di daerah tersebut (Blakely & Bradshaw 2002). e i t LQ e i =... (1) i E E t LQ i = Location Quotient untuk industri i di daerah yang dikaji e i = Jumlah pekerja pada industri i di daerah yang dikaji e t = Jumlah pekerja pada seluruh industri di daerah yang dikaji E i = Jumlah pekerja pada industri - i secara Nasional E t = Jumlah pekerja pada seluruh industri secara Nasional Location Quotient mengukur ratio antara spesialisasi pada industri tertentu pada suatu daerah dibandingkan dengan daerah referensi yang lebih luas. Apabila nilainya lebih besar dari satu, berarti ekonomi daerah tertentu tersebut lebih terspesialisasi dari daerah referensi yang digunakan, yang juga berarti bahwa terdapat aglomerasi atau konsentrasi suatu industri tertentu di
5 64 daerah tersebut. Nilai yang kurang dari satu menyatakan keadaan yang sebaliknya. Rumus di atas dapat juga digunakan untuk variable lain, seperti: jumlah unit usaha atau perusahaan, nilai penjualan, nilai ekspor (Balassa index atau Revealed Comparative Advantage index). Namun karena data mengenai jumlah pekerja relatif lebih banyak tersedia, maka variable yang banyak digunakan adalah jumlah pekerja untuk suatu industri tertentu. Metode Location Quotient merupakan metode yang umum digunakan untuk mengidentifikasi klaster industri regional (Bergman & Feser 1999). Penggunaan metode Location Quotient secara tersendiri tidak dapat mengidentifikasi keberadaan klaster industri karena hanya dapat memperlihatkan adanya aglomerasi dari sektor industri tertentu, namun tidak dapat mendeteksi saling keterkaitan antara sektor industri. (Bergman & Feser 1999). Untuk itu teknik Location Quotient perlu dilengkapi dengan teknik lainnya sehingga dapat diperoleh komposisi suatu klaster industri dengan unsur-unsur yang saling mendukung dan saling terkait. 3.3 Analisa Shift-Share Analisa Shift-Share merupakan teknik yang sangat berguna untuk membandingkan perubahan atau pertumbuhan berbagai sektor industri di suatu daerah dengan wilayah nasional atau wilayah referensi lain. Analisa ini merupakan analisa mengenai dinamika perubahan dan pertumbuhan industri suatu daerah dan akan dapat menjawab, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk dalam kelompok industri yang secara nasional merupakan industri yang memiliki keunggulan kompetitif, yang dapat dijadikan target untuk dijadikan industri unggulan dari wilayah tersebut (Dinc 2002). Analisa ini menguraikan penyebab perubahan kegiatan industri suatu daerah menjadi tiga komponen: national share, industrial mix dan regional share. Penguraian ini dapat dilakukan berdasarkan jumlah tenaga kerja, pendapatan, nilai penjualan atau faktor-faktor ekonomi lainnya. Sebagaimana analisa Location Quotient, maka variabel yang banyak digunakan dalam
6 65 analisa ini adalah jumlah tenaga kerja, karena pada umumnya data tenaga kerja lebih mudah diperoleh dibandingkan data apabila dipilih variabel yang lain. Komponen National share adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja pada kegiatan industri tertentu di suatu wilayah, seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertumbuhan kegiatan industri nasional selama periode yang diamati. Hal ini dapat digunakan oleh daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah industri tertentu di daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan rata-rata industri nasional (Tarigan 2004). Karena industri daerah merupakan bagian dari kegiatan industri nasional, maka diasumsikan bahwa pertumbuhan industri nasional akan mempengaruhi kegiatan industri di daerah secara proporsional. Rumus untuk komponen National share (NS) dari kegiatan industri adalah : NS =? E t ir g n (2) Dimana : E t ir g n = Jumlah tenaga kerja pada industri i di daerah r, pada waktu t = Laju pertumbuhan tenaga kerja industri secara keseluruhan di daerah referensi n Komponen Industrial mix atau Proportional sh ift mengukur besarnya perubahan lapangan kerja pada kegiatan industri tertentu di daerah yang ditimbulkan oleh komposisi industri di daerah tersebut. Komponen ini menggambarkan sejauh mana suatu daerah memiliki spesialisasi pada industri tersebut. Komponen ini akan positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh lebih cepat dari rata-rata industri, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh lebih lambat dari rata-rata industri. Rumusan untuk Industrial mix (IM) adalah : IM =? E t ir ( g in g n ) (3) Dimana : E t ir = Jumlah tenaga kerja pada industri i di daerah r, pada waktu awal t
7 66 g in = Laju pertumbuhan tenaga kerja pada industri i di wilayah referensi n, periode t t + 1 g n = Laju pertumbuhan tenaga kerja industri secara keseluruhan di daerah referensi n, periode t t + 1 Komponen Regional share atau Differential shift mengukur perubahan lapangan kerja pada suatu industri tertentu di daerah yang disebabkan adanya perbedaan antara laju pertumbuhan industri tertentu tersebut didaerah dengan laju pertumbuhan industri yang sama pada tingkat nasional. Komponen ini memperlihatkan pertumbuhan atau kemunduran yang ditimbulkan oleh posisi daya saing industri yang bersangkutan yang ada di daerah tersebut yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasi. Suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti: sumber daya alam, sumber daya manusia yang baik, infrastruktur yang mendukung, dsb, akan memiliki komponen Regional share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak terlalu menguntungkan akan mempunyai komponen Regional share yang negatif. Rumus untuk Regional share (RS) adalah : RS =? E t ir ( g ir g in ) (4) Dimana : E t ir = Jumlah tenaga kerja pada industri i di daerah r, pada waktu awal t g ir = Laju pertumbuhan tenaga kerja pada industri i di daerah r, periode t t +1 g in = Laju pertumbuhan tenaga kerja pada industri i di wilayah referensi n, periode t t + 1 Total shift (TS) adalah penjumlahan dari ketiga komponen tersebut di atas: TS =? E t ir g n +? E t ir ( g in g n ) +? E t ir ( g ir g in ) (5) Hasil dari analisa Shift-share dapat sedikit membantu untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah, namun tidak cukup untuk mengetahui kekuatan atau kelemahan sesungguhnya mengenai ekonomi daerah tersebut. Temuan dari analisa ini perlu didukung oleh metode-metode lain untuk mengetahui dengan lebih baik keadaan industri-industri kunci di daerah tersebut. Analisa ini menggunakan asumsi-asumsi, yang tidak semuanya bisa terpenuhi. Asumsi yang digunakan mencakup (Dinc 2002) :
8 67 (1) Teknologi yang digunakan di daerah adalah setingkat dengan teknologi yang secara nasional digunakan. (2) Produktivitas tenaga kerja didaerah adalah sama dengan produktivitas tenaga kerja secara nasional. (3) Pola permintaan di daerah adalah sama dengan pola permintaan rata-rata nasional. (4) Mengabaikan adanya perdagangan antar wilayah dan perdagangan internasional. 3.4 Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode yang banyak digunakan oleh pengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan yang menyangkut kesisteman, untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan yang mengandung banyak kriteria. Metode AHP yang diperkenalkan Saaty (Saaty 1983) pada prinsipnya adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagianbagiannya, serta menatanya dalam suatu hierarki. Selanjutnya tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting setiap variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk mendapatkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004). Masalah keputusan AHP secara grafis dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal atau sasaran atau fokus, lalu kriteria level pertama, dilanjutkan dengan subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhad ap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Saaty kemudian menentukan suatu cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. Langkah - langkah dalam metode AHP meliputi (Marimin 2004) :
9 68 a. Penyusunan hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilanjutkan hingga sehingga didapatkan beberapa tingkatan dan unsur-unsurnya tidak dapat dipecah lagi. b. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Saaty (1983), mengekspresikan kepentingan dengan menggunakan skala 1 sampai 9. Penilaian ini merupakan inti dari AHP. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. c. Penentuan prioritas Penetuan prioritas adalah pemeringkatan elemen-elemen menurut relatif pentingnya. Penentuan peringkat dilakukan dengan cara mencari eigen vector pada setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis diantara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. d. Konsistensi Logis Konsistensi logis memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Konsistensi logis menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Salah satu langkah penting dalam AHP adalah melakukan manipulasi matriks atas perbandingan berpasangan, yang akan memperlihatkan dengan jelas tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria atau alternatif relatif terhadap kriteria atau alternatif lain.
10 69 Penyelesaian dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1) Komparasi Berpasangan Penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan pada setiap tingkat hirarki dilakukan dengan judgement melalui pembandingan. Nilai tingkat kepentingan ini dinyatakan dalam bentuk kualititif dengan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasikan digunakan skala penilaian. Menurut Saaty (1983), skala penilaian 1 sampai 9 merupakan yang terbaik berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan definisi pendapat kualitatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Skala Komparasi Nilai Keterangan 1 Kriteria atau Alternatif A sama penting dengan kriteria atau alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber : Saaty (1983) 2) Matriks Pendapat Individu Pada penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan disetiap tingkat hirarki keputusan dilakukan dengan judgement melalui komparasi berpasangan. Nilai yang didapat disusun dalam bentuk matrik individu dan gabungan yang kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat. Jika C 1, C 2,, Cn merupakan set elemen suatu tingkat keputusan dalam hirarki, maka kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan setiap elemen terhadap elemen lainnya akan membentuk matrik A yang berukuran n x n. Apabila C i dibandingkan dengan C j, maka a ij merupakan nilai matriks pendapat has il komparasi yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan C i terhadap C j. Nilai matriks
11 70 a ij =1/ a 1j, yaitu nilai kebalikan dari nilai matriks a ij. Untuk i = j, maka nilai matriks a ij = a ji = 1, karena perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C 1, C 1,, Cn untuk ij = 1, 2, 3,, n dan ij adalah sebagai berikut : Hasil Transformasi Matriks Pendapat C 1 C 2 C 3.. C n C 1 1 a 12 a 13.. a 1n C 2 1 / a 12 1 A 23.. a 2n C 3 1 / a 13 1 / a a 3n C n 1 / a 1n 1 / a 2n 1 / a 3n.. 1 3) Matriks Pendapat Gabungan Matriks pendapat gabungan (G), merupakan susunan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya (g ij ) berasal dari rata-rata geometrik pada elemen matriks pendapat individu (a ij ) yang resiko konsistensinya (CR) memenuhi persyaratan. Formulasi nilai rata-rata geometrik adalah sebagai berikut : g m =.... (6) m ij a ij ( k ) k = 1 keterangan : g ij a ij ij k m = Elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i dan kolom ke-j = Elemen matrik pendapat individu pada baris ke-i dan kolom ke-j untuk matriks pendapat individu dengan Rasio Konsistensi (CR) yang memenuhi persyaratan ke-k. = 1, 2,... n = 1, 2,.. m = Jumlah matriks pendapat individu dengan CR memenuhi persyaratan 4) Pengolahan Horizontal Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas elemen-elemen keputusan pada tingkat hirarki keputusan. Tahapan
12 71 perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horizontal ditunjukkan pad a persamaan-persamaan berikut : Perkalian baris (Z i ) dengan rumus : m Z m i = aij k ) k = 1 ( (7) Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen (VP i ) dengan rumus : VP i = m n a ij(k ) k = 1 n m n a ij(k) i = 1 k = 1.. (8) Perhitungan nilai eigen maksimum (λ mak ) dengan rumus : ( a ) VP =, dengan ( va ) VA ij VA VP i VB =, dengan = ( vb i ) VA =.. (9) i VB..... (10) λ = 1 max vb i n i = 1 n, untuk i = 1, 2, 3,. n.... (11) Perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus : CI λ max n 1 = n... (12) Perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus : CI CR = (13) RI Dengan RI : Indeks Acak (Random Index)
13 72 Nilai indeks acak bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Untuk lebih jelasnya, indeks acak untuk orde tertentu dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 3.3 Nilai Indeks Acak (RI) Matriks Berorde 1-10 Orde RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Sumber : Sri Mulyono, 1996 Nilai rasio konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi hasil komparasi berpasangan dalam suatu matrik pendapat. 5) Pengolahan Vertikal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama (ultimate goal). Jika didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka: s CV ij = CHijt ( i 1) VWt ( i 1) (14) Untuk : t= 1 i = 1, 2, 3,. p j = 1, 2, 3,. r t = 1, 2, 3,. s Keterangan : s t = 1 CHijt i 1) ( = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat di atasnya (i 1), yang diperoleh dari hasil pengolahan horizontal. VW t ( i 1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke-(i-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal. p = Jumlah tingkat hirarki keputusan r = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke- (i - 1)
14 73 Jika di dalam hirarki keputusan terdapat dua faktor yang tidak berhubungan, maka nilai prioritas sama dengan nol. Vektor prioritas untuk tingkat ke-i (CV) didefinisikan sebagai berikut : CV i = ( CV ij ), untuk j = 1, 2, 3,. s. (15) Menurut Saaty (1980), teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat (judgement). 3.5 Interpretive Structural Modelling (ISM) Tujuan dari analisa struktural adalah untuk memberi penjelasan mengenai struktur dari hubungan-hubungan yang terdapat antara beberapa variabel kualitatif yang merupakan karakter dari sistem yang sedang dipelajari. Analisa struktural memungkinkan seseorang untuk menjelaskan suatu sistem dengan menggunakan matriks yang menghubungkan semua komponen dari sistem tersebut (Godet 1994). Menurut Saxena et al. (1992) salah satu model yang telah dikembangkan untuk analisa ini adalah Interpretive Structural Modelling (ISM). Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok, dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis atau kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seo rang peneliti (Eriyatno 1999). Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji.
15 74 Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen sampai dipandang memadai untuk perihal yang akan dikaji. Setelah dilakukan identifikasi semua elemen dan subelemen, maka ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen. Hubungan kontekstual ini selalu dinyatakan dalam terminology subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan antar subelemen, dimana terkandung suatu arahan (direction) pada hubungan tersebut. Keterkaiatan antar elemen pada perbandingan berpasangan ditunjukkan oleh pendapat dari para pakar paneleis. Apabila Paneleis lebih dari satu, maka dilakukan perataan secara geometris atau diambil suara terbanyak. Penyusunan nilai hubungan kontekstual pada matrik perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X dan O, dimana : V adalah jika eij = 1 dan eij = 0 A adalah jika eij = 0 dan eij = 1 X adalah jika eij = 1 dan eij = 1 O adalah jika eij = 0 dan eij = 0 Simbol 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j begitu juga sebaliknya. Hasil penilaian ini disusun dalam Structural Self Interaction Matrik (SSIM). Setelah SSIM terbentuk dibuat tabel R eachability Matrix (RM) dengan menggantikan V, A, X, O dengan bilangan 1 dan 0. Lebih lanjut RM dikoreksi hingga membentuk matrik tertutup yang memenuhi aturan transivitas yaitu aturan kelengkapan sebab akibat. Misalnya A mempengaruhi B, B mempengaruhi C, maka A (seharusnya) mempengaruhi C. Pengolahan lebih lanjut RM ini adalah penetapan pilihan jenjang (level partition). Berdasarkan pilihan jenjang, maka skema elemen menurut jenjang vertikal maupun horizontal dapat digambarkan. Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, maka disusunlah Structural Self Interaction Matrix (SSIM). SSIM disusun berdasarkan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dari subelemen. Setelah
16 75 SSIM terbentuk, kemudian dibuat table Reachbility Matrix. Kemudian dilakukan pengkajian menurut aturan Transitivity, dimana dilakukan koreksi terhadap SSIM sampai terjadi matriks yang tertutup. Hasil koreksi SSIM dan matrix yang memenuhi syarat transitivity diproses lebih lanjut. Pengolahan lebih lanjut dari Reachbility Matrix (RM) yang telah memenuhi aturan Transitivity adalah penetapan pilihan jenjang (level partition). Pengolahan bersifat tabulatif dengan pengisian format. Berdasarkan pilihan jenjang maka dapat digambarkan skema setiap elemen menurut jenjang vertik al maupun horizontal. Untuk beragam subelemen dalam satu elemen berdasarkan RM disusunlah Driver Power-Dependence. Klasifikasi subelemen dipaparkan dalam 4 sektor, yaitu : a) Weak driver weak dependent variables (AUTONOMOUS). Peubah disektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X (X adalah jumlah subelemen). b) Weak driver strongly dependent variables (DEPENDENT). Umumnya peubah disini adalah peubah tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D > 0.5 X (X adalah jumlah subelemen). c) Strong driver strongly dependent variables (LINKAGE). Peubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Subelemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X (X adalah jumlah subelemen). d) Strong driver weak dependent variables (INDEPENDENT). Peubah pada sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D 0.5 X (X adalah jumlah subelemen).
17 76 Saxena (1992) di dalam Eriyatno (1996), membagi program dalam sembilan elemen, yaitu: (1) Sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) Kebutuhan dari program, (3) Kendala utama, (4) Perubahan yang dimungkinkan, (5) Tujuan dari program, (6) Tolak ukur untuk menilai setiap tujuan, (7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicap ai oleh setiap aktivitas, (9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. 3.6 Teknik Perbandingan Indeks Kinerja Untuk melakukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif bardasarkan beberapa kriteria dapat digunakan Teknik Perbandingan Ind eks Kinerja atau Comparative Performance Index (Marimin 2004). Teknik ini digunakan dalam hal tersedianya data-data kuantitatif untuk diperbandingkan. Dalam teknik ini dilakukan perhitungan untuk mendapatkan indeks gabungan. Formula yang digunakan dalam teknik ini adalah sebagai berikut : Keterangan : A ij X ij (min) A (I + 1.j) X (I + 1.j) P j I ij I i i j A ij = X ij (min) x (100 / X ij (min)) A (I + 1.j) = (X (I + 1.j) / X ij (min) x 100 I ij = A ij x P j I i n = Iij ( ) i= 1 = Nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j = Nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j = Nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j = Nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j = Bobot kepentingan kriteria ke-j = Indeks alternatif ke-i = Indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-i = 1, 2, 3,..., n = 1, 2, 3,..., m 3.7 Independent Preference Evaluation (IPE) Independent Preference Evaluation (IPE) atau Teknik evaluasi pilihan bebas merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan dengan cara mengevaluasi kesukaan atau pilihan bebas dari suatu grup pembuat keputusan
18 77 terhadap sejumlah kriteria dan alternatif yang disajikan dalam bentuk kualitatif (non numerik). Dalam operasinya alternatif yang satu tidak dibandingkan dengan alternatif yang lainnya. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan pilihan terbaik dari beberapa alternatif pilihan, yang untuk semua altenatif telah ditetapkan kriteria yang akan dinilai. Penilaian dilakukan oleh beberapa pakar yang ahli di bidang tersebut. Pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai pihak (stake holder) atau ahli dan didasarkan kepada kriteria jamak disebut sebagai Multi-Expert Multi Criteria Decision Making atau ME-MCDM. Yager (1993), merumuskan suatu metode komputasi non-numerik untuk proses pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy. Teknik fuzzy digunakan dalam proses pengambilan keputusan, karena tidak semua permasalahan yang dihadapi di dunia nyata dapat dinyatakan secara eksak ya atau tidak, tetapi mengandung ketidakpastian. Hal ini sering dinyatakan dengan ungkapan: mendekati, kira-kira, hampir, sedikit lebih besar dari, dan sebagainya yang sulit dinyatakan dalam besaran eksak. Metode komputasi dilakukan secara bertahap yaitu (1) agregasi terhadap kriteria dan (2) agregasi terhadap semua ahli. Marimin (1997) menunjukan bahwa tahapan sebaliknya memberikan solusi yang sama. Di dalam evaluasi pilihan bebas, setiap pengambil keputusan ( )( j 1,2,...,m ) setiap alternatif ( )( i 1,2,...,n) d j = dapat menilai s i = pada setiap kriteria (a k ) (k = 1, 2,., l) secara bebas. Skala penilaian menggunakan simbol kualitatif atau label linguistic yang kemungkinan skornya adalah sempurna (S 7 ), sangat tinggi (S 6 ), tinggi (S 5 ), medium (S 4 ), rendah (S 3 ), sangat rendah (S 2 ), dan tidak ada (S 1 ) atau himpunan S = (S 1, S 2,, S 7 ). Langkah -langkah agregasi dalam pengambilan keputusan dengan kaidah Fuzzy IPE untuk sampai pada mendapatkan tingkat preferensi seluruh pakar terhadap masing-masing alternatif adalah sebagai berikut (Yager 1993) : a) Tingkat preferensi pakar dinyatakan dalam 5 skala dari Sangat Baik (S 5 ), Baik (S 4 ), Sedang (S 3 ), Kurang (S 2 ) dan Sangat Kurang (S 1 ). Tingkat kepentingan kriteria ditetapkan dengan menggunakan skala
19 78 penilaian yang sama. Dengan demikian setiap pembuat keputusan akan mendapatkan satu set nilai (L) pada setiap alternatif dan setiap setiap kriteria dengan rumusan sebagai berikut : L = v a,v a,...,v a... (16) ij 1 ij 1 ij k dimana: v a ) adalah skor evaluasi terhadap alternatif ke-i pada ij ( k kriteria ke-k oleh pembuat keputusan ke-j. b) Operasi Negasi terhadap masing-masing tingkat kepentingan kriteria dengan rumus : Neg ( w ) = wq k + 1 k... (17) Dimana: W adalah bobot nilai; q adalah jumlah item dari suatu set bobot penilaian dan k adalah item dari suatu set bobot penilaian. c) Tingkat preferensi masing-masing pakar terhadap masing-masing alternatif, ditentukan dengan mengacu pada set nilai yang didapatkan dari persamaan 1 dan nilai negasi dari persamaan 2. Agregasi untuk memperoleh skor terhadap alternatif ke-i oleh setiap pembuat keputusan ke-j pada semua kriteria didapat dengan menggunakan rumus berikut : v = Min Neg w ak v ij a... (18) ij k k Dimana: vij adalah skor evaluasi terhadap alternatif ke-i oleh pembuat keputusan ke-j; min adalah minimum; V adalah maksimum dan Neg ( w ak ) adalah negasi setiap bobot elemen. d) Selanjutnya preferensi masing-masing pakar terhadap suatu alternatif dikombinasikan dengan metode Yager yang didasarkan pada operator OWA (Ordered Weighted Averaging) dilakukan pembobotan nilai dengan menggunakan rumus : q 1 W ( j ) = Int 1 + jx.... (19) r Dimana: W(j) adalah pembobot nilai pakar ke-j; j adalah pakar ke-j; r adalah jumlah pakar; q adalah jumlah skala dan int adalah integer.
20 79 e) Agregasi Preferensi seluruh pakar terhadap suatu alternatif ditentukan dengan rumus berikut : v = (20) ( i ) max j [ w j ^ b j ] Dimana: Max adalah maksimum, Wj adalah pembobot nilai pada pakar ke-j; ^ adalah minimum dan b adalah solusi dari persamaan 3 yang diurutkan dari terbesar ke terkecil. 3.8 Teknik Heuristik Menurut Thierauf dan Klekamp dalam Eriyatno (1999), teknik heuristik merupakan titik pandang dalam merancang suatu program untuk tugas pemrosesan informasi yang kompleks. Titik pandang ini bukan merupakan program yang biasa dilakukan dengan komputer, tetapi merupakan pengolahan seperti yang biasa dilakukan oleh manusia dalam menangani berbagai masalah. Pada teknik heuristik tidak ada suatu model yang baku, sehingga untuk setiap permasalahan menggunakan program heuristik yang spesifik.. Pada dasarnya teknik heuristik mengandung pengertian adanya rumusan urutan atau tata kerja yang logis untuk mencapai tujuan. Heuristik tidak menjamin adanya pemecahan yang optimal, tetapi menjamin suatu pemecahan yang memuaskan pengambil keputusan. Ciri-ciri teknik heuristik secara umum adalah: adanya operasi aljabar, adanya perhitungan yang bertahap, dan mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya.
IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Pendekatan klaster industri telah ditetapkan sebagai strategi pengembangan industri nasional dalam Undang-undang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab
Lebih terperinciANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif
Lebih terperinciBAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)
BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton
Lebih terperinciPENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P062100201 Dadang Subarna NRP. P062100081 Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Program Studi
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE
34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,
Lebih terperinciIII. LANDASAN TEORETIS
III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat
III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota Malang. Fokus penelitian ini meliputi Sub sektor apa saja yang dapat menjadi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran
III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pemilihan stretegi bersaing yang tepat sangat diperlukan perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis yang ada. Tahapan dimulai dengan pembangunan konstruksi hirarki
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran
62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)
BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Lebih terperinciLANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli
LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli Para pengambil keputusan sering dihadapkan pada tantangan baik internal dan eksternal yang semakin komplek. Semakin banyaknya informasi pada satu sisi memberikan keuntungan
Lebih terperinciKuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016
1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki
Lebih terperinciANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP
ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.
Lebih terperinciSesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)
Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP
Lebih terperinciMATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)
Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem yang efektif dalam membantu mengambil suatu keputusan yang kompleks, sistem ini menggunakan aturan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran
Lebih terperinciMATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)
Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor
Lebih terperinciBAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM
83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... HALAMAN PENGESAHAN...... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR..... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii v vii x xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Lebih terperinciRANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN
RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
27 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol
Lebih terperinciBAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS
BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS 3.1 Penggunaan Konsep Fuzzy Apabila skala penilaian menggunakan variabel linguistik maka harus dilakukan proses pengubahan variabel linguistik ke dalam bilangan fuzzy.
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie
Lebih terperinciSistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP
Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP A Yani Ranius Universitas Bina Darama, Jl. A. Yani No 12 Palembang, ay_ranius@yahoo.com ABSTRAK Sistem
Lebih terperinciAPLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN
Indriyati APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN Indriyati Program Studi Teknik Informatika Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Abstrak Dalam era globalisasi dunia pendidikan memegang peranan
Lebih terperinciIII. LANDASAN TEORITIS
III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Quality Function Deployment (QFD) QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran
24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi
Lebih terperinciIII. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI
III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI Menurut Khadariah (986), proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat (benefit), atau suatu kegiatan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di
135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak
Lebih terperinciISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014
PENERAPAN METODE TOPSIS DAN AHP PADA SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU, STUDI KASUS: IKATAN MAHASISWA SISTEM INFORMASI STMIK MIKROSKIL MEDAN Gunawan 1, Fandi Halim 2, Wilson 3 Program
Lebih terperinciMETODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM
METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Penyusunan Hirarki Dari identifikasi dan subatribut yang dominan, dapat disusun struktur hirarki sebagai berikut: Gambar 4.1 Struktur Hirarki Penerima Beasiswa
Lebih terperinci4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data
19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
20 BAB 2 LANDASAN TEORI Mengambil sebuah keputusan tidak pernah lepas dari kehidupan setiap orang, setiap detik dari hidupnya hampir selalu membuat keputusan dari keputusan yang sederhana hingga keputusan
Lebih terperinciPENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI
PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran
III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Namun, hal ini tidak sejalan dengan jumlah produk agroindustrinya yang tembus dijual di pasar ekspor.
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem
Lebih terperinciANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur
Lebih terperinciPENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS Fratika Aprilia Purisabara, Titin Sri Martini, dan Mania Roswitha Program
Lebih terperinciPemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).
Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Multiple Attribute Decision Making (MADM) Multiple Attribute Decision Making (MADM) adalah studi tentang identifikasi dan pemilihan alternatif berdasarkan nilai-nilai dan preferensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses,
Lebih terperinciFasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096
PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SEBAGAI TEMPAT KERJA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU) 1. Permasalahan Pemilihan Perusahaan
Lebih terperinciPengertian Metode AHP
Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013
Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto
Lebih terperinciPENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS Endang Widuri Asih 1 1) Jurusan Teknik Industri Institut Sains
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan dari proses penelitian. Kerangka pemikiran akan memberikan arah yang dapat dijadikan pedoman bagi para
Lebih terperinci3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL
III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan
Lebih terperinciBAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. PERUMAHAN Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan(basri,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Metode Analytical Hierarchy Process 2.2.1 Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan
22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Sistem Sistem adalah kumpulan objek seperti orang, sumber daya, konsep dan prosedur yang dimaksudkan
Lebih terperinciPertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).
Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan
Lebih terperinciANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)
ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP) Hadi Setiawan 1, Shanti Kirana Anggraeni 2, dan Fitri Purnamasari 3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam
BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan agroindustri kelapa sawit sebagai strategi pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan guna memperkecil kesenjangan pembangunan
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT
PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen
Lebih terperinciANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)
ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) M.Fajar Nurwildani Dosen Prodi Teknik Industri, Universitasa Pancasakti,
Lebih terperinciJURNAL LENTERA ICT Vol.3 No.1, Mei 2016 / ISSN
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA GURU BERDASARKAN HASIL EVALUASI UMPAN BALIK DARI BEBAN KERJA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SD LPI AT-TAUFIQ) Oleh : Fahrizal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Literatur Berikut adalah beberapa penelitian serupa mengenai kualitas yang telah dilakukan dilakukan sebelumnya, yaitu: 1. Harwati (2013), yaitu: Model Pengukuran Kinerja
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas beberapa teori yang mendukung terhadap studi kasus yang akan dilakukan seperti: Strategic Planning Decision Support System (DSS) Evaluasi Supplier 2.1 Strategic
Lebih terperinciBAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir
29 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir Penerapan AHP dalam menentukan prioritas pengembangan obyek wisata dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE KAJIAN
47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Diagram Sebab-Akibat (Causes and Effect Diagram) Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses
Lebih terperinciAnalytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP
Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP Analytic Hierarchy Process atau AHP dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty sebagai algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan
Lebih terperinciSistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta
Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI Jakarta Imam Sunoto, Fiqih Ismawan, Ade Lukman Nulhakim,, Dosen Universitas Indraprasta PGRI Email : raidersimam@gmail.com, vq.ismaone@gmail.com,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan
Lebih terperinciBAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an
BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional
6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Pariwisata merupakan kegiatan perjalanan untuk rekreasi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata seperti gunung, pantai, perkotaan, dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar
Lebih terperinciBab II Analytic Hierarchy Process
Bab II Analytic Hierarchy Process 2.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,
Lebih terperinciPENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)
PEDEKT LITYCL HIERRCHY PROCESS (HP) DLM PEETU URUT PEGERJ PES PELGG (STUDI KSUS: PT TEMBG MULI SEM) urlailah Badariah, Iveline nne Marie, Linda Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 15 16
Lebih terperinciPEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PEMILIHAN GURU BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS Juliyanti 1,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Lebih terperinciMODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN
140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI
JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN PEKERJAAN MENGGUNAKAN KONTRAK UNIT PRICE (Studi Kasus: Peningkatan dan Pelebaran Aset Infrastruktur Jalan Alai-By Pass Kota Padang Sebagai Jalur
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual PT Saung Mirwan melihat bahwa sayuran Edamame merupakan salah satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar luar dan dalam negeri
Lebih terperinciTechno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:
Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: 223-230 MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KARYAWAN PADA INSTANSI KESATUAN BANGSA POLITIK DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT
Lebih terperinciVEKTOR PRIORITAS DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN METODE NILAI EIGEN
VEKTOR PRIORITAS DALAM ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DENGAN METODE NILAI EIGEN Moh. Hafiyusholeh 1, Ahmad Hanif Asyhar 2 Matematika UIN SunanAmpel Surabaya, hafiyusholeh@uinsby.ac.id 1 Matematika
Lebih terperinci